BAB I
PENDAHULUAN
bangunan-bangunan tua pada zaman eropa yang dijadikan sebagai cagar budaya
(Antariksa, 2004). Penggunaan lahan di sepanjang sumbu timur–barat telah mengalami
banyak perubahan. Semula kawasan timur dan barat yang termasuk dalam rencana
perluasan Kota Malang adalah untuk perluasan kawasan pemerintahan dan kawasan
permukiman, sekarang koridor Jalan Kahuripan–Semeru telah didominasi oleh kawasan
perdagangan. Pada contoh detailnya terdapat bangunan kembar yang terletak sebelah
kanan dan kiri yang dibangun pada Tahun 1963 oleh arsitek Karel Bos dan
menggambarkan pintu gerbang menuju arah Jalan Semeru dan terlihat pemandangan
Gunung Kawi. Bangunan kembar tersebut memiliki menara di atas bangunan yang
berfungsi sebagai pengamatan sekitar, namun sekarang bangunan tersebut sudah tidak
terlihat lagi seperti bangunan kembar karena sudah mengalami banyak perubahan baik
pada bangunan tersebut maupun di sekitar bangunan tersebut.
Keberadaannya Koridor Jalan Semeru – Kahuripan – Kertanegara yang terletak di
pusat kota, menyebabkan bangunan dan kawasan bersejarah tersebut sangat rentan
terhadap perubahan akibat modernisasi. Jumlah bangunan kuno pada pusat kota semakin
berkurang dan mengalami penurunan aktivitas, sehingga perlu diadakan upaya pelestarian
dan revitalisasi untuk menunjang kegiatan wisata kota sehingga mampu memberikan
kontribusi terhadap perekonomian Kota Malang (Rencana Terpadu Program Investasi
Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang PU / Cipta Karya Kota Malang Tahun
2015-2020). Suatu solusi untuk dapat mencegah adanya permasalahan baik terkait
ketahanan fungsi bangunan, permasalahan lingkungan seperti kurang diperhatikannya
keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), sarana olahraga, ruang publik, maupun degradasi
kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota,
maka diperlukan rencana yang disusun untuk mengendalikan hal tersebut. RTBL
berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang
bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan
ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan.
Dengan adanya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan diharapkan kawasan
tersebut tetap sesuai dengan fungsi yang ada di Rencana Detail Tata Ruang BWP Malang
Tengah, yaitu tersedianya aksesibilitas yang tinggi dan baik antar wilayah dan dalam
BAB II
KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA
juga menentukan batas dan luasan kawasan perencanaan atau disebut diliniasi, penentuan
kawasan tersebut berdasarkan point-point dibawah ini:
1. Administratif, seperti wilayah RT, RW, kelurahan, kecamatan, dan bagian
wilayah kota/desa.
2. Non-administratif, yang ditentukan secara kultural tradisional (traditional
cultural-spatial units), seperti desa adat, gampong, dan nagari.
3. Kawasan yang memiliki kesatuan karakter tematis, seperti kawasan kota
lama, lingkungan sentra perindustrian rakyat, kawasan sentra pendidikan, dan
kawasan permukiman tradisional.
4. Kawasan yang memiliki sifat campuran, seperti kawasan campuran antara
fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial-budaya dan/atau keagamaan serta
fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district), industri, dan
kawasan bersejarah.
5. Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat, kawasan
terbangun yang memerlukan penataan, kawasan dilestarikan, kawasan rawan
bencana, dan kawasan gabungan atau campuran.
2.1.4 Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL
Struktur dan sistemastis dokumen RTBL sudah sesuai dengan ketentuan yang
tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 27
ayat (2), struktur dan sistematika dokumen RTBL digambarkan pada gambar berikut ini:
berpengaruh pada suatu perencanaan kawasan, dan mengarahkan indikasi program dan
desain penataan yang tepat pada tiap subbagian kawasan.
A. Konsep Dasar Perancangan
1. Visi Pembangunan
Merupakan gambaran spsifik karakter lingkungan di masa mendatang yang
akan dicapai sebagai hasil akhir penataan suatu kawasan yang akan
direncanakan, disesuaikan dengan seluruh kebijakan dan rencana tata ruang
yang berlaku pada daerah tersebut.
2. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan
Merupakan gagasan perancangan dasar pada skala makro, dari intervensi desai
struktur tata bangunan dan lingkungan yang hendak dicapai pada kawasan
perencanaan, terkait dengan struktur keruangan yang berintegrasi dengan
kawasan sekitarnya secara luas, dan dengan mengintegrasikan semua
komponen perancangan kawasasn yang ada.
3. Konsep Komponen Perancangan Kawasan
Merupakan suatu gagasan perancangan dasar yang dapat merumuskan
komponen-komponen perancangan kawasan (peruntukan, intensitas, dan lain-
lain).
4. Blok-blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya
Merupakan pembagian suatu kawasan perencanaan menjadi blok-blok
pengembangan yang lebih kecil sehingga strategi dan program
pengembangannya bisa lebih terarah dan lebih rinci.
B. Kriteria Penyusunan Komponen Dasar Perancangan
1. Kriteria Penetapan Isi dari Visi Pembangunan:
a. Spesifik mengacu pada konteks setempat;
b. Memiliki spirit untuk membentuk/memperkuat karakter dan identitas suatu
tempat;
c. Memperkuat/memperjelas struktur ruang lingkungan/kawasan dalam
konteks makro;
d. Realistis dan rasional: penetapan visi yang memungkinkan dicapai pada
kurun waktu penataan dan secara rasional memungkinkan untuk dicapai
berdasarkan konteks dan potensi yang ada;
e. Kinerja dan sasaran terukur;
f. Mempertimbangkan berbagai sumber daya dukung lingkungan;
a. Memberi arahan ringkas dan sistematis bagi implementasi ketentuan dasar serta
ketentuan detail dari perancangan tiap bangunan, kaveling, subblok dan blok
pengembangan dalam dimensi yang terukur.
b. Memberi gambaran simulasi bangunan secara keruangan (3-dimensional)
sebagai model penerapan seluruh rencana tata bangunan dan lingkungan dalam
tiap kaveling, subblok dan blok.
c. Memudahkan pengembangan desain pada tiap kaveling/subblok sesuai dengan
visi dan arahan karakter lingkungan yang telah ditetapkan.
d. Memudahkan pengelolaan dan pengendalian kawasan sesuai dengan visi dan
arahan karakter lingkungan yang telah ditetapkan.
e. Mencapai intervensi desain kawasan yang berdampak positif, terarah dan terukur
pada suatu kawasan yang direncanakan.
f. Mencapai integrasi elemen-elemen desain yang berpengaruh kawasan yang
direncanakan.
Materi rencana umum perlu mempertimbangkan potensi mengakomodasi
komponen-komponen rancangan suatu kawasan sebagai berikut:
1. Struktur Peruntukan Lahan
Merupakan komponen rancangan kawasan yang berperan penting dalam alokasi
penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam
suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam rencana tata
ruang wilayah. Salah satu manfaatnya adalah Meningkatkan keseimbangan kualitas
kehidupan lingkungan dengan membentuk ruang-ruang kota/lingkungan yang hidup
secara fisik (vibrant) dan ekonomi (viable), layak huni dan seimbang, serta
meningkatkan kualitas hidup pengguna dan kualitas lingkungan. Komponen
penataan struktur peruntukan lahan adalah sebagai berikut:
a. Peruntukan Lahan Makro
b. Peruntukan Lahan Mikro
c. Peruntukan Lantai Dasar, Lantai Tas, maupun Lantai Basement
d. Peruntukan Lahan Tertentu
2. Intensitas Pemanfaatan Lahan
Meerupakan tingkat alokasi dan distribusi luas laintai maksimum bangunan
terhadap lahan/tapak peruntukannya.Salah satu manfaatnya adalah Mencapai
efisiensi dan efektivitas pemanfaatan lahan secara adil. Komponen penataan
intensitas pemanfaatan lahan adalah sebagai berikut:
2.2 Tinjauan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang 2010-2030
2.2.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Malang
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang tahun 2010-
2030, tujuan penataan ruang wilayah Kota Malang adalah:
1. Mewujudkan Kota Malang sebagai kota pendidikan yang berkualitas dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang didukung sektor penunjang pariwisata
serta sektor industri, perdagangan dan jasa agar tercipta kota yang aman, nyaman,
produktif dam berkelanjutan;
2. Terwujudnya prasarana dan sarana kota yang berkualitas, dalam jumlah yang layak,
berkesinambungan dan dapat diakses seluruh warga kota.
2.2.2 Kebijakan Struktur Ruang Wilayah Kota Malang
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang tahun 2010-
2030, kebijakan struktur ruang wilayah Kota Malang meliputi :
1. Pemantapan Kota Malang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN);
2. Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat Pelayanan Berskala Regional;
2.3 Tinjauan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Malang Tengah 2013-2033
2.3.1 Tujuan Penataan Kawasan BWP Malang Tengah
Tujuan penataan BWP Malang Tengah sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang
BWP Malang Tengah adalah mewujudkan BWP Malang Tengah sebagai pusat
pemerintahan dan perdagangan jasa ditunjang oleh kegiatan periwisata yang terintegerasi
dengan kegiatan lainnya. Secara rinci, guna mewujudkan tujuan tersebut, maka terdapat
prinsip sebagai berikut:
a. Tersedianya aksesibilitas yang tinggi dan baik antar wilayah dan dalam kawasan
perkotaan
b. Tersedianya prasarana transportasi yang baik dan memadahi
c. Tersedianya sarana prasarana pendukung kegiatan perdagangan dan jasa
d. Tertatanya intensitas bangunan di sekitar kawasan perdagangan dan jasa
e. Tertatanya pedagangang Kaki Lima (PKL) dan penyedian tempat penampungan
PKL baru
f. Tersedianya RTH yang memadai di wilayah Malang Tengah
g. Terkendalinya pertumbuhan wilayah melalui peraturan zonasi
2.3.2 Kebijakan Struktur Ruang BWP Malang Tengah
Rencana sistem pusat perwilayahan di Malang Tengah dibagi menjadi 3 yaitu
kegiatan sentra primer (pelayanan skala wilayah/kota), kegiatan sentra sekunder
(pelayanan skala kecamatan) dan kegiatan tersier/lokal (pelayanan skala lingkungan).
1. Rencana Kegiatan Sentra Primer adalah meliputi:
a. Pusat Kegiatan Pemerintahan dan Perkantoran
Pusat kegiatan Pemerintahan ini berada di sekitar kawasan Alun-alun Tugu,
tepatnya berada di Kelurahan Klojen dan Kidul Dalem. Adapun kegiatan
pemerintahan ini didukung dan diperkuat dengan keberadaan pusat kantor
pemerintahan kota Malang yang saat ini lokasinya berada di sekitar kawasan
tugu.
b. Pusat Kegiatan Perdagangan dan Jasa
Pusat kegiatan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan regional dapat
ditemukan di beberapa titik lokasi yang ditandai dengan keberadaan pusat-pusat
5. Rencana trotoar adalah direncanakan di semua ruas jalan yaitu di semua ruas jalan
arteri primer, ruas jalan kolektor dan ruas jalan lokal. Rencana pelebaran trotoar di
kawasan yang berfungsi sebagai perdagangan dan jasa seperti di Alun-alun
Merdeka dan sekitarnya, Pasar Besar dan sekitarnya serta rencana perbaikan totoar
di semua ruas jalan. Penyediaan trotoar harus terintegrasi dengan perabot jalan
lainnya seperti rambu-rambu lalu lintas, tempat sampah, lampu penerangan, pot
bunga, halte dan zebra cross.
6. Rencana sistem parkir di Malang Tengah adalah direncanakan dengan sistem parkir
on – street, sistem parkir off – street dan penetapan tarif parkir.
a. Rencana sistem parkir on – street hanya diperbolehkan pada ruas jalan dengan
fungsi jalan kolektor dan/atau lokal dengan memperhatikan kondisi jalan dan
lingkungannya; kondisi lalu lintas; aspek keselamatan, ketertiban dan kelancaran
lalu lintas. Desain parkir on-street dilakukan dengan penentuan sudut parkir;
pola parkir; dan larangan parkir.
b. Rencana sistem parkir off – street ditempatkan berdasarkan fasilitas parkir untuk
umum dan fasilitas parkir sebagai penunjang. Rencana pengembangan parkir off
– street di kawasan perdagangan Pasar Besar direncanakan dengan
meningkatkan kapasitas fasilitas parkir untuk umum yang juga dapat
dimanfaatkan untuk pertokoan yang ada disekitarnya, sedangkan pada kawasan
pertokoan, bangunan perkantoran dan perhotelan serta fasilitas umum lainnya
dilakukan melalui penyediaan fasilitas parkir sebagai penunjang. Desain parkir
off – street dilakukan dengan taman parkir dan gedung parkir menurut kriteria
tertentu.
c. Pemberlakuan tarif parkir berdasarkan jenis fasilitas dapat digolongkan menjadi:
golongan A, golongan B dan golongan C menurut kriteria tertentu.
7. Rencana rute angkutan di Kecamatan Klojen direncanakan melalui optimalisasi rute
angkutan umum yang sudah ada saat ini dengan mengikuti jalur yang telah
ditetapkan.
Penambahan dan perubahan rute angkutan umum ditetapkan kembali sesuai
dengan perkembangan kawasan di Malang Tengah
8. Rencana Normalisasi Drainase dilakukan pada saluran-saluran yang mengalami
penyumbatan baik itu oleh sampah maupun oleh endapan seperti di saluran yang
ada di Jalan Pajajaran, Jalan Kertanegara, Jalan Veteran, Pertigaan Jalan Veteran –
Jalan Bogor, Jalan Jaksa Agung Suprapto dan Jalan Panglima Sudirman dan semua
saluran tersier yang ada dalam kawasan permukiman.
9. Rehabilitasi saluran drainase dilakukan dengan pelebaran saluran terhadap wilayah-
wilayah yang mengalami genangan dan banjir seperti saluran di Jalan Trunojoyo
(terutama di sekitar stasiun KA yang menjadi titik pertemuan air dari Jalan
Trunojoyo dan Jalan Kertanegara), Jalan Tugu, Jalan Veteran, Jalan Maratadinata
dan Jalan Kyai Tamin.
2.3.3 Kebijakan Pola Ruang BWP Malang Tengah
Kebijakan Pola Ruang berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang BWP Malang
Tengah tahun 2013 – 2033 didasarkan pada penggambaran peruntukan ruang sehingga
terbagi menjadi 2 bagian besar yakni dengan fungsi utama lindung dan budidaya.
A. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Kawasan Lindung
Kebijakan dan Strategi Pemantapan Kawasan Lindung BWP Malang Tengah
tahun 2013 -2033 ditetapkan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan Lindung yang
terdapat di BWP Malang Tengah terdiri dari Zona Perlindungan Setempat, Zona Suaka
Alam dan Cagar Budaya Dan Zona Rawan Bencana Alam.
1. Zona Perlindungan Setempat
Zona Perlindungan Setempat yaitu peruntukkan bagian dari kawasan lindung yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sempadan sungai,
sempadan irigasi dan sempadan rel kereta api. Pada BWP Malang Tengah yang
berupa zona lindung setempat terdiri dari sempadan sungai dan sempadan rel kereta
api. Adapun pada BWP Malang Tengah sebagian besar merupakan kawasan
konservasi sungai ini dimanfaatkan untuk zona perumahan penduduk, terutama
pada sungai-sungai yang terletak di sekitar pusat kota.
2. Zona Suaka Alam dan Cagar Budaya
Zona Suaka Alam dan Cagar Budaya merupakan peruntukan bagian dari kawasan
lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan,
satwa dan ekosistemnya beserta nilai budaya dan sejarah bangsa. Adapun pada
BWP Malang Tengah Zona Suaka Alam dan Cagar Budaya meliputi:
a. Koridor Jl. Semeru-Jl. Ijen yang terdiri dari Gedung Sekolah Menengah Kristen
(Christ MULO School), dan Komplek Stadion Gajayana.
perkantoran, zona sarana pelayanan umum (SPU), beserta zona peruntukan lainnya seperti
zona pariwisata dan zona peruntukkan khusus.
1. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Zona Perumahan
Konsep kebijakan dan strategi yang diusulkan untuk Zona perumahan di wilayah
perencanaan adalah mempertahankan pola yang sudah ada serta meningkatkan
kualitas infrastruktur yang ada, antara lain:
a. Infiltrasi
Infiltrasi merupakan pengembangan permukiman dengan cara mengisi kantong-
kantong kosong. Model ini sangat cocok untuk diterapkan pada permukiman
yang tidak direncanakan. Keuntungan dari model ini adalah pada lahan-lahan
kosong di permukiman dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan
mengurangi pemanfaatan lahan pada Zona lain. Dengan demikian maka
keberadaan lahan terbuka masih dapat dipertahankan. Untuk pengembangan
konsep infiltrasi di BWP Malang Tengah lebih diarahkan pada Zona diluar pusat
kota seperti di Kelurahan Kasin, Kelurahan Bareng, Gading Kasri, Kelurahan
Oro-oro Dowo.
b. Penyatuan
Suatu bentuk atau model menyatukan bangunan permukiman antar blok-blok
permukiman menjadi satu kesatuan Zona permukiman. Model ini bisa
diterapkan untuk permukiman perkampungan maupun perumahan yang
dikembangkan oleh developer. Untuk pengembangan konsep penyatuan lebih
cocok diterapkan pada perumahan.
c. Ketersediaan sarana dan prasarana perumahan yang memadai
Zona perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan
harus sesuai dengan kriteria layak huni (sanitasi lingkungan). Hal ini terkait
dengan kualitas lingkungan pada Zona Pusat Kota dan merupakan upaya
pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, maka ketersediaan sarana dan
prasarana penunjang pada Zona perumahan harus dilengkapi.
d. Perbaikan kondisi perumahan kampung padat
Kampung padat yang terdapat di BWP Malang Tengah yaitu, di perumahan
kampung di pusat kota (Sekitar Zona Perdagangan Jasa, sekitar Sempadan
Sungai Brantas, Sekitar Rel Kereta), Kondisi ini akan berpengaruh terhadap
kondisi kualitas lingkungan Zona Kota secara keseluruhan.
2. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Zona Perdagangan dan Jasa
BAB III
METODOLOGI PENYUSUNAN
data yang memiliki sifat up to date. Data primer dapat diperoleh melalui beberapa cara
semisal observasi, wawancara, ataupun kuisioner. Berikut merupakan penjelasan dari cara-
cara tersebut :
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan ciri spesifik yang tidak
terbatas pada orang tetapi dapat berupa obyek-obyek. Observasi adalah cara
pengambilan data dengan menggunakan indra pengelihatan untuk keperluan
penelitian. Observasi sendiri dapat dilakukan menggunakan media bantuan sepersi
form pengamatan. Berikut merupakan form pengamatan yang digunakan di wilayah
studi :
a. Form Survei Bangunan
b. Form Jaringan Prasarana
c. Form Jalan
d. Form Lintas Harian Rata-rata (LHR) pada ruas jalan
e. Form Jalur Pejalan Kaki
f. Form LHR Pedestrian
g. Form Parkir
h. Form Ruang Terbuka Hijau (RTH)
i. Form Behavior Mapping
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik yang dilakukan untuk mendapatkan data yang
direncanakan secara cermat dan sangat terstruktur. Wawancara dilakukan bisa
secara individu ataupun kelompok dengan cara tanya jawab, dimana pewawancara
menanyakan pertanyaan dan responden menjawab pertanyaan.
3. Kuisioner
Kuesioner mengacu pada formulir yang berisi serangkaian pertanyaan survei yang
dirancang sedemikian rupa dengan maksud untuk mengekstraksi informasi tertentu
dari responden. metode kuesioner merupakan cara terbaik dalam mendapatkan
opini atau pun persepsi dari masyarakat (Chopper dan Schindler, 2003).
3.4.2 Survei Sekunder
Survei sekunder merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan data atau informasi
dengan secara tidak langsung untuk menunjang suatu penelitian yang sedang dikerjakan.
Data yang diambil seperti kajian literatur, jurnal, karya ilmiah, laporan, data intansi yang
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
……………………………………………….……………………(3-1)
Keterangan:
Pt : Jumlah Penduduk di tahun akhir perhitungan
Po : Jumlah Penduduk di tahun awal perhitungan
L : Jumlah Kelahiran
M : Jumlah Kematian
B. Analisis Proyeksi Penduduk
Analisis Proyeksi Penduduk adalah suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada
asumsi dari komponen-komponen laju pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran,
kematian, dan perpindahan. Ketiga komponen inilah yang menentukan besarnya
jumlah penduduk dan struktur umur penduduk di masa yang akan datang
(Bappenas, BPS dan UNFPA, 2013). Agar dapat mengetahui proyeksi jumlah
penduduk, metode yang digunakan adalah metode model linier atau biasa disebut
dengan model aritmatik. Model linier menurut Klosterman (1990) adalah teknik
proyeksi yang paling sederhana dari seluruh model trend. Adapun berikut
merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan proyeksi penduduk :
Rumus 3. 2 Proyeksi Penduduk
……………………………………….…………………………………..(3-2)
Keterangan :
Pt : Penduduk pada tahun proyeksi t
Rencana alokasi penggunaan dan pemanfaatan lahan pada suatu wilayah tertentu
yang juga disebut dengan tata guna lahan.
B. Analisis Peruntukan Lahan Mikro
Rincian penggunaan lahan (termasuk secara vertikal) berdasarkan prinsip
keragaman yang seimbang dan saling menentukan.
3.5.5 Analisis Intensitas Pemanfaatan Lahan (Amplop Ruang)
Intensitas pemanfaatan lahan adalah distiribusi luas lahan maksimal terhadap luas
kavling. Analisis ini menjadi salah satu komponen rancangan yang wajib ada dalam
penyusunan RTBL. Dalam penyusunan RTBL, komponen intensitas pemanfaatan lahan
yang wajib dikaji adalah sebagai berikut (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 6 Tahun
2007):
A. Analisis KDB
Koefisien dasar bangunan merupakan perbandingan luas bangunan dengan luas
kavling. Penentuan KDB maksimum suatu kawasan didasarkan atas jenis guna
lahan.
B. Analisis KLB
Koefisien lantai bangunan adalah perbandingan luas seluruh lantai bangunan yang
diizinkan dibangun dengan luas kavling. Penentuan KLB maksimum menentukan
jumlah lantai yang diperbolehkan dalam suatu kawasan.
C. Analisis KDH
KDH merupakan perbandingan luas tanah yang berupa lahan hijau dengan luas
kavling. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 tahun 2008, luas
KDH minimum yang harus dibangun dalam suatu kavling privat adalah minimal 10
% dari luas total kavling. Koefisien dasar hijau tidak memperhitungkan luas kavling
sisa yang berupa perkerasan/non hijau.
D. Analisis GSB
Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis yang membatasi jarak bebas
minimum dari sisi terluar sebuah massa bangunan terhadap batas lahan yang
dikuasai. Cara untuk menghitung GSB dilakukan dengan cara observasi garis
sempadan yang dimiliki oleh suatu bangunan kemudian membandingkan garis
sempadan tersebut dengan kebijakan garis sempadan bangunan yang berlaku.
Kemudian dapat dilakukan pengelompokkan bangunan tersebut ke dalam bangunan
pelanggar garis sempadan bangunan atau tidak.
E. Analisis KTB
atau silhouette dari deretan bangunan yang ada pada koridor. Pengambilan
bayangan deret bangunan dilakukan pada masing-masing sisi jalan dan
mengabaikan detail-detail elemen ruang. Setelah mendapatkan gambaran garis
langit bangunan, selanjutnya akan dianalisis terkait karakteristik visual tata
bangunan berdasarkan pada bentuk atap, ketinggian bangunan, kepadatan, serta
jarak antar bangunan. Analisis skyline memiliki tujuan untuk dapat mengetahui
keteraturan dari ketinggian, bentuk, dan massa bangunan, sehingga dapat
ditentukan kualitas visual bangunan terhadap lingkungan
C. Analisis Fasade Bangunan
Fasade merupakan tampak depan dari suatu bangunan yang dapat memberikan
ekspresi secara visual. Menurut Sastra (2013) dalam buku “Inspirasi Fasade
Rumah Tinggal” penampilan dan citra sebuah bangunan sangat dipengaruhi oleh
berbagai elemen pembentuk karakter bangunan, karena komposisi dan konfigurasi
elemen-elemen pembentuk karakter pada bangunan tersebut akan menghasilkan
sebuah citra tertentu. Citra inilah yang kemudian dimunculkan pada fasade
bangunan sebagai penunjang kualitas visual lingkungan. Elemen pembentuk
karakter bangunan terdiri dari elemen bukaan ruang, bidang penyusun fasade,
material fasade, jenis dan metode finishing fasade, dan teknik pengolahan warna.
Menurut DK Ching (1979) terdapat komposisi visual yang dapat dievaluasi untuk
menganalisis trend dan citra pada bangunan. Komposisi tersebut ialah geometri,
simetri, kontras kedalaman, ritme, proporsi, dan skala bangunan. Analisis fasade
bangunan dilakukan dengan pengamatan ciri visual fasade atau tampak depan
bangunan berdasarkan pada elemen dan komposisi visual tersebut. Analisis ini
bertujuan untuk menganalisis citra bangunan atau karakter visual yang terdapat
pada fasade bangunan di wilayah perencanaan.
3.5.7 Analisis Sistem Sirkulasi Dan Jalur Penghubung
Analisis sistem sirkulasi dan jalur penghubung terdiri dari analisis kondisi jalan,
analisis tingkat pelayanan, analisis fasilitas pelengkap jalur pedestrian, analisis kapasitas
dan kebutuhan parkir, analisis indeks walkability, dan analisis behaviour mapping
A. Analisis Kondisi Jalan
Kualitas jalan atau Kondisi jalan dibagi menjadi dua, yaitu kualitas yang ditentukan
langsung oleh penentuan program penanganan pemeliharaan jalan berpenutup aspal
atau beton semen dan juga berpenutup tidak aspal atau beton semen. Penentuan
program penanganan pemeliharaan jalan akan disajikan dalam tabel berikut:
Keterangan:
LOS : Tingkat Pelayanan Jalan
V : Volume Lalu Lintas
C : Pencacahan Lalu Lintas
a. Pencacahan Lalu Lintas
Pencacahan lalu lintas adalah perhitungan lalu lintas kendaraan atau pejalan
kaki yang dilakukan di sepanjang jalan, jalur, dan persimpangan tertentu.
Perhitungan lalu lintas tersebut dapat dilakukan secara otomatis yaitu dengan
menggunakan alat perekam lalu lintas elektronik permanen/sementara atau
dengan observasi manual dengan cara menghitung atau merekam lalu lintas
menggunakan alat elektroik atau menggunakan lembar perhitungan.
Perhitungan lalu lintas dapat digunakan untuk mengetahui rute jalan mana yang
paling paling sering dilalui oleh kendaraan . Selain itu perhitungan lalu lintas
dapat meningkatkan kualitas jalan atau menyediakan jalan alternative jika
volume lalu lintas dalam keadaan padat. (U.S. Department of Transportation:
Federal Highway Administration, 2016).
b. Volume Lalu Lintas
Menurut MKJI (1997) Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang
melintasi suatu titik jalan pada satuan tertentu. Satuan volume lalu lintas yang
umum adalah volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR), yaitu volume lalu
lintas rata-rata dalam satu hari. LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang
diperoleh selama pengamatan dengan lamanya pengamatan. Adapun satuan
volume lalu lintas dalam satu tahun, yaitu volume Lalu Lintas Harian Rata-
Rata Tahunan (LHRT). Berikut disajikan rumus LHR dan LHRT
Rumus 3. 5 Lalu Lintas Harian Rata-rata
……………………………………...(3-5)
………………………………………….(3-6)
dimensi tubuh manusia pada saat membawa barang atau berjalan bersama
dengan pejalan kaki lainnya baik dalam kondisi diam maupun bergerak. Ruas
pejalan kaki harus dibebaskan dari seluruh rintangan, berbagai objek yang
menonjol dan penghalang vertikal minimal 2,5 meter dari permukaan jalur
pejalan kaki yang berbahaya bagi pejalan kaki dan bagi yang memiliki
keterbatasan indera penglihatan. Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga
Nomor 007/T/BNKT/1990 1999, tinggi bebas trotoar tidak kurang dari 2,5
meter dan kedalaman bebas trotoar tidak kurang dari satu meter dari
permukaan trotoar, lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki
yang ada, dan struktur trotoar agar dapat memberikan pelayanan optimal
terhadap pejalan kaki maka trotoat perlu diperkeras, diberi pembatas dan diberi
elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan.
2. Rambu Lalu Lintas
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2014 rambu lalu
lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka,
kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan,
perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan. Rambu lalu lintas berdasarkan
jenisnya terbagi atas rambu peringatan, rambu larangan, rambu perintah, dan
rambu petunjuk. Fungsi dari rambu lalu lintas adalah untuk memberikan
informasi kondisi jalan, memberikan informasi keadaan lalu lintas, dan untuk
mendukung kelancaran serta keselamatan pengguna jalan.
3. Zebra Cross
Zebra Cross adalah fasilitas penyeberangan jalan yang ditandai dengan garis-
garis berwarna putih searah arus kendaraan dan dibatasi garis melintang lebar
jalan. Zebra Cross biasanya ditempatkan di jalan dengan arus kendaraan yang
relative rendah sehingga penyeberang masih mudah memperoleh kesempatan
yang aman untuk menyeberang (Eka Mulyawati, 2016).
4. Lampu Lalu Lintas
Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 lampu lalu lintas adalah lampu
pengendali arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan jalan, tempat
penyeberangan pejalan kaki, dan tempat arus lalu lintas lainnya. Fungsi dari
lampu lintas adalah mengatur pergerakan transportasi pada masing-masing
kelompok pergerakan transportasi agar dapat bergerak secara teratur. Dengan
adanya lampu lalu lintas dapat mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas.
8. Fire Hydrant
Menurut National fire Protection Assosiation (NFPA) fire hydrant adalah
sebuah alat yang memiliki saluran air bertekanan, yang terdiri dari reservoir,
pompa, saluran distribusi, dan perangkat outputnya untuk memadamkan api.
Fire hydrant ini dibuat dengan warna mencolok bertujuan agar ketika terjadi
kebakaran maka orang atau pemadam kebakaran akan langsung bisa dengan
mudah untuk menggunakannya. Sistem fire hydrant juga dibuat dengan saluran
air lebih dari satu atau sistem melingkar.yang berfungsi untuk mempermudah
pemadam kebakaran menemukan sumber air terdekat.
9. Delineator
Delineator adalah tiang-tiang atau patok tikungan. Delineator merupakan
suatu unit konstruksi yang diberi lapisan yang dapat memantulkan cahaya.
Fungsi dari lapisan ini adalah untuk pengarah dan sebagai peringatan bagi
pengendara pada waktu malam hari. Menurut Fajar (2015) delineator (garis
pembatas jalan) yang khusus digunakan pada waktu malam hari dan dilengkapi
dengan cat yang dapat memantulkan cahaya tonggak di tepi jalan, mata kucing
dan marka dengan cat yang dapat memantulkan cahaya.
10. Bak Sampah
Bak sampah adalah tempat yang digunakan untuk menampung berbagai
macam sampah secara sementara. Bahan yang biasa digunakan dalam
pembuatan bak sampah adalah berbahan dasar logam atau plastik, karet, dan
lain-lain (Alya, 2015).
11. Papan Nama Jalan
Menurut Menteri Perhubungan Nomor KM 61 Tahun 1993 tentang Rambu-
rambu Lalu Lintas di jalan, papan nama jalan ditempatkan pada awal sisi ruas
jalan dengan tujuan untuk memberikan informasi nama jalan di persimpangan
tiga tipe T, papan nama jalan ditempatkan di seberang jalan menghadap arus
lalu lintas sedang. Tiang papan nama jalan dan atau gang dipasangkan di
sebelah kanan jalan dan atau gang yang dapat dilihat dari arah orang atau
kendaraan yang memasuki suatu jalan dan atau gang. Berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pemberian Nama Jalan, Gang,
Gedung, Taman dan Tempat Rekreasi, ketentuan untuk papa nama jalan atau
gang adalah sebagai berikut.
- Bahan dari plat besi
Keterangan:
KP : Kapasitas parkir (kendaraan/jam)
S : Jumlah petak resmi yang tersedia di lokasi
D : Rata-rata lama parkir (jam/kendaraan)
5. Indeks parkir
Indeks parkir merupakan perbandingan antara akumulasi parkir dengan
kapasitas parkir. Nilai ini menunjukan seberapa besar kapasitas parkir yang
telah terisi, serta memberikan gambaran tentang besarnya permintaan parkir
pada waktu tertent (Sugita, 2011). Berikut merupakan rumus yang digunakan
Rumus 3. 11 Indeks Parkir
…………………………………………………….(3-11)
Jika:
a. Nilai IP < 100% menyatakan, bahwa permintaan ruang parkir lebih kecil
dari kapasitas yang ada.
b. Nilai IP = 100% menyatakan, bahwa permintaan ruang parkir seimbang
kapasitas yang ada.
c. Nilai IP > 100% menyatakan, bahwa permintaan ruang parkir lebih besar
dari kapasitas yang ada.
E. Analisis Indeks Walkability
Indeks Walkability merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kelayakan berjalan yang diukur secara kualitatif (Natalia et al., 2017). Analisis
indeks walkability ditentukan oleh persepsi para pejalan kaki. Teknik yang
digunakan dalam analisis ini adalah menggunakan kuisioner yang disebarkan
kepada para pejalan kaki dengan cara sampling.
F. Analisis Behaviour Mapping
Behavior mapping adalah teknik observasi sistematis yang digunakan untuk
merekam aktivitas seseorang atau sekelompok orang di suatu tempat (ruang) dalam
jangka waktu tertentu. Analisis behavior mapping merupakan analisis yang
penggambaran perilaku atau aktivitas dalam suatu tempat. Desain behavior setting
yang baik adalah yang sesuai dengan struktur perilaku penggunanya sehingga
desain arsitektur dapat diadaptasikan, fleksibel, dan terbuka. Terdapat tiga tipe
dasar pola ruang yang direkomendasikan untuk menunjang fleksibilitas suatu ruang
untuk macam-macam setting yaitu ruang berbatas tetap, ruang berbatas semi tetap,
dan ruang informal (Laurens, 2007). Tujuan dari behavior mapping adalah untuk
menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi
perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku tersebut dengan wujud
perancangan yang spesifik.
3.5.8 Analisis Sistem Ruang Terbuka Dan Tata Hijau
Analisis ini merupakan penilaian terhadap seluruh bidang tanah yang tidak
ditempati bangunan. Adapun analisis ini meliputi analisis ruang terbuka hijau dan ruang
terbuka non hijau, Analisis kebutuhan lokasi dan ruang terbuka hijau serta analisis sebaran
vegetasi. Adapun berikut merupakan penjabaran dari masing – masing analisis.
A. Analisis Ruang Terbuka Hijau Dan Ruang Terbuka Non Hijau
Analisis Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Non Hijau adalah analisis
berupa penilaian terhadap seluruh bidang tanah yang tidak ditempati bangunan.
Contoh ruang terbuka hijau antara lain: pedestrian, taman, makam, lapangan olah
raga, dan atau semua ruang luar komunal. Beberapa fungsi dari ruang terbuka hijau
adalah sebagai berikut.
1. RTH Berdasarkan Fungsi Estetika
2. RTH Berdasarkan Fungsi Fasilitas
3. RTH Berdasarkan Fungsi Penyangga
4. RTH Berdasarkan Fungsi Kawasan Khusus
5. RTH Berdasarkan Fungsi Konservasi
Adapun selain 5 fungsi utama juga terdapat fungsi sebagai taman, tempat bermain
dan lapangan olahraga, ruang terbuka hijau dapat memberikan kesegaran pada kota
serta dapat menetralisasi polusi udara. Adapun aspek – aspek yang termasuk dalam
kategori ruang terbuka hijau meliputi:
1. Taman (untuk 250 penduduk)
Setiap 250 penduduk dibutuhkan minimal 1 (Satu) taman dan sekaligus tempat
bermain anak-anak dengan sekurang-kurangnya 250 m2 atau dengan standard:
1 m2/penduduk.
2. Taman (untuk 2.500 penduduk)
Penyediaan taman diperlukan untuk jumlah penduduk sebanyak 2.500
penduduk. Daerah terbuka sebaiknya taman yang dapat digunakan untuk
aktivitas-aktivitas olehraga seperti volley, badminton dan lain sebaginya. Luas
area yang diperlukan untuk ini adalah: 1.250 m2 atau dengan standard: 0,5 m2/
penduduk. Lokasinya dapat disatukan dengan pusat kegiatan RW dimana
terdapat TK, pertokoan, pos hansip, balai pertemuan dan lain-lain.
3. Taman dan Lapangan Olahrga (Untuk 30.000 penduduk)
Taman dan lapangan olahraga disediakan untuk kelompok dengan 30.000
penduduk. Taman dan lapangan olahraga dapat melayani aktivitas-aktivitas
kelompok di area terbuka, misalnya: pertandingan olahraga, apel dan lain-lain.
Sebaiknya berbentuk taman yang dilengkapi dengan lapangan olahraga/ sepak
bola sehingga berfungsi serba guna dan harus tetap terbuka. Untuk peneduh
dapat ditanam pohon-pohon di sekelilingnya. Luas area yang dibutuhkan untuk
sarana inii adalah: 9.000 m2 atau dengan standard: 0,3 m2/ penduduk. Lokasi
tidak harus di pusat lingkungan tetapi sebaiknya digabung dengan sekolah
sehingga bermanfaat untuk murid-murid sekaligus berfungsi sebagai peredam
gaduh (buffer).
4. Taman dan lapangan olahraga (untuk 120.000 penduduk)
Taman Kecamatan,
Dikelompokkan
Tempat bermain
24.000 0,2 dengan sekolah/pusat
4 120.000 dan lapangan
kecamatan
olahraga
Pemakaman Disesuaikan 1,2 Tersebar
Taman Kota,
Tempat bermain
144.000 0,3 Dipusat wilayah/ kota
dan lapangan
olahraga
5 480.000
Di dalam/kawasan
Hutan Kota Disesuaikan 4,0
pinggiran
Untuk fungsi – Disesuaikan dengan
Disesuaikan 12,5
fungsi tertentu kebutuhan
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008
C. Analisis Sebaran Vegetasi
Analisis sebaran vegetasi adalah salah satu analisis deskriptif yang merupakan
salah satu elemen dari analisis ruang terbuka dan tata hijau yang digunakan untuk
mengidentifikasi persebaran vegetasi apa saja yang berada di ruang terbuka dan tata
hijau pada wilayah studi. Analisis sebaran vegetasi dilakukan dengan cara
mengidentifikasi persebaran vegetasi apa saja yang berada di ruang terbuka dan tata
hijau pada wilayah studi
3.5.9 Analisis Sistem Prasarana Dan Utilitas Lingkungan
Analisis sistem prasarana dan utilitas lingkungan terdiri dari analisis jaringan air
bersih, analisis jaringan drainase, analisis jaringan air limbah, analisis jaringan
persampahan, anaisis jaringan listrik, serta analisis jaringan telekomunikasi
A. Analisis Jaringan Air Bersih
Berisi mengenai sumber air yang digunakan oleh masyarakati di wilayah studi dan
apakah terdapat permasalahan mengenai pengaliran air bersih.
B. Analisis Jaringan Drainase
Terdapat analisis debit air limpasan, analisis debit air kotor, analisis kapasitas
saluran drainase, analisis debit air total, analisis kemampuan drainase. Berisi
mengenai kondisi fisik drainase dan apakah ada permasalahan umum terkait
drainase.
C. Analisis Jaringan Air Limbah
Berisi mengenai masyarakat sudah memiliki MCK dan septictank seluruhnya atau
belum lalu sistem pembuangan limbahnya seperti apa, apakah sudah ada IPAL atau
belum serta permasalahannya.
D. Analisis Jaringan Persampahan
Nodes adalah simpul dari suatu kaasan yang ditandai dengan sebuah
persimpangan jalan. Bangunan-bangungan yang berada pada simpul seringkali
dirancang secara khusus untuk memberikan citra tertentu atau identitas ruang.
3. Path
Path adalah sebuah jalur penghubung yang dilakukan untuk melakukan sebuah
pergerakan.
4. Landmark
Landmark adalah suatu penanda fisik yang dapat menjadi penanda dari
identitas lingkungan suatu kawasan. Landmark suatu kawasan dapat menjadi
petunjuk arah dan diimplementasikan dalam bentuk bangunan, arsitekturalm
dan tata letak.
5. Edges
Merupakan suatu elemen identitas lingkungan yang berfungsi sebagai batas
sebuah kawasan dengan bentuk linear misalnya jalan, rel kereta api, tembok,
sungai, pantai.
B. Analisis Wajah Jalan
Menurut PERMEN PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL, wajah
jalan merupakan salah satu komponen penataan kualitas lingkungan yang
pengaturannya terdiri atas pengaturan wajah penampang jalan dan bangunan,
perabot jalan (street furniture), jalur dan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian), tata
hijau pada penampang jalan, tata informasi dan rambu pengarah pada penampang
jalan serta papan reklame. Analisis wajah jalan memiliki tujuan untuk mengetahui
keteraturan penataan elemen-elemen pembentuk wajah jalan pada suatu ruas jalan
di kawasan perencanaan. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis kesesuaian
penataan elemen-elemen pembentuk jalan pada penampang jalan dengan standar
yang berlaku.
C. Analisis Signage
Menurut PERMEN PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL, signage
merupakan salah satu elemen dalam perancangan tata kualitas lingkungan. signage
berfungsi untuk memberikan identitas pada suatu kawasan. Penataan signage
memiliki tujuan untuk mengarahkan atau memberi tanda pengenal suatu bangunan
atau lingkungan sehingga pengguna dapat mengenali karakter lingkungan yang
dikunjungi atau dilaluinya dan memudahkan pengguna kawasan untuk berotasi dan
bersirkulasi. Berdasarkan fungsinya, signage terbagi menjadi dua jenis yakni
signage sebagai sistem tata informasi untuk menjelaskan berbagai informasi dan
petunjuk terkait tempat tersebut sehingga memudahkan pengguna untuk mengenali
lokasi dirinya terhadap kingkungannya, dan sebagai sistem tata rambu pengarah
untuk mengarahkan pengguna bersirkulasi dan berorientasi baik menuju manapun
dari bangunan atau tempat tujuannya. Analisis signage berfungsi untuk
mengidentifikasi kondisi signage yang ada di koridor wilayah perencanaan terkait
dari ada atau tidaknya kerusakan, jelas dan tidaknya signage menurut peletakan
posisi, keseragaman model desain antar signage, jelas atau tidaknya informasi yang
tersampaikan, dan hal-hal lain yang menjelaskan kondisi signage. Tujuan dari
analisis ini adalah untuk mengetahui kondisi signage yang ada di lapangan
sehingga dapat direncanakan untuk meningkatkan fungsi kawasan yang informatif,
mudah dikenali, serta memiliki visual dan karakter lingkungan yang menunjang
kualitas kawasan.
D. Analisis Street Furniture
Berdasarkan pada PERMEN PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
RTBL, Street furniture atau perabot jalan merupakan salah satu elemen yang
diperlukan dalam penataannya untuk mencapai kesatuan fungsi dan estetika
sehingga mampu membentuk karakter lingkugan dan dapat menggambarkan citra
kawasan. Untuk mencapai tujuan terkait fungsi maka diperlukan perabot jalan yang
sesuai dengan standar yang berlaku sehingga tercapai keteraturan dan mampu
berperan dalam meningkatkan kualitas kawasan. Analisis street furniture bertujuan
untuk mengidentifikasi kesesuaian perabot jalan yang ada pada koridor kawasan
perencanaan terhadap standar yang berlaku. Analisis ini dilakukan dengan
membandingkan kondisi eksisting perabot jalan dengan standar dalam PERMEN
PU No. 03/PRT/M/2014 tentang Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan
Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaku di Kawasan Perkotaan dan juga dalam
SNI 7391:2008 tentang Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan.
E. Analisis Aktivitas Pendukung
Menurut Adwitya (2017), aktivitas pendukung adalah bagian dari elemen
perancangan yang dalam perkembangannya akan memberikan dampak atau
berpengaruh pada elemen-elemen perancangan lainnya seperti guna lahan (land
use), bentuk dan massa bangunan (building form and massing), sirkulasi dan
perparkiran, ruang terbuka (open space), pedestrian, dan signage. Tujuan dari
analisis ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari adanya kegiatan pendukung
1. Strategi S-O
Strategi S-O digunakan dengan menggunakan seluruh kekuatan yang ada (potensi)
untuk membuat suatu peluang yang sangat menguntungkan.
2. Strategi S-T
Strategi S-T digunakan dengan menggunakan kekuatan yang ada (potensi) untuk
menghalau seluruh ancaman yang ada.
3. Strategi W-O
Strategi W-O digunakan dengan memanfaatkan suatu peluang yang ada dan
memikirkan cara untuk sebisa mungkin mengecilkan kelemahan yang ada.
4. Strategi W-T
Strategi W-T digunakan dengan cara memikirkan cara untuk bisa sekecil mungkin
kelemahan yang ada serta menghindari dari ancaman yang ada.
Deliniasi koridor didasarkan pada beberapa arahan rencana RDTR BWP Malang
Tengah 2016-2036, yang terdiri atas:
7. Rencana pelestarian kawasan cagar budaya pada Kawasan Alun-Alun Tugu
yang terdiri dari Stasiun Kereta Api Malang, Gedung HBS/AMS di JP. COEN
PLEIN (Alun-alun Bunder), Balai Kota dan Koridor Jl. Semeru-Jl. Ijen yang
terdiri dari Gedung Sekolah Menengah Kristen (Christ MULO School), dan
Komplek Stadion Gajayana (RDTR BWP Malang Tengah 2016-2036)
8. Rencana kawasan pariwisata sejarah/budaya meliputi wisata bangunan dan
lingkungan cagar budaya pada Kawasan Alun-Alun Tugu dan Koridor Jl.
Semeru-Jl. Ijen (RDTR BWP Malang Tengah 2016-2036)
9. Rencana ruang bagi kegiatan sektor informal di Malang Tengah berupa sentral
PKL dikembangkan di kawasan Pasar TUGU (pasar pagi pada hari sabtu-
minggu di Jalan Semeru) (RDTR BWP Malang Tengah 2016-2036)
10. Arahan pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa pada kawasan cagar
budaya di Jalan Semeru (RDTR BWP Malang Tengah 2016-2036)
B. RTRW Kota Malang 2011-2031
Selain RDTR, dokumen perencanaan tata ruang yang lain yang mempengaruhi
deliniasi adalah RTRW Kota Malang 2011-2031 dengan arahan pengembangan
Taman Teknologi di Alun-Alun Tugu Kota Malang
C. Surat Keputusan Walikota Malang Tahun 2018
SK Walikota Malang tahun 2018 telah menetapkan 32 bangunan heritage yang
harus dilestarikan di Kota Malang. Dari 32 bangunan heritage tersebut, bangunan
heritage yang terdapat pada Koridor Jalan Semeru-Kahuripan-Kertanegara antara
lain adalah:
1. Bangunan Balai Kota
Balai Kota Malang dirancang oleh HF Horn. Balai Kota mulai dibangun pada
1927 dan selesai September 1929. Gedung ini menghabiskan biaya 287 ribu
gulden. Dengan motto Voor de burgers van Malang (untuk warga Malang).
2. Bangunan SMAN 1 Kota Malang
SMAN 1 adalah salah satu sekolah peninggalan zaman Belanda di Indonesia.
Sekolah ini dibangun pada tahun 1931 di dekat kawasan Alun-Alun Bunder
(Alun-Alun Tugu). Gedung ini dirancang oleh Ir. W. Lemei
dari Landsegebouwendienst(Jawatan Gedung Negara) Jawa Timur.
3. Bangunan SMAN 3 Kota Malang
BAB IV
GAMBARAN UMUM
E. Kondisi Klimatologi
Berdasarkan laman resmi Kota Malang, kondisi iklim Kota Malang selama tahun
2008 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 22,7°C – 25,1°C. Sedangkan suhu
maksimum mencapai 32,7°C dan suhu minimum 18,4°C. Rata-rata kelembaan
udara berkisar 79% – 86%. dengan kelembaban maksim um 99% dan minimum
mencapai 40%. Seperti pada umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang
mengikuti perubahan putaran dua iklim, musim hujan dan musim kemarau. Dari
hasil pengamatan stasiun klimatologi Karangploso, curah hujan yang relatif tinggi
terjadi pada bulan Februari, November, dan Desember. Sedangkan pada bulan Juni
dan September curah hujan relatif rendah. Kecepatan angin maksimum terjadi di
bulan Mei, September, dan Juli
4.1.2 Karakteristik Fisik Binaan Kota Malang
A. Sarana Pendidikan
Tabel 4. 1 Jumlah Sarana Pendidikan Menurut Tingkat Pendidikan
TK/RA SD/MI SMP/MTS SMA/MA SMK Jumlah
Kecamatan
(unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit)
Kedungkandang 108 79 32 13 10 242
Sukun 92 75 22 8 12 209
Klojen 72 50 32 24 11 189
Blimbing 86 65 23 6 11 191
Lowokwaru 109 69 32 18 13 241
Total 467 338 141 69 57 1072
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 2 Jumlah Taman Kanak-kanak (TK) Menurut Kecamatan
Kecamatan Sekolah Negeri (unit) Sekolah Swasta (unit) Total (unit)
Kedungkandang 1 71 72
Sukun 1 72 73
Klojen 1 67 68
Blimbing 1 68 69
Lowokwaru - 82 82
Total 4 360 364
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 3 Jumlah Raudatul Athfal (RA) Menurut Kecamatan
Kecamatan Sekolah (unit)
Kedungkandang 36
Sukun 19
Klojen 4
Blimbing 17
Lowokwaru 27
Total 103
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 4 Jumlah Sekolah Dasar (SD) Menurut Kecamatan
Kecamatan Sekolah Negeri (unit) Sekolah Swasta (unit) Total (unit)
Kedungkandang 45 11 56
Sukun 42 19 61
Klojen 19 25 44
Blimbing 44 15 59
Lowokwaru 45 17 62
Total 195 87 282
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 5 Jumlah Mdrasah Ibtidaiyah (MI) Menurut Kecamatan
Kecamatan Sekolah (unit)
Kedungkandang 23
Sukun 14
Klojen 6
Blimbing 6
Lowokwaru 7
Total 56
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 6 Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Menurut
Kecamatan Sekolah Negeri (unit) Sekolah Swasta (unit) Total (unit)
Kedungkandang 6 11 17
Sukun 3 16 19
Klojen 8 19 27
Blimbing 4 16 20
Lowokwaru 6 18 24
Total 27 80 107
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 7 Jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTS) Menurut Kecamatan
Kecamatan Sekolah (unit)
Kedungkandang 15
Sukun 3
Klojen 5
Blimbing 3
Lowokwaru 8
Total 34
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 8 Jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) Menurut Kecamatan
Kecamatan Sekolah Negeri (unit) Sekolah Swasta (unit) Total (unit)
Kedungkandang 3 4 7
Sukun - 6 6
Klojen 5 14 19
Blimbing - 5 5
Lowokwaru 3 10 13
Total 11 39 50
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 9 Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menurut Kecamatan
Kecamatan Sekolah (unit)
Kedungkandang 10
Sukun 12
Klojen 11
Blimbing 11
Lowokwaru 13
Total 57
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 10 Jumlah Madrasah Aliyah (MA) Menurut Kecamatan
Kecamatan Sekolah Negeri (unit) Sekolah Swasta (unit) Total (unit)
Kedungkandang - 6 6
Sukun 1 2 2
Klojen - 4 5
Blimbing - 1 1
Lowokwaru - 4 5
Total 1 17 19
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Tabel 4. 11 Jumlah Perguruan Tinggi Menurut Kecamatan
Kecamatan Jumlah (unit)
Kedungkandang 4
Sukun 5
Klojen 8
Blimbing 5
Lowokwaru 11
Total 33
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Berdasarkan pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah sarana pendidikan di
Kota Malang berjumlah 1072 unit. Tabel 4.2 hingga Tabel 4.11 merupakan uraian
jumlah sarana pendidikan berdasarkan pada tingkat pendidikan tertentu pada
masing-masing kecamatan di Kota Malang. Sarana pendidikan TK/RA, SD/MI,
SMP/MTS, SMA/MA, SMK dan Perguruan Tinggi telah tersebar secara merata di
tiap kecamatan Kedungkandang, kecamatan Sukun, kecamatan Klojen, kecamatan
Blimbing, dan kecamatan Lowokwaru. Jumlah sarana pendidikan tertinggi terdapat
pada kecamatan Kedungkandang yakni 242 unit.
B. Sarana Perdagangan dan Jasa
Tabel 4. 12 Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa Menurut Kecamatan
Rumah
Guest Tempat Usaha
Makan/ Hotel Wisma Pasar Total
Kecamatan House (Toko, Kios,
Restoran (unit) (unit) (unit) (unit)
(unit) Warung) (unit)
(unit)
Kedungkandang 97 1 - - 6 1815 1919
Sukun 134 3 1 2 3 3409 3552
Klojen 686 46 6 11 13 8027 8789
Blimbing 130 15 1 1 2 2656 2805
Lowokwaru 397 8 2 3 1 1114 1525
Total 1444 73 10 17 26 17021 18590
Sumber: Kota Malang dalam Angka, 2020
Berdasarkan pada Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa sarana perdagangan dan jasa
tersebar pada seluruh kecamatan di Kota Malang. Jenis sarana perdagangan dan
jasa yang paling mendominasi adalah tempat usaha seperti toko, kios, dan warung.
Kecamatan Klojen memiliki jumlah sarana perdagangan dan jasa paling tinggi
yakni 8789 unit. Sedangkan kecamatan Lowokwaru memiliki jumlah sarana
perdagangan dan jasa paling sedikit yakni 1525 unit.
C. Sarana Peribadatan
Tabel 4. 13 Jumlah Sarana Peribadatan Menurut Kecamatan
Musholla/
Masjid Gereja Klenteng Vihara Pura Total
Kecamatan Langgar
(unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit)
(unit)
Kedungkandang 161 193 25 - 4 - 383
tanah termasuk dalam tekstur tanah halus dengan jenis tanah litosol dan regosol
yang mencakup sebagian besar wilayah. Hal ini berarti tanah yang ada mempunyai
kemampuan menahan dan mengikat air cukup besar. Selain itu tekstur sedang yang
sifatnya kurang mampu menahan air, namun jika dilihat dari penyediaan unsur hara
maka tekstur halus ini relatif baik dibandingkan tekstur sedang (RDTR BWP
Malang Tengah 2016-2036)
D. Hidrologi
BWP Malang Tengah memiliki sungai besar yang melintas. Sungai tersebut yang
utama adalah Sungai Brantas yang mengalir dari arah utara menuju ke timur dan
selatan. Sungai ini seperti pada umumnya di kota-kota di Indonesia berfungsi pula
sebagai saluran pembuangan yang mengalir di tengah Kota (RDTR BWP Malang
Tengah 2016-2036)
E. Klimatologi
Keadaan iklim di wilayah BWP Malang Tengah ditandai dengan keadaan curah
hujan dan intensitas hujan sedangkan kondisi iklim sendiri ditandai dengan keadaan
dimana wilayahnya mempunyai keadaan bulan basah dan bulan kering. BWP
Malang Tengah juga merupakan wilayah dengan iklim tropis dengan musim yang
hampir sama dengan wilayah yang ada di sebagian besar Kota Malang, yaitu terdiri
atas musim kemarau dan musim penghujan.
a. Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu indikator wilayah terhadap yang dapat
mengetahui kondisi tanah dalam suatu wilayah. Keadaan cuaca ini banyak
mempengaruhi semua kegiatan pembangunan, baik yang berhubungan
langsung dengan kegiatan yang bersangkutan dengan wadah pembangunan itu
sendiri yang berupa tanah. Curah hujan disuatu tempat antara lain di pengaruhi
oleh keadaan iklim, keadaan kelembaban udara, serta perputaran / pertemuan
arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan setiap daerah selalu beragam
dari bulan ke bulan. Curah hujan di BWP Malang Tengah sangat beragam
menurut bulan. Curah hujan rata-rata tahunan di BWP Malang Tengah sebesar
1.998 mm/tahun.
b. Iklim
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat jika SD paling banyak terdapat di Kelurahan
Kauman berjumlah 7 unit, MI paling banyak berada di Kelurahan Kasin dan