Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Escherichia coli

Oleh:

Sri Agung Fitri Kusuma, M.Si., Apt

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
JANUARI 2010
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH

Escherichia coli

Oleh :
Sri Agung Fitri Kusuma,M.Si., Apt.

Jatinangor, 9 Januari 2010


Mengetahui,
Dekan Fakultas Farmasi

Prof. Dr. Anas Subarnas, M.Sc.


NIP. 195207191985031001
I. PENDAHULUAN

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang

pendek yang memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar 0,4-0,7µm

dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung,

dan halus dengan tepi yang nyata (Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1995).

E. coli dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. E. Coli (Smith-Keary,1988)

2. Manfaat dan Patogenesitas

E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam

sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan

penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang

memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat

menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa

organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat

anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri

pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan

(Ganiswarna, 1995).

1
E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan

meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang

menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik

menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (jawetz et al., 1995).

Manifestasi klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada tempat infeksi dan

tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain

(jawetz et al., 1995). Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :

1. Infeksi saluran kemih

E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 % wanita

muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria,

hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran

kemih bagian atas.

2. Diare

E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E. coli

diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok

menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima kelompok

galur E. coli yang patogen, yaitu :

a. E. coli Enteropatogenik (EPEC)

EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang.

EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara

maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil.

2
b. E. coli Enterotoksigenik (ETEC)

ETEC penyebab yang sering dari “diare wisatawan” dan penyebab diare pada

bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk

manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil.

c. E. coli Enteroinvasif (EIEC)

EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit

yang paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan

yang menuju negara tersebut. Galur EIEC bersifat non-laktosa atau melakukan

fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC

menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.

d. E. coli Enterohemoragik (EHEK)

EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksisnya pada sel

Vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika.

e. E. coli Enteroagregatif (EAEC)

EAEC menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara

berkembang.

3. Sepsis

Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E. coli dapat memasuki aliran

darah dan menyebabkan sepsis.

4. Meningitis

E. coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E. coli

merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal (Jawetz et

al., 1996).

3
3 Pengobatan

Infeksi oleh E. coli dapat diobati menggunakan sulfonamida, ampisilin,

sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan aminoglikosida. Aminoglikosida

kurang baik diserap oleh gastrointestinal, dan mempunyai efek beracun pada

ginjal. Jenis antibiotik yang paling sering digunakan adalah ampisilin.

Ampisilin adalah asam organik yang terdiri dari satu inti siklik dengan

satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam,

sedangkan rantai sampingnya merupakan gugus amino bebas yang mengikat satu

atom H (Ganiswarna, 1995). Struktur ampisilin dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia ampisilin (Farmakope IV, 1995)

Ampisilin memiliki spektrum kerja yang luas terhadap bakteri Gram

negatif, misalnya E. coli, H. Influenzae, Salmonella, dan beberapa genus Proteus.

Namun ampisilin tidak aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterococci

(Setiabudy dalam Ganiswarna, 1995). Ampisilin banyak digunakan untuk

mengatasi berbagai infeksi saluran pernafasan, saluran cerna dan saluran kemih

(Tan Hoan Tjay dan Raharja, 2002).

3.1. Mekanisme Kerja Ampisilin

Mekanisme kerja dari antibiotik ampisilin adalah dengan menghambat

pembentukan ikatan silang pada biosintesis peptidoglikan yang melibatkan

4
penicillin-binding protein (PBP). Pada E. coli, PBP1-3 merupakan enzim bifungsi

yang mengkatalisis reaksi transglikosilase dan transpeptidase serta PBP3-6

mengkatalisis reaksi karboksipeptidasi (Chopra dalam D. S. Retnoningrum, 1998).

Mekanisme kerja ampisilin dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme kerja ampisilin (Salyers et al., 1994)

3.2. Resistensi Terhadap Ampisilin

Salah satu obat pilihan yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran

urin yang disebabkan oleh E. coli adalah ampisilin. Namun E. coli dilaporkan

telah resisten terhadap ampisilin sehingga tidak digunakan lagi. Untuk

menanggulangi terjadinya resistensi pada ampisilin maka diperlukan pengobatan

antimikroba yang lain seperti trimethoprim-sulfamethoxazol (TMP-SMZ),

siprofloxacin, norfloxacin, nitrofurantoin, dan fluoroquinolon. Dilaporkan pada

5
tahun 1995 sampai 2001 terjadi kecenderungan resistensi antimikroba terhadap

isolat E. coli dalam infeksi saluran urin pada pasien wanita di Amerika Serikat,

14,8-17% pertahun resisten terhadap trimethoprim-sulfametoxazol, 0,7-2,5%

pertahun resisten terhadap siprofloxacin, 0,4-0,8% pertahun resisten terhadap

nitrofurantoin, dan 36–37,4% per tahun resisten terhadap ampisilin, nilai

presentase tersebut bervariasi dalam setiap tahunnya (Karlowsky et al., 2002).

Resistensi intrinsik pada ampisilin disebabkan oleh ekspresi gen, yaitu gen

pengkode betalaktamase yang berlokasi pada kromosom bakteri gram negatif.

Gen ini mengkode enzim betalaktamase yang menginaktivasi cincin betalaktam

ampisilin dengan cara menghidrolisis cincin betalaktam tersebut, sehingga

menjadi resisten terhadap ampisilin (Russel and Chopra, 1990).

Resistensi ampisilin dapat juga disebabkan oleh ekspresi gen pengkode

betalaktamase yang terdapat pada plasmid. Plasmid adalah elemen genetik

ekstrakromosom yang bereplikasi secara otonom. Plasmid membawa gen

pengkode resisten antibiotik, salah satunya adalah ampisilin. Resistensi yang

diperantai oleh plasmid adalah resistensi yang umum ditemukan pada isolat

klinik. Gen yang berlokasi pada plasmid lebih mudah pindah jika dibandingkan

dengan gen yang berlokasi pada kromosom, sehingga gen resistensi yang

berlokasi pada plasmid dapat ditransfer dari satu bakteri ke bakteri yang lain

(Ganiswarna, 1995 ; Tjay dan Rahardja, 2002).

Resistensi menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri ayng

disebabkan oleh 2 proses genetik dalam bakteri :

1. Mutasi dan seleksi (evolusi vertikal)

6
Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada

kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap suatu populasi bakteri. Pada

lingkungan tertentu bakteri yang tidak termutasi (nonmutan) mati, sedangkan

bakteri yang termutasi (mutan) menjadi resisten, kemudian tumbuh dan

berkembang biak.

2. Perubahan gen antar galur dan spesies (evolusi horizontal)

Evolusi horizontal yaitu pengambilalihan gen resistensi dari organisme lain.

Contohnya, streptomices mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin.

Tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shighella sp.

Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi dan

seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui

salah satu proses perubahan genetik pada bakteri.

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen merupakan

permasalahan kesehatan yang pernah dihadapi oleh hampir setiap orang. Hingga

saat ini, cara yang dilakukan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit infeksi

adalah dengan pemberian antibiotik. Jenis antibiotik yang paling banyak

digunakan adalah betalaktam. Antibiotik ini dipilih karena tingkat selektivitasnya

tinggi, mudah diperoleh, dan analog sintetiknya tersedia dalam jumlah banyak.

Meningkatnya penggunaan antibiotik betalaktam, memacu meningkatnya

resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut. Mekanisme utama resistensi bakteri

Gram-positif dan Gram-negatif terhadap antibiotik betalaktam yakni dengan

menghasilkan enzim betalaktamase, yang berperan memotong cincin betalaktam,

sehingga aktivitas antibakterinya hilang. Enzim betalaktamase merupakan enzim

7
perusak penisilin yang dihasilkan oleh sejumlah bakteri gram negatif. Enzim ini

membuka cincin betalaktam dari pensilin dan sefalosporin serta menghilangkan

daya antimikrobanya. Klasifikasi betalaktamase sangat kompleks, didasarkan atas

sifat genetik, sifat-sifat biokimia, dan substrat yang berafinitas terhadap inhibitor

betalaktamase (Jawet et al., 1995).

4. Inhibitor Betalaktamase

Inhibitor betalaktamase adalah suatu zat yang dapat menghambat kerja

enzim betalaktamase. Inhibitor betalaktamase dalam keadaan ut nggal tidak

memberikan aktivitas antibakteri sehingga perlu adanya kombinasi dengan

antibiotik betalaktam (Ganiswarna, 1995).

Inhibitor betalaktamase yang telah digunakan dalam pengobatan adalah

asam klavulanat, tazobaktam dan sulbaktam. Inhibitor tersebut tidak

memperlihatkan aktivitas antibakteri, sehingga tidak dapat digunakan sebagai obat

tunggal untuk menanggulangi penyakit infeksi. Bila dikombinasi dengan

antibiotik betalaktam, inhibitor ini akan mengikat enzim betalaktamase, sehingga

antibiotika pasangannya bebas dari pengrusakan oleh enzim betalaktamase dan

dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri yang dituju. Sifat ikatan

betalaktamase dengan penghambatnya umumnya menetap, penghambatnya

seringkali bekerja sebagai suicide inhibitor, karena ikut hancur di dalam

betalaktamase yang diikatnya (Ganiswarna,1995).

Enzim betalaktamase dalam bakteri gram negatif terdiri dari empat kelas,

enzim kelas A (TEM dan SHV), enzim kelas B, enzim kelas C biasanya disebut

AmpC resisten, dan enzim kelas D yaitu enzim OXA. Enzim kelas A merupakan

8
enzim betalaktamase yang banyak ditemukan, enzim kelas B merupakan enzim

yang mengandung zink, enzim kelas C mengandung betalaktamase yang terletak

pada kromosom dari bakteri famili Enterobacteriacea termasuk bakteri E. coli,

dan enzim kelas D merupakan enzim yang belum banyak diketahui (Teale, 1995).

Dilaporkan 90% patogen saluran urin menghasilkan betalaktamase,

sebanyak 94,8% adalah E. coli (Orrett and Shurland., 1996). Dilaporkan pula

bahwa sampel urin pada pasien wanita penderita sistitis mengandung E. coli yang

telah resisten terhadap trimet


hoprim-sulfamethoxazole, ampisilin, dan

siprofloxacin (Johnson et al., 2005).

9
DAFTAR PUSTAKA

Brown Alfred, E., 2005, Laboratory Manual in General Microbiology :


Microbiological Applications, McGraw-Hill Comp., US, p. 395-401

Cappucino, J.G., and N. Sherman. 1983. Microbiology A Laboratorium


Manual. 6th ed. USA: Pearson Education Inc.
Debbie S. Retnoningrum, 1998, Mekanisme dan Deteksi Molekul Resistensi
Antibiotik pada Bakteri, Jurusan Farmasi-ITB, Bandung, h. 1-5, 16-21
Ganiswarna S. G, 1995, Farmakologi dan Terapi, ed. 4, UI-Fakultas
Kedokteran, Jakarta.
Holtj.G., Kreig, N.R., Sneath, P.H.A., Stanley, J.T. and Williams, S.T, 1994.
Bergeys Manual Determinative Bacteriology. Baltimore: Williamn and Wilkins
Baltimore.
Innis, M.A., D.H. Gelfand, J.J. Sninsky, and T.J. White. 1990. PCR Protocols.
San Diego, New York, Boston, London, Sydney, Tokyo, Toronto: Academic
Press, Inc.
Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston,
1995, Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San Francisco.
Karlowsky J. A., L. J. Kelly, C. Thornsberry, M. E. Jones, and D. F. Sahm, 2002,
Trends in Antimicrobial Resistance among Urinary Tract Infection Isolates of
Escherichia coli from Female Outpatient in the United States, Antimicrob.
Agents Chemother., 46(8), 2540-2545.
Johnson J. R., M. A. Kuskowsky, T. T. O’Bryan, R. Colodner, and R. Raz, 2005,
Virulence Genotype an Phylogenetic Origin in Relation to Antibiotic Resistence
Profile among Escherichia coli Urine Sample Isolates from Israeli Woman with
Acute Uncomplicated Cystitis, Antimicrob. Agents Chemother., 49(1), 26-31.
Manges A. R., J. R. Johnson, B. Foxman, T. T. O’Bryan, K. E. Fullerton, and L.
W. Riley, 2001, Widespread Distribution of Urinary Tract Infections Caused by A
Multridrug Resistance Escherichia coli Clonal Group, N. Engl. J. Med., 345(14),
1007-1009.
Maxam A.M. et al.,1977 . A New Metod For Sequensing DNA, Proc.Nalt. Acad.
Sci.USA.74 (2),560-564
Madigan M.T. et al., 1997. Biology of Microorganisms, Eighth Edition. New
Jersey, Prentice Hall International.
Mutschler E., 1991, Dinamika Obat, ed.5, Penerbit ITB, Bandung.

Oliver A., M. Perez-Vazquez, M. Martinez-Ferrer, F. Baquero, L. de Rafael, and


R. Canton, 1999, Ampicillin-Sulbactam and Amoxicillin-Clavulanate

10
Susceptibility Testing on Escherichia coli of Isolates with Different Beta-Lactam
Resistance Phenotypes, Antimicrob Agents Chemother., 43, 862-867.

Orrett F. and S. M. Shurland, 1996, Production of Betalactamase in Trinidad an


Association with Multiple Resistance to Betalactam Antibiotics, Med Science
Research., 24(8), 519-522.
Pelczar M. J. dan E. C. S. Chan, 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jilid 2,
Terjemahan Ratna Sri Hadioetomo, dkk., Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Smith-Keary P. F., 1988, Genetic Elements in Escherichia coli, Macmillan


Molecular biology series, London, p. 1-9, 49-54
Teale C. J., 2005, Detection and Characterisation of Betalactamase Resistance in
Gram Negatif Bacteria of Veterinary Significance, UK National Guidelines for
Laboratories, 102, 1-5.
Tjay T. H. dan R. Kirana, 2002, Obat-Obat Penting, ed. 5, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Widjojoatmodjo Myra N., Fluit AD C., and Verhoef Jan, 1995, Molecular
Identification of bacteria by Fluorescence-Based PCR-Single-Strand
Conformation Polymorphism Analysis of the 16S rRNA Gene, Journal of
Clinical Microbiology. p 2601-2606

11

Anda mungkin juga menyukai