Anda di halaman 1dari 126

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322696880

DASAR-DASAR MATEMATIKA

Book · September 2017

CITATION
READS
1
22,363

4 authors, including:

Hendra Cipta
State Islamic University of Sumatera Utara, Medan Indonesia
22 PUBLICATIONS 9 CITATIONS

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Sistem Pendukung Keputusan View project

All content following this page was uploaded by Hendra Cipta on 25 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


DASAR-DASAR MATEMATIKA

Oleh: Hendra
Cipta, M.Si

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUMATERA UTARA MEDAN 2017
KATA PENGANTAR

‫بسمميحرال نمحرال هلال‬


Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah Tuhan sekalian alam. Atas
berkat rahmat dan karunia Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan bahan ajar ini
dengan judul “Dasar-dasar Matematika”. Shalawat dan salam senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW beserta kerabat, sahabat, dan para pengikutnya
sampai akhir zaman, sosok yang telah membawa manusia dan seisi alam dari
zaman kegelapan sampai saat ini sehingga kita menjadi manusia beriman,
berilmu, dan beramal shaleh agar menjadi manusia yang berakhlak mulia.
Bahan ajar ini disusun untuk memberikan informasi tentang konsep-
konsep dasar yang berhubungan dengan Himpunan, Relasi Antar Himpunan,
Fungsi, Logika Matematika, Kuantifikasi, dan Bilangan Kardinal sebagai bahan
acuan dalam perkuliahan Dasar-dasar Matematika. Setiap materi ini disajikan
dalam bentuk definisi, contoh, teorema dan latihan dengan maksud untuk
memudahkan mahasiswa memahami materi perkuliahan ini.
Dalam penulisan bahan ini, saya menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang perlu perbaikan, sumbangan pemikiran yang membangun sangat
penulis harapkan dari rekan sejawat terutama dari dosen-dosen senior yang
terhimpun dalam matakuliah serumpun. Juga usulan dari para pengguna bahan
ajar ini terutama mahasiswa matematika, semoga konten pembelajaran ini dapat
diperkaya melalui evaluasi terus menerus. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan seluruh rekan sekalian dengan ganjaran yang berlipat ganda, Amiin.

Medan,

Hendra Cipta

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I HIMPUNAN
A. Pengertian Himpunan 1
B. Cara Menyatakan Himpunan dan Keanggotaannya 1
C. Keanggotaan Himpunan 4
BAB II MACAM-MACAM HIMPUNAN
A. Himpunan Kosong
B. Himpunan Semesta 6
C. Himpunan Bagian (Subset) 6
D. Himpunan Berhingga 7
E. Himpunan Tak Berhingga 7
F. Himpunan Terbilang 8
Himpunan Tak Terbilang 8
G.
Himpunan Terbatas 8
H.
9
I. Himpunan Tak Terbatas 9
J. Himpunan Di Dalam Himpunan 10
K. Himpunan Kuasa (Power Set) 11

BAB III RELASI ANTAR HIMPUNAN


A. Diagram Venn 14
B. Kardinalitas 15
C. Relasi Antar Himpunan 15

BAB IV OPERASI PADA HIMPUNAN 21


A. Gabungan Himpunan (Union) 23
B. Irisan Himpunan (Intersection) 25
C. Komplemen Himpunan

BAB V OPERASI PADA HIMPUNAN LANJUTAN 28


A. Selisih Himpunan 29
B. Jumlah Himpunan (Beda Setangkup) 31
C. Perkalian Dua Himpunan (Cartesian Product) 33
D. Hukum-hukum Aljabar Himpunan

BAB VI PRINSIP MENGHITUNG


A. Semesta Dua Himpunan 39
B. Gabungan Dua Himpunan 39
C. Gabungan Tiga Himpunan 39
D. Irisan Dua Himpunan 40
E. Irisan Tiga Himpunan 40
BAB VII RELASI ANTARA DUA HIMPUNAN B. Re
A. Pengertian Relasi pre

ii
sentasi Relasi
C. Mengkombinasikan Relasi 48
D. Komposisi Relasi 49
E. Sifat-sifat Relasi 50
52
BAB VIII FUNGSI 53
A. Pengertian Fungsi
B. Fungsi Berdasarkan Bayangannya
C. Fungsi Inversi
D. Komposisi Dua Fungsi 58
59
BAB VIII LOGIKA MATEMATIKA 62
A. Proposisi (Pernyataan) 63
B. Kalimat Terbuka
C. Lambang (Operator Proposional)
D. Nilai dan Tabel Kebenaran 66
E. Pernyataan Majemuk Ekuivalen (Ekuivalen Logis) 67
F. Hukum-hukum Logika Proposisi 67
G. Varian Proposisi Bersyarat 67
71
BAB IX KUANTIFIKASI 73
A. Inferensi Logika 74
B. Kalimat Berkuantor

BAB X BILANGAN KARDINAL 78


A. Himpunan Ekivalen 84
B. Himpunan Tak Hingga Biasa dan Tak Hingga Dedekind
C. Himpunan Terbilang dan Tak Terbilang 96
D. Bilangan Kardinal 96
96
DAFTAR PUSTAKA 97
104
111

ii
BAB I
HIMPUNA
N

A. PENGERTIAN HIMPUNAN
Dalam matematika konsep himpunan termasuk konsep yang tidak
didefinisikan (konsep dasar). Konsep himpunan mendasari hampir semua cabang
matematika. Perkataan himpunan digunakan di dalam matematika untuk
menyatakan kumpulan benda-benda atau objek-objek yang didefinisikan dengan
jelas. lstilah didefinisikan dengan jelas dimaksudkan agar orang dapat
menentukan apakah suatu benda merupakan anggota himpunan yang dimaksud
tadi atau tidak. Benda-benda atau objek-objek yang termasuk dalam sebuah
himpunan disebut anggota atau elemen himpunan tersebut.

Contoh 1
Kumpulan yang bukan merupakan himpunan
a. Kumpulan makanan lezat
b. Kumpulan batu-batu besar
c. Kumpulan lukisan indah
Ketiga contoh kumpulan di atas bukan merupakan himpunan sebab anggota-
anggotanya tidak didefinisikan dengan jelas.

Contoh 2
Kumpulan yang merupakan himpunan
a. Kumpulan negara-negara Asean
b. Kumpulan sungai-sungai di Indonesia
c. Kumpulan bilangan asli genap
d. Penduduk Sumatera Utara

B. CARA MENYATAKAN HIMPUNAN DAN KEANGGOTAANYA


Seperti telah disebutkan di atas himpunan diberi nama atau dinyatakan
dengan huruf kapital. Sedangkan anggotanya dinyatakan dengan huruf kecil.
Anggota himpunan ditulis di antara kurung kurawal, anggota satu dengan yang
lainya dipisahkan dengan tanda koma. Dengan kata lain dituliskan dengan cara

Hendra Cipta, M.Si – Dasar-dasar Matematika | 1


pendaftaran (roster method). Selain itu himpunan dapat pula dinyatakan dengan
sifat keanggotaan (ruler method).

a. Dengan Cara Pendaftaran (Roster Method)


Cara menyatakan himpunan dengan menuliskan semua anggotanya selain
disebut pendaftaran juga disebut cara tabulasi. Objek yang tidak didaftar berarti
objek bukan anggota himpunan tersebut. Apabila anggota himpunan tersebut tidak
banyak, semua anggotanya dapat ditulis. Namun, bila himpunan itu mempunyai
anggota yang banyak dan anggotanya memiliki keteraturan, untuk menuliskanya
dapat diwakili dengan tiga titik “...”.

Contoh 3
Nyatakan himpunan berikut dengan Cara Pendaftaran.
A = himpunan bilangan asli
B = himpunan bilangan ganjil kurang dari 30.
C = himpunan bilangan bulat
D = himpunan bilangan prima kurang dari 10.
E = himpunan hari dalam sepekan
Jawab:
A = 1, 2, 3,...

B = 1,3,5,..., 29

C = ..., -3, -2, -1, 0,1, 2,...

D = 2, 3, 5, 7

E = Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu

Keterangan:
1) Himpunan A, B, dan C adalah himpunan yang anggotanya banyak, dan
penulisanya dua kali tiga titik “…”.
2) Himpunan D dan E anggotanya dapat ditulis semua karena anggotanya sedikit.

Hendra Cipta, M.Si – Dasar-dasar Matematika | 2


b. Dengan Sifat Keanggotaan (Ruler Method)
Cara menyatakan himpunan dengan menuliskan sifat keanggotaanya, cara
ini juga disebut pencirian. Cara ini dengan menuliskan syarat yang harus dipenuhi
oleh anggota himpunan itu. Objek atau elemen yang memenuhi syarat himpunan
itu adalah anggotanya.
Dalam penulisan cara ini anggota himpunan menggunakan variabel,
misalnya x dan syarat keanggotanya misalnya P(x). P(x) berarti himpunan tersebut

bersifat P. Himpunan tersebut ditulis A = x P(x), garis tegak dibaca


“sedemikian sehingga atau dimana”. Cara membaca himpunan tersebut adalah A

himpunan semua x sedekian sehingga x mempunyai sifat P.


A = x selain

P(x)

disebut cara menyatakan himpunan dengan sifat keanggotaan juga disebut notasi
pembentuk himpunan.

Contoh 4
Nyatakan himpunan berikut dengan notasi pembentukan himpunan.

A = a, e, i, o, u

B= Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu


C = -3, -2, -1, 0,1, 2

D. = 2, 3, 5, 7

Jawab:

A= huruf hidup alfabet


B= x | x nama hari dalam seminggu

C= x - 4 < x < 3, x  bilangan bulat


D= x x < 10, x  bilangan prima
C. KEANGGOTAAN SUATU HIMPUNAN
Dalam matematika lambang anggota adalah “”, sedangkan bukan
anggota dilambangkan dengan “”. Anggota himpunan A =
a, e,i,  adalah
o,u
a, i, u, e, o dan b, c, d bukan anggota A. Dengan demikian penulisan di atas dapat
dinyatakan dengan a  A, e  A, i  A, o  A, u  A. Tetapi b  A, c  A, dan d
 A.

Himpunan B = x x  10, x bilangan prima  . Jadi 2  B, 5  B, 7  B.

Tetapi 1  B, 9  B. Dan bila anda menemukan statu himpunan P =


a, b
berarti a  P danb  P. b anggota P yang berbentuk himpunan.
Banyaknya anggota suatu himpunan dinamakan juga bilangan kardinal
dan diberi lambang “n”. Jika A adalah suatu himpunan, maka banyaknya anggota
dari himpunan A ditulis n(A).

Contoh 5
Berapakah bilangan kardinal dari himpunan di bawah ini?
A = a,b, c, d, e, f 

B= x x  15, x bilangan ganjil


C =
x bilangan asli
x D =
x bilangan prima
x
Jawab:
A = a,b, c, d, e, f , maka kardinal A adalah n(A) = 6
B=
x  15, x bilangan = 1,3,5,7,9,11,13 maka bilangan kardinal B
x ganjil

adalah n(B) = 7

C= x x bilangan asli, berarti juga C = 1,2,3,..., maka bilangan kardinal C


adalah n(C) = ~.

D= x x bilangan prima, berarti juga D = 2,3,5,7,..., maka bilangan kardinal


D adalah n(D) = ~.
Himpunan C dan D adalah himpunan yang tidak dapat ditentukan banyak
anggotanya. ”~” melambangkan bilangan kardinal tak terhingga.
Latihan
1. Berilah 3 contoh yang merupakan himpunan dan bukan himpunan.
2. Diketahui
B   p, q, r . Sebutkan apakah keempat pernyataan berikut benar,

kemudian berikan alasannya.

a. p  B
b. q B
c. r  B
d. s  B

3. Tulislah himpunan berikut dengan cara tabulasi.

a. A  x2  36

b. B  x | x  4  8

c. C  x | x  3, x bilangan asli ganjil


d. C  x | 0  x  8, x bilangan cacah ganjil

4. Tulislah dengan menyebutkan syarat-syarat anggotanya.


a. F  a,i,u, e, o
b. G  2,3,5, 7,11

c. H  3, 6,9,12,...

d. I  123,132, 213, 231,312,321

5. Tulislah dengan notasi pembentuk himpunan untuk himpunan bilangan asli:

a. Kurang dari 10

b. Lebih dari atau sama dengan 4

c. Kelipatan 5 kurang dari 20

d. Prima genap lebih kecil sama dengan 10

6. Manakah penulisan himpunan yang benar:


a. P  x | x  0, x  himpunan bilangan bulat
b. Q  x | x  20, x bilangan asli genap
BAB II
MACAM-MACAM HIMPUNAN

A. HIMPUNAN KOSONG
Himpunan A dikatakan himpunan kosong bila bilangan kardinal dari
himpunan A = 0 atau n(A) = 0. Himpunan kosong dinotasikan dengan  atau

  . Jadi apabila A = x x  1, bilangan asli , maka A =  atau A =   dan


n(A) = 0.

Perhatikan contoh di bawah ini!

1. B= x x 2
 0, x  bilangan bulat 
2. C= x 1  x  2, x bilangan asli
3. D= x x bilangan negatif dan x  1
4. E =   dan F = 

Contoh 1, 2 dan 3 merupakan contoh himpunan yang tidak memiliki


anggota atau n(B) = n(C) = n(D) = 0. Tetapi contoh 4, himpunan E dan F bukan
contoh himpunan kosong, karena E memiliki anggota yaitu “0” dan F juga
memiliki anggota yaitu  .

B. HIMPUNAN SEMESTA
Himpunan semesta biasanya dilambangkan dengan U (universum) yang
berarti himpunan yang memuat semua anggota yang dibicarakan atau kata lainya
himpunan dari objek yang sedang dibicarakan. Biasanya hinpunan semesta
ditetapkan sebelum kita membicarakan suatu himpunan dengan demikian seluruh
himpunan lain dalam pembicaraan tersebut merupakan bagian dari himpunan
pembicaraan.

Contoh 5
U= x x bilangan
a. Apabila kita membicarakan himpunan A 2,3,5,7
prima
himpunan semesta adalah:

U= x x bilangan cacah 
maka yang dapat menjadi

U= x x bilangan bulat positif  atau himpunan lain yang memuat A.


b. Apabila kita membicarakan himpunan

B= x x mahasiswa wanita S1 Matematika kelas A UINSU 


, Maka yang menjadi himpunan semestanya adalah :

U= x x Mahasiswa wanita S1 Matematika UINSU 


U = x x Mahasiswa Matematika UINSU 
U= x x Mahasiswa UINSU 
c. HIMPUNAN BAGIAN (SUBSET)
Himpunan A dikatakan himpunan bagian (subset) dari himpunan B jika dan hanya
jika setiap elemen A merupakan elemen dari B. Dalam hal ini, B dikatakan
superset dari A. Notasi: A  B
Contoh 6
Diketahui
A  0, 2, 4, 6 , b  0, 2, 4, 6,8, dan

C  x | x bilangan cacah genap kurang dari 9

Jelas bahwa:
 A himpunan bagian B
  bukan himpunan bagian C

d. HIMPUNAN BERHINGGA
Himpunan A berhingga apabila A memiliki anggota himpunan tertentu
atau n(A) = a, a  bilangan cacah. Dengan perkataan lain, himpunan berhingga
adalah himpunan yang banyak anggotanya dapat dinyatakan dengan suatu
bilangan cacah.
Contoh 6
a. A =   karena n(A) = 0, 0  bilangan cacah.

b. B = 1,2,3,...75 n(B) = 75, 75  bilangan cacah.


c. C = x x nama hari dalam seminggu  n(C) = 7, 7  bilangan cacah.

e. HIMPUNAN TAK BERHINGGA


Himpunan A disebut himpunan tak berhingga apabila tidak memenuhi
syarat himpunan berhingga. Himpunan A apabila anggota-anggotanya sedang
dihitung, maka proses perhitunganya tidak akan berakhir. Dengan perkataan lain
himpunan A, n banyak anggotanya tidak dapat ditentukan/ditulis dengan bilangan
cacah.
Contoh 7
Q= 1,2,3,4,...
Apabila kita menghitung anggota himpunan Q, maka proses perhitungan anggota
Q tidak akan berakhir. Jadi Q adalah himpunan tak berhingga dan n(Q) = ~.

f. HIMPUNAN TERBILANG
Himpunan A dikatakan himpunan terbilang bila anggota himpunan A
tersebut dapat ditunjukkan atau dihitung satu persatu.
Contoh 8:
a. A = 1,2,3
Himpunan A di atas merupakan contoh himpunan terbilang sebab dapat
dihitung satu persatu, sekaligus contoh himpunan terhingga sebab n(A) = 3.
b. B = 1,2,3...
Himpunan B di atas merupakan contoh himpunan terbilang, tetapi juga
merupakan contoh himpunan tak hingga sebab n(B) = ~.

g. HIMPUNAN TAK TERBILANG


Himpunan A dikatakan tak terbilang bila anggota himpunan A tersebut
tidak dapat dihitung satu persatu.
Contoh 9:

R= x 2  x  3, x bilangan real
Himpunan R merupakan contoh himpunan tak terbilang, karena anggotanya tak
dapat dihitung satu persatu. Himpunan R juga merupakan himpunan tak
berhingga, karena n(R) = ~.

h. HIMPUNAN TERBATAS
Himpunan A dikatakan himpunan terbatas bila himpunan A mempunyai
batas di sebelah kiri saja disebut himpunan terbatas kiri. Dan jika himpunan
tersebut hanya mempunyai batas sebelah kanan disebut himpunan terbatas kanan.
Batas sebelah kiri juga disebut batas bawah sedangkan batas sebelah kanan
disebut batas atas.
Contoh 10
a. P = 0,1,2,3, mempunyai batas bawah 0 dan batas atas 4.
b. Q = x 0  x  3, x  R, mempunyai batas bawah 0 dan batas atas 3.

Tetapi 0  R dan 3  Q.
Khusus untuk himpunan tak terbatas yang semesta pembicaraanya bilangan real
penulisan himpunanya dapat menggunakan notasi interval.

Contoh 11
a. A = 0  x  5 dapat ditulis 0,5
x
0  x  5 dapat ditulis 0,5
b. B =
0  x  5 dapat ditulis 0,5
x
0  x  5 dapat ditulis (0,5)
c. C =
x
d. D =
x

i. HIMPUNAN TAK TERBATAS


Himpunan A dikatakan himpunan tak terbatas bila himpunan tersebut
tidak memiliki batas.
Contoh 12
R= x  ~  x   ~, x  R
j. HIMPUNAN DI DALAM HIMPUNAN

Pada gambar 1, semua anggota A ada di dalam


himpunan B, maka A disebut himpunan bagian
dari B, ditulis dibaca A himpunan bagian
dari B.

Gambar 1

Himpunan A disebut himpunan bagian dari B ditulis A  B jika dan


hanya jika untuk setiap x anggota A maka x anggota B. Ditulis
A  B jhj  x  A maka x  B .Sebaliknya dikatakan bahwa A disebut bukan

himpunan bagian dari B jika dan hanya jika ada x anggota A dan x bukan anggota
B. Ditulis A  B jhj  x  A maka x  B.

Contoh 13
Diketahui himpunan A  1, 2,3, 4,5, B  1,3,5 C  2, 4, 6 ,
6, ,

D  3, 4,5, 6,1, 2 dan E  5, 6, 7 . Manakah dibawah ini yang benar:

a. B  A
e. A  D
b. A  C
f. E  C
c. D  A
g. A  A
d. E  A
h.  A
Jawab:
a. B  A
e. A  D
b. A  C
f. E  C
c. D  A
g. A  A
d. E  A
h.  A
Pernyataan yang benar adalah a, c, d, e, f, g, h, dan
i Dari contoh dapat disimpulkan:
 Himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari setiap himpunan
 Jika A himpunan maka A  A
k. HIMPUNAN KUASA (POWER SET)
Himpunan kuasa dari himpunan A adalah himpunan yang anggotanya
semua himpunan bagian dari himpunan A,
Notasi: P(A) atau 2A

Contoh 16
1. A  2, 4 , maka n  A  2

2  ,2,4,2, 4
A

n 2  4
A

2. B  1, maka n  B  1

2  ,1
B

n 2  2
B

3. C  1,3,5 , maka n C   3

2  ,1,3,5,1, 3,3, 5,1, 3, 5


C

n 2  8
C

Jika A adalah himpunan, nA  k , maka banyaknya anggota himpunan kuasa

dari A ditulis n2A  2k .

Contoh 17
Himpunan kuasa dari himpunan kosong adalah P() = {}, dan himpunan kuasa
dari himpunan {} adalah P({}) = {, {}}.

Latihan
1. Misalkan A  a,b, c, d, e

a. Tulislah semua himpunan bagian dari A


b. Tulislah semua himpunan bagian sejati dari A
c. Berapa banyaknya himpunan bagian dari A
d. Berapa banyaknya himpunan bagian sejati dari A
2. Apakah setiap himpunan mempunyai himpunan bagian sejati?

3. Misalkan
A  3,4,5,1,3 , pernyataan manakah yang benar?

a. 1, 3  A
b. 3  A
c. 4, 5 A
d. 1,3  A

4. Manakah diantara himpunan berikut yang merupakan himpunan kosong?


a. x | x bilangan prima genap
b. x | x bilangan ganjil yang habis dibagi 2
c. x  8  8
d.x | x segitiga sama kaki tumpul
e.x | x persegi panjang yang belah ketupat

5. Himpunan manakah yang berhingga dan tak

berhingga? a. 1, 2,3,...,10000


b.x | x bilangan ganjil
c.x | x penduduk bumi

6. Diketahui
B  1,3,5, 7 . Manakah pernyataan dibawah ini yang benar?

a. 1, 3 2B
b. B  2B
c.   2B
d. B  2B
e. 3, 7 2B
f. 1, 3, 5 2B

7. Tentukan banyaknya himpunan kuasa dari:


a. P  0, 2, 4, 6

b. Q  2, 1, 0,1, 2

c. R  3, 2, 1, 0,1, 2,3

8. Tentukan himpunan kuasa dari:


a. himpunan ,

b. himpunan P , a,a,a


9. Diketahui M  x | x bilangan asli genap kurang dari 100 ,
N  x | x bilangan cacah ganjil kurang dari 99 .
Apakah MN, jelaskan?
BAB III
RELASI ANTAR HIMPUNAN

A. DIAGRAM VENN
Istilah diagram Venn berasal dari seorang ahli bangsa Inggris yang
menjadi tokoh logika matematika, yaitu John Venn (1834-1923). Ia menulis buku
simbolik logic dalam analisisnya menggunakan banyak diagram khususnya
diagram lingkaran, diagram tersebut kini dikenal nama diagram Venn.
Biasanya himpunan semesta digambarkan sebagai daerah persegi panjang
dan suatu himpunan bagian dari himpunan semesta ditunjukkan dengan daerah
kurva tertutup sederhana. Anggota-anggota suatu himpunan ditunjukkan dengan
noktah-noktah sedangkan anggotanya cukup banyak maka noktah sebagai wakil-
wakil anggota himpunan tidak perlu ditulis.
Contoh 1
a. Apabila U = x 1  x  6, x  bilanganasli dan A = 3,4, maka diagram
Vennnya ádalah
U

.3 .6

.4
.2
Apabila U = .5
x  bilangancacah, A = 1  x  6, x  bilanganasli
x
x
B= 4,5,6, maka anggota U tidak perlu dituliskan.
Diagram vennnya adalah
U

A B

.1
.3 .4.6
.2 .5
B. KARDINALITAS
Suatu himpunan dikatakan berhingga (finite set) jika terdapat n elemen
berbeda yang dalam hal ini n adalah bilangan bulat tak-negatif. Sebaliknya
himpunan tersebut dinamakan tak-berhingga (infinite set).
Misalkan A merupakan himpunan berhingga, maka jumlah elemen
berbeda di dalam A disebut cardinal dari himpunan A.
Notasi: n(A) atau A 

Contoh 2
(i) B = { x | x merupakan bilangan prima yang lebih kecil dari 20 }, atau B = {2,
3, 5, 7, 11, 13, 17, 19} maka B = 8
(ii) T = {kucing, a, Amir, 10, paku}, maka T = 5
(iii) A = {a, {a}, {{a}} }, maka A = 3
(iv) E = { x | x adalah bilangan bulat positif kurang dari 1}, maka E = 0,
karena tidak ada bilangan positif yang kurang dari 1.

C. RELASI ANTAR-HIMPUNAN
Coba perhatikan dan amati contoh-contoh sebelumnya. Ternyata ada yang
mempunyai anggota yang sama, ada himpunan berada dalam himpunan yang lain
dan ada pula himpunan yang tidak beranggota. Ini semua menunjukkan bahwa
antara dua himpunan ada hubungan atau relasi.

1. Himpunan Berpotongan
Himpunan berpotongan dinotasikan dengan "". Dua himpunan A dan B
dikatakan berpotongan jika ada anggota A saja, ada anggota B saja dan ada
anggota sekutu A dan B.
Contoh 3
A =
1,2,3,4,5,6 B
= 2,4,6,8
Diagram Venn
U

A B

.1 .2
.3 .4 .8
.5 .6

Keterangan:
Ada anggota A saja yaitu 1,3,5
Ada anggota B saja yaitu 8 -
Ada anggota sekutu A dan B yaitu 2,4,6, maka AB

2. Himpunan Saling Lepas


Himpunan lepas dinotasikan dengan maka “ // ” . Dua himpunan A dan B
dikatakan saling lepas atau saling asing bila A dan B tidak mempunyai anggota
persekutuan.
Notasi : A // B

Diagram Venn:
U

A B

Contoh 4
Jika A = { x | x  P, x < 8 } dan B = { 10, 20, 30, ... }, maka A // B.

Contoh 5
A = 1,3,5,7 dan B = 2,4,6,8, maka A // B.
Diagram Vennnya
A

.1 .5 .2 .4
.3 .6
.7.8

A B

3. Famili Himpunan
Anggota dari suatu himpuan itu dapat berupa obyek apa saja. Jadi dapat
terjadi bahwa anggota suatu himpunan adalah himpunan. Agar istilah yang
digunakan tidak membingungkan, maka himpunan yang mempunyai anggota
himpunan ini dinamakan famili himpunan. Diberi notasi A, B,C, D,...
Contoh 6
a. Misalkan A= 2,5,3,4, 6
Maka A adalah suatu famili himpunan dengan anggota-anggotanya adalah
2,5,3, dan 4, 6
b. Lihat himpunan B= 1,3, 2,4, 6,8,5, 7
Himpunan B ini bukan suatu famili himpunan karena 2 dan 7 bukan
himpunan.

Contoh 7
Misalkan A adalah suatu himpunan. Famili semua himpunan bagian dari A ditulis

B= 1,3, 2,4, 6,8,5, 7


P  A .
A  a,b, c, d . P  A ?
Jika
Tentukanlah

Himpunan-himpunan bagian dari A adalah:

,a,b,c,d,a,b,a, c,a, d,b, c,b, d,a,b, c,a,b, d,a,c, d,b,c, d


terdapat 16 anggota.
Jadi,

P  A  ,a,b,c,d,a,b,a,c,a, d,b,c,b, d,a,b,c,a,b, d,a,c, d,b,c, d


4. Kesamaan Himpunan Dua
himpunan A dan B dikatakan sama, ditulis A  B

jika dan hanya jika


A
dan B  A . Dinyatakan dengan simbol:
B
A  B jika dan hanya jika A  B dan B  A
A  B  x, x  A  x  B  . .x, x  B  x  A

Akibat adanya definisi kesamaan dua himpunan, maka:


a. A 
apabila A merupakan himpunan bagian murni dari B, artinya A
B
himpunan bagian dari B tetapi A  B .
b. A  B apabila A merupakan himpunan bagian dari B.

Contoh 8
Misalkan A  a,b, c, d, B  c,b, a, d, dan C  a,b,b, a, c, d

A, B, dan C adalah himpunan-himpunan yang sama


yaitu A  B  C.

Contoh 9
(i) Jika A = { 0, 1 } dan B = { x | x (x – 1) = 0 }, maka A = B
(ii) Jika A = { 3, 5, 8, 5 } dan B = {5, 3, 8 }, maka A = B
(iii) Jika A = { 3, 5, 8, 5 } dan B = {3, 8}, maka A  B
Untuk tiga buah himpunan, A, B, dan C berlaku aksioma berikut:
(a) A = A, B = B, dan C = C
(b) jika A = B, maka B = A
(c) jika A = B dan B = C, maka A = C
5. Himpunan Setara /Ekuivalen
Himpunan A dikatakan ekivalen dengan himpunan B jika dan hanya jika
kardinal dari kedua himpunan tersebut sama.
Notasi : A ~ B  A = B
Dengan kata lain jika setiap anggota dari A dapat dipasangkan satu-satu
keanggota B, dan sebaliknya, atau antara anggota A dan B dapat
dikorespondensikan satu-satu.

Contoh 10
Misalkan A = { 1, 3, 5, 7 } dan B = { a, b, c, d }, maka A ~ B sebab A = B=4

Contoh 11
Jika A = a,b, c, d dan B = p, q, r, s, maka A ~ B, dan n(A) = n(B) yaitu 4.
Diagram Vennnya
A B

.p
.q
.r
.s

A~B
Latihan
1. Tentukanlah A = 1,3,5,7,9,11. Tentukan himpunan bagian A yang
anggotanya:
a. kelipatan 3
b. merupakan bilangan kuadrat
c. merupakan bilangan prima
2. Tentukan relasi antara himpunan-himpunan berikut
a. A = 102,104,106,...,150
B= 2,4,6,...50
b. P = l,i, k,u
Q = k,u,l,i

3. A B

D
C

Dari diagram Venn di atas, tentukanlah relasi dari himpunan-himpunan


a. A dengan B
b. B dengan C
c. C dengan D
d. A dengan C
4. Jika A = a,b, tentukanlah himpunan bagian murni dari himpunan A.

5. Jika P = a,a,b , tentukanlah himpunan bagian dari P.

6. Mis
alkan A=  dan B = P  P  A

a. Apakah  B ? d. Apakah   B ?

b. Apakah  B ? e. Apakah  B


c. Apakah  B ? f. Apakah   B
BAB IV
OPERASI PADA HIMPUNAN

A. GABUNGAN HIMPUNAN (UNION)


Gabungan dua himpunan A dan B yang dilambangkan dengan A  B

adalah himpunan baru yang anggota-anggotanya terdiri dari semua anggota A atau
anggota B atau anggota kedua-duanya. A 
dibaca A gabungan B atau
B
gabungan A dan B.
Jika dinyatakan dengan notasi pembentuk himpunan maka

AB= x x  A atau x  B atau x  A dan B, dan jika dinyatakan dengan


diagram Venn maka daerah yang diarsir merupakan daerah A gabungan.
Diagram Venn A  B

Contoh 1
Jika A = a,b, c

B = c, d, e

Maka
A  B  a,b, c, d

Diagram Vennnya

A B

a d
c
b e

AB
Contoh 2
Jika A = 1,2,3,4 dan

B = 1,2,3,4,5,6 berarti A  B
Maka A 
B = 1,2,3,4,5,6 = B
Diagram Vennnya

Gambar 2
.B A B AB =B
.A .2
.5 .3 .1
.4
.6

AB

Contoh 3
Jika A = 1,2,3 dan B = 4,5,6, maka A  = 1,2,3,4,5,6
B
Diagram Vennnya
U

A B

.1 .4
.2.5
.3.6

AB

Contoh 4
Jika A = a,b, c, maka A  A = a,b, c

Demikian juga A   = a,b, c


Jadi A  A = A dan A   = A
Contoh 5
Jika A = a,b, c dan U = a,b, c, d, e

Maka A  U = a,b, c, d, e
Jadi A  U = U

B. IRISAN HIMPUNAN (INTERSECTION)


Irisan himpunan A dan B, yang dilambangkan dengan „„A  B” adalah
himpunan baru yang anggotanya terdiri dari anggota himpunan A dan anggota
himpunan B, atau dengan kata lain anggotanya adalah anggota sekutu A dan B.
„„A  B” dibaca „„A irisan B” atau „„irisan A dan B”.
Jika dinyatakan dengan dengan diagram Venn, irisan himpunan A dan B
ditunjukkan dengan daerah yang diarsir.

Contoh 6
Jika A = 1,2,3 dan B = 3,4,5,6, maka A  B = 3.
Diagram Venn

A B

.1 .4
.5
.2 .3
.6

Contoh 7
Jika A = a,b, c dan B = d, e, f , maka A  B = 
Diagram Venn

A B

.a .d
.b .e
.c .f

A B

Irisan A dan B tidak ada , hubungan antara A dan B adalah himpunan


lepas, yang berarti A B A  B= 

Contoh 8

Jika A = 1,2,3,4,5 dan B = x x bilangan asli < 8


Maka A  B = 1,2,3,4,5 = A
Diagram Venn

B
A
.6
.2
.7
.3 .1
.4 .5

Ternyata A merupakan bagian B sehingga A  B = A

Contoh 9
Jika A = a,i,u maka A A= a,i,u= A dan bila A  =  , berarti tidak
ada anggotanya. Jadi A  A = A dan A   =  .

Contoh 10
Jika U = 1,2,3,4,5 dan A = 1,2,3 maka A  S =

1,2,3 U = himpunan semesta. Jadi A  U = A.


C. KOMPLEMEN HIMPUNAN
Komplemen himpunan A ádalah himpunan semua eleven yang menjadi
anggota U dan tidak menjadi anggota A. Dengan perkataan lain bahwa bahwa
komplemen dari himpunan A ádalah himpunan baru yang anggota-anggotanya
terdiri anggota bukan A. Komplemen dari statu himpunan A dilambangkan
dengan “A” atau “A” dibaca bukan A atau komplemen A. Jika dinyatakan dengan

notasi pembentuk himpunan maka


 
A = A' = AC x x  dan x  A atau

x | x  A. Apabila dinyatakan dengan diagram Venn, komplemen A


ditunjukkan dengan daerah yang diarsir.
U
A’

Perhatikan A‟ ada diluar A.


Jadi A A‟, sehingga A  A‟ =  dan A  A‟ = U

Contoh 11
Diketahui U = x x bilangancacah  10
A = 1,3,5,7 dan B = 4,5,6
Tunjukkan dengan menggunakan diagram Venn bahwa :
a) (A  B)‟ = A‟  B‟
b) (A  B)‟ = A‟  B‟
Jawab:
Diketahui:
a) A = 1,3,5,7 dan B = 4,5,6 maka A‟ = 0,2,4,6,8,9 A‟  B‟ = 0,2,8,9
B‟ = 0,1,2,3,7,8,9
AB= 1,3,4,5,6,7 (A  B)‟ = 0,2,8,9
Jadi (A  B)‟ = A‟ 
B‟
Dengan Diagram Venn (A  B)‟ = A‟  B‟

A B
A B .0

.3 .4 .3 .4 .2
.1 .5 .1 .5
.7 .6 .7 .6

.6 .9

Daerah yang diarsir Daerah yang diarsir tegak


menunjukkan mendatar menunjukkan (A  B)‟ B‟ yang diarsir mendatar
menunjukkan
A‟. Daerah yang arsir datar dan
tegak menunjukkan A‟  B‟
Jadi daerah yang ditunjukkan (A  B)‟ = daerah yang ditunjuk oleh A‟  B‟.

b) (A‟  B‟) = 5 (A  B)‟ = 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9

A‟  B‟ = 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9

Jadi (A  B)‟ = A‟  B‟
Dengan diagram Venn,
(A  B)‟ = A‟  B‟

A B
A B .0

.3 .4 .3 .4 . 2
.1 .5 .1 .5
.7 .6 .7 .6

.6 .9

Gambar sebelah kiri menyajikan daerah yang diarsir mendatar sebagai (A  B)‟.
Sedangkan gambar sebelah kanan, daerah yang diarsir mendatar sebagai A‟ dan
daerah yang diarsir tegak sebagai B‟. Daerah yang diarsir tegak dan mendatar
merupakan daerah A‟  B‟. Jadi daerah yang ditunjukkan (A  B)‟ sama dengan
yang ditunjukkan A‟  B‟.
Latihan
1. Gambarlah dengan arsir daerah di bawah ini.
a. (x, y) x  4  (x, y) y  2
b. (x, y) x  2  (x, y) y  2

2. Jika U = 1,2,3,4,5,6,7

A = 1,2,3, B = 4,5,6, C = 1,3,5, dan D = 2,4,6


Tentukanlah:
a. A  C
b. A  D
c. (C  D)‟
d. (C  D)‟

3. Jika P = xx bilanganhabisdibagi 2


Q= xx bilanganhabisdibagi3
R = xx bilanganhabisdibagi 6
Tunjukkan bahwa R = P  Q

4. Jika diberikan S = {a, b, c, d, e, f, g}, A = {a, b, c, d, e}, B = {a, c, e, g},


C = {b, e, f, g}.
Tentukanlah:
a. AC
b. BA

c.  A  AC C
d. BC  C
e. C C  A

5. Buatlah diagram Venn dari soal no. 4 diatas?


BAB V
OPERASI PADA HIMPUNAN- LANJUTAN

A. SELISIH HIMPUNAN
Selisih antara dua himpunan A dan B dilambangkan dengan A – B adalah
himpunan semua anggota yang menjadi anggota A dan tidak menjadi anggota B.
Dengan perkataan lain himpunan baru yang anggota-anggotanya terdiri dari
anggota A dan yang tidak menjadi anggota himpunan B. Demikian pula
sebaliknya B – A berarti bahwa semua anggota yang unsur B dan tidak menjadi
unsur A.
Jika dinyatakan dengan notasi pembentuk himpunan maka:
A  B  x | x  A dan x  B  A 

BC B  A  x | x  B dan x  A 
B  AC
Dan bila dinyatakan dengan diagram Venn, maka daerah yang diarsir
merupakan hasil selisih kedua himpunan tersebut.

Contoh 1
Tinjau (i), (ii), dan (iii) dibawah ini:
(i) Jika
A  1, 2,3,...,10 B  2, 4, 6,8,10, A  B  1,3,5, 7,9 dan
dan maka

B  A  .
(ii) 1,3,5 1, 2,3  5 tetapi 1, 2,31,3,5  2

(iii) A = himpunan fungsi menerus (kontinu) dan terbatas di dalam selang [0, 1]
B = himpunan fungsi differentiable di dalam selang [0, 1]
B – A = himpunan fungsi differentiable tak terbatas di dalam selang [0, 1]
Contoh 2
Diketahui A = 1,3,5, B = 6,7,8,9

Maka A – B = 1,3,5 = A
B – A = 6,7,8,9 =
B
Dengan diagram Venn
U U

A B A B

.1 .6 .1 .6 .8
.2 .7 .2 .7
.3 .8 .9 .3 .9

A–B B–A

Terlihat dari diagram di atas, apabila A B maka A – B = 4,5

Contoh 3
Jika A = 1,2,3,4,5 dan B = 1,2,3 maka A – B = 4,5
B – A =  , karena tidak ada anggotanya atau semua anggota B merupakan
anggota A.

Contoh 4
Jika A 1,2,3,4,5, maka A – A =  dan A –  = A

B. JUMLAH HIMPUNAN (BEDA SETANGKUP)


Jumlah antara dua himpunan A dan B dilambangkan dengan
A B atau A B adalah himpunan unsur-unsur himpunan yang menjadi anggota
A atau B dan bukan anggota sekutu A dan B.
Jika dinyatakan dengan notasi pembentuk himpunan maka,
A  B  x | x  A, x  B dan x  A  B

A  B   A  B   A  B   A  B   B  A

Dan bila dinyatakan dengan diagram Venn, maka daerah yang diarsir
merupakan hasil jumlah himpunan A dan B.

A + B = (A  B) – (A  B)

Contoh 5
Diketahui: A = a,b, c, d, B = b, c, d, e, f  dan C = c, e, f , h, menunjukkan:
a) A + B = (A  B) – (A  B)
= a,b, c, d, e, f  - b, c, d

= a, e, f 

b) (A + B) = A + (B + C)
A + B = a, e, f  (A + B) + C = a, c, f , g, h
C = c, e, g, h

B + C = b, d, f .g, A + (B + C) = a, c, f , g, h


h

A = a,b, c, d
Jadi (A + B) + C = A + (B + C)

Contoh 6
(i) Jika
A  2, 4, 6 dan B  2,3,5, maka A  B  3, 4,5, 6

(ii) A = himpunan segitiga sama kaki, B = himpunan segitiga siku-siku


A + B = himpunan segitiga sama kaki yang tidak siku-siku dan segitiga siku-
siku yang tidak sama kaki

C. PERKALIAN DUA HIMPUNAN (CARTESIAN PRODUCT)


Perkalian himpunan A dan B yang dilambangkan dengan A adalah
B

himpunan semua pasangan berurutan  x, y dengan x  dan y  B . x urutan


 A
pertama dan y urutan kedua. Hasil kali A dan B biasanya disebut produk Cartesius
atau hasil kali Cartesius.
Notasi:
A B   x, y  | x  A dan y  B .

Hasil kali himpunan A dan B tidak dapat dinyatakan dengan diagram


Venn, tetapi dinyatakan dengan diagram Cartesius.

Contoh 7
Jika A = 1,2 dan B = 4,5,6 maka:

A x B = 1,4, 1,5, 1,6, 2,4, 2,5,


2,6 B x A = 4,1, 4,2, 5,1, 5,2,
6,1, 6,2
Kalau anda perhatikan, dari jalaban atau hasil kali di atas terlihat bahwa urutan
(x, y) menunjukkan bahwa A x B  B x A. Dan perlu diketahui juga bahwa
(x, y)  (y, x).

Contoh 8
Diketahui A = 0,1, B = x, y.
Tentukan: a. A x A
b. B x B
c. A x B
d. B x A.
Jawab:

a. A x A = 0, 0, 0,1, 1,0, 1, 1


b. B x B = x, x, x, y, y, x, y, y
c. A x B = 0, x , 0, y, 1, x, 1, y
d. B x A = x,0 , x,1, y,0, y,1

Contoh 9
Diketahui: A = 0,1, B = 1,2 dan C = x, y
Tentukan:
a. A x (B  C) = (A x B)  (A x C)
b. A x (B  C) = (A x B )  (A x
C) Jawab:
a. A x (B  C) = (A x B)  (A x
C) B  C = 1,2, x, y

A x (B  C) = 0,1, 0,2, 0, x, 0, y, 1,1, 1,2, 1, x, 1, …….(1)
y

(A x B) = 0,1, 0,2, 1,1, 1,2


(A x C) = 0, x, 0, y, 1, x, 1, y
(A x B)  (A x C) = 0,1, 0,2, 1,1, 1,2, 0, x, 0, y, 1, x, 1, y….. (2)
Dari (1) = (2), maka A x (B  C) = (A x B)  (A x C)

b. A x (B  C) = (A x B )  (A x
C) (A  C ) = 
A x (B  C) =  …….(1)

(A x B) = 0,1, 0,2, 1,1, 1,2


(A x B)  (A x C) =  ….…(2)

(A x C) =  0, x, 0, y, 1, x, 1, y


Dari (1) = (2)
Jadi A x (B  C) = (A x B)  (A x C)
D. HUKUM-HUKUM ALJABAR
HIMPUNAN D1. Hukum Aljabar Himpunan
Terdapat beberapa sifat yang berlaku pada operasi antara dua himpunan
atau lebih. Sifat-sifat tersebut dinyatakan dalam kesamaan himpunan (set
identities). Kesamaan tersebut diberi nama „„Hukum” yang menyatakan bila dua
buah himpunan atau lebih dioperasikan, maka hukum-hukum yang mengatur
operasi tersebut berlaku.
Macam-macam hukum aljabar himpunan
1. Hukum identitas
a. A   =A
b. A  U = A

2. Hukum null / dominasi


a. A   = 
b. A  U = U

3. Hukum idempoten
a. A  A = A
b. A  A = A

4. Hukum komplemen
a. A  AC = U
b. A  AC = 
c. UC = 

5. Hukum involusi

 A C
C
U

6. Hukum penyerapan (absorpsi)


a. A   A  B  A

b. A   A  B  A
7. Hukum komutatif
a. A  B = B  A
b. A  B = B  B

8. Hukum asosiatif
a. A  (B  C) = (A  B)  C
b. A  (B  C) = (A  B)  C
9. Hukum distributif
a. A  (B  C) = (A  B)  (A  C)
b. A  (B  C) = (A  B)  (A  C)
c. (A  B)  C = (A  B)  (A  C)
d. (A  B)  C = (A  C)  (B  C)

10. Hukum De Morgan


a. (A  B)C = AC  BC
b. (A  B)C = AC  BC

11. Hukum 0/1


C = U

D2. Dualitas Hukum-hukum Aljabar Himpunan


Misalkan S adalah suatu kesamaan yang melibatkan himpunan (set
identities) dan operasi-operasi seperti ,  dan komplemen. Jika S* diperoleh dari
S dengan mengganti  menjadi  ,  menjadi  dan  menjadi U , dan U
menjadi sedangkan komplemen dibiarkan seperti semula, maka kesamaan S*
juga benar dan disebut dua dari kesamaan S.

1. Hukum Identitas Dualnya:


A  A AU  A
2. Hukum null/dominasi Dualnya:
A   AU U
3. Hukum komplemen Dualnya:
A  AC  U A  AC  
4. Hukum idempoten Dualnya:
AAA AAA
5. Hukum penyerapan Dualnya:
A   A  B  A A   A  B  A

6. Hukum komutatif Dualnya:


ABBA ABBA
7. Hukum asosiatif Dualnya:
A   B  C    A  B  C A   B  C    A  B  C

8. Hukum distributif Dualnya:


A   B  C    A  B   A  A   B  C    A  B   A  C
C 
9. Hukum De Morgan Dualnya:

 A  B C  AC  BC  A  B C  AC  BC

10. Hukum 0/1 Dualnya:


C = U U C 

E. PEMBUKTIAN PROPOSISI HIMPUNAN


1. Pembuktian dengan menggunakan diagram
Venn Contoh 10
Misalkan A, B, dan C adalah himpunan.
Buktikan A  (B  C) = (A  B)  (A  C) dengan diagram Venn.
Bukti:

A  (B  C) (A  B)  (A  C)

Kedua digaram Venn memberikan area arsiran yang sama.


Terbukti bahwa A  (B  C) = (A  B)  (A  C).
Diagram Venn hanya dapat digunakan jika himpunan yang digambarkan
tidak banyak jumlahnya. Metode ini mengilustrasikan ketimbang membuktikan
fakta. Diagram Venn tidak dianggap sebagai metode yang valid untuk
pembuktian secara formal.

2. Pembuktikan dengan menggunakan tabel


keanggotaan Contoh 11
Misalkan A, B, dan C adalah himpunan.
Buktikan bahwa A  (B  C) = (A  B)  (A  C).
Bukti:
A B C BC A  (B  C) A  B AC (A  B)  (A  C)
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 1 0 0 0 0
0 1 0 1 0 0 0 0
0 1 1 1 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0
1 0 1 1 1 0 1 1
1 1 0 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1

Karena kolom A  (B  C) dan kolom (A  B)  (A  C) sama, maka A  (B 


C) = (A  B)  (A  C).

3. Pembuktian dengan menggunakan aljabar


himpunan Contoh 12
Misalkan A dan B himpunan. Buktikan bahwa (A  B)  (A  BC ) = A
Bukti:
(A  B)  (A  BC ) = A  (B  BC ) (Hukum distributif)
=AU (Hukum komplemen)
=A (Hukum identitas)
Contoh 13
Misalkan A dan B himpunan. Buktikan bahwa A  (B – A) = A 
B Bukti:
A  (B – A) = A  (B  AC ) (Definisi operasi selisih)
= (A  B)  (A  AC ) (Hukum distributif)
= (A  B)  U (Hukum komplemen)
=AB (Hukum identitas)

Contoh 14
Buktikan bahwa untuk sembarang himpunan A dan B, bahwa:
(i) A  ( AC
 B) = A  B
(ii) A  (
 B) = A 
AC
B
Bukti:
AC )  (A  B) (Hukum distributif)
(i) A  ( AC
 B) = ( A 
= U  (A  B) (Hukum komplemen)
= AB (Hukum identitas)

(ii) adalah dual dari (i)


A(
 B) = (A  AC )  (A  B) (Hukum distributif)
AC
=   (A  B) (Hukum komplemen)
= AB (Hukum identitas)
Latihan:
1. Jika
A  a,b,a, c,  B  a,a, d, e. Tentukan himpunan berikut:
dan
a. A  e. B2
b. A B f. a, c A
c.  A g. A   B  A

d. A  h. a A


2. Jika diberikan S = {a, b, c, d, e, f, g}, A = {a, b, c, d, e}, B = {a, c, e, g}, C =
{b, e, f, g}. Tentukanlah:
a. AC
f. C  AC
b. B  A
g.  A  C C
c.  AA C
h.  A  B C
C

C
d. BC  C i.  A  B C  C
C

e. C C  A j. BC  A   CC

3. Buatlah diagram Venn dari soal no. 2 diatas?


4. Diketahui
P  0, 0,1,1,1,1, 2, 2,3 dan Q  0,1, 2,3,3,3,3 . Tentukanlah:

a. P  Q
b. Q  P

c.  P  Q    P  Q
d.  P  Q    P  Q
5. Misalkan A, B, dan C adalah himpunan. Tunjukkan bahwa:
a.  A  C   C  B  
b.  B  A   C  A   B  C   A

c.  A  B  C  A  C
6. Buktikan bahwa:
a.  A  B  C  A   B  C 
b. A   B  C    A  B   A  C 

c. A   B  C    A  B   A  C 
BAB VI
PRINSIP
MENGHITUNG

Jika A adalah himpunan hingga, artinya A mempunyai anggota tepat


sebanyak misalnya m anggota, kita dapat menyatakan banyaknya anggota A
(bilangan kardinal) n(A). Misal
A   p , maka n(A) = 1, A = q maka n(A) =1
atau n  P   n q  1, n p, q  n q, r  2 , n p, q, r  3 .

Berikut ini beberapa sifat yang berkaitan dengan banyak anggota


himpunan:
A. Semesta Dua Himpunan
U = n(A  B) + n(A  B)C

B. Gabungan Dua Himpunan


A  B anggota-anggotanya mungkin anggota kedua-duanya. Untuk menghitung
n(A) ditambah n(B) kemudian dikurangi n(A  B).
Kardinalnya: n(A  B) = n(A) + n(B) – n(A  B)

C. Gabungan Tiga Himpunan


Dengan menggunakan rumusan n(A  B) maka dapat menentukan n  A  B  C  .
Misal: B  C = 0, sehingga n(A  B  C) = n(A  D )
n(A  D) = n(A) + n(D) – n(A  D) ………(1)
Jadi, n(A  B  C) = n(A) + n(B  C) – n (A  (B  C)
n(B  C) dan n(A  (B  C) perlu diuraikan kembali.

n(A  B) = n(B) + n(C) – n(B  C) ……. (2)

n((A  (B  C) = n(A  B)  (A  C), misal A  B = P dan (A  C) = Q


maka n(B  C)  (A  C) = n(P  Q)
Jadi n(P  Q) = n(P) + n(Q) – n(P  Q)
Karena P = (A  B) dan Q = (A  C) maka
n(P  Q) = n(A  B) + n(A  C) – n(A  B  A  C))
Jadi, n(A  B  C) = n(A  B) + n(A  C) + n (A  B  C)) ………
(3)
Dari persamaan bilangan kardinal (2) dan (3) dimasukkan ke persamaan bilangan
kardinal (1). Suku yang diperoleh:

n  A  B C   n  A  n  B   n C   n  B C   n  A  B   n  A C   n  A


 B C 
Jadi,
n  A  B  C   n  A  n  B   n C   n  A  B  n  B C   n  A C   n  A  B
C 

D. Irisan Dua Himpunan


Menyatakan suka kedua-duanya
Kardinalnya: n(A  B) = n(A) + n(B) – n(A  B)

E. Irisan Tiga Himpunan


Kardinalnya:
n  A  B C   n  A  B C   n  A  n  B   n C   n  A  B  n B C   n  A
C 

Contoh 1
Diketahui A = p, q, r, s dan B = q, r, s
Tentukan n(A  B)
Jawab:
n(A  B) = n (A) + n(B) – n(A  B)
n(A) = 4, n(B) = 3, n(A  B) = 3
Jadi, n(A  B) = 4 + 3 – 3 = 4

Contoh 2
Diketahui A = a,b dan Q = c, d
Tentukan n(A  B)
Jawab:
n(A) = 2, n(Q) =2, n(P  Q) = 0
n(A  B) = 2 + 2 – 0 =4
Dari contoh 12, P Q menyebabkan n(P  Q) = n(P) + n(Q).

Contoh 3
Diketahui : A = p, q, s, B = p, q, r, C = q, s. Tentukan n  A  B  C 
Jawab:
n(A) =3, n(B) = 3, n(C) =2, n(A  B) = 2, n(A  C) = 2, n(B  C) =
1, n(A  B  C) = 1
n  A  B  C   n  A  n  B   n C   n  A  B  n  B C   n  A C   n  A  B
C 
Jadi, n  A  B  =3+3+2–2–1+1=4
C

Contoh 4
Diketahui n(A) = 27, n(B) = 43, dan n(A  B) = 60. hitunglah nilai dari n(A  B)!
Jawab:
A  B = A + B – (A  B) sehingga:
n(A  B) = n(A) + n(B) – n(A  B)
n(A  B) = n(A) + n(B) – n(A  B)
= 27 + 43 – 60
= 70 – 60
n(A  B) = 10

Contoh 5
Dua himpunan sebagaimana dalam gambar, diberikan n(P) = 7, n(Q) = 11, dan
n(P  Q) = 5. Carilah n(P Q)!
SPQ

Jawab
n(P  Q) = n(P) + n(Q) – n(P  Q)
= 7 + 11 – 5
= 18 – 5
n(P  Q) = 13

Contoh 6
Dua himpunan dan banyaknya anggota dari himpunan itu ditunjukkan pada
diagram Venn berikut ini! jika n(A) = n(B),
Hitunglah:
S A B
a. nilai x
b. n(A 
14 + x x3x
B) Jawab:
a. n(A) = n(B)
(14 + x) + x = (x + 3x)
14 + 2x = 4x
14 = 2x
x=7
b. n(A) = 14 + x = 14 + 7 = 21
n(B) = 3x = 3(7) = 21
n(A  B) = x = 7 maka
n(A  B) = n(A) + n(B) – n(A  B)
= 21 + 21 – 7
= 42 – 7
n(A  B) = 35

Contoh 7
Hasil survei kegemaran mahasiswa MM-1 terhadap olahraga.

S B C
Beni Anwar
Adi Desta
Doni Aam Kamil
Anang Azis Maki
Markis Ari
Ali Ken
Rifqi
Modin

S = {mahasiswa A}, B = {mahasiswa suka Basket} dan C = {mahasiswa yang


suka sepak bola}.
Tentukan:
a. Himpunan yang ada pada B dan C
b. Himpunan S yang ada di B tetapi tidak ada di C
c. Himpunan C tetapi tidak ada di B
d. Himpunan yang tidak termasuk di B maupun di C
e. Berapa banyak mahasiswa yang suka bola basket?
Jawab:
a. Himpunan yang ada pada B dan C adalah {Aam, Azis}
b. B – C = {Beni, Adi, Doni, Anang, Markis}
c. C – B = {Anwar, Desta, Kamil, Maki, Ari, Ken}
d. (B  C)c = {Ali, Modin, Rifqi}
e. n(B) = 7

Contoh 8
Didalam kelas x semua ikut belajar penggunaan software maple dan matlab.
Kalau dihitung yang belajar maple ada 20 mahasiswa, 25% diantaranya juga
belajar matlab. Apabila diketahui perbandingan jumlah mahasiswa yang belajar
maple dan matlab adlah 5 : 4.
a. Buatlah diagram Venn nya
b. Berapa jumlah mahasiswa dikelas x tersebut
c. Berapa jumlah mahasiswa yang hanya belajar
maple. Jawab:
Maple : matlab
A : B
5 : 4

20 orang
NA =20 orang
nA  nB  25%  20
= 5 orang
4
n   20
B
5
= 16 orang
a) Diagram Venn

S A B

15 5
11
4

b) Jumlah mahasiswa dikelas x:


n  S   n  A  n  B   n  A  B 
= 20 + 16  5
= 31 orang

c) Jumlah mahasiswa yang hanya belajar maple adalah 15 orang

Contoh 9
Dalam kelas x perbandingan jumlah mahasiswa yang ikut belajar matematika
diskrit, matematika ekonomi dan fisika adalah 5 : 4 : 3, jika dihitung yang belajar
matematika diskrit ada 60 orang, 10 % diantaranya belajar matematika ekonomi
dan fisika sekaligus. 15% diantaranya belajar matematika ekonomi dan 15 %
lagi belajar fisika . Dan yang belajar fisika dan matematika ekonomi tetapi tidak
belajar diskrit 10 orang. Tentukanlah:
a. Buatlah diagram Venn nya
b. Berapa jumlah mahasiswa dikelas x
c. Berapa jumlah mahasiswa yang hanya belajar fisika tetapi tetapi tidak diskrit
dan matematika ekonomi
Jawab :
Matematika diskrit : ekonomi :
fisika D E F
5 : 4 : 3
4
60 orang  20  3
 60  36
48 5
5
n  D.n  D  F   10%  60
= 6 orang
n  D  E   15%  60
= 9 orang
n  D  F   15%  60
= 9 orang
n  F  E   n  D C  10 orang

a. Diagram Venn

S Diskrit Ekonomi

48 3
6 29
4
3
10
17

Fisika

b. Jumlah mahasiswa kelas x


n  S   n  D  n  E   n  F   n  D  E   n  D  F   n  E  F   n  D 
EF
= 60 + 48 + 36  9  9  16 + 6
= 116 orang

c. 17 orang
Latihan:
1. Jika A = p, q, r, s, B = r, s,t,u, C = p, r,t, v
Tentukan:
a. A + (B  C)
b. (A + B)  C)

2. Jika A = a,b, B = p, q, dan C = p, s,t


Tentukan A x (B – C) ?

3. Buatlah bilangan kardinal dari:


a. 5 gabungan n  A  B  C  D  E 
b. 5 irisan n  A  B  C  D  E 

5. Jika P = x x bilanganbulat  5  x  1

Q= x x bilanganbulat 1  x  4

Tentukan P – Q dan Q – P ?

6. Dari 200 penduduk kampung Anjar


ternyata 90 orang suka gado-gado
95 orang suka rujuk
80 orang suka peces
40 orang suka gado-gado dan rujuk
30 orang suka gado-gado dan peces
20 orang suka rujak dan peces
10 orang suka gado-gado, rujak, peces
Tentukanlah:
a. Banyaknya penduduk yang tidak suka ketiga-ketiganya.
b. Banyaknya penduduk yang suka gado-gado saja.
c. Banyaknya penduduk yang tidak suka gado-gado tetapi suka rujak dan
pecel

7. Dari 1200 mahasiswa diketahui bahwa 582 orang menguasai Word, 627 orang
menguasai Excel, 543 orang menguasai SPSS, 227 orang menguasai Word
dan Excel, 307 orang menguasai Word dan SPSS, 250 orang menguasai Excel
dan SPSS, dan 222 orang menguasai ketiganya.
a. Gambarkan diagram Venn nya
b. Berapa orang yang tidak menguasai ketiga jenis sistem tersebut
c. Berapa orang yang menguasai Word tetapi tidak menguasai Excel dan
SPSS
d. Berapa orang yang menguasai SPSS tetapi tidak menguasai Excel dan
Word

8. Diantara 100 mahasiswa, 32 orang mempelajari matematika, 20 orang


mempelajari fisika, 45 orang mempelajari biologi, 15 orang mempelajari
matematika dan biologi, 7 orang mempelajari matematika dan fisika, 10 orang
mempelajari fisika dan biologi, dan 30 orang tidak mempelajari satupun
diantara ketiga bidang tersebut.
a. Hitunglah banyaknya mahasiswa yang mempelajari ketiga bidang tersebut?
b. Hitunglah banyaknya mahasiswa yang mempelajari hanya satu diantara
ketiga bidang tersebut?

9. Suatu kelas X, 25 orang suka matematika, 20 orang suka komputer, 22 orang


suka akutansi, 15 orang suka matematika dan akutansi, 12 orang suka
komputer dan matematika, 5 orang suka komputer dan akutansi, 2 org suka
ketiganya, dan 4 orang tidak suka satupun dari tiga pelajaran.
a. Gambarkan diagram Venn nya
b. Tentukan jumlah siswa seluruhnya
c. Tentukan jumlah yang suka matematika saja
d. Tentukan jumlah yang suka akutansi saja
e. Tentukan jumlah yang suka komputer saja
f. Tentukan jumlah yang suka matematika dan akutansi tetapi tidak suka
computer
g. Tentukan jumlah yang suka matematika dan komputer tetapi tidak suka
akuntasi
h. Tentukan jumlah yang suka komputer dan akuntasi tetapi tidak suka
matematika
BAB VII
RELASI ANTARA DUA HIMPUNAN

A. PENGERTIAN RELASI
Cara yang paling mudah menyatakan hubungan antara elemen dari dua
himpunan adalah dengan pasangan terurut. Himpunan pasangan terurut diperoleh
dari perkalian kartesian (cartesian product) antara dua himpunan.
Notasi A B  a,b | a  A dan b

Relasi antara himpunan A dan B disebut relasi biner. Relasi biner R antara
himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A  B.
Notasi: R  (A  B).
Jika a R b adalah notasi untuk (a, b)  R, yang artinya a dihubungankan
dengan b oleh R. Jika a R b adalah notasi untuk (a, b)  R, yang artinya a tidak
dihubungkan oleh b oleh relasi R. Himpunan A disebut daerah asal (domain) dari
R, dan himpunan B disebut daerah hasil (rane atau codomain) dari R.

Contoh 1
Misalkan A = {Amir, Budi, Cecep} adalah himpunan nama mahasiswa, B =
{IF221, IF251, IF342, IF323} adalah himpunan kode matakuliah di prodi
matematika. Perkalian kartesian antara A dan B menghasilkan himpunan pasangan
terurut yang jumlah anggotanya A . B  3.4  12 buah yaitu:

A  B = {(Amir, IF221), (Amir, IF251), (Amir, IF342), (Amir, IF323), (Budi,


IF221), (Budi, IF251), (Budi, IF342), (Budi, IF323), (Cecep, IF221),
(Cecep, IF251), (Cecep, IF342), (Cecep, IF323)}
Contoh 2
Misalkan R adalah relasi yang menyatakan mata kuliah yang diambil oleh
mahasiswa pada semester ganjil, yaitu R = {(Amir, IF251), (Amir, IF323), (Budi,
IF221), (Budi, IF251), (Cecep, IF323)}.
- Dapat dilihat bahwa R  (A  B),
- A adalah daerah asal R, dan B adalah daerah hasil R.
- (Amir, IF251)  R atau Amir R IF251
- (Amir, IF342)  R atau Amir R IF342.
Contoh 3
Misalkan P = {2, 3, 4} dan Q = {2, 4, 8, 9, 15}. Jika kita definisikan relasi R dari
P ke Q dengan (p, q)  R jika p habis membagi q maka kita peroleh R = {(2, 2),
(2, 4), (4, 4), (2, 8), (4, 8), (3, 9), (3, 15)}.
Relasi pada sebuah himpunan adalah relasi yang khusus. Relasi pada himpunan A
adalah relasi dari A  A. Relasi pada himpunan A adalah himpunan bagian dari
A  A.

Contoh 4
Misalkan R adalah relasi pada A = {2, 3, 4, 8, 9} yang didefinisikan oleh (x, y) 
R jika x adalah faktor prima dari y. Maka R = {(2, 2), (2, 4), (2, 8), (3, 3), (3, 9)}.

B. REPRESENTASI RELASI
Lihat kembali contoh 1, 3, dan 4.
Relasi biner dapat direpresentasikan dengan:
1. Representasi relasi dengan diagram panah
B Q
A P A A
2
IF221 2 2
Amir 2
4 3
IF251 3
Budi
38
4 4
IF342 49
Cecep 8 8
IF323 15
9 9

2. Representasi relasi dengan tabel


Kolom pertama tabel menyatakan daerah asal, sedangkan kolom kedua
menyatakan daerah hasil.
3. Representasi relasi dengan matriks
Misalkan R adalah relasi dari A = {a1, a2, …, am} dan B = {b1, b2, …, bn}.
Relasi R dapat disajikan dengan matriks M = [mij],
b1 b2  bn
a1  m11 m12  m1n 
 
M= a m m  m
2
 21 22 2n

      
a m m  m
m  m1 m2 mn 

yang dalam hal


ini
1, (a i , b ) 
mij  R
 R ,b )
(a
0,
 i j

Dengan kata lain, elemen matriks pada posisi i, j  bernilai 1 jika ai
dihubungkan dengan bj, dan bernilai 0 jika ai tidak dihubungkan dengan bj.
Matriks representasi relasi merupakan contoh matriks zero-one.
Relasi R pada Contoh 1 dapat dinyatakan dengan matriks

0 0 1
 
1 0 0
1 
0 1

1
0

0
yang dalam hal ini, a1 = Amir, a2 = Budi, a3 = Cecep, dan b1 = IF221, b2 = IF251,
b3 = IF342, dan b4 = IF323.
Relasi R pada Contoh 4 dapat dinyatakan dengan matriks

1 1 1 0
 0 
1
0 0 0
 1 0
0 1 1
0
dalam hal ini, a1 = 2, a2 = 3, a3 = 4, dan b1 = 2, b2 = 4, b3 = 8, b4 = 9, b5 = 15.
C. MENGKOMBINASIKAN RELASI
Karena relasi biner merupakan himpunan pasangan terurut, maka operasi
himpunan seperti irisan, gabungan, selisih, dan beda setangkup antara dua relasi
atau lebih juga berlaku.
Jika R1 dan R2 masing-masing adalah relasi dari himpuna A ke himpunan
B, maka R1  R2, R1  R2, R1 – R2, dan R1  R2 juga adalah relasi dari A ke B.

Contoh 5.
Misalkan A = {a, b, c} dan B = {a, b, c, d}.
Relasi R1 = {(a, a), (b, b), (c, c)}
Relasi R2 = {(a, a), (a, b), (a, c), (a, d)}
R1  R2 = {(a, a)}
R1  R2 = {(a, a), (b, b), (c, c), (a, b), (a, c), (a, d)}
R1  R2 = {(b, b), (c, c)}
R2  R1 = {(a, b), (a, c), (a, d)}
R1  R2 = {(b, b), (c, c), (a, b), (a, c), (a, d)}

Jika relasi R1 dan R2 masing-masing dinyatakan dengan matriks MR1 dan


MR2, maka matriks yang menyatakan gabungan dan irisan dari kedua relasi
tersebut adalah:
MR1  R2 = MR1  MR2 dan MR1  R2 = MR1  MR2

Contoh 6
Misalkan bahwa relasi R1 dan R2 pada himpunan A dinyatakan oleh matriks

1 0 0 0 1 0
R 1 = 1 0  
 1 dan R2 = 0 1 1
1 1 
0 1 0 0

 1 0
Maka MR1  R2 = MR1  MR2 = 1 1
 1
1 1 0


1 0 0

MR1  R2 = MR1 MR2 = 
0 1
0 
 0 0 
0

1
D. KOMPOSISI RELASI
Misalkan R adalah relasi dari himpunan A ke himpunan B, dan S adalah
relasi dari himpunan B ke himpunan C. Komposisi R dan S, dinotasikan dengan S
 R, adalah relasi dari A ke C yang didefinisikan oleh:
S  R = {(a, c)  a  A, c  C, untuk beberapa b  B, (a, b)  R dan (b, c)  S }

Contoh 7
Misalkan R = {(1, 2), (1, 6), (2, 4), (3, 4), (3, 6), (3, 8)} adalah relasi dari
himpunan {1, 2, 3} ke himpunan {2, 4, 6, 8} dan S = {(2, u), (4, s), (4, t), (6, t),
(8, u)} adalah relasi dari himpunan {2, 4, 6, 8} ke himpunan {s, t, u}.
Maka komposisi relasi R dan S adalah:
S  R = {(1, u), (1, t), (2, s), (2, t), (3, s), (3, t), (3, u) }
Komposisi relasi R dan S lebih jelas jika diperagakan dengan diagram panah:

2
1
s
4
2t
6
8
3 u

Jika relasi R1 dan R2 masing-masing dinyatakan dengan matriks MR1 dan


MR2, maka matriks yang menyatakan komposisi dari kedua relasi tersebut adalah
MR2  R1 = MR1  MR2
yang dalam hal ini operator “.” sama seperti pada perkalian matriks biasa, tetapi
dengan mengganti tanda kali dengan “” dan tanda tambah dengan “”.

Contoh 8
Misalkan bahwa relasi R1 dan R2 pada himpunan A dinyatakan oleh matriks

1 0 1 0 1 0
dan R2 = 
R1 =  1 0 0 1
1 0

  0 1
0  1
0

0
maka matriks yang menyatakan R2  R1 adalah:
MR2  R1 = MR1 . MR2

 (1 0)  (0  0)  (11)  (0  0)  (1 (1 0)  (0 1)  (11) 


(11)
 (1 0)  (11)  (0 1)
(1 0)  (1 0)  (0 0)
1) (11)
0)  (1 0)  (0 

= 
 (0  0)  (0  0)  (0 (0 1)  (0  0)  (0  (0  0)  (0 1)  (0 1)
 0)
1)
1
=  1 1
0 1
1
 
0 0
0

E. SIFAT-SIFAT RELASI
1. Refleksif (reflexive)
Relasi R pada himpunan A disebut refleksif jika (a, a)  R untuk setiap a
 A. Relasi R pada himpunan A tidak refleksif jika ada a  A sedemikian
sehingga (a, a)  R.
Contoh 9
Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, dan relasi R di bawah ini didefinisikan pada himpunan
A, maka:
(a) Relasi R = {(1, 1), (1, 3), (2, 1), (2, 2), (3, 3), (4, 2), (4, 3), (4, 4)} bersifat
refleksif karena terdapat elemen relasi yang berbentuk (a, a), yaitu (1, 1), (2,
2), (3, 3), dan (4, 4).
(b) Relasi R = {(1, 1), (2, 2), (2, 3), (4, 2), (4, 3), (4, 4) } tidak bersifat refleksif
karena (3, 3)  R.

Contoh 10
Relasi “habis membagi” pada himpunan bilangan bulat positif bersifat refleksif
karena setiap bilangan bulat positif habis dibagi dengan dirinya sendiri, sehingga
(a, a)R untuk setiap a  A.

2. Menghantar (transitive)
Relasi R pada himpunan A disebut menghantar jika (a, b)  R dan (b, c)  R
maka (a, c)  R, untuk a, b, c  A.
Contoh 11
Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, dan relasi R di bawah ini didefinisikan pada himpunan
A, maka:
(a) R = {(2, 1), (3, 1), (3, 2), (4, 1), (4, 2), (4, 3) } bersifat menghantar. Lihat
tabel berikut:

(b) R = {(1, 1), (2, 3), (2, 4), (4, 2) } tidak manghantar karena (2, 4) dan (4, 2) 
R, tetapi (2, 2)  R, begitu juga (4, 2) dan (2, 3)  R, tetapi (4, 3)  R.
(c) Relasi R = {(1, 1), (2, 2), (3, 3), (4, 4) } jelas menghantar
(d) Relasi R = {(1, 2), (3, 4)} menghantar karena tidak ada (a, b)  R dan (b, c)

R sedemikian sehingga (a, c)  R.
(e) Relasi yang hanya berisi satu elemen seperti R = {(4, 5)} selalu menghantar.

Contoh 12
Relasi “habis membagi” pada himpunan bilangan bulat positif bersifat
menghantar. Misalkan bahwa a habis membagi b dan b habis membagi c. Maka
terdapat bilangan positif m dan n sedemikian sehingga b = ma dan c = nb. Di sini
c = nma, sehingga a habis membagi c. Jadi, relasi “habis membagi” bersifat
menghantar.

Contoh 13
Tiga buah relasi di bawah ini menyatakan relasi pada himpunan bilangan bulat
positif N.
R : x lebih besar dari y, S : x + y = 6, T : 3x + y = 10
R adalah relasi menghantar karena jika x > y dan y > z maka x > z. S tidak
menghantar karena, misalkan (4, 2) dan (2, 4) adalah anggota S tetapi (4, 4)  S.
T = {(1, 7), (2, 4), (3, 1)} tidak menghantar.

3. Setangkup (Symmetric) Dan Tak-Setangkup (Antisymmetric)


Relasi R pada himpunan A disebut setangkup jika (a, b)  R, maka (b, a) 
R untuk a, b  A. Relasi R pada himpunan A tidak setangkup jika (a, b)  R
sedemikian sehingga (b, a)  R. Relasi R pada himpunan A sedemikian sehingga
(a, b)  R dan (b, a)  R hanya jika a = b untuk a, b  A disebut tolak-
setangkup.
Relasi R pada himpunan A tidak tolak-setangkup jika ada elemen berbeda a
dan b sedemikian sehingga (a, b)  R dan (b, a)  R. Perhatikanlah bahwa istilah
setangkup dan tolak-setangkup tidaklah berlawanan, karena suatu relasi dapat
memiliki kedua sifat itu sekaligus. Namun, relasi tidak dapat memiliki kedua sifat
tersebut sekaligus jika ia mengandung beberapa pasangan terurut berbentuk (a, b)
yang mana a  b.

Contoh 14
Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, dan relasi R di bawah ini didefinisikan pada himpunan
A, maka:
(a) Relasi R = {(1, 1), (1, 2), (2, 1), (2, 2), (2, 4), (4, 2), (4, 4) } bersifat
setangkup karena jika (a, b)  R maka (b, a) juga  R. Di sini (1, 2) dan
(2, 1)  R, begitu juga (2, 4) dan (4, 2)  R.
(b) Relasi R = {(1, 1), (2, 3), (2, 4), (4, 2) } tidak setangkup karena (2, 3)  R,
tetapi (3, 2)  R.
(c) Relasi R = {(1, 1), (2, 2), (3, 3) } tolak-setangkup karena 1 = 1 dan (1, 1)
 R, 2 = 2 dan (2, 2)  R, dan 3 = 3 dan (3, 3)  R. Perhatikan bahwa R
juga setangkup.
(d) Relasi R = {(1, 1), (1, 2), (2, 2), (2, 3) } tolak-setangkup karena (1, 1)  R
dan 1 = 1 dan, (2, 2)  R dan 2 = 2 dan. Perhatikan bahwa R tidak
setangkup.
(e) Relasi R = {(1, 1), (2, 4), (3, 3), (4, 2) } tidak tolak-setangkup karena 2  4
tetapi (2, 4) dan (4, 2) anggota R. Relasi R pada (a) dan (b) di atas juga
tidak tolak-setangkup.
(f) Relasi R = {(1, 2), (2, 3), (1, 3) } tidak setangkup tetapi tolak-setangkup.
(g) Relasi R = {(1, 1), (2, 2), (2, 3), (3, 2), (4, 2), (4, 4)} tidak setangkup
maupun tidak tolak-setangkup. R tidak setangkup karena (4, 2)  R tetapi
(2, 4)  R. R tidak tolak-setangkup karena (2, 3)  R dan (3, 2)  R tetap
2  3.

Contoh 15
Relasi “habis membagi” pada himpunan bilangan bulat positif tidak setangkup
karena jika a habis membagi b, b tidak habis membagi a, kecuali jika a = b.
Sebagai contoh, 2 habis membagi 4, tetapi 4 tidak habis membagi 2. Karena itu,
(2, 4)  R tetapi (4, 2)  R. Relasi “habis membagi” tolak-setangkup karena jika a
habis membagi b dan b habis membagi a maka a = b. Sebagai contoh, 4 habis
membagi 4. Karena itu, (4, 4)  R dan 4 = 4.

Contoh 16
Tiga buah relasi di bawah ini menyatakan relasi pada himpunan bilangan bulat
positif N.
R : x lebih besar dari y, S : x + y = 6, T : 3x + y = 10
 R bukan relasi setangkup karena, misalkan 5 lebih besar dari 3 tetapi 3 tidak
lebih besar dari 5.
 S relasi setangkup karena (4, 2) dan (2, 4) adalah anggota S.
 T tidak setangkup karena, misalkan (3, 1) adalah anggota T tetapi (1, 3) bukan
anggota T.
 S bukan relasi tolak-setangkup karena, misalkan (4, 2)  S dan (4, 2)  S tetapi
4  2.
 Relasi R dan T keduanya tolak-setangkup (tunjukkan)
Latihan:
1. Tulislah pasangan terurut pada relasi A  0,1, 2,3, 4 B  0,1, 2,3
R dari ke

yang dalam hal ini pasangan terurut a, b   R jika dan hanya jika a  b !
2. Nyatakan
relasi R  1, 2,2,1, 3,3, 1,1, 2, pada X  1, 2, dalam

2 3

bentuk tabel, diagram panah, dan matriks?

3. Untuk tiap relasi pada 1, berikut, tentukan apakah ia bersifat refleksif,
2, 3, 4

setangkup, tak-setangkup, dan menghantar.

a. 2, 2, 2,3, 2, 4, 3, 2, 3,3, 3, 4
b. 2, 4, 4, 2
c. 1,1, 2, 2, 3,3, 4, 4
d. 1,3,1, 4, 2,3, 2, 4, 3,1, 3, 4

4. Misalkan R adalah
relasi 1, 2,1,3, 2,3, 2, 4, dan S adalah relasi

3,1
2,1, 3,1, 3, 2, 4, 2, 4, 2. Tentukanlah:
a. S R
b. R S

5. Misalkan relasi R dan S pada himpunan A dinyatakan oleh


matriks
1 1 1
  1 1 0
R 1 0 0  
 dan S  0 1 1  . Tentukan matriks yang menyatakan:
 0 0
 0 0 1 
0

a. R  S
b. R  S
c. R S
d. S R
BAB VIII
FUNGSI

A. PENGERTIAN FUNGSI
Misalkan A dan B himpunan. Relasi biner f dari A ke B merupakan suatu
fungsi jika setiap elemen di dalam A dihubungkan dengan tepat satu elemen di
dalam B. Jika f adalah fungsi dari A ke B kita menuliskan
f:AB
yang artinya f memetakan A ke B.
A disebut daerah asal (domain) dari f dan B disebut daerah hasil
(codomain) dari f. Nama lain untuk fungsi adalah pemetaan atau transformasi.
Kita menuliskan f(a) = b jika elemen a di dalam A dihubungkan dengan elemen b
di dalam B. Jika f(a) = b, maka b dinamakan bayangan (image) dari a dan a
dinamakan pra-bayangan (pre-image) dari b.
Himpunan yang berisi semua nilai pemetaan f disebut jelajah (range) dari
f. Perhatikan bahwa jelajah dari f adalah himpunan bagian (mungkin proper
subset) dari B.

A B

a b

Gambar 1

Contoh 1
Relasi f = {(1, u), (2, v), (3, w)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi
dari A ke B. Di sini f(1) = u, f(2) = v, dan f(3) = w. Daerah asal dari f adalah A dan
daerah hasil adalah B. Jelajah dari f adalah {u, v, w}, yang dalam hal ini sama
dengan himpunan B.
Contoh 2
Relasi f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi
dari A ke B, meskipun u merupakan bayangan dari dua elemen A. Daerah asal
fungsi adalah A, daerah hasilnya adalah B, dan jelajah fungsi adalah {u, v}.
Contoh 3
Relasi f = {(1, u), (2, v), (3, w)} dari A = {1, 2, 3, 4} ke B = {u, v, w} bukan
fungsi, karena tidak semua elemen A dipetakan ke B.

B. FUNGSI BERDASARKAN BAYANGANNYA


1. Fungsi Injektif (satu-ke-satu)
Fungsi f dikatakan satu-ke-satu (one-to-one) atau injektif (injective) jika
tidak ada dua elemen himpunan A yang memiliki bayangan sama. Dengan kata
lain jika a dan b adalah anggota himpunan A, maka f(a) ≠ f(b) bilamana a ≠ b. Jika
f(a) = f(b) maka implikasinya a = b.
Ilustrasi fungsi satu-ke-satu:
A B

abc 1
d 2
3
4
5

Gambar 2

Contoh 4
Relasi f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w, x} adalah
fungsi satu-ke-satu, Tetapi relasi f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B
= {u, v, w} bukan fungsi satu-ke-satu, karena f(1) = f(2) = u.
Contoh 5
Misalkan f : Z  Z. Tentukan apakah f(x) = x2 + 1 dan f(x) = x – 1 merupakan
fungsi satu-ke-satu?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2 + 1 bukan fungsi satu-ke-satu, karena untuk dua x yang bernilai
mutlak sama tetapi tandanya berbeda nilai fungsinya sama, misalnya f(2) = f(-
2) = 5 padahal –2  2.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi satu-ke-satu karena untuk a  b, a – 1  b – 1.
Misalnya untuk x = 2, f(2) = 1 dan untuk x = -2, f(-2) = -3.
2. Fungsi Surjektif (Onto = pada)
Fungsi f dikatakan dipetakan pada (onto) atau surjektif (surjective) jika
setiap elemen himpunan B merupakan bayangan dari satu atau lebih elemen
himpunan A. Dengan kata lain seluruh elemen B merupakan jelajah dari f. Fungsi
f disebut fungsi pada himpunan B.
Ilustrasi fungsi onto (pada)

A B

abc 1
d 2
3

Gambar 3

Contoh 6
Relasi f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi
pada karena w tidak termasuk jelajah dari f. Relasi f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A
= {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} merupakan fungsi pada karena semua anggota B
merupakan jelajah dari f.

Contoh 7
Misalkan f : Z  Z. Tentukan apakah f(x) = x2 + 1 dan f(x) = x – 1 merupakan
fungsi pada?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2 + 1 bukan fungsi pada, karena tidak semua nilai bilangan bulat
merupakan jelajah dari f.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi pada karena untuk setiap bilangan bulat y, selalu ada
nilai x yang memenuhi, yaitu y = x – 1 akan dipenuhi untuk x = y + 1.

3. Fungsi Bijeksi (berkoresponden satu-ke-satu)


Fungsi f dikatakan berkoresponden satu-ke-satu atau bijeksi (bijection)
jika ia fungsi satu-ke-satu dan juga fungsi pada.
Contoh 8
Relasi f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi
yang berkoresponden satu-ke-satu, karena f adalah fungsi satu-ke-satu maupun
fungsi pada.

Contoh 9
Fungsi f(x) = x – 1 merupakan fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, karena f
adalah fungsi satu-ke-satu maupun fungsi pada.

Contoh 10
Gambar 3, memperlihatkan perbedaan antara fungsi satu-ke-satu tetapi bukan
pada, fungsi pada tetapi bukan satu-ke-satu, bukan fungsi satu-ke-satu maupun
fungsi pada, dan bukan fungsi.
Fungsi satu-ke-satu bukan pada Fungsi pada, bukan satu-ke-satu

B A
A B
1 abc
ab 2 dc 1
c 3 2
4 3

Bukan fungsi satu-ke-satu Bukan


fungsi maupun pada
A B
A B

abc 1
abc 1 2
2 dc
dc 3
3 4
4
C. FUNGSI INVERSI
Jika f adalah fungsi berkoresponden satu-ke-satu dari A ke B, maka kita
dapat menemukan balikan (invers) dari f. Balikan fungsi dilambangkan dengan
f –1. Misalkan a adalah anggota himpunan A dan b adalah anggota himpunan B,
maka f -1(b) = a jika f(a) = b.
Fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu sering dinamakan juga fungsi
yang invertible (dapat dibalikkan), karena kita dapat mendefinisikan fungsi
balikannya. Sebuah fungsi dikatakan not invertible (tidak dapat dibalikkan) jika ia
bukan fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, karena fungsi balikannya tidak
ada.
Ilustrasi fungsi inversi:

Gambar 4

Contoh 11
Relasi f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi
-1
yang berkoresponden satu-ke-satu. Balikan fungsi f adalah f = {(u, 1), (w, 2),
(v, 3)}. Jadi, f adalah fungsi invertible.

Contoh 12
Tentukan balikan fungsi f(x) = x – 1.
Penyelesaian:
Fungsi f(x) = x – 1 adalah fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, jadi balikan
fungsi tersebut ada. Misalkan f(x) = y, sehingga y = x – 1, maka x = y + 1. Jadi,
balikan fungsi balikannya adalah f -1(y) = y +1.
D. KOMPOSISI DUA FUNGSI
Misalkan g adalah fungsi dari himpunan A ke himpunan B, dan f adalah
fungsi dari himpunan B ke himpunan C. Komposisi f dan g, dinotasikan dengan
f  g, adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan oleh
(f  g)(a) = f(g(a))
Dengan kata lain f  g adalah fungsi yang memetakan nilai dari g(a) ke f.
Ilustrasi komposisi dua buah fungsi:

Gambar 5

Contoh 13
Diberikan fungsi g = {(1, u), (2, u), (3, v)} yang memetakan A = {1, 2, 3} ke B =
{u, v, w}, dan fungsi f = {(u, y), (v, x), (w, z)} yang memetakan B = {u, v, w} ke
C = {x, y, z}. Fungsi komposisi dari A ke C adalah f  g = {(1, y), (2, y), (3, x)}.

Contoh 14
Diberikan fungsi f(x) = x – 1 dan g(x) = x2 + 1. Tentukan f  g dan g  f .
Penyelesaian:
(i) (f  g)(x) = f(g(x)) = f(x2 + 1) = x2 + 1 – 1 = x2.
(ii) (g  f)(x) = g(f(x)) = g(x – 1) = (x –1)2 + 1 = x2 – 2x + 2.
Latihan:
1. Mengapa persamaan berikut bukan merupakan fungsi dari R ke R?
1
a. f  x  
x

b. f  x  x

c. f  x   x2 1

2. Tentukan fungsi mana yang merupakan fungsi satu-ke-satu dari Z ke Z:


a. f  n   n  2

b. f  n   n3
n
c. f n 
2
 

3. Misalkan A  1, 2,3, dan f , g, h : A  diberikan oleh pasangan berurut


4 A
berikut:
f  1, 2  , 2, 3  , 2,1, 4, 3
g  1, 2  , 2, 4  , 3,1, 4, 3
h  1, 2  , 2,1, 3,1, 4, 4

a. Tentukan f 1, g 1, h1 jika ada

b. Tentukan f g, g h, g 1 h, g g 1, gf , h1 g, hf , h1 h1

4. Tentukan apakah setiap fungsi berikut satu-ke-satu?


a. Setiap orang dibumi memetakan jumlah usianya
b. Setiap negera di dunia memetakan letak garis lintang dan garis bujur
ibukotanya
c. Setiap novel yang ditulis oleh pengarangnya memetakan nama
pengarangnya
d. Setiap negara di dunia yang mempunyai seorang presiden memetakan nama
presidennya

5. Misalkan
g  1,b,2, c  , 3, a  , 4, b adalah fungsi dari
A  1, 2,3, 4 ke

B  a,b, c, d
dan f  a, p  ,  b, q  ,  c, r  ,  d, adalah fungsi dari B ke
C   p, q, r, s
s .
a. Tuliskan f  g sebagai himpunan pasangan terurut
b. Apakah f  g merupakan fungsi injektif, surjektif, atau bijektif

6. Jika diberikan
g  1,b, 2, c  , 3, adalah fungsi dari A  1, 2,3 ke

a

B  a,b, c,
dan f  a, x  ,  b, x  , c, z  ,  d, adalah fungsi dari B ke
d
w 

C  w, x, y, z .

a. Tuliskan f  g
b. Tuliskan g  f
BAB IX
LOGIKA MATEMATIKA

Logika adalah suatu metode atau teknik yang digunakan untuk meneliti
ketepatan penalaran. Ketepatan penalaran adalah kemampuan untuk menarik
konklusi (kesimpulan) yang tepat dari bukti-bukti yang ada. Penalaran adalah
suatu bentuk pemikiran. Secara umum logika dibedakan menjadi logika deduktif
dan logika induktif.
Logika deduktif menelaah tentang bentuk atau pola dari prinsip-prinsip
penarikan kesimpulan yang sah. Logika deduktif juga disebut logika formal,
karena yang dibicarakan hanyalah bentuk dari penarikan kesimpulan yang sah
terlepas dari isi yang dibicarakan.
Sedangkan logika induktif membahas tentang prinsip-prinsip penarikan
kesimpulan yang sah yang bersifat umum berdasarkan hal-hal yang bersifat
khusus. Logika induktif juga disebut logika material karena berusaha menemukan
prinsip penalaran yang tergantung kesesuaiannya dengan kenyataan.

A. PROPOSISI (PERNYATAAN)
Proposisi (penyataan) adalah kalimat yang mempunyai nilai benar (true)
atau salah (false) tetapi tidak sekaligus benar dan salah, dan pernyataan itu disebut
kalimat tertutup.
Contoh 1
a. 3 − 7 < 0 (salah)
b. 12 ≥ 19
c. 3 adalah bilangan prima (benar)
d. 10 habis dibagi 3 (salah)
e. Soekarno adalah Presiden Indonesia pertama
f. 2 + 2 = 4
g. Kemarin hari hujan
h. Suhu dipermukaan laut Kaspia adalah 21 derajar Celcius
i. Kehidupan nyata ada di planet bumi
B. KALIMAT TERBUKA
Kalimat terbuka adalah kalimat matematika yang tidak dapat ditentukan
nilai kebenarannya yang memuat variabel (peubah), dan tergantung pada nilai
pengganti variabelnya.
Contoh 2
1. 𝑥 − 7 = 3
Jika x = 10 maka 𝑥 − 7 = 3 bernilai benar, sedangkan jika 𝑥 G 10 maka
𝑥 − 7 = 3 bernilai salah.
2. Dia adalah mahasiswa teladan
Kalimat terbuka dia mahasiswa teladan, dia diganti dengan Arnum menjadi
pernyataan Arnum mahasiswa teladan. Jika dia diganti dengan batu maka
menjadi batu mahasiswa teladan, dan itu bukan pernyataan.

C. LAMBANG (OPERATOR) PROPOSIONAL


Dalam logika matematika, ada beberapa lambang-lambang (operator)
proposisional yang digunakan didalam pengoperasiannya. Adapun lambang-
lambang tersebut adalah:

No. Operator
Urut Nama Lambang Arti dalam Bahasa Sehari-hari
1. Negasi  tidak, bukan
2. Konjungsi  dan, tetapi, meskipun, walaupun
3. Disjungi  atau
4. Implikasi  jika … maka …
5. Biimplikasi  jika dan hanya jika … maka …

D. NILAI DAN TABEL KEBENARAN


1. Negasi
Suatu pernyataan 𝑝 adalah pernyataan  p yang bernilai benar jika 𝑝
bernilai salah dan bernilai salah jika 𝑝 bernilai benar. Nilai kebenaran konjungsi
disajikan dengan tabel kebenaran dibawah ini.
𝑝 ¬𝑝
B S
S B

Contoh 3
a. 𝑝 : 3 + 2 = 7................................................(S)
¬𝑝 : 3 + 2 G 7.........................................(B)
b. 𝑝 : Putri memakai baju putih
¬𝑝 : Putri tidak memakai baju putih

2. Konjungsi
Merupakan pernyataan majemuk dengan kata penghubung “dan”. Dua
pernyataan 𝑝 dan 𝑞 yang dinyatakan dalam bentuk 𝑝 𝖠 𝑞 disebut konjungsi dan
dibaca 𝑝 dan 𝑞.
Nilai kebenaran konjungsi disajikan dengan tabel kebenaran dibawah ini.
𝑝 𝑞 𝑝𝖠𝑞
B B B
B S S
S B S
S S S

Contoh 4
a. ¬𝑝 𝖠 𝑞
𝑝 𝑞 ¬𝑝 ¬𝑝 𝖠 𝑞
B B S S
B S S S
S B B B
S S B S

b. 𝑝 : Dana lahir di Madura


𝑞 : Dana kuliah di Malang
𝑝 𝖠 𝑞 : Dana lahir di Madura dan kuliah di Malang.
3. Disjungsi
Merupakan pernyataan majemuk dengan kata penghubung “atau”. Dua
pernyataan 𝑝 dan 𝑞 yang dinyatakan dalam bentuk 𝑝 V 𝑞 disebut disjungsi dan
dibaca 𝑝 atau 𝑞.
Nilai kebenaran disjungsi disajikan dengan tabel kebenaran dibawah ini.
𝑝 𝑞 𝑝V𝑞
B B B
B S B
S B B
S S S

Contoh 5
a. ¬𝑝 V ¬𝑞
𝑝 𝑞 ¬𝑝 ¬𝑞 ¬𝑝 V ¬𝑞
B B S S S
B S S B B
S B B S B
S S B B B

b. 𝑝 : Zahro membeli baju


𝑞 : Zahro membeli tas
𝑝 V 𝑞 : Zahro membeli baju atau tas

4. Implikasi
Dua pernyataan 𝑝 dan 𝑞 yang dinyatakan dalam bentuk kalimat “jika 𝑝
maka 𝑞” disebut implikasi / kondisional / pernyataan bersyarat dan dilambangkan
sebagai 𝑝 ⇒ 𝑞.
Nilai kebenaran implikasi disajikan dengan tabel kebenaran dibawah ini.
𝑝 𝑞 𝑝→𝑞
B B B
B S S
S B B
S S B
Contoh 6
a. 𝑝  (𝑝 𝖠 𝑞)
𝑝 𝑞 𝑝𝖠𝑞 𝑝 → (𝑝 𝖠 𝑞)
B B B B
B S S S
S B S B
S S S B

b. 𝑝 : Lisa memilih jurusan IPA


𝑞 : nilai rata-rata dibidang studi MIPA sekurang-kurangnya 8
𝑝  𝑞 : Lisa memilih jurusan IPA maka nilai rata-rata bidang studi MIPA
sekurang-kurangnya 8

5. Biimplikasi
Biimplikasi adalah pernyataan 𝑝 dan 𝑞, yaitu 𝑝 ➀ 𝑞 bernilai benar jika 𝑝
dan 𝑞 mempunyai nilai kebenaran yang sama.
Nilai kebenaran biimplikasi disajikan dengan tabel kebenaran dibawah ini.

𝑝 𝑞 𝑝➀𝑞
B B B
B S S
S B S
S S B

Untuk menentukan kebenaran nilai biimplikasi dapat digunakan tabel kebenaran


dengan meninjau 𝑝 ➀ 𝑞 Ξ (𝑝 → 𝑞) 𝖠 (𝑞 → 𝑝).

𝑝 𝑞 𝑝➀𝑞 𝑝→𝑞 𝑞→𝑝 (𝑝 → 𝑞) V (𝑞 → 𝑝)


B B B B B B
B S S S B S
S B S B S S
S S B B B B
Contoh 7
a. 𝑝 ➀ (𝑝 𝖠 𝑞)
𝑝 𝑞 𝑝𝖠𝑞 𝑝 ➀ (𝑝 𝖠 𝑞)
B B B B
B S S S
S B S S
S S S B

b. 𝑝 : 3 bilangan prima
𝑞 : 3 hanya mempunyai dua faktor pembagi
𝑝 ➀ 𝑞 : 3 bilangan prima jika dan hanya jika 3 hanya mempunyai dua faktor
pembagi

E. PERNYATAAN MAJEMUK EKUIVALEN (EKUIVALEN LOGIS)


Dua pernyataan majemuk disebut ekuivalen (ekuivalen logis) jika untuk
semua kemungkinan dari nilai kebenaran komponen-komponennya, kedua
pernyataan majemuk itu mempunyai nilai kebenaran yang sama. Untuk
menyelidiki ekuivalen atau tidaknya dua pernyataan majemuk kita menngunakan
tabel kebenaran. Untuk menyatakan dua pernyataan ekuivalen dilambangkan
dengan “  ”
Contoh 8
Kita tunjukkan dengan tabel kebenaran bahwa:
a. ¬ (p  q)  (¬ p  ¬ q)
b. ¬ (p  q)  (¬ p  ¬ q)
c. ¬ (p  q)  ( p  ¬ q)
Penyelesaian:
a. Tabel kebenaran untuk ¬ (p  q)  (¬ p  ¬ q )
p q ¬p ¬q pq ¬ (p  q) (¬ p  ¬ q)
B B S S B S S
B S S B B S S
S B B S B S S
S S B B S B B

Nilai logisnya sama


Pada kolom ke enam dan ke tujuh terlihat bahwa pernyataan majemuk itu untuk
semua nilai kemungkinan p dan q mempunyai nilai kebenaran yang sama.

b. Tabel kebenaran untuk ¬ (p  q)  (¬ p  ¬ q)


p q ¬p ¬q (p  q) ¬ (p  q) (¬ p  ¬ q)
B B S S B S S
B S S B S B B
S B B S S B B
S S B B S B B

Nilai logisnya sama

Pada kolom ke enam dan ke tujuh terlihat bahwa pernyataan majemuk itu untuk
semua nilai kemungkinan p dan q mempunyai nilai kebenaran yang sama.

c. Tabel kebenaran untuk ¬ (p → q)  (p  ¬ q) sebagai berikut:


p q ¬q pq ¬ (p  q) (p ¬q)
B B S B S S
B S B S B B
S B S B S S
S S B B S S

Nilai logisnya sama

Dari tabel kolom kelima dan keenam terlihat bahwa kedua pernyataan majemuk di
atas ekuivalen.
F. HUKUM-HUKUM LOGIKA PROPOSISI
Tabel 1. Hukum-hukum Logika

Contoh 9
Tentukan ingkaran dari p  q ?
Penyelesaian:
 p  q  p  q
 p  q
 p  q

Contoh 10
Tunjukkan p   p  q dan p  keduanya ekivalen secara logika.
q

Penyelesaian:
(Hukum De Morgan)
p   p  q   p  p  q 
(Hukum distributif)
  p  p   p 
(Hukum negasi)
q
(Hukum identitas)
 T   p  q
 p  q
Contoh 11
Buktikan hukum penyerapan p   p  q  p

Penyelesaian:
p   p  q   p  F    p  (Hukum De
q Morgan) (Hukum
 p Fq distributif) (Hukum
 pF negasi) (Hukum
p identitas)

Contoh 12
Buktikan bahwa p  q   p  q  p ?
Penyelesaian:
p  q    p  q   p   q  p
(Hukum De Morgan)
q
(Hukum negasi
  p  q   p  q 
ganda) (Hukum
 p  q  q
distributif) (Hukum
 pF
negasi) (Hukum
p
identitas)

G. VARIAN PROPOSISI BERSYARAT


Dari suatu implikasi p  q dapat di susun pernyataan baru bentuk
(i) q  p yang disebut konvers dari p  q
(ii) ¬ p  ¬ q yang disebut invers dari p  q
(iii) ¬ q  ¬ p yang di sebut kontraposisi dari p  q
Hubungan antara konvers invers dan kontra posisi dapat ditunjukkan dengan
tabel berikut ini.
Varian Proposisi Implikasi Konvers Invers Kontraposisi
p q ¬p ¬q p q q p ¬p ¬q ¬q¬p
B B S S B B B B
B S S B S B B S
S B B S B S S B
S S B B B B B B
Nilai logisnya sama
Dari tabel dapat kita lihat bahwa
pq¬q¬p
q p¬p ¬q

Contoh 13
Implikasi “ Jika 2 + 5 = 7 maka 7 bilangan ganjil” adalah ekuivalen dengan
“ Jika 7 bukan bilangan ganjil maka 2 + 5  7.

Contoh 14
Tentukan konvers, invers, dan kontraposisi dari pernyataan berikut: “Jika Amir
mempunyai mobil, maka ia orang kaya”.
Konvers : Jika Amir orang kaya, maka ia mempunyai mobil
Invers : Jika Amir tidak mempunyai mobil, maka ia bukan orang kaya
Kontraposisi : Jika Amir bukan orang kaya, maka ia tidak mempunyai
mobil

Contoh 15
Tentukan kontraposisi dari pernyataan:
a. Jika dia bersalah maka ia dimasukkan kedalam penjara
b. Jika 6 lebih besar dari 0 maka 6 bukan bilangan negative
c. Hanya jika ia tidak terlambat maka ia akan mendapat pekerjaan itu
Penyelesaian:
a. Jika ia dimasukkan ke dalam penjara, maka ia tidak bersalah
b. Jika 6 bilangan negatif, maka 6 tidak lebih besar dari 0
c. Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Jika ia mendapat pekerjaan itu
maka ia tidak terlambat”, sehingga kontraposisinya adalah “jika ia terlambat
maka ia tidak akan mendapat pekerjaan itu”
Latihan:
1. Misalkan p adalah Arjun bisa berbahasa Inggris, q adalah Arjun bisa
berbahasa Jerman, dan r adalah Arjun bisa berbahasa Francis. Terjemahkan
kalimat majemuk berikut kedalam notasi simbolik:
a. Arjun bisa berbahasa Inggris dan Jerman
b. Arjun bisa berbahasa Jerman tetapi tidak bahasa Francis
c. Arjun bisa berbahasa Inggris atau bahasa Jerman, atau dia tidak bisa
berbahasa Francis atau bahasa Jerman
d. Tidak benar bahwa Arjun bisa berbahasa Inggris atau bahasa Francis
e. Tidak benar bahwa Arjun bisa berbahasa Inggris atau bahasa Francis tetapi
tidak bahasa Jerman
f. Tidak benar bahwa Arjun tidak bisa berbahasa Inggris, Francis, maupun
Jerman

2. Diberikan karakteristik matakuliah, misalkan a : kuliahnya menarik, b :


dosennya enak, c : soal-soal ujiannya mudah. Terjemahkan proposisi berikut
dalam notasi simbolik:
a. Kuliahnya tidak menarik, dosennya tidak enak, dan soal-soal ujiannya
tidak mudah
b. Kuliahnya menarik atau soal-soal ujiannya tidak mudah, namun tidak
keduanya
c. Salah bahwa kuliahnya menarik berarti dosennya enak dan soal-soal
ujiannya mudah

3. Misalkan p adalah Hari ini hari Senin, q adalah Hujan turun, dan r adalah Hari
ini panas. Terjemahkan notasi simbolik ini dengan kata-kata:
a. q  p

b. p   q  r 

c.  p  r   r

d.  p  q  r  p
e.  p   q  r    r  q  p
4. Tulislah tabel kebenaran untuk setiap proposisi berikut:
a.  p  q  p
b.  p  q  p  r 

c. p  q  p
d. q  p   p  q
e.  p  q  r  p

f.  p  q  p

5. Gunakan hukum-hukum aljabar proposisi untuk menunjukkan:


a.  p  q   p  q
b.  p  q  q

c. q  p   p  q
d.  p  q   p  q keduanya adalah Tautologi

e.  p   p  q   q keduanya adalah Tautologi

6. Tentukan kontraposisi dari kalimat berikut :


a. Jika ABCD adalah empat persegi panjang, maka ABCD adalah bujur
sangkar
b. Aku tidak pergi bila kamu tidak mau ikut
c. Jika ab = 0, maka a = 0 atau b = 0

7. Diketahui kalimat: “Jika x prima, maka x ganjil atau x = 2”


a. Tentukan konvers, invers dan kontraposisinya
b. Tentukan nilai kebenarannya.

8. Diketahui kalimat : “Jika n habis dibagi 6 maka n habis dibagi 2 dan 3”


a. Tentukan ingkaran kalimat diatas
b. Tuliskan invers, konvers dan kontraposisinya
BAB X
KUANTIFIKASI

A. INFERENSI LOGIKA
Misalkan kepada kita diberikan beberapa proposisi. Kita dapat menarik
kesimpulan baru dari deret proposisi tersebut. Proses penarikan kesimpulan
penarikan kesimpulan dari beberapa proposisi disebut inferensi (inference).
Penarikan kesimpulan suatu argumen dimulai dari ditentukannya himpunan
pernyataan tunggal yang saling berelasi dan telah diketahui kebenarannya,
kemudian dapat diturunkan suatu pernyataan tunggal atau pernyataan majemuk.
Himpunan pernyataan tunggal atau pernyataan majemuk yang ditentukan
(diketahui) disebut premis. Pernyataan tunggal atau pernyataan majemuk yang
diturunkan dari premis-premis disebut kesimpulan (konklusi). Kumpulan satu atau
lebih premis yang sudah dibuktikan kebenarannya dan satu konklusi yang
diturunkan dari premis-premisnya disebut argumen.
Suatu argumen dikatakan sah (valid) jika dapat dibuktikan bahwa argumen
itu merupakan suatu tautologi untuk semua nilai kebenaran premis-premisnya.
Metode yang sederhana untuk membuktikan suatu argument sah (valid) adalah
dengan bantuan tabel kebenaran.
Pola penarikan kesimpulan disajikan dengan bentuk.
Premis (1) 𝑃1
Premis (2) 𝑃2
Premis (3) 𝑃3
………… …
Premis (n) 𝑃𝑛
∴ Konklusi ∴𝑘

1. Beberapa penarikan kesimpulan yang sah


a. Modus Ponens
Modus ponens adalah argumentasi yang berbentuk {(𝑝 → 𝑞) 𝖠 𝑝} → 𝑞 atau
dituliskan :
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 1 : 𝑝 𝑞 (suatu pernyataan yang benar)
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 2 : 𝑝 (suatu pernyataan yang benar)
𝐾𝑜𝑛𝑘𝑙𝑢𝑠i : 𝑞 (suatu pernyataan yang benar)

Dapat ditunjukkan dengan tabel kebenaran bahwa modus ponens merupakan


argumentasi yang sah yaitu :

𝑝 𝑞 𝑝→𝑞 (𝑝 → 𝑞) 𝖠 𝑝 {(𝑝 → 𝑞) 𝖠 𝑝} → 𝑞
B B B B B
B S S S B
S B B S B
S S B S B

Contoh 1
Tunjukkan bahwa persamaan kuadrat 𝑥2 − 14𝑥 + 49 = 0 mempunyai dua akar
real yang sama.
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 1 : Jika diskriminan persamaan 𝑥2 − 14𝑥 + 49 = 0 sama dengan nol,
maka persamaan tersebut mempunyai dua akar real yang sama
(𝑥1 = 𝑥2)
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 2 : 𝐷 = (−14)2 − 4,49 = 0
𝐾𝑜𝑛𝑘𝑙𝑢𝑠i : Persamaan 𝑥2 − 14𝑥 + 49 = 0 mempunyai dua akar real yang sama.

b. Modus Tollens
Modus tollens adalah argumentasi yang berbentuk {(𝑝 → 𝑞) 𝖠 ¬𝑞} → ¬𝑝
atau dituliskan:
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 1 : 𝑝 → 𝑞 (benar)
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 2 : ¬𝑞 (benar)
𝐾𝑜𝑛𝑘𝑙𝑢𝑠i : ¬𝑝 (benar)

Dapat ditunjukkan dengan tabel kebenaran bahwa modus tollens merupakan


argumentasi yang sah yaitu:
𝑝 𝑞 ¬𝑝 ¬𝑞 𝑝→𝑞 (𝑝 → 𝑞) 𝖠 ¬𝑞 [(𝑝 → 𝑞) 𝖠 ¬𝑞] → ¬𝑝
B B S S B S B
B S S B S S B
S B B S B S B
S S B B B B B

Contoh 2
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 1 : Jika 𝗈 𝐴𝐵𝐶 sama sisi, maka∠𝐴 = ∠𝐵 = ∠𝐶
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 2 : ∠𝐴 G ∠𝐵 G ∠𝐶
𝐾𝑜𝑛𝑘𝑙𝑢𝑠i : 𝗈 𝐴𝐵𝐶 bukan segitiga sama sisi

c. Silogisme Hipotesis
Silogisme adalah argumentasi yang berbentuk {(𝑝 𝑞) 𝖠 (𝑞 𝑟)} (𝑝 𝑟) atau
dituliskan :
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 1 : 𝑝 → 𝑞 (benar)
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 2 : 𝑞 → 𝑟 (benar)
𝐾𝑜𝑛𝑘𝑙𝑢𝑠i : 𝑝 → 𝑟 (benar)
Dapat ditunjukkan dengan tabel kebenaran bahwa silogisme merupakan
argumentasi yang sah yaitu :

𝑝 𝑞 ¬𝑝 𝑝V𝑞 (𝑝 V 𝑞) 𝖠 ¬𝑝 [(𝑝 V 𝑞) 𝖠 ¬𝑝] → 𝑞


B B S B S B
B S S B S B
S B B B B B
S S B S S B

Contoh 3
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 1 : Jika pada 𝗈 𝐴𝐵𝐶 berlaku (𝑎 − 𝑏) cos 𝐶 = 0 maka 𝑎 = 𝑏 V 𝐶 = 900
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 2 : Jika 𝑎 = 𝑏 atau 𝐶 = 900 maka 𝗈 𝐴𝐵𝐶 adalah sama kaki atau siku-
siku
𝐾𝑜𝑛𝑘𝑙𝑢𝑠i : Jika pada 𝗈 𝐴𝐵𝐶 berlaku (𝑎 − 𝑏) cos 𝐶 = 0 maka 𝗈 𝐴𝐵𝐶 sama kaki
atau siku-siku

d. Silogisme Disjungtif
Kaidah ini didasarkan pada tautology

disjungtif juga ditulis:  p  q   p  q . Kaidah silogisme

𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 1 : 𝑝 V 𝑞 (benar)
𝑃𝑟𝑒𝑚i𝑠 2 : ¬𝑝 (benar)
𝐾𝑜𝑛𝑘𝑙𝑢𝑠i : 𝑞 (benar)

Contoh 4
Inferensi:
Saya belajar dengan giat atau saya menikah tahun depan
Saya tidak belajar dengan giat. Karena itu, saya menikah tahun depan
Dengan kaidah silogisme disjungtif:
Premis 1 : Saya belajar dengan giat atau saya menikah tahun depan
Premis 2 : Saya tidak belajar dengan giat
Konklusi : Saya menikah tahun depan

e. Aturan Konjungsi
Premis 1 : p
Premis 2 : q
Konklusi : p  q

Contoh 5
Premis 1 : Bunga ros berwarna merah
Premis 2 : Bunga melati berwarna putih
Konklusi : Bunga ros berwarna merah dan bunga melati berwarna putih

f. Aturan Silogisme Disjungtif


Premis 1 : p 
q Premis 2 : ¬ p
Konklusi : q
g. Aturan Kontradiksi
Premis 1 : ¬ p  Salah
Konklusi : p

Contoh 6
Premis 1: Jika 5 bukan bilangan prima maka 5 mempunyai faktor lain di
samping 1 dan 5
Konklusi : 5 adalah bilangan prima

h. Aturan Simplifikasi Konjungsi


Premis 1: p  q Premis 1 : p  q
Konklusi : p Konklusi : q

Contoh 7
Premis 1 : Ia rajin dan pandai Premis 1 : Ia rajin dan pandai
Konklusi : Ia rajin Konklusi : Ia pandai

i. Aturan Amplifikasi Disjungtif


Premis 1 : p
Konklusi : p  q

Contoh 8
Premis 1 : x + 3
Konklusi : x + 3 atau x – 2

j. Aturan Bukti Bersyarat


Premis 1 : p  q
Premis 2 : p  (q  r)
Konklusi :r
Contoh 7
Premis 1 : Ia kaya dan kikir
Premis 2 : Jika ia kaya maka manakala ia kikir maka ia tamak
Konklusi: Ia tamak
k. Aturan Bukti Per Kasus
Premis 1 : p  r
Premis 2 : q  r
Konklusi : (p  q) 
r

Contoh 8
Premis 1 : Jika ada banjir maka lalu lintas macet
Premis 2 : Jika ada kendaraan mogok maka lalu lintas macet
Konklusi : Jika ada banjir atau kendaraan mogok, maka lalu lintas macet

l. Aturan Dilema Konstruktif


Premis 1 : p  q
Premis 2 : r  s
Premis 3 : p  r
Konklusi : q  s

Contoh 9
Premis 1 : Jika x genap maka x2 genap
Premis 2 : Jika x kelipatan 9 maka x kelipatan 3
Premis 3 : x genap atau x kelipatan 9
Konklusi : x2 genap atau x kelipatan 3

m. Aturan Dilema Destruktif


Premis 1 : p  q
Premis 2 : r  s
Premis 3 : ¬ q  ¬ s
Konklusi : ¬ p  ¬ r

Contoh 10
Premis 1 : Jika x genap maka x2 genap
Premis 2 : Jika x kelipatan 9 maka x kelipatan 3
Premis 3 : x2 ganjil atau x bukan kelipatan 3
Konklusi : x ganjil atau x bukan kelipatan 9
B. KALIMAT BERKUANTOR
1. Predikat
Dalam tata bahasa, predikat menunjuk pada bagian kalimat yang memberi
informasi tentang subjek.
Contoh 11
a. “… terbang ke bulan”
b. “… lebih tebal dari kamus”
kedua contoh kalimat tersebut merupakan kalimat tidak lengkap. Agar menjadi
suatu kalimat yang lengkap, haruslah di substitusikan subyek di bagian depan
kalimat.
Misalnya, subyek “Buku ini” disubstitusikan pada kalimat “… lebih tebal dari
kamus”, menjadi “Buku ini lebih tebal dari kamus”.
Dalam ilmu logika, kalimat-kalimat yang memerlukan subyek disebut
predikat. Predikat biasanya disimbolkan dengan huruf.
Misalkan :
p : terbang ke bulan
q : lebih tebal dari kamus
maka baik p maupun q adalah predikat.
Untuk menyatakan perlunya substitusi subyek (yang tidak diketahui), maka
dituliskan p(x) dan q(y).

Salah satu cara untuk mengubah predikat menjadi suatu kalimat adalah dengan
mensubstitusi semua variabelnya dengan nilai-nilai tertentu.
Misalkan:
p(x) : x habis dibagi 5 dan
x disubstitusikan dengan 35 maka
p(x) menjadi kalimat benar karena 35 habis dibagi 5

2. Kuantor
Kuantor adalah kata-kata seperti beberapa, semua, dll yang menunjukkan
banyaknya elemen yang dibutuhkan agar predikat menjadi benar.
Ada dua macam kuantor untuk menyatakan jumlah objek yang terlibat :
a. Kuantor Universal
Kuantor universal menunjukkan bahwa setiap obyek dalam semestanya
mempunyai sifat kalimat yang menyatakannya. Dinotasikan dengan “”.
Kata yang digunakan semua atau setiap.
Misalnya: p(x) : x dapat mati
Karena semua manusia dapat mati, maka hal tersebut dinyatakan dengan:
(x) x  manusia, x  p(x).
Kalau semesta sudah jelas maka dapat dihilangkan. Jadi jika semesta
pembicaraannya sudah jelas, yaitu himpunan manusia-manusia di bumi, maka
dituliskan (x) p(x).

b. Kuantor Eksistensial
Kuantor eksistensial menunjukkan bahwa di antara obyek-obyek dalam
semestanya, paling sedikit ada satu obyek (atau lebih, asal tidak semua) yang
memenuhi sifat kalimat yang menyatakannya.
Kata yang digunakan: terdapat, ada, beberapa, paling sedikit satu
Notasi: (x  D) q(x), disingkat (x) q(x)
 Bernilai Benar jika dan hanya jika paling sedikit ada satu x dalam D yang
menyebabkan q(x) benar
 Hanya bernilai Salah jika untuk semua x  D, q(x) bernilai salah.
Contoh 12
1. Terjemahkan kalimat di bawah ini dengan menggunakan kuantor  dan 
a. Beberapa orang rajin beribadah.
b. Setiap bilangan adalah negatif atau mempunyai akar
riil. Penyelesaian:
a. Jika p(x) : x rajin beribadah
maka kalimat (a) dapat ditulis (x) p(x)
b. Jika p(x) : x adalah bilangan negatif
q(x) : x mempunyai akar riil
Maka kalimat (b) dapat ditulis (x)( p(x)  q(x))
2. Terjemahkan kalimat di bawah ini dengan menggunakan kuantor  dan 
a. Ada bilangan yang tidak riil.
b. Tidak semua mobil mempunyai
karburator. Penyelesaian:
a. Jika p(x) : x adalah bilangan riil
maka kalimat (a) dapat ditulis sebagai (x)  p(x).
b. Jika q(y) : mobil mempunyai karburator
Maka kalimat (b) dapat ditulis sebagai ((y)q(y)).
atau kalimat (b) dapat ditulis sebagai (y)  q(y).

3. Nyatakan bilangan berkuantor di bawah ini dalam bahasa sehari-hari


( bilangan riil x) x2  0
Penyelesaian:
Berikut ini diberikan beberapa cara untuk menyatakannya:
 Semua bilangan riil mempunyai kuadrat tak negatif
 Setiap bilangan riil mempunyai kuadrat tak negatif
 Sembarang bilangan riil mempunyai kuadrat tak negatif
 x mempunyai kuadrat tak negatif untuk setiap bilangan riil x
 Kuadrat dari sembarang bilangan riil tidaklah negatif

4. Nyatakan bilangan berkuantor di bawah ini dalam bahasa sehari-hari


( bilangan bulat m) m2 = m
Penyelesaian:
Berikut ini diberikan beberapa cara untuk menyatakannya :
 Ada bilangan bulat yang kuadratnya sama dengan bilangan itu sendiri
 Beberapa bilangan bulat sama dengan kuadratnya sendiri
 Terdapat bilangan bulat yang kuadratnya sama dengan bilangan itu sendiri.
3. Nilai Kebenaran Kalimat Berkuantor
Contoh 13
1. Misalkan D adalah himpunan bilangan bulat.
Buktikan bahwa kalimat (m  D) m2 = m bernilai benar.
Penyelesaian:
Kalimat (x) p(x) bernilai benar bila dapat ditunjukkan bahwa ada satu x (atau
lebih) yang memenuhi sifat p.
Untuk m = 1  D, m2 = 12 = 1 = m.
Jadi kalimat (m  D) m2 = m benar untuk m = 1
Terbukti bahwa kalimat ( m  D) m2 = m benar.

2. Misalkan E adalah himpunan bilangan bulat antara 5 dan


10. Buktikan bahwa kalimat ( m  E) m2 = m bernilai
salah. Penyelesaian:
Untuk 5  m  10, 52 = 25  5 ; 62 = 36  6 ; . . . ; 102 = 100  10
Berarti tidak ada satupun m  E yang memenuhi relasi m2 = m.
Jadi kalimat ( m  E) m2 = m salah

3. Tentukan kebenaran kalimat di bawah ini (semesta pembicaraannya adalah


himpunan bilangan bulat)
(x) x2 – 2  0
Penyelesaian:
Jika x = 1 maka x2 – 2 = 12 – 2 = -1 < 0
Jadi, tidak semua x memenuhi x2 – 2  0 sehingga kalimat (x) x2 – 2  0
bernilai salah.

4. Tentukan kebenaran kalimat di bawah ini (semesta pembicaraannya adalah


himpunan bilangan bulat)
(x) x2 – 10x + 21 = 0
Penyelesaian:
x2 – 10x + 21 = 0
(x – 3)(x – 7) = 0
x1 = 3 ; x2 = 7
Memang benar ada x yang memenuhi relasi x2 – 10x + 21 = 0 (yaitu 3 dan
7) sehingga kalimat (x) x2 – 10x + 21 = 0 bernilai benar.

a. Ingkaran Kalimat Berkuantor


Secara umum:
 Ingkaran kalimat “Semua x bersifat p(x)” adalah:
“Ada x yang tidak bersifat p(x)”
Dalam simbol:

 ((x  D) p(x))  (x  D)  p(x)


 Ingkaran kalimat : “Ada x yang bersifat q(x)”
adalah:
“Semua x tidak bersifat q(x)”.
Dalam simbol:

 ((x  D) q(x))  (x  D)  q(x)

Contoh 14
1. Tulislah ingkaran kalimat berikut ini :
Terdapatlah bilangan bulat x sedemikian hingga x2 = 9
Penyelesaian:
Untuk lebih memudahkan penyelesaian, terlebih dahulu kalimat ditulis ulang
dengan menggunakan kuantor kemudian barulah dituliskan ingkarannya.
Kalimat mula-mula : (x  bulat) x2 = 9
Ingkaran : (x  bulat) x2  9
Atau : Kuadrat semua bilangan bulat tidak sama dengan 9

2. Tulislah ingkaran kalimat berikut ini :


Semua program COBOL mempunyai panjang lebih dari 20 baris.
Penyelesaian:
Kalimat mula-mula : (x  program COBOL) panjang x > 20 baris)
Ingkaran : (x  program COBOL) (panjang x  20 baris)
Atau : Ada program COBOL yang panjangnya
kurang dari atau sama dengan 20 baris
3. Tulislah kalimat di bawah ini dalam simbol logika berkuantor, kemudian
tulislah ingkarannya (semestanya adalah himpunan bilangan bulat)
Untuk setiap x, jika x bilangan genap maka x2 + x genap
Penyelesaian:
Misalkan Z : himpunan bilangan bulat
Misal p(x) : x bilangan genap
q(x) : x2 + x bilangan genap
Kalimat mula-mula : (x  z) (p(x)  q(x))
Ingkaran :
(x  Z) ( p(x)  q(x)) = (x  Z) ( p(x)  q(x))
= (x  Z) (p(x)   Q(x))
Atau :
Ada bilangan bulat x yang merupakan bilangan genap tetapi x2 + x bukan
genap

4. Tulislah kalimat-kalimat di bawah ini dalam simbol logika berkuantor,


kemudian tulislah ingkarannya (semestanya adalah himpunan bilangan bulat)
Tidak ada x sedemikian sehingga x bilangan prima dan (x + 6) bilangan prima
Penyelesaian:
Kalimat : “Tidak ada x yang bersifat P” ekuivalen dengan
kalimat : “Semua x tidak bersifat P”
Misal p(x) : x bilangan prima
q(x) : x + 6 bilangan prima
Kalimat mula-mula : (x  Z)  (p(x)  q(x))
Ingkaran:
(x  Z) {( p(x)  q(x))} = (x  Z) (p(x)  q(x))
Terdapatlah suatu bilangan bulat x sedemikian sehingga x bilangan prima dan
x + 6 bilangan prima.
b. Kalimat Berkuantor Ganda
Kalimat Berkuantor ganda adalah menambahkan beberapa kuantor
sekaligus pada kalimat yang sama.
Contoh 15
1. Nyatakan kalimat di bawah ini dengan menggunakan
kuantor ! Ada bintang film yang disukai oleh semua orang
Misalkan:
Semestanya adalah himpunan semua manusia
p(x, y) = y menyukai x.
Maka kalimat tersebut dapat dituliskan sebagai (x)(y) p(x, y).

2. Nyatakan kalimat di bawah ini dengan menggunakan kuantor !


Untuk setiap bilangan positif, terdapatlah bilangan positif lain yang lebih kecil
darinya
Penyelesaian :
Kalimat mula-mula bisa dinyatakan sebagai :
Untuk setiap bilangan positif x, terdapatlah bilangan positif y sedemikian
hingga y < x.
Dalam simbolik logika:
( bilangan positif x)( bilangan positif y) y < x.

c. Penggunaan Kuantor Ganda


Ada 8 cara berbeda dalam menggunakan 2 kuantor  dan  dalam 2
variabel x dan y, masing-masing adalah :
 (x)(y), (y)(x), (x)(y), (y)(x),
 (x)(y), (y)(x), (y)(x), (x)(y).
Jika semua kuantornya sama, maka urutan penulisan kuantor-kuantor itu bisa
dibalik. Akan tetapi jika kuantornya berbeda maka urutan penulisannya tidak
selalu dapat dibalik.

Misalkan p(x,y) : y adalah ibu dari x


Nyatakan arti simbol logika di bawah ini dalam bahasa sehari-hari dan tentukan
nilai kebenarannya.
 (x)(y)p(x,y)
Untuk setiap orang x, terdapatlah seorang y, sedemikan hingga y adalah ibu
dari x.
Dengan kata lain: setiap orang mempunyai ibu. (nilai kebenarannya : benar)
 (y)(x)p(x,y)
Terdapatlah seorang y sehingga untuk semua orang x, y adalah ibu dari x.
Dengan kata lain: Ada seseorang yang merupakan ibu dari semua orang di
dunia ini. (nilai kebenarannya: salah)

d. Ingkaran Kalimat Berkuantor Ganda


Secara formal:
 {(x)(y)p(x,y)}  (x)(y)  p(x,y)
 {(x)(y)p(x,y)}  (x)(y)  p(x,y)

Contoh 16
Apakah ingkaran kalimat: ( bilangan bulat n) ( bilangan bulat k) n = 2k
Atau : Semua bilangan bulat adalah bilangan genap.
Penyelesaian :
Ingkaran : ( bilangan bulat n) ( bilangan bulat k) n  2k.
Atau : Ada bilangan bulat yang tidak sama dengan 2 kali bilangan bulat lain.
Dengan kata lain : Ada bilangan bulat yang tidak genap
Latihan:
1. Tentukan apakah inferensi berikut ini valid. Jika inferensinya valid, jelaskan
aturan inferensi yang digunakan. Jika tidak valid, jelaskan kesalahan yang
terjadi.
a. Jika Adi menjawab soal dengan benar maka ia akan memperoleh jawaban = 2
Adi memperoleh jawaban = 2
Adi menjawab soal dengan benar
b. Bilangan riil ini merupakan bilangan rasional atau
irrasional Bilangan riil ini tidak rasional
Bilangan riil ini adalah bilangan irrasional
c. Jika saya pergi nonton, maka saya tidak bisa menyelesaikan
PR Jika saya tidak bisa menyelesaikan PR, maka saya tidak
lulus Jika saya pergi nonton, maka saya tidak lulus

2. Dengan menggunakan tabel kebenaran, tentukan apakah Argumen di bawah ini


Valid/Invalid.
pq
a. q  p
pq

p   p  r 
b. q   p  r 
pq

pq
p  q
c.
pr
r

3. Buatlah kesimpulan berdasarkan fakta-fakta berikut ini :


a. Jika x habis dibagi 8, maka x habis dibagi
4 Jika x habis dibagi 4, maka x habis
dibagi 2 x habis dibagi 4
b. Jika x bilangan ganjil, maka (x+1) bilangan
genap 4 adalah bilangan genap
c. Jika hari ini adalah hari Jumat, maka besok adalah hari Sabtu
Hari ini adalah hari Sabtu

4. Carilah kesimpulan berdasarkan fakta-fakta berikut ini :


 Jika saya lulus dari fakultas Hukum, maka saya akan kaya.
 Jika saya lulus dari jurusan Arkeologi, maka saya akan sering ke luar negeri
 Jika saya kaya atau sering ke luar negeri, maka saya tidak akan menyesal
 Sekarang saya menyesal

5. Ada sebuah pesan wasiat yang ditemukan di sebuah rumah tua. Pesan tersebut
menggambarkan letak harta karun di sekitar rumah tersebut. Dalam pesannya
terkandung 5 statemen yang berhubungan dengan letak harta karun tersebut
sebagai berikut:
 Jika rumah tua itu terletak di tepi danau, maka harta karun tidak terletak di
dapur rumah
 Jika pohon di halaman depan adalah pohon kelapa, maka harta karun
disembunyikan di dapur
 Rumah tua tersebut terletak di tepi danau
 Pohon di depan rumah tua adalah pohon kelapa, atau harta karun
disembunyikan di bawah pagar.
 Jika pohon di belakang rumah adalah pohon mangga, maka harta karun
disembunyikan di garasi
Gunakan prinsip-prinsip inferensi untuk menentukan dimanakah sebenarnya
harta karun tersebut disimpan ?

6. Dalam sebuah pulau terpencil hanya hidup 2 jenis manusia. Jenis pertama
adalah kaum Ksatria yang selalu mengatakan kebenaran, dan jenis kedua
adalah kaum Penjahat yang selalu mengatakan kebohongan. Suatu hari, anda
mengunjungi pulau tersebut dan bertemu dengan 2 orang penduduk pulau
tersebut (X dan Y) yang tidak anda ketahui jenisnya
X berkata : “Kami berdua Penjahat”
Y tidak berbicara apapun
Golongan apakah X dan Y ?
7. Misalkan:
a. D adalah himpunan bilangan bulat.
Buktikan bahwa kalimat m  D m2  m bernilai benar.

b. Misalkan E adalah himpunan bilangan bulat antara 5 dan

10. Buktikan bahwa kalimat m  E  m2  m bernilai


salah

5. Di rumahnya, Angel memiliki 7 ekor anjing coklat, 2 anjing hitam, 6 kucing


abu-abu, 10 kucing hitam, 5 burung biru, 6 burung kuning, dan 1 ekor burung
hitam. Tentukan mana diantara pernyataan berikut ini yang benar dan mana
yang salah.
a. Ada hewan di rumah Angel yang berwarna merah
b. Setiap hewan di rumah Angel berwarna coklat, abu-abu atau hitam
c. Ada hewan di rumah Angel yang bukan kucing dan bukan anjing
d. Tidak ada hewan di rumah Angel yang berwarna biru

6. Misalkan semesta pembicaraan adalah himpunan mahasiswa peserta


kuliah Logika Matematika
S(x,y) : “x menyukai y “
P(x,y) : “x lebih pandai dari y”
Nyatakan kalimat berikut ini dalam bentuk simbolik
a. Ada mahasiswa yang paling pandai di kelas Logika Matematika
b. Ada mahasiswa yg tidak disukai oleh semua mahasiswa peserta kuliah
Logika Matematika

7. Nyatakan kalimat di bawah ini dengan menggunakan kuantor  atau 


a. Setiap bilangan adalah negatif atau mempunyai akar riil.
b. Ada bilangan yang tidak riil.
c. Tidak semua mobil mempunyai karburator.
d. Semua dinosaurus telah musnah
e. Tidak ada ahli matematika yang malas

8. Diketahui kalimat dengan simbol logika x y x  y


a. Tuliskan arti kalimat tersebut dalam bahasa sehari-hari
b. Untuk semesta apakah kalimat tersebut bernilai benar ?
c. Untuk semesta apakah kalimat tersebut bernilai salah ?

9. Ubahlah pernyataan berikut ke dalam logika predikat kemudian negasikan


a. Setiap orang memiliki seseorang yang menjadi ibunya.
b. Semua orang menghormati Presiden SBY.
c. Ada mahasiswa TI yang tidak lulus logika informatika.
d. Setiap orang dicintai oleh seseorang.
e. Ada programmer yang menguasai semua bahasa pemrograman

10. Tulislah ingkaran kalimat-kalimat berikut ini :


a. Beberapa bilangan riil adalah bilangan rasional.
b. Semua program PHP mempunyai panjang lebih dari 20 baris.
c. Untuk setiap x, jika x bilangan genap maka x2 + x juga genap (semesta :
himpunan bilangan bulat)
d. Terdapatlah x sedemikian hingga x bilangan genap dan x bilangan prima
(semesta : himpunan bilangan bulat)
e. Untuk semua bilangan bulat n, jika n2 genap, maka n genap
f. Untuk setiap bilangan riil x, jika x(x + 1) > 0 maka x > 0 atau x < - 1

11. Nyatakan kalimat di bawah ini dengan menggunakan kuantor ganda


a. Ada bintang film yang disukai oleh semua orang
b. Untuk setiap bilangan positip, terdapatlah bilangan positip lain yang lebih
kecil darinya
c. Terdapatlah bilangan positip x sedemikian hingga untuk semua bilangan
positip y, berlakulah y < x
d. Tidak ada bilangan bulat yang terbesar
BAB XI
BILANGAN KARDINAL

A. HIMPUNAN EKIVALEN
Untuk dua himpunan berhingga sebarang, kita dapat menentukan apakah
dua himpunan tersebut mempunyai elemen yang sama banyak atau tidak, dengan
cara menghitung banyaknya elemen dalam setiap himpunan. Untuk himpunan tak
hingga perlu didefinisikan dua himpunan dikatakan mempunyai elemen yang
sama banyaknya supaya kedua himpunan disebut ekivalen.

Definisi 1
Misalkan A dan B dua himpunan, dikatakan korespondensi satu-satu antara A
dan B atau dikatakan A ekivalen dengan B ditulis A∞B, jika terdapat sebuah
fungsi f: A  B dengan f fungsi satu-satu kepada.

Contoh 1
Misalkan A = {1,2,3,4} dan B = {2,4,6,8} dan misalkan f: AB adalah fungsi
yang didefinisikan oleh f(x) = 2x maka f adalah fungsi satu-satu kepada.
Misalkan P = {0, 1} dan Q = {3, 5} dan misalkan f: P  Q adalah fungsi yang
didefinisikan oleh f(x) = 2x + 3 maka f adalah fungsi satu-satu kepada.

B. HIMPUNAN TAK HINGGA BIASA DAN TAK HINGGA DEDEKIND


Definisi 2
Misalkan S suatu himpunan, maka S disebut himpunan berhingga jika dan hanya
jika ada suatu bilangan asli k, sehingga S ek Nk . Dalam hal ini S dikatakan
mempunyai k buah unsur. Dalam hal yang lain dikatakan bahwa S suatu
himpunan tak hingga.
Catatan
Nk = {1, 2, 3, ...,k}
Menurut definisi 2, himpunan N himpunan tak hingga.
Definisi 3
Misalkan S suatu himpunan, maka S disebut himpunan tak hingga jika S
mempunyai suatu himpunan bagian murni S* sedemikian hingga S.ek S*. Dalam
hal yang lain S disebut himpunan berhingga.
Catatan
Tak hingga menurut definisi 7.2 disebut "tak hingga biasa".
Tak hingga menurut definisi 7.3 disebut "tak hingga Dedekind".
Menurut definisi 3, himpunan semua bilangan asli N adalah himpunan tak hingga,
sebab:
N – {1}N (subset murni dari N), dan
N ek N – {1}. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
N :1234…
N – {1} : 2 3 4 5 ...

C. HIMPUNAN TERBILANG DAN TAK TERBILANG


a. Himpunan
Terbilang Definisi 4
Suatu himpunan S disebut terbilang jika dan hanya jika S ekivalen dengan N
himpunan semua bilangan asli.

Contoh 2
1. Selidikilah apakah himpunan semua bilangan bulat adalah himpunan
terbilang? Penyelesaian:
N: 1 2 3 4 5 6…
| | | | | |
Z: 0 –1 1 –2 2 –3 ...
Ternyata Z ekivalen dengan N jadi Z himpunan terbilang.

2. Misalkan K adalah himpunan semua bilangan kelipatan k, Selidikilah apakah K


himpunan terbilang?
Penyelesaian:
N: 1 2 3 4 5 6 7…
| | | | | | |
K: 0 –k k –2k 2k –3k 3k ...
Ternyata K ekivalen dengan N, jadi K himpunan terbilang.

Contoh 3
Misalkan Q himpunan semua bilangan rasional, tunjukanlah bahwa Q himpunan
terbilang!
Penyelesaian:
Definisikan dahulu bahwa bilangan rasional adalah suatu bilangan yang berbentuk
p
dengan p dan q bilangan bulat,
q q  serta p dan q koprima (tidak mempunyai
0
a
faktor persekutuan). Untuk semua bilangan bulat ditulis dengan a, dan 0 ditulis
1
0
dengan . Bilangan-bilangan rasional tersebut dapat dikelompokkan menurut
1
indeks yang didefinisikan sebagai berikut:
p
Indeks dari 
q p  q dengan demikian didapat:

Indeks 1 memuat: 0, sebab p = 0,


q = 1,
p  q  1.

Indeks 2 memuat: –1, 1,


Indeks 3 memuat: –1/2, 1/2, –2, 2,
Indeks 4 memuat: –1/3, 1/3, –3, 3,
Indeks 5 memuat: –1/4, 1/4, –2/3, 2/3, –3/2, 3/2, -4, 4 dan seterusnya.
Tampak bahwa setiap indeks memuat bilangan-bilangan yang terhingga
banyaknya. Sebaliknya setiap bilangan rasional mempunyai indeks tertentu.
Urutan penulisan bilangan-bilangan di dalam kelompok adalah sedemikian hingga
bilangan-bilangan yang nilai mutlaknya lebih kecil mendahului bilangan yang
nilai mutlaknya lebih besar. Untuk sepasang bilangan rasional yang nilai
mutlaknya sama, maka bilangan negatif mendahului bilangan positif. Dengan cara
demikian diperoleh barisan panjang sebagai berikut.
0, –1, 1, –1/2, 1/2, –2, 2, –1/3, 1/3, –3, 3, –1/4, 1/4, –2/3, 2/3, –3/2, 3/2, –4, 4, ....
Unsur-unsur barisan tersebut dapat dinomori sehingga barisan tersebut ekivalen
dengan N.
Jadi himpunan semua bilangan rasional Q adalah himpunan terbilang.

Contoh 4
Misalkan Q adalah himpunan semua bilangan rasional, buktikanlah bahwa Q
adalah himpunan terbilang.
Bukti:
Disefinisikan dahulu bahwa bilangan rasional adalah suatu bilangan yang.

berbentuk
p dengan p dan q bilangan bulat, q  serta p dan q koprima (tidak
0
q
a
mempunyai faktor persekutuan). Untuk semua bilangan bulat ditulis dengan a,
1
0
dan 0 ditulis dengan . Bilangan-bilangan rasional tersebut dapat dikelompokkan
1
menurut indeks yang didefinisikan sebagai berikut:

Indeks Persamaan Akar Keterangan


2 x0 0 Ya
3 x 1  0, x 1  0 –1, 1 Ya
2x  0 0 Tidak
x2  0 0 Tidak
4 3x  0 0 Tidak
2x 1  0, 2x 1  0 1 1 Ya
 2 ,2
x2 1  0 –1, 1 Tidak
x3  0 0
x  2  0, x  2  0 –2, 2 Ya
5 4x  0 0 Tidak
3x 1  0, 3x 1  0 1 1 Ya
 3 ,3
x2  2  0  2, 2 Tidak
2x  2  0, 2x  2  0 –2, 2 Tidak
dan seterusnya
Dapat dikatakan bahwa setiap persamaan aljabar mempunyai indeks tertentu clan
sebaliknya setiap indeks menunjuk beberapa persamaan yang banyaknya
berhingga.
Akar-akar persamaan aljabar tersebut diurutkan sedemikian hingga didapat
barisan sebagai berikut:
0, –1, 1, –1/2, 1/2, –1/3, 1/3.
Barisan tersebut dapat dikorespondensikan satu-satu dengan himpunan N. Ini
berarti bahwa himpunan semua bilangan aljabar real terbilang.
Catatan:
Himpunan semua bilangan aljabar kompleks (real dan imajiner) juga terbilang.

Teorema 1
Jika A dan B himpunan berhingga maka A  suatu himpunan berhingga.
B
Bukti:
Misalkan A = {a1, a2, a3, … , an}, B = {b1, b2, b3, ..., bm}
A  B = {a1, a2, a3, … , an, b2, b3, …, bm}
Jika b, diganti an + 1, maka didapat:
A  B = {a1, a2, a3, … , an, an + 1, an + 2, an + 3 , …, an + m}.
Ternyata A  B ekivalen dengan Nn + m jadi A  B himpunan berhingga.

Teorema 2
Jika A himpunan terbilang dan B himpunan berhingga maka A  himpunan
B
terbilang.
Bukti:
Misalkan A = {a1, a2, a3, … , an ,…}, B = {b1, b2, b3, ..., bk}
Jika a1 pada A diganti dengan bk + 1, maka didapat:
A  B = {b1, b2, b3, … , bk , bk + 1, bk + 2, …, bk + n ,…}
Maka A 
ekivalen dengan N, jadi A  himpunan terbilang.
B
B

Teorema 3 terbilang
.
Jika A himpunan terbilang dan B himpunan terbilang maka A 
B
himpunan
Bukti:
Misalkan A = {a1, a2, a3, …}, B = {b1, b2, b3, ...}
Maka A  B = { a1, b1, a2, b2, a3, b3, ...}.
Himpunan A 
ekivalen dengan N. Jadi A  himpunan terbilang.
B
B

Teorema 4
Setiap himpunan tak hingga mempunyai suatu subset yang terbilang.
Bukti:
Misalkan S himpunan tak hingga, jadi tak kosong.
Maka ada a1 S demikian juga S - {a1} tak kosong, sebab sekiranya kosong maka
S = {a1} dan ekivalen dengan N1 yang berarti S himpunan berhingga, hal ini tidak
benar. Jadi haruslah ada a2 S – {a1} juga S – {a1} tidak kosong. Proses ini dapat
diteruskan tanpa akhir. Jika unsur-unsur a1, a2, a3,…, an telah terpilih, maka masih
ada suatu an+1 S – {a1, a2, a3, …, an} sehingga S – { a1, a2, a3, …, an } tak kosong
dan seterusnya. Misalkan S*= { a 1, a2, a3, …, an, …} jelaslah bahwa S* suatu
subset dari S yang terbilang (S – S* mungkin saja kosong). Dengan ini teorema 4
terbukti.

Teorema 5
Jika A1, A2, …, An masing-masing himpunan terbilang maka A1  A2  …  An
adalah himpunan terbilang.
Bukti:
Kita nyatakan unsur-unsur Ai sebagai ail, ai2, ai3, untuk i= 1,2,3,...,n. Didefinisikan
indeks p untuk unsur sebagai suatu bilangan bulat positif p = i + k. Dengan
demikian p ≥ 2, sehingga didapat:
Indeks 2 memuat a11.
Indeks 2 memuat a12, a21.
Indeks 2 memuat a13, a22, a31.
Indeks 2 memuat a14, a23, a32, a41 dan seterusnya.

Setiap dari gabungan mempunyai indeks tertentu dan sebaliknya pada setiap
indeks p ≥ 2 terdapat sejumlah unsur yang berhingga banyaknya. Jadi setiap
indeks menentukan suatu kelompok unsur-unsur yang sama indeksnya dan unsur-
unsur di dalam masing-masing kelompok juga diurutkan. Pada indeks p = i + k
terdapat (p – 1) atau (i + k – 1) buah unsur yang kita urutkan sebagai berikut:
a1, i + k – 1, a2, i + k – 2 , …, ai + k – 1,1 , …
Perhatikanlah indeks dari a, indeks pertama naik dari 1 sampai dengan sedangkan
indeks ke dua turun dari (i + k – 1) sampai 1, namun jumlah kedua indeks tetap
p = i + k. Jika semua unsur gabungan dari n buah himpunan A tersebut dibariskan
didapat barisan sebagai berikut.
a11, a12, a21, a13, a22, a31, a14, a23, a32, a41, …
Jelas bahwa semua unsur dari A1  A2  …  An tersebut di atas ekivalen dengan
semua unsur dari N. Jadi A1  A2  …  An adalah himpunan terbilang.

Teorema 6
Misalkan 𝘗 suatu koleksi terbilang dari himpunan-himpunan terbilang, maka
gabungan semua unsur koleksi tersebut adalah himpunan terbilang.

Teorema 7
Jika S suatu himpunan tak hingga dan S' suatu himpunan terbilang, maka ada
korespondensi satu-satu antara S dan S  S'.
Bukti:
Diketahui S adalah himpunan tak hingga, dan S' himpunan terbilang.
Menurut teorema 7, S mengandung subset terbilang S. Misalkan M = S – S* maka
S* dan M saling asing dan S = M  S*.
S  S' = (M  S*)  S'
= M  (S*  S')

S' dan S* masing-masing himpunan terbilang, maka menurut teorema 6, S*  S'


himpunan terbilang.
Bandingkan kedua himpunan S = M  S* dan S  S' = M  (S  S').
Ada korespondensi satu-satu T1: M  M dan T2: S*  (S* u S').
Gabungan kedua korespondensi ini memberikan korespondensi satu-satu antara
M  S* dan M  (S*  S'). Ini berarti ada korespondensi satu-satu antara S
dan S  S'. Dengan ini teorema terbukti.
b. Himpunan Tak
Terbilang Teorema 8
Jika S suatu himpunan tak hingga dan tidak ada korespondensi satu-satu antara S
dan N, maka dikatakan S suatu himpunan tak terbilang.

Contoh 5
Misalkan R himpunan semua hilangan real maka R adalah himpunan tak
terbilang, buktikanlah:
Bukti:
Misalkan R adalah himpunan yang dapat ditulis dengan pecahan desimal tanpa
akhir, sedemikian hingga tidak terdapat digit c ≠ 0 yang diikuti oleh berhingga
banyaknya digit nol.
Jadi 0,5 atau diganti 0,4999..., dan 7 diganti 6,999....
Misalkan r menyatakan bilangan real maka: r = k1, k2, k3 … kn, a1, a2, a3 … an …
bagian bulat bagian decimal.
Umpamakan R adalah himpunan terbilang, yang berarti ekivalen N. Jadi R dapat
dibariskan sebagai berikut:
r1 = B1, a11 , a12, a13, a14, a15 …
r2 = B2, a21 , a22, a23, a24, a25 …
r3 = B3, a31 , a32, a33, a34, a35 …
r4 = B4, a41 , a42, a43, a44, a45 …
r5 = B5, a51 , a52, a53, a54, a55 …

Perhatikanlah digit-digit yang terletak pada diagonal utama matriks di atas.


Dibentuk suatu bilangan real r* sebagai berikut.
r* = B*, b1, b2, b3, b4, b5 …
dengan bi = 1 jika aii ≠ 1
bi = 2 jika aii = 1
Ini berarti bahwa bi = ai; ∀ i  N.
Juga r* ≠ ri ∀ i  N.
Kita lihat bahwa:
a. r* suatu bilangan real yang berarti r* terdapat pada matriks tersebut di atas,
atau r* = ri untuk i tertentu.
b. Dilain pihak r* berbeda dengan setiap r, dari matriks. Ini berarti r* tidak
terdapat dalam matriks.

Hal di atas adalah suatu kontradiksi yang tidak dapat diterima. Hal ini muncul
karena kita misalkan R terbilang. Kesimpulan R haruslah himpunan tak terbilang.
(cara ini disebut metode Diagonal Cantor).

Contoh 6
Misalkan I adalah himpunan semua bilangan irasional, maka I adalah himpunan
tak terbilang, buktikanlah!
Bukti:
Misalkan R adalah himpunan semua bilangan real, Q himpunan semua bilangan
rasional, dan I himpunan semua bilangan rrasional, maka R = Q  I.
Jelas bahwa Q dan I dua himpunan yang saling lepas. Misalkan I himpunan
terbilang.

Menurut contoh 3, Q himpunan terbilang oleh karena itu menurut teorema 6,


Q  I himpunan terbilang. Ini berarti R himpunan terbilang, hal ini suatu
kontradiksi dengan contoh 5. Jadi haruslah I himpunan tak terbilang.

D. BILANGAN
KARDINAL Definisi 5
Jika A dan B dua himpunan sedemikian hingga A ekivalen B maka dikatakan
bahwa A dan B mempunyai bilangan kardinal yang sama atau mempunyai
kardinalitas yang sama.
Definisi 6
Bilangan kardinal dari setiap himpunan { }, {1}, {1,2}, {1,2,3}, {1,2,3,4}, ...
berturut-turut dinyatakan oleh 0, 1, 2, 3, 4, ... dan dinamakan bilangan kardinal
berhingga (finite Cardinal).
Bilangan kardinal dari himpunan-himpunan hingga sering disebut juga banyaknya
unsur.

a. Bilangan Kardinal
Transfinit Definisi 7
Bilangan kardinal dari himpunan terbilang dinyatakan dengan 𝖭0 yang dibaca
alef nol, dan dinamakan bilangan kardinal tak hingga atau bilangan kardinal
transfinit.

Dari definisi 5 dan definisi 6 didapat:


Bilangan kardinal dari N atau ditulis kard. (N) dan semua himpunan yang
ekivalen dengan N sama dengan 0, dengan demikian kard (Q) = kard. (A) kard.
(N) = 𝖭0, dengan Q dan A berturut-turut himpunan semua bilangan rasional dan
semua bilangan aljabar.
Telah kita ketahui bahwa himpunan semua bilangan real R tak terbilang. Bilangan
kardinal dari R. disebut c. Jadi kard. (R) = c, juga disebut bilangan kardinal
transfinit.
Bilangan real yang bukan bilangan aljabar disebut bilangan transeden. Contoh
bilangar transeden antara lain: π, e, log 2, sin 27 0. Jika T adalah himpunan semua
bilangan transeden, maka R = A  T. Seperti contoh 6 dapat dibuktikan T
himpunan tak terbilang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
kard. (1) = kard. (T) = kard. (R) = c.

b. Teorema Schroder Bernstein


Definisi 8
Jika A dan B dua himpunan sedemikian hingga ada korespondensi satu-satu
antara A dan suatu subset B1 dari B dan sebaliknya terdapat korespondensi satu-
satu antara B dan subset AI dari A maka kard. (A) = kard. (B).

Definisi 9
Misalkan A dan B dua himpunan,
a. Jika A ekivalen dengan suatu subset dari B maka dikatakan
kard. (A) ≤ kard. (B).
b. Jika A ekivalen dengan suatu subset dari B, tetapi tidak berkiku sebaliknya
maka dikatakan kard. (A) = kard. (B).

Contoh 7
Di antara pernyataan berikut manakah yang benar:
a. kard. (R) < kard. (N)

b. kard. (R) = kard. (N)

c. kard. (R) > kard. (N)


Penyelesaian:
N himpunan terbilang dan R himpunan tak terbilang, N ekivalen Q padahal Q
subset dari R, tetapi tidak ada subset N1 dari N sehingga R ekivalen N1. Jadi
menurut definisi 7 maka dapat disimpulkan kard.(N) < kard.(R) atau 𝖭0 < c.

Teorema 9
Jika S himpunan tak terbilang maka kard. (S) < kard. (𝑃(S)).
Bukti:
Andaikan S himpunan tak kosong, T = {0, 1}. S' suatu subset dari S.
Didefinisikan suatu fungsi f: S  T, sebagai berikut:
Jika x  S' maka f(x) = 1, dan
Jika x  S' maka f(x) = 0.

Ini dapat dilakukan dengan subset lain dari S. Dari definisi ini jelaslah bahwa
setiap subset S' dari S menentukan fungsi f dari S ke dalam T. Fungsi ini disebut
fungsi karakteristik. Menurut definisi di atas S sendiri dikaitkan dengan I sebab
S  S, sedangkan himpunan { } dikaitkan dengan 0 sebab { } S. Sebaliknya setiap
fungsi karakteristik menentukan subset S' dari S yang unsur-unsurnya dikaitkan
dengan 1. Oleh karena itu ada korespondensi satu-satu antara himpunan kuasa
𝑃(S) dan E himpunan semua fungsi karakteristik dari S ke dalam T. Jadi dapat
dikatakan 𝑃(S) ekivalen .

Selanjutnya akan dibuktikan kard. (S) < kard. (𝑃(S)).


Langkah 1
Akan dibuktikan kard. (S) ≠ kard. (𝑃(S)).
Umpamakan bahwa kard. (S) = kard. (𝑃(S)), maka ada korespondensi satu-satu
x ↔ Sx, jadi ada ekivalensi antara S dan (𝑃(S)).
Didefinisikan subset S* dari S sebagai berikut:
a  S* jhj a  Sa, ∀ a  S, artinya jika a = Sa maka a  S*. Karena S* juga suatu
subset dari S maka ada korespondensi satu-satu x ↔ Sx.
Jadi S* = Sr untuk suatu r ↔ S, koresp. (1,1): r ↔ Sr, maka berlaku r  S* jhj
r  S, atau r  Sr jhj r  S, (karena S* = Sr).
Ini suatu kontradiksi. Jadi haruslah kard. (S) < kard. (𝑃(S))

Langkah 2
Dibuktikan kard. (S) < kard. (𝑃(S)).
Ada koresp. (1,1): x* {x}, yaitu koresp. (1,1) antara S dan koleksi subset-subset
dari S yang hanya mempunyai satu unsur. Ini berarti ada koresp. (1,1) antara S
dan subset murni 𝑃(S). Jadi menurut teorema 9, kard.(S) < kard.((S)).

c. Ketidaksamaan Bilangan Kardinal Transfinit


Pada contoh 7 telah dibahas bahwa 𝖭0 < c. Jika kard.(-(R)) = f, dengan R adalah
himpunan semua bilangan real, maka menurut teorema 7 kard.(R) < kard.( 𝑃(R)).
Ini berarti bahwa C < f. Proses ini dapat diteruskan tanpa berhenti. Setiap suatu
bilangan kardinal, dapat diperoleh suatu bilangan kardinal yang lebih besar.
Sebagaimana juga halnya dengan himpunan N, sebab setiap n ada suatu (n + 1)
yang lebih besar. Maka diperoleh suatu ketidaksamaan sebagai berikut:
c < 𝖭0 < c < f < …
Pada bilangan kardinal berhingga berlaku bahwa n  N maka < 2n.
Teorema 10
Bagi setiap bilangan kardinal ➚ berlaku bahwa ➚ < 2➚
Bukti:
Misalkan fungsi karakteristik f: S  T = {0, 1}. Himpunan semua fungsi
karakteristik  dilambangkan dengan {0,1}S disingkat dengan 2S. S' suatu subset
dari S.
kard. (  ) = kard. (2S), ditulis dengan 2kard.S .
Jika kard. (S) = sedangkan menurut teorema 7
kard. (S) < kard. (𝑃(S)), kard. (𝑃(s)) = kard. (  ).
Jika kard. (S) < kard. (  ) atau kard. (S) < 2kard.S.
Ini berarti bahwa < 2➚

d. Relasi Antara c dan 2, f dan 22


0
Pada pembahasan ini akan ditunjukkan bahwa e = 2𝖭 . Misalkan E = {x| 0 < x ≤ 1,
x  R}, maka kard.(E) = kard. (R).
Jika setiap bilangan real dalam E dinyatakan dalam pecahan biner, maka dapat
ditunjukkan bahwa setiap bilangan 0, a1, a2, a3, …,an yang mengandung bilangan
asli n, jhj an = 1. Sebagai contoh 0,101100010 ...  E ↔ {1,3,4,8, ...}  N
sebaliknya pula setiap subset dari N menunjuk kepada bilangan real 0, a1, a2, a3,
..., di mana an = 1 jhj n terkandung dalam subset tersebut. Jadi ada korespondensi
satu-satu antara E dan himpunan semua pecahan-pecahan biner yang tanpa akhir.

Catatan:
Pecahan 0, a1, a2, a3, ..., an ... mengandung digit-digit yang tak berakhir dan digit-
digit yang berakhir.
Suatu bilangan rasional 0, 1 dan E dapat dinyatakan sebagai 0,01111 ... yang
1
menyatakan bilangan . Oleh karena himpunan bilangan rasional dalam E
2
terbilang, sedangkan himpunan bilangan real dari E adalah tak terbilang maka
pecahan-pecahan biner yang berakhir ini tidak akan mempengaruhi kard(E). Jadi
0
ada korespondensi satu-satu antara E dan 𝑃(N). Jadi dapat ditulis c = 2𝖭 , dan
0
juga f = 2kard(R) = 2c = 22 𝖭 . Jadi didapat relasi sebagai berikut.
0 0
0 < c < f < … atau 0 < 2 𝖭 < 22 𝖭 < … .

e. Proplema Continum
Masalah yang timbul, apakah ada suatu bilangankardinal transfinit antara
𝖭0 dan 2𝖭0 ? Pertanyaan ini disebut proplema Continum.
Sampai saat ini pertanyaan tersebut belum dapat dijawab. Tetapi keras sekali
dugaan dari para ahli bahwa pertanyaan tersebut harus dijawab secara negatif,
yaitu:
0
Tidak ada bilangan transfinit antara 𝖭0 dan 2𝖭 .
Hipotesa ini disebut hipotesa Continum.
Ada dua alasan untuk berpendirian demikian:
1. Saat ini belum ada yang memecahkan problema Continum. (alasan lemah)
2. Jika hipotesa Continum ditambah sebagai aksioma tambahan ke dalam sistem
aksioma yang telah ada (sistematika dari Zarmelo Fraenkel), maka hal ini tidak
akan menyebabkan kontradiksi.

Dikatakan bahwa hipotesa Continum sejalan (konsisten) dalam sistem aksioma


teori Himpunan. Pertanyaan lain adalah apakah ada bilangan kardinal transfinit
yang terbesar?
Tidak ada artinya untuk menyebut himpunan dari semua himpunan, atau bilangan
kardinal yang terbesar, hal ini disebabkan kedua konsep tersebut menimbulkan
kontradiksi. Andaikan  himpunan semua himpunan dan ➚ = kard.(). Setiap
himpunan dalam adalah unsur dari . Sehingga 𝑃(  )  .
Ini berarti bahwa kard. (𝑃()) ≤ kard.( ) atau 2➚ < ➚. Sedangkan menurut
teorema 10 ➚ < 2➚. Jadi 2➚ < ➚ < 2➚ atau 2➚ < 2➚ hal ini suatu kontradiksi.
Demikian juga tidak ada artinya kita menyebut bilangan kardinal terbesar sebab
andaikan ➚ bilangan terbesar, maka menurut teorema 10 ➚ < 2➚, sehingga
➚ bukanlah bilangan kardinal yang terbesar. Hal ini tidak ubahnya juga
pada himpunan N semua bilangan asli, di mana tidak ada bilangan asli yang
terbesar.
Latihan:
1. Buktikan bahwa selang-selang berikut ekivalen:

a. (0,1] ekivalen [0,1]

b. [0,1] ekivalen [0,1]

2. Jika T adalah himpunan semua bilangan real yang bukan bilangan aljabar
(bilangan transeden) maka buktikan bahwa:

a. T  I dengan I himpunan semua bilangan irasional, dan

b. T himpunan tak terbilang.

3. Misalkan A = [0,1] buktikan bahwa A himpunan tak terbilang.


4. Misalkan N himpunan semua bilangan asli, buktikan bahwa N x N himpunan
terbilang.
5. Misalkan G = [0,1] dan H = [3,7] buktikanlah bahwa G ekivalen H.
6. Misalkan A, B, dan C himpunan-himpunan yang saling lepas dan kard.(A) = a,
kard.(B) = b, dan kard.(C) = c, buktikanlah:

a. (a + b) + c = a + (b + c)

b. a + b = b + c

c. ab = ba

d. (ab)c = a(bc)

e. a(b + c) = ab + ac

7. Yang manakah di antara bilangan-bilangan kardinal berikut yang sama?


𝖭c, 𝖭0 + n, c, n𝖭0, c + 𝖭0, 2, c𝖭0
8. Jika S suatu himpunan tak hingga dan T suatu himpunan terbilang, buktikanlah
kard.(ST) = kard.(S)?
9. Apakah kardinalitas semua himpunan terbilang sama?
Bagaimanakah halnya dengan kardinalitas semua himpunan yang tak terbilang?
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar Sjarif, 1990. Pengantar Dasar Matematika. Fakultas MIPA ITB,


Bandung.

Discrete Mathematics and Its Application, Discrete Mathematics And Its


Applications, Seventh Edition, Penerbit Mc Graw Hill.

Munir, R., 2003. Matematika Diskrit, Edisi kedua, Bandung: Informatika.

Jek Siang, Jong., 2014. Logika Matematika Soal dan Penyelesaian Logika,
Himpunan, Relasi, Fungsi. Yogyakarta : ANDI.

Kenneth, H.R. 1994. Discrete Mathematics and Its Applications, 3rd ed, McGraw-
Hill.

Khairunnisa, Afidah, 2014. Matematika Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Patrick Suppes, 1993. Introduction to Logic. Mac Milian Publishing Co. Inc.
New.

Ross, K.A., Wright, C.R.B. 1992. Discrete Mathematics, 3rd ed, Prentice Hall.

Seymoor Leipschutz, 1964. Set Theory And Releted Topics. Schaum's Outline
series. New York. Mc Graw hell Company.

Susanna, S.Epp. 1990. Discrete Mathematics With Applications, Wadsworth Inc

Hendra Cipta, M.Si – Dasar-dasar Matematika |


111

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai