Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemunculan Geografi Sosial


Manusia Sebagai Sasaran telaah

Di lingkungan perguruan tinggi di luar negeri terdapat dua paham mengenai


geografi. Pertama, paham yang memperthankan geografi sebagai ilmu utuh, kedua, paham
yang menghendaki adannya pemisahan yang tegas antara geografi fisis dan geografi sosial.

Di indonesia sendiri terjadi suatu keganjilan. Di lingkungan perguruan tinggi


(Universitas Gadjah Madah dan Universitas Indonesia) ilmu geografi masuk konsorsium
ilmu-ilmu alamiah, tetapi di lingkungan sekolah dasar sampai lanjutan atas, demikian pula
di IKIP, geografi di masukan bidang studi pengetahuan sosial. Adapun geografi fisis dan
pengetahuan falak di sekolah lanjutan di masukkan di bidang studi pengetuan alam dengan
sebutan pengetahuan bumi antariksa.

Geografi sosial sebagai suatu ilmu sosial memandang manusia sebagai obyek
telaahnnya, atau dapat di katakan : menempatkan manusia di pusat telaahnya. Dasar ini telah
ada pada antropologi yaitu ilmu yang mempelajari manusia, dalam arti yang mencari
keberaturan yang tersembunyi di dalamnya. Sejak zaman Kant, antropologi di bagi atas
antropologi fisik yang menelaah jasmani manusia sebagai produk alam, dan antropolgi
pragmatis yang merenungkan prestasi yang terdapat pada manusia sebagai mahluk yang
bebas bertindak.

Tiga Pandangan Tentang Manusia

Antropologi fisik penting untuk di ketahui sehingga dapat kita pahami pemikiran
geografis yang ada dalam abad ke-19. Adapun antropologi pragmatis pentingb untuk
mendasari pengertian kita mengenai latar belakang pemikiran geografis yang sedang
berkembang dalam abad ke-20 ini. Dalam hal ini bertalian dengan dengan filsafat
antropologi,yakni bagian dari filsafat yang membahas hakikat manusia dan tempatnya di
dunia. Berdasarkan ini maka dapat di bedakan adannya tiga tipe filsafat yang bertalian
dengan perilaku manusia di dunia kita ini.

Pandangan krisrten yang menikmati keagunganya pada abad pertengahan di eropa


dan masih kuat pula pengaruhnya di sana pada abad-abad ke-17 dan ke-18. Filsafat
ini melihat tempat manusia yang khusus di antara mahluk-mahluk lainnya, yakni
karena manusia memiliki relasi dengan tuhan.
Filsafat rasionalistis-ideologis yang muncul sejak abad ke-17. Menurut ini
keistimewaan manusia terletak pada akal serta budinya. Akibatnya , berbagai
kegiatan manusia di arahkan kepada nilai-nilai yang bercorak normatif seperti
kebajukan, kesucian, keadilan dan sebagainya.
Filsafat naturalistis (muncul sejak abad ke-19) yang melihat manusia sekedar sebagai
bagian dari alam belaka. Hakikat manusia adalah terutama terletak pada tubunya dan
kebutuhannya akan pangan, sandang dan perumahan.

Perjuangan Hidup

Geografi Belanda H.J Keuning berpendapat bahwa geografi sosial sekarang yang
puncaknya adalah geografi ekonomi (yakni yang membahas cara manusia memenuhi
kebutuhannya yang material) berlandaskan filsafat nasuralistis itu. Meskipun perjuangan
hidup sebagai obyek studi dapat diklaim oleh oleh ilmu lain seperti ekonomi atau sosiologi,
goegrafi sosial pun dapat mengklaimnya pula karena pendekatannya dan metodenya adalah
khusus (Keuning,1951).

Pendekatan geografis sesumgguhnya terletak disini : bahwa perjuangan hidup setiap


manusia itu dalam bentuk apa pun, selalu terikat oleh suatu tempat atau wilayah yamg
tertentu di permukaan bumi, ini merupakan akibat dari fakta bahwa manusia atau lebih tepat
kelompok manusia yang bersangkutan bertempat tinggal di wilayah tersebut.

Geografi Sosial Dan Ekologi Sosial

Peringatan lanjutnya adalah bahwa di dalam menelaah masyarakat kota para sosio-
goegraf akan berhadapdengan para sarjana ekologi sosial, yaitu cabang dari sosiolgi yang
muncul sejak tahun dua puluhan di amerika serikat. Para geograf harus ingat bahwa sasaran
telaah mereka sendiri adalah dasar-dasar geografis dari masyaraat.

Untuk mencegah salah paham ataupun persaingan antara para sosio-ekolog dan
sosio-geograf, Hollinhead seorang sosiologi Amerika (1948) mengajukan pemecahan
demikian: para sosio-geograf itu menaruh minat kepada pengaruh lingkungan terhadap
manusia dengan maksud untuk akhirnya memahami adanya perbedaan antara tempat yang
satu dan yang lain.

Dengan demikian mereka dapat melukiskan gambaran tentang bumi yang mereka
telaah. Adapun para sosio-ekolog sasaran telaah mereka adalah masyarakat manusia. Kalau
mereka ini melalui ekolog sosial menelaah pengaruh lingkungan alam atas masyarakat, yang
mereka utamakan adalah proses adaptasi itu. Karena itu maka para sosio-geograf selaknya
mengutamakan pola-pola adaptasi manusianya.

Watson selanjutnya berusaha memberikan penjelasan yang serupa dengan


Hollinghaed, tertuju kepada para sosio-geografi dengan gambaran demikian: perbedaan
antara ekologi sosial dan geografi sosial adalah seperti antara klimtologi meteorologi.
Demikian sama-sama yang menelaah pengaruh lingkungan atas manusia, para sosiolg
menelaahnya secara sistematis, akan tetapi parageograf menelaahnya secara kronologis.
Sehubungan itu geograf lain Crowe menambahkan bahwa justru karena geografi itu
suatu telaah yang dinamis, geografi sudah sepantasnya menelaah lebih dalam dari pola-pola
spatial suatu masyarakat yamg selalu berubah mengikuti respons menusia terhadap
tantangan lingkunganya. Suatu telaah yang mengutamakan munculnya perbedaan itu akan
bermanfaat bagi usaha pemberian ciri-ciri khas kepada suatu wilayah.

Di uraikannya lanjut bahwa dengan pendirian tersebut seorang geograf tidsk perlu
ragu-ragu dalan menangani masalah-masalah sosial seperti mobilitas penduduk yang
meliputi imigrasi, emigrasi, urbanisasi, pengelompokan sukun dalan kota, konflik antar ras,
daerah slum dan sebagainya , yang juga biasa di tangani oleh para sosiolog, khususnya
melalui ekologi sosial.

2.2 Ekologi dan Determinisme Alam : Ratzel, Sample, dan Huntington


Ekologi dan Geografi

Di dalam geografi kata determinisme alam di hubungkan dengan tokoh geograf


Jerman dari abad ke-19 yaitu Friedrich Ratzel. Padahal sebelum ia Ritter pun pernah
memperkenalkan determinisme tetapi ini tidak penting bagi pokok pembicaraan teoritis.
Bahkan filsuf bodin dari abad ke-16 jugq pernah mempopulerkan pengertian determinisme,
akan tetapi pada waktu itu deteminisme atau lebih tepat determinisme alam baru merupaka
suatu anggapan saja, belum suatu cara yang orisinal untuk mengulati ilmu geografi
(Claval,19756). Lain halnya pada pertengahan abad ke-19. Ratzel pernah belajar zoologi
pada tokoh biolgi Hackel yang mempertahankan istulah ekoloigi melalui terbitan bukunya
yang berjudul Naturliche Schopfunggeschichte (1866). Mula-mula ekolog diartikannya
sebagai ilmu yang mempelajari pengaruh lingkungan atas kehidupan mahluk. Baru
kemudian Hackel meluaskan tugas ekologi menjadi ilmu yang memopelajari syarat-syarat
kehidupan mahluk dan interaksi mahluk hidup dengan lingkunganya.

Perlu ditambahkan bahwa Hackel sendiri sebenarnya sekedar mengembangakan


filsafat dari Darwin yang membahas peranan yang paling pentimg dari lingkungan bagi
mahluk hidup, baginya lingkungan merupakan motor kuat dari evolusi. Sehubungan itu
tidak mengherankan apabila di zaman Ratzel penelahaan atas ekolgi masih terbatas sekitar
masalah evolusi.

Fisis dan sosial. Geografi yang tetap utuh itu menelaah pengaruh lingkungan atas
manusia, dan dapat di gunakan di segala bidang di mana ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu
sosial bertemu. Para goegraf dapat memperhatikan sepenuhnya masalah yang murni fisis
dan murni sosial asal menjelaskan adanya interelasa manusia-lingkungan.
Friederich Ratzel (1844 1904)

Karya Ratzel sebenarnya mencakup lebih luas dari pada sekedar pengolahan paham
determinisme. Ia berpendapat bahwa teorinya mengenai adaptasi manusia terhadap
lingkungannya banyak berlaku di kalangan masyarakat tersebut.

Ratzel pun menggunakan pengertian geografis genre de vie seperti yang kemudian
diajukan oleh Vidal. Menurutnya genre de vie sebagai bentuk adaptasi berbeda pada bangsa
primitif dan bangsa modern.

Perhatiannya kepada masalah-masalah tersebut mendorongnya untuk pada masa


tuanya menulis buku yang berjudul Politische Geographie (1897). Disitu dikupasnya dengan
seksama pengertian pengertian-pengertian seperti nasion, bangsa dan ras menjadikannya
berbagai pokok bahasan geografis yang khusus pula. Pendapatnya lajut adalah bertalian erat
dengan apa yamg di opernya dari Ritter, yakni peranan ruang atas terbentuknya ras di masa
lampau.

E C Sample

EC Sample awalnya merupakan pengikut dan pendukung faham fisis determinisme.


Dia merupakan anak buah dan muridnya dari Ratzel. Menurut pandangannya, alam bukan
merupakan faktor penentu, namun hanyalah sebagai faktor pengontriol bagi aktivitas
manusia. Alam memberikan banyak peluang dan kemungkinan-kemungkinan yang direspon
manusia untuk menentukan unsur-unsur kebudayannya. Para ahli geografi terkadang
menyebut faham ini dengan istilah lain yaitu faham fisis probabilisme.

Ellsworth Huntington

Ellsworth Huntington merupakan geograf dari Amerika Serikat dan merupakan salah
seorang dari determinisme iklim. Dalam bukunya principle of Human Geography, dia
mengatakan bahwa iklim sangat mempengaruhi pola kebudayaan masyarakat. Iklim di dunia
ini memiliki variasi yang banyak, sehingga variasi kebudayaan yang didukung oleh manusia
juga sangat beraneka ragam. Bentuk bangunan, seni, agama, pemerintahan sangat ditentukan
oleh iklim. Sebagai contoh orang Eskimo akan membangun iglo yang terbuat dari es yang
dikeraskan. Atap rumah yang dibangun oleh orang gurun pasir akan cenderung dibuat rata,
dan ini berbeda dengan atap rumah yang dibangun oleh orang-orang Eropa dibuat seruncing
mungkin.

Anda mungkin juga menyukai