Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN


SEMESTER 114

Judul praktikum:
PENGAMATAN JARINGAN MERISTEM

disusun oleh:

Harits Abdullah NIM 1308620076 Biologi B 2020

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menurut sistem organisasi kehidupan, tumbuhan merupakan sebuah organ yang


tersusun dari sel dan jaringan yang sangat kompleks. Jaringan tumbuhan terbagi menjadi
jaringan tumbuhan dewasa dan jaringan tumbuhan embrionik, keduanya dibedakan dari
keaktifan dalam melakukan pembelahan sel. Jaringan dewasa sudah tidak mengalami
pembelahan sel, sedangkan jaringan embrionik adalah jaringan yang terus membelah,
atau biasa disebut jaringan meristematis.

Berdasarkan letaknya, jaringan meristem dibagi lagi menjadi 3 bagian, yaitu meristem
apikal, lateral, dan interkalar. Pembelahan pada meristem apikal terjadi di pucuk/ujung
akar tanaman, meristem lateral fokus pada samping / kambium, dan meristem interkalar
pada ruas ruas batang.
Pembelahan sel yang terjadi pada jaringan meristem adalah pembelahan secara
mitosis, Pembelahan mitosis adalah tipe pembelahan sel yang menghasilkan dua sel
anakan. Sel anakan ini mempunyai karakter identik secara genetik dengan sel induk.
Artinya kedua sel anakan yang terbentuk mempunyai genetika susunan dan jumlah
kromosom yang sama.

Mitosis memiliki tahap tahap pembelahan, yaitu fase interfase, profase, metafase,
anafase, dan telofase. Semuanya memiliki ciri dan fungsi masing masing untuk
mengetahui hal tersebut maka diperlukan pengamatan dengan mikroskop pada bagian /
jaringan meristem agar pembelahan sel dapat terlihat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembelahan sel yang terjadi di jaringan meristem akar


bawang merah
2. Bagaimana bentuk dari fase fase dalam mitosis
3. Bagaimana ciri dari tiap fase fase dalam mitosis

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses pembelahan sel yang terjadi di jaringan meristem akar
bawang merah
2. Mengetahui bentuk dari fase fase dalam mitosis
3. Mengetahui ciri dari tiap fase fase dalam mitosis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Bawang Merah (Allium cepa)
Bawang merah (Allium cepa L.) termasuk jenis tanaman semusim, berumur
pendek dan berbentuk rumpun. Tinggi tanaman berkisar 15-25 cm, berbatang semu,
berakar serabut pendek yang berkembang di sekitar permukaan tanah, dan perakarannya
yang dangkal, sehingga bawang merah tidak tahan terhadap kekeringan. Daunnya
berwarna hijau berbentuk bulat, memanjang seperti pipa, dan bagian ujungnya meruncing
(Ibriani, 2012).
Adapun morfologi atau bagian dari tanaman bawang merah sebagai berikut
(Nawangsari, dkk., 2008) :
a. Umbi : Umbi bawang merah merupakan umbi lapis, jika ditinjau dari asalnya
merupakan hasil metamorfosis batang beserta daunnya diseyang disebut umbi
lapis karena memperlihatkan susunan berlapis–lapis, yang terdiri atas daun–daun
yang telah menjadi tebal, lunak, dan berdaging, yang dimana bagian umbi yang
menyimpan zat–zat makanan cadangan, sedangkan batangnya hanya merupakan
bagian kecil pada bagian bawah umbi lapis itu.
b. Akar : Secara morfologi akar tersusun atas rambut akar, batang akar, ujung akar,
dan tudung akar. Sedangkan secara anatomi (struktur dalam) akar tersusun atas
epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat. Ujung akar merupakan titik
tumbuh akar. Ujung akar terdiri atas jaringan meristem yang sel-selnya berdinding
tipis dan aktif membelah diri. Ujung akar dilindungi oleh tudung akar (kaliptra).
Tudung akar berfungsi melindungi akar terhadap kerusakan mekanis pada waktu
menembus tanah (Anonim, 2008).
c. Batang : Memiliki batang sejati atau disebut "discus" yang berbentuk seperti
cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik
tumbuh), diatas diskus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah – pelepah
daun dan batang semu yang berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi
menjadi umbi lapis.
d. Daun : Berbentuk silindris kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang dan
bagian ujungnya runcing, bewarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat
pada tangkai yang ukurannya relatif pendek.
e. Bunga : Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya
antara 30 – 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum bunga yang tersusun
melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Setiap kuntum bunga terdiri atas 5 –
6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau
kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga. Bunga
bawang merupakan bunga sempurna (hermaprodite) dan dapat menyerbuk sendiri
atau silang
f. Buah dan Biji : Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji
berjumlah 2 –3 butir, bentuk biji agak pipih saat muda berwarna bening atau putih
setalah tua berwarna hitam. Biji bawang merah dapat digunkan sebagai bahan
perbanyakan tanaman secara generatif..

2.2 Kolkhisin
2.2.1 Pengertian Kolkhisin

Kolkhisin dengan nama lain (S) – N - (5,6,7,9- Tetrahydro1,2,3,10- tetramethoxy-


9 - oxobenzo [a] heptalen-7 - yl) acetamide merupakan alkaloid yang diekstrak dari
tanaman Colchicum autumnale yang berasal dari famili Colchicaceae. Bagian yang
diekstrak menjadi kolkhisin dari tanaman tersebut adalah bagian bunga dan biji
(Kupper et.al., 2010:119). Adapun struktur kimia kolkhisin dapat dilihat pada Gambar
berikut :

Selain dari tanaman Colchicum, kolkhisin dapat ditemukan juga pada tanaman
lain, yakni Gloriosa superba yang berasal dari Genus Gloriosa dan Genus Marendra
(Sankar, et.al., 2014:53; Shamsali, et.al., 2013:82).
Berdasarkan uraian sebelumnya, kolkhisin tidak hanya terdapat pada genus
Colchicum melainkan dari beberapa tanaman yang masih tergolong genus Marendra dan
Gloriosa. Namun yang terdapat di pasaran dengan harga yang terjangkau hanya kolkhisin
yang terbuat dari ekstrak Genus Colchicum, tepatnya Colchicum autumnale.
2.2.2 Sifat Kolkhisin

Kolkhisin bersifat mutagen pada makhluk hidup. Kolkhisin dapat menjadikan


kromosom lebih terkondensasi (Koyani dan Saiyad, 2011:179). Lebih lanjut, menurut
Mahyuni, et.al., (2015:1816) “Kolkhisin dapat menyebabkan poliploidi”. Hal tersebut
diperkuat oleh Suryo, (Aini, 2015:209) “Kolkhisin paling banyak digunakan untuk
induksi poliploidi karena mudah larut dalam air dan efektif menginduksi poliploidi”.
Kolkhisin berguna dalam menginduksi poliploidisasi jika konsentrasi yang digunakan
dan waktu pemaparannya sangat lama terhadap sel. Lebih jelas, konsentrasi kolkhisin
yang digunakan untuk poliploidisasi berkisar antara 0,01– 0,05 % dengan lama
pemaparan 12 jam (Sajjad, et.al., 2013: 1255).
Selain bersifat sebagai zat penginduksi poliploidi, pada konsentrasi tertentu
kolkhisin akan meningkatkan jumlah sel yang bermitosis, menginduksi kromosom untuk
terus berkondensasi bahkan hingga kromosom tampak terpencar-pencar (tidak tumpang
tindih) (Ploeg, 2000:15).

Berdasarkan uraian sebelumya dapat disimpulkan bahwa kolkhisin bersifat


mutagen, dapat memberikan efek poliploid pada konsentrasi dan lama waktu tertentu
serta menjadikan kromosom lebih terkondensasi.

2.2.3 Pemanfaatan Kolkhisin


Berdasarkan hasil penelitian kolkhisin biasanya dimanfaatkan sebagai:
a) reagen untuk memperjelas pengamatan fase-fase dalam mitosis. Kolkhisin
digunakan untuk mengondensasikan kromosom dalam sitogenetika (Koyani dan
Saiyad, 2011:179). Dari kutipan tersebut dengan adanya kondensasi kromosom
yang disebabkan oleh kolkhisin menyebabkan fase mitosis semakin jelas teramati.
b) zat untuk memengaruhi mutasi atau mengubah ploidi. Kolkhisin dapat
menginduksi poliploidi dari suatu tanaman (Suminah et.al., 2002:174). Dari
kutipan tersebut, kolkhisin dapat digunakan untuk menjadikan kromosom pada
suatu sel mengganda.
c) zat terapeutik. Kolkhisin digunakan untuk kankerostatik, antirematik, antimitotik
(pencegah pembelahan), antiinflamatori, katartik dan emetik (zat pembuat
muntah) (Shamsali et.al., 2013:82).

2.3 Pembelahan Sel

Pembelahan sel merupakan proses yang berperan penting dalam keberlangsungan


hidup suatu organisme. Dalam prosesnya, pembelahan sel dibagi menjadi dua, yakni
pembelahan meiosis yang terjadi pada sel kelamin dan pembelahan mitosis yang terjadi
pada sel-sel tubuh sel somatik. Kedua proses pembelahan tersebut dapat diamati fasenya.
Namun, pengamatan fase mitosis lebih sering dipraktikumkan dibandingkan dengan
pengamatan fase meiosis. Hal tersebut dikarenakan pembelahan sel secara mitosis
menggunakan organ-organ vegetatif yang lebih mudah ditemukan dan mudah diterapkan
ketika praktikum dibandingkan meiosis yang menggunakan organ generatif.

Pembelahan sel secara mitosis terjadi pada sel yang melakukan pertumbuhan,
regenerasi atau reproduksi secara aseksual. Pembelahan sel tersebut akan menghasilkan
dua sel baru dengan materi genetik yang identik dengan induknya (Syukur dan
Sastrosumarjo, 2015:74). Menurut Crowder (terjemahan Kusdiarti, 2015:6), "Pada
tanaman, mitosis terjadi selama 30 menit hingga beberapa jam dan proses tersebut terus-
menerus dilakukan selama sel tanaman tersebut masih bersifat embrionik”.
Proses pembelahan sel secara mitosis merupakan bagian yang berkaitan erat
dengan siklus sel. Jangka waktu siklus sel lengkap dipengaruhi oleh kandungan DNA inti
sel dan kegiatan metabolik umum sel seperti pernafasan (respirasi) (Syukur dan
Sastrosumarjo, 2015:67). Siklus sel terdiri dari beberapa tahapan, yakni interfase dan
mitotik. Interfase terdiri dari fase G1, S, dan G2, sedangkan fase mitotik terdiri dari
mitosis dan sitokinesis (Wakim dan Grewal, 2019). Fase mitotik merupakan proses yang
tersingkat dalam siklus sel. Sebaliknya, interfase merupakan fase terlama dalam siklus
sel.
2.3.1 Interfase
Interfase adalah keseluruhan kejadian antara akhir dari pembelahan sel hingga
pembelahan sel selanjutnya (Aristya, et.al., 2015: 34). Morgan (Aristya, et.al., 2015:34)
mengemukakan “Pada organisme eukariot, 90% proses di dalam siklus sel merupakan
tahap interfase dan 10% berupa tahap mitosis”. Lebih lanjut Burn (Aristya, et.al.,
(2015:34) mengemukakan “Waktu lamanya interfase tergantung pada jenis organisme,
tipe jaringan, temperatur, dan faktor lingkungan”.
Ciri interfase adalah selaput nukleus masih membatasi nukleus, kromosom belum
terkondensasi (Campbell, et..al., 2012: 248). Lebih jelas, sel yang sedang berada pada
tahap interfase memiliki satu atau dua nukleolus (Zou, et.al., 2014: 13408)
Pada dasarnya interfase memiliki tiga fase, yakni fase G1, fase S, dan fase G2.
Lebih jelas menurut Campbell et.al., (2012:247) “Fase G1 disebut juga dengan ‘first gap’,
gap pertama, fase S disebut sebagai fase sintesis, sedangkan fase G2. disebut ‘second
gap’, gap kedua” Lebih lanjut menurut Crowder (terjemahan Kusdiarti, 2015:6), “Ketiga
fase tersebut terjadi secara berurutan”.
Pada fase G1 sel aktif mentranskripsi (sintesis RNA) dan menyintesis protein
(translasi) yang bertujuan untuk membuat bahan protoplasma untuk anakannya kelak
(Suharsono dan Nuryadin 2017:67). Lebih jelas, menurut Crowder (terjemahan Kusdiarti,
2015:6) “Fase G1 berlangsung selama 3 – 4 jam”. Setelah bahan yang dihasilkan pada
fase G1 telah cukup untuk persiapan pembelahan, maka sel akan memasuki tahap
selanjutnya yang dinamakan dengan tahap sintesis (S).
Pada fase S sel aktif menyintesis DNA (replikasi) sehingga tiap kromatin
terbentuk DNA double helix, sintesis DNA selanjutnya akan diikuti dengan
menggandanya protein histon yang berikatan dengan DNA (Suharsono dan Nuryadin,
2017:67). Lebih jelas menurut Crowder (terjemahan Kusdiarti, 2015:6) Fase S pada sel
berlangsung selama 7 – 8 jam”.
Selanjutnya, pada fase G2 segala komponen sel termasuk kromatin akan
menggandakan diri walaupun setiap kromatin masih berada pada satu sentromer. Protein
tubulin akan berubah menjadi mikrotubul yang nantinya berfungsi dalam penarikan
kromosom ke arah kutub yang berlawananan (Suharsono dan Nuryadin, 2017:67). Pada
akhir fase G2, terdapat G2 check point berupa pemeriksaan replikasi DNA. Jika terjadi
krusakan DNA, maka akan dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke
tahap selanjutnya, yakni mitosis (Aristya, et.al., 2015: 36). Lebih jelas menurut Crowder
(terjemahan Kusdiarti, 2015:6), “Fase G2 berlangsung selama 2–5 jam”.

Selama ketiga fase di interfase, sel mengalami pertumbuhan dengan cara


menghasilkan protein dan organel. Namun, kromosom diduplikasi pada saat fase S.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saat interfase sel sibuk dengan segala
persiapan untuk mengadakan pembelahan.
Jika dilihat pada mikroskop, tahap interfase seperti tahap istirahat sel karena sel
tidak memperlihatkan aktivitas pembelahan. Hal tersebut sejalan dengan Aristya, et.al.,
(2015:35) “Fase G1, S, dan G2 dinamakan tahap istirahat (interfase) karena sel tidak
memperlihatkan aktivitas pembelahan”.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pada tahap interfase
sel mengalami berbagai hal persiapan di antaranya replikasi DNA, transkripsi, translasi,
dan duplikasi kromosom. Persiapan tersebut dimaksudkan agar sel anakan yang
dihasilkan memiliki materi genetik yang utuh dan identik dengan induknya.

2.3.2 Mitosis
Setiap organisme tentu mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan dikatakan sebagai
proses bertambahnya ukuran, jumlah, dan volume sel. Sebagaimana yang dikemukakan
Aristya, et.al., (2015:35) “Pertumbuhan suatu individu organisme, khususnya organisme
multiseluler, ialah penambahan jumlah dan volume sel”. Pertambahan tersebut akibat
adanya pembelahan sel dalam suatu organisme yang menghasilkan sel anakan dengan
kandungan kromosom identik dengan induknya. Peristiwa pembelahan sel yang
menghasilkan sel anakan dengan komposisi materi genetik yang sama dinamakan dengan
mitosis (Campbell, et.al., 2012:246).

Mitosis baru akan terjadi setelah tahap interfase berakhir, tepatnya ketika
Maturation Promoting Factor (MPF) aktif (Aristya, et.al., 2015:37). Lebih lanjut, MPF
aktif terbentuk ketika mitotic Cdk (cyclin dependent protein kinase) berikatan dengan
mitotic cyclin yang berada pada G2. check point. Aktivasi MPF tersebut mengakibatkan
kromosom berkondensasi, peluruhan membran, dan pergerakan kromosom (Aristya,
et.al., 2015:37).
1) Profase
Tahap profase memiliki perbedaan yang cukup jelas dengan tahap interfase. Profase
ditandai dengan kromatin yang berkondensasi dan nukleolus mulai lenyap (Campbell
et.al., 2016:243). Lebih jelas, pada profase serat-serat kromosom telah berkondensasi dan
berkumpul disekitar nukleolus yang perlahan mulai menghilang (Zou, et.al.,
2014:13409).
Selama profase tiap kromosom akan memendek dan menebal dan membran nukleus
menghilang (Cano et.al., 2006:10). Lebih jauh, Aristya, et.al., (2015:37) mengemukakan
“Pada profase akhir, nukleolus dan dinding nukleus telah benar - benar hilang“.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tahapan profase ditandai
dengan nukleolus yang mulai menghilang, selaput inti (nukleus) menghilang, dan serat-
serat kromosom mulai berkondensasi.
2) Metafase

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tahapan profase ditandai


dengan nukleolus yang mulai menghilang, selaput inti (nukleus) menghilang, dan serat-
serat kromosom mulai berkondensasi. chromatids bergerak menuju bidang pembelahan
sehingga kromosom pada fase ini lebih mudah untuk diamati”.
Selain itu, tahap metafase ditandai dengan mulai melekatnya sentromer pada benang
spindel sentromer mulai melekat pada benang spindel. Kromosom berjejer di lempeng
metafase, tepatnya di bidang ekuator (Haryono, 2018:40). Tahap metafase dapat dilihat
pada Gambar 2.7. Lebih lanjut, menurut Setyawan dan Sutikno (2000:24), “Tahap
metafase paling mudah ditemukan, karena pada fase tersebut kromosom berkumpul
sehingga meskipun ukurannya kecil tetap masih dapat dilihat”.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahap metafase
kromosom telah melekat pada benang spindel dan berkumpul atau berformasi di tengah
sel. Pada kondisi inilah kromosom mudah diamati dan dihitung. Setelah itu kromosom
mulai berjejer di bidang khayal sel, di antara kutub yang berlawanan.
3) Anafase

Tahapan anafase merupakan tahapan mitosis yang sangat cepat dibandingkan dengan
tahap mitosis lainnya (Campbell, et.al., 2012:249). Lebih lanjut Campbell, et.al.,
(2012:249) mengemukakan “Anafase berawal ketika kompleks protein yang disebut
kohesin terbelah yang memungkinkan kromatid saudara terpisah secara tiba-tiba dan
setiap kromatid menjadi satu kromosom yang utuh”

Selain itu, pada tahap anafase kedua kromosom saudara bergerak ke arah kutub yang
berlawanan saat mikrotubulus kinetokor memendek (Crowder dalam terjemahan
Kusdiarti, 2015:9). Menurut Campbell et.al., (2012:248) “Pada saat akhir anafase kedua
kutub memiliki komposisi kromosom yang sama dan lengkap”. Anafase ditandai dengan
kromosom bergerak menuju kutub (Zou, et.al., 2014:13409)
Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Cano et.al., (2006:10), “Saat anafase,
dua kromatid dari masing-masing kromosom yang telah direplikasi akan ditarik ke kutub-
kutub sel yang berbeda akibat adanya depolimerisasi yang mikrotubulus pada aparatus
gelendong yang menempel di sentromer”. Pada saat anafase juga, kromosom tampak
seperti huruf V atau J dengan ujung yang bersentromer mengarah ke kutub (Syukur dan
Sastrosumarjo, 2015:79).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ciri tahap anafase adalah
masing-masing kromosom bergerak menuju kutub yang berlawanan. Pergerakan tersebut
disebabkan karena kompleks kohesin terbelah.
4) Telofase
Telofase atau disebut juga dengan tahap pembentukan sel anak, merupakan tahap
yang sedikit tumpang tindih dengan pembelahan sitoplasma (sitokinesis) (Campbell,
2012: 249).
Senada dengan Campbell et.al., Crowder (terjemahan Kusdiarti, 2015:9)
mengemukakan “Pada tahap pembentukan sel anak, sekat sel terbentuk kembali dan sel
membelah menjadi dua sel anak”. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketika tahap
telofase berlangsung, tahap sitokinesis pun mulai terjadi.

Menurut Campbell, et.al., (2012:249) “Tahap telofase ditandai dengan terbentuknya


dua nukleus anakan di dalam sel, selaput nukleus dan nukleolus muncul kembali dan
kromosom menjadi kurang terkondensasi”

Pada tahap telofase, spindel akan menghilang, kemudian akan terbentuk membran
nukleus dan nukleolus, selanjutnya dibagian tengah sel terdapat dinding pemisah
sehingga sel akan membelah menjadi dua bagian yang identik (Aristya et.al., 2015: 38).
Senada dengan Aristya et.al., Syukur dan Sastrosumarjo (2015:79) mengemukakan “Pada
tahap telofase, sel membelah menjadi dua dengan terbentuknya dinding sel yang baru di
bidang ekuator yang membagi sitoplasma menjadi dua”. Setelah telofase berakhir sel
akan mengalami tahap interfase kembali, struktur kromosom mengalami istirahat dan
proses mitosis dianggap telah selesai ( Zou, et.al., 2014:13409)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri utama untuk mengenali
tahap telofase adalah mulai terbentuknya dua sel anakan dengan nukleolus muncul
kembali, membran nukleus dan nukleus muncul kembali dan terbentuknya sekat yang
membagi sel menjadi dua.
2.3.3 Sitokinesis
Sitokinesis atau pembelahan sitoplasma biasanya telah berlangsung cukup jauh
pada akhir telofase, sehingga kedua sel anakan muncul tidak lama setelah mitosis
berakhir. Hal tersebut sejalan dengan Cano et.al.,(2006: 10), “Sitokinesis dimulai pada
tahap telofase, yaitu pada saat kromosom melepaskan lilitannya dan terbentuk membran
nukleus baru mengelilingi kromosom pada masing-masing kutub sel”. Menurut
Campbell, et.al., (2012:252) “Pada sel tumbuhan lempeng sel akan membelah sitoplasma
menjadi dua ke arah tepi sel induk”. Selain itu, semua materi dalam sitoplasma membelah
dan pindah ke sel anak (Crowder dalam terjemahan Kusdiarti, 2015:9)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sitokinesis adalah bagian dari fase
mitotik sel yang ditandai dengan membelahnya sitoplasma dan komponennya menjadi
dua sel anak yang identik.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah pipet tetes, object glass, cover glass,
silet, tusuk gigi, pinset (fancop), korek api dan mikroskop. Adapun bahan yang digunakan
dalam praktikum ini ialah akar bawang merah (Allium cepa), larutan kolkhisin 0,02%,
larutan carnoys, aceto orchein 2%, asam asetat 45%, larutan HCL 1N, dan etanol 70%.

3.2 Cara Kerja


1. Sebelum bawang merah diletakkan di tempat lembab, bagian bawah bawang merah
dibersihkan menggunakan air.
2. Bawang merah ditusuk bagian tengahnya dan digantung di atas air agar tetap lembap

3. Bawang merah dibiarkan selama 4-7 hari sampai akarnya tumbuh


4. Setelah tumbuh, potong ujung akar bawang merah dan dimasukkan kedalam larutan
kolkhisin 0,02 % selama 1-2 jam

5. setelah dibiarkan selama 1-2 jam, larutan kolkhisin dibuang dan diganti dengan
menggunakan larutan carnoys selama 2-3 jam.
6. setelah dibiarkan 2-3 jam, akar bawang merah sudah dapat langsung diamati, jika
tidak langsung diamati maka perlu dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70%, sampai
waktu pengamatan tiba
7. Proses maserasi dilakukan dengan penyimpanan akar bawag merah diatas object
glass, kemudian ditetesi HCL 1N dan diberi panas diatas bunsen, dengan catatan
jangan sampai akar bawang merah gosong

8. Sisa sisa HCL dibersihkan menggunakan tisu, dan akar bawang merah diberi
pewarnaan dengan menggunakan acetoorcein 2% selama 15 – 45 menit,.
9. Setelah dibiarkan selama 15 – 45 menit, object glass yang terdapat aceetoorcein
dibilas menggunakan asam asetat 45 %, dan sisanya di bersihkan menggunakan tisu
10. Object glass ditutup dengan menggunakan cover glass dengan metode squash.
11. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran 100 x
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Profase

4.1.2 Metafase

4.1.3 Anafase
4.1.4 Telofase

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Profase
Berdasarkan pengamatan dapat terlihat bahwa dalam fase ini benang kromatin
berubah menjadi kromosom (yang terdiri dari 2 kromatid), membran inti dan nukleolus
lenyap, dan terbentuk benang spindel mitotik
4.2.2 Pembahasan Metafase

Berdasarkan pengamatan dapat terlihat bahwa dalam fase ini kromosom yang
terdiri dari 2 kkromatid mulai berada di bidang pembelahan sel/ equator, dan di fase ini
dapat terlihat mikrotubul yang mulai menyentuh kinetokor.

4.2.3 Pembahasan Anafase


Berdasarkan pengamatan dapat terlihat bahwa dalam fase ini kromsosm yang
terdiri dari 2 kromatid mulai bergerak ke arah kutub sel yang saling berlawanan

4.2.4 Pembahasan Telofase


Berdasarkan pengamatan dapat terlihat bahwa dalam fase kromosom telah sampai
di kutub sel, dan di fase ini benang spindel telah lenyap, sedangkan membran inti dan
nukleolus mulai terlihat. Dalam fase ini ditandai dengan terjadinya sitokinesis.
BAB V

KESIMPULAN
Jaringan meristem merupakan jaringan yang terus membelah, dan pembelahan sel
ini terus berlangsung seiring dengan hidupnya tanaman tersebut, berdasarkan letaknya
meristem dibedakan menjadi 3 yaitu apikal, lateral, dan interkalar. Meristem apikal
berada di ujung pucuk dan di ujung akar, dan hal ini sesuai dengan pengamatan yang
dilakukan yaitu dengan menumbuhkan akar terlebih dahulu dan melakukan pewarnaan
pada ujung akar, sehingga mitosis dalam akar tersebut akan lebuh mudah diamati. Dari
hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa sel yang membelah memiliki ciri dan
kerjanya masing masing, yang pasti semuanya merupakan kesaatuan dari proses
pembentukan sel sel baru sehinggan organisme dapat tumbuh dan dapat menggantikan
sel sel lama yang telah rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Ibriani. 2012. ‘Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Secara KLT-
Bioautografi’. Universitas Alauddin Makasar. Avaiable at: http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/3997/1/ibriani.pdf. diakses pada tanggal 2 Januari 2019.

Nawangsari, Ana D., Setyarini, I. Ikawati, dan A.P. Nugroho. 2008. ‘Pemanfaatan Bawang
Merah ( Allium cepa L .) sebagai Agen Ko- Kemoterapi’. Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta pp. 1–36. Avaiable at: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/bawang-merah-4 kemopreventif.pdf. diakses pada tanggal 2 januari 2019

Kupper, J., Rentsch, K., Mittelholzer, A., Artho, R., Meyer, S., Kupferschmidt, H., & Naegeli, H.
(2010). A Fatal Case of Autumn Crocus ( Colchicum autumnale ) Poisoning in A Heifer :
Confirmation by Mass-Spectrometric Colchicine Detection. J Vet Diagn Invest, 22, 119–122

Sigma Aldrich. (2019). Merck. [Online]. Retrieved from: http://www.sigmaaldrich.com. [25


Maret 2019].

Sankar, M., J., Jason Raj M, Mohamed Ismail R, dan Selva Ganesh., (2014). Quantification of
Colchicine in Various Parts of Gloriosa superba by HPLC. Journal of Chemical and
Pharmaneutical Sciences, (2), 53–55.

Shamsali, R., Morteza1, A.N., Hossein, A., Mahmoud, S. (2013). Comparison of Colchicine
Content between Hysteranthous and Synanthous Colchicum Species in Different Seasons.
Global J Res. Med. Plants & Indigen. Med. 2(2): 81–88.

Aini, H. (2015). Induksi PLB Anggrek Vanda sumatrana Schltr . Liar Pada Media MS dengan
Penambahan BAP dan NAA serta Ploidisasi dengan Kolkisin PLB Induction of Wild Vanda
sumatrana Schltr . on MS Media Suplement with BAP and NAA and Ploidisation by
Colchicine Treatment. Jurnal Biologi Universitas Andalas, 4(4), 208–215.

Sajjad, Y., Jaskani, M. J., Mehmood, A., Ahmad, I., & Abbas, H. (2013). Effect of Colchicine on in
Vitro Polyploidy Induction in African Marigold ( Tagetes Erecta ). Pak. J. Bot, 45(3), 1255–
1258

Ploeg, M. (2000). Cytochemical Nuclei Acid Research During The Twentieth Century. Eur. J.
Histochem. 44. 7 – 42.

Koyani, P. R., & Saiyad, S. S. (2011). Study of Effect of Colchicine Exposure on Length of
Chromosome During Mitosis, 60(2), 177–180.

Suminah, Sutarno, & Setyawan, A. D. (2002). Induksi Poliploidi Bawang Merah ( Allium
ascalonicum L .) dengan Pemberian Kolkisin. Biodiversitas, 3(1), 174– 180.

Syukur, M., dan Sastrosumarjo S. (2015). Sitogenetika Tanaman. (Edisi Kedua). Bogor: IPB
Press.

Crowder, L.V. (1988). Genetika Tumbuhan. Terjemahan oleh Lilik Kusdiarti. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Wakim, S., dan Greewal, M. (2019). Mitotic Phase-Mitosis and Cytokinesis. [Online]
Aristya, G. R., Daryono, B. S., Handayani, N. S. N., & Arisuryanti, T. (2015). Karakterisasi
Kromosom Tumbuhan dan Hewan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Zou, J., Jiang, Z., Zhang, H., Qin, R., Wang, J., Shi, Q., Jiang, W., Liu, D. (2014). Effect of Lead on
the Morphology and Structure of the Nucleolus in the Root Tip Meristematic Cell of Allium
cepa L. Int. J. Mol. Sci. 15. 13406 – 13423.

Campbell, Neil A., Reece, Jane B., Urry, Lisa A., Cain, Michael L., Wasserman, Steven A.,
Minorsky, Peter V., Jackson, Robert B.(2012). Biologi. Jilid 1. (Edisi Kedelapan). Jakarta:
Erlangga.

Suharsono dan Nuryadin, E. (2017). Biologi Sel. Tasikmalaya: LPPM Universitas Siliwangi.

Haryono, S.K. (2018). Sitogenetika. Ygyakarta: Lily

Setyawan, A. D., & Sutikno. (2000). Karyotipe Kromosom Pada Allium Sativum L. (Bawang
Putih) dan Pisum Sativum (L) Kacang Kapri. Biosmart, 2(April), 20– 27.

Cano Raul J., William D Stansfield, Jaime S Colone. (2006). Biologi Molekuler dan Sel. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai