Masalah Dan Usaha Membangun Karakter Bangsa
Masalah Dan Usaha Membangun Karakter Bangsa
JURNAL KOMUNITAS
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas
Wahyu
Abstract
The current state of corruption should encourage every citizens of the nation, all parties, the
leaders of the nation, law enforcement officials, educators and religious leaders, to focus their
attention to character building. Character development should be established as part of the na-
tional strategy to improve nation’s life. The study begins from my concern about the backward-
ness of character education in Indonesia, and then from there I attempts to propose alternative
solutions. The article concludes that to be successfull, character development should include
the participation of three important institutions of social life: family, school and community.
Therefore, the first step is to reconnect the educational institutions with other institutions.
Without the three institutions, the school character education program is only a discourse
which will not succeed because there is no continuity and harmonization.
Alamat korespondensi: ISSN 2086-5465
FKIP Universitas Lambung Mangkurat Indonesia 50288
E-mail: Wahyu_77@yahoo.com
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
139
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
ar. Jadi, dalam kondisi kehidupan bangsa di miliki kepribadian unggul seperti diharapkan
mana nilai kemanusiaan mengalami krisis, dalam tujuan pendidikan nasional.
bila dunia pendidikan formal hanya mencer- Bagaimana kondisi masyarakat Indo-
daskan kehidupan bangsa, tanpa diimbangi nesia saat ini dalam kaitan dengan karakter
penanaman nilai-nilai keluhuran martabat bangsa? Bagaimana pembangunan karakter
manusia, belum memberikan sumbangan yang telah dan sedang dilakukan dalam ma-
besar bagi perwujudan masyarakat adil dan syarakat Indonesia? Apa solusi dan langkah
makmur. Dalam dunia pendidikan kita se- yang dapat dilakukan untuk pembangunan
karang ini, tidak boleh lagi terjadi proses karakter bangsa? Pertanyaan-pertanyaan
pendidikan yang lebih mendahulukan di- inilah yang coba digali dan dicari jawaban-
mensi kognitif, sehingga dimensi humanio- nya dalam tulisan ini. Tulisan ini bermaksud
ra dilalaikan, atau dengan kata lain, prestasi menggambarkan kondisi masyarakat Indo-
akademik diutamakan, pembinaan manusia nesia saat ini, sehingga membuat masyarakat
sebagai pribadi dilalaikan. Predikat bangsa sadar akan urgensi pembangunan karakter
Indonesia yang ramah dan sopan menjadi bangsa. berdasarkan analisis kondisi sosial
kehilangan makna, manakala pembangunan yang ada, akan dapat dikemukakan alter-
karakter bangsa menjadi kabur dilanda isu natif langkah yang dapat dilakukan untuk
kekerasan dan korupsi (Situmorang,2010). membangun karakter bangsa. Tulisan ini
Ada alasan yang sangat mendasar men- menggunakan beberapa kajian literatur ten-
gapa semua ini terjadi di Indonesia. Karakter tang pendidikan karakter.
bangsa yang lemah, karakter bangsa yang ti- Istilah karakter (character) atau dalam
dak kokoh dalam mempertahankan prinsip bahasa Indonesia diterjemahkan dengan wa-
kebenaran yang hakiki. Jangan-jangan nilai tak, adalah sifat-sifat hakiki seseorang atau
kebenaran yang hakiki sekalipun tak dimiliki suatu kelompok atau bangsa yang sangat me-
bangsa ini. Padahal, bangsa yang maju ada- nonjol sehingga dapat dikenali dalam berba-
lah bangsa berkarakter dengan masyarakat gai situasi atau merupakan trade mark orang
yang berkarakter kuat. tersebut (Tilaar, 2008).
Karakter dan kepribadian yang kuat Lickona (1991) merujuk pada konsep
ditunjukkan melalui sikap tertib aturan, good character yang dikemukakan oleh Aris-
mandiri, menghormati orang lain, perhatian toteles “... the life of right conduct-right conduct
dan kasih sayang, bertanggungjawab, adil, in relation to other persons and in relation to one
berperan sebagai warga negara yang baik, self ” (karakter dapat dimaknai sebagai ke-
dan mendahulukan kepentingan khalayak. hidupan berperilaku baik/penuh kebajikan,
Saat ini pemahaman tentang kebenaran ter- yakni berperilaku baik terhadap pihak lain
nyata diartikan dengan sangat sempit dan (Tuhan YME, manusia, dan alam semesta)
kerdil, kebanyakan dibawa ke ranah hukum dan terhadap diri sendiri).
atau pengadilan untuk diputuskan benar- Sementara Martadi (2010) memberi-
tidaknya. kan pengertian Pendidikan Karakter adalah
Mempertimbangkan berbagai keny- proses pemberian tuntunan peserta/anak
ataan pahit yang kita hadapi, seperti dike- didik agar menjadi manusia seutuhnya yang
mukakan di atas, pendidikan karakter meru- berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga,
pakan langkah penting dan strategis dalam serta rasa dan karsa. Peserta didik diharap-
membangun kembali jati diri bangsa. Terben- kan memiliki karakter yang baik meliputi ke-
tuknya karakter peserta didik yang kuat dan jujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan
kokoh diyakini merupakan hal penting dan sehat, peduli, dan kreatif. Karakter tersebut
mutlak dimiliki peserta didik untuk mengha- diharapkan menjadi kepribadian utuh yang
dapi tantangan hidup di masa akan datang. mencerminkan keselarasan dan keharmoni-
Pengembangan karakter yang diperoleh me- san dari olah HATI, PIKIR, RAGA, serta
lalui pendidikan, baik pada tingkat sekolah RASA dan KARSA.
maupun perguruan tinggi dapat mendorong Selanjutnya, dalam pengertian yang
mereka menjadi anak-anak bangsa yang me- lebih luas, Martadi (2010) menyatakan pen-
140
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
didikan karakter dapat dimaknai sebagai bar, apabila kita simak dari ciri-ciri dasar
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter tersebut di atas, maka
pendidikan moral, pendidikan watak, yang pertama, kita lihat adanya muatan etika
bertujuan mengembangkan kemampuan (atau akhlak, moral, budi pekerti) di dalam
peserta didik untuk memberikan keputusan karakter. Kedua, karakter merupakan milik
baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan personal dari seseorang atau pun suatu ma-
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan syarakat atau bangsa.
sehari-hari dengan sepenuh hati. Antara moral dan karakter keduanya
Dari uraian di atas dapat disimpul- tidak bisa dipisahkan. Karakter merupakan
kan bahwa, pendidikan karakter itu adalah sikap dan kebiasaan seseorang yang me-
pendidikan nilai. Apa nilai-nilai itu? Secara mungkinkan dan mempermudah tindakan
umum, kajian-kajian tentang nilai biasanya moral (Corley dan Phillips, 2000). Atau den-
mencakup dua bidang pokok, estetika dan gan kata lain karakter adalah kualitas moral
etika (atau akhlak, moral, budi pekerti). Es- seseorang. Jika seseorang mempunyai mo-
tetika mengacu kepada hal-hal apa yang di- ral yang baik, maka akan memiliki karakter
pandang manusia sebagai indah, apa yang yang baik yang terwujud dalam sikap dan
mereka senangi. Sementara, etika mengacu perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
kepada hal-hal tentang tingkah laku yang karena itu, pendidikan karakter menjadi pen-
pantas berdasarkan standar-standar yang ting dan strategis dalam membangun bangsa.
berlaku dalam masyarakat, baik yang ber- Pendidikan karakter dapat dimaknai
sumber dari agama, adat-istiadat, konvensi, sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
dan sebagainya. Standar itu adalah nilai-ni- pekerti, pendidikan moral, pendidikan wa-
lai moral atau akhlak tentang tindakan mana tak, yang bertujuan mengembangkan ke-
yang baik dan mana yang buruk. mampuan peserta didik untuk memberikan
Menurut Foerster (Koesoema, 2006), keputusan baik-buruk, memelihara apa yang
ada 4 (empat) ciri dasar dalam pendidikan baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam
karakter, yaitu: Pertama, keteraturan setiap kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
tindakan dan diukur berdasarkan hierarki ni- Melalui pendidikan karakter kita ingin agar
lai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap anak mampu menilai apa yang baik, meme-
tindakan. Kedua, koherensi yang memberi- lihara secara tulus apa yang dikatakan baik
kan keberanian, membuat seseorang teguh itu, dan mewujudkan apa yang diyakini baik
pada prinsip, tidak mudah terombang am- walaupun dalam situasi tertekan dan penuh
bing pada situasi baru atau takut resiko. Ko- godaan.
herensi merupakan dasar yang membangun Pendidikan Karakter adalah proses
rasa percaya satu sama lain. Ketiga, otonomi. pemberian tuntunan peserta/anak didik agar
Di situ seseorang menginternalisasikan atu- menjadi manusia seutuhnya yang berkarak-
ran dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi ter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa
pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas dan karsa. Ketiga substansi dan proses psiko-
keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau logis tersebut bermuara pada kehidupan mo-
desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan ral dan kematangan moral individu. Dengan
kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan kata lain, karakter kita maknai sebagai kua-
seseorang guna mengingini apa yang dipan- litas pribadi yang baik, dalam arti tahu ke-
dang baik. Kesetiaan merupakan dasar bagi baikan, mau berbuat baik, dan nyata berpe-
penghormatan atas komitmen yang dipilih. rilaku baik, yang secara koheren memancar
Semakna dengan Foerster, Lickona sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah
(1991) menyebutkan ada 10 (sepuluh) pilar raga, dan olah rasa dan karsa.
ciri dasar pendidikan karakter, yaitu: Trust- Upaya membangun karakter bangsa
worthiness; Respect; Responsibility, Fair- sebenarnya sudah dicanangkan sejak awal
ness; Caring; Honesty; Courage; Diligence; kemerdekaan. Soekarno sebagai salah satu
Integritydan Citizenship. pendiri bangsa telah menegaskan pentingnya
Tidak perlu diungkapkan panjang le- nation and character building. Proklamasi ke-
141
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
merdekaan hanyalah sebagai jembatan emas sungguhnya adalah sebuah proses penana-
untuk membangun bangsa dan karakter, man nilai, tetapi yang seringkali dipahami
sebab bangsa yang tidak memiliki karakter secara sempit, hanya terbatas pada ruang ke-
akan terombang-ambing di tengah pergau- las, dan seringkali pendekatan ini tidak dida-
lan internasional. Oleh karena itu, Pancasila sari prinsip pendidikan yang kokoh. Sebagai
selain difungsikan sebagai dasar negara juga contoh, untuk menanamkan nilai kejujuran,
sebagai pandangan hidup dan ideologi. banyak sekolah beramai-ramai membuat
Fungsi Pancasila sebagai pandangan kantin kejujuran. Di sini anak diajak untuk
hidup merupakan prinsip-prinsip dasar yang jujur dalam membeli dan membayar barang
diyakini kebenarannya yang kemudian dija- yang dibeli tanpa ada yang mengontrolnya.
dikan pedoman dalam menghadapi berbagai Dengan praksis ini diharapkan anak-anak
persoalan dalam kehidupan. Sebagai imp- kita akan menghayati nilai kejujuran dalam
likasi Pancasila sebagai pandangan hidup, kehidupan mereka. Namun, sayang, gagasan
maka Pancasila juga merupakan jiwa dan yang tampaknya relevan dalam mengem-
kepribadian, dan sekaligus menjadi moral bangkan nilai kejujuran ini mengabaikan
dan karakter bangsa Indonesia. Oleh kare- prinsip dasar pendidikan berupa kedisiplinan
na itu, upaya membangun bangsa tidak bisa sosial yang mampu mengarahkan dan mem-
dilepaskan dari Pancasila yang menurut bentuk pribadi anak didik. Alih-alih men-
Notonagoro nilai-nilainya digali dari budaya didik anak menjadi jujur, di banyak tempat
bangsa Indonesia sendiri. anak yang baik malah tergoda menjadi pen-
curi dan kantin kejujuran malah bangkrut.
METODE PENELITIAN Ini terjadi karena kultur kejujuran yang ingin
dibentuk tidak disertai dengan pembangu-
Tulisan ini menggunakan studi lite- nan perangkat sosial yang dibutuhkan da-
ratur sebagai pendekatan penelitiannya. lam kehidupan bersama. Tiap orang tergoda
Mengelaborasi dari berbagai konsep tentang menjadi pencuri jika ada kesempatan.
pendidikan karakter guna mengkonstruk- Semakna dengan hal di atas, secara
si tentang wacana pendidikan karakter dan formal, instrument untuk membangun moral
permasalahannya di Indonesia. dan karakter bangsa sudah ada dalam kuri-
kulum pendidikan kita yaitu mata pelajaran
HASIL DAN PEMBAHASAN Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau
Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Seba-
Di tengah kebangkrutan moral bangsa, gai instrument pendidikan karakter bangsa,
maraknya tindakan kekerasan, tawuran, mata pelajaran tersebut diberikan sejak SD
penggunaan obat-obat terlarang, dan ben- sampai ke perguruan tinggi. Ini berarti bah-
tuk-bentuk tindakan kriminalitas lainnya, wa semua warga negara, termasuk mereka
pendidikan karakter yang menekankan pada yang sekarang melakukan korupsi, berperi-
dimensi nilai-religius menjadi relevan untuk laku menyimpang dan mengganggu keter-
diterapkan. tiban sosial, sudah memperoleh pendidikan
Namun, pendidikan di Indonesia tam- kewarganegaraan atau Pendidikan Moral
paknya belum matang untuk membentuk Pancasila. Apakah ini bisa dikatakan seba-
pendidikan karakter sebagai kinerja budaya gai kegagalan pendidikan PKn atau PMP?.
dan religius dalam kehidupan bermasyara- Jika ya, apa penyebabnya? Dan bagaimana
kat. Itu tidak lain karena sistem pendidikan solusinya? Merupakan pertanyaan yang per-
di Indonesia tidak dikemas dan ditujukan lu kita refleksikan dan kita cari jawabannya.
untuk membangun suatu karakter budaya Meskipun dalam kurikulum pendidi-
yang kuat. Sistem pendidikan nasional ma- kan sudah ada instrument pendidikan karak-
sih berorientasi pada pembangunan fisik, bu- ter, isinya lebih banyak menekankan aspek
kan pembangunan jiwa dan karakter bangsa. kognitif. PKn (yang dulu PMP) lebih banyak
Selama ini, jika kita berbicara tentang menekankan aspek kognitif daripada aspek
pendidikan karakter, yang kita bicarakan se- afektif. Padahal, pendidikan moral, apalagi
142
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
pada anak-anak SD seharusnya lebih bany- ra intelektual, tetapi juga menjadi manusia
ak berkaitan dengan aspek afektif, daripada yang wisdom (bijak), yang ditandai dengan
aspek kognitif.. adanya kesadaran untuk bertanggungjawab
Dalam kenyataannya, pendidikan ke- terhadap dirinya sendiri, masyarakat, bangsa
warganegaraan lebih banyak mentransfer dan negara, serta lingkungan. Sayangnya
pengetahuan dan keterampilan, tanpa di- pendidikan yang dilakukan selama ini, ter-
sertai dengan internalisasi nilai yang terkan- masuk Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
dung dalam pengetahuan tersebut. Evaluasi yang diharapkan menjadi instrument pen-
yang digunakanpun juga lebih menekankan didikan moral dan karakter bangsa belum
aspek kognitif, sehingga proses belajar men- mampu menghasilkan manusia-manusia
gajar di sekolah lebih bersifat transfer penge- bijak, karena lebih menekankan pada aspek
tahuan, daripada mengajarkan berpikir seca- kognitif semata. Pendidikan nilai, sebenar-
ra keilmuan dan internalisasi nilai. Peserta nya tidak hanya menjadi tugas dan tang-
didik hanya memiliki pengetahuan, tetapi gungjawab dari guru PKn dan agama, tetapi
tanpa memahami nilai-nilai yang terkandung juga menjadi tugas dan tanggungjawab se-
di dalamnya. Akibatnya pendidikan hanya mua guru (pendidik), karena setiap ilmu di
menghasilkan manusia-manusia yang egois, dalamnya terkandung nilai-nilai yang harus
yang tidak memahami arti kehidupan yang dijunjung tinggi. Sayangnya, para pendidik
didalamnya ada perbedaan, nilai dan norma belum mampu mengindentifikasi nilai-nilai
yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. apa yang terkandung dalam setiap pengeta-
Model pendidikan karakter yang di- huan, dan bagaimana cara menginternalisasi
lakukan secara formal melalui pendidikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik, se-
PKn di sekolah, selama ini kurang efektif, hingga nilai-nilai tersebut menjadi landasan
karena lebih banyak menekankan pada as- dalam bersikap dan bertindak dalam hidup
pek kognitif. Padahal pendidikan karakter bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
khususnya pada anak-anak SD, seharusnya Kini, lihatlah cara kita melaksanakan
lebih menekankan pada aspek afektif. PKn pendidikan karakter, terutama dari segi eva-
sebagai instrument pendidikan karakter se- luasi. Mengetahui kemajuan anak dalam as-
harusnya lebih menekankan aspek afektif. pek kognitif relatif itu mudah. Sementara,
Selain itu, secara psikologis perkembangan nilai-nilai tentang pergaulan sosial misalnya,
jiwa anak-anak pada usia SD masih dido- bagaimana mengevaluasi keberhasilan anak
minasi aspek empirik. Kemampuan abstrak- dalam mengenal dan memahami nilai-nilai
si mereka belum berkembang dengan baik. itu? Jelas, tidak dengan tes multiple choice
Oleh karena itu, cara belajar mereka masih (pilihan ganda) semata. Bagaimana menilai
didominasi dengan meniru apa yang mereka kemajuan aspek afektif anak? Observasi dan
lihat. catatan hasil observasi adalah cara terbaik.
Pendidikan tentu bukan hanya sekedar Menilai kemajuan anak dalam aspek praksis
untuk mentransfer ilmu dan keterampilan, juga harus dilakukan dengan observasi yang
tetapi juga merupakan internalisasi nilai- sistematis.
nilai dasar, khususnya nilai-nilai kemanusi- Dilihat dari segi evaluasi ini, kita tidak
aan kepada para peserta didik. Hal ini juga dapat menghindari kesan, pendidikan karak-
sejalan dengan pilar-pilar pendidikan yang ter di sekolah kita benar-benar amburadul.
dikemukakan oleh Unesco yaitu learning to Saya mendapat kesan, kita tidak sungguh-
know, learning to do, learning to be, dan learning sungguh berusaha melaksanakan pendidikan
to life together. Belajar untuk hidup bersama, karakter. Rupanya tidak ada tempat dalam
berarti belajar untuk memahami dan mene- kurikulum sekolah Indonesia untuk melak-
rapkan nilai-nilai yang disepakati bersama sanakan pendidikan karakter yang sebenar-
oleh masyarakat. nya. Para guru bertanya, untuk apa mengha-
Dengan demikian, pendidikan be- biskan waktu dan tenaga untuk pendidikan
nar-benar dapat menghasilkan manusia karakter? Soal karakter kan tidak ditanyakan
yang utuh, yang bukan hanya cerdas seca- dalam ujian nasional.
143
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
Kesan ini diperkuat dengan cara pe- saya adalah dampak dari krisis moral. Krisis
nyelenggaraan ujian nasional (UAN). Ke- hutan adalah akibat dari kerakusan para pe-
tika mata-mata pelajaran yang diUANkan dagang besar kayu hutan. Krisis lingkungan,
dipandang penting, lalu siapa yang berani seperti bencana alam, tsunami, gempa bumi,
mengatakan pendidikan karakter tidak pen- banjir, adalah dampak dari pola hidup ma-
ting? Kiranya tidak ada! Namun, apabila me- nusia pada umumnya yang tidak dapat men-
nentukan lulus tidaknya seorang siswa dari gendalikan keserakahan, keangkuhan, atau
UAN, berarti pemerintah memandang pen- kesombongannya.
didikan karakter sama sekali tidak penting. Kalau kita tidak mampu mengendali-
UAN telah mengubur pendidikan karakter. kan krisis moral, krisis ini bisa berkembang
Mengevaluasi pendidikan karakter dengan jadi lebih besar lagi. Bahkan, menimbulkan
UAN tidak mungkin dilakukan, tetapi harus krisis-krisis lain yang mengancam kehidupan
secara lokal, seperti melalui observasi yang sebagai bangsa. Karena itu, pembangunan
sistematis. Tetapi kenyataannya, penilaian karakter sangat penting dan bahkan men-
lokal tidak diperhitungkan sama sekali. Se- desak mengingat berkelanjutannya berbagai
lain itu, Kementerian Pendidikan Nasional krisis yang melanda bangsa dan negara Indo-
menganggap para guru yang tiap hari men- nesia sampai saat ini.
dampingi anak tidak memiliki informasi Untuk pembangunan karakter, pendi-
yang sah tentang perkembangan murid, ter- dikan merupakan langkah penting dan stra-
masuk perkembangan karakternya. tegis. Undang-Undang RI, No. 20 Tahun
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan, 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
apa yang salah dengan pendidikan karakter menggariskan bahwa pendidikan Nasional
kita? Banyak sekali! Pendidikan karakter di- berfungsi mengembangkan kemampuan dan
formulasikan menjadi mata pelajaran aga- membentuk watak serta peradaban bangsa
ma, pelajaran PKn atau budi pekerti, yang yang bermartabat dalam rangka mencerdas-
program utamanya ialah pengenalan nilai- kan kehidupan bangsa, bertujuan untuk ber-
nilai secara kognitif semata. Paling-paling kembangnya potensi peserta didik agar men-
mendalam sedikit sampai penghayatan nilai jadi manusia yang beriman dan bertakwa
secara afektif. Padahal pendidikan karakter kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
seharusnya membawa anak ke pengenalan mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandi-
nilai secara konatif, penghayatan nilai secara ri, dan menjadi warga negara yang demokra-
afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara tis serta bertanggung jawab.
nyata. Pembangunan karakter bangsa se-
Mempertimbangkan berbagai kenya- benarnya sudah sejak lama diucapkan oleh
taan pahit yang kita hadapi seperti sekarang Bung Karno (1961) yaitu dedication of life
ini, kekerasan mudah meledak karena sebab para olahragawan dan pembina olah raga,
sepele, tidak sabar, agresif, mudah rusuh, agar dapat melaksanakan Amanat Penderi-
kasus tawuran antarsekolah, antarfakultas, taan Rakyat sesuai kerangka segi-segi cita-
antarperguruan tinggi, perampokan bis kota, cita bangsa yang termasuk dalam Nation
dan bentuk-bentuk kriminalitas lainnya, he- and Character Building Indonesia. Ungkapan
mat saya, pendidikan karakter semakin men- ini meninggalkan bekas yang mendalam di
desak diterapkan di dunia pendidikan. hati kita semua. Ungkapan ini menghidup-
Kalau dalam memandang bentuk-ben- kan harapan besar dalam hati kita bersama.
tuk kriminalitas yang ada sekarang ini, pusat Bung Karno juga mengatakan Bangsa ini
perhatian kita terarah kepada manusia-ma- harus dibangun dengan mendahulukan pem-
nusianya. Dari cara berpikir ini dapat di- bangunan karakter (character building), kare-
simpulkan, dalam kasus kita sekarang, krisis na character building inilah yang akan mem-
moral yang jadi sumber krisis-krisis lainnya. buat Indonesia menjadi bangsa yang besar,
Kita dapat berkata, kasus penjiplakan oleh maju, dan jaya serta bermartabat. Kalau hal
Guru Besar di Bandung dan maraknya pem- ini tidak dilakukan, maka bangsa ini menjadi
buatan karya ilmiah di berbagai kota, hemat bangsa kuli (Abidinsyah, 2011)
144
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
Ketika Bung Karno mengucapkan syarakat tempat penting dan strategis dalam
kata-kata ini, rasanya diucapkan dalam kon- membangun karakter bangsa. Karena itu,
teks politik. Jadi yang dimaksud ialah watak rumah, sekolah dan masyarakat mestinya
bangsa harus dibangun. Tetapi, ketika kata- menjadi ruang bagi anak-anak untuk me-
kata ini diungkapkan oleh para pendidik, numbuhkan karakter.
dari Ki Hajar Dewantara, hingga Moham- Pembangunan karakter harus diben-
mad Said, konteksnya adalah pendidikan. tuk. Pembangunan karakter jika ingin efek-
Yang dimaksudkan ialah pendidikan watak tif dan utuh mesti menyertakan tiga institu-
untuk siswa. Bagaimana cara mendidik anak si, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
di sekolah agar selain menjadi pinter juga Hal ini sejalan dengan pandangan Phillips
menjadi manusia berwatak. (2000), bahwa pendidikan karakter haruslah
Sementara, White (Furqon Hidaya- melibatkan semua pihak, yaitu keluarga, se-
tullah, 2010), menyatakan bahwa pemban- kolah dan masyarakat. Karena itu, langkah
gunan karakter adalah usaha paling penting pertama yang harus dilakukan adalah meny-
yang pernah diberikan kepada manusia. ambung kembali hubungan dan educational
Pembangunan karakter adalah tujuan luar networks yang nyaris putus antara ketiga insti-
biasa dari sistem pendidikan yang benar. Ha- tusi pendidikan ini. Tanpa tiga institusi itu,
sil studi Marvin Berkowitz (Hawadi, 2008) program pendidikan karakter sekolah hanya
para siswa yang berasal dari sekolah dengan menjadi wacana semata. Dengan kata lain,
menerapkan pendidikan berkarakter menun- pembangunan karakter tidak akan berhasil
jukkan peningkatan motivasi dalam meraih selama ketiga institusi pendidikan tidak ada
prestasi akademik. Tidak hanya itu, kelas-ke- kesinambungan dan harmonisasi.
las yang secara komprehensif terlibat dalam Keluarga sebagai lingkungan pemben-
pendidikan karakter, menunjukkan penuru- tukan watak dan pendidikan pertama dan
nan drastis pada perilaku negatif siswa yang utama mestilah diberdayakan kembali. Seba-
menghambat keberhasilan akademik. gaimana disarankan Phillips (2000), keluar-
Williams (Hawadi, 2008), menam- ga hendaklah kembali menjadi school of love,
bahkan bahwa dengan pendidikan karakter, sekolah untuk kasih sayang. Sementara Azra
seorang anak akan lebih cerdas secara emo- (2008) menyatakan, dalam perspektif Islam,
si. Williams menjelaskan bahwa terdapat ke- keluarga sebagai madrasah mawaddah wa rah-
cenderungan bahwa anak-anak yang memi- mah, tempat belajar yang penuh cinta sejati
liki masalah dengan kecerdasan emosi akan dan kasih sayang.
mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan Berdasarkan sebuah hadits yang di-
mengontrol emosinya. Sebaliknya, anak- riwayatkan Anas r.a (Azra 2008), keluarga
anak dan para remaja yang berkarakter atau yang baik memiliki empat ciri, yaitu: memi-
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, cen- liki semangat (gairah) dan kecintaan untuk
derung terhindar dari masalah-masalah yang mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran
biasanya dihadapi remaja, seperti kenakalan agama dengan sebaik-baiknya untuk kemu-
remaja, tawuran, perilaku seks bebas, peny- dian mengamalkan dan mengaktualisasi-
alahgunaan obat-obatan terlarang, dan lain kannya dalam kehidupan sehari-hari; setiap
sebagainya. anggotanya saling menghormati dan meny-
Sehingga, dengan demikian kecerdas- ayangi, saling asah dan asuh; dari segi naf-
an emosi ini merupakan salah satu bekal kah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan, tidak
penting dalam mempersiapkan anak meny- ngoyo atau tidak serakah dalam usaha men-
ongsong masa depan karena dengannya se- dapatkan nafkah, sederhana atau tidak kon-
seorang akan dapat berhasil dalam mengha- sumtif; serta selalu berusaha meningkatkan
dapi tantangan, termasuk tantangan untuk ilmu dan pengetahuan setiap anggota keluar-
berhasil secara akademis. ganya melalui proses belajar dan pendidikan
Dari temuan penelitian di atas, kini seumur hidup (life long learning), minal-mahdi
kita harus menyatakan bahwa institusi pen- ila al-lahdi.
didikan, baik rumah, sekolah, maupun ma- Anak-anak yang berasal dari keluarga
145
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
146
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
147
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
Dari hal tersebut di atas, hal yang perlu mampu membangun karakter siswa, kepe-
dipahami adalah seseorang mungkin saja se- mimpinan yang berkarakter dan menjunjung
cara pemahaman telah amat mengerti men- tinggi kebenaran yang hakiki.
genai hal-hal yang benar dan hal yang salah. Lingkungan masyarakat luas jelas me-
Namun pada kenyataannya, masih saja ada miliki pengaruh besar terhadap keberhasilan
di antara orang dengan pemahaman tersebut pembentukan karakter. Dari perspektif Is-
yang tetap memilih hal yang salah. Hal ini lam, menurut Shihab (1996), situasi kema-
mungkin saja disebabkan pada pendidikan syarakatan dengan sistem nilai yang dianut-
karakter yang berorientasi pada ranah kogni- nya, mempengaruhi sikap dan cara pandang
tif, terlewat untuk memperhatikan persoalan masyarakat secara keseluruhan. Misalnya,
emosi. Padahal emosi merupakan suatu hal penganut paham materialistis memandang
yang amat penting pada tiap karakter. Oleh bahwa nilai yang tertinggi adalah material,
sebab itu, kiranya perlu membidik sisi afek- sedangkan di kalangan masyarakat hedonis
tif, dalam hal ini emosi sebagai upaya pendi- berpandangan bahwa nilai yang tertinggi
dikan karakter, di mana di antara indikator adalah nilai kenikmatan. Jika sistem nilai
dari ranah afektif tersebut menurut Hawadi dan pandangan masyarakat terbatas pada
(2008) antara lain: kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya
terbatas pada kini dan di sini pula.
1) Kesadaran yaitu perasaan nyaman Dalam konteks ini, Azra (2008) me-
dan ingin untuk melakukan hal-hal nyebutkan bahwa dalam Al-Qur’an banyak
yang dinilai benar, 2) Penghargaan ke- ayatnya menekankan tentang pentingnya
pada diri sendiri, 3) Empati, 4) Menc- kebersamaan, tujuan bersama, gerak lang-
intai hal-hal yang baik, 5) Kontrol diri, kah bersama, solidaritas yang sama. Setiap
6) Keinginan untuk mengkoreksi kesa- agama selalu mengajarkan kebaikan ke-
lahan-kesalahan yang telah diperbuat. pada umatnya, sikap saling menghormati,
bersikap jujur, santun, disiplin, dan lain se-
Akan tetapi, lagi-lagi permasalahan bagainya. Oleh karena, internalisasi ajaran-
yang muncul adalah seringkali tatkala seseo- ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari
rang telah memiliki dorongan yang kuat agar akan memantapkan karakter seseorang baik
dapat melakukan apa yang seharusnya dila- dalam kapasitasnya sebagai individu mau-
kukan, orang tersebut akhirnya tetap gagal pun sebagai warga bangsa Indonesia.
dalam menterjemahkan penilaian benar-sa- Melalui agama, individu menciptakan
lah, sehingga justru tindakan salahlah yang hubungan yang privat dengan Tuhan. Mela-
ia perbuat. Untuk itu, sasaran pendidikan lui agama pula, seseorang dapat berinteraksi
karakter pada tingkat ini adalah: secara baik dengan orang lainnya, dan mela-
lui agama pula, seseorang dapat menebarkan
1) Kompetensi, yakni keterampilan kebaikan dan menguatkan karakter priba-
untuk mendengar, berbicara dan be- dinya. Tak berlebihan dikatakan, kalau kita
kerjasama, 2) Dorongan, yaitu hal mau berhasil membentuk karakter bangsa di
yang mengarahkan energi dan penilai- tengah-tengah masyarakat, maka harus ada
an yang kita miliki atas suatu hal, 3) seorang pemimpin yang berkarakter, seperti
Kebiasaan moral, yaitu kecenderun- disiplin, bertanggung jawab, berani, saling
gan yang relatif tetap dalam merespon menghormati, jujur, dan sikap-sikap lainnya.
suatu situasi dengan cara yang baik Jadi pemimpin di masyarakat harus menjadi
(Hawadi, 2008). teladan. Dengan keteladanan ini, merupa-
kan langkah pembimbingan masyarakat da-
Dengan pendidikan nilai-nilai di seko- lam rangka membangun karakter bangsa.
lah, pembangunan karakter yang kuat dapat
dirintis secara berkelanjutan. Untuk keber- SIMPULAN
hasilan ini masih diperlukan tiga unsur pen-
ting lain : membangun kultur sekolah yang Dari paparan di atas, dapat ditarik
148
Wahyu / Komunitas 3 (2) (2011) : 138-149
kesimpulan bahwa persoalan melemahnya lytical Approach. Eglewood, New Jersey: Pren-
karakter bangsa dewasa ini harus menjadi tice Hall
Hawadi, R.A. 2008. Membangun Green Psychology Gen-
perhatian semua pihak, pemimpin bangsa, erasi Muda Indonesia Melalui Pendidikan Karak-
aparat penegak hukum, pendidik dan tokoh- ter, dalam Saifudin dan Karim, Refleksi Karakter
tokoh agama, golongan dan lain sebagainya. Bangsa. Jakarta: Forum Kajian Antropologi
Dengan perhatian bersama, akan terwujud Indonesia
Hidayatullah, F.M. 2010. Pendidikan Karakter, makalah
sebuah langkah bersama untuk secara terus
pada Seminar Nasional Pembangunan Karak-
menerus membangun karakter bangsa. ter Bangsa, Banjarmasin, 7 Nopember 2010
Dengan sangat kompleksnya permasa- Iskandar Agung, Rumtini. Civil Society dan Pendidikan
lahan pembangunan karakter tersebut, perlu Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebu-
dilakukan beragam upaya untuk segera da- dayaan, Vol. 16, Edisi khusus III, Oktober 2010
Karyanto, P., dkk. 2008. Pembentukan Karakter Anak
pat mengatasinya, dan banyak aspek-aspek Menurut Teks Cerita Rakyat ‘Ranggana Putra
yang harus diperhatikan. Masalah dan usaha Demang Balaraja’: Kajian Pragmatik Sastra.
membangun karakter bangsa dapat dila- Jurnal Penelitian Din.Sos. 7(1): 45-53
kukan melalui pendekatan keluarga, seko- Koesoema, D. 2006. Pendidikan Karakter. Jakarta:
Kompas, 3 Februari
lah dan masyarakat, sehingga masalah dan
Lickona, T. 1991. Education for Character: How Our
usaha membngun karakter bangsa menjadi School can Teach Respect and Responsibility. New
tanggung jawab bersama semua komponen York: Bantam Books
masyarakat dari berbagai lapisan. Martadi, 2010. Grand Design Pendidikan Karakter.
Makalah pada Saresehan Nasional Pendidikan
Karakter 2010. Koordinator Kopertis Wilayah
DAFTAR PUSTAKA XI Kalimantan
Nurchaili. 2010. Membentuk Karakter Siswa Melalui
Abidinsyah. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Keteladanan Guru. Jurnal pendidikan dan kebu-
Membangun Peradaban Bangsa yang Bermar- dayaan. 16(3):
tabat. Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah. 11(3) Phillips, C.T, 2000. Family as the School of Love, maka-
Azra, A. 2008. Pembangunan Karakter Bangsa: lah pada Nasional Conference On Character
Pendekatan Budaya, Pendidikan dan Agama, Building, Jakarta 25-26 November, 2000
dalam Saifudin dan Karim, Refleksi Karakter Situmorang, H. 2010. Pembangunan Karakter Bangsa.
Bangsa. Jakarta: Forum Kajian Antropologi Jurnal Pendidikan Penabur. 9(14)
Indonesia Tilaar, H.A.R. 2008. Karakteristik Bangsa dalam Perspe-
Damayanti, P. 2011. Upaya Pelestarian Hutan Melalui ktif Pedagogik Kontemporer, dalam Saifudin dan
Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Ma- Karim, Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta: Forum
syarakat. Jurnal Komunitas. 3(1): 84-96 Kajian Antropologi Indonesia
Fraenkel, J.R. 1977. How to Teach about Values : An Ana-
149