Anda di halaman 1dari 54

Literatur Review: Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi

Persepsi-Sensori Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi


Pada Pasien Halusinasi

LAPORAN LITERATUR REVIEW


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Ahli Madya Keperawatan

Anwar Fauzi Nugraha E.0105.18.005


Ismi Nursyamsiah E.0105.18.019
Lusi Sri Rahayu E.0105.18.020
Mia Sulistian E.0105.18.022
Neng Ayu paraswati E.0105.18.024
Neng Didah Nuriffah E.0105.18.025
Neng Nisa Alawiyah E.0105.18.026
Nisa Ismi Anjaliniah E.0105.18.027
Riski Saputra E.0105.18.031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
CIMAHI
2020
Literatur Review: Penerapan (Implementasi) Terapi X
terhadap………..(Penurunan Penyakit Y)

LAPORAN TUGAS AKHIR


Diajukan untuk memenuhi ............................................................

NAMA MAHASISWA
NIM. ………………….

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
CIMAHI
2020
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

NIM :

Program Studi :

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tulisan dalam Laporan Tugas

Akhir dengan judul ……………………. merupakan hasil pemikiran saya sendiri,

bukan pengutipan tulisan dari hasil karya orang lain yang saya akui sebagai

tulisan atau hasil pemikiran saya sendiri. Saya tidak melakukan plagiatisme atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam

tradisi keilmuan.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa Laporan Tugas Akhir ini adalah

hasil kutipan pemikiran orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas tindakan

tersebut.

Cimahi, Agustus 2020

Materai

Penulis

iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Tugas Akhir
oleh
NAMA
NIM

(JUDUL)………………………………………………………..

telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Cimahi, …………………………

Pembimbing I Pembimbing II

NIP. NIP.

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir dengan judul

(JUDUL)………………………………………………………………
oleh
NAMA
NIM
telah diujikan di depan dewan penguji pada tanggal ………….

Ketua Penguji Anggota Penguji Anggota Penguji

NIP. NIP. NIP.

Mengetahui
STIKes Budi Luhur Cimahi Program Studi D III Keperawatan
Ketua Ketua

NIP. NIP.

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulliahirobil’alamin, segala puji dan syukur kami panjatkan atas

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada

kita semua. Berkat ridho dari-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas

akhir ini dengan judul : “: Penerapan Terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien

halusinasi” . Penulisan Laporan Tugas ini diakukan dalam rangka memenuhi

salah satu tugas mata kuliah metodologi penelitian .

Untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyelesaian Laporan Tugas ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Cimahi, 18 september 2020

Penulis

vi
Literatur Review: Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi-Sensori Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Pada Pasien Halusinasi

JUDUL BAHASA INGGRIS (TULIS MIRING)………………………………


Penulis
Pembimbing 1, 2 dan penguji

ABSTRAK

Gangguan jiwa tidak di anggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian


secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan
serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat
pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien, salah satu bentuk
gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah skizofrenia. Salah satu gejala
yang paling sering muncul pada skizofrenia adalah munculnya halusinasi yaitu
sekitar 70%. Terapi yang biasa diberikan dalam penatalaksanaan mengatsi
halusinasi salah satunya adalah terapi aktivitas kelomook (TAK) . tujuan
penelitian untuk mengetahui pengaruh TAK stimulasi persepsi-sensori. Penelitian
ini menggunakan metode literature review, dengan jumlah jurnal sebanyak 5
jurnal. Hasil penelitian dalam jurnal dengan jumlah sampel 20 ( 10 kelompok
kontrol dan 10 kelompok intervensi ) tidak ada beda yang signifikan kemampuan
mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol
dengan nilai Sig.(2-tailed) 0,129>0,05 dan ada beda yang signifikan kemampuan
mengontrol halusinasi antara nilai sebelum pemberian TAK dengan setelah
pemberian TAK dengan nilai signifikan p=0,005<0,05. Terdapat pengaruh yang
signifikan pada pengaruh TAK stimulasi perepsi-sensori terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi yang ditunjukan dengan p value =
0,000<0,05. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi pendukung pemberian
asuhan keperawatan pada pasien halusinasi untuk meningkatkan kemampuan
mengontrol halusinasi dengan pemberian TAK stimulasi persepsi-sensori yang
diberikan secara penuh. . Semoga literature review ini dapat menambah
pengetahuan dan menjadi referensi mengenai penerapan TAK stimulasi persensi-
sensori, halusinasi.

Kata kunci : TAK stimulasi persensi-sensori, halusinas

vii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

ABSTRAK...............................................................................................................v

DAFTAR ISI...........................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii

DAFTAR TABEL................................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang Penelitian..................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................1

C. Tujuan Penelitian...............................................................................2

D. Ruang Lingkup...................................................................................2

E. Manfaat Penelitian…………………………….……………………
2

BAB II : TINJAUAN TEORITIS............................................................................3

A. Teori A...............................................................................................3

B. Teori B...............................................................................................3

BAB III : METODE PENELITIAN........................................................................4

A. Desain dan Jenis Penelitian................................................................4

B. Metode Pengumpulan data.................................................................4


viii
C. Rangkuman dalam Tabel Ringkasan Pustaka...................................5

D. Analisis dan sintesis...........................................................................5

BAB IV : Ringkasan Pustaka..................................................................................7

A. Tabel Ringkasan Pustaka...................................................................7

B. Pembahasan ( Analisis dan Sintesis)..................................................8

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN......................................................................9

A. Simpulan............................................................................................9

B. Saran.................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

ix
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN

BAB I
1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Penyakit yang menempati urutan

empat besar adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan.

Gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian

secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan

serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat

pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien. [1]

Data kemenkes 2010 mengungkapkan, penderita gangguan jiwa meningkat

dari tahun ketahun dengan laju peningkatan sekitar 11,4˚/◦ dari total penduduk

indonesia. Data kemenkes jumlah total penderita gangguan jiwa berat di indonesia

mencapai sekitar 0,46˚/◦ atau sekitar satu juta jiwa lebih. Tingginya angka

gangguan jiwa di indonesia memerlukan penelitian yang cukup serius dari

pemerintah dan masyarakat. [3]

Halusinasi merupakan penyimpangan perilaku karena individu

memperlihatkan berbagai manespestasi perilaku. Perubahan perilaku yang terjadi

seperti bicara dan tertawa sendiri, mondar-mandir dan mengalami gangguan

orientasi orang,waktu dan tempat. Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari 5

modalitas sensori utama penglihatan, pendengaran, bau,rasa,dan perabaan persepsi

terhadap stimulus eksternal dimana stimulasi tersebut sebenarnya tidak ada

(Stuart,2007). [3]
Chaery (2009) menyatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan oleh

pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan

mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi ini

pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide),

bahkan merusak lingkungan Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan

halusinasi, dibutuhkan penanganan yang tepat. Dengan banyaknya angka kejadian

halusinasi, semakin jelas bahwa dibutuhkan peran perawat untuk membantu

pasien agar dapat mengontrol halusinasinya. [2]

Terapi yang biasa diberikan dalam penatalaksanaan mengatasi halusinasi

berupa terapi psikofarmakodinamika, terapi ECT dan terapi aktivitas kelompok.

Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi modalitas yang dilakukan

perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang

sama (Keliat, 2004). Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan

sebagai target asuhan. Kondisi yang terjadi dalam kelompok adalah munculnya

dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi

laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki

perilaku lama yang maladaptif. [1]

Terapi aktifitas kelompok terdiri dari 4 macam yaitu terapi aktifitas

kelompok sosialisasi, stimulasi persepsi, stimulasi sensori, dan orientasi realita.

Menurut Keliat (2004) TAK yang sesuai untuk klien dengan masalah utama

perubahan sensori persepsi halusinasi adalah aktivitas berupa stimulasi dan

persepsi. TAK stimulasi persepsi, pada kemampuan persepsi klien dievaluasi dan
ditingkatkan pada setiap sesi, dengan proses tersebut respons klien terhadap

berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi ada adaptif. TAK stimulasi sensori

sebagai aktivitas yang digunakan untuk menstimulasi sensori klien dengan

mengobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulasi yang disediakan, berupa

ekspresi perasaan secara nonverbal pada ekspresi wajah dan gerakan tubuh

(Keliat, 2004). [1]

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik ingin mengetahui

lebih lanjut tentang Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi-Persepsi dalam

mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi.

B. Rumusan Masalah

Terapi aktivitas kelompok yang diberikan bisa mengontrol halusinasi

yang bertujuan agar klien dapat mengenal isi halusinasi,waktu terjadinya

halusinasi, frekuensi halusinasi dan klien mampu mengenal perasaan bias

mengalami halusinasi.Dari peneliti sebelumnnya menyatakan bahwa mengenal

halusinasi pada pasien dengan terapi aktivitas kelompok maka akan dapat

mengontrol halusinasi yang timbul.

Dengan dukungan teori,pengamatan dan studi literatur pada pasien

halusinasi yang diberikan terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi-persepsi

sebagai terapi untuk mengontol halusinasi maka penulis tertarik untuk

menggali pertanyaan penelitian :

1. Bagaimana kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi

sebelum diberikan TAK Stimulasi-persepsi ?


2. Bagaimana kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi

setelah diberikan TAK Stimulsi-persepsi?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya penerapan terapi aktivitas kelompok stimulasi-persepsi

terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien

halusinasi sebelum diberikan TAK stimulasi-persepsi.

b. Untuk mengetahui kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien

halusinasi setelah diberikan TAK stimulasi-persepsi.

D. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian dalam Literature Review ini yaitu semua

jenis penelitian yang menggunakan terapi aktivitas kelompok terhadap

kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Hasil penelitian literature review ini diharapkan dapat memberikan informasi

baru dan menambah referensi yang berkaitan dengan keperawatan jiwa


khususnya mengenai terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap

kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi.

2. Manfaat Praktik

a. Bagi penulis

Dapat meningkatkan pemahaman penulis tentang Penerapan

Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi tehadap kemampuan

mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi dan mengembangkan

kemampuan penulis dalam menyusun suatu laporan penelitian.

b. Bagi Stikes Budi Luhur Cimahi

Dapat dijadikan modul pembelajaran pada proses belajar

khususnya penanganan halusinasi guna diaplikasikan dalam bidang

keperawatan, di samping itu juga diharapkan dapat menambah

informasi, sumber, bahan bacaan, bagi mahasiswa dan sebagai

referensi diperpustakaan tentang penanganan halusinasi.


BAB II

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Halusinasi

1. Definisi halusinasi

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi

resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata.

Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang

berbicara (Kusumawati, 2010).

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai

dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara,

penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009)

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar

dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien

berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai

halusinasi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah

persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau

rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana


7
pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang

membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk

melakukan sesuatu.

1. Faktor-faktor predisposisi

a. Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol

dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien 2 tidak mampu

mandiri sehjak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan

lebih rentan terhadap stress.

b. Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi

akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungannya.

c. Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.

Akibat stress berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya

neutransmitter otak.

d. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang

tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat

dan lari dari alam nyataa menuju alam hayal.

e. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang

tua skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang

sangat berpengaruh padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)

1. Faktor Presipitasi

a. Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,

perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri,

kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak

dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut

Rawlinsh Heacock, 1993 mencoba mememcahkan masalah

halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu

sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur bio, psiko, sosial,

spiritual. Sehingga dapat dilihat dari 5 dimensi:

b. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol,

dan kesulitan tidur dalam waktu lama.

c. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi isi halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan

menakutkan.

d. Dimensi intelektual

Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan

memperlihatkan adanya penurunan ego. Awalnya halusinasi

merupakan usaha dari ego sendiri melawan impuks yang menekan,

namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaaan

yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan akan

mengontrol semua perilaku klien.

e. Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan

comforting, klien menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat

membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah dia

merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan agar interaksi

sosial, control diri, dan haarga diri yang tidak didapatkan dalam

dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu

tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya

atau orang lain cenderung untuk itu. Aspek penting dalam

melakukan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan


suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal

yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri

sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan

halusinasi tidak berlangsung.

f. Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan berupaya

secara spiritual untuk menyucikan diri.

2. Jenis halusinasi

Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,

diantaranya:

a.Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)

Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama

suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang

sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan

memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b.Halusinasi Pengihatan (visual)

Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran

cahaya, gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama

yang luas dan komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau

menakutkan.

c.Halusinasi Penghidu (Olfaktori)


Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya

bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine

atau feses. Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasnya

berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d.Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau

tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi

listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e.Halusinasi Pengecap (Gustatorik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang

busuk, amis, dan menjijikkan.

f. Halusinasi sinestetik

6 Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi

tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan

dicerna atau pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007: 130)

g. Halusinasi Viseral

Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.

1) Depersonalisasi

Perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti

biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering

pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering

merasa diringa terpecah dua.

2) Derelisasi
Suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai dengan

kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya seperti

dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56)

3. Tanda dan gejala

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan

halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Berbicara, senyum dan tertawa sendiri

b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap

dan merasa sesuatu yang tidak nyata.

c. Menggerakan bibir tanpa suara

d. Pergerakan mata cepat

e. Respon vebal lambat

f. Menarik diri dari orang lain

g. Berusaha untuk menghindari orang lain dan sulit berhubungan

dengan orang lain

h. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan

i. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak

nyata

j. Tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri seperti

mandi, sikat gigi, memakai pakaian dan berias dengan rapi

k. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri sulit membuat

keputusan ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah


marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak

masuk akal dan banyak keringat

l. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa

detik

m. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat

n. Biasa terdapat orientasi waktu, tempat dan orang

4. Rentang respon

Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari

suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca

indra.

Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari

adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku

sesuai sampai dengan respon maladaptif yang meliputi delusi,

halusinasi, dan isolasi sosial.

a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-

norma social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu

tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah

akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif :

1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada

kenyataan
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada

kenyataan

3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang

timbul dari pengalaman ahli

4. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih

dalam batas kewajaran

5. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang

lain dan lingkungan

b. Respon psikosossial Meliputi :

1) yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan

Proses piker terganggu adalah proses pikir yang

menimbulkan gangguan 8

2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah

tentang penerapan panca indra

3) Emosi berlebih atau berkurang

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang

melebihi batas kewajaran

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi

dengan orang lain.

c. Respon maladaptif

Respon maladaptive adalah respon individu dalam

menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma


social budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive

antara lain :

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan social.

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau

persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang

timbul dari hati.

4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak

teratur

5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh

individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan

sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.

(Damaiyanti,2012: 54)

7. pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan efek

Perubahan sensori persepsi core problem


Isolasi sosial : menarik diri cause

8. Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran

keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ

pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan

yang sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan lingkungan

keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat

a. Farmakoterapi Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada

penderita skizofrenia yang menahun,hasilnyalebih banyak jika mulai

diberi dalam dua tahun penyakit.Neuroleptika dengan dosis efek

tiftinggi bermanfaat pada penderita psikomotorik yang meningkat.

b. Terapi kejang listrik Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk

menimbulkan kejang grand mall secara artificial dengan melewatkan

aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples,

terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan

dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5

joule/detik.

c. Psikoterapi dan rehabilitasi Psikoterapi suportif individual atau

kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan

maksud mempersiapkan pasien kembali kemasyarakat, selain itu terapi


kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain,

perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri

karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk

mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas.

d. Terapi aktivitas

1) Terapi music 13 Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ;

bernyanyi. yaitu menikmati dengan relaksasi music yang disukai

pasien.

2) Terapi seni Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui

beberapa pekerjaan seni.

3) Terapi menari Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan

tubuh 4) Terapi relaksasi Belajar dan praktik relaksasi dalam

kelompok Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif

meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam

kehidupan.

5) Terapi social Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain

6) Terapi kelompok

a). Terapi group (kelompok terapeutik)

b). Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)

c). TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi Sesi 1 : Mengenal halusinasi

Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik Sesi 3 ;

Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan Sesi 4 ; Mencegah


halusinasi dengan bercakap-cakap Sesi 5 : mengontrol halusinasi

dengan patuh minum obat

d). Terapi lingkungan Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di

dalam keluarga( Home Like Atmosphere).(Prabowo,2014: 134- 136)

B. Konsep Terapi Aktivitas Kelompok

1. DEFENISI TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan

antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai

norma yang sama. Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan

untuk saling bertukar (Sharing) tujuan, misalnya membantu individu yang

berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi

dan memberikan alternatif untuk membantu merubah perilaku destruktif

menjadi konstruktif.

Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri.

Kekuatan kelompok memberikan kontribusi pada anggota dan pimpinan

kelompok untuk saling bertukar pengalaman dan memberi penjelasan untuk

mengatasi masalah anggota kelompok. Dengan demikian kelompok dapat

dijadikan sebagai wadah untuk praktek dan arena untuk uji coba kemampuan

berhubungan dan berperilaku terhadap orang lain.

Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan

perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan


yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan

sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang

saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat

klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama

yang maladaptif.

2. TUJUAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

1. Mengembangkan stimulasi kognitif

Tipe: biblioterapy

Aktivitas: menggunakan artikel, sajak,puisi, buku, surat kabar untuk

merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.

2. Mengembangkan stimulasi sensori

Tipe: music, seni, menari.

Aktivitas: menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan.

Tipe: relaksasi

Aktivitas: belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi otot, dan

imajinasi.

3. Mengembangkan orientasi realitas

Tipe: kelompok orientasi realitas, kelompok validasi.

Aktivitas: focus pada orientasi waktu,tempat dan orang, benar, salah bantu

memenuhi kebutuhan.

4. Mengembangkan sosialisasi

Tipe: kelompok remitivasi


Aktivitas: mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi

Tipe: kelompok mengingatkan

Aktivitas: focus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.

Secara umum tujuan kelompok adalah :

1. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman

2. Memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain

3. Merupakan proses menerima umpan balik

3. MANFAAT TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Secara umum manfaat terapi aktivitas kelompok adalah :

1. Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi

dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

2. Melakukan sosialisasi.

3. Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.

Secara khusus manfaatnya adalah :

1. meningkatkan identitas diri

2. menyalurkan emosi secara konstruktif

3. meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau social.

Di samping itu manfaat rehabilitasinya adalah :

1. Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.

2. Meningkatkan keterampilan sosial.

3. Meningkatkan kemampuan empati.


4. Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.

4. TAHAP-TAHAP DALAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Menurut Yalom yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1995, fase – fase

dalam terapi aktivitas kelompok adalah sebagai berikut :

A. Pre kelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi

leader, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan,

proses evaluasi pada anggota dan kelompok, menjelaskan sumber – sumber

yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika memungkian biaya dan

keuangan.

B. Fase awal

Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu

orientasi, konflik atau kebersamaan.

1. Orientasi.

Anggota mulai mengembangkan system social masing – masing, dan

leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan

anggota.

2. Konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan

siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya dan

saling ketergantungan yang akan terjadi.

3. Kebersamaan
Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota mulai

menemukan siapa dirinya.

C. Fase kerja

Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan engatif

dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerjasama

untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun, kelompok

lebih stabil dan realistic, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan

dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif.

D. Fase terminasi

Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok

mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses.

5. PERAN PERAWAT DALAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas

kelompok adalah :

1. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok

Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih

dahulu, membuat proposal.

Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi

aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi,

karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori, persiapan

alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas

terapis.
2. Tugas sebagai leader dan coleader

Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi

yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari

dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan

tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya

terapi aktivitas kelompok.

3. Tugas sebagai fasilitator

Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai

anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok

lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.

4. Tugas sebagai observer

Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon

penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani

peserta/anggota kelompok yang drop out.

5. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi

Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub

kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau kelompok dan

adanya anggota kelompok yang drop out.

Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis,

kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.

6. Program antisipasi masalah


Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi

keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat

mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas kelompok.

Dari rangkaian tugas diatas, peranan ahli terapi utamanya adalah sebagai

fasilitator. Idealnya anggota kelompok sendiri adalah sumber primer

penyembuhan dan perubahan.

Iklim yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli terapi adalah agen

perubahan yang kuat. Ahli terapi lebih dari sekedar ahli yang menerapkan

tehnik; ahli terapi memberikan pengaruh pribadi yang menarik variable

tertentu seperti empati, kehangatan dan rasa hormat (Kaplan & Sadock, 1997).

Sedangkan menurut Depkes RFI 1998, di dalam suatu kelompok, baik itu

kelompok terapeutik atau non terapeutik tokoh pemimpin merupakan pribadi

yang paling penting dalam kelompok. Pemimpin kelompok lebih

mempengaruhi tingkat kecemasan dan pola tingkah laku anggota kelompok

jika dibandingkan dengan anggota kelompok itu sendiri. Karena peranan

penting terapis ini, maka diperlukan latihan dan keahlian yang betul-betul

professional.

Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan bahwa peran perawat psikiatri

dalam terapi aktivits kelompok adalah sebagai leader/co leader, sebagai

observer dan fasilitator serta mengevaluasi hasil yang dicapai dalam

kelompok.
Untuk memperoleh kemampuan sebagai leader/co leader, observer dan

fasilitator dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, perawat juga perlu

mendapat latihan dan keahlian yang professional.

6. MACAM-MACAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

1. Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi

Terapi aktifitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang

bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,

menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta

mengurangi perilaku maladaptif.

Tujuan :

a. Meningkatkan kemampuan orientasi realita

b. Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian

c. Meningkatkan kemampuan intelektual

d. Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain

e. Mengemukakan perasaanya

Karakteristik :

a. Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-

nilai

b. Menarik diri dari realitas

c. Inisiasi atau ide-ide negative

d. Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau

mengikuti kegiatan
2. Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori

Terapi aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita yang

mengalami kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan meliputi

fasilitasi penggunaan panca indera dan kemampuan mengekpresikan stimulus

baik dari internal maupun eksternal.

Tujuan :

a. Meningkatkan kemampuan sensori

b. Meningkatkan upaya memusatkan perhatian

c. Meningkatkan kesegaran jasmani

d. Mengekspresikan perasaan

3. Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas

Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk

mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya

dilaksanakan pada kelompok yang menghalami gangguan orientasi terhadap

orang, waktu dan tempat. Teknik yang digunakan meliputi inspirasi represif,

interaksi bebas maupun secara didaktik.

Tujuan :

a. Penderita mampu mengidentifikasi stimulus internal (fikiran,

perasaan, sensasi somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam

sekitar)

b. Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan

c. Pembicaraan penderita sesuai realita

d. Penderita mampu mengenali diri sendiri


e. Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat

Karakteristik :

a. Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi,

ilusi, waham, dan depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi dengan

orang lain

b. Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang

sudah dapat berinteraksi dengan orang lain

c. Penderita kooperatif

d. Dapat berkomunikasi verbal dengan baik

e. Kondisi fisik dalam keadaan sehat

4. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi

Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien

dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan social.

Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :

a. Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal

b. Memberi tanggapan terhadap orang lain

c. Mengekspresikan ide dan tukar persepsi

d. Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan

Tujuan umum :

Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,

berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang

lain, mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.

Tujuan khusus :
a. Penderita mampu menyebutkan identitasnya

b. Menyebutkan identitas penderita lain

c. Berespon terhadap penderita lain

d. Mengikuti aturan main

e. Mengemukakan pendapat dan perasaannya

Karakteristik :

a. Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti

kegiatan ruangan

b. Penderita sering berada ditempat tidur

c. Penderita menarik diri, kontak sosial kurang

d. Penderita dengan harga diri rendah

e. Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas

f. Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya,

jawaban sesuai pertanyaan

g. Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik

5. Penyaluran energy

Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara

kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran energi

seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif dengan tanpa

menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun lingkungan.

Tujuan :

a. Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.

b. Mengekspresikan perasaan
c. Meningkatkan hubungan interpersonal

7. KERANGKA TEORITIS TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

1. Model fokal konflik

Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus pada

kelompok dari pada individu.

Prinsipnya: terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang

tidak disadari. Pengalaman kelompok secara berkasinambungan muncul

kemudian konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah, tugas terapi

membantu anggota kelompok memahami konflik dan mencapai penyelesaian

konflik

Menurut model ini pimpinan kelompok (leader) harus memfasilisati dan

memberikan kesempatan kepada anggota untuk mengekspresikan perasaan

dan mendiskusikannya untuk menyelesaiakan masalah.

2. Model komunikasi

Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi dan

komunikasi terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi tak

efektif dalam kelompok akan menyebabkan ketidak puasan anggota

kelompok, umpan balik tidak sekuat dari kohesi atau keterpaduan kelompok

menurun.

Dengan menggunakan kelompok ini leader memfasilitasi komunikasi

efektif, masalah individu atau kelompok dapat diidentifikasi dan diselesaikan.

Leader mengajarkan pada kelompok bahwa:


a. Perlu berkomunikasi

b. Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya

komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup.

c. Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain

d. Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu

dan yang lain untuk melakukan komunikasi efektif

Model ini bertujuan membantu meningkatkan keterampilan interpersonal

dan social anggota kelompok.

Selain itu teori komunikasi membantu anggota merealisasi bagaimana

mereka berkomunikasi lebih efektif.

Selanjutnya leader juga perlu menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip

komunikasi dan bagaimana menggunakan didalam kelompok serta

menganalisa proses komunikasi tersebut.

3. Model interpersonal

Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan dan

tindakan) dagambarkan melalui hubungan interpersonal.

Contoh: interaksi dalam kelompok dipandang sebagai proses sebab

akibat dari tingkah laku anggota lain.

Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok. Anggota

kelompok ini belajar dari interaksi antar anggota dan terapis. Melalui ini

kesalahan persepsi dapat dikoreksi dan perilaku social yang efektif dipelajari.

Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk mengidentifikasi dan

merubah tingkah laku/perilaku.


Contoh: tujuan salah satu aktivitas kelompok untuk meningkatkan

hubungan interpersonal. Pada saat konplik interpersonal muncul, leader

menggunakan situasi tersebut untuk mendorong anggota untuk mendiskusikan

perasaan mereka dan mempelajari konplik apa yang membuat anggota merasa

cemas dan menentukan perilaku apa yangdigunakan untuk menghindari atau

menurunkan cemas pada saat terjadi konflik.

4. Model psikodrama

Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting

sesuai dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang lalu. Anggota

memainkan peran sesuai dengan yang perna dialami.

Contoh: klien memerankan ayahnya yang dominin atau keras.

8. TERAPIS

Terapis adalah orang yang dipercaya untuk memberikan terapi kepada

klien yang mengalami gangguan jiwa. Adapun terapis antara lain :

a. Dokter

b. Psikiater

c. Psikolog

d. Perawat

e. Fisioterapis

f. Speech teraphis

g. Occupational teraphis

h. Sosial worker
Persyaratan dan kwalitas terapis

Menurut Globy, Kenneth Mark seperti yang dikutif Depkes RI

menyatakan bahwa persyaratan dan kualifikasi untuk terapi aktivitas

kelompok adalah :

a. Pengetahuan pokok tentang pikiran-pikiran dan tingkah laku normal

dan patologi dalam budaya setempat

b. Memiliki konsep teoritis yang padat dan logis yang cukup sesuai

untuk dipergunakan dalam memahami pikiran-pikiran dan tingkah laku yang

normal maupun patologis

c. Memiliki teknis yang bersifat terapeutik yang menyatu dengan

konsep-konsep yang dimiliki melalui pengalaman klinis dengan pasien

d. Memiliki kecakapan untuk menggunakan dan mengontrol institusi

untuk membaca yang tersirat dan menggunakannya secara empatis untuk

memahami apa yang dimaksud dan dirasakan pasien dibelakang kata-katanya

e. Memiliki kesadaran atas harapan-harapan sendiri, kecemasan dan

mekanisme pertahanan yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap teknik

terapeutiknya

f. Harus mampu menerima pasien


BAB III
BAB III : METODE

A. Rancangan dan Jenis Penelitian

Desain atau rancangan penelitian merupakan kerangka acuan bagi peneliti

untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam suatu penelitian. Desain

penelitian dapat menjadi petunjuk bagi peneliti untuk mencapai tujuan

penelitian dan juga sebagai penuntun bagi peneliti dalam seluruh proses

penelitian. Desain penelitian yang digunakan Metode studi Literatur Review

adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan

data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penulisan

B. Metode Pengumpulan Data

1. Sumber Data Base Penelitian

Metode pengumpulan data pada Laporan Tugas ini yaitu kajian

Literatur Review dimana penulis mencari dan mengumpulkan referensi yang

relevan dengan judul yang dibahas yaitu “Penerapan Terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol

halusinasi pada pasien halusinasi” dari beberapa sumber pustaka seperti buku,

jurnal, laporan, hasil penelitian skripsi ataupun informasi internet. Penelusuran

dilakukan menggunakan data base penelitian keperawatan atau kesehatan,

34
dengan Google Shoolar, Google Cendikia, dalam bentuk jurnal penelitian

berjumlah (minimal 10 yang mendukung, 5 menunjang dan beberapa jurnal

yang terkait dengan judul penelitian)

2. Waktu Publikasi
Dalam Literatur Review ini waktu publikasi dari seluruh jurnal yang

didapat adalah dalam kurun waktu maksimal 10 tahun antara tahun 2010

sampai tahun 2020.

3. Ktiterian inklusi dan eksklusi


Penelitian ini menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi Untuk mencari

jurnal, adapun yang dimaksud kriteria inklusii adalah kriteria dimana subjek

penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai

sampel. Sedangkan kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian. berikut adalah kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

Table. Identifikasi Kriteria Hasil Inklusi dan Eklusi

Kriteria Penelitian menggunakan besar sempel lebih dari 10


inklusi responden
Penelitian Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi-Sensori Terhadap Kemampuan Mengontrol
Halusinasi Pada Pasien Halusinasi
Penelitian dilakukan pada pasien pasien Halusinasi
Publikasi terbitan dari tahun 2010 s.d 2020

Kriteria Penelitian menggunakan besar sempel kurang dari 10


eksklusi responden,
Publikasi terbitan kurang dari 10 tahun

4. Strategi Penelusuran Publikasi


Dalam penelusurann publikasi jurnal, desain penelitian yang di review
adalah semua jenis penelitian yang relevan degan tema penelitian
literature review yaitu penelitian kuantitatif maupun penelitian kualitatif.
Semua jenis sampel yang terkait baik manusia atau hewan uji tetap
dimasukan sebagai sampel yang diamati dalam literature review.

5. Merangkum dalam Tabel Ringkasan Pustaka


Artikel yang masuk dalam kriteria inklusi dianalis dan disentesis
kemudian dirangkum dalam tabel ringkasan pustaka. Dari tabel
rangkuman hasil penelitian di ats diharapkan akan ditemukan sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan intervensi
keperawatan di rumah sakit maupun di ranah komunitas. Peneliti
merupakan intisari yang diambil dari penelitian: judul penelitian, nama
peneliti, tahun dan tempat publikasi, besar sample dari kelompok
intervensi maupun kelompok kontrol, metode penelitian, alat yang
digunakan selama penelitian, hasil dan kesimpulan penelitian lengkap
dengan signifikasnsinya.

6. Hasil dan Pembahasan


Penjelasan mengenai metode analisis dan sintesis publikasi jurnal
BAB IV
BAB RINGKASAN PUSTAKA, HASIL DAN PEMBAHSAN

38
A. Hasil (Analisis)
Tujuan utama dari pemnahasan (analisis) data adalah untuk menganalisa dan
mengevaluasi berbagai literature dan untuk memilih metode yang paling tepat
untuk mengintegrasikan penjelasan dan interprestasi dari berbagai temuan
tersebut. Kegiatan yang paling penting dalam tahap analisis dan sintetis
adalah paraphrase ( mengungkapkan kembali suatu konsep dengan cara lain
dalam bahasa yang sama, namun tanpa mengubah maknanya). Parafrasis
adalah tindakan atau kegiatan untuk membuat paraphrase. Untuk melakukan
parafrasis, yang pertama dilakukan adalah membaca teks secara keseluruhan.
Pembaca perlu untuk memahami topic atau tema dari teks tersebut, sedangkan
untuk teks berbentuk narasi perlu memahami pula alur atau jalan ceritanya.
Selanjutnya adalah menemukan gagasan atau ide pokok yang terdapat pada
kalimat untuk setiap paragraph. Untuk menceritakan kembali teks tersebut,
diperlukan kata atau kalimat yang sepadan, efektif dan mudah dipahami,
misalnya kalimat langsung dapat diubah menjadi kalimat tidak langsung.
Dalam melakukan parafrasis, perlu digunakan bahasa yang ringkas dan mudah
dipahami.
BAB V
BAB III : SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan memuat hal-hal penting yang ditemui para literature review
mengacu pada tujuan yang dicapai melalui penelitia ini. Simpulan pada
dasarmya merupakan jawaban singkat dari pertanyaan penelitian, berbentuk
informasi (bukan data) dari hasil penelitian. Simpulan bukanlah ringkasan
dari hasil penelitian, jadi tidak perlu panjang tapi cukup maknanya saja.
B. Saran
Saran ditulis secara operasional sesuai dengan temuan/data di lapangan,
ditujukan kepada stake holder/ institusi yang berkaitan dengan kebijakan
sesuai dengan hasil penelitian ini, atau siapapun yang dapat mengambil benefit
dari hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Penulisan daftar pustaka menggunakan aplikasi microsoft word yang terdapat


pada tollbar references, dengan style IEEE

Anda mungkin juga menyukai