Anda di halaman 1dari 5

KONSEP GEOGRAFI SOSIAL

Geografi merupakan salah satu dari sejumlah ilmu yang mempelajari bumi.
Karakteristik Geografi sebagai ilmu nampak dari sasaran kajiannya yang khas disebut sebagai
obyek material dan obyek formal. Obyek material berkaitan dengan substansi yang dikaji
yaitu fenomena geosfer, sedangkan obyek formal berkaitan pendekatan (appoach) yang
digunakan dalam menganalisis substansi (obyek material) tersebut, yaitu pendekatan
keruangan (spatial approach), kelingkungan (ecological approach), dan kompleks wilayah
(complex approach). Pengkajian obyek material dibagi atas geografi alam/fisik (physical
geography) dan geografi manusia (human geography), namun keduanya secara holistik
mengkaji fenomena geosfer (Gambar 1). Di akhir abad 19 Richtofen berpendapat bahwa
geografi sebagai ilmu melukiskan gejala dan sifat-sifat permukaan bumi dan penduduknya
disusun menurut letaknya dan menerangkan adanya hubungan timbal balik gejala-gejala dan
sifat-sifat antar keduanya. Sedangkan Hartshorne(1950) (Minshull, 1970) mengatakan bahwa
geografi merupakan studi tentang deferensiasi area fenomena yang bertautan di muka bumi
dalam arti pentingnya bagi manusia. Alexande dan Gibson (1979) memberikan definisi yang
sederhana yaitu sebagai suatu studi tentang variasi keruangan di muka bumi, yang secara
lengkap dikemukakan bahwa geografi merupakan disiplin ilmu yang menganalisis variasi
keruangan dalam artian kawasan-kawasan (region) dan hubungan-hubungan antara variabel
keruangan.
Berdasarkan telaah terhadap tiga definisi tersebut di atas penulis berpendapat, bahwa
geografi merupakan studi yang mempelajarinya fenomena alam dan manusia, serta
keterkaitan hubungan keduanya (reciprocal) yang menghasilkan variasi keruangan khas di
permukaan bumi. Ditegaskan oleh Amien (1994) yang mengangkat dari pemikiran Pattison
(1973) mengemukakan geografi berkaitan dengan sistem keruangan, ruang yang menempati
permukaan bumi. Dia mencoba menjawab pertanyaan apa itu geografi dengan
mengelompokkannya dalam empat tradisi utama, yaitu: the spatial, the are studies, the man-
land, dan the erath sciences. Bagian dari geografi yang mengkaji antroposfer adalah geografi
sosial, berupaya memahami bagaimana lingkungan alam menentukan dan memaksa tingkah
laku manusia, dan sebaliknya bagaimana manusia mengubah bentuk fisik pakar geografi
sekarang akan menggunakan istilah “manusia-lingkungan” untuk menjelaskan tradisi ini.
Hubungan manusia-alam merupakan pendekatan ekologi telah melahirkan environmentalism
dalam memahami perubahan lingkungan global.

1
A. Kedudukan dan Kajian Geografi Sosial
Berdasarkan sejarahnya, geografi sosial berhubungan erat dengan geografi manusia
yang diajarkan di Mazhab Perancis pada awal abad 20. Kecenderungan baru terjadi ketika
Paul Vidal de La Blache menekankan pentingnya hubungan manusia dengan lingkungan dan
bermaknanya unsur-unsur sosial dan budaya dalam falsafah hidup atau cara hidup masyarakat
di ruang (daerah) tertentu yang unik, berbeda dengan daerah lain. Blache dan para
pengikutnya menunjukkan bagaimana “kepribadian” daerah itu merupakan hasil dari cara
masyarakat mengeksplor sumberdaya alamnya, bagaimana masyarakat itu berreaksi terhadap
habitatnya (tempat hidup), dan bagaimana manusia mengorganisasikan dirinya sendiri dan
kelompok merupakan suatu hasil dari kebudayaan. Seperti Sekolah di Mazhab Perancis yang
berpengaruh besar terhadap Geografi Inggris, seperti ide-ide yang dikerjakan sosiolog
mazhab ini terutama mengesankan bagi Fleure dan Gaddes mengadopsi pendekatan holistik.
Fleure berpendapat bahwa geografi, sejarah, dan antropologi membentuk trilogi yang tak
terpisahkan dan pendekatannya melalui manusia dalam masyarakat. Tema manusia dalam
masyarakat lebih lanjut diungkapkan dalam masyarakat modern melalui serangkaian studi
tentang kehidupan desa di England dan Wales. Kecenderungan mazhab Perancis terhadap
keseimbangan persamaan manusia-lingkungan menitikberatkan manusia mendorong banyak
karya dalam bidang geografi sejarah dan budaya. Evan yang menekankan pada perlengkapan
material manusia dan pengaruh kerja manusia terhadap bentang alam disebut Geografi
Budaya (Cultural Geography), memberikan pemahaman tentang kehidupan keseharian
masyarakat dari zaman prasejarah dalam pembentukan wilayah Irlandia. Dalam pandangan
Sauer (1975), Geografi Budaya berkenan dengan unsur-unsur budaya material yang
mencirikan suatu daerah melalui aktivitas manusia di ruang geraknya oleh Bintarto (1990)
dikatakan sebagai menganalisis bentuk serta mempelajari corak yang khas mengenai
penghidupan di permukaan bumi. Meluasnya kawasan budaya (cultural regions) sejalan
dengan perkembangan pengetahuan manusia dan akibat dari kemampuan manusia mengolah
alam. Hal tersebut berkaitan penyesuaian diri manusia terhadap lingkungan disebut sebagai
transformasi bentangan alam ke dalam bentangan budaya.

2
Geografi Lingkungan ALam Geografi Masyarakat Manusia
(Geografi Fisik) (Geografi Sosial dalam arti luas)
Meteorologi Geo Ekonomi Geo Produksi Ilmu
Oseanologi Geo Geo Transport Ekonomi
Hidrologi Tumbuhan Geo Perdag.
Geologi-Morfologi Geo Politik Geo Neg Bkembang Ilmu
Pedologi Politik
Botani Geo Tumb Geo Hub. Inter
Zoologi Geo Hwn Bio Geografi Sosial Geo Permukiman
Antropologi Ragawi Geografi Geo Bahasa Sosiologi
Geo Agama
Geografi Kesejahteraan

Sumber: Daljoeni, 1982 dalam Haryono, 2005

Gambar 1. Bagan Studi Geografi

Kedudukan Geografi Sosial dalam studi geografi non-fisik disebut antropogeografi,


berfokus sebagai studi sosial mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan
wilayahnya dan manusia lainnya. Geografi Sosial memiliki dua pengertian yaitu dalam arti
luas merupakan bagian studi yang mengkaji masyarakat dalam ruang permukaan bumi,
sedangkan dalam arti sempit kedudukannya setara/sama dengan geografi ekonomi, geografi
penduduk, dan geografi politik. Mengkaji lebih lanjut dari Gambar 1. diketahui bahwa dalam
mempelajari geografi secara utuh memunculkan kajian Geografi Kesejahteraan. Beberapa
pengertian Geografi Sosial terdokumentasikan banyak dianut oleh peminatnya sejak abad ke
16 hingga kini dipakai sebagai konsep pijakan untuk mengkaji aktivitas manusia pada ruang
di permukaan bumi dan mengatasi permasalahan sosial adalah sebagai berikut.
Watson (1957), adalah suatu identifikasi daerah (region) yang berdasarkan himpunan
gejala sosial dalam hubungannya dengan lingkungan secara keseluruhan. Penekanannya
terletak pada gagasan karakteristik unik masing-masing wilayah hasil eksplorasi manusia
setempat terhadap alam. Pemikiran Phal (1965), merupakan studi tentang pola dan proses
sosial penduduk dalam ruang tertentu. Menekankan pada orientasi sosiologi, di mana latar
keruangan hanya berfungsi sebagai kerangka dalam analisis sosial. Manusia memegang
peranan penting atas keberlanjutan alam. Pemikiran tentang ruang yang lebih komples oleh
Buttimer (1968), studi pola keruangan dan hubungan fungsional kelompok masyarakat dalam
konteks lingkungan sosial mereka, struktur internal dan relasi eksternal dari kegiatan

3
penduduk antar desa/kota beserta berbagai jalur komunikasinya. Memfokuskan perhatiannya
kepada arti lingkungan bagi kelompok dan aktivitas mereka pada lingkungan tersebut.
Berangkat dari pemikiran Phal (1965) pada tahun 1974 Eyles menganalisis pola dan
proses sosial yang timbul dari persebaran dan keterjangkauan sumberdaya yang langka.
Berorientasi pada masalah, artinya geografi sosial harus menangani hasil keruangan sosial
(socio spatial) dari kelangkaan dan persebaran sumberdaya yang dapat dimanfaatkan (barang,
pelayanan, dan fasilitas di masyarakat). Demikian halnya pemikiran Jones (1975), Geograf
bidang sosial bertugas mengetahui pola-pola yang timbul dari kelompok masyarakat yang
memanfaatkan ruang, dan mengetahui proses pembentukan dan proses perubahan pola-pola
tersebut yang dipengaruhi oleh eksistensi kelompok masyarakat. Pemikiran lebih kompleks
dari Bintarto (1968), dikatakannya Geografi Sosial adalah ilmu yang mempelajari hubungan
dan pengaruh timbal balik antara penduduk dengan keadaan alam serta aktivitas dan usaha
dalam menyesuaikan dan menguasai keadaan alam demi kemakmuran dan kesejahteraan.
Sequensi tindakan diawali masa beradaptasi, memanfaatkan, dan menguasi. Struktur
keilmuan dan kedudukannya menurut (Sumaatmadja, 1981), Geografi Sosial merupakan
cabang Geografi Manusia yang mempelajari aspek keruangan dari karakteristik penduduk,
organisasi sosial dan unsur kebudayaan serta kemasyarakatan.
Berdasarkan definisi para ahli Geograf di atas menyatakan bahwa bidang sosial
mengkaji antroposfer sebagai bagian fenomena geosfer dalam satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari obyek material geografi. Sehingga kajian tersebut sampai saat ini
penekanannya pada aktivitas manusia dalam ruang melalui relasi, interrelasi dan interaksi
yang menghasilkan karakteristik tertentu. Ruang atau space dalam geografi sosial memiliki
unsur-unsur : jarak/panjang, lebar, dan tinggi artinya ruang memiliki dimensi. Ruang yang
berdimensi satu yaitu jarak/panjang, misalnya jarak antara kota satu dengan yang lain
(Semarang-Jakarta). Ruang yang berdimensi dua yaitu yang mempunyai panjang dan lebar,
atau mempunyai luas misalnya luas daerah tertentu. Ruang yang berdimensi tiga atau dimensi
isi/volume mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi, misal kelas. Ruang secara geografis
adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup bagi makhluk
hidup baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun organisme lainnya. Menurut James
(1935) ruang bumi dapat dibagi secara tak terbatas ke dalam bagian-bagian dalam berbagai
ukuran, misalnya daerah, wilayah/region dan lain-lain. Dalam geografi sosial, perlu diketahui
bahwa ruang sosial dapat berarti sebagai tempat atau wadah dari benda-benda atau perilaku;
sebagai tempat yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha; dan merupakan

4
sesuatu yang dapat diukur dan dimanfaatkan oleh dan untuk manusia. Oleh karena itu ruang
sosial merupakan tema sentral dalam geografi sosial.
Proses, pada ruang terjadi kehidupan atau proses sosial, yaitu tindakan manusia dalam
beradaptasi dan memanfaatkan lingkungan, kaitannya dengan relasi, interrelasi dan interaksi.
Proses tersebut bisa secara mikro dan/atau makro. Proses sosial yang bersifat mikro
menekankan pada kegiatan individu dan kelompok kecil masyarakat. Misalnya kepindahan
rumah seseorang dari tempat satu ke tempat lain, sedangkan migrasi, transmigrasi merupakan
proses sosial bersifat makro menekankan pada masyarakat secara umum. Proses terjadi secara
berulang, maka akan terbentuk pola (pattern) yaitu pola kehidupan dan penghidupan atau
pola sosial. Pola tersebut berbeda-beda, hal ini mencerminkan perbedaan sifat daerah dan
penduduknya terwujud adanya bentang sosial yang berbeda-beda (different social landscape).
Bentang sosial dapat diartikan sebagai sekelompok penduduk atau beberapa kelompok
penduduk hidup dalam suatu wilayah atau tempat tertentu dan mempunyai gagasan sama
terhadap lingkungannya. Dalam wilayah yang luas, dengan kondisi geografi yang berbeda-
beda terjadilah bermacam-macam kegiatan baik sosial ekonomi maupun sosio kultur,
sehingga terbentuklah struktur kegiatan atau pekerjaan. Struktur pekerjaan ini mencerminkan
nilai-nilai sosial. Sebaliknya nilai-nilai sosial atau kelompok pekerjaan dapat merupakan
kekuatan atau menjadi unsur peubah yang dapat menimbulkan diferensiasi bentang darat.
Kondisi demikian berpotensi memunculkan bentang budaya (cultural landscape) seperti
permukiman, persawahan, perkebunan, permukiman tertata, ruko, dan lain-lain
mencerminkan tingkat kemajuan (development stage) dari penduduk.

Anda mungkin juga menyukai