Patofisiologi Hepatitis B
Oleh :
Monica (1002005176)
Pembimbing :
dr. Ketut Suardamana, Sp.PD-KAI
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................1
Pendahuluan.........................................................................................................1
Kesimpulan.........................................................................................................14
Daftar Pustaka........................................................................................................15
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rakhmatnya maka Laporan Tinjauan Kepustakaan yang berjudul ” Patofisiologi
Hepatitis B” ini dapat selesai pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan ini. Laporan Tinjauan Kepustakaan ini disusun sebagai salah
satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar.
Penulis
TINJAUAN PUSTAKA
PATOFISIOLOGI HEPATITIS B
Pendahuluan
Patogenesis hepatitis B
Struktur genom VHB terdiri dari empat open reading frame (ORF), yaitu gen S
dan pre-S (mengode HBsAg), gen pre-C dan gen C (mengode HBeAg dan HBcAg)
1
dan gen P yang mengode DNA polimerase serta gen X yang mengode HBxAg.
Berikut genom VHB dengan 4 ORF.8
Infeksi VHB dapat terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam
hepatosit, kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan
kode genetik tersebut akan “memerintahkan” sel hati untuk membentuk
protein-protein komponen VHB. Patogenesis penyakit ini dimulai dengan
masuknya VHB ke dalam tubuh secara parenteral. Terdapat 6 tahap dalam
siklus replikasi VHB dalam hati, yaitu2,3,8:
Attachment
Virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan terjadi
dengan perantaran protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-HSA
(polymerized Human Serum Albumin) serta dengan perantaraan SHBs
(small hepatitis B antigen surface).
Penetration
Virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit. Membran virus
menyatu dengan membran sel pejamu (host) dan kemudian
memasukkan partikel core yang terdiri dari HBcAg, enzim polimerase
dan DNA VHB ke dalam sitoplasma sel pejamu. Partikel core
selanjutnya ditransportasikan menuju nukleus hepatosit.
Uncoating
VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. VHB berbentuk partially
double stranded DNA yang harus diubah menjadi fully double stranded
DNA terlebih dahulu, dan membentuk covalently closed circular DNA
(cccDNA). cccDNA inilah yang akan menjadi template transkripsi
untuk empat mRNA.
Replication
Pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus. Translasi akan
menggunakan mRNA yang terbesar sebagai kopi material genetik dan
menghasilkan protein core, HBeAg, dan enzim polimerase. Translasi
mRNA lainnya akan membentuk komponen protein HBsAg.
Assembly
Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase menjadi
partikel core di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-virion akan
terbentuk dan masuk kembali ke dalam nukleus.
Release
DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase. Kemudian
terjadi proses coating partikel core yang telah mengalami proses
maturasi genom oleh protein HBsAg di dalam retikulum endoplasmik.
Virus baru akan dikeluarkan ke sitoplasma, kemudian dilepaskan dari
membran sel.
Berikut proses tersebut dijelaskan di dalam gambar.3
Hepatitis B akut
VHB bersifat non-sitopatik, dengan demikian kelainan sel hati pada infeksi VHB
disebabkan oleh reaksi imun tubuh terhadap hepatosit yang terinfeksi VHB. Pada
kasus hepatitis B akut, respon imun tersebut berhasil mengeliminasi sel hepar
yang terkena infeksi VHB, sehingga terjadi nekrosis pada sel yang mengandung
VHB dan muncul gejala klinik yang kemudian diikuti kesembuhan. Pada sebagian
penderita, respon imun tidak berhasil menghancurkan sel hati yang terinfeksi
sehingga VHB terus menjalani replikasi. 8
Pada infeksi primer, proses awal respon imun terhadap virus sebagian besar belum
dapat dijelaskan. Diduga, awal respon tersebut berhubungan dengan imunitas
innate pada liver mengingat respon imun ini dapat terangsang dalam waktu
pendek, yakni beberapa menit sampai beberapa jam. Terjadi pengenalan sel
hepatosit yang terinfeksi oleh natural killer cell (sel NK) pada hepatosit maupun
natural killer sel T (sel NK-T) yang kemudian memicu teraktivasinya sel-sel
tersebut dan menginduksi sitokin-sitokin antivirus, termasuk diantaranya
interferon (terutama IFN-α). Kenaikan kadar IFN-α menyebabkan gejala panas
badan dan malaise. Proses eliminasi innate ini terjadi tanpa restriksi HLA,
melainkan dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T yang terangsang oleh
adanya IFN-α. 4,5,8
Untuk proses eradikasi lebih lanjut, dibutuhkan respon imun spesifik yaitu
aktivasi sel limfosit T dan B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor
sel T dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan
dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell (APC)
dengan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami
kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Sel T
CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus dalam sel hati yang terinfeksi. Proses
eliminasi tersebut bisa berupa nekrosis sel hati yang dapat meningkatkan kadar
ALT. Respon imun yang pertama terjadi sekitar 10 hari sebelum terjadi kerusakan
sel hati. Respon imun tersebut muncul terhadap antigen pre-S, disusul respon
terhadap HBcAg sekitar 10 hari kemudian. Respon yang terkuat adalah respon
terhadap antigen S yang terjadi 10 hari sebelum kerusakan sel hati. 8
HBsAg (+) 6 minggu setelah infeksi dan (-) 3 bulan setelah awal gejala. Bila (+)
lebih dari 6 bulan, infeksi VHB akan menetap.
Anti HBs (+) 3 bulan setelah awal gejala dan menetap.
HBeAg (+) dalam waktu pendek, kalau (+) lebih dari 10 minggu akan terjadi
kronisitas
Anti-HBc (+) sembuh sempurna
IgM anti-HBc (+) titer tinggi pada hepatitis akut, namun bila (+) dalam waktu
lama bisa terjadi hepatitis kronik
IgG anti-HBc (+) titer tinggi tanpa anti-HBs menunjukkan adanya persistensi
infeksi VHB.
Studi yang dilakukan oleh Busca dan Kumar juga menemukan keadaan aktivasi
sel T sitotoksik yang menurun akan menstimulasi tipe-tipe sel lain secara terus-
menerus, hal ini dapat menjelaskan terjadinya inflamasi kronis yang persisten
pada infeksi hepatitis B kronis.5 Persistensi infeksi VHB juga dapat disebabkan
adanya mutasi pada daerah precore DNA yang menyebabkan tidak dapat
diproduksinya HBeAg, sehingga menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.8
Interaksi antara VHB dan respon imun tubuh terhadap VHP sangat berperan
dalam derajat keparahan hepatitis. Makin besar respon imun tubuh terhadap virus,
makin besar pula kerusakan jaringan hati dan sebaliknya.
Pada masa anak-anak maupun dewasa muda, sistem imun tubuh dapat toleran
terhadap VHB, sehingga konsentrasi virus dalam darah dapat sedemikian
tingginya namun tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Dalam keadaan ini
VHB berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg sangat tinggi, HBeAg
positif, anti-HBe negatif, titer DNA VHB tinggi dan kadar ALT relatif normal.
Fase ini disebut sebagai fase imunotoleran dimana pada fase ini jarang terjadi
serokonversi HBeAg secara spontan dan terapi untuk menginduksi serokonversi
juga tidak efektif. 2,8
Hal tersebut terbagi dalam empat fase pada infeksi hepatitis B:4
Sirosis hepatis
Adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel hati
dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi penurunan jumlah
jaringan normal. Peningkatan jaringan parut akan menimbulkan distorsi struktur
hati yang normal, sehingga dapat terjadi ganggua aliran darah melalui hati dan
gangguan fungsi hati. Respon hati terhadap nekrosis sel hati sangat terbatas, dapat
terjadi kolaps lobulus hati, pembentukan fibrous septa dan regenerasi noduler.
Fibrosis terjadi setelah timbulnya nekrosis hepatoseluler yang diikuti
pembentukan jembatan fibrosis portal dimana-mana. Kematian sel hati akan
diikuti oleh pembentukan nodul yang merusak arsitektur hati.
Karsinoma hepatoseluler