Laporan Kasus Thalasemia
Laporan Kasus Thalasemia
THALASEMIA
Oleh
Gia Piurawati
2011
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Umur : 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kec. Cianjur Kab. Cianjur
MRS tanggal : 11 Juli 2011
No. Rekam Medik : 472947
Dokter Yang Merawat: dr. Jauhari, Sp.A
ANAMNESA (Alloanamnesis)
KELUHAN UTAMA
OS pucat dan badan tampak kuning sejak 8 hari SMRS
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
OS tidak nafsu makan, makan 2-3x sehari sedikit-sedikit.
RIWAYAT IMUNISASI
Ibu OS mengaku OS telah diimunisasi Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
B. PEMERIKSAAN FISIK
KESAN UMUM : Tampak sakit sedang, OS tampak pucat dan ikterik
KESADARAN : Composmetis
TANDA VITAL :
Suhu : 37,6 0C
HR : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
ANTROPOMETRI :
BB = 19 kg
PB = 130 cm
Status Gizi Berdasarkan NCHS:
BB/U = 19/32 x 100% = 59,3% (Gizi Buruk)
TB/U = 130/138 x 100% = 94,2% (Baik)
BB/TB = 19/26 x 100% = 73% (Gizi Kurang)
STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterus (+/+)
Reflex cahaya (+), pupil isokhor
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (+), Lidah kotor (-)
Telinga : Sekret (-), Darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru :
I : Pergerakan dada simetris, Retraksi dinding dada (-)
P : Vokal Fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada semua lapang paru
A :Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
I : Cembung
A : BU (+)
P : Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa
Lien teraba di skufner III
P : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
8 Juli 2011
Pemeriksaan Darah Rutin
9 Juli 2011
Pemeriksaan Kimia Darah
Bilirubin Total = 7,79 mg%
Direk = 1,76 mg%
Indirek = 6,03 mg%
SGOT = 17 mg%
SGPT = 72 mg%
Alkali Fosfat = 1670 U/L
Pemeriksaan Serologi
HbsAg (-)
10 Juli 2011
Pemeriksaan Darah Rutin
Parameter Nilai Satuan Nilai Normal
WBC 5,4 103/µL 4,5-13,5
LY % 20,8 % 28,0-38,0
MO% 3,9 % 0,0-13,0
GR% 75,3 % 47,0-62,0
LY # 1,1 103/µL 1,3-5,1
MO# 0,2 103/µL 0,0-2,0
GR# 4,1 103/µL 2,1-8,4
11 Juli 2011
Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi
Eritrosit : Hipokrom mikrositer tidak ditemukan normoblast
Leukosit : Limfosit atipik (+)
Trombosit : Kelompok trombosit cukup
Pemeriksaan Urinalisa
Warna : Jernih
PH :6
Protein : (-)
Reduksi : (-)
Urobilin : +4
Bilirubin : (-)
Sedimen : (-)
Eritrosit : 0-1/LPB
Leukosit : 2-4/LPB
Sel Epitel : 1-3/LPB
Kristal : (-)
Silinder : (-)
12 Juli 2011
Pemeriksaan Darah Rutin
Parameter Nilai Satuan Nilai Normal
WBC 3,5 103/µL 4,5-13,5
LY % 21,9 % 28,0-38,0
MO% 8,2 % 0,0-13,0
GR% 69,9 % 47,0-62,0
LY # 0,8 103/µL 1,3-5,1
MO# 0,3 103/µL 0,0-2,0
GR# 2,4 103/µL 2,1-8,4
D. RESUME
An. M, 10 Tahun MRS tanggal 11 Juli 2011 dengan keluhan 8 hari SMRS OS pucat dan badan
tampak kuning serta lemas, cepat lelah, sakit kepala, demam terus menerus, keringat dingin,
mual, nafsu makan menurun, nyeri perut dan berat badan menurun. 1 hari SMRS punggung OS
gatal-gatal, BAB 1x terdapat darah jumlah ±1 sendok teh, BAK lancar >4x sehari warna kuning
4 tahun SMRS OS pernah ditransfusi karena anemia. Pemeriksaan fisik tanda vital: suhu: 37,6
0
C, HR: 90 x/menit, RR: 20 x/menit. Status Gizi: BB/U = Gizi Buruk, TB/U = Baik, BB/TB =
Gizi Kurang. Mata: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (+/+), mulut: bibir pucat (+), hepar
teraba 3 jari dibawah arcus costa dan lien teraba di skufner III.
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
11 Juli 2011
Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi Pemeriksaan Urinalisa
Eritrosit : Hipokrom mikrositer tidak Urobilin : +4
ditemukan normoblast Eritrosit : 0-1/LPB
Leukosit : Limfosit atipik (+) Leukosit : 2-4/LPB
Trombosit : Kelompok trombosit cukup Sel Epitel : 1-3/LPB
13 Juli 2011
Pemeriksaan Kimia Darah
Bilirubin Total = 2,07 mg% SGOT = 30 mg%
Direk = 1,14 mg% SGPT = 45 mg%
Indirek = 0,93 mg% Alkali Fosfat = 470 U/L
Gamma GT = 31,01 U/L
E. DIAGNOSA KERJA
Thalasemia dan Gizi Buruk
F. RENCANA DIAGNOSIS
- Penilaian Cadangan Besi :
Feritin Serum
Besi serum dan persentase saturasi transferin (kapasitas ikat besi)
- EKG
- Uji Toleransi Glukosa
- Pemeriksaan Hormon Pertumbuhan
G. RENCANA TERAPI
- IVFD D1 : 4 = 19 x 60 = 12 tetes permenit 96
- Paracetamol = 3 x 2 cth (bila demam)
- Transfusi Darah PRC
Kebutuhan : 19 x 15 = 285 cc
Lama : 285 x 15 = 14,25 jam
5 x 60
- Diet Gizi Seimbang
Sebaiknya menghindari makanan yang mengandung zat besi
Kebutuhan kalori = 17,5 x 19 + 651 x1,2 x 1,55
= 1829,31 kalori
- Vitamin A = 200.000 IU p.o
- Cefotaxim 2x 950 mg (iv)
- Vitamin C 200 mg/hari p.o
- Asam Folat 1 mg/hari p.o
- Imunisasi Hepatitis B
TINJAUAN PUSTAKA
THALASEMIA
a. Definisi
Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis
hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai
globin.Thalassemia merupakan sekelompok anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau
parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai
perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai
globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah
penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang
berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia, banyak di antara mutasi ini
adalah unik untuk daerah geografi setempat.
Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara
struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin
hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai
struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan
hemotologi mirip thalassemia. Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini
diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama
meliputi daerah-daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur
Tengah, India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali
atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia-β. Di
beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari populasi mempunyai satu atau lebih
gen thalassemia.
b. Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta
ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak
menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di
dunia. Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia.
Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti Yunani,
Itali dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta,
memiliki insidens thalassemia-β mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga
umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya,
thalassemia-α lebih sering ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.
Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia
Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya
gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan
kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas
pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya
pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.
Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua
tahun pertama kehidupan sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan
penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara. Bentuk
thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak pasien
dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,
elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin
tidak menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir
semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia-β intermedia.
Situasi ini biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.
c. Patofisiologi
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan
produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu
(α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan
terjadinya produksi rantai globin lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain
dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi
berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam
sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel.
Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia.
Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai
hemoglobinopati karena pada tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal
secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai
globin tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi
bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete
absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-nya
dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa
pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan
produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah
(hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang
mengarah kegambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini
berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan
produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini
tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah
merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya
meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α
bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat untuk
dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan
fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi rantai δ yang stabil dengan
berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total
Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana
sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel,
mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga terjadinya
destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang
berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari
rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-
α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley,
berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan.
Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan menyebabkan
terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis
inefektif).
Patofisiologi Seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis
rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan
berbedabeda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β rantai α yang berlebihantidak
mampu membentuk Hb tetramer terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan,
dengan berbagai cara menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada
sindroma thalassemia-β, situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada tahun-
tahun pertama kehidupan dan rantai β pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe ini
relative bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif
tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti
Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi
perbedaan besar pada manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut
(insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan
kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan
terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-
sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion
bodies (rantai yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik
hemolisis maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan
thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari
rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan untuk
membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai
berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan
Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,
menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan
thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen,
menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana bersama-sama dengan anemia berat akan
menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid
yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan
besi dan laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis
dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah
besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai
respon dari anemia yang tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang
akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara
teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat dicegah
atau dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya
akan lebih merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya karena
penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi
pada penderita yang bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan
peningkatan absorpsi besi karena adanya downregulation dari gen HAMP yang
memproduksi hormone hepar yang dinamakan hepcidin, regulator utama pada absorpsi
besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini terjadi pada penderita dengan
thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki,
dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan
berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi
menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada
penderita thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme
tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus
berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma
dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah
penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa
penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah
ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau
tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan
transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita
yang mendapatkan transfuse darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah
besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan
protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia
berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup
berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya
akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati,
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
Hipotesa Malaria
Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif untuk
bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik malaria.
Hardane berpendapat bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada thalassemia,
anemia sel sabit dan defisiensi G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis
dan subtropis. Insidens dari mutasi genetik ini pada populas tertentu merefleksikan
adanya keseimbangan antara kematian dini pada penderita homozigot dengan
peningkatan kesehatan pada penderita heterozigot.
Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum
jelas. Sel Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria,
dan, berdasarkan tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-β,
malaria serebral fatal yang diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi tersebut
dapat dicegah. Sel darah merah pada penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam
efek supresif terhadap pertumbuhan parasit. Namun efek ini tidak ditemukan pada
penderita dengan trait thalassemia-α.
- Trait Thalassemia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang
rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu
gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara,
India dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan
pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb
A2 dan HbF secara khas normal.
Gambar 4. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel
- Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan
thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus dan
jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai
dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai
tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.
Gambar 5. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang
menunjukkan Heinz-Bodies
- Thalassemia-α Mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2
semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4)
mendominasi pada bayi yang menderita dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang
tinggi, maka bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah
kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2) yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.
Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β;
antara lain :
- Silent Carrier Thalassemia-β
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-
β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia
intermedia.
e. Stadium Thalassemia
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala
yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi
khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells
(PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya
ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri dan elektrokardiogram
(EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki
keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding
ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventricular abnormal pada EKG
dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi
ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi premature dari atrial
dan ventrikular.
f. Terapi
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut
setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali
memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb
yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua
penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga
yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi
darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus
dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode
pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam
batas normal tanpa transfusi.
- Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9 - 9.5
gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka
dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut
meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan
hepatitis. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit, 10-15 mL/kg PRC
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang
adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan. Pertimbangkan pemberikan
asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi
alergi.
Komplikasi Transfusi Darah
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan
infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya
lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan
transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus
hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang.
Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di
atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat
menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya
mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang
tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-
Sulfametoksazol.
- Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik
(yaitu fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan
distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan
melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik,
sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu
dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi
hiperaktif menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan
demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak
akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250
mL/kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat
menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.
Gambar 9. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai
anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu
diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah
Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 /
μL pasca splenektomi.
- Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal dengan suplemen sebagai berikut : asam
folat, asam askorbat dosis rendah dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan,
dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat
membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
g. Skrining
Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree. Atau bisa
juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran
eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal, pasien
dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α.
h. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti
dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan
bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
DAFTAR PUSTAKA