Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi

Volume 4, No 2, Desember 2016 (186-193)


Online: http://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa

REKAYASA SOSIAL KOLABORASI PENDIDIKAN


KARAKTER DAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL:
PRAKSIS DI YAYASAN PERGURUAN SULTAN ISKANDAR MUDA
Taat Wulandari
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
taatwoelandari@yahoo.co.id
Abstrak
Banyak variabel kompleks untuk menilai kondisi satu masyarakat (Indonesia), apakah
masyarakat dalam keadaan ideal sesuai dengan cita-cita seluruh anggotanya atau tidak. Dua di
antara variabel tersebut yakni tampak dari adanya kecenderungan karakter sebagian masyarakat
yang mengalami kemunduran dan rentannya permasalahan yang muncul akibat heterogenitas
masyarakatnya. Dua persoalan tersebut, alangkah baiknya tidak hanya berhenti sebatas wacana,
komoditas pers, atau bahkan komoditas politik. Harus ada praksis yang dikerjakan apabila ingin
mengatasinya melalui tindakan-tindakan yang visible dan terukur dalam bentuk aksi nyata.
Medium pendidikan (pendidikan karakter) dapat menjadi satu alternatif terhadap upaya
memerangi mundurnya karakter masyarakat dan pendidikan multikultural menjadi medium untuk
mengatasi permasalahan karena heterogenitas anggota masyarakatnya. Meskipun di satu pihak,
kebhinnekaan masyarakat Indonesia tidak boleh dipersalahkan ketika banyak terjadi konflik, di
pihak lain kebhinnekaan harus menjadi potensi agar efektif mempersatukan rakyat yang
beranekaragam dan terpencar. Nafas „pendidikan karakter‟ dan „pendidikan multikultural‟ selaku
conditio sine qua non ini tampak dalam praksis pendidikan di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar
Muda atau „Sekolah Pembauran‟ di Medan, Sumatera Utara.
Kata kunci: pendidikan karakter, pendidikan multikultural, sekolah pembauran

SOCIAL ENGINEERING COLLABORATION OF EDUCATION


CHARACTER AND MULTICULTURAL EDUCATION:
PRAXIS EDUCATIONAL FOUNDATION IN SULTAN ISKANDAR YOUNG
Taat Wulandari
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
taatwoelandari@yahoo.co.id
Abstract
There are many complex variables to assess the condition of the society (Indonesia), whether
a society has the ideal condition based on the visions of its members or not. Two of the variables
include the tendency of some people whose character has experienced a setback and the
vulnerability of problems that arise due to the heterogeneity of the community. These two issues
should not become a plan, a news commodity, or even a political commodity only. There must be a
praxis that is performed to solve the problems through visible and measurable actions in the form
of real action. A medium of education (character education) can be an alternative to fight against
the decadence of the character of the community and multicultural education can be a medium to
overcome the problems due to the heterogeneity of the community members. The diversity of the
Indonesian society should not be blamed when a conflict occurs but it should be able to effectively
unite the diverse society. The core of 'character education' and 'multicultural education' as the
conditio sine qua non can be seen from the praxis of education at Sultan Iskandar Muda foundation
or 'Sekolah Pembauran' in Medan, North Sumatra.
Keywords: character education, multicultural education, sekolah pembauran

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


p-ISSN: 2356-1807 e-ISSN: 2502-1648
Rekayasa Sosial Kolaborasi Pendidikan... 187
Taat Wulandari

PENDAHULUAN (Mengetahui), ngrasa (Memahami), dan


nglakoni (Melakukan). Ibaratnya pendidikan
Dilihat dari segi popularitasnya, kon- karakter diajarkan di dalam ruang-ruang kelas,
sep pendidikan karakter lebih dikenal dan dalam konsep Ki Hadjar Dewantara sama
dilaksanakan terlebih dahulu sebagai kebijak- dengan bahwa anak harus mengetahui lebih
an pendidikan dibandingkan dengan konsep dulu (ngerti). Setelah anak sudah tahu, maka
pendidikan multikultural. Pegiat pendidikan mereka akan memahami dan kemudian akan
karakter, Zuchdi (2013, p. 17) menjelaskan melakukan. Bagaimana mereka akan „me-
bahwa nilai-nilai karakter mulia, seperti ke- lakukan‟ jika konsep tentang nilai-nilai belum
jujuran, kesantunan, kebersamaan, dan reli- diketahui dan belum dipahami.
giusitas, sedikit demi sedikit mulai tergerus. Berdasarkan dari konsep sosiologi,
Secara etimologis, Albertus (2010, p.90) me- pendidikan karakter yang diajarkan di ruang-
nyatakan karakter berasal dari bahasa Yunani ruang kelas sama dengan tahapan seseorang
“karasso” yang berarti “cetak biru”, “format belajar budaya. Untuk belajar budaya sese-
dasar”. Karakter meliputi dua hal yakni ka- orang melalui beberapa tahapan, yakni sosi-
rakter sebagai sesuatu yang „given‟ dan karak- alisasi, enkulturasi dan internalisasi. Dilihat
ter juga dapat dipahami sebagai tingkat keku- dari proses ini, maka ketika pendidikan ka-
atan dimana individu mampu menguasai kon- rakter diajarkan di ruang kelas sama dengan
disi tersebut. Dari konsep karakter ini muncul proses sosialisasi. Anak diberi pengetahuan
konsep pendidikan karakter. dulu tentang karakter, tentang nilai-nilai
Pendidikan karakter bagi Indonesia moral, dsb. Dari proses itu, anak akan mulai
bukan suatu konsep baru. Jika dirunut dari belajar memahami dan melaksanakannya. Jadi
sejarah negara dan bangsa Indonesia, penting- sekali lagi, pendidikan karakter bagi bangsa
nya pendidikan karakter sudah lahir dan Indonesia masih harus dipertahankan.
tampak pada tokoh-tokoh bangsa seperti: Di sisi lain, perbincangan pendidikan
Soekarno, Ki Hadjar Dewantara, Hatta, Moh. multikultural dalam sebuah masyarakat ber-
Natsir, Tan Malaka, dan lain-lain. Realitas wajah keberagaman, seperti Indonesia, bukan-
masyarakat Indonesia yang terbentuk dari lah satu hal yang menggelikan pula. Masyara-
berbagai macam suku bangsa, kemudian fakta kat yang beragam sangat memungkinkan
masuknya penjajah yang pada akhirnya menjadi media subur bagi „cendawan‟ yang
membuka wawasan mereka akan pentingnya bernama prasangka, stereotip dan diskrimi-
kebebasan dan kemerdekaan, telah menjadi nasi. Prasangka secara sederhana dapat diarti-
faktor yang mendorong tokoh-tokoh bangsa kan sebagai opini tentang sesuatu, seseorang
untuk mencari format identitas diri sebagai atau kelompok yang terbentuk terlalu dini,
sebuah bangsa.di sinilah dapat dilihat benang tanpa alasan yang baik atau pengamatan atau
merahnya mengapa para tokoh tersebut perlu pengetahuan yang cukup. Sementara stereo-
untuk melahirkan pemikiran bagi proses pem- tipe adalah gambaran dengan mengambil
bentukan bangsa dan pembentukan manusia sedikit contoh, kemudian digeneralisir untuk
Indonesia. kelompok yang lebih besar memiliki sifat
Berdasarkan fakta sosial masyarakat pembawaan tertentu, dan biasanya negatif.
kita akhir-akhir ini yang memang semakin Dan diskriminasi lebih merupakan praktek
mengkhawatirkan, maka pendidikan karakter sosial dan individual yang dipicu karena ada-
bukan hal yang menggelikan.Hancurnya nilai- nya prasangka dan stereotip.
nilai moral, ketidakadilan, tipisnya rasa soli- Minimal tiga hal tersebut di atas, jika
daritas dalam lembaga pendidikan dan masya- tidak dikelola dengan baik dapat berdampak
rakat kita, menjadikan pendidikan karakter terjadinya ketidakharmonisan dalam hidup
masih harus tetap menjadi fokus renungan dan bermasyarakat, dan sejarah menyediakan ba-
aksi semua pihak termasuk lembaga pen- nyak contohnya. Konflik horisontal banyak
didikan, dan sekolah sebagai salah satu kom- dibungkus dengan baju yang berlabel prasang-
ponennya. Termasuk ketika pendidikan karak- ka (nampak dengan dikotomi antara pen-
ter diajarkan di dalam kelas juga bukan hal datang dengan pribumi, misalnya), stereotip
yang menggelikan dalam pemikiran penulis. (tidak dipungkiri bahwa sebagian dari masya-
Lihatlah konsep belajar Ki Hadjar Dewantara rakat yang memiliki cara berpikir stereotip
yang meliputi “Konsep Tri-nga”, yakni ngerti masih bersemayam dalam alam pikiran mere-
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Volume 4, Nomor 2, Desember 2016
188 – Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi

ka), dan diskriminasi (bagaimana perlakuan kannya memang memerlukan sebuah proses
antara etnis Tionghoa dan non-Tionghoa. yang relatif lama, tergantung pada komitmen
Dalam sejarah Indonesia, etnis Tionghoa pun elit politik dan masyarakat pada umumnya
tidak luput dari sikap ini).Terutama permasa- dalam menangkap permasalahan yang ada dan
lahan diskriminasi masih ada dalam konteks melakukan upaya mengatasinya. Artinya perlu
kehihupan bernegara, baik dalam aspek sosial, sebuah tindakan nyata, yang terukur, dan
kultural, politik, ekonomi, dan pendidikan. dapat dirasakan hasilnya, apapun mediumnya.
Dari perspektif sejarah lahirnya negara dan Medium pendidikan merupakan salah satu
bangsa Indonesia, keberagaman masyarakat- medium yang efektif untuk mengatasi ma-
nya sudah melekat di dalamnya. Pengalaman salah di atas. Salah satu sekolah yang men-
kehidupan masyarakat Indonesia juga diwar- coba menangkap permasalahan yang bersum-
nai dengan prasangka, stereotip, dan diskrimi- ber dari masalah karakter dan keberagaman
nasi yang selalu berubah dalam kurun waktu- masyarakat yakni Yayasan Perguruan Sultan
kurun waktu tertentu. Golongan-golongan ma- Iskandar Muda di Medan, Sumatera Utara.
syarakat dapat saling membenci, saling men-
curigai, tetapi juga suatu saat dapat saling me- Perlunya Rekayasa Sosial
mahami dan saling mnghormati. Oleh karena- Terdapat banyak cara untuk menga-
nya, keberagaman adalah satu hal yang tidak tasi permasalahan menurunnya moral bangsa-
boleh dilupakan sebagai dasar membuat kebi- /karakter dan jati diri bangsa dan permasa-
jakan di berbagai aspek kehidupan, sehingga lahan yang disebabkan karena perbedaan
tercipta satu kondisi yang adil dan setara. tujuan antarkelompok-kelompok dalam ma-
Dalam tataran ini, pendidikan multikultural syarakat melalui pendidikan. Salah satu cara
satu hal yang dapat menjadi energi yang yang dapat dilakukan adalah dengan rekayasa
menggerakkan upaya menuju kondisi tersebut. sosial (social enginnering). Rekayasa sosial
Pendidikan multkultural dapat mun- tidak akan berhasil tanpa diawali oleh adanya
cul dalam banyak wacana, program, dan perubahan cara berpikir. Oleh karenanya, ide
praktik, tergantung pada kebutuhan, tuntutan atau konsep tentang pendidikankarakter dan
dan aspirasi masyarakat yang beragam. pendidikan multikultural terlebih dulu harus
(Banks & Banks, 2005:7). Masih dalam pemi- menjadi kerangka berpikir setiap orang. Ke-
kiran Banks & Banks (2005: 3), pendidikan rangka berpikir berkaitan dengan ide-ide
multikultural paling tidak meliputi tiga hal, tentang karakter dan multikulturalisme inilah
yakni: yang kemudian akan terwujud dalam bentuk
“ide atau konsep, sebuah gerakan per- tindakan dalam pendidikan.
ubahan pendidikan, dan sebuah proses. Karakter dapat dipahami identik
Pendidikan multikultural me-ngandung ide dengan akhlak, sehingga karakter merupakan
bahwa semua peserta didik-tanpa meman- nilai-nilai perilaku manusia yang universal
dang jenis kelamin, status sosial, dan meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam
karakateristik etnis, ras, atau kultural-ha- rangka berhubungan dengan Tuhannya, de-
rus mendapatkan kesempatan yang sama ngan dirinya, dengan sesama manusia, mau-
untuk belajar di sekolah.” pun dengan lingkungannya, yang terwujud
dalam pikiran, perasaan, dan perkataan serta
Ditinjau dari persoalan yang lahir
perilaku sehari-hari berdasarkan norma-norma
karena keberagaman dan menipisnya karakter
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
dan jati diri bangsa tidak boleh berhenti sam-
istiadat. (Zuchdi, 2013, pp. 16-17). Dijelaskan
pai pada ide atau konsep saja. Penyakit seperti
lebih lanjut bahwa konsep inilah yang kemu-
krisis multidimensi yang mengakar pada
dian akan melahirkan konsep pendidikan ka-
menurunnya kualitas moral bangsa oleh
rakter. Pendidikan karakter dijelaskan sebagai
Megawangi (2004, p.3) disebutkan antara
pendidikan yang mengajarkan kebiasaan ten-
lain: membudayanya praktek KKN, konflik
tang yang baik sehingga peserta didik paham,
antar etnis, antaragama, antar politisi, antar
mampu merasakan, dan mau melakukan yang
remaja, dsb, meningkatnya kriminalitas, me-
baik. Oleh karenanya, pendidikan karakter pa-
nurunnya etos kerja, dll), prasangka, stereotip,
ling tidak meliputi tiga matra, yakni: individu,
diskriminasi sebaiknya memang tidak hanya
sosial, dan moral (Albertus, 2010, p. 143).
berhenti pada tataran wacana. Menghilang-

Volume 4, Nomor 2, Desember 2016


Rekayasa Sosial Kolaborasi Pendidikan... 189
Taat Wulandari

Dan rekaya-sa sosial paling tidak juga harus lesaikan pembangunan gedung berlantai dua
diarahkan dalam konsep dan matra tersebut. itu membutuhkan waktu sekitar dua tahun pe-
Rekayasa sosial, secara sederhana ngerjaannya. Setiap ruangan belajar dileng-
dapat dimaknai sebagai tindakan untuk mem- kapi seperangkat meja kursi yang terbuat dari
pengaruhi sikap dan tindakan sosial dalam bahan palstik dengan bentuk yang lucu dan
skala besar.Istilah rekayasa sosial lahir di Uni warna-warni yang menyolok. Demikian juga
Soviet pada tahun 1920an untuk mengguling- dengan warna untuk bangunan sisi luar
kan kekuasaan Tsar. Pemerintah Soviet meng- gedung, dengan warna ungu dan biru.
gunakan koran, buku, film, bahan arsitektur Setiap ruangan juga dihiasi dengan
untuk merubah tatanan dan struktur ideologi gambar atau lukisan sesuai tema ruangan ke-
masyarakat. (Handoko, 2013 dalam las. Misalnya ruangan kelas bertema Galaxy,
http://eddymumu.wordpress.com/2013/08/30/ maka dinding ruangan banyak dihiasi dengan
bahasa-sebagai-instrumen-rekayasa-sosial/). gambar planet angkasa. Bangunan gedung un-
Rekayasa sosial merupakan sebuah tuk siswa SD dan SM menjadi gerbang untuk
jalan untuk melakukan sebuah perubahan so- masuk ke kompleks sekolah. Gedung tersebut
sial secara terencana. Konsep rekayasa sosial baru selesai direhab sejak September 2012
pada dasarnya berupa planned social change dan lantainya terbuat dari keramik. Gedung
(perubahan sosial yang terencana). Sebuah diproyeksikan berlantai empat atau lima. Ren-
rekayasa sosial berkaitan dengan upaya untuk cana ke depan untuk melengkapi fasilitas di
mewujudkan visi, misi dan tujuan tertentu. YPSIM telah dirancang sebuah gedung audi-
Proses ke arah perubahan sosial harus diawali torium audio visual berkapasitas 400-500
dengan ide tentang ketiga hal tersebut. orang. Jadi di gedung ini, siswa kelak bisa
menonton pemutaran film-film umum yang
Rekayasa Sosial Ala Yayasan Perguruan mendidik, sekaligus memutar film-film yang
Sultan Iskandar Muda (YPSIM) mereka buat sendiri.
YPSIM didirkan oleh dr. Sofyan Tan Disamping itu, akan dibangun sebuah
pada tahun 1987. Di kemudian hari sekolah gedung serba guna. Gedung ini nantinya akan
ini dikenal dengan nama „Sekolah Pemba- multifungsi. Dapat digunakan untuk tempat
uran‟. Nama Sultan Iskandar Muda diambil latihan bulu tangkis, tennis meja, senam, dan
karena merupakan Sultan Aceh pertama yang ruang ujian siswa. Pemfungsian ruang serba
melakukan kontak dagang pertama dengan guna untuk tempat ujian menurut Sofyan Tan
China.Dengan mengambil Sultan Iskandar juga sekaligus untuk mendorong siswa agar
Muda, diharapkan generasai muda yang mem-persiapkan diri sebaik mungkin saat
belajar di sekolah ini dapat mengambil hik- hendak mengikuti ujian. Menurutnya, siswa
mah dan inspirasi untuk bersikap kosmo- harus percaya pada kemampuan mereka
politan. sendiri. Keistimewaan ruang serba guna ini
Yayasan Perguruan Sultan Iskandar untuk ruang ujian, Siswa yang ikut ujian akan
Muda (disingkat YPSIM) sering dikenal juga di-campur dari berbagai tingkatan, sehingga
sebagai “Sekolah Pembauran”, terletak di Ja- se-orang siswa SMA bisa saja sebelahnya, di
lan T. Amir Hamzah Pekan I Sunggal Medan de-pan, atau di belakangnya siswa SD atau
Sunggal, 20128, Telp.061-8457702, e-mail: SMP, atau SMK. Jadi tidak ada lagi peluang
yanbun@yahoo.com. YPSIM menyelengga- untuk bertindak curang. Pendiri sekolah tidak
rakan pendidikan dari tingkat TK, SD, SMP, meng-inginkan siswa di sekolahnya mendapat
SMA, dan SMK. Yayasan ini beroperasi se- nilai ujian tinggi, tapi nilai itu diperoleh dari
jak 25 Agustus 1987, sehingga sudah berumur tin-dakan tidak terpuji seperti nyontek atau
25 tahun pada tahun 2013.Ketika berkunjung dibantu orang lain. Sofyan Tan menegaskan
ke YPSIM, maka kita akan terkejut dengan bahwa kalau sejak remaja sudah dibiasakan
melihat gedung sekolah yang keren, terutama untuk jujur, kalau sudah jadi pejabat atau
gedung sekolah TK-nya. Kompleks sekolah pengusaha tidak akan menggunakan cara yang
terletak di Gang Bakul, Pekan I Medan yang jujur juga. Saya inginkan lahir profil
Sunggal.Gedung TK/Playgroup menjulang lulusan yang seperti itu dari sekolah ini.
tinggi dan megah, serta desain arsitekturnya Dalam pandangan pendiri YPSIM,
yang mirip dengan Disneyland. Untuk menye- antara pendidikan karakter dan pendidikan
multikultural yang diadopsi di yayasannya
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Volume 4, Nomor 2, Desember 2016
190 – Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi

mempunyai banyak kesamaan dalam segi


prinsip dan nilai-nilai dasar (Tan, 2012, p.
27). Selain menginginkan tercapainya nilai-
nilai karakter bangsa seperti: kerja keras, re-
ligius, jujur, kreatif, dll, pendidikan multi-
kultural juga menawarkan serangkaian upaya
dan strategi dimana penyerapan karakter
bangsa dan kompetensi koqnitif dapat terlak-
sana dengan adil kepada seluruh peserta didik,
tanpa membedakan latarbelakang dan golong-
annya. Pendidikan multikultural juga bertu-
juan untuk secara kritis dan rasional memper-
tanyakan dan menentang segala bentuk diskri-
minasi serta ketidakadilan yang ada.
Tentang nilai-nilai dasar apa yang
harus dikembangkan untuk membangun ka- Sumber : (Raihani, 2011: 30)
rakter seseorang, memang banyak pilihan.
Gambar 1. A Whole School Approach
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Pendidikan Nasional dalam Zuchdi (2013, p. Unsur-unsur A Whole School
26) mencanangkan pendidikan karakter bang- Approach dikembangkan sebagai berikut:
sa mulai tahun 2010 dengan bertitik tolak pa-
da empat pilar utama, yaitu kejujuran (jujur), School Vision and Policies (Visi dan
ketangguhan (tangguh), kepedulian (peduli), Kebijakan Sekolah)
dan kecerdasan (cerdas). Pengembangan dari Walaupun sejak awal berdiri, misi
empat nilai pilar utama tergantung pada setiap dari sekolah YPSIM beberapa kali berubah
lembaga pendidikan.
sesuai dengan perkembangan kebutuhan pe-
Nilai-nilai target untuk pendidikan serta didik, visi sekolah YPSIM masih sama,
karakter dan pendidikan multikultural yang yakni "mendidik generasi muda Indonesia
dipilih oleh YPSIM, diantaranya:kerja keras, menjadi manusia yang cerdas, religius, huma-
religius, jujur, kreatif dan mandiri, demokra- nis dalam bingkai kesetaraan dan keberaga-
tis, toleransi, disiplin, rasa ingin tahu, nasiona- man". Adapun misi yang dilakukan oleh
lisme, menghargai prestasi, bersahabat/komu- YPSIM dalam mewujudkan visi yangtelah
nikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli dirumuskan sebagai berikut: a) Menyelengga-
lingkungan, peduli sosial dan kesejahteraan, rakan pendidikan mulai dari tingkat play
tanggungjawab, kesetaraan gender, dan plura- group, TK, SD, SMP, SMA/SMK berdasarkan
lisme. kurikulum nasional yang berlaku dengan
Rekayasa sosial yang dilakukan di muatan khusus berbasis budaya, karakter, dan
YPSIM menggunakan konsep pendekatan kewirausahaan; (b) menyelenggarakan pro-
sekolah menyeluruh atau “A Whole School gram anak asuh silang dan berantai, untuk
Approach” model dari Raihani dalam Tan memberdayakan generasi muda dari beragam
(2012, p. 31). Pendekatan ini meliputi: School suku yang secara ekunomi berkekurangan
Vision and Policies, Leadership and Mana- agar bisa melakukan mobilitas sosial; (c) me-
gement, Curriculum and Teaching, Capacity
nyelenggarakan pendidikan ekstra kurikuler
and Cultures, Students Activities, Collabora-
yang bertujuan untuk mempererat kerjasama,
tion and Wider Community. Model ini dirasa membangan kebersamaan, serta mengikis cara
cocok untuk menjadi pedoman untuk me- berpikir yang penuh muatan prasangka kesu-
ngembangkan kolaborasi pendidikan karakter kuan dan kebencian rasial; (d) menumbuhkan
dan pendidikan multikultural di YPSIM. Mo- sikap saling menghormati dan menjaga tole-
del tersebut dapat dilihat dalam diagaram pada
ransi antar umat beragama sesuai kepercayaan
Gambar 1. yangdianutnya.
Untuk mencapai visi dan misi ter-
sebut, beberapa kebijakan sekolah utama yang
menjadi landasan absolut pelaksanaan pendi-
dikan multikultural di YPSIM yang berlaku

Volume 4, Nomor 2, Desember 2016


Rekayasa Sosial Kolaborasi Pendidikan... 191
Taat Wulandari

bagi semua warga sekolah, yaitu: Tidak ada lah, baik yang bekerja ataupun belajar di
anak yang boleh dikeluarkan dari sekolah dalamnya. Hal ini penting dilakukan sehingga
karena tidak sanggup membayar uang seko- interaksi yang terjalin tidaklah terlalu kaku
lah; Guru yang menjelek-jelekkan agama ma- dan bersifat institusional.
napun ataupun guru yang memaksakan suatu
agama kepada para peserta didik akan dike- Evaluasi Reguler
luarkan dari sekolah; Murid yang melakukan Kualitas dari pelayanan pendidikan
diskriminasi, baik verbal maupun fisik ter- baik mulai dari kebijakan sekolah sampai
hadap temannya, gurunya atau warga sekolah kinerja dari semua tenaga pendidik di YPSIM
lainnya akan dikenakan sanksi yang berat. juga secara rutin dievaluasi dua kali setahun
dengan bantuan para siswa/siswi.
Leadership and Management
(Kepemimpinan dan Manajemen) Capacity and Culture (Kapasitas dan
Di YPSIM, beberapa kegiatan untuk Kultur/Kebudayaan)
melatih kepemimpinan dan mengembangkan Dalam prakteknya, pembentukan seti-
hubungan baik antar guru juga dilakukan, di- ap elemen budaya sekolah ini dilakukan mela-
antaranya: lui upaya yang terencana dan sadar, dan ini
dapat terjadi di sekolah melalui pembentukan
Pengayaan dan Pelatihan Berkala
norma-norma dan nilai, artikulasi filsafat,
YPSIM selalu mendukung dan ikut penciptaan simbol, upacara, ritual, dan inte-
serta dalam pelatihan dan sosialisasi yang raksi orang tua dan masyarakat. Upaya yang
diselenggarakan secara rutin oleh pihak peme- terencana dan sadar ini penting adanya untuk
rintah dan dinas pendidikan daerah dan pusat. mencegah terjadinya pertentangan antara sim-
Topik dari pelatihan yang selama ini diberikan bol yang satu dengan simbol lainnya serta
pun beragam, mulai dari sosialisasi kebijakan benturan antara nilai-nilai yang sudah di-
pendidikan baru, penyusunan kurikulum, tek- bangun. Budaya sekolah yang dibentuk oleh
nik mengajarsampai dengan sertifikasi guru. nilai-nilai multikulturalisme pun dapat direali-
Selain mengikuti pelatihan dan sosialisasi sasikan melalui beberapa hal di bawah ini: (1)
yang diselenggarakan oleh pemerintah, penyediaan rumah ibadah (masjid, gereja,
YPSIM sendiri juga sering mengadakan semi- kuil, wihara) dan pendopo yang terletak di
nar pengayaan bagi guru-gurunya mengenai kawasan sekolah; (2) perayaan hari-hari be-
topik-topik lain, baik yang, spesifik membahas sar agama dan Malam Bhinneka Tunggal
mengenai pendidikan maupun yang bersifat lka; (3) monumen sekolah yang menjadi re-
memberdayakan dan mengembangkan kapa- presentasi visi sekolah: Pohon Bisbul dan
sitas dari pendidik. Hal ini dirasakan perlu Rumah Tawon; Berdoa menurut agama dan
untuk meningkatkan wawasan dan kemam- kepercayaan masing-masing sebelum pela-
puan para guru dan kepala sekolah di sekolah jaran pertama dimulai dan seusai pelajaran
dan juga untuk mengasah karakter mereka terakhir; dan Pengaturan tempat duduk
sebagai pendidik dan pcmimpin di sekolah. untuk interaksi dan pertukaran budaya yang
optimal.
Liburan bersama dan Outbound
Student Activities (Aktivitas Peserta Didik)
Setiap tahunnya, YPSIM mengadakan
acara liburan bersama dengan segenap kelu- Selain kegiatan formal di dalam
arga besar YPSIM. Bukan hanya guru, staf kelas, kegiatan siswa, mulai dari kegiatan
dan pihak yayasan yang bekerja di YPSIM intra-kurikuler dan ekstra-kurikuler juga harus
saja yang ikut serta,akan tetapi keluarga dari direncanakan sedemikian rupa sehingga ajaran
para staf pun diajak untuk ikut dalam acara toleransi dan nilai-nilai terkait lainnya dapat
liburan bersama ini. juga dikembangkan dengan baik di luar kegia-
tan formal. Kegiatan yang difasilitasi sekolah,
Silaturahmi yakni: Klub olahraga, seni, musik, sains dan
YPSIM selalu berusaha menjaga bahasa; Radio keberagaman; Simpul siswa
jalinan silaturahmi antara semua warga seko- (majalah sekolah); Kegiatan keagamaan: pe-

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Volume 4, Nomor 2, Desember 2016
192 – Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi

santren kilat, retreat, dll.; serta seminar dan Terdapat satu teori yang disebut “sleeper
workshop. effect”, yakni efek pendidikan yang diseleng-
garakan, hasilnya baru akan tampak bertahun-
Collaboration with Wider Community tahun berikutnya. Gagasan dan tindakan da-
(Kolaborasi dengan Masyarakat Luas) lam pendidikan karakter dan pendidikan mul-
Di Indonesia, keterlibatan orang tua tikultural masih tetap harus dilanjutkan dan
dan masyarakat dalam proses sekolah pada dimatangkan serta diimplementasikan secara
umumnya memang terlihat masih lemah jika konsisten, meskipun hasilnya baru dapat dira-
dibandingkan dengan di negara-negara lain, sakan dalam jangka waktu yang relatif lama.
tetapi persentasenya dirasakan akan terus Ketangguhan dalam perjuangan ini sudah di-
meningkat dari tahun ke tahun. Di YPSIM, perlihatkan oleh segenap pengelola Yayasan
ada beberapa program dan inisiatif yang dila- Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan,
kukan untuk berbagi visi pendidikan multi- Sumatera Utara. Sejak didirikannya tanggal
kultural dan pendidikan karakter itu dan me- 25 Agustus 1987, YPSIM yang hingga saat ini
ningkatkan keterlibatan orang tua dan masya- telah berusia 25 tahun, masih konsisten ber-
rakat luas dalam proses sekolah seperti: Pro- upaya mengembangkan pendidikan yang ber-
gram Anak Asuh Silang dan Subsidi Berantai tujuan membangun dan merawat keberagaman
(Program Anak Asuh Silang Berantai ini me- bangsa dan memperkokoh nilai-nilai dalam
rupakan terobosan dari pendiri YPSIM, dr penanaman karakter bangsa melalui pendidik-
Sofyan Tan. Program yang sudah menjadi an karakter dan pendidikan multikultural.
andalan di sekolah ini bertujuan untuk mem- Konsep “A Whole School Approach”
berikan beasiswa kepada anak-anak yang yang telah dilaksanakan di YPSIM telah
kurang mampu secara ekonomi untuk bisa memberikan energi bagi masyarakat yang se-
bersekolah); Bantuan sosial lama ini hanya banyak dijejali dengan slogan,
khayalan, dan bualan, dari sebagian pihak
Curriculum and Teaching (Kurikulum dan yang hanya pandai bicara saja. YPSIM telah
Pengajaran) banyak memberikan contoh dan keteladanan
bagaimana melaksanakan pendidikan karakter
Kurikulum merupakan pedoman dari dan pendidikan multikultural. Berharap sekali,
pendidikan formal, terutama pendidikan yang apa yang telah dirintis dan dilakukan oleh
berlangsung di dalam kelas. Maka, reformasi yayasan ini dapat dicangkokkan pada sekolah-
materi dalam kurikulum formal itu penting. sekolah lain di seluruh Indonesia.
Pendekatan integratif untuk pengembangan
kurikulum dan tidak hanya memasukkan nilai-
nilai multikulturalisme dan karakter ke dalam DAFTAR PUSTAKA
mata pelajaran yang bersifat humaniora dan Albertus, D. K. (2010). Pendidikan karakter:
keagamaan saja, tetapi juga harus diintegra- strategi mendidik anak di zaman
sikan ke pelajaran matematika, bahasa Inggris global. Jakarta: Grasindo.
dan materi pelajaran pendukung lainnya.
Banks, James A. (2007). Educating citizens in
Menyadari bahwa kurikulum merupakan salah
a multicultural society. New York:
satu aspek pendidikan multikultural yang me-
Teachers college Press.
miliki peran untuk membina para guru dalam
mendidik peserta didik di dalam kelas, maka Banks, James A. & Banks, Cherry A. McGee.
YPSIM berharap dengan dikembangkannya (2005). Multicultural education:
kurikulum dan model pembelajaran di kelas issues and perspectives, 5th edition.
yang multikultural ini, model pendidikan mul- New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
tikultural yang selama ini dijalankan dapat
Handoko.(2013). Bahasa sebagai instrumen
menjadi lebih sistematis dan terstruktur.
rekayasa sosial. Diunduh dari:
Kompasiana.
PENUTUP http://eddymumu.wordpress.com/201
Pendidikan merupakan suatu human 3/08/30/bahasa-sebagai-instrumen-
investment, yang harapan menuai hasilnya- rekayasa-sosial/).
/keuntungan perlu waktu yang cukup lama.

Volume 4, Nomor 2, Desember 2016


Rekayasa Sosial Kolaborasi Pendidikan... 193
Taat Wulandari

Megawangi, R. (2004). Pendidikan karakter: Tan, S. (2004). Jalan menuju masyarakat anti
solusi yang tepat untuk membangun diskriminasi. Medan: Kippas.
bangsa. Jakarta: BP Migas.
Zuchdi, D. (2013). Pendidikan karakter:
Tan, S. (2013). Merawat keberagaman: konsep dasar dan implementasi di
praksis pendidikan multikultural di perguruan tinggi. Yogyakarta: UNY
Perguruan Sultan Iskandar Muda. Press.
Medan: Kippas.

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Volume 4, Nomor 2, Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai