Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGUKURAN TINGGI BADAN

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penilaian


Status Gizi

Oleh :

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan kemudahan untuk dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Tanpa adanya berkat dan rahmat Allah tidak mungkin
rasanya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Terlebih penulis ingin mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
mendukung untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengukran Tinggi
Badan” .

Selanjutnya, saya sebagai penulis berharap agar penulisan makalah ini


dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi yang membacanya.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan partisipasi pembaca untuk
memberikan masukan baik berupa kritikan maupun saran untuk membuat
makalah ini menjadi lebih baik. Penulis mohon maaf bila ada hal yang kurang
berkenan dalam penulisan makalah ilmiah ini. Akhir kata, penulis ucapkan terima
kasih dan selamat membaca.

Jakarta, 28 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

A. Latar Belakang............................................................................. 2

B. Rumusan Masalah....................................................................... 2

C. Tujuan ......................................................................................... 2

D. Manfaat ....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengukuran Tinggi Badan .......................................................... 3
B. Pengkuran Tinggi Badan dengan Menggunakan Microtoise dan
Panjang Badan ............................................................................ 4
C. Pengkuran Tinggi Badan dengan Menggunakan Panjang Ulna . 6
D. Pengkuran Tinggi Badan dengan Menggunakan Rentang Lengan
(Arm Span) ................................................................................. 7
E. Pengkuran Tinggi Badan dengan Menggunakan Demi Span ..... 7
F. Pengkuran Tinggi Badan dengan Menggunakan Tinggi Lutut . . 8
G. Pengkuran Tinggi Badan dengan Menggunakan Tinggi Duduk
(Sitting Height) ........................................................................... 9
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menilai status gizi dapat dilakukan melalui beberapa metode pengukuran,
tergantung pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilaian status gizi dapat
menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi, misalnya status gizi yang
berhubungan dengan tingkat kesehatan, atau berhubungan dengan penyakit
tertentu. Menilai persediaan gizi tubuh dapat diukur melalui beberapa metode
penilaian, salah satunya adalah melalui metode antropometri.
Antropometri berasal dari kata anthropo yang berarti manusia dan metri
adalah ukuran. Metode antropometri dapat diartikan sebagai mengukur fisik dan
bagian tubuh manusia. Jadi antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian
tubuh manusia. Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah
menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi.
Konsep dasar yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri untuk
mengukur status gizi adalah konsep dasar pertumbuhan (Harjatmo,et al, 2017).
Pertumbuhan adalah terjadinya perubahan sel-sel tubuh, terdapat dalam 2
bentuk yaitu bertambahnya jumlah sel dan atau terjadinya pembelahan sel, secara
akumulasi menyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh. Jadi pada dasarnya
menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menilai pertumbuhan.
Beberapa contoh ukuran tubuh manusia sebagai parameter antropometri
yang sering digunakan untuk menentukan status gizi misalnya berat badan, tinggi
badan, ukuran lingkar kepala, ukuran lingkar dada, ukuran lingkar lengan atas,
dan lainnya. Hasil ukuran anropometri tersebut kemudian dirujukkan pada standar
atau rujukan pertumbuhan manusia.
Seperti yang sudah di ketahui bahwa salah satu parameter antropometri
yang sering digunakan adalah tinggi badan, dan pengukuran tinggi badan ini
memiliki beberapa metode untuk mendapatkan hasil nilai dari tinggi badan. Untuk
itu penulis ingin memberikan informasi mengenai beberapa metode untuk
mendapatkan hasil nilai tinggi badan baikdalam keadaan normal atau khusus.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara tenaga gizi melakukan pengukuran tinggi badan dalam
kondisi normal dan khusus?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui cara apa saja untuk
mendapatkan hasil dari tinggi badan baik itu kondisi normal atau khusus.

D. Manfaat
Untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan bagi pembaca
mengenai tenaga gizi melakukan pengkuran tinggi badan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengukuran Tinggi Badan


Pengukuran Tinggi Badan merupakan salah satu pengkuran dimensi tubuh
yang penting untuk berbagai tujuan. Pada proses asuhan gizi terstandar, data
tinggi badan sangat berperan dalam tahapan pengkajian gizi diantaranya dalam
penentuan indeks massa tubuh (IMT) dan perhitungan kebutuhan energi
menggunakan beberapa formula seperti Mifflin,et al (1990), Harris & Benedict
(1919) (Putri M P,et al, 2013).
Untuk kondisi normal, pengkuran tinggi badan dapat dilakukan dengan
microtoise. Namun untuk kodisi khusus seperti manula, keadaan sakit seperti
degenaratif, malnutrisi, atau cacat, dapat dilakukan dengan beberapa metode.
Selain masalah penyakit degeneratif seperti osteoporosis, malnutrisi juga
merupakan masalah kesehatan lansia (lanjut usia) saat ini. Penilaian status gizi
lansia dapat diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu
perbandingan berat badan dan kuadrat tinggi badan. Tinggi badan (TB)
merupakan indikator status gizi sehingga pengukuran TB seseorang secara akurat
sangatlah penting untuk menentukan nilai IMT. Akan tetapi untuk memperoleh
pengukuran TB yang tepat pada lansia cukup sulit karena masalah postur tubuh,
kerusakan spinal, atau kelumpuhan yang menyebabkan harus duduk di kursi roda
atau di tempat tidur dan juga imobilitas. Tinggi badan dapat diperoleh melalui
prediksi dari lengan bawah, rentang lengan (arm span), demi span, tinggi duduk
(sitting height) tinggi lutut (knee hight), dan panjang ulna. Tinggi lutut dapat
digunakan untuk melakukan estimasi TB lansia dan orang cacat.
Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang tulang di tangan, kaki (lutut),
dan tinggi tulang vertebral. Rentang lengan relatif kurang dipengaruhi oleh
penambahan usia. Pada kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai rentang
lengan yang lebih lambat dibandingkan dengan penurunan TB sehingga dapat
disimpulkan bahwa rentang lengan cenderung tidak banyak berubah sejalan
penambahan usia. Rentang lengan direkomendasikan sebagai parameter prediksi
tinggi badan, tetapi tidak seluruh populasi memiliki hubungan 1:1 antara rentang
lengan dan tinggi badan (Astriana Kuntari, et al, 2018).

3
B. Pengukuran Tinggi Badan dengan menggunakan Microtoise dan Panjang Badan
(Infanometer)
Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran pertumbuhan
massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi. Oleh karena itu tinggi badan
digunakan sebagai parameter antropometri untuk menggambarkan pertumbuhan
linier. Pertambahan tinggi badan atau panjang terjadi dalam waktu yang lama
sehingga sering disebut akibat masalah gizi kronis. Istilah tinggi badan digunakan
untuk anak yang diukur dengan cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak
diukur dengan berbaring (belum bisa berdiri). Anak berumur 0–2 tahun diukur
dengan ukuran panjang badan, sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun dengan
menggunakan microtoise. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan
atau panjang badan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm. Tinggi badan dapat
diukur dengan menggunakan microtoise (baca: mikrotoa). Kelebihan alat ukur ini
adalah memiliki ketelitian 0,1 cm, mudah digunakan, tidak memerlukan tempat
yang khusus, dan memiliki harga yang relatif terjangkau. Kelemahannya adalah
setiap kali akan melakukan pengukuran harus dipasang pada dinding terlebih
dahulu. Sedangkan panjang badan diukur dengan infantometer (alat ukur panjang
badan) (Harjatmo, et al, 2017).
Persiapan Papan Panjang Badan :
1. Pilih meja atau tempat yang datar dan rata. Siapkan alat ukur
panjang badan
2. Lepaskan kunci pengait yang berada di samping papan pengukur
3. Tarik meteran sampai menempel rapat pada dinding tempat
menempelnya kepala dan pastikan meteran menunjuk angka nol
dengan mengatur skrup skala yang ada di bagian balita
4. Buka papan hingga posisinya memanjang dan datar
5. Tarik meteran sampai menempel rapat pada dinding tempat
menempelnya kepala dan pastikan meteran menunjuk angka nol
6. Geser kembali papan penggeser pada tempatnya

4
Cara Mengukur dengan Menggunakan Panjang Badan

1. Alat pengukur diletakkan diatas meja.


2. Bayi ditidurkan lurus didalam alat pengukur, kepala diletakkan
hati-hati sampai menyinggung bagian atas alat pengukur.
3. Bagian alat pengukur sebelah bawah kaki digeser, sehingga tepat
menyinggung telapak kaki bayi, dan skala pada sisi alat pengukur
dapat dibaca.

Cara mengukur dengan menggunakan Microtoise:

1. Tempelkan dengan paku microtoise tersebut pada dinding yang


lurus datar setinggi tepat dua meter. Angka nol pada lantai yang
datar rata.
2. Lepaskan alas kaki.
3. Pasien harus berdiri tegak seperti sikap sempurna dalam baris
berbaris. Kaki Lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian
belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap
lurus dengan pandangan kedepan.
4. Trunkan microtoise sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-sik
harus lurus menempel dengan dinding.
5. Baca angka skala yang nampak pada lubang dalam gulungan
microtoise. Angka tersebut menunjukkan tinggi pasien yang dikur
( Supariasa, et al 2002).

Dalam hal ini untuk Balita, mengukur panjang atau tinggi badan anak
tergantung dari umur dan kemampuan untuk berdiri. Mengukur panjang badan
dilakukan dengan cara telentang. Sedangkan mengukur tinggi anak menggunakan
microtoise. Biasanya, untuk anak yang berumur kurang dari dua tahun,
pengukuran dilakukan dengan telentang, sedangkan berusia dua tahun lebih dan
anak sudah mampu berdiri pengukuran dapat dilakukan dengan berdiri tegak
(microtoise). Jika memang tidak mampu dengan ketentuan tersebut maka dapat di
gunakan dengan menggunakan faktor koreksi 0.7 cm (Sutiari, 2017).

5
C. Pengukuran Tinggi Badan dengan menggunakan Panjang Ulna

Metode alternatif yang banyak diteliti dan dikembangkan untuk


memperoleh data tinggi badan jika tidak dapat diukur pada posisi tegak adalah
metode prediksi tinggi badan menggunakan bagian tubuh pengganti biasanya
memanfaatkan hubungan tulang panjang pada tungkai atas dan bawah dengan
tinggi badan. Tulang-tulang panjang pada tungkai atas secara umum memiliki
hubungan isometri yang sangat dekat dengan tinggi badan. Hal ini dapat diartikan
bahwa pertumbuhan tlang-tulang panjang tungkai atas memiliki proporsi yang
konstan terhadap tinggi badan manusia. Rasio antara berbagai tulang tubuh
bergantung pada umur, jenis kelamin dan ras. Prediksi tinggi badan menggunakan
tulang-tulang panjang harus mempertimbangkan varias-variasi tersebut (Putri M
P, etal, 2013).

Ulna merupakan salah satu tulang panjang pada anggota gerak atas yang
diketahui memiliki rasio tertentu dengan tinggi badan dan tumbuh dengan
proporsi yang konstan terhadap tinggi badan. Panjang ulna merupakan jarak dari
titik utama pada bagian siku (olecornan) hingga titik utama pada bagian tulang
yang menonjol pada pergelangan tangan (styloid) kemudian. Cara pengukurannya
panjang ulna diukur menggnakan pita meter nonelastis dari titik utama pada
olecranon process hingga titik utama pada styloid process pada posisi siku kiri
ditekuk dan tangan diletakkan pada sisi bahu yang berlawanan. Dalam penelitian
Sutriani (2013) yang berjudul “Perbedaan Antara Tinggi Badan Berdasarkan
Panjang Ulna Dengan Tinggi Badan Aktual Dewasa Muuda Di Kota Semarang”
mengatakan bahwa ada beberapa rumus yang digunakan untuk mengkonversi
panjang ulna menjadi tinggi badan. Dan dalam penelitian tersebut bahwa rumus
Ilayperuma dan Preepatpong menunjukkan tidak ada perbedaan antara tinggi
badan aktual dengan tinggi badan dari panjang ulna. Berikut merupakan rumus
Ilayperuma et al (2010) :

Laki-laki : 97,252+2,645 x Panjang Ulna (cm)

Perempuan : 68,777+ 3,536 x Panjang Ulna (cm)

6
D. Pengukuran Tinggi Badan dengan menggunakan Rentang Lengan (Arm Span)

Rentang Lengan (Arm Span) merupakan ukuran untuk memprediksi tinggi


badan bagi orang yang tidak bisa berdiri tegak, misal karena bungkuk atau ada
kelainan tulang pada kaki. Rentang lengan atau Panjang depa relatif stabil,
sekalipun pada orang yang usia lanjut. Panjang depa dikrekomendasikan sebagai
parameter prediksi tinggi badan, tetapi tidak seluruh populasi memiliki hubungan
1:1 antara panjang depa dengan tinggi badan. Pengukuran panjang depa juga
relatif mudah dilakukan, alat yang murah, prosedur pengukuran juga mudah
sehingga dapat dilakukan di lapangan (Harjatmo, et al, 2017).

Teknik pengukuran panjang depa. Dilakukan pengukuran panjang depa


bagi subyek dengan alat mistar panjang 2 meter. Panjang depa biasanya
menggambarkan hasil pengukuran yang sama dengan tinggi badan normal dan
dapat digunakan untuk menggantikan pengukuran TB. Subyek yang diukur harus
memiliki kedua tangan yang dapat direntangkan sepanjang mungkin dalam posisi
lurus lateral dan tidak dikepal. Jika salah satu kedua tangan tidak dapat diluruskan
karena sakit atau sebab lainnya, maka pengukuran ini tidak dapat dilakukan.
Subyek berdiri dengan kaki dan bahu menempel melawan tembok sepanjang pita
pengukuran ditempel di tembok. Pembacaannya dilakukan dengan skala 0,1 cm
mulai dari bagian ujung jari tengah tangan kanan hingga ujung jari tengah tangan
kiri (Fatmah, 2006). Rumus konversi tinggi badan dengan menggunakan rentang
lengan (Arm Span) sebagai berikut :

Laki-laki : 23.247+0.826 (Panjang Depa)

Perempuan : 28.312+ 0.784 (Panjang Depa)

E. Pengukuran Tinggi Badan dengan menggunakan Demi Span


Pengukuran yang sering digunakan untuk memperkirakan tinggi badan
adalah prediksi rentang lengan, tinggi lutut dan panjang ulna. World Health
Organization tahun 1995 telah merekomendasikan rentang lengan dan tinggi lutut
sebagai pengganti tinggi badan (Fatmah, et al 2008 dan WHO, 1995). Beberapa

7
penelitian bahwa rentang lengan paling efektif sebagai pengukuran tinggi badan.
Namun hubungan rentang lengan dengan tinggi badan ditemukan bervariasi dari
ras ke ras (Jalzem et al, 1993 dalam Ratnasari Dian, et al, 2019).
Demi span merupakan bagian dari setengah rentang lengan. Pengukuran
demi span yaitu jarak antara titik tengah sternal notch dengan pangkal jari tengah.
Pengukuran demi span dipilih berdasarkan ukuran pengukur tinggi lainnya di
Survei Kesehatan untuk Inggris (HSE) karena dapat dilakukan dengan mudah
tanpa menimbulkan ketidaknyamanan atau kesusahan (Cline et al, 1989 dalam
Ratnasari Dian, et al, 2019). Rumus untuk mengkonversi demi span kedalam
tinggi badan sebagai berikut :
Tinggi Badan : 37,886 + 1,650 (Demispan), (Nuha Ulin, et al, 2015) atau
Tinggi Badan : 49,961 – 2,970 (JK, 0 untuk Lk, 1 untuk Pr) – 0,049 ( U) +
1,479 ( Demispan), (Prastika Mairanti, 2013)

F. Pengukuran Tinggi Badan dengan menggunakan Tinggi Lutut


Ukuran tinggi lutut (knee height) berkorelasi dengan tinggi badan.
Pengukuran tinggi lutut bertujuan untuk mengestimasi tinggi badan klien yang
tidak dapat berdiri dengan tegak, misalnya karena kelainan tulang belakang atau
tidak dapat berdiri. Pengukuran tinggi lutut dilakukan pada klien yang sudah
dewasa. Pengukuran tinggi lutut dilakukan dengan menggunakan alat ukur caliper
(kaliper). Pengukuran dilakukan pada lutut kiri dengan posisi lutut yang diukur
membentuk sudut sikusiku (90°). Pengukuran tinggi lutut dapat dilakukan pada
klien dengan posisi duduk atau dapat juga pada posisi tidur (Harjatmo,et al,2017).
Tinggi lutut direkomendasi oleh World Health Organization untuk
digunakan sebagai prediktor dari tinggi badan pada seseorang yang berusia 60
tahun (lansia) . Proses bertambahnya usia tidak berpengaruh terhadap tulang yang
panjang seperti lengan dan tungkai, tetapi sangat berpengaruh terhadap tulang
belakang. Prediksi tinggi badan menggunakan tinggi lutut pertama kali dilakukan
pada sampel kecil lansia non-Hispanic kulit putih di Ohio, Amerika Serikat .
Kemudian Chumlea et al melakukan penelitian yang lebih baru dengan
menggunakan sampel yang lebih besar dari National Health and Nutrition

8
Examination Survey (NHANES III). Model persamaan yang dirumuskan hanya
spesifik untuk kelompok kulit putih non-Hispanic, kulit hitam non-Hispanic dan
Meksiko Amerika2 . Kemampuan model tersebut untuk memprediksi tinggi badan
lansi pada etnik lain masih dipertanyakan. Meyer et al menunjukkan bahwa model
persamaan yang dirumuskan oleh Chumlea et al menghasilkan kesalahan
pengukuran tinggi badan bila diaplikasikan pada lansia Jepang Amerika. The
World Health Organization Expert Committee on Physical Status menekankan
perlunya model referensi lokal di setiap negara untuk memprediksi tinggi badan
lansia berdasarkan gender dan usia (Dwiyanti, et al, 2017). Berikut merupakan
rumus dari tinggi lutut untuk dikonversi menjadi tinggi badan :
Menurut Chumlea
Laki-laki : (2.02 x TL) – (0,04 x Usia)+64,19
Perempuan : ( 1,83 x TL) – (0,24 x Usia)+84,88
Menurut Fatmah
Laki-laki : 56,343 + 2,102 TL
Perempuan : 62,882 + 1,889 TL

G. Pengukuran Tinggi Badan dengan menggunakan Tinggi Duduk (Sitting Height)


Tinggi duduk dapat digunakan untuk memprediksi tinggi badan, terutama
pada orang yang sudah lanjut usia. Tinggi duduk dipengaruhi oleh potongan
tulang rawan antar tulang belakang yang mengalami kemunduran, juga tulang-
tulang panjang pada tulang belakang mengalami perubahan seiring dengan
bertambahnya usia. Mengukur tinggi duduk dapat dilakukan dengan
menggunakan mikrotoise, dengan dibantu bangku khusus. Orang yang mau diukur
tinggi duduknya, duduk pada bangku, kemudian dengan menggunakan mikrotoice
dapat diketahui tinggi duduk orang tersebut (Harjatmo, 2017).

Cara pengukuran sebagai berikut:

1. Subjek duduk tegak menghadap ke depan, bahu dan lengan bagian atas
santai, dan lengan bawah dan kedua tangan dijulurkan ke depan secara
horizontal dengan telapak tangan saling berhadapan. Kedua paha sejajar,
dan lutut ditekuk 90 ° dengan kaki segaris dengan paha.

9
2. Ukur jarak vertikal antara permukaan tempat duduk dan bagian atas kepala
dengan sebuah anthropometer. Bahu dan bagian atas ekstremitas harus
rileks. Ukur pada titik maksimum saat respirasi tenang.
Catatan : Pengukuran harus dilakukan setidaknya dua kali. Jika ada
variasi yang besar antara dua pengukuran, cek kembali posisi tubuh dan
ulangi pengukuran.

Menurut Fatma, et al. 2008 bahwa untuk mengestimasi tinggi badan


berdasarkan tinggi duduk dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Laki –laki : 58,047 + 1,210 (Tinggi Duduk)
Perempuan : 46,551 + 1,309 (Tinggi Duduk)

10
BAB III
PENTUPAN

A. Kesimpulan
Pengukuran Tinggi Badan merupakan salah satu pengkuran dimensi tubuh
yang penting untuk berbagai tujuan. Pada proses asuhan gizi terstandar, data
tinggi badan sangat berperan dalam tahapan pengkajian gizi diantaranyan
dalam penentuan indeks massa tubuh (IMT) dan perhitungan kebutuhan energi
menggunakan beberapa formula seperti Mifflin,et al (1990), Harris & Benedict
(1919) (Putri M P,et al, 2013). Ada beberapa metode untuk mendapatkan hasil
pengukuran tinggi badan dan dapat dikondisikan dengan keadaan normal atau
khusus seperti Usila, keadaan sakit, atau cacat. Metode tersebut diantaranya
menggunakan Microtoice atau panjang badan untuk balita dalam kondisi
normal, metode penggunaan Panjang Ulna, Armspan, Demispan, Tinggi Lutut
dan Tinggi duduk untuk kondisi khusus.

B. Saran

Ada beberapa metode untuk menghasilkan hasil tinggi badan, namun


tenaga gizi perlu dilakukan secara tepat dan benar agar hasil lebih akurat untuk
mendapatkan nilai tinggi badan sehingga mendapatkan hasil IMT benar.
Dengan begitu tenaga gizi dalam memberikan asuhan gizi yang sesuai.

11
DAFTAR PUSTAKA

Buku : Supariasa, et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Buku Elektronik : Harjatmo, et al. 2017. Bahan Ajar Gizi Penilaian Status Gizi.
(file:///D:/TITIES/Unduhan/PENILAIAN-STATUS-GIZI-FINAL-SC.pdf , diakses pada
tanggal 28 September 2020)

Buku Elektronik : Sutiari. 2017. Petunjuk Praktikum Peilaian Status Gizi


Anthropometry Dan Dietary Asessment.
(https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/12529fcfe2ce582133a2df64a
948ee3f.pdf, diakses pada tanggal 28 September 2020)

Jurnal Elektronik : Fatmah. 2005. Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia


Usia Lanjut (MANULA) Berdasarkan Usia Dan Etnis Pada 6 Panti Terpilih Di
DKI Jakarta dan Tangerang . (Online), Vol.10 , No. 1 ,
(file:///D:/TITIES/Unduhan/145-290-1-SM.PDF,diakses pada tanggal 28 September
2020)

Jurnal Elektronik : Fatmah,et al. 2008. Model Prediksi Tinggi Badan Lansia Etnis
Jawa Berdasarkan Tinggi Lutut, Panjang Depa, dan Tinggi Duduk . (Online),
Vol.58 , No. 12 ,
(https://adingpintar.wordpress.com/2012/09/21/f-mengukur-mengestimasi-tinggi-
badan-dengan-tinggi-duduk-sitting-height/, diakses pada tanggal 29 September
2020)

Jurnal Elektronik : Putri Mairanti Prastika,et al. 2013. Model Prediksi Tinggi
Badan Pralansia dan Lansia Berdasarkan Panjang Ulna dan Demi Span ( Studi
di Kecamatan Bojongsari Kota Depok Tahun 2013) . (Online),
(file:///D:/TITIES/Unduhan/S47167-Mairanti%20Prastika%20Putri.pdf , diakses pada
tanggal 28 September 2020)

Jurnal Elektronik : Nuha Itsna Ulin, et al. 2015. Estimasi Tinggi Badan
Berdasarkan Panjang Demispan dan Panjang Femur pada Mahasiswa Fakultas
Kedikteran UNS Surakrta. (Online),
(file:///D:/TITIES/Unduhan/1037-5548-1-PB.pdf ,diakses pada tanggal 28 September
2020)

Jurnal Elektronik : Dwiyanti,et al. 2017. Analisis Status Gizi Lansia dengan
Beberapa Teknik Pengkran Tinggi (tinggi lutut (knee height), Panjang Depa (arm
span), dan Tinggi Badan (stature) di Padang Tahun 2015. (Online), Vol.12 , No.
02 ,
(file:///D:/TITIES/Unduhan/95-Article%20Text-339-2-10-20191018.pdf, diakses
pada tanggal 28 September 2020)

12
Jurnal Elektronik : Pertiwi Julia, et al. 2018. Perbandingan Indeks Massa Tubuh
Lanjut Usia Berdasarkan Tinggi Badan Aktual Dan Kombinasi Panjang Depa
dan Tinggi Lutut. (Online),
(file:///D:/TITIES/Unduhan/NASKAH_PUBLIKASI_JULIA_PERTIWI_3000031
5410016.pdf, diakses pada tanggal 28 September 2020)

Jurnal Elektronik : Riski Finia,et al. 2018. Penggunaan Tinggi Lutut dan Panjang
Depa Sebagai Prediktor Tinggi Badan dan Indeks Massa Tubuh Pada Lansia Di
Kelurahan Sambiroto Kota Semarang, Vol.6 , No. 5 ,
(file:///D:/TITIES/Unduhan/22061-44765-1-SM.pdf, diakses pada tanggal 28
September 2020)

Jurnal Elektronik : Astriana Kuntari,et al. 2018. Hubungan Rentang Lengan,


Tinggi Lutut, Panjang Ulna dengan Tinggi Badan Lansia Perempuuan di
Kecamatan Sewon, Vol.01 , No. 02 ,
(file:///D:/TITIES/Unduhan/18-109-1-PB.pdf, diakses pada tanggal 28 September
2020)

Jurnal Elektronik : Ratnasari Dian,et al. 2019. Hubungan Antara Demi Span
( Setengah Rentang Lengan) Dengan Tinggi Badan Pada Dewasa Muda, Vol.11 ,
No. 25 ,
(http://ejournalnwu.ac.id/unggahartikel/b2f4fe173199e002ee00037b8d3b6741.pdf
, diakses pada tanggal 28 September 2020)

13

Anda mungkin juga menyukai