Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH

PENATALAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI


MATA KULIAH FARMAKOTERAPI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK GENAP

1. Lia Lische Marselina (201751428)


2. Yeyen Wayola Oktavya (201751456)
3. Zulafrika (201551306)

DOSEN PENGAMPU:

YULASTRIO AHMADI S.Farm.,Apt

PRODI FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL


JAKARTA BARAT
2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang ”Penatalaksanaan Terapi Hipertensi ”.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Penatalaksanaan Terapi Hipertensi”, yang menurut kami dapat memberikan
manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari seluruh wawasan tentang
Penatalaksanaan Terapi Hipertensi. Melalui kata pengantar ini penulis lebih
dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada
kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat. Dengan ini saya
mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Jakarta, Januari 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover................................................................................................................ 1

Kata Pengantar............................................................................................... 2

Daftar Isi.......................................................................................................... 3

Bab I Pendahuluan......................................................................................... 4

A. Latar Belakang ………………………………………………... 4


B. Rumusan Masalah……………………………………………... 5
C. Tujuan…………………………………………………………... 5

Bab II Pembahasan......................................................................................... 6

A. Definisi Hipertensi ...................................................................... 6


B. Fatofisiologi ................................................................................. 7
C. Manifestasi Klinik ...................................................................... 7
D. Diagnosis ..................................................................................... 8
E. Prinsip Penatalaksanaan Hipertensi ........................................ 8
F. Tujuan Hipertensi ...................................................................... 9
G. Strategi Hipertensi Asensial ...................................................... 9
H. Pilihan Terapi Hipertensi .......................................................... 10
I. Kombinasi Obat Hipertensi ...................................................... 12
J. Terapi Hipertensi ....................................................................... 12
K. Golongan Obat Hipertensi ........................................................ 14
L. Evaluasi Terapi Hipertensi ....................................................... 17
M. Obat Hipertensi Yang Direkomendasikan JNC .................... 18
N. Penatalaksanaan Hipertensi Berdasarkan JNC VIII ........... 19
O. Contoh Penatalaksanaan Hipertensi ....................................... 20

Bab III Penutup

A. Kesimpula ..................................................................................... 22

Bab IV Daftar Pustaka .................................................................................. 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular.
Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan
prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain
mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal
maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap
tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke
dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang.
Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena
alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai “silent killer”. Tanpa
disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung,
otak atau pun ginjal. Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan
penglihatan, dan sakit kepala, seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut
disaat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna. Di Amerika,
menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III); paling
sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31%
pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan dibawah
140/90 mmHg.3 Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang
lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita
hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar.
Healthy People 2010 for Hypertension menganjurkan perlunya pendekatan
yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan darah
secara optimal. Maka untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan partisipasi aktif
para sejawat Apoteker yang melaksanakan praktek profesinya pada setiap tempat
pelayanan kesehatan. Apoteker dapat bekerja sama dengan dokter dalam
memberikan edukasi ke pasien mengenai hipertensi, memonitor respons pasien
melalui farmasi komunitas, adherence terhadap terapi obat dan non-obat,

4
mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek samping, dan mencegah
dan/atau memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemberian obat.

B. Rumusan Masalah
- Apa itu hipertensi ?
- Apa saja golongan obat-obat hipertensi ?
- Bagaimana tatalaksana terapi hipertensi ?
- Apa Contoh Kasus Penatalaksanaan Hipertensi ?

C. Tujuan
- Mengetahui definisi hipertensi
- Mengetahui golongan obat-obat hipertensi
- Memahami tatalaksana terapi hipertensi
- Contoh Kasus Penatalaksanaan Hipertensi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder
dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara
potensial.
1. Hipertensi Primer
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini
yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan
adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan
nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
2. Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau

6
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab
sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah
merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.

B. Patofisiologi
1. Hipertensi esensial atau primer yang penyebabya tidak diketahui disebut
hipertensi idiobatik, kira-kira 90% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi
seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin
angiotensin, gangguan ekskresi Na+, peningkatan Na+ dan Ca++ intraseluler,
dan faktor-faktor resiko lainseperti obesitas, alcohol, merokok, dan
polisitemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat 5% kasus hipertensi yang
penyebabnya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hiperaldosteronisme primer, feokromatositomea, dan kehamilan. Hipertensi
sekunder juga dapat terjadi atau terinduksi karena penggunaan obat-obat
seperti amfetamin atau anoreksian, kokain, cyklosporin, takrolimus,
erithripoetin, NSAID, kontrasepsi oral, dan pseudoefedrin.
3. Defisiensi zat-zat vasodilator yang disintesis oleh endothelium vaskuler
seperti prostasiklin, brandikinin, nitrogen oksid dan peningkatan produksi zat-
zat vasokontriksi seperti angiotensin II dan endotelin I.

C. Manifestasi Klinik
1. Pasien dengan hipertensi primer yang tidak disertai komplikasi kadang tanpa
menimbulkan gejala.
2. Sakit kepala, epitaksis, marah, telinga berderung, rasa berat ditengkuk, sukar
tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing.

7
D. Diagnosis
1. Hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran tekanan darah,
tetapi dapat ditegakkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda, kecuali terjadi peingkatan tekanan darah yang tinggi
atau gejala-gejala klinis pendukung pada pemeriksaan yang pertama kali.
2. Klasifikasi hipertensi menurut WHO
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normotensi < 140 >90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang-berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90
Hipertensi sistolik perbatasan 140-160 <90

3. Klasifikasi tekanan darah dewasa menurut (JNC-7)


Klasifikasi TD SBP (mm Hg) DBP (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi Stadium 2 >160 >100

E. Prinsip Penatalaksanaan Hipertensi


Berdasarkan analisis dari berbagai penelitian didapatkan beberapa hal
yang penting dalam penatalaksanaan hipertensi.
1. Penurunan tekanan darah sangat penting dalam menurunkan risiko mayor
kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi, jadi prioritas utama dalam
terapi hipertensi adalah mengontrol tekanan darah
2. Penelitian pendahuluan memfokuskan pada pengobatan tekanan darah
diastolik tetapi tekanan darah sistolik lebih sulit dikontrol dan lebih
berpengaruh pada outcome kardiovaskuler.
3. Monoterapi jarang bisa mengontrol tekanan darah, dan banyak pasien
memerlukan lebih dari 1 obat anti hipertensi
4. Respon terhadap berbagai klas anti hipertensi adalah heterogen, beberapa
pasien mungkin akan berespon lebih baik dari pasien yang lain.
5. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa penyakit komorbiditas seperti
diabetes, dan kerusakan target organ seperti LVH dan CKD mengindikasikan

8
pemilihan klas obat yang spesifik dalam terapi hipertensi tetapi hal ini jangan
sampai menyampingkan pentingnya kontrol tekanan darah.
6. Penurunan tekanan darah 20/10 mmHg pada pasien hipertensi akan
menurunkan 50% risiko kejadian kardiovaskuler.

F. Tujuan Terapi
1. Menurunkan morbiditas dan mortalitas
2. Menurunkan tekanan darah hingga mencapai :
a.< 140/90 mmHg pada hipertensi nonkomplikasi
b. < 130/85 mmHg pada pasien DM, dan gagal ginjal
c.< 125/75 mmHg pada gangguan ginjal berat
d. < 140 mmHg pada hipertensi sistolik
3. Menghindari hipotensi dan ESO yang lain serta mencegah kerusakan organ
(stroke, retinofati, gagal ginjal, gagal jantung, dan infark jantung)

G. Strategi Hipertensi Asensial


Obat anti hipertensi terdiri dari beberapa jenis, sehingga memerlukan strategi
terapi untuk memilih obat sebagai terapi awal, termasuk mengkombinasikan
beberapa obat anti hipertensi. Asessmen awal meliputi identifikasi faktor risiko,
komorbid, dan adanya kerusakan organ target memegang peranan yang sangat
penting dalam menentukan pemilihan obat anti hipertensi. Sebelum membahas
lebih mendetail mengenai terapi farmakologi pada hipertensi, peran tatalaksana
modifikasi gaya hidup tetap memegang peranan penting. Modifikasi gaya hidup
selama periode observasi (TD belum mencapai ambang batas hipertensi) harus
tetap dilanjutkan meskipun pasien sudah diberikan obat anti hipertensi. Perubahan
gaya hidup dapat mempotensiasi kerja obat anti hipertensi khususnya penurunan
berat badan dan asupan garam. Perubahan gaya hidup juga penting untuk
memperbaiki profil risiko kardiovaskuler disamping penurunan TD.
H. Pilihan Terapi Asensial
Terapi farmakologi hipertensi diawali dengan pemakaian obat tunggal.
Tergantung level TD awal, rata-rata monoterapi menurunkan TD sistole
sekitar 7-13 mm Hg dan diastole sekitar 4-8 mmHg Terdapat beberapa variasi

9
dalam pemilihan terapi awal pada hipertensi primer. Sebelumnya guideline
JNC VII merekomendasikan thiazide dosis rendah. JNC VIII saat ini
merekomendasikan ACE-inhibitor, ARB, diuretic thiazide dosis rendah, atau
CCB untuk pasien yang bukan ras kulit hitam. Terapi awal untuk ras kulit
hitam yang direkomendasikan adalah diuretic thiazide dosis rendah atau
CCB. Di lain pihak guideline Eropa terbaru merekomendasikan 5 golongan
obat sebagai terapi awal yaitu ACE-inhibitor, ARB, diuretic thiazide dosis
rendah, CCB atau b-blocker berdasarkan indikasi khusus.
Guideline UK NICE memakai pendekatan berbeda, menekankan etnik dan
ras merupakan faktor determinan penting dalam menentukan pilihan obat
awal pada hipertensi. Hal ini selanjutnya diadaptasi oleh guideline JNC VIII.
Rasionalisasi dari konsep ini adalah RAAS bersifat lebih aktif pada usia muda
jika dibandingkan pada usia tua dan ras kulit hitam. Jadi guidelina UK. NICE
merekomendasikan ACE-inhibitor atau ARB pada usia <55 tahun, bukan ras
kulit hitam sedangkan CCB untuk untuk usia >55 tahun (bukan ras kulit
hitam) dan ras kulit hitam dengan semua rentang usia. Batasan untuk
rekomendasi ini adalah: (1) diuretics thiazide lebih dipilih dibandingkan CCB
untuk kondisi gagal jantung atau pasien dengan risiko tinggi untuk
mengalami gagal jantung; (2) ACE inhibitor atau ARB tidak digunakan pada
wanita hamil, dalam kondisi ini b-blocker lebih dipilih.
Guideline UK. NICE dan JNC VIII membatasi pemakaian b-blocker
sebagai terapi awal dengan pengecualian adanya indikasi spesifik seperti
pasien gagal jantung kronik, angina simtomatik, atau pasca infark miokard.
Alasan dibatasinya pemakaian b-blocker sebagai terapi awal adalah: (1)
Kurang efektif dalam menurunkan risiko stroke dan penyakit jantung iskemik
jika dibandingkan dengan golongan obat lain; (2) meningkatkan risiko
diabetes terutama jika dibandingkan dengan terapi diuretik; (3) lebih mahal
dari segi pembiayaan jika dipakai sebagai terapi awal.
Pengobatan antihipertensi dengan terapi farmakologis dimulai saat
seseorang dengan hipertensi tingkat 1 tanpa faktor risiko, belum mencapai
target TD yang diinginkan dengan pendekatan nonfarmakologi.

10
I. Kombinasi Obat Antihipertensi
Tujuan utama pengobatan hipertensi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan target TD. Jika target TD tidak tercapai dalam waktu

11
satu bulan pengobatan, maka dapat dilakukan peningkatan dosis obat awal
atau dengan menambahkan obat kedua dari salah satu kelas (diuretik
thiazide, CCB , ACEI , atau ARB ).4

J. Terapi Hipertensi
1. Non farmakologi
a. Mengidentifikasi dan mengurangi faktor resiko seperti :
- Merokok
- Dislipidemia
- Diabetes mellitus
- > 60 tahun pada laki-laki dan wanita post menopause
- Riwayat keluarga menderita hipertensi
- Obesitas dan penyakit jantung
- Aktivitas fisik yang kurang

b. Modifikasi gaya hidup


- Menurunkan berat badan bila kelebihan

12
- Membatasi konsumi alcohol
- Meningkatkan aktivitas fisik aerobic
- Mengurangi asupan garam
- Mempertahankan asupan kalium yang aquadate
- Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak/kolesterol dalam
makanan
2. Terapi Farmakologi
a. Pemiliha obat harus berdasarkan pada efektivitasnya dalam mengurangi
morbiditas dan mortalitas, keamanan, biaya, penyakit yang menyertainya,
dan faktor resiko lain.
b. Pilihan awal tergantung pada tingginya tekanan darah (TD) dan adanya
kondisi khusus tertentu yang akan mempengaruhi pemilihan obat.
Kebanyakan hipertensi tingkat I harus diawali dengan pemberian diuretic
tiazid. Hipertensi tingkat II menggunakan kombinasi yang salah satunya
adalah diuretic tiazid, jika tidak ada kontraidikasi
c. Kondisi khusus yang akan mempengaruhi pemilihan obat antihipertensi
antara lain :
- Diuretic, beta bloker, ACE inhibitor, angiotensin II receptor bloker
(ARBs), dan calcium channel blokers (CCBs) adalah pemilihan
pertama berdasarkan efektivitas dan keamanan terhadap organ tertentu,
serta berdasarkan morbiditas, dan mortalitas.
- Alfa satu bloker, senntral alfa 2 agonis, penghambat adrenergic, dan
vasodilator adalah obat alternative setelah obat pertama.
- Hanya sekitar 40% tujuan pengobatan dicapai dengan pemberian obat
tunggal. Pemberian obat ke-2 dipilih yang efeknya adiktif dengan obat
pertama. Jika diuretic bukan pilihan peprtama, obat tersebut harus
merupakan obat ke 2, jika tidak kontraindikasi.

K. Golongan Obat Hipertensi


1. Diuretik

13
a. Pada pasien yang fungsi ginjal nya aquadate, filtasi glomerulus > 30
ml/menit, tiazid lebih efektif dibandingkan loop diuretic. Namun pada
fungsi ginjal yang menurun dan terjadi akumulasi Na+ dan cairan, loop
diuretic lebih diperlukan.
b. Giuretik hemat kalium mempunyai efek diuretik lemah ketika digunakan
sendirian tetapi memberikan efek yang aditif ketika diombinasikan dengan
diuretik tiazid atau loop diuretik.
c. Diuretik jika dikombinasikan degan antihipertensi lai berefek aditif.
Banyak antiihipertensi yang menginduksi retensi Na+ dan cairan, kondisi
demikian akan diminimalisir oleh diuretik
d. ESO diuretik tiazid dapat berupa hipokalemia, hipomagnesia,
hiperkalsemia, hiperglikemia, hyperlipidemia, dan disfungsi seksual. Loop
diuretic mempunyai efek yang lebih sedikit pada serum lipid dan glukosa,
tetapi hypokalemia mungkin timbul.
e. Hipokalemia dan hipomagnesia dapat menyebabkan kelelahan dan kram
otot. Aritmia mungkin terjadi, terutama pada pasien yang mendapatkan
digoksin, hipertropi ventrikel kiri dan iskemia jantung. Resiko ESO dapat
diminimalisir dengan pengurangan dosis
f. Diuretik hemat kalium kemungkinan dapat menimbulkan hyperkalemia
dan untuk spironolakton menimbulkan ginekomastia.
2. β – bloker
a. Mekanisme kerja tidak diketahui secara pasti, diduga bekerja mengurangi
frekuensi dan kekuatan kontraksi otot jantung dan menghambat pelepasan
renin dari ginjal.
b. Efektivitas obat golongan beta bloker secara klinik tidak banyak berbeda
c. Bisoprolol, metoprolol, atenolol, dan acebutol pada dosisi rendah selektif
terhadap beta satu sehingga relatif kecil dampaknya pada kontraksi
bronkus
d. Pindolol, penbutol, carteolol, dan acebutol mempunyai intrinsic
simpatomimetik activity (ISA) atau aktivitas antagonis parsial beta
reseptor.

14
e. Propranolol dan metoprolol mengalami metabolisme lintas pertama yang
ekstensif, atenolol dan nadolol mempunyai waktu yang panjang dan perlu
pengaturan dosis pada pasien gagal ginjal
f. Penghentian pemakaian beta bloker tidak dapat tiba-tiba karena dapat
menyebabkan angina, infark jantung, dan takikardi.
g. Pada pasien DM, beta bloker dapat menutupi gejala hipoglikemia, jika
terpaksa diberikan pilih yang kardioselektif
h. Beta bloker diindikasikan pada penderita asma dan gagal jantung.
3. ACE-inhibitor
a. ACE tersebar diseluruh jaringan tubuh, namun tempat produksi utama
angiotensin II terutama di pembuluh darah, tidak diginjal. ACE inhibitor
menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu
vasokotriktor yang poten dan stimulant aldosterone. ACE inhibitor juga
menghambat degradasi brandikinin dan menstimulasi zat vasodilator lain
seperti prostaglandin E2 dan prostasiklin.
b. Enalapril, Lisinopril diberikan 1 kali sehari, yang lain seperti benazepril,
captopril, quinapril, ramipril dan trandolapril diberikan dua kali sehari.
Absorpsi captopril dapat berkurang 30-40% dengan adanya makanan
dilambung
c. ESO paling sering adalah neutropenia, agranulositosis, protein urea,
glumerulonepritis, gagal ginjal akut dan angio edema, kejadian efek ini <
1%
d. ACE inhibitor mutlak kontraindikasi pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan gagal ginjal dan kematian pada infan, dan potensial bersifat
teratogenic, terutama jika di berikan pada trimester II dan III.
4. Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)
a. Menghambat secara langsung reseptor angiotensin, sehingga melawan
kerja angiotensin II seperti vasokontriksi, pelepasan aldesteron, aktivitas
simpatik, pelepasan antidiuretik hormon dan kontriksi eferen artiola dan
glomerulus
b. Tidak seperti pada penggunaan ACE I hibitor, obat ini tidak menghambat
degradasi brandikinin, sehingga efek samping batuk menahun terjadi.

15
c. Semuah golongan obat ini mempunyai efektivitas yang relatif sama, dan
efeknya aditif dengan penambahan diuretik tiazid, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi
d. Dengan efek yang sama dengan ACE inhibitor, obat golongan ini, obat
golongan ini dapat sebagai gantinya jika pasien mengalami efek samping
batuk
e. Obat golongan ini di kontraindikasikan pada wanita hamil karena
potensial sebagai teratogen
5. Ca-antagonis
a. Menyebabkan relaksasi otot jantung dan otot polos pembuluh darah
dengan cara menghambat kanal Ca++
b. Semuah zat kecuali amlodipine dapat menyebabkan inotropik negatif
c. Verapamil menyebabkan 7% pemakainya mengalami konstipasi
d. Efek samping dizzines, flushing, headache, edema periper, perubahan
mood, dan gangguan GI. ESO dizziness, flusihing, headache dan edema
perifer karena dampak dari vasodilatasi lebih sering terjadi pada
hidropiridin di bandingkan pada verapamil atau diltiazem.
e. Penggunaan tablet konvensional dan intermediate release nipedipin atau
Ca-bloker yang lain berpotensi menyebabkan hipotensi yang berat oleh
karena itu pemberian sediaan lepas lambat akan lebih aman
6. Alfa Satu Bloker
a. Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah alfa satu bloker selektif dan
tidak mempengaruhi alfa dua reseptor sehingga tidak menyebabkan reflek
takikardi
b. Mempunyai efek samping pada CNS seperti lesu atau lemah, vivid dream
dan depresi yang di tandai dengan hipotensi ortostatik

7. Agonis α2- reseptor ( klonidin dan metildopa )


a. Menurunkan tekanan darah karena mengurangi aktifitas simpatik, seperti
mengurangi kecepatan denyut jantung, kardiak output, resistensi perifer,
aktifitas plasma renin, dan reflek baroreseptor

16
b. Penggunaan oabt ini secara kronik dapat menyebabkan retesni Na+ dan air,
terutama pada gangguan metildopa. Dosis kecil klonidin dan guanfasin
atau guanabenz dapat di gunakan pengobatan hipertensi ringan tanpa
penambahan diuretik
c. Sedasi dan mulut kering adalah efek samping yang umum terjadi karena
kerja sentralnya, hal ini juga berpotensi menyebabkan depresi
d. Penhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hipertensi
8. Vasodilator
a. Hidralasin dan minoksidil bekerja secara langsung pada otot polos arteri
dengan meningkatkan kadar cGMP intraseluler
b. Sebelum mendapatkan obat golongan ini, pasien sebelumnya harus di
berikan diuretik atau beta bloker. Klonidin dapat di berikan pada pasien
yang kontraindikasi dengan beta bloker
c. Hidralasin menyebabkan sindrom seperti lupus yang sifatnya dose-
related, dan dapat di hindari dengan pemberian dosis di bawah 200 mg
d. Minoksidil lebih poten sebagai vasodilator dibandingkan hidralasin dan di
cadangkan untuk kasus hipertensi yang tidak terkontrol.

L. Evaluasi Terapi
a. Memelihara tekana darah tetap < 140/90 mmHg, 130/80 mmHg pada
pasien komplikasi DM gagal ginjal.
b. Mengurangi morbiditas dan mortalitas
c. Mengontrol faktor resiko
d. Pasien terbebas dari efek samping obat

M. Obat Hipertensi yang direkomendasikan (JNC 8)

17
N. Penatalaksanaan Hipertensi Berdasarkan JNC VIII

18
O. Contoh Penatalaksanaan Kasus Hipertensi

19
20
21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi adalah tekanan darah di atas normal yang sifatnya permanen.
Hipertensi tidak dapat di tegakkan dalam satu kali pengukuran tekanan darah,
tetapi dapat di tegakkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan
yang berbeda. Terapi pada hipertensi dapat di lakukan dengan memelihara
tekanan darah, mengurangi morbiditas dan mortalitas, dan mengontrol factor
resiko.
Penurunan tekanan darah sangat penting dalam menurunkan risiko mayor
kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi. Monoterapi jarang bisa
mengontrol tekanan darah, dan banyak pasien memerlukan lebih dari 1 obat anti
hipertensi. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa penyakit komorbiditas
seperti diabetes, dan kerusakan target organ seperti LVH dan CKD
mengindikasikan pemilihan klas obat yang spesifik dalam terapi hipertensi.
Pemilihan obat awal terapi hipertensi dan kombinasi obat antihipertensi
memerlukan pemahaman yang menyeluruh baik jenis-jenis obat antihipertensi,
mekanisme kerja maupun efek samping yang bisa timbul.

22
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Budiseto M. 2001. Penegakan dan Pengobatan Hipertensi Pada Penderita Usia


Dewasa. Jurnal Fakultas Kedokteran Trisakti. 20(2): 101-107
Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Kandarini Y. 2007. Tatalaksana Farmakologi Terapi Hipertensi. Fakultas
Kedokteran Universitas Denpasar
Priyanto. 2009. Farmakoterapi Dan Farmakologi Medis. Lembaga Studi Dan
Konsultasi Farmakologi. Jakarta.
Sihombing B, Aprillia D, Purba A, Simiurat F. 2009. Penatalaksanaan Hipertensi
Pada Usia Lanjut. Universitas Sumatera Utara
James PA. Oparil S, Cushman WC, Dennison-Himmerlfarb C, Handler J, dkk.
2014. Evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults: report form the panel members appointed to the Eight
Joint National Committee (JNC 8). JAMA 2014:311(5):507-20.
JAMA. Special Communication 2014 Evidence – Based Guideline For the
Management of High Blood Pressure in Adults Report from the Panel
Members Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8).
JAMA, 2014, 311(5).507520.
Chobanian akris lack Cushman C reen et al. he seventh report o the Joint
National Committee on prevention detection evaluation and treatment o
hih blood pressure: he JNC eport.J.2003 2919: 2560-1.
doi:10.1001/ama.29.19.2560.

23

Anda mungkin juga menyukai