DAN POSIBILISEME
ABSTRAK
Dalam kajian Ilmu Geografi memiliki suatu pandangan. Pandangan tersebut dkeluaran
karena memiliki kesenjangan sebelumnya. Manusia memiliki pemikiran bahwa dalam tata
surya matahari mengelilingi bumi. Hal tersebut mulai dibenarkan dan mulai ditelitti oleh para
ahli, sehingga munculah pandangan dengan periode periode tertentu. Pandangan tersebut
dikaji lebih dalam dan dibuktikan oleh para ahli sesuai dengan suatu fenomena yang ada.
Pada akhirnya manusia mulai mempercayai adanya pandangan tersebut. Dalam pandaangan
geeografi terdapat padangan fisis determinis dan fisis posibilitis. Pandangan tersebut juga
dibedakan oleh para ahli menjadi 5 pandangan dengan periode berbeda. Pada akhirnya
pandangan ilmu geografi berkembang pesaat pada abad 18.
PENDAHULUAN
Secara harfiah geogrfai berasala dari jata geos (bumi) dan graphy (pelukissan),
Eratosthenes menyatakan geografi berarti lukisan tentang bumi. Menurutnya bumi sebagai
objek dan manusia sebagai subjek. Geografi mendeskisikan apa yang dijumpai dipermukaan
bumi misalnya sungai, gunung, manusia, bahan tambang, serta permukiman dan kegiatannya.
Perkembangan geografi tidak hanya mendeskripsikan apa yangg dijumpai
sipermukaan bumi tetapi juga menjelaskan huungan klausal baik yang bersifat matematika,
fisikal, kemikal, gejala dan proses maupun alam dan kehidupan. Dengan perkembangannya
geografi menjadi sebuah ilmu yang memiliki objek studi, metodologi, prinsip dan konsep
yang khas. Untuk kepentingan pendidikan geografi adalah mempelajari persamaan dan
perbedaangejala alam dan kehidupan dimuka bumi (geosfer) serta interaksi antara manusia
dengan lingkungannya dalam konteks keruangan dan kewilayahan.
ISI
Berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam, ada tiga paham yang paling
menonjol, yaitu paham determinisme, posibilisme dan optimisme teknologi. Paham
Determinis Tokoh–tokohnya adalah Charles Darwin, Friederich Ratzel dan Elsworth
Hutington. Pada masanya mereka memiliki pengikut yang tersebar di berbagai Negara
khususnya di Eropa Barat dan Amerika Utara. Charles Darwin (1809 – 1882), tokoh naturalis
Inggris, ia mengemukakan teori Evolusi, yang dikemu-dian hari terkenal dengan “Teori
Evolusi Darwin”.
Dalam teorinya ini Darwin mengemukakan bahwa: “Makhluk Hidup (tetumbuhan,
Hewan, Manusia) mengalami perkembangan yang berkesi-nambungan dari waktu ke waktu.
Pada perkembangan tersebut terjadi perjuangan hidup agar bisa bertahan hidup ( Struggle for
life, struggle for existence) seleksi alam (natural selection) dan yang kuat akan mampu untuk
bertahan untuk meneruskan kehidupannya (survival of the fittest) Dalam proses
perkembangan kehidupan tadi, faktor alam sangat menentukan sekali“.
Pada teori dan pahamnya itu, jelas paham serta pandangan ini menganut determinisme
alam. Freiderich Ratzel ( 1844 – 1904) pakar geografi berkebangsaan Jerman dengan teori
“Anthropogeographie” nya mengemukakan teori dan paham bahwa “manusia dengan segala
kehi-dupannya sangat tergantung pada kondisi alam sekelilingnya“. Paham ini sejalan dengan
apa yang pernah dikemukakan oleh Charles Darwin. Ratzel dengan para pengikutnya
(Semple dan Demolins) melihat bahwa populasi manusia dengan perkembangan
kebudayaannya ditentukan oleh kondisi alam. Meski manusia dipandang sebagai makhluk
dinamis, mobilitasnya tetap dibatasi dan ditentukan oleh kondisi alam di permukaan bumi.
Elsworth Hutington, merupakan seorang ahli geografi Amerika Serikat yang sebenarnya
menjadi pengikut paling setia dari paham Determinisme. Bukunya yang sangat terkenal
berjudul “Principle of Human Geography”. Ia memiliki pandangan bahwa iklim sangat
menentukan perkembangan kebudayaan manusia. Karena iklim dipermukaan bumi ini
bervariasi, kebudayaan itu pun juga sangat beraneka ragam. Perkembangan seni agama
pemerintahan dan segi-segi kebudayaan lain sangat bergantung pada iklim setempat. Paham
dan pandangannya kemusian disebut sebagai “Determinisme iklim”.
Paham posibilisme
EC Semple semula ia menjadi pengikut Determinisme Ratzel, kemudian dapat
melepaskan diri dari paham tersebut. Menurut pandangannya kondisi alam bukan merupakan
faktor satu-satunya yang menentukan, melainkan menjadi faktor pengontrol, memebrikan
kemungkinan atau setidak-tidaknya memebri peluang yang mempengaruhi kegiatan serta
kebudayaan manusia. Oleh karen itu faham ini selain disebut faham posibilisme, dapat juga
disebut paham “Probabilisme”. Tokoh penting lainnya yang melepaskan diri dari
determinisme pada jamannya yaitu, Paul Vidal de la Blache (1845-1919) ahli geografi
Prancis.
Menurut nya faktor yang menentukan bukanlah alam, melainkan proses produksi
yang dipilih oleh manusia yang berasal dari kemungkinan kemungkinan yang diberikan oleh
tanah, iklim dan ruang suatu wilayah. Tipe proses produksi itu disebutnya sebagai “genre de
vie” dengan menerapkan konsep genre de vie ini, manusia tidak lagi dipandang pasif terhadap
alam lingkungan, namun merupakan faktor yang aktif terhadap pemanfaatannya. Sedangkan
alam lingkungan sendiri memberi kemungkinan terhadap perkem-bangan kehidupan dan
budaya manusia. Pada paham posibilisme atau probabilisme ini kedudukan manusia dan
hewan ditempatkan sebagai makhluk yang berbeda, terutama dengan tetumbuhan yang selalu
terilkat pada tempat serta tunduk sepenuhnya pada kondisi alam setempat. Manusia telah
dipandang sebagai makhluk yang mampu memanfaatkan alam sesuai dengan kemungkinan
yang dapat dilakukan dan ditempuhnya. Alam lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh
terhadap kehidupan manusia, tidak lagi dipandang sebagai faktor yang menentukan.
Manusia dengan kemampuan budayanya dapat memilih kegiatan yang cocok sesuai
dengan kemungkinan dan peluang yang diberikan oleh alam lingkungannya, telah dipandang
aktif sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Pada perkembangan dan kemajuan IPTek
yang seperti kita alami seperti sekarang ini seolah – olah penerapan serta pemanfaatannya itu
memberikan kemungkinan terhadap kemampuan manusia memanfaatkan alam lingkungan.
Sehingga pada suasana yang demikian, dapat berkembang pandangan “Posibilisme
Optimisme Teknologi” yang secara optimis memberikan kemungkinan kepada penerapan
teknologi dalam memecahkan masalah hubungan manusia dengan alam lingkungan. Dari
posibilisme optimisme teknologi tadi dapat mengarah ke Deter-minisme Teknologi yang
sangat berbahaya.
Sebab dengan pandangan seperti ini, manusia sangat bergantung pada teknologi dapat
mengabaikan “hukum alam” yang sebenarnya mengatur keseimbangan ekosistem.
Bagaimanapun juga manusia dan teknologinya “tidak dapat menguasai alam dan bukan
penguasa alam”. Manusia hanyalah bagian dari alam yang “kebetulan” memiliki kemampuan
budaya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Namun demikian, untuk
menjaga dan mempertahankan keseimbangan serta kelestarian alam lingkungan, manusia
wajib memperhatikan azas dan hukum alam yang menjadi kaidah alam. Memang pada
konsep geografi dan ekologi manusia ada “man ecological dominant concept” yang berarti
manusia merupakan faktor dominan terhadap lingkungannya. Akan tetapi hal yang demikian
ini tidaklah berarti bahwa manusia mutlak menjadi penguasa alam lingkungan, namun ia
masih tetap menjadi bagian dari alam yang selalu tunduk pada azas dan hukum alam.
Kemampuan intelektual yang terungkap pada kemampuan budaya, merupakan instrumen
untuk mengelola dan memanfaatkan alam lingkungan ini. Manusia sebagai pemanfaat dan
pengelola sumber daya alam, tetap tunduk pada azas serta hukum alam.
Dengan demikian, berlandaskan paham posibilisme atau probabilisme ini, manusia
ditempatkan sebagai “Pemanfaat dan sekaligus Pengelola alam” dengan berlandaskan
“kemungkinan” penerapan IPTek sesuai dengan kondisi alam lingkungan tersebut. Untuk
menjaga dan mempertahankan keseimbangan dan kelestarian ekosistem dalam memanfaatkan
sumber daya alam bagi kesejah-teraan umat manusia, manusia sendiri wajib tunduk kepada
azas dan hukum alam yang berlaku. Paham Optimisme Teknologi.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menjadi dasar pesatnya kemajuan
teknologi, kemajuan dan penerapan teknologi telah membawa kemajuan pemanfaatan sumber
daya alam bagi kepentingan pembangunan yang menjadi penopang kesejahteraan umat
manusia. Atas dasar tersebut, telah muncul “teknologi merupakan tulang punggung
pembangunan” lahirnya motto tersebut beralasan sesuai dengan kenyataan bahwa
keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan fisik dan ekonomi, tidak dapat
dipiisahkan dari penerapan dan pemanfaatan teknologi tersebut. Penerapan dan pemanfaatan
teknologi telah mampu membuka sebahagian “rahasia alam” bagi kepentingan kesejahteraan
umat manusia. Berdasar keberhasilan tersebut, ada sekelompokj manusia yang seolah – olah
mendewa dewakan teknologi, menjadikan teknologi adalah “segala galanya” mereka merasa
optimis selama teknologi maju dan berkembang, apapun dapat dilakukan, apapun dapat
menjamin segala kebutuhan hidup dan kehid
Padahal kalau kita telaah dan kita kaji lebih tenang, teknologi yang merupakan produk
budaya manusia : technology is the application of knowledge by man in order to perform
some task he wants done (Brown & Brown : 1975 : 2), dimana teknologi yang sebenarnya ber
tuan kepada manusia, tidak sebaliknya. Manusia sebagai pemikir lahirnya teknologi, menjadi
pengendali teknologi, bukan teknologi yang menguasai manusia.
upan manusia. Selanjutnya mereka mengarah pada ketergantungan teknologi, atau yang
seperti dikemukakan diatas, menciptakan suasana determinisme teknologi. Bahkan bahaya
selanjutnya mungkin terjadi “mempertuhankan teknologi”.
Menjelang akhir abad ke-18, perkembangan geografi semakin pesat. Pada masa ini
berkembang aliran fisis determinis dengan tokohnya yaitu seorang geograf terkenal dari USA
yaitu Ellsworth Hunthington. Di Perancis, faham posibilis terkenal dengan tokoh geografnya
yaitu Paul Vidal de la Blache, sumbangannya yang terkenal adalah “Gen re de vie”.
Perbedaan kedua faham tersebut, kalau fisis determinis memandang manusia sebagai figur
yang pasif sehingga hidupnya dipengaruhi oleh alam sekitarnya. Sedangkan posibilisme
memandang manusia sebagai makhluk yang aktif, yang dapat membudidayakan alam untuk
menunjang hidupnya.
1. Fisis Determinime
Faham ini mengemukakan bahwa semua kehidupan dan aktivitas manusia dipengaruhi
dan tergantung pada pemberian alam di sekitarnya. Manusia cenderung pasif dalam
menghadapi tantangan alam, respon terhadap alam hanya berupa respon menerima apa
adanya. Dengan kata lain manusia tidak dapat menentukan hidupnya sendiri. Hal ini dapat
dilihat dari mata pencaharian, tingkah laku, kebiasaan, serta kebudayaan manusia pada
lingkungan tertentu. Berikut ini beberapa pendukung fisis determinisme :
a) Charles Darwin (1809 – 1882)
Charles Darwin adalah seorang naturalis dari Inggris yang teori-teorinya sangat
kontroversial di bidang ilmu pengetahuan dengan Teori Evolusi Darwin-nya. Teorinya
mengatakan bahwa semua makhluk hidup darai waktu ke waktu secara
berkesinambungan akan mengalami perkembangan. Setiap perubahan yang terjadi pada
mofologi, fisiologi, dan perilaku makhluk hidup sebagai respon dari perubahan alam
lingkungannya. Perjuangan hidup (struggle for life) pada makhluk hidup merupakan
bagian yang penting juga dalam menanggapi perubahan alam lingkungannya. Hanya
individu yang kuatlah yang mampu bertahan hidup dari keganasan alam lingkungan.
Dominasi lingkungan pada makhluk hidup terlihat sangat jelas dan sepertinya makhluk
hidup tidak bisa lepas dari pengarauh alam tersebut.
Secara negatif
Contoh dari pengaruh alam secara negatif adalah terjadinya bencana alam yang dapat
menelan korban, seperti contoh gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan lainnya.
Bencana alam seperti itu merupakan hal yang tidak bisa kita duga. Akibat dari
bencana alam ini dapat menyebabkan kerugian bagi manusia, bahkan dapat
menimbulkan korban jiwa.
2. Fisis Posibilisme
Faham ini mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Dengan
kemampuan akalnya itu manusia mampu merespon apa yang diberikan oleh alam. Pada
faham ini juga disebutkan bahwa alam tidak selamanya mampu mendikte setiap kehidupan
dan aktivitas manusia, namun alam memberikan berbagai alternatif (pilihan) dan manusia
menanggapi setiap pilihan yang diberikan oleh alam tersebut. Beberapa pengikut faham ini
adalah :
a. EC Sample
EC Sample awalnya merupakan pengikut dan pendukung faham fisis
determinisme. Dia merupakan anak buah dan muridnya dari Ratzel. Menurut
pandangannya, alam bukan merupakan faktor penentu, namun hanyalah sebagai faktor
pengontriol bagi aktivitas manusia. Alam memberikan banyak peluang dan
kemungkinan-kemungkinan yang direspon manusia untuk menentukan unsur-unsur
kebudayannya. Para ahli geografi terkadang menyebut faham ini dengan istilah lain yaitu
faham fisis probabilisme.
b. Paul Vidal de la Blache (1845 – 1919)
Paul Vidal de la Blache merupakan geograf dari Perancis. Menurutnya alam tidak
lagi menentukan, melainkan proses produksi (genre de vie) yang dipilih manusia sebagai
pilihan dari alternatif-alternatif yang diberikan oleh alam berupa tanah, iklim, dan ruang
di suatu wilayah. Sebagai contoh bahwa aktivitas manusia di sekitar lingkungan pantai,
menurut faham determinisme, dipastikan sebagai nelayan. Namun bagi faham
posibilisme disebutkan bahwa bentukan pantai dapat berupa bentukan pantai yang landai,
agak curam, dan sangat curam (cliff), berawa, dan yang memiliki continental shelf yang
panjang. Respon mata pencaharian manusia terhadap bentukan lingkungan pantai akan
beragam, misalnya menjadi nelayan, petambak udang atau garam, petambak rumput laut,
bahkan bersawah pada wilayah pesisir atau muara sungai.
Kemampuan manusia dalam menanggapi alam tidak terlepas dari pengunaan teknologi
yang digunakannya. Dengan kemampuan penciptaan teknologi oleh manusia,
menjadikan hidup manusia semakin mudah dan ringan. Keberhasilan manusia dalam
menerapan teknologi, menjadikan bahwa teknologi menjadi tumpuan bahkan keyakinan
sebagai tumpuan untuk pememnuhan kebutuhan hidup.
Contoh manusia mempengaruhi alam dari sisi positifnya adalah manusia membuat
sengkedan di daerah pegunungan agar tidak terjadi longsor. manusia melakukan
reboisasi atau penghijauan kembali di jalan - jalan untuk menggantikan pohon - phon
yang telah di tebang. Sedangkan pengaruh manusia kepada alam dari sisi negatifnya
dapat dilihat dari kebiasaan sehari - hari yang dilakukan manusia seperti manusia dapat
melakukan penebangan hutan yang dapat menyebabkan kebanjiran, kebiasaan manusia
menghisap asap rokok serta asap dari kendaraan yang berpengaruh kepada lingkungan
sekitar. contoh lain adalah kebiasaan manusia membuang sampah plastik di sembarang
tempat, hal itu dapat menyebabkan kebanjiran dan menyebabkan polusi terhadap tanah.
KESIMPULAN
Pada perkembangan Ilmu Geografi muncul beberapa paham, yaitu paham fisis
detrminisme dan paham posibilisme. pada mulannya ahli geografi menganut paham fisis
determinis. paham fisis determinis berpendapat bahwa keadaan alam suatu wilayah
menentukan sifat,karakter, dan pola hidup penduduk di wilayah tersebut. Paham fisis
determinis dipengaruhi oleh pemikiran Charles Darwin dengan teori evolusi biologi dalam
perkembangan makhluk hidup. Ellsworth Huntington (Amerika) berpendapat bahwa kondisis
iklim suatu wilayah sangat menentukan tingkat kemajuan sosial budaya penduduknya.
Paham fisis determinis banyak ditentang oleh kelompok yang beraliran posibilis,
Adapun paham posibilis berpendapat bahwa alam hanya menawarkan beberapa kemungkinan
terhadap manusia. Manusia memiliki akal dan pikiran untuk memperbaiki kehidupannya
melalui kemungkinan yang ditawarkan alam. menurut aliran ini, faktor yang dominan sangat
menentukan kemajuan suatu wilayah adalah tingkat kemampuan penduduk. adapun alam
hanya memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk diolah dan dimanfaatkan bagi
kehidupan manusia.