Anda di halaman 1dari 12

PERANAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN

BUDAYA TERHADAP KINERJA ORGANISASI


IGAM Asri Dwija Putri1
1
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
e-mail: igamasri@yahoo.co.id

ABSTRAK

Good corporate governance (GCG) telah menjadi wacana sejak tahun 1999. Walaupun
keberadaan GCG cukup lama, saat ini masih menjadi kajian yang menarik. Budaya
sering dihubungkan dengan kemampuan mencapai kinerja yang dinginkan. Tujuan
penulisan ini adalah mengkaji hubungan good corporae governance dan budaya
terhadap kinerja perusahaan. Makalah ini merupakan kajian teoretis dan didasari oleh
temuan peneliti sebelumnya, dengan metode empiris dalam menyelesaikan masalah.
Adapun hal yang dapat disimpulkan dari kajian ini bahwa good corporate governance
(GCG) dan budaya perusahaan yang baik (good corporate culture/GCC) menjadi faktor
pendukung tercapainya kinerja perusahaan yang baik. Penerapan GCG pada perusahaan
akan mampu meminimalkan sifat oportunis dari para manajemen sehingga berdampak
pada perbaikan kinerja perusahaan. Demikian juga, peranan budaya organisasi sangat
penting dalam mengantisipasi perilaku oportunis dari manajer di perusahaan sehingga
perlu dikembangkan budaya organisasi ke arah good corporate culture (GCC) karena
akan berdampak baik terhadap kinerja perusahaan.

Kata kunci: good corporate governance(GCG), budaya, kinerja, oportunis

ABSTRACT

Good corporate governance (GCG) has been widely discussed since 1999, but it is still
an interesting topic up to present. Culture is also frequently said to be related to an
organization performance. This article aims to review the relationship of GCG and
culture with the company’s performance. This is a theoretical review based on previous
empirical researches. The conclusion is that GCG and good corporate culture (GCC)
would be the supporting factors to the company’s performance. Implementation of GCG
would minimize management opportunistic behavior that would affect performance
positively. Furthermore, organizational culture also takes part in anticipating
management opportunistic behavior. Therefore, it would be important to develop
organizational culture toward GCC due to its implication to the company’s
performance.

Keywords: good corporate governance, culture, performance, opportunist

PENDAHULUAN kinerja atau prestasi kerja. Tujuan


Tujuan utama setiap perusahaan perusahaan dapat diwujudkan dalam visi
adalah berusaha dapat mempertahankan dan misi perusahaan. Selanjutnya, visi
hidupnya (going concern) dan memperoleh dan misi tersebut diterjemahkan dalam
profit. Kemampuan perusahaan untuk strategi perusahaan. Perusahaan dapat
mencapai apa yang menjadi tujuan mengukur kinerja usahanya dengan
didirikan perusahaan tersebut menunjukkan menggunakan ukuran finansial (pertumbuhan
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 193
Jurnal Akuntansi & Bisnis
penjualan, pertumbuhan profit, dan Upaya regulator dan pemegang
pertumbuhan aset) dan nonfinansial saham untuk mengurangi perilaku
(perputaran karyawan, kepuasan oportunis manajemen atau disfungsional
pelanggan, dan produktivitas). Hal tersebut manajemen tidak hanya cukup dengan
juga sesuai dengan konsep pengukuran memaksakan manajemen untuk menerapkan
kinerja dari perspektif Balanced
Scorecard yang melakukan pengukuran suatu sistem yang dipandang bagus,
kinerja perusahaan dari dua sisi, yaitu sisi seperti penerapan GCG. Namun, budaya
keuangan dan nonkeuangan. Konsep organisasi/ perusahaan yang dianut dan
Balanced Scorcard dapat dijabarkan diyakini oleh setiap individu dalam
menjadi empat perspektif, yaitu (1) organisasi perlu juga mendapat perhatian
perspektif keuangan, (2) perspektif karena budaya melekat pada individu
konsumen, (3) perspektif proses bisnis sehingga dapat memengaruhi perilaku
internal, dan (4) perspektif pertumbuhan manusia dalam segala tindakan. GCG
dan pembelajaran. sebagai suatu sistem pengawasan
Upaya peningkatan kinerja perusahaan dengan tujuan mengutamakan
perusahaan dipengaruhi oleh dua faktor kepentingan stakeholders. Praktik GCG
utama, yaitu faktor internal dan eksternal berbeda di setiap perusahaan karena
perusahaan. Pengelolaan perusahaan berkaitan dengan jenis usaha perusahaan,
yang baik termasuk faktor internal struktur kepemilikan, serta sosial dan
perusahaan sebaliknya lingkungan, kondisi budaya yang dianut oleh setiap
perekonomian secara umum, dan kebijakan- perusahaan. Moeljono (2002) menyatakan
kebijakan pemerintah merupakan faktor bahwa budaya korporasi merupakan
ekternal yang dapat mempengaruhi sistem nilai yang diyakini oleh semua
kinerja perusahaan. anggota organisasi dan yang dipelajari,
Sebuah pengalaman yang disamping itu dikembangkan secara
berharga bagi Indonesia adalah ketika berkesinambungan, berfungsi sebagai
terjadinya krisis pada tahun 1997-1998. sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan
Ketika krisis melanda negara Indonesia perilaku bagi setiap anggota dalam
banyak bank dan perusahaan mengalami organisasi untuk mencapai tujuan
kerugian, bahkan sampai terjadi kebangkrutan. perusahaan. Dengan demikian yang
Terjadinya krisis yang melanda Indonesia menjadi pokok kajian dalam makalah ini
memotivasi para peneliti melakukan riset adalah bagaimana peranan good
berdasarkan fenomena tersebut. Hasil corporate governance (GCG) dan budaya
beberapa penelitian menyatakan bahwa dalam meningkatan kinerja perusahaan.
perusahaan - perusahaan yang mengalami Berdasarkan uraian dalam latar belakang
dampak krisis tersebut sebagai akibat dari ini, maka GCG dan budaya perusahaan
adanya tata kelola perusahaan (corporate yang baik (good corporate culture/GCC)
governance) yang tidak bagus. Setelah adalah menjadi suatu faktor yang dapat
masa krisis tersebut mulai muncul isu memengaruhi peningkatkan kinerja
good corporate governance (GCG). perusahaan.
Penerapan GCG menjadi suatu keharusan Teori yang mendasari pembahasan
bagi setiap perusahaan untuk mencapai kajian GCG dan budaya ini adalah
kinerja perusahaan yang baik. Hal itu Organizational of Fit Theory. Kalau
penting karena tujuan diterapkannya dilihat perkembangan teori fit, pada
GCG adalah untuk mengurangi perilaku awalnya yang ada adalah teori organisasi,
oportunis manajer dan dapat meningkatkan yaitu teori yang menjelaskan bagaimana
nilai/kinerja perusahaan. sebenarnya organisasi distruktur dan
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 194
Jurnal Akuntansi & Bisnis
bagaimana organisasi dapat dikonstruksi corporate governance (GCG). Namun,
guna meningkatkan keefektifan organisasi diperlukan juga dukungan faktor budaya
(Robbins, 1994; 6). Perkembangan organisasi sehingga menjadi good
selanjutnya adalah population ecology corporate culture (GCC).
theory dan contigency yang kemudian Pada tahun 1999 Organization
menjadi sumber munculnya theory of fit, for Economic Co-operation and Development
yaitu teori tentang keselarasan hubungan (OECD) telah memublikasikan OECD
internal organisasi (Sobirin, 2007; 268). Principles of Corporate Governance,
Jadi, organizational of fit theory atau yang memuat empat prinsip, yaitu
teori fit menyatakan bahwa strategi keadilan/fairness (berkaitan dengan
organisasi harus fit dengan faktor-faktor perlindungan terhadap seluruh kepentingan
lain agar organisasi mencapai kinerja pemegang saham secara merata, termasuk
yang baik. Dengan demikian, agar suatu kepentingan pemegang saham minoritas),
organisasi/perusahaan bisa hidup transparansi/transparency (merupakan
berkelanjutan, organisasi harus bisa hidup pengungkapan informasi kinerja
selaras atau menyesuaikan diri dengan korporasi secara akurat, tepat waktu,
lingkungan eksternal sehingga tujuan jelas, konsisten, dan dapat dibandingkan),
perusahaan secara umum dapat dicapai. akuntabilitas/accountability (akuntabilitas
Keselarasan antara aspek internal dan manajemen dilakukan melalui pengendalian
eksternal akan mengangkat kinerja efektif berdasarkan kejelasan fungsi, hak,
perusahaan menjadi meningkat. Selanjutnya, kewajiban, wewenang, dan tanggung
organisasi harus dirancang untuk dapat jawab antara pemegang saham, pengurus,
mencapai tujuan jangka panjang dalam pengawas, dan auditor), dan
wujud visi dan misi organisasi sehingga pertanggungjawaban/responsibility
berdampak pada kinerja perusahaan (berkenaan dengan korporasi sebagai
seperti nilai perusahaan. Hal ini berarti agen ekonomi yang harus selalu patuh
bahwa dengan adanya keselarasan faktor terhadap hukum dan peraturan yang
internal (seperti GCG) dan eksternal berlaku dalam bidang perpajakan,
(budaya) akan mampu mengurangi hubungan industrial, perlindungan
manajer melakukan tindakan yang lingkungan hidup, kesehatan, keselamatan
oportunis selanjutnya berdampak pada kerja, standar pengajian, dan persaingan
nilai/kinerja perusahaan menjadi yang sehat) (Suta, 2005). Selanjutnya,
meningkat. GCG secara ringkas dijelaskan oleh
Kajian ini berpedoman pada teori Khairandy dan Malik ( 2007: 60) bahwa
fit. Maksudnya, dengan adanya kesesuaian GCG merupakan suatu konsep tentang
antara GCG dan budaya akan mampu tata kelola perusahaan yang sehat.
mengurangi perilaku oportunis atau Konsep ini diharapkan dapat melindungi
disfungsional manajemen yang dapat pemegang saham (stockholders) dan
menurunkan kinerja perusahaan. Dengan kreditor agar dapat memperoleh kembali
demikian, penerapan GCG di perusahaan investasinya, yang terdiri atas lima
perlu mendapat dukungan dari budaya prinsip (yang disingkat TARIF), yaitu
organisasi untuk mencapai kinerja yang transparency, accountability, responsibility,
diinginkan. Muljono (2006) menyebutkan independency, dan fairness. Dengan
bahwa budaya organisasi adalah inti dari demikian, tujuan GCG adalah untuk
GCG. Untuk mencapai tujuan akhir memaksimumkan nilai perusahaan dan
didirikannya perusahaan tidaklah cukup pemegang saham dengan mengembangkan
hanya dengan menerapkan good transparansi, kepercayaan, dan pertanggung
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 195
Jurnal Akuntansi & Bisnis
jawaban, disamping itu menetapkan Robinson (2004), Herawati (2007), dan
sistem pengelolaan yang mendorong dan Putri (2011) menemukan GCG
mempromosikan kreativitas dan berpengaruh terhadap kinerja/nilai
kewirausahaan yang progresif. perusahaan. Dengan adanya penerapan
Konsep budaya pertama kali GCG secara normatif akan mampu
dipakai dalam disiplin ilmu antropologi, mengurangi perilaku oportunis
yang pada akhirnya ikut memperkaya manajemen. GCG akan meningkatkan
bidang ilmu lainnya, seperti ekonomi pengendalian dan transparansi
termasuk juga akuntansi. Menurut perusahaan.
Adaptationist School, budaya perusahaan Penelitian mengenai budaya yang
adalah keyakinan dan nilai bersama yang dikaitkan dengan organisasi, seperti
memberikan makna bagi anggota sebuah penelitian Hofstede (1983), (1998),
institusi dan menjadikan keyakinan dan (2003), dan Hofstede et al. (1990).
nilai tersebut sebagai aturan/pedoman Penelitian terdahulu mengenai budaya
berperilaku di dalam organisasi (Sobirin, yang berkaitan dengan bidang akuntansi,
2007:131). Dari sudut pandang psikologi, seperti penelitian: Verma dan Gray
Dayakisni dan Yuniardi (2008:59) (1997), Sudarwan (1995), Indriantoro
menyatakan bahwa budaya sangat (2000a) dan (2000b), Wiyantoro dan
memengaruhi perilaku individu. Selanjutnya, Sabeni (2007), Geiger et al. (2006),
dijelaskan bahwa pada tataran individual Fidrmuc dan Jacob (2010), dan Badera
budaya memberikan pengaruh pada (2006). Badera (2006) meneliti tentang
kehidupan individu lebih dari sekadar pengaruh good corporate governance
perilaku semata. Akan tetapi terlihat dan budaya organisasi terhadap kinerja
hubungan yang sangat dekat antara organisasi. Hasil risetnya menemukan
budaya dengan beberapa konsep dasar bahwa GCG dan budaya organisasi
psikologi khususnya konsep yang berpengaruh positif terhadap kinerja
membangun entit as psikologis seorang organisasi.
manusia, yaitu kepribadian dan konsep
diri (Dayakisni dan Yuniardi, 2008:59). PEMBAHASAN
Moeljono (2002) menegaskan bahwa Peranan Good Corporate Governance
budaya organisasi berfungsi sebagai Good Corporate Governance (GCG),
sistem perekat dan dapat dijadikan acuan yaitu seperangkat peraturan yang
perilaku bagi setiap anggota dalam menetapkan hubungan antara pemegang
organisasi untuk mencapai tujuan saham, pengurus, pihak kreditor,
perusahaan. Hal itu diperkuat oleh pemerintah, karyawan, serta pihak intern
Susanto et al. (2008) yang menyatakan dan ekstern lainnya yang berkaitan
bahwa budaya organisasi merupakan dengan hak dan kewajiban mereka atau
nilai-nilai yang menjadi pegangan dengan kata lain suatu sistem yang
sumber daya manusia dalam menjalankan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2003).
kewajibannya dan perilakunya di dalam GCG sebagai proses dan struktur yang
organisasi. ditetapkan dalam menjalankan
Siallagan dan Machfoedz (2006) perusahaan, dengan tujuan utama untuk
menemukan bahwa mekanisme GCG meningkatkan nilai pemegang saham
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. dalam jangka panjang, dengan tetap
Demikian juga penelitian Klapper dan memerhatikan kepentingan stakeholders
Love (2002), Kusumawati dan Riyanto (IICG, 2004). Dapat diartikan juga bahwa
(2005), Hastuti (2005), Brown dan pada prinsipnya GCG mengandung
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 196
Jurnal Akuntansi & Bisnis
makna sistem tata kelola perusahaan menyedihkan bagi perekonomian bangsa
yang baik dengan memerhatikan Indonesia. Banyak perusahaan dan bank
kepentingan stakeholders dan meningkatkan mengalami keruntuhan, sampai akhirnya
nilai/kinerja perusahaan. harus dilikuidasi. Kondisi ini sebagai
GCG dapat diterima sebagai tonggak dibentuknya Komite Nasional
konsep yang wajib diterapkan oleh setiap tentang Kebijakan Corporate
organisasi karena mampu memberikan Governance (KNKCG) melalui Surat
kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat Keputusan Menteri Koordinator bidang
dan didukung oleh filosofi lahirnya EKUIN NO: KEP-10/M.EKUIN/1999
konsep GCG. Clarke (2004) telah tanggal 19 Agustus 1999, yang telah
menguraikan filosofi yang mendasari menerbitkan Code of Good Corporate
sampai munculnya teori corporate Governance.
governance, antara lain agency theory, Secara resmi pemerintah
stewardship theory, stakeholder theory, mengeluarkan peraturan berkaitan
theories of convergence, dan post-enron dengan GCG, yaitu Keputusan Menteri
theories. Perspektif hubungan keagenan Negara Penanaman Modal dan
merupakan dasar yang digunakan untuk Pembinaan Badan Usaha Milik Negara
memahami good corporate governance. Nomor: KEP.23/M-PM.PBUMN/2000
Konflik kepentingan antara pemilik dan tentang penerapan praktik GCG pada
agen terjadi karena kemungkinan agen BUMN. Selanjutnya disempurnakan
tidak selalu berbuat sesuai dengan dengan KEP.117/M-PM.PBUMN/2002.
kepentingan principal sehingga memicu Good Corporate Governance (GCG)
biaya agensi (agency cost). Dalam kaca adalah prinsip korporasi yang sehat yang
mata agency theory, weak governance perlu diterapkan dalam pengelolaan
merupakan bagian dari agency cost, yang perusahaan, yang dilaksanakan semata-
terjadi dan mencerminkan adanya mata demi kepentingan perusahaan
divergence of interest antara principal dalam rangka mencapai maksud dan
/pemilik dan agen/manajemen (Bambang, tujuan perusahaan (Khairandy dan Malik,
2005). 2007: 72). Undang-Undang Perseroan
Istilah ”good corporate Terbatas No. 8 Tahun 2007 juga
governance” (GCG) pertama kali lahir mendukung penerapan GCG untuk
pada tahun 1970 di Amerika Serikat. perseroan terbatas.
Istilah ini muncul setelah terjadinya Pedoman GCG yang disusun
skandal korporasi dan praktik korupsi oleh Komite Nasional Kebijakan
yang dilakukan dalam perusahaan. Corporate Governance menjadi acuan
Lahirnya GCG ini karena tuntutan pihak dalam penerapan GCG di Indonesia yang
eksternal agar perusahaan tidak memuat prinsip dan aturan, yaitu berikut:
melakukan penipuan terhadap publik, (1) hak pemegang saham dan prosedur
yaitu informasi berupa laporan keuangan RUPS, (2) tanggung jawab dan
yang disajikan perusahaan dapat komposisi dewan komisaris, (3) tugas
dipercaya untuk pengambilan keputusan. dan komposisi direksi, (4) pengaturan
Di Indonesia isu GCG mulai diwacanakan sistem audit, baik eksternal maupun
1999 pascakrisis moneter melanda komite audit, (5) fungsi sekretaris
Indonesia oleh pemerintah Indonesia dan perusahaan sebagai mediator dengan
International Monetery Fund (IMF) investor, (6) pengaturan pihak-pihak
dalam rangka economy recovery. Krisis yang berkepentingan, (7) adanya
moneter merupakan sejarah yang keterbukaan, (8) kewajiban menjaga
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 197
Jurnal Akuntansi & Bisnis
kerahasiaan informasi oleh komisaris dan dianut di dalam perusahaan mempunyai
direksi, (9) pengaturan tentang informasi peranan penting untuk mencapai tujuan
dari orang dalam, (10) prinsip mengatur perusahaan. Untuk dapat mencapai
etika berusaha dan antikorupsi, (11) kinerja perusahaan baik, menurut Susanto
prinsip mengatur donasi, (12) prinsip et al. (2008:37) perlu dipahami peranan/
yang mengatur kepatuhan pada peraturan fungsi budaya organisasi dalam
perundang-undangan tentang proteksi perusahaan, yaitu (1) sebagai pengikat
kesehatan, keselamatan kerja, dan (organization binder), (2) inter grator,
pelestarian lingkungan, dan (13) prinsip (3) identitas organisasi, (4) energi untuk
pengaturan kesempatan kerja sama mencapai kinerja yang tinggi, (5) ciri
mengenai hubungan kerja antara kualitas (sign of quality), (6) motivator,
perusahaan dengan karyawan, bukan (7) pedoman gaya kepemimpinan, dan
berdasarkan faktor lainnya. (8) peningkatan nilai stakeholders.
Robbins (2006:725) menegaskan
bahwa budaya menjalankan sejumlah
Peranan Budaya Organisasi fungsi dalam perusahaan. Pertama,
Robbins (2006:721) menyatakan budaya menciptakan perbedaan antara
bahwa budaya organisasi adalah sistem satu organisasi dan lainnya. Kedua,
makna bersama yang dianut oleh budaya memberikan rasa identitas ke
anggota-anggota yang membedakan anggota-anggota organisasi. Ketiga,
organisasi itu dari organisasi lainnya. budaya membantu timbulnya komitmen
Hosftede et al. (1990) mendefinisikan pada sesuatu yang lebih luas daripada
budaya korporasi merupakan keseluruhan kepentingan diri pribadi seseorang.
pola pemikiran, perasaan dan tindakan Keempat, budaya merupakan perekat
dari suatu kelompok sosial. Secara sosial yang membantu memersatukan
lengkap dinyatakan oleh Moeljono organisasi itu dengan memberikan
(2002) bahwa budaya organisasi adalah standar-standar yang tepat mengenai apa
sistem nilai yang diyakini oleh semua yang harus dilakukan oleh karyawan.
anggota organisasi dan yang dipelajari, Selanjutnya, Robbins (2006:726)
serta dikembangkan secara menyimpulkan bahwa budaya berfungsi
berkesinambungan, berfungsi sebagai sebagai mekanisme pembuat makna dan
sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan pengendali yang memandu dan
perilaku bagi setiap anggota dalam membentuk perilaku para karyawan.
organisasi untuk mencapai tujuan Dengan demikian, pucuk pimpinan dalam
perusahaan. Tika (2005:6--7) menyebutkan suatu perusahaan seharusnya memerhatikan
bahwa unsur yang terdapat dalam dan memertahankan suatu budaya
pengertian budaya perusahaan/ korporasi organisasi yang cocok dengan para
terdiri atas: sistem nilai, lingkungan karyawan dan lingkungan perusahaan
bisnis, pahlawan, jaringan budaya, pola sehingga menjadi budaya yang kuat
ritual keyakinan, nilai dan perilaku, gaya dalam mendukung tujuan perusahaan.
manajemen, sistem dan prosedur
manajemen, norma-norma dan prosedur, Jenis-jenis Budaya Organisasi
serta pedoman perilaku. Dengan Budaya dalam organisasi sepintas
demikian, antara budaya organisasi tampak ada keseragaman. Namun, jika
dengan budaya korporasi saling terkait. ditelusuri, akan ada budaya yang berbeda
Budaya perusahaan merupakan bagian dari setiap individu karena dalam
dari budaya organisasi. Budaya yang berperilaku tidak semua anggota
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 198
Jurnal Akuntansi & Bisnis
organisasi melakukan dengan cara yang Budaya yang dianut dalam
sama. Akibatnya, di dalam organisasi organisasi menurut Robbins (2006:724)
terdapat dua kategori budaya, pertama, ada yang bersifat kuat atau lemah.
budaya yang dominan/ dominant culture Organisasi yang mempunyai budaya
merupakan kumpulan nilai utama yang yang kuat berarti budaya organisasi akan
dipakai bersama oleh mayoritas anggota mempunyai pengaruh yang besar pada
organisasi. Kedua, sub-budaya/subculture perilaku anggota-anggota organisasi.
merupakan kumpulan nilai yang dipakai Budaya yang kuat ini dapat berdampak
bersama dalam kelompok minoritas baik positif maupun negatif terhadap
organisasi (Luthans, 2005: 126). kinerja organisasi. Pengaruh positif
Dominant culture akan budaya yang kuat akan memperlihatkan
membedakan kepribadian organisasi kesepakatan yang tinggi di kalangan
secara keseluruhan dengan organisasi anggota mengenai apa yang harus
lainnya dan mengandung nilai-nilai dipertahankan sehingga dapat membina
utama yang dapat diterima oleh seluruh kesetiaan dan komitmen terhadap
anggota organisasi. Subculture merupakan organisasi. Namun, budaya dapat juga
sebagai bagian budaya yang berkembang menjadi hambatan dalam suatu
dalam organisasi, yang secara spesifik organisasi. Hambatan ini terjadi apabila
ditumbuhkan oleh perbedaan geografis, nilai-nilai bersama tidak cocok lagi
yang merupakan hasil kontribusi nilai dengan nilai yang akan meningkatkan
dari sebagian anggota organisasi. efektivitas organisasi. Ketika organisasi
Selanjutnya, Susanto et al. (2008) mengalami perubahan yang cepat,
menjelaskan bahwa subculture dapat sebaliknya budaya yang telah mengakar
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mungkin sudah tidak tepat lagi.
(1) fungsional/divisional subculture,
subculture di bagian keuangan akan Dimensi Budaya dalam Organisasi
berbeda dengan di bagian pemasaran, (2) Beberapa hasil penelitian empiris
subsidiaries subculture, anak perusahaan memandang bahwa budaya yang
yang satu dengan yang lainnya sering tercermin di dalam perusahaan bisa
kali memiliki budaya yang berbeda dipahami dari dimensi. Dimensi yang
berdasarkan bidang industri yang bisa diadopsi untuk melihat budaya
ditekuninya, konsumen yang dilayani, organisasi suatu perusahaan, seperti
dan kompetisi yang dihadapi, (3) budaya yang dikemukakan oleh
geographical subculture, letak geografis Hofstede, Reynold, dan Denison
yang berbeda-beda tempat perusahaan (Sobirin, 2007: 187) serta dimensi
beroperasi sering kali membentuk menurut Trompenaars (Luthans,
subculture tertentu karena pengaruh 2005;54). Keempat dimensi budaya
budaya masyarakat, negara, atau daerah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
setempat, (4) joint venture subculture,
anak perusahaan yang merupakan hasil Dimensi Budaya oleh Hofstede
kerja sama dengan yang lain Hofstede melakukan survei
menghasilkan budaya kombinasi dengan terhadap perusahaan multinasional IBM
yang lain dan menghasilkan culture yang ada di lima puluh negara dan tiga
tertentu, dan (5) business climate region, dengan responden nya adalah
subculture, iklim bisnis, atau karyawan perusahaan tersebut. Hasil
karakteristik bisnis tertentu menuntut survei Hofstede menemukan adanya
culture dengan karakteristik tertentu. perbedaan nilai-nilai kerja dari setiap
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 199
Jurnal Akuntansi & Bisnis
perusahaan tersebut yang disebabkan pegawai vs pekerjaan, (3) budaya bersifat
oleh perbedaan budaya. Hofstede (1983) porochial vs Profesional, (4) budaya
membedakan secara umum dimensi bersifat terbuka vs tertutup, (5) budaya
budaya yang berpengaruh pada nilai-nilai kontrol terbuka vs kontrol tertutup, dan
kerja suatu organisasi menjadi empat (6) budaya pragmatis vs normatif.
dimensi budaya yaitu sebagai berikut:
(1) Power distance/jarak kekuasaan, Dimensi Budaya oleh Reynols
adalah mengungkapkan jarak Reynols (1986) mengemukakan
hubungan antara atasan dan bahwa untuk memahami budaya suatu
bawahan atau antara yang memiliki perusahaan bisa dilihat dari empat belas
kekuasaan dengan orang yang dimensi, yaitu (1) dimensi budaya
tidak memiliki kekuasaan. berorientasi ekstenal vs internal, (2)
(2) Idividualism-collectivism, berorientasi pada tugas vs aspek sosial,
berkaitan dengan hubungan (3) menekankan pada pentingnya safety
antarindividu. Individualism vs berani menanggung risiko, (4)
memiliki ciri tidak bergantung menekankan pada pentingnya confirnity
pada orang lain dan lebih peduli vs individuality, (5) pemberian reward
pada dirinya yang terbalik dengan berdasarkan kinerja individu vs kinerja
collectivism. kelompok, (6) pengambilan keputusan
(3) Masculinity-feminity, berkaitan secara individu vs kelompok, (7) pengambilan
dengan perbedaan peran gender. keputusan terpusat (centralized) vs
Budaya yang cenderung maskulin desentralized, (8) menekankan pentingnya
memiliki ciri lebih mementingkan perencanaan vs ad hoc, (9) menekankan
harta milik, kompetisi, dan kinerja, pentingnya stabilitas organisasi vs inovasi
sebaliknya feminim lebih organisasi, (10) mengarahkan karyawan
mementingkan kesetaraan, solidaritas, untuk kooperatif vs kompetisi, (11)
dan kualitas kehidupan kerja. menekankan pentingnya organisasi yang
(4) Uncertainty avoidance/ menghindari sederhana vs kompleks, (12) prosedur
ketidakpastian. Hal ini menjelaskan organisasi bersifat formal vs informal,
toleransi seseorang terhadap situasi (13) menuntut karyawan sangat loyal
dan reaksinya terhadap situasi kepada organisasi vs tidak mementingkan
tersebut. Salah satu ciri strong loyalitas karyawan, dan (14) inorance vs
uncertainty avoidance adalah knowledge.
ketidakpastian dianggap sebagai
ancaman sehingga harus diantisipasi, Dimensi Budaya oleh Denison
sebaliknya weak uncertainty Dimensi budaya menurut Denison
avoidance, yaitu ketidakpastian berbeda dengan dimensi budaya menurut
dianggap normal dalam hidup yang Hofstede dan Raynols. Denison (1990)
harus diterima apa adanya. mengemukakan bahwa dimensi budaya
organisasi ada empat yang dikaitkan
Hofstede melakukan penelitian dengan efektivitas organisasi. Keempat
lanjutan yang sebelumnya telah menemukan dimensi tersebut, yaitu sebagai berikut.
empat dimensi budaya nasional. 1) Invovement dimension, maksudnya
Selanjutnya, Hofstede et al. (1991) dimensi budaya yang menunjuk
menemukan ada enam dimensi budaya kan tingkat partisipasi anggota
organisasi, yaitu (1) budaya berorientasi organisasi dalam proses pengambilan
proses vs hasil, (2) budaya berorientasi keputusan.
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 200
Jurnal Akuntansi & Bisnis
2) Consistency, menunjukkan memberikan status tinggi untuk
tingkat kesepakatan anggota pencapaian yang tinggi. Sebaliknya,
organisasi terhadap asumsi dasar budaya askripsi adalah pemberian status
dan nilai-nilai inti organisasi. berdasarkan gender, umur, atau koneksi
3) Adaptability menunjukkan sosial.
kemampuan organisasi dalam Dengan mengkaji secara teoretis
merespons perubahan-perubahan dan didasarkan penelitian terdahulu
lingkungan eksternal dengan maka permasalahan peranan dari GCG
melakukan perubahan lingkungan dan budaya dalam meningkatkan kinerja
internal organisasi. perusahan terjawab dengan meyakinkan.
4) Mission adalah dimensi budaya Apa yang dijelaskan secara normatif
yang menunjukkan tujuan inti peranan GCG adalah sangat membantu
organisasi yang menjadikan manajemen dalam mengelola perusahan
anggota organisasi teguh dan fokus dan mampu meningkatkan kinerja
terhadap apa yang dianggap penting perusahaan. Peranan GCG sangat
dalam organisasi. berkontribusi terhadap semua pemangku
kepentingan (stakeholders), yaitu
Dimensi Budaya Menurut Trompenaars pemegang saham, manajemen, karyawan,
Trompenaars (1993 ) meng mitra kerja, pemerintah, dan lingkungan.
identifikasi lima dimensi budaya, yaitu Karena penerapan GCG berpatokan pada
sebagai berikut, (1) Universalisme vs lima prinsip utama yang dikenal dengan
Particularisme. Budaya yang universalisme istilah TARIF. Jika nilai-nilai yang
adalah budaya yang menekankan aturan terkandung dalam istilah TARIF
formal yang ketat (anggota organisasi (transparency, accountability, responsibility,
akan berusaha mengikuti aturan dan independency, dan fairness) dipenuhi
prosedur dalam organisasi). Sebaliknya, maka tidak akan ada pihak yang
particularisme lebih fokus pada hubungan dirugikan. Hal ini bukan merupakan
personal dan berdasarkan kepercayaan sesuatu yang tidak mungkin tercapai.
dari pada aturan formal. (2) Individualisme Karena kondisi tata kelola perusahaan
vs Collectivisme. Individualisme mengacu yang baik didukung oleh teori
pada orang yang menganggap dirinya stewardship, yaitu pada dasarnya
sebagai individu, sebaliknya collectivisme manusia dapat dipercaya untuk
mengacu pada orang yang menganggap melakukan hal yang baik.
dirinya sebagai bagian dari kelompok. Peningkatan kinerja perusahaan
(3)Netral vs Afektif. Budaya netral tidak akan lebih baik lagi jika didukung oleh
menunjuk kan perasaannya, emosi ditahan adanya budaya organisasi yang baik atau
dan tidak diekspresikan, sebaliknya afektif good corporate culture (GCC). Budaya
adalah kebalikannya, yaitu emosi yang dimaksud dalam kajian ini adalah
diekspresikan secara terbuka. (4) Spesifik budaya organisasi yang diterapkan oleh
vs difusi. Pada budaya spesifik akan ada perusahaan dan harus diikuti oleh setiap
pemisahan yang kuat antara pekerjaan anggota organisasi. Di samping itu, juga
dengan urusan pribadi, sebaliknya difusi akan ada budaya yang telah melekat pada
pekerjaan dan kehidupan pribadi dan diri individu anggota organisasi yang
berhubungan erat, (5) Prestasi vs dipengaruhi oleh lingkungan dari mana
askripsi. Budaya prestasi jika seorang dan di mana anggota organisasi dan
diberi status berdasarkan seberapa baik organisasi tersebut berada. Budaya apa
mereka menampilkan fungsinya atau pun yang melekat pada anggota
Vol. 7, No. 2, Juli 2012
AUDI 201
Jurnal Akuntansi & Bisnis
organisasi hendaknya tidak menjadi organisasi yang good corporate culture
suatu hambatan bagi suatu organisasi/ (GCC) untuk mencapai tujuan perusahaan
perusahaan untuk mencapai tujuannya. yang terwujud dalam peningkatan kinerja
Budaya lokal yang telah membudaya perusahaan.
tersebut tentunya akan menjadi kekuatan
bagi perusahaan. REFERENSI
Seperti apa yang dinyatakan oleh Ahrens,T dan M. Mollona. 2007.
Moeljono (2006) bahwa budaya “Organisational Control as Cultural
merupakan inti dari GCG. Jadi, harus ada Practice - A Shop Floor
kesesuaian antara budaya yang baik atau Ethnography of a Shelffield Steel
good culture (GC) dengan GCG untuk Mill, Accounting, Organization, and
mendapatkan peningkatan nilai/kinerja Scienty 32:305--331.
perusahaan, yang sesuai dengan
organizational of fit theoey. Dengan Badera, I N. 2006. “Pengaruh Corporate
demikian, peranan GCG dan pengembangan Governance Terhadap Kinerja
budaya organisasi yang good culture Perusahaan dengan Budaya Organisasi
sangat penting karena berkaitan dengan sebagai Variabel Pemoderasi”. Audi
memberikan perlindungan terhadap Jurnal Akuntansi Dan Bisnis, Vol. 1.
kepentingan stakeholders yang akan No.1.
berdampak pada peningkatan kinerja
perusahaan. Clarke, Thomas. 2004. Theories of
Corporate Governance, The
KESIMPULAN DAN SARAN Philosophical Foundations of
Berdasarkan kajian di atas dapat Corporate Governanace, London &
disimpulkan bahwa good corporate New York. Routledge. Taylor &
governance (GCG) dan budaya francis Group.
perusahaan yang baik (good corporate
culture/GCC) akan menjadi faktor Darmawati, D., Khomsiyah, dan R. Gelar
pendukung tercapainya kinerja perusahaan Rahayu. 2004. “Hubungan
yang baik. Penerapan GCG pada Corporate Governance dan Kinerja
perusahaan akan mampu meminimalkan Perusahaan”. Prosiding Simposium
sifat oportunis dari para manajemen Nasional Akuntansi 7 Denpasar.
sehingga berdampak pada perbaikan
kinerja perusahaan. Demikian juga, Dayakisni, T. dan S. Yuniardi. 2008.
Peranan budaya organisasi sangat penting Psikologi Lintas Budaya, Malang:
dalam mengantisipasi perilaku oportunis UMM Press
dari manajer di perusahaan sehingga
perlu dikembangkan budaya organisasi Hastuti, Theresia Dwi. 2005. “Hubungan
ke arah good corporate culture (GCC) Good Corporate Governance dan
karena akan berdampak baik terhadap Struktur Kepemilikan dengan
kinerja perusahaan. Selanjutnya, juga Kinerja Keuangan”. Proceding
memberikan dukungan terhadap Simposium Nasional Akuntansi 8
organizational of fit theory yang Solo.
menjelaskan bahwa diperlukan adanya
kesesuaian antara good corporate
governance (GCG) dan budaya

Vol. 7, No. 2, Juli 2012


AUDI 202
Jurnal Akuntansi & Bisnis
Hawkins, David. 1974. “Behavioral Kusumawati, Novi, Dwi, dan Riyanto,
Implications of Generally Accepted Bambang LS. 2005. Analisis
Accounting Principles”. Pengaruh Compliance Reporting dan
Struktur Dewan terhadap Kinerja,
Behavioral Aspects of Accounting Prosiding Simposium Nasional
(Michael Schiff and Arie Y Lewin): Akuntansi 8 Solo.
p.341--352. Prentice-Hall INC.
Luthans, Fred. 2005. Perilaku
He, Liyu, Sue Wright, Elaine Vans, dan Organisasi, Edisi Terjemahan.
Sue Crowe. 2007. “Earnings Yogyakarta. Andi.
Management in Australia Under
New ASX Corporate Governance Moeljono, D. 2002. “Pengaruh Budaya
Guideline”. Working Paper Korporat (Corporate Culture)
Department of Accounting and terhadap Produktivitas Pelayanan di
Finance at Macquarie University. PT. Bank Rakyat Indonesia
Persero”. Desertasi. Universitas
Herawati, Erna. 2007. “Pengaruh Gadjah Mada.
Elemen-elemen Mekanisme Good
Corporate Governance terhadap Moeljono, D. 2006. Good Corporate
Earning Management dan Kinerja Culture Sebagai Inti Dari Good
Perusahaan”. Disertasi. Universitas Corporate Governance. Jakarta. PT.
Airlangga. Gramedia.

Hofstede, Geert. 1983. “The Cultural of Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku


Practices and Theories”. Jounal Organisasi. Edisi Terjemahan.
International Business. Vol 14 p 75- Jakarta. PT. Indeks Kelompok
-89. Gramedia.

Hofstede, Geert, B. Neuijen, Ghayv, D. Shleifer, A. dan R.W. Vishny. 1997. “A


Dawal, dan Geert Sandes. 1990. Survey of Corporate Governance”.
“Measuring Organization and Sosial Journal of Finance, Vol.52. No.2.
Cultures: A Qualitatives Study a Juni, hal.737—783.
Cross Twenty Cases”.
Administrative Sciane Quartely Siallagan, Hamonangan dan M.
35(2): 286--316 Machfoedz. 2006. “Mekanisme
Corporate Governace, Kualitas Laba,
Hofstede, Geert. 1991. Culture and dan Nilai Perusahaan”. Proceding
Organizations, Software of the Min. Simposium Nasional Akuntansi 9
McGraw-Hill Padang.

Khairandy, R. dan Malik. 2007 . Sobirin, Achmad. 2007. Budaya


Good Corporate Governance. Organisasi. Yogyakarta. Penerbit
Perkembangan Pemikiran dan UPP STIM YKPN.
Implementasinya di Indonesia dalam
Perspektif Hukum. Yogyakarta.
Kreasi Total Media.

Vol. 7, No. 2, Juli 2012


AUDI 203
Jurnal Akuntansi & Bisnis
Susanto, A.B, F.X, Sujanto, Wijarnako,
Himawan, Patricia, Mertosono,
Suwahjuhadi, dan W. Ismangil.
2008. A Stategic Management
Approach, Corporate Culture &
Organization Culture. Jakarta. The
Jakarta Consulting Group.

Tika, Moh. Pabundu. 2005. Budaya


Organisasi dan Peningkatan
Kinerja. Jakarta. Bumi Aksara.

Verma, Sraddha dan S. Gray. 1997. “The


Impact of Culture on Accounting
Development and Change: an
Exploratory Model, A Rivised Draft
of This Paper Prepared for
Presentation at International
Assosiation for Accounting
Education and Research in Oktober,
in Paris”. http//:www.google.com.
20 Oktober 2008.

Wiyantoro, Lili Sugeng dan Arifin. 2007.


“Hubungan antara Sistem Pengendalian
Manajemen dengan Perilaku
Dysfungsional: Budaya Nasional
sebagai Variabel Moderating”.
Prosiding Simposium Nasional
Akuntansi 10 Makasar.

Vol. 7, No. 2, Juli 2012


AUDI 204
Jurnal Akuntansi & Bisnis

Anda mungkin juga menyukai