Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP


PENINGKATAN KINERJA PEGAWAI
(Studi : Di Puskesmas “X” Di Kabupaten “X”)
Tahun 2018

Oleh:
MUHAMMAD RAFI’

LOGO
LOGO
UTY

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

2018
BAGIAN. PENDAHULUAN

A. Latar belakang Penelitian  ISI : alasan mengapa meneliti? fenomena

apa? kajian riset sebelumnya?.

Suatu organisasi baik perusahaan ataupun lembaga pemerintahan

dalam melakukan kegiatannya sudah tentu memerlukan sumber daya manusia

yang mendukung usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh

organisasi. Dalam pencapaian tujuan perusahaan atau lembaga pemerintahan,

khususnya dalam peningkatan kinerja karyawan banyak unsur-unsur yang

penting dalam pemenuhannya, antara lain budaya organisasi yang diterapkan

dalam perusahaan atau lembaga pemerintahan. Sumber daya yang telah

tersedia jika tidak dikelola dengan baik maka tidak akan memperoleh tujuan

yang telah direncanakan, sehingga pada dasarnya budaya organisasi

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan internal organisasi

karena keragaman budaya yang ada dalam suatu organisasi sama banyaknya

dengan jumlah individu yang ada di dalam organisasi (Mulyadi, 2012: 20).

Menurut Beach (1993) dalam Koesmono (2005,:45) budaya

organisasi merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi. Seperti

aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang

dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota. Menurut

Koesmono (2005:20) pada dasarnya bahwa seseorang dalam bekerja akan

merasa nyaman dan tinggi kesetiannya pada perusahaan apabila dalam

bekerjanya memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan.


Para ahli mendefinisikan budaya organisasi itu agar lebih memahami

sifat alamiahnya dan pengaruhnya pada efektivitas perusahaan. Dimulai

dengan diperkenalkannya konsep bahwa kunci dari kesuksesan suatu

organisasi adalah adanya budaya yang kuat dari seluruh karyawannya.

Budaya (culture) dapat didefinisikan pada masyarakat, organisasi, dan

kelompok kecil, serta dimungkinkan karakteristik seseorang sesuai pada suatu

tingkatannya, akan tetapi tidak sesuai pada tingkatan lainnya. Budaya

organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi

tersebut atau, budaya merupakan sebuah sistem makna bersama. Karena itu,

harapan yang dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang

memiliki latar belakang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama

dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang

serupa (Moeheriono, 2014:37).

Setiap perusahaan atau lembaga pemerintah pasti menuntut kinerja

yang terbaik yang mampu dilakukan oleh setiap karyawannya. Konsep

kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya

dalam bahasa Inggris adalah performance. Kinerja yang baik tentunya harus

dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik pula agar tujuan

perusahaan dapat tercapai. Mendapatkan kualitas sumber daya manusia dan

kinerja yang terbaik dari karyawan tentu banyak cara atau upaya yang

dilakukan oleh perusahaan. Upaya-upaya tersebut bisa saja dengan

memberikan motivasi yang efektif kepada karyawan sehingga kinerjanya

meningkat, memberlakukan budaya organisasi yang menciptakan suasana


kerja yang kondusif, pemberian kompensasi yang memenuhi asas adil dan

layak, pemberian pelatihan dan pengembangan kepada karyawan dan lain-lain

(Wirawan, 2009:47).

Tika (2006:68) menyatakan bahwa budaya organisasi selain

berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja karyawan, selanjutnya budaya

organisasi dipengaruhi oleh faktor ketidak cocokan dengan lingkungan kerja.

Artinya di dalam suatu perusahaan selain dipengaruhi oleh faktor individu

juga dipengaruhi oleh budaya masyarakat. Untuk memberikan suatu

pandangan yang sama bagi sumber daya manusia yang ada di dalam budaya

organisasi diperlukan adanya suatu ketegasan yang akan membentuk kinerja

karyawan juga motivasi baik individu maupun kelompok yang berdampak

pada efektifitas budaya organisasi secara keseluruhan.

UPTD Unit Puskesmas adalah salah satu Satuan Unit Pelaksana

Teknis Dinas Kesehatan (UPT) di Kabupaten “X” yang menyelenggarakan

tugas pelayanan dan program kesehatan. Puskesmas “X” dalam menjalankan

organisasi memiliki latar belakang budaya organisasi yang berbeda, namun

semua perbedaan itu akan menjadi satu di dalam sebuah budaya yaitu budaya

organisasi. Untuk menjadi sebuah kelompok yang bekerjasama dalam

mencapai tujuan organisasi sebagaimana yang telah disepakati bersama

sebelumnya, maka dalam proses tersebut tidak menutup kemungkinan ada

individu yang bisa menerima juga yang tidak bisa menerimanya, yang

mungkin bertentangan dengan budaya yang dimiliki. Dalam menjalankan

budaya organisasi tersebut akan menimbulkan konflik atau persaingan budaya


dalam organisasi untuk menjadi sebuah budaya yang dianggap lebih sesuai

pada organisasi tersebut. Hal ini tentu akan mengakibatkan ketidaknyamanan

pegawai dalam sebuah organisasi yang pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap kedisiplinan dan kinerja pegawai.

Formasi jabatan di Puskesmas “X” Kabupaten “X” sudah terisi

sepenuhnya, tetapi masih belum menunjukan hasil kerja yang optimal.

Karyawan di UPT Dinas Kesehatan Puskesmas “X” Kabupaten “X” dalam

menjalankan organisasi memiliki latar belakang pendidikan yang bervariasi.

Dari S 1, D IV, D III hingga SMA / sederajat. Dalam budaya organisasi

terdapat suatu sistem dimana satu sama lainnya saling mempengaruhi, apabila

salah satu dari sub sistem tersebut rusak, maka akan mempengaruhi kepada

sub-sub sistem lainnya. Untuk menjadikan sistem tersebut berjalan dengan

baik perlu ada aturan yang baku untuk mengaturnya. Peran strategis budaya

organisasi kurang disadari dan dipahami oleh pegawai Puskesmas “X”

sehingga berdampak pada penurunan kinerja pegawai. Hal ini dapat dilihat

bahwa pegawai di Puskesmas “X” terdapat beberapa kebiasaan yang sudah

dapat dikatakan membudaya seperti: 1) Masih ada pegawai yang belum

mentaati disiplin kerja seperti: jam kerja, mereka masuk kerja setelah jam

08.30 WIB dan pulang sebelum jam 14.00 WIB. 2) Banyak pegawai yang

tidak memegang teguh amanah dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya, sehingga berdampak pada rendahnya capaian Standar Pelayanan

Minimal (SPM). Hal ini dapat terlihat bahwa semakin menurunnya kinerja

pegawai. 3) Adanya kesenjangan terhadap budaya konsolidasi dan budaya


koordinasi lintas program yang berdampak sistemik terhadap capaian

cakupan program antara tugas pokok dan fungsi dengan program lainnya, hal

ini dapat mempengaruhi kinerja pegawai. 4) Senioritas lebih diutamakan

dibandingkan dengan tingkat pendidikan atau ketrampilan yang dimiliki

karyawan. Budaya senioritas dinilai sangat mempengaruhi kinerja, karena

dalam hal ini belum berarti yunior tidak mampu menjalankan tugas, mungkin

hanya kalah dalam hal pengalaman.

Tindakan-tindakan seperti tersebut di atas dapat berakibat pada

kurangnya pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu kesadaran pegawai

akan pentingnya budaya kerja dalam budaya organisasi masih perlu

pembinaan, karena jika budaya organisasi itu tetap dibiarkan akan

mempengaruhi kinerja pegawai, yang berdampak pada pelayanan semakin

menurun.

B. Rumusan Masalah  bukan pertanyaan tapi pernyataan

Berdasarkan latar belakang terdapat permasalahan yang perlu dilakukan

penelitian, yaitu: masih rendahnya kinerja pegawai di Puskesmas “X”

Kabupaten “X” yang diduga penyebabnya adalah budaya organisasi

yang kurang sesuai. Hal ini ditunjukkan dengan pelayanan yang

semakin buruk berakibat pada tingginya keluhan masyarakat atas

pelayanan yang dilakukan. Berdasarkan latar belakang serta permasalahan

penelitian maka terdapat hal yang perlu dilakukan penelitian dengan

mengambil pertanyaan penelitian:


Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap peningkatan kinerja

pegawai di Puskesmas “X” Kabupaten “X”?

C. Tujuan Penelitian  sinkron dengan pertanyaan penelitian

Menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap peningkatan kinerja

pegawai Puskesmas “X”

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

Untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah terutama

tentang budaya organisasi dan penilaian kinerja pegawai.

2. Bagi Instansi

Mengetahui deskripsi budaya organisasi yang ada dalam instansi dan

hubungannya dengan kinerja pegawai sehingga dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam melakukan pengambilan kebijakan khususnya

tentang budaya organisasi yang ada dan penilain kinerja pegawai di instansi

tersebut.

3. Bagi Pembaca

Dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh budaya organisasi terhadap

kinerja pegawai.
KAJIAN TEORI

A. BUDAYA ORGANISASI

1. Pengertian

Pengertian budaya secara terminologis, budaya adalah hasil dari budi

atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara

sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab.

Dikatakan membudaya bila kontinu, konvergen (Moeheriono, 2014: 335).

Menurut Hasibuan (2013:216) organisasi adalah suatu sistem

perserikatan formal dari dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk

mencapai tujuan tertentu. Pengertian lain budaya organisasi menurut

Koesmono (2005:45) merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi.

Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan

sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota.

Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah satu wujud

anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan

menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi

terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Oleh karena itu, budaya

organisasi bisa diartikan sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para

anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi

lainnya, dan sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci

yang dijunjung tinggi oleh organisasi.

Budaya merefleksikan nilai-nilai dan keyakinan yang dimiliki oleh

anggota organisasi, nilai-nilai tersebut cenderung berlangsung dalam waktu

8
lama dan lebih tahan terhadap perubahan. Tujuan penerapan budaya

organisasi adalah agar seluruh individu dalam perusahaan atau organisasi

mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan norma-norma

yang berlaku dalam perusahaan atau instansi tersebut (Moeheriono, 2014:

335).

2. Dimensi budaya organisasi

Terdapat banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ini

mempengaruhi perilaku yang dapat mengakibatkan kekeliruan pemahaman,

ketidaksepakatan atau bahkan konflik (Early, 1993 dalam Sopiah 2008: 129).

Dimensi budaya organisasi, menurut Robbins, S., Couter, M (1999)

dalam Trilaksono (2006) yang secara keseluruhan, adalah sebagai berikut :

a. Inovasi dan mengambil resiko, artinya tingkat dimana para karyawan

didorong untuk bersikap inovatif dan mengambil resiko.

b. Perhatian kepada detail, artinya tingkat dimana karyawan diharapkan untuk

menampilkan ketepatan, analisis dan perhatian yang detail.

c. Orientasi hasil, artinya tingkat dimana para pemimpin memusatkan perhatian

pada hasil-hasil bukannya pada teknik dan proses-proses yang digunakan

untuk mencapai hasil-hasil itu.

d. Orientasi manusia, artinya tingkat dimana keputusan-keputusan manajemen

memperhitungkan pengaruh hasil-hasil terhadap manusia didalam organisasi.

e. Agresivitas, artinya dimana orang bersifat agresif dan bersaing bukannya

ramah dan bekerja.


3. Faktor yang mempengaruhi budaya organisasi

Menurut Tosi, Rizzo, Carol (2001) dalam Moeheriono (2014: 337),

bahwa budaya organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Pengaruh umum dari luar yang luas mencakup faktor-faktor yang tidak dapat

dikendalikan oleh organisasi

b. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat. Keyakinan-keyakinan dan

nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan

kebersihan

c. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi, selalu berinteraksi dengan

lingkungannya, dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal

organisasi akan mendapatkan penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan

mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya

budaya organisasi.

(Sumber : Ashkanasy, Wilderom, Peterson, 2000 dalam Kartiningsih 2007)

Dengan demikian dapat dijelaskan, bahwa budaya organisasi menjadi

alat yang penting dalam menafsirkan kehidupan dan perilaku dari


organisasinya. Budaya yang kuat merupakan perangkat (software) yang

sangat bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu setiap

anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik, seperti

ditegaskan oleh Charles Hamden Turner (1992) dalam Kartiningsih (2007).

4. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Luthans (1998) dalam Sopiah (2008: 129) menyebutkan sejumlah

karakteristik yang penting dari budaya organisasi, yang meliputi:

a. Aturan-aturan perilaku

Yaitu bahasa, terminologi dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota

organisasi.

b. Norma

Yaitu standar perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu.

Lebih jauh di masyarakat dikenal adanya norma agama, norma sosial, norma

susila, norma adat, dll.

c. Nilai-nilai dominan

Adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh

para anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi,

tingginya produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kerja.

d. Filosofi

Adalah kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para

karyawan dan pelanggannya.

e. Peraturan-peraturan
Adalah aturan yang tegas dari organisasi. Pegawai baru harus memelajari

peraturan ini agar keberadaannya dapat diterima di dalam organisasi.

f. Iklim organisasi

Adalah keseluruhan “perasaan” yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para

anggota berinteraksi dan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan

diri dalam berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi.

Karakteristik-karakteristik budaya organisasi jika menurut Stephen

P.Robbin dalam Tika (2006: 10) adalah:

a. Inisiatif Individual

Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi yang dipunyai

setiap anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individual

tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi

sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi

atau perusahaan.

b. Toleransi terhadap tindakan beresiko

Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan toleransi

kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak agresif dan inovatif

untuk memajukan organisasi atau perusahaan serta berani mengambil resiko

terhadap apa yang dilakukannya.

c. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat

menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan
harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi.

Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau perusahaan.

d. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat

mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

Kekompakan unit-unit tersebut dapat mendorong kualitas dan kuantitas

pekerjaan yang dihasilkan.

e. Dukungan manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas

terhadap bawahan.

f. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma

yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.

g. Identitas

Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau

perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam

perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian

profesional tertentu.

h. Sistem imbalan

Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebagainya)

didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas, sikap

pilih kasih, dan sebagainya.

i. Toleransi terhadap konflik


Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong untuk mengemukakan

konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena

yang sering terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Namun,

perbedaan pendapat dan kritik tersebut bisa digunakan utnuk melakukan

perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai tujuan organisasi atau

perusahaan.

j. Pola komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.

Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola

komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

5. Fungsi budaya organisasi

Fungsi budaya organisasi terhadap organisasi secara umum sebagai berikut:

a. Budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan

organisasi yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas atau jati diri bagi anggota-anggota

organisasi

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas

daripada kepentingan diri individual seseorang.

d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi

itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh

karyawan
e. Budaya sebagai penuntun mekanisme pembuat makna dan kendali yang

memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan dan motivasi kerja

yang baik.

(Robins, 2003 dalam Moeheriono, 2014: 337-338)

6. Orientasi Budaya Organisasi

Harison (1995) dalam Moeheriono (2014: 344-345) membedakan ada empat

orientasi budaya organisasi yang terpisah dan bertentangan antara satu sama

lainnya, yaitu:

a. Orientasi kekuasaan (power orientation)

Budaya yang menekankan pada bagaimana lingkungan eksternal

dikuasai, ditundukkan dan dicirikan oleh norma-norma, bersaing untuk

menjaga wilayah kekuasaannya, berusaha memperluas kekuasaanya dengan

merugikan orang lain, membeli dan menjual organisasi dan atau orang seperti

barang komoditi, tidak mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan dan

kesejahteraan anggota, hukum rimba masih berlaku, mengejar keuntungan

pribadi diantara para eksekutif organisasi.

Kelemahan budaya organisasi yang berorientasi kekuasaan yaitu:

1) Tidak adaptif terhadap lingkungan yang perubahannya sangat dinamis dan

menuntut respons yang fleksibel

2) Biasanya hanya sejumlah kecil anggota organisasi yang agresif yang

mendapat kesempatan untuk mengembangkan karirnya ke tingkat yang paling

tinggi
3) Tidak memberikan peluang kepada para anggota lainnya untuk

mengembangkan dan mengembangkan konstribusi internal

4) Inisiatif atas dasar pertimbangan anggota itu sendiri

5) Pada saat organisasi semakin besar dan komplek, biasanya pengendalian dari

pimpinan tertinggi akan semakin sulit.

b. Orientasi peran (role orientation)

Budaya ini sering disebut jugan dengan budaya birokrasi yang merupakan

rekasi terhadap budaya yang berorientasi kekuasaan.

Orientasi ini ditandai dengan:

1) Persaingan dan konflik diatur atau diganti oleh kesepakatan atau perjanjian

2) Adanya peraturan dan prosedur

3) Hak dan kewajiban diberikan dan ditaati secara cermat

4) Keterikatan yang besar pada hierarki/status/kedudukan diubah menjadi

keterikatan pada keabsahan kewenangan dan peraturan

5) Kemantapan dan kehormatan sering dinilai setara dengan kemampuan

6) Respon yang benar cenderung lebih dihargai daripada respons yang efektif

7) Prosedur untuk perubahan cenderung tidak prkatis dan lambat untuk

menyesuaikan dengan perubahan lingkungan

Dengan demikian, esensi budaya semacam ini didasarkan kepada

keinginan untuk berpikir secara rasional dan setertib mungkin atas dasar

hukum, keabsahan, kewenangan, hak dan kewajiban yang dapat

dipertanggungjawabkan.

c. Orientasi tugas
Budaya organisasi semacam ini didasarkan kepada asumsi bahwa

pencapaian tujuan yang paling tinggi merupakan prioritas utama dan dinilai

tinggi, karena itu struktur organisasi, fungsi dan kegiatan selalu dinilai

berdasarkan signifikansinya terhadap pencapaian tujuan yang gradasinya

paling tinggi. Budaya ini ditandai dengan:

1) Tidak ada yang boleh menghalangi penyelesaian tugas dalam rangka

pencapaian tujuan

2) Mekanisme organisasi (peraturan, struktur, prosedur) yang tidak efektif bagi

pemecahan masalah selalu diubah untuk memenuhi kebutuhan akan tugas dan

fungsi yang dijalankan

3) Wewenang dianggap sah hanya jika didasarkan pada pengetahuan dan

kompetensi yang tepat

4) Tidak ada sifat kompetitif yang melekat pada budaya orientasi tugas

5) Fleksibilitas organisasi sangat tinggi dalam merespons perubahan-perubahan

lingkungan

6) Pencapaian tujuan dan kesamaan nilai-nilai yang dianut selalu menjadi acuan

dalam setiap proses kerja sama

d. Orientasi orang

Orientasi budaya ini didasarkan kepada asumsi bahwa organisasi

dipandang atau dinilai sebagai sarana bagi para anggotanya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan mereka yang tak dapat dipenuhi jika dilakukan secara

sendiri-sendiri. Ciri-ciri budaya organisasi yang berorientasi orang yaitu:


1) Kewenangan bila diperlukan dapat diserahkan kepada seseorang selama

dinilai cakap dan ahli untuk menjalankan kewenangannya, sebagai gantinya

para anggota diharapkan akan saling mempengaruhi lewat keteladanan, sikap

saling menolong dan kepedulian

2) Metode musyawarah untuk mufakat lebih disukai dalam pengambilan

keputusan, secara umum para anggota organisasi tidak diharapkan melakukan

hal-hal yang bertentangan dengan tujuan dan nilai mereka sendiri

3) Aturan diberlakukan atas dasar kesukaan pribadi dan kebutuhan untuk belajar

dan berkembang

4) Beban tugas yang tidak memberikan imbalan dan tak menyenangkan

ditanggung bersama.

B. KINERJA KARYAWAN

1. Definisi kinerja

Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara,

2009). Berdasarkan pengertian diatas kinerja seseorang dapat dilihat atau

dinilai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kualitas menunjukkan

seberapa baik tugas yang dilaksanakan oleh seorang karyawan, misalnya

seorang karyawan dalam menulis suatu laporan tidak ada kesalahan dalam

penulisan huruf maka bisa dikatakan bahwa kualitas pekerjaannya baik

sedangkan kuantitas menunjukkan seberapa banyak hasil atau tugas-tugas

yang mampu diselesaikannya (Zunaidah, 2014).


Menurut

2. Faktor yang mempengaruhi kinerja

Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan dan faktor

motivasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1964) dalam

Mangkunegara (2013) yang merumuskan bahwa :

Human performance = Ability + motivation

Motivation = Attitude + situation

Ability = Knowledge + skill

a. Faktor kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai

memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110 - 120) dengan pendidikan yang memadai

untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,

maka akan lebih mdah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu,

pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

b. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi

kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang

terarah untuk mencapai tujuan kerja (tujuan organisasi).

3. Hal yang diukur dalam penilaian kinerja

a. Aspek finansial

Meliputi anggaran suatu organisasi. Karena aspek finansial dapat

dianalogikan sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, aspek finansial

merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja


b. Kepuasan pelanggan/klien

Peran dan posisi pelanggan/klien sangat krusial dalam penentuan strategi

organisasi. Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan pelayanan

yang berkualitas, maka organisasi dituntut untuk terus menerus memberi

pelayanan berkualitas prima. Untuk itu, pengukuran kinerja perlu di desain

sehingga pimpinan dapat memperoleh informasi relevan atas tingkat

kepuasan pelanggan.

c. Operasi bisnis internal

Informasi diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan organisasi

sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti yang

tercantum dalam rencana strategis.

d. Kepuasan karyawan

Karyawan merupakan aset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam

organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat

nyata. Apabila karyawan tidak terkelola dengan baik, maka kehancuran

organisasi sulit dicegah.

e. Kepuasan komunitas dan shareholders/stakeholders

Kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang

menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari

pengukuran kinerja perlu di desain untuk mengakomodasi kepuasan dari

stakeholders.

f. Waktu
Ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain

pengukuran kinerja. Sering membutuhkan informasi untuk pengambilan

keputusan, namun informasi tersebut

4. Unsur-Unsur Penilaian Kinerja Pegawai

Menurut Hasibuan (2002: 56), kinerja pegawai dapat dikatakan baik atau

dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu:

a. Kesetiaan

Kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas dan tanggung

jawabnya dalam organisasi.

b. Prestasi Kerja

Hasil prestasi kerja karyawan, baik kualitas maupun kuantitas dapat menjadi

tolak ukur kinerja.

c. Kedisiplinan

Kedisiplinan pegawai dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan

melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya dapat menjadi tolok ukur

kinerja.

d. Kreativitas

Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitas dan mengeluarkan

potensi yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga bekerja

lebih berdaya guna dan berhasil guna.

e. Kerja Sama

Diukur dari kesediaan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerja sama

dengan karyawan lain sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.


f. Kecakapan

Kecakapan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah dibebankan

kepadanya juga menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kinerja.

g. Tanggung Jawab

Kinerja pegawai juga dapat diukur dari kesediaan karyawan dalam

mempertanggungjawabkan pekerjaan dan hasil kerjanya.

5. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan

Budaya perusahaan yang disosialisasikan dengan komunikasi yang

baik dapat menentukan kekuatan menyeluruh perusahaan, kinerja dan daya

saing dalam jangka panjang. Pembentukan kinerja yang baik dihasilkan jika

terdapat komunikasi antara seluruh karyawan sehingga membentuk

internalisasi budaya perusahaan yang kuat dan dipahami sesuai dengan nilai-

nilai organisasi yang dapat menimbulkan persepsi yang positif antara semua

tingkatan karyawan untuk mendukung dan mempengaruhi iklim kepuasan

yang berdampak pada kinerja karyawan (Mangkunegara, 2009:39).

Robert Kreitner dan Angelo Kunicki (1992: 46) dalam Sopiah

(2008:40) menjelaskan bahwa kinerja atau prestasi kerja individu sangat

dipengaruhi oleh budaya nasional yang menjadi inspirasi lahirnya budaya

organisasi. Jika perusahaan memiliki budaya organisasi yang baik maka

kepuasan kerja akan menjadi tinggi dan berdampak pada peningkatan kinerja.

Sebaliknya jika budaya organisasi tidak sehat maka hal itu akan memicu

penurunan kinerja individu anggota organisasi yang pada gilirannya akan

berpengaruh terhadap kinerja organisasi.


Ada beberapa hal yang mampu membuat karyawan mau lebih

berprestasi dalam bekerja, yaitu: (1) Karyawan akan bekerja keras apabila

merasa dibutuhkan oleh organisasi. (2) Karyawan akan bekerja lebih baik

apabila mereka mengerti dengan jelas apa yang diharapkan dari mereka dan

apabila sesekali mereka berwenang merubah harapan-harapan itu.

(3) Karyawan akan lebih baik apabila mereka merasa bahwa organisasi

menyediakan peluang bagi prestasi kerja mereka untuk dihargai dan diberi

imbalan. (4) Karyawan akan bekerja lebih baik apabila mereka dipercaya dan

diperlakukan dengan hormat. Dengan kata lain, karyawan bekerja karena

dipengaruhi budaya organisasi yang baik dan berdampak terhadap kepuasan

kerja itu sendiri yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja mereka

(Rao, 1996 dalam Sopiah, 2008:65).

C. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian tentang variabel budaya dikaitkan dengan variabel kinerja pernah

dilakukan oleh (..)


METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Aktivitas dilaksanakan di Puskesmas “X” Kabupaten “X”. Waktu

pelaksanaan penelitian selama 2 (dua) bulan. Kegiatan penelitian

dilaksanakan dengan melakukan pengamatan terhadap seluruh pegawai yang

berjumlah 21 orang utamanya dalam berperilaku baik sebagai individu

maupun kelompok pada saat melaksanakan tugas dan mengamati hasil-hasil

capaian kinerja pegawai Puskesams “X”. Adapun aktivitas yang dilakukan

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Aktivitas Penelitian

No Waktu Aktivitas
1. Minggu I Mengamati Sturktur Organisasi, dan kegiatan dari
dan II masing masing unit program kerja
2 Minggu III Mengamati perilaku pegawai dan kebiasaan-
dan IV kebiasaan yang dilakukan di tempat kerja
3 Minggu V Mengamati pegawai dalam melaksanakan proses
dan VI kegiatan yang menjadi tugas pokok maupun tugas
tambahan
4 Minggu VII Melakukan pengumpulan data dengan membagikan
Kuesioner Hubungan Budaya Organisasi dengan
Peningkatan Kinerja kepada seluruh pegawai

B. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Alat Ukur Indikator Jenis


Operasional Data
1 Budaya Sebuah sistem Kuesioner a. Inisiatif Interval
Organisasi makna bersama individual
yang dianut oleh b. Toleransi
para pegawai serta terhadap hal
dimiliki, diterima yang
secara implisit oleh beresiko
Puskesmas “X” II c. Pengarahan
d. Integrasi
e. Dukungan
Manajemen
f. Kontrol
g. Identitas
h. Sistem
imbalan
i. Toleransi
terhadap
konflik
j. Pola
komunikasi
2 Kinerja Hasil kerja secara Kuesioner a. Kesetiaan Interval
pegawai kualitas dan b. Prestasi
kuantitas yang kerja
dicapai oleh c. Kedisiplin
seorang karyawan d. Kerjasama
dalam e. Kecakapan
melaksanakan f. Tanggung
tugasnya sesuai jawab
dengan tanggung
jawab yang
diberikan kepada
pegawai Puskesmas
“X” II
Sumber : .Siagian (2002)

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

meliputi data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari seluruh pegawai Puskesmas

“X” Kabupaten “X” melalui kuesioner. Dalam menyajikan kuesioner kepada

responden, peneliti mengelompokan pertanyaan menjadi budaya organisasi

dan kinerja pegawai. Jumlah pegawai di Puskesmas “X” Kabupaten “X”

sebanyak 34 Pegawai, dengan klasifikasi status kepegawaian, PNS 33 orang


dan 1 orang PTT. Sampel penelitian ini semua pegawai PNS yang berjumlah

33 pegawai.

2. Data Sekunder

Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer dalam

hubungan budaya organisasi dalam peningkatan kinerja yang merupakan

studi kasus pada pegawai Puskesmas “X” II Kabupaten “X”. Data sekunder

meliputi data internal maupun data eksternal yang relevan dengan penelitian

ini seperti: data karyawan, struktur organisasi dan uraian tugas.

D. Populasi dan Sampel

Populasi penelitiain ini adalah PNS sejumlah 17 orang dan 4 orang PTT.

Sampel penelitian ini semua pegawai PNS dan PTT yang berjumlah 21

pegawai. Dasar pengambilan sampel adalah rumus Slovin

(Sugiyono,2018).

Rumus Slovin : ......

E. Metode Analisis Data

1. Teknik Analisis Kuantitatif

Data kuantitatif yang telah dikumpulkan melalui kuesioner

kemudian diukur menggunakan model skala yang dikembangkan oleh

Rensis Likert dan dikenal dengan Skala Likert. Dalam penelitian ini

penskoran atas kuesioner dikelompokkan menjadi lima alternatif jawaban

seperti dalam tabel 3.2 sebagai berikut:


Tabel 3.3
Skala kuesioner model Likert
1 Sangat Setuju (SS)
2 Setuju (S)
3 Kurang Setuju (KS)
4 Tidak Setuju (TS)
5 Sangat Tidak Setuju (STS)
Sumber: data primer(diolah),2017.

Alternatif penilaian dalam pengukuran item-item tersebut terdiri

dari 5 (lima) alternatif pilihan yang mempunyai tingkatan sangat rendah

sampai dengan sangat tinggi (bernilai 1 s/d 5) yang diterapkan secara

bervariasi sesuai pertanyaan. Dengan demikian dapat dicapai pengukuran

yang tidak hanya menggambarkan kategori atau urutan yang merupakan

skala ordinal, tetapi telah dicapai skala interval (Riduwan, 2004).

Penentuan skor dari setiap pertanyaan dengan alternatif jawaban yang

berbeda, yaitu:

Untuk alternatif jawaban “SS” diberi skor tertinggi : 5

Untuk alternatif jawaban “S” diberi skor tinggi : 4

Untuk alternatif jawaban “KS” diberi skor sedang : 3

Untuk alternatif jawaban “TS” diberi skor rendah : 2

Untuk alternatif jawaban “STS” diberi skor terendah : 1

Kemudian untuk uji skoring pada data dan informasi dengan cara

memberi skor pada data dan informasi yang dianalisis, kemudian dihitung

kumulatif yang akhirnya dapat dihitung rata-rata persentasenya. Hasilnya

dapat digunakan untuk pengambilan kesimpulan yang dapat memberikan

arahan terhadap saran atau rekomendasi atau sebagai upaya pemecahan

masalah.
Untuk menentukan jawaban responden termasuk kedalam golongan

jawaban yang tinggi, sedang atau rendah terlebih dahulu ditentukan skala

intervalnya dengan cara sebagai berikut :

Skor tertinggi−skor terendah


banyaknya bilangan

Maka diperoleh : (5-1)/5 = 0,8. Sehingga dengan demikian interval

adalah 0,8. Kategori jawaban responden dapat diklasifikasikan dengan

urutan sebagai berikut :

Skor untuk ketegori sangat tinggi = 4,21 – 5,00

Skor untuk kategori tinggi = 3,41 – 4,20

Skor untuk kategori sedang = 2,61 – 3,40

Skor untuk kategori rendah = 1,81 – 2,60

Skor untuk kategori sangat rendah = 1,00 – 1,80

Berdasarkan skor tersebut kemudian data di olah dengan cara :

a. Mendistribusikan data dalam bentuk frekuensi dan persentase

Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan

presentase dari tiap variabel (Sumber, tahun)

f
Rumus : P = x 100%
N
Keterangan:
P : Prosentase, f : Skor yang diperoleh, n : Total skor tertinggi
b. Crosstabulasi data

Dalam melakukan crosstabulasi data pada dua variabel, rencananya akan

menggunakan SPSS versi 22 dan disajikan dalam bentuk frekuensi dan

persentase.
c. Analisis Bivariat

Tujuan penelitian ini sekaligus untuk mengetahui hubungan budaya

organisasi dengan peningkatan kinerja pegawai, sehingga dalam penelitian

ini digunakan uji analisa korelasi product moment pearson yang kemudian

dicari koefisien kontingensinya. Jika distribusi data normal akan

menggunakan korelasi product moment pearson, tetapi jika tidak normal

menggunakan uji alternatifnya yaitu uji korelasi spearman (Dahlan, 2013).

2. Teknik Analisis Kualitatif

Analisis data kualitatif hasil pengamatan dilakukan berdasarkan

data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi asumsi. Asumsi

awal yang telah dirumuskan, selanjutnya dicarikan data-datanya secara

berulang-ulang sehingga pada akhirnya dapat diketahui perkembangan

asumsi tersebut. Analisis data dilaksanakan sebelum ke tempat magang dan

selama magang. Peneliti tidak melakukan analisis data lagi selama magang

tetapi hanya memaparkan kesimpulan yang dapat dipahami oleh dirinya

sendiri maupun orang lain.

Miles dan Huberman dalam Sugiono (2008) mengemukakan

bahwa analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus

menerus. Ada tiga tahap analisis data yaitu reduksi data, display atau

penyajian data serta pengambilan kesimpulan dan verifikasi data.


DAFTAR PUSTAKA

Aggestam, Lena. 2006. Learning organization or knowledge management – which


came first, the chicken or the egg?, Information Technologi and
Control.Vol.35.No.3A.pp.295-302.

Ahmed, Pervaiz K., Kwang Kok Kok Lim and Ann Y E Y E Loh. 2002. Learning
Through knowledge management, Butterworth Heinemann. Oxford
Alinaitwe.

Ajzen, I. 2002. Perceived behavioral control, self-efficacy, locus of control, and


the theory of planned behavior. Journal of Applied Social
Psychology, 32, 665-683.

Akram Fouzia and Bokhari, Rahat. 2011. The role of knowledge sharing on
individual performance, considering the factor of motivation- the
conceptual framework, International Journal of Multidisciplinary
sciences and Engineering, Vol.2, Dec,No.9.p.44-48

www.http//...............

Sugiono.2018. Metodologi Penelitian, edisi 6, ....

Dahlan, 2013
DRAFT DAFTAR PERTANYAAN/WAWANCARA

1. TTG KELEMAHAN PT
2. KELEBIHAN PT
3.

Anda mungkin juga menyukai