Anda di halaman 1dari 64

The DDC Game

A Sci-fi Novel

Revised Edition

Oleh
Rotmianto Mohamad

AG Litera

~i~
THE DDC GAME
Surabaya: AG Litera, 2017
Oleh: Rotmianto Mohamad
viii + 320 hlm; 14 x 19 cm.
DDC 23 : 899.221 3 (Option: 813)
Tajuk Subjek : Sastra Indonesia – Novel Fiksi

Cetakan Pertama, Februari 2016 (AG Litera)


Cetakan Kedua, Maret 2016 (AG Litera)
Cetakan Keenam, Februari 2017 (AG Litera)
Cetakan Ketujuh, Oktober 2017 (AG Litera)

Penulis : Rotmianto Mohamad


Desain Sampul : Eko Wahyudi
Editor : Rotmiani Soeroto

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin
penulis.

ISBN 978-602-396-061-3

Dicetak oleh Sepadan Adv.


Jl. Panembahan Mangkurat 40A Yogyakarta
Isi di luar tanggung jawab percetakan

~ ii ~
(Courtesy: Google Image)

~ iii ~
Ucapan terima kasih
Pertama-tama – tentu saja – kepada Allah SWT atas ide,
karunia, dan segala yang terbaik dariNya. Terima kasih
juga kepada keluarga (Wie, Zidney-Lala family),
untuk kalian karya ini dipersembahkan. Tidak lupa
ucapan yang sama kepada The Rotmi’s family
(Rotmiani, Rotmiana, Rotmiadji), Team e-DDC,
kerabat, sahabat, dan sejawat pustakawan,
serta para pembaca sekalian di manapun berada.
And the last but not least untuk kru penerbit
yang turut membidani lahirnya buku ini ke dunia.
I love you all.

“Ibu, Ayah… semoga kelak mendapatkan surga…”

~ iv ~
Catatan Penulis
Berangkat dari inspirasi sebuah buku berjudul
‘Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken’ karya Jostein Gaarder
dan Klaus Hagerup serta film ‘The Librarian’ yang
dibintangi aktor Noah Wyle, tebersit bagi Penulis untuk
menyusun buku ini: sebuah novel berbalut kisah petualangan
berlatar belakang beberapa kejadian bersejarah dipadukan
dengan hal-hal yang berkaitan dengan dunia perpustakaan
dan DDC (Klasifikasi Persepuluhan Dewey). Tujuannya
tentu saja untuk memperkenalkan kepada Pembaca bahwa
perpustakaan itu adalah sesuatu yang mengasyikkan dan
penuh dengan ilmu pengetahuan. Namun dengan tanpa
mengurangi rasa hormat Penulis sampaikan bahwa Pembaca
boleh melewatkan footnote yang memuat penjelasan tentang
ilmu perpustakaan khususnya Sistem Klasifikasi Dewey
maupun tentang hal-hal lain yang dijamin tidak akan
mengurangi jalannya keseluruhan cerita.
Terima kasih dan selamat membaca.

~v~
Buku Pedoman Klasifikasi DDC Edisi 23
(Courtesy: Google Image)

~ vi ~
Contents

Prolog ~ 1
Chapter 1: Berlin The Downfall ~ 3
Chapter 2: Disaster of Titanic ~ 57
Chapter 3: The Ark of Noah ~ 129
Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin ~ 219
Chapter 5: Game Over ~ 293
Epilog ~ 295
Facts and Fictions ~ 319

~ vii ~
~ viii ~
The DDC Game Prolog

Prolog
Seabad lalu, tepatnya tahun 1873, Melvil Dewey
mengelompokkan pengetahuan dan karya manusia menjadi
sepuluh golongan besar yang masing-masing diwakili oleh tiga
digit Arabic number. Sepuluh golongan tersebut adalah 000
(Generalities), 100 (Philosophy), 200 (Theology), 300
(Sociology), 400 (Philology), 500 (Natural Science), 600
(Useful Arts), 700 (Fine Arts), 800 (Literature), 900 (History).
yang kemudian lazim disebut sebagai „DDC‟ (Dewey Decimal
Classification atau Klasifikasi Persepuluhan Dewey)1.
Apa yang terjadi seandainya serangkaian angka-angka
itu mendadak „hidup‟ dan menggiring masuk ke dalam ruang
dan waktu yang bergulir tak menentu akibat sebuah Virtual
Reality Game? Berbagai peristiwa bersejarah kembali
menyeruak hadir. Seakan mengingatkan bahwa masa lalu
sebenarnya tidak pernah pergi jauh. Kemarin, hari ini, esok
hari, semua memang akan menjadi sejarah. Namun bukan
berarti sejarah yang telah lewat akan dilupakan begitu saja.
As a wise man say: “Jangan sekali-kali melupakan sejarah!”
Dan dari sinilah kisah ini bermula…

1
Pembagian sepuluh golongan tersebut adalah berdasarkan
pedoman yang disusun Melvil Dewey dalam “A Classification and Subject
Index for Cataloguing and Arranging the Books and Pamphlets of a
Library”, yang diperkenalkan kali pertama pada 1873 dan dipatenkan pada
1876.
~1~
The DDC Game Prolog

“You’ll be surprise to see what


I’ve learned from library!”
dikutip dari:
Flynn Carsen | ‟The Librarian‟

~2~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

Chapter 1: Berlin The Downfall


(DDC Number: 940.54213155)
Suatu malam di bulan April 2015.
Kau pasti tak akan percaya dengan apa yang kualami.
Beberapa waktu sebelumnya, aku masih asyik duduk-duduk di
ruang kerjaku sambil online, kemudian entah bagaimana
ceritanya aku seperti terlempar ke ruang dan waktu yang lain.
Ya, terlempar secara ajaib ke dimensi ruang dan waktu yang
lain! Tiba-tiba aku berada di kota Berlin, Jerman. Parahnya,
Berlin pada masa Perang Dunia II!
***
Awalnya aku tak langsung menyadari bahwa aku telah
„berpindah‟, apalagi sampai jauh-jauh ke Berlin! Aku seperti
pingsan beberapa saat, lalu begitu siuman kudapati diriku di
antara puing-puing. Aku panik. Tentu saja! Siapa yang tidak
panik mendapati dirinya secara mendadak berada di tempat
asing? Kupikir hanya sekadar mimpi atau ilusi. Tapi ini bukan
mimpi, bukan khayalan, bukan halusinasi, apalagi syuting
sinetron! Yang kualami ini nyata!
Aku lari pontang-panting, kebingungan tak menentu
arah. Sementara di langit puluhan pesawat tempur meraung-
raung, menjatuhkan bom di berbagai tempat, bunyi ledakannya
menggelegar, ditimpali dentuman senjata berat menggema dari
mana-mana.
Aku berada di kota yang hancur lebur, yang sedang
dilanda peperangan. Tak ada sebuah bangunan pun yang berdiri

~3~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

melainkan luluh-lantak tanpa bentuk. Kobaran api dan asap


membubung dari segala penjuru. Di jalanan teronggok bangkai
kendaraan tempur semacam tank dan panser dalam keadaan
remuk. Tapi yang paling mengerikan adalah sewaktu melihat
mayat-mayat bergelimpangan. Mayat tentara, juga rakyat biasa
mulai tua, muda, laki-laki, perempuan, bahkan anak-anak.
Seumur-umur aku hanya mengetahui Perang Dunia II dari
buku, televisi, dan film-film. Kali ini aku benar-benar
mengalaminya sendiri di depan mata! Bau busuk mayat dan
anyir darah menusuk hidung, sempat membuatku muntah.
Saat itulah tiba-tiba aku disergap oleh serombongan
tentara. Hampir saja aku ditembak kalau aku tidak berteriak-
teriak bahwa aku adalah warga sipil. Belakangan kuketahui
mereka adalah Tentara Sekutu dari Amerika Serikat. Kemudian
salah seorang di antara mereka menggelandangku ke suatu
tempat, menjauhi peperangan. Seorang prajurit berpangkat
rendah, berbadan besar, dan perangainya kasar minta ampun.
Aku dibawa ke sebuah kamp. Dikumpulkan bersama para
pengungsi. Aku bersitatap dengan wajah-wajah mereka yang
mengenaskan. Tak berdaya apa-apa, kecuali hanya menangis
dan meratap. Inikah gambaran perang sesungguhnya? Belum
pernah terbayangkan seumur hidup! Aku pun sama tak
berdayanya kecuali hanya gemetar di pojok ruangan yang
gelap. Benar-benar tanpa daya dilanda kebingungan yang luar
biasa karena kehilangan orientasi waktu dan tempat!
Tak lama setelah itu, prajurit kasar yang tadi
menggelandangku datang menghampiri lagi. Ia nyerocos
menyuruhku untuk mengikutinya. Tapi aku tak segera paham.
Ia marah, langsung mencengkeram kerah leherku dan tanpa

~4~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

ampun menyeretku. Aku tak berkutik. Lalu ia mendorongku ke


dalam sebuah sel sempit. Aku jatuh terjerembab, kepalaku
membentur sebuah meja yang terdapat di tengah ruangan. Sakit
rasanya. Dan sakitnya kurasakan nyata! Jadi ini benar-benar
bukan mimpi atau semacamnya!
Tak lama kemudian datang tentara lain, sepertinya
atasannya. Pangkatnya letnan. Tidak seperti prajurit yang
menangkapku barusan, yang ini berperawakan agak kecil untuk
ukuran orang „sana‟. Usianya juga masih muda, seumuranku
mungkin. Tapi wibawanya luar biasa. Prajurit galak tadi
menaruh hormat padanya. Di dada letnan itu tertera nama „A.L.
Murphy‟. Ia menanyaiku macam-macam dengan bahasa Inggris
khas Amerika yang sangat cepat hingga nyaris tak kutangkap
omongannya. Tapi aku mengerti maksudnya. Aku dicurigai
sebagai mata-mata karena mondar-mandir di zona perang,
apalagi dengan wajah dan perawakan asing yang „sangat Asia‟,
jauh berbeda dengan semua orang yang ada di sini.
Ketika diinterogasi, kujawab berulang-ulang bahwa aku
tidak tahu apa-apa, tiba-tiba saja datang ke tempat ini, dan
bukan atas kemauan sendiri.
“So, you don‟t know anything where are you now?”
kuingat Letnan Murphy bertanya padaku dengan nada tak
percaya.
Aku menggeleng berulang-ulang, nyaris putus asa.
“Well, just you to know: this is Berlin!”
Apa? Berlin? Mendengarnya aku hampir pingsan lagi.
Dan entah dapat ide dari mana, aku bertanya jam berapa
sekarang. Ia malah menjawab lengkap:
“Monday, April 30th 1945, 07.05 pm.”

~5~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

Berlin 30 April 1945? Tidak salah dengarkah aku?


Jadi… bukan lagi April 2015? Badanku seperti limbung mau
ambruk.
Pada detik berikutnya dunia serasa gelap –
***
Ya, begitulah! Di sinilah aku sekarang. Setelah kembali
sadar dari pingsan, kudapati diriku terkurung di sebuah sel
sempit. Sendirian. Hanya ditemani meja dan kursi kusam di
tengah ruangan, di atasnya menggantung bohlam yang menyala
redup. Benar-benar dekorasi ruangan yang sangat standar untuk
menginterogasi tahanan.
Sementara dari balik jendela kecil berjeruji, kulihat
tentara-tentara hilir-mudik sibuk. Tampak pula beberapa tank
serta senjata-senjata berat lainnya di antara temaram senja.
Semua dalam posisi siaga satu. Bendera Stars and Stripes
berkibar di ujung tiang. Dari situlah kuketahui tempat ini
adalah salah satu kamp militer Tentara Sekutu Amerika
Serikat. Mungkin sebelumnya kamp milik tentara Nazi Jerman
yang telah terpukul mundur dan kini diduduki tentara Amerika.
Bangunannya rusak di sana-sini akibat bekas pertempuran.
Sementara, dentuman artileri dan rentetan peluru masih
bergema di balik gedung-gedung nun di sana. Kobaran api
memerahkan cakrawala. Membuat petang semakin mencekam.
Di ruangan ini pula akhirnya aku menyadari – seperti
yang kubilang tadi – bahwa aku tiba-tiba „terlempar‟ ke zaman
ini, tepatnya di kota Berlin Jerman ketika Perang Dunia II
berkecamuk. Dalam sejarah, tanggal 30 April 1945 atau tepat
70 tahun sebelum „zaman normalku‟ adalah saat-saat terakhir
jatuhnya kota Berlin ke tangan Sekutu. Berlin dikepung dari

~6~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

barat oleh Amerika, Inggris, dan Prancis pimpinan Jenderal


Dwight Eisenhower, serta dari timur oleh Tentara Merah Uni
Soviet yang dikomandani Marsekal Georgy Zukov.
Kau tahu? Battle of Berlin atau Perang Berlin, adalah
salah satu episode pertempuran paling sengit menjelang
berakhirnya Perang Dunia II yang melibatkan Tentara Sekutu
Amerika Serikat, Inggris, Prancis, bersama Tentara Merah Uni
Soviet melawan Nazi Jerman. Perang Berlin dimulai pada 16
April sampai 2 Mei 1945. Pada 30 April 1945 itulah, tepatnya
pukul 22.50, Istana Reichstag yang terletak di jantung kota
Berlin dan merupakan pusat pemerintahan Nazi Jerman
ditaklukkan Divisi Senapan ke-150 Marsekal Zukov sekaligus
menandai runtuhnya Nazi Jerman berikut impian pemimpin
tertingginya, Adolf Hitler, tentang konsep Third Reich atau
Imperium Ketiga yang digadang-gadang akan bertahan selama
ribuan tahun. Hitler sendiri diyakini tewas bunuh diri di dalam
bunker bersama istrinya Eva Braun tujuh jam sebelum
Reichstag direbut Tentara Merah, meskipun di kemudian hari
kematian Hitler masih menyisakan misteri dan tanda tanya.
Semua itu sudah kuketahui dari buku-buku yang pernah
kubaca.
Dan sekarang – sekali lagi – aku sedang mengalami
tanggal 30 April 1945 itu! Aku sudah bukan lagi di bulan April
tahun 2015! Aku benar-benar masih gagal paham bagaimana
bisa tiba-tiba berada di Berlin pada zaman Perang Dunia II!
Mengapa tiba-tiba waktuku mundur dan terlempar ke zaman itu
– eh zaman ini? Aaah, zaman ini-zaman itu-zamanku… aku
benar-benar bingung dengan waktu dan tempat yang mendadak
berubah ini!

~7~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Siapa atau apa


yang membuatku mengalami kejadian ini? Apakah perbuatan
ilmuwan gila, atau Alien, atau jangan-jangan aku sedang
memasuki dunia jin? Aku merasa sudah hampir kehilangan
kewarasan. Ini benar-benar kegilaan yang mustahil! Dan di
pojok ruangan tak ada lagi yang bisa kulakukan selain mencoba
merefresh segenap ingatan dalam beberapa waktu belakangan
yang berkaitan dengan apa yang kualami saat ini.
Samar-samar aku teringat kembali: aku tadi seharusnya
di depan komputer di ruang kerja! Ya! Aku seharusnya sedang
online di ruang kerja di kantorku, kantor perpustakaan umum,
setelah kerja lembur mengklasifikasi buku-buku terbaru
sekalian menginputnya ke dalam database perpustakaan sampai
malam. Aku ingat, selesai lembur aku mengakses sebuah
website, tepatnya situs game online, yang sehari sebelumnya
menginvite via e-mail. Biasanya aku enggan menggubris e-
mail berbau sponsor, iklan, dan semacamnya dari manapun
asalnya, apalagi dari situs game online yang tak jelas
juntrungnya. Tanpa kubaca, sering-seringnya langsung
kudelete tanpa ampun, karena kuanggap spam yang
mengganggu saja. Tapi yang ini sepertinya lain daripada yang
lain. Apalagi berhubungan dengan pekerjaanku sebagai
pustakawan di bagian klasifikasi alias classifier2. Ditambah lagi

2
Classifier mempunyai tugas „mengklasir‟ (mengklasifikasikan/
mengelompokkan) buku-buku dan koleksi bahan pustaka di perpustakaan.
Dalam mengklasifikasi buku, terdapat pedoman atau sistem tertentu. Dan
sistem pengklasifikasian yang paling banyak digunakan di perpustakaan-
perpustakaan di seluruh dunia adalah DDC (Dewey Decimal Classification
atau Klasifikasi Persepuluhan Dewey).
~8~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

terdapat keterangan berbunyi: „Try for free our new product‟.


Ada game online baru, masih gratis, dan berhubungan dengan
profesiku pula. Maka dari itu aku jadi tertarik. Selanjutnya, link
yang disediakan iseng-iseng kufollow. Terus kulakukan
registrasi. Kupikir karena ini adalah situs game online baru
yang masih dalam rangka promosi, maka pembuatnya mungkin
sengaja menginvite banyak user dari seluruh dunia supaya
mencobanya. Tujuannya agar traffic situsnya meningkat, dan
ujung-ujungnya tentu saja supaya dapat menarik pelanggan
serta pemasang iklan.
Kemudian setelah registrasiku diverifikasi, aku
mendapatkan akun untuk log in sebagai user di situs itu.
Alamat websitenya pun masih kuingat jelas: http://www.ddc-
game.com. Dan pada headernya tertulis kata sambutan:
Welcome to DDC Game: The Virtual Reality Game
Wow! Berarti DDC Game adalah game online yang
sudah mengaplikasikan teknologi terkini yakni Virtual
Reality3! Menakjubkan sekali untuk sebuah game online yang

3
Virtual Reality atau dalam bahasa Indonesia disebut Realitas
Maya adalah teknologi yang membuat pengguna dapat berinteraksi dengan
suatu lingkungan yang disimulasikan komputer (computer-simulated
environtment). Lingkungan Virtual Reality menyajikan pengalaman visual
pada sebuah layar komputer dan pada umumnya membutuhkan perangkat
bernama Virtual Reality Headset atau biasa disingkat dengan sebutan VR
Headset. VR Headset berbentuk seperti kacamata „goggle‟ (bukan mesin
pencari „Google‟!) yang dipasangkan di kepala. Cara kerjanya kurang lebih
sebagai berikut: VR Headset dihubungkan dengan komputer melalui kabel
data, kemudian audio visual dari komputer (dapat berupa video, musik,
film, maupun game) diproyeksikan oleh VR Headset melalui lensa khusus
dan diolah dengan software khusus pula sehingga menjadi gambar
stereoskopik dengan kelengkungan mirip penglihatan manusia. Otak kita
~9~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

berhubungan dengan profesiku sebagai pustakawan! Lagi pula


free access karena masih promosi. Kebetulan komputer di
ruang kerjaku dilengkapi perangkat Virtual Reality Headset.
Klop sekali!
Sekadar untuk kau ketahui, DDC4 adalah sebuah sistem
klasifikasi untuk mengelompokkan buku-buku.

akan menangkap visualisasi itu sehingga menjadi terasa seperti


realita/sungguhan. Teknologi ini semakin populer di dunia sejak
diaplikasikan dalam game komersial pada 2012.
4
DDC kependekan dari Dewey Decimal Classification yang dalam
bahasa Indonesia disebut dengan Klasifikasi Persepuluhan Dewey, yaitu
sebuah sistem klasifikasi yang membagi buku-buku dan koleksi bahan
pustaka ke dalam sepuluh golongan besar atau sepuluh kelas utama
berdasarkan disiplin ilmu dengan menggunakan kode angka mulai 000
sampai 999 sebagai nomor klasifikasi di mana setiap nomor klasifikasi
mewakili disiplin ilmu tertentu. Berdasarkan DDC terkini yaitu DDC
Edition 23, sepuluh kelas utama tersebut adalah: 000 adalah untuk tema
„Computer Science, Information & General Works‟ (Ilmu Komputer,
Informasi & Karya Umum), 100 untuk „Philosophy & Psychology‟ (Filsafat
dan Psikologi), 200 untuk „Religion‟ (Agama), 300 untuk „Social Science‟
(Ilmu Sosial), 400 untuk „Language‟ (Bahasa), 500 untuk „Science‟ (Sains),
600 untuk „Technology‟ (Teknologi), 700 untuk „Arts & Recreation‟ (Seni
dan Hiburan), 800 untuk „Literature‟ (Kesusastraan), 900 untuk „History &
Geography‟ (Sejarah dan Geografi). Angka 000 sampai 900 itu disebut
„First Summary The Ten Main Classes‟ atau Ringkasan Pertama Sepuluh
Kelas Utama. Kemudian dari Ringkasan Pertama dirinci menjadi „Second
Summary The Hundred Divisions‟ atau Ringkasan Kedua Seratus Divisi.
Dari Ringkasan Kedua dirinci lagi menjadi „Third Summary The Thousand
Sections‟ atau Ringkasan Ketiga Seribu Seksi. Misalnya 500 adalah nomor
klasifikasi Ringkasan Pertama untuk Sains, dirinci menjadi 510 untuk
Matematika, dirinci lagi menjadi 512 untuk Aljabar, dan dirinci lagi
menjadi 512.5 untuk Aljabar Linear, (dengan memberi tanda baca „titik‟
sebagai pembatas apabila lebih dari tiga digit), dan seterusnya. Sistem
Klasifikasi DDC diciptakan oleh seorang pustakawan berkebangsaan
Amerika Serikat bernama Melvil Dewey (1851–1931) pada 1873 dan
dipatenkan pada 1876. Oleh karena itu dinamakan „Dewey‟, mengikuti
~ 10 ~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

Sistem Klasifikasi DDC banyak digunakan di berbagai


perpustakaan di seluruh dunia, termasuk perpustakaan di
tempatku bekerja selama tiga tahun belakangan ini. Bertugas
sebagai classifier, setiap hari aku biasa bergelut dengan buku
Pedoman Klasifikasi DDC yang super tebal itu.

nama penemunya. Sistem Klasifikasi DDC sudah digunakan oleh hampir


seluruh negara di dunia karena kemudahan dan sifatnya yang universal.
Sejak kali pertama diperkenalkan pada 1873, Sistem Klasifikasi DDC terus
mengalami revisi dan pengembangan. Edisi terkini sudah mencapai ke-23,
yang dalam versi asli berbahasa Inggris disebut dengan „DDC 23: Dewey
Decimal Classification Edition 23‟, terbit tahun 2011. DDC 23 terdiri dari
empat jilid, yaitu Volume 1 Manual Tables (berisi petunjuk penggunaan
DDC dan notasi dari tabel pembantu 1-6), Volume 2 Schedules 000-599
(berisi notasi 000-599), Volume 3 Schedules 600-999 (berisi notasi 600-
999), serta Volume 4 Relatives Index (berisi indeks/daftar kata yang disusun
menurut abjad).
Hak cipta Sistem Klasifikasi DDC dipegang oleh OCLC (Online
Computer Library Center), sebuah organisasi yang berkedudukan di negara
bagian Ohio Amerika Serikat. Tersedia pula DDC versi online, yaitu
WebDewey, yang langsung dikelola OCLC. Tujuan Sistem Klasifikasi
DDC adalah untuk memudahkan penempatan dan temu kembali buku di
perpustakaan. Jadi meskipun buku-buku di perpustakaan sangat banyak
bahkan sampai berak-rak dan berlantai-lantai, kita dapat menelusurinya
dengan mudah dengan cara terlebih dahulu mengecek ketersediaan buku
yang akan kita cari melalui lemari katalog atau katalog online/OPAC
(Online Public Access Catalog), kemudian katalog atau OPAC akan
menunjukkan posisi buku tersebut di rak perpustakaan. Pada setiap buku
biasanya terdapat label yang melekat di punggung buku. Label tersebut
memuat keterangan yang disebut „call number‟. Call number meliputi
nomor klasifikasi, tiga huruf awal nama pengarang (biasanya nama keluarga
atau „surname‟) dan huruf pertama judul buku. Misalnya buku berjudul
„Berlin: The Downfall 1945‟ karangan Antony Beevor maka call number
yang tertulis pada label buku tersebut adalah: „940.54213155 Bee b‟. Kita
tinggal mencermati call number buku yang kita cari. Buku tersebut terletak
di deretan rak 900: History & Geography (Sejarah dan Geografi) di
perpustakaan. Buku pun mudah ditemukan. Demikian kurang lebih.
~ 11 ~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

Meski aku tahu bahwa penanggungjawab situs DDC


Game itu bukan OCLC, Online Computer Library Center dari
Amerika Serikat selaku pemegang hak cipta Sistem Klasifikasi
DDC, melainkan diproduksi oleh pihak lain yang tidak
berhubungan dengan OCLC, aku tetap tidak peduli. Aku hanya
tertarik memainkan gamenya. Begitulah!
Segera kukenakan perangkat VR Headsetku. Dan ketika
homepage atau tampilan awal DDC Game kubuka, aku
langsung disambut dengan kombinasi antara animasi dan
ilustrasi musik yang asyik sekali. Bergerak dan berirama
dengan rancak. Konsentrasiku pun sepenuhnya tenggelam ke
dalam situs itu. Aku jadi semakin tertarik untuk terus
mengaksesnya.
Sebenarnya, aturan main DDC Game itu sederhana saja.
Cuma disuruh menjawab pertanyaan tentang nomor klasifikasi
suatu buku. Ada beberapa pertanyaan yang diberikan, masing-
masing dengan judul buku yang berbeda. Setiap selesai
menjawab soal dengan benar, akan disuguhkan film pendek
yang memvisualisasikan isi buku. Yang bikin aku senang, situs
itu menjanjikan undian berhadiah bagi user yang menjawab
semua pertanyaan dengan benar. Hadiahnya adalah satu paket
DVD orisinil film „The Librarian‟, film yang menceritakan
petualangan seorang pustakawan bernama Flynn Carsen,
diperankan oleh aktor Noah Wyle, berkeliling dunia untuk
menyelamatkan artefak dan benda-benda peninggalan
bersejarah, seperti Kotak Pandora dan Pedang Excalibur.
Ditambah grand prize sebuah Iphone keluaran terbaru. Hmm,
semoga saja hadiahnya tidak PHP belaka – bukan bahasa
pemrograman PHP Hypertext Preprocessor – tapi „Pemberi

~ 12 ~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

Harapan Palsu‟ kalau menurut istilah para remaja. Apa boleh


buat, namanya juga promosi supaya laku. Namun di lain hal
aku mencoba situs game itu semata-mata karena merasa
tertantang saja dengan pertanyaan-pertanyaannya sekaligus
untuk menguji pengetahuan Klasifikasi DDC yang sudah
kupelajari sejak dari bangku kuliah. Hadiahnya lain perkara.
Aku pun dapat mengingat kembali semua pertanyaan
yang diajukan. Pertanyaan pertama adalah berapa nomor
klasifikasi untuk buku yang berjudul „Berlin: The Downfall
1945‟ karangan Antony Beevor. Kuinputkan nomor klasifikasi
940.54213155 sebagai jawaban5 pada kolom isian yang
disediakan. Harus teliti menjawabnya, apabila salah, bisa-bisa
„Game Over‟ alias tamat.

5
Mudah saja mendapatkan nomor 940.54213155 di buku Pedoman
Klasifikasi DDC. Caranya adalah: pertama-tama tentukan terlebih dahulu
tema/subjek/topik yang dibahas dari buku tersebut. Maka akan ditemukan
tema/subjek „Perang Berlin/Battle of Berlin‟. Kemudian cari kata „Berlin‟
pada Volume 4 Relatives Index. Sistematika penyusunan Relatives Index
disusun menurut abjad. Akan ditemukan kata „Berlin, Battle of, 1945‟ pada
urutan abjad huruf „b‟ pada halaman 84 dengan nomor klasifikasi
„940.54213155‟. Kemudian periksa Volume 3 Schedule 600-999.
Keterangan tentang nomor klasifikasi „940.54213155‟ ada pada halaman
932. Bukan langsung nomor „940.54213155‟ yang diberikan, tapi nomor
“940.5421” dengan keterangan European teather, maksudnya medan perang
di Eropa. Terdapat petunjuk: “Add to bas number 940.5421 the numbers
following -4 in notation 41-49 from Table 2, e.g., battles in Frances
940.54214”. Jadi untuk nomor klasifikasi Perang Berlin perlu ditambahkan
notasi dari Table 2, yang disediakan nomor -43155 untuk „Berlin‟ pada
Table 2 tepatnya halaman 289. Maka nomor klasifikasi lengkap untuk Battle
of Berlin atau Perang Berlin adalah „940.54213155‟, bukan
„940.542143155‟ dikarenakan ada instruksi untuk mengikuti (the numbers
following) angka „4‟. Demikianlah sedikit banyak cara menggunakan buku
Pedoman Klasifikasi DDC yang baik dan benar. Tidak rumit sebenarnya,
hanya perlu ketelitian saja.
~ 13 ~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

Setelah menjawab pertanyaan dengan benar, film


pendek yang menggambarkan Perang Berlin pun ditayangkan.
Lebih tepat disebut filmstrip karena merupakan kumpulan
berbagai adegan film dan dokumentasi yang dikemas ulang
menjadi satu. Adegan demi adegan jatuhnya kota Berlin ke
tangan Pasukan Sekutu ditampilkan.
Beberapa bagian dicuplik dari „Der Untergang‟, film
produksi tahun 2004 besutan sutradara Oliver Hirschbiegel
yang menceritakan detik-detik kekalahan Nazi6 Jerman.
Dipadukan dengan film dokumenter Perang Dunia II yang
masih berwarna hitam putih serta foto-foto asli yang diambil
pada saat Perang Dunia II khususnya Perang Berlin.
Dikarenakan mengadopsi teknologi Virtual Reality, maka

6
Nazi: Nationalsozialismus, partai yang menguasai Jerman pada
masa 1933–1945 dipimpin Adolf Hitler.
~ 14 ~
The DDC Game Chapter 1: Berlin The Downfall

adegan Perang Berlin menjadi layaknya sungguhan saja! Aku


benar-benar seperti berada di dalamnya!
Filmstrip itu meski hanya berdurasi sekitar enam menit
namun sepertinya digarap serius layaknya film komersil. Keren
sekali. Loadingnya pun cukup cepat. Narasinya juga memikat,
meski full disampaikan dalam bahasa Inggris, tapi kalimat yang
digunakan mudah dicerna. Dan sepertinya situs DDC Game itu
menggunakan server yang andal. Situs itu mengunggah sendiri
film-filmstripnya, tidak memanfaatkan layanan penyedia video
gratisan semacam YouTube. Jujur, aku belum pernah membaca
buku „Berlin: The Downfall 1945‟ itu. Tapi setidaknya setelah
menyimak filmstripnya, sedikit-banyak aku jadi mengetahui
tentang apa isinya. Sebuah upaya yang pintar juga untuk
mempromosikan buku yang dimaksud! Dan setelah „Berlin:
The Downfall 1945‟ karangan Antony Beevor, pertanyaan-
pertanyaan selanjutnya muncul. Semua berhasil kujawab
tuntas.
Wah, ini game online yang keren! Belum pernah ada
sebelumnya game online khusus untuk pustakawan yang
sedemikian intelek dan perlu benar-benar „mikir‟ untuk
memainkannya! Apalagi yang sudah mengadopsi teknologi
Virtual Reality! Sehingga kualitas grafis, animasi, serta
audionya pun sangat memukau dan menghanyutkan. Membius
malah. Namanya juga Virtual Reality!
Puas sekali setelah berhasil menamatkan sebuah game
dengan kemenangan. Bayangan akan dapat hadiah satu paket
DVD film „The Librarian‟ dan Iphone mulai menggoda angan
– sekali lagi kalau tidak hanya „PHP‟ tentu saja! Begitulah
pikirku waktu itu.

~ 15 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

Chapter 2: Disaster of Titanic


(DDC Number: 363.123)
Ternyata aku sekarang berada di atas kapal Titanic!
Tak sengaja terbaca plakat logam bertuliskan „RMS
Titanic: Middle Deck‟15 terpampang di dinding, sewaktu aku
berlari menghindari kejaran Chef Joughin dan anak buahnya.
Wah, sekarang aku di kapal Titanic, tepatnya di
Geladak Tengah, bukan lagi di kota Berlin Jerman! Berarti aku
sudah tidak lagi bersama Letnan Audie Leon Murphy! Aku
juga tidak jadi bertemu Jenderal Dwight Eisenhower! Sekali
lagi, kini aku berada di kapal Titanic! Dan sedang dikejar-kejar
oleh seorang chef gendut dengan sebab yang aku sendiri
sebenarnya belum paham benar.
Aku berlari mengitari dapur, beberapa kali hampir
menabrak barang-barang. Huh, harus hati-hati karena banyak
benda panas di sini. Omong-omong tentang panas, Chef
Joughin yang gendut dan mudah „panas‟ itu mengerahkan tiga
rekannya untuk mengejarku.
“Tangkap dia!” teriak Chef Joughin. “Maliingg!!”
Aku berhasil berkelit keluar dari dapur. Di luar ada tiga
buah lorong. Spekulasi, aku ambil yang kanan. Sudah
kebiasaan juga kayaknya, karena guru mengajiku dulu
mengajarkan untuk selalu mendahulukan yang kanan!

15
RMS: Royal Mail Ship (kapal penumpang milik Kerajaan
Inggris).
~ 57 ~
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

Lorong ini entah menuju ke mana. Sebuah pintu tampak


di depanku. Tapi, sial… lagi-lagi pintu terkunci! Aku
terperangkap seperti tikus dikepung segerombolan kucing
garong! Napasku memburu, jantungku berdegup kencang.
“Hahahaa… gotchaaa!!!” Chef Joughin kegirangan
melihatku tak bisa lari lagi. “Kepung dan ringkus maling itu!”
Tiga orang anak buahnya termasuk pria berkulit hitam
yang dipanggil dengan sebutan Bob mengelilingiku. Semuanya
menunjukkan wajah geram. Waduh, setelah berurusan dengan
tentara-tentara, kini dengan para tukang masak! Keluhku dalam
hati. Memang tidak semenakutkan sewaktu di Berlin karena
tukang-tukang masak itu tak ada yang bersenjata api. Tapi di
antara mereka ada yang membawa penggiling adonan. Gawat
juga kalau terkena pentung benda itu di kepala.
Aku mengangkat tangan tanda menyerah.
“Aku bukan pencuri,” kataku. Tapi tampaknya mereka
menganut prinsip „hajar dulu tanyai kemudian‟. Mereka tak
menggubris. Salah satu dari mereka malah sudah ada yang
maju hendak menyerangku.
“Maling mana mengaku! Rasakan ini – ”
Sebuah tinju mengarah padaku. Kupikir lebih baik
melawan daripada dihajar begitu saja. Karena mereka tidak
bersenjata, maka dari itu aku berani. Ya, terpaksa melawan!
Refleks, aku cepat menghindar lalu balas menendang
tepat pada batang lehernya. Ia pun oleng kehilangan
keseimbangan, dan ambruk berdebam di lantai sambil
mengaduh kesakitan.
Satu orang maju lagi, sambil melayangkan penggiling
adonan. Aku menghindar ke bawah, penggiling adonan

~ 58 ~
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

melayang tanpa sasaran di atas kepalaku. Lalu secepat kilat aku


merangsek maju sambil mengirimkan pukulan siku ke ulu
hatinya. Ia terjengkang ke belakang sambil memegangi ulu
hati. Penggiling adonan jatuh menggelinding. Setidaknya dia
takkan sanggup berdiri selama beberapa menit. Pukulan siku
memang ampuh untuk membuat orang knock out seketika.
Huh, ada gunanya juga pernah belajar beladiri!
Melihat dua temannya tumbang, Chef Joughin berteriak
murka. Kini tinggal dia dan Bob. Kuambil penggiling adonan
yang tergeletak tak bertuan di lantai.
“Mau ini?” gertakku sambil memutar-mutar penggiling
adonan bak memainkan gada.
Chef Joughin dan Bob langsung mundur teratur.
Agaknya mereka tidak pandai berkelahi. Dasar, beraninya main
keroyokan saja! Melihat dua temannya bergelimpangan,
mereka langsung hilang nyali.
“Sudah kukatakan aku bukan pencuri, aku cuma
tersesat,” kataku. “Please, beri jalan.”
Mereka pun minggir. Tidak membuang-buang waktu,
aku langsung melesat melewati depan hidung mereka. Chef
Joughin hanya mengumpat marah. Aku kembali ke depan pintu
dapur, tengok kiri-kanan. Jangan sampai salah masuk ke jalan
buntu lagi. Kulihat di ujung lorong sisi lainnya, ada tangga
menuju ke atas. Semoga kali ini jalan yang benar untuk
minggat dari sini! Harapku dalam hati.
Baru saja aku mengambil ancang-ancang untuk berlari,
sebuah suara memanggil –
“Aiyan… wait for me!”
Alyssa!

~ 59 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

“Impossible! Ini benar-benar mustahil!” Alyssa


berulang-ulang menggelengkan kepala tanda tak percaya.
“Setelah tiba-tiba berada di Berlin pada masa Perang Dunia II
tahun 1945, sekarang kita berada di atas kapal Titanic yang
tenggelam pada tahun 1912! Bagaimana semua ini bisa
terjadi?”
Sama, aku juga semakin pusing dengan kejadian yang
menimpa kami. Meskipun satu hal yang sudah terpikirkan
benang merahnya, semua ini berkaitan erat dengan situs game
online – tak lain tak bukan adalah DDC Game – yang kami
mainkan. Karena… pertanyaan nomor dua adalah berapa
nomor klasifikasi buku tentang kapal Titanic!
Judul lengkap buku itu masih kuingat: „Titanic:
Destination Disaster; The Legends and the Reality‟ karangan
John P. Eaton dan Charles A. Haas. Aku pun masih ingat
jawaban nomor klasifikasi yang kuisikan18: 363.123. Tapi kami
benar-benar belum habis pikir bagaimana caranya hal ini bisa
terjadi – lagi!

18
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, untuk mendapatkan nomor
klasifikasi di atas (363.123) caranya adalah sebagai berikut: (1) Analisa
tema/subjek/topik yang dibahas dari buku tersebut. Maka disimpulkan
tema/subjeknya adalah „kecelakaan kapal/ship accidents‟, (2) Cari kata ship
accident pada Volume 4 Relatives Index, maka akan ditemukan „Ship
accident‟ pada halaman 790 dengan nomor klasifikasi 363.123, (3)
Kemudian periksa nomor 363.123 pada Volume 2 Schedules 000-599, maka
akan ditemukan penjelasan lebih lanjut pada halaman 755 tentang tema
„Ship accident‟. Jadi nomor klasifikasi 363.123 sesuai untuk buku tersebut.
Selanjutnya call number yang dicantumkan pada label buku tersebut adalah
„363.123 Eat t‟. Buku tersebut terletak di deretan rak 300 Social Science
(Ilmu Sosial) di perpustakaan.

~ 63 ~
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

Ya, apakah masuk akal setelah hanya gara-gara


menjawab pertanyaan berapa nomor klasifikasi untuk buku
yang berjudul „Berlin: The Downfall 1945‟ karangan Antony
Beevor, kami bisa tiba-tiba berada di Berlin pada Perang Dunia
II? Dan, apakah juga masuk akal setelah hanya gara-gara
menjawab pertanyaan berapa nomor klasifikasi untuk buku
yang berjudul „Titanic: Destination Disaster; The Legends and
the Reality‟ karangan John P. Eaton dan Charles A. Haas kami
bisa tiba-tiba berada di atas kapal Titanic menjelang
tenggelamnya?

DDC Game, oh DDC Game… apa yang telah kau


lakukan pada kami? Apa salah kami padamu?
“Kalau benar ini semua gara-gara DDC Game, aku
bersumpah akan membuat perhitungan yang keras dengan
orang yang membuat situs itu!” Alyssa mengumpat kesal.

~ 64 ~
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

“Ya… itu pun kalau kita sudah berhasil pulang ke


zaman kita, Alyssa,” sahutku tanpa semangat.
“Pokoknya kita harus berusaha untuk pulang,
bagaimanapun caranya!”
Pada detik berikutnya tiba-tiba ia berujar,
“Aiyan, andai kita tahu jam berapa sekarang, mungkin
ada sesuatu yang bisa kita lakukan!”
Aku menoleh padanya, belum paham apa yang ia
maksudkan.
“Kamu tentunya juga menyimak tayangan film setelah
menjawab pertanyaan kedua di DDC Game, kan?”
Ya, kalau itu aku masih ingat betul. Sebagaimana
sebelumnya, setelah menjawab dengan benar nomor klasifikasi
buku „Titanic: Destination Disaster; The Legends and the
Reality‟, muncullah filmstrip tentang Kapal Titanic. Filmstrip
itu memuat sejarah pembuatan sampai kronologi tenggelamnya
kapal. Dicukil juga adegan detik-detik karamnya kapal dari
film „Titanic‟ arahan sutradara James Cameron yang dibintangi
Leonardo DiCaprio dan Kate Winslett yang berperan sebagai
dua sejoli „Jack‟ dan „Rose‟. Dikarenakan teknologi Virtual
Reality yang digunakan, adegan-adegan dalam filmstrip itu –
terutama adegan tenggelamnya kapal – terlihat nyata. Akankah
kami nanti juga mengalaminya? Oh, tidak, aku belum mau
membayangkannya!
“Dengar Aiyan, Titanic menabrak gunung es pada
11.40 pm waktu kapal, dan tenggelam secara keseluruhan
sekitar dua setengah jam kemudian tepatnya pada 02.20 am!”
Aku akhirnya tersadar.
“Jadi, maksudmu…”

~ 65 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

Pada detik-detik terakhir buritan masih berada tepat di


permukaan dan sebelum masuk ke dalam laut, sempat kudengar
Alyssa berseru memperingatkan,
“Deep breath… DEEEP BREAAAATH!!!”
Setelah itu tidak kudengar apa-apa lagi kecuali suara
gemuruh di sekelilingku. Aku merasakan tubuhku sudah
dilahap air laut. Bagian buritan yang tenggelam terus menyeret
tubuhku ke bawah – meski aku sudah mengenakan baju
pelampung – menuju dasar laut akibat bobot kapal dan
gravitasi bumi.
Aku meronta-ronta tak berdaya. Meskipun aku tahu aku
harus segera berenang menuju permukaan, tapi di tengah-
tengah arus deras yang berbuih, aku kebingungan menentukan
mana atas mana bawah. Di dalam air aku kehilangan arah.
Waktu membuka mata, mataku terasa pedih dan nyaris tak
dapat melihat apa-apa selain buih gelombang yang
menggelegak. Aku merasa seperti hanya berputar dan
berguling-guling tanpa henti di dalam air. Aku tak sanggup
menguasai diri.
Saat itulah, seperti ada sebuah tangan menarik kerah
baju pelampungku dan berusaha menyeretku sekuat tenaga.
Sekilas kulihat kelebat tubuhnya di antara pusaran air. Alyssa!
Dia berenang mati-matian sambil berusaha menolongku
dengan menarik baju pelampungku, sementara aku sudah tak
berdaya lagi, bahkan napas yang kutahan rasanya sudah nyaris
lepas.
Sesaat berikutnya aku seakan melihat ada suatu ledakan
jauh di bawah air. Sempat sekilas tampak bunga apinya dari
sudut mataku. Sepertinya badan kapal meledak setelah

~ 126 ~
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

mencapai dasar laut. Ledakannya menciptakan arus yang


langsung mendorong dan terus mendorong tubuhku. Tubuhku
masih berputar-putar tak menentu, dan seperti bergerak ke atas
akibat terdorong arus itu.
Dan tiba-tiba saja kepalaku sudah menyembul di
permukaan!
Aku megap-megap, menarik napas sebanyak-
banyaknya. Memenuhi kembali paru-paru yang rasanya nyaris
pecah dengan udara segar.
Akhirnya baju pelampung yang kukenakan berguna
juga! Aku berhasil mengapung di permukaan air. Namun
setelah itu, tak ada lagi yang dapat kulakukan selain
menggelepar-gelepar dilanda hawa dingin yang menyengat luar
biasa. Dalam keadaan demikian aku masih teringat pada
Alyssa. Sayangnya aku sudah tak punya kekuatan untuk
berteriak memanggilnya. Memanggil pun percuma, karena
hanya akan tertelan oleh derasnya deru ombak. Instruksi Alyssa
selanjutnya yang kuingat adalah segera berenang mencari
sekoci terdekat. Tapi bagaimana menemukannya? Di
sekelilingku yang tampak hanyalah gelombang yang gelap!
Tak terlihat sesuatu pun, apalagi sekoci penyelamat! Lagi pula,
aku sepertinya sudah kalah. Dikalahkan hawa dingin yang
menggigit!
Inikah cobaan sesungguhnya dari tragedi karamnya
kapal Titanic? Berjuang mati-matian melawan gelombang air
laut yang dingin menusuk sampai ke dalam sumsum dan
tulang. Seluruh tubuhku seakan dirajam dengan ribuan pedang.
Pedang yang terbuat dari bongkahan es! Sakit tak terperikan.
Bagian demi bagian tubuhku sepertinya mulai membeku.

~ 127 ~
The DDC Game Chapter 2: Disaster of Titanic

Ujung kakiku sudah tak dapat lagi kurasakan. Bahkan


jantungku rasanya segera akan berhenti berdetak. Betapa
menyiksanya rasa dingin ini!
Oh, Tuhan… seperti inikah neraka? Ya, ini adalah
neraka!! Bukan neraka yang panas, tapi neraka yang sangat
dingin!!!
Ketika berada di titik puncak ketidakberdayaan dan
kesadaran diri yang hampir putus, tiba-tiba kurasakan arus
berputar semakin deras. Angin kencang laksana puting beliung
menghantam tubuhku dengan kejam. Aku kembali dilahap
pusaran gelombang!
Sepintas di antara amukan gelombang, aku terbayang
wajah orang-orang yang kucintai. Ibu, ayah, adik, saudara,
sahabat, teman-teman…
Mungkin ini adalah saat terakhirku di dunia. Aku sudah
tidak mampu merasakan apa-apa lagi!
Aku akan mati!!!
Selanjutnya…
Gelap –
Benar-benar gelap!

***

~ 128 ~
The DDC Game Chapter 3: The Ark of Noah

Chapter 3: The Ark of Noah


(DDC Number: 222.1109505)
Entah sudah berapa lama waktu yang berlangsung sejak
saat itu. Aku masih merasakan hempasan air mengguyur
tubuhku. Susah payah aku mencoba memulihkan kesadaran
diri. Perlahan-lahan kubuka mata. Namun tangan, kaki, dan
sekujur tubuh masih kaku dan belum dapat leluasa kugerakkan
akibat diterjang gelombang air laut yang dingin membeku.
Anehnya, di sekelilingku sudah tidak kudapati lagi
lautan. Baru kusadari kalau hempasan yang kurasakan ini
bukanlah air laut. Ternyata ini adalah guyuran air hujan!
Kudongakkan kepala dan mencoba bangkit. Hujan lebat
menutupi pandangan. Tidak terlihat apa-apa kecuali air hujan
yang berderai dipermainkan angin. Sesekali kudengar suara
gemuruh, tapi kali ini bukan lagi gemuruh kapal yang dilahap
gelombang, melainkan gemuruh kilat dan petir.
Akhirnya, suatu hal yang sudah bisa kusadari adalah:
saat ini aku berada di daratan. Tepatnya, di tengah-tengah tanah
becek dan berlumpur akibat hujan. Berarti aku tidak lagi
terombang-ambing di Samudra Atlantik setelah karamnya
kapal Titanic yang tidak sengaja kutumpangi.
Apakah aku terus terseret arus hingga terdampar sampai
ke daratan? Itu kemungkinan yang mustahil, karena setahuku
jarak antara kapal Titanic pada saat tenggelamnya dengan
daratan masih jauh. Teramat jauh. Itu berarti... aku telah
terlempar lagi ke ruang dan waktu yang lain! Kiranya aku

~ 129 ~
The DDC Game Chapter 3: The Ark of Noah

terlempar pada saat yang tepat, ketika benar-benar sudah dalam


keadaan kritis di ambang hidup dan mati!
Ini di mana?
Seperti yang sudah-sudah, pertanyaan yang sama
kembali terlontar dalam benak setelah mengalami perpindahan
ruang dan waktu. Dan ini sudah yang kali ketiga.
Dalam pandangan masih kabur, aku seolah menangkap
bayangan sebuah sosok bergerak di balik tirai hujan.
Mengendap-endap mendekatiku. Entah kenapa perasaanku
mengatakan sosok itu adalah sesuatu yang hendak berbuat jahat
padaku. Padahal aku sudah tidak berdaya lagi. Kalau dugaanku
benar, masih bisakah kali ini aku selamat?
Dengan sisa-sisa tenaga aku mencoba merayap
menghindarinya. Aku hanya bisa merayap karena seluruh
persendianku masih kaku. Aku terus merayap dengan susah
payah seperti cicak tanpa daya, tidak peduli meski harus
bergumul dengan lumpur. Tapi gerakanku terhambat oleh baju
pelampung yang masih kukenakan sejak di Titanic. Lagi pula
tenagaku sudah benar-benar terkuras. Napasku tinggal satu-
satu. Aku tak mampu berbuat apa-apa lagi, bahkan sekadar
untuk berteriak minta tolong. Memangnya minta tolong pada
siapa? Pada Alyssa? Persoalannya, di manakah ia sekarang?
Kenapa tidak ada tanda-tanda keberadaannya? Jangan-jangan
dia sudah… Berbagai hal buruk sempat terlintas dalam benak,
tapi segera kutepiskan lagi. Kata Alyssa, aku harus terus
berpikir positif meski dalam keadaan apapun. Tapi di tengah
situasi dan kondisi seperti ini, masih mampukah aku
melakukannya?

~ 130 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Chapter 3: The Ark of Noah

Dan sebagaimana yang sudah-sudah, setelah menjawab


pertanyaan, muncullah filmstrip yang mengisahkan isi buku.
Ditampilkan penjelasan-penjelasan dari para ahli tentang
bahtera Nuh, Air Bah, atau banjir bandang yang dalam bahasa
Inggris disebut Great Deluge, sampai perkiraan lokasi
terdamparnya bahtera setelah banjir bandang surut.
Kiranya penggambaran sejarah Nabi Nuh dalam
filmstrip itu berdasarkan referensi dari tiga agama sekaligus:
Yahudi, Nasrani, dan Islam. Mungkin maksudnya supaya lebih
objektif.

informasi, buku tersebut adalah Noah atau Nabi Nuh dalam versi Bible.
Adapun nomor klasifikasi untuk Nabi Nuh berdasarkan terminologi agama
Islam adalah 297.246 atau 2X3.46.
~ 163 ~
The DDC Game Chapter 3: The Ark of Noah

Dalam filmstrip itu, David Fasold, pengarang buku


„The Ark of Noah‟ berpendapat bahwa lokasi pendaratan
bahtera Nuh yang disebut-sebut dalam kitab suci dengan nama
Gunung Ararat atau Gunung Judi adalah terletak di daerah
Durupinar, Turki modern, berdasarkan bukti-bukti arkeologis
yang ia temukan.
Selain itu, disisipkan pula sedikit cuplikan film „Noah‟
yang dibintangi aktor kaliber Piala Oscar Russel Crowe sebagai
pemanis filmstrip, meskipun aku tahu, film „Noah‟ dilarang
beredar di beberapa negara termasuk Indonesia karena
menggambarkan sosok nabi yang mulia dengan tidak wajar:
pemarah, penuh nafsu membunuh, sekaligus pemabuk.
Sungguh bertolak belakang dengan sifat Nabi Nuh
Alaihissalam yang disebutkan dalam kitab suci sebagai orang
yang saleh, sabar, dan senantiasa bersyukur.
“Mungkin saat ini kita benar-benar berada di zaman
Nabi Nuh! Bahkan mungkin juga posisi kita sekarang tidak
jauh dari pemukiman beliau!” aku berkata setengah bertanya-
tanya dengan perasaan yang tak dapat kugambarkan. Hatiku
benar-benar gentar, melebihi pada waktu di Berlin dan Titanic.
Bagaimana tidak? Aku saat ini kemungkinan sedang berada
sezaman dengan seorang nabi! Sekali lagi, ini kenyataan
ataukah hanya mimpi? Bukankah aku sudah memastikan benar-
benar bahwa ini bukan mimpi? Semua yang kualami di Berlin
dan Titanic adalah nyata! Tapi andaikan ini kenyataan pun
terlalu sukar untuk dipercaya! Kalau saja aku berhasil pulang
dan pengalaman ini kuceritakan pada orang-orang, pasti takkan
ada yang percaya! Atau mungkin bahkan bisa menjadi berita
besar yang sangat kontroversial!

~ 164 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin


(DDC Number: 813; Option: 823)
Seberkas cahaya terang menyeruak dan menyerang
kelopak mataku. Aku hanya bisa mengejap-ejap karena silau.
Uuh, ternyata sinar matahari. Aku berusaha sekuat
mungkin untuk lekas sadar. Sudah kali keempatnya aku
dilempar ke berbagai ruang dan waktu oleh DDC Game. Aku
seharusnya mulai membiasakan diri.
Aku mengamati sekeliling. Entah di mana lagi kini aku
berada. Yang jelas kudapati diriku sedang telentang begitu saja
di atas rerumputan. Pada detik berikutnya aku teringat... Air
Bah itu! Ooh, ternyata aku melompat tepat sesaat sebelum Air
Bah menggulung kami! Syukurlah! Kupikir sudah tamat! Tapi,
mana Alyssa? Aku belum mendapati sosoknya.
Secepatnya aku beranjak bangun dan langsung
mengedarkan pandangan lebih jauh. Kemudian senyumku
mengembang. Rasa syukurku bertambah lempang. Itu Alyssa!
Kulihat dia, tak jauh dari tempatku berada. Aku berlari
menghampirinya. Dan ia pun menyadari kehadiranku.
“Aiyan, kita selamat!” ujarnya.
Tak kuduga ia langsung menubruk dan memelukku.
Aku hanya terpaku karena salah tingkah, kikuk
bercampur rikuh. Sejujurnya, aku belum pernah sekalipun
peluk-pelukan dengan perempuan!
“Alyssa… lepaskanlah…” bisikku lembut. Kok jadi
mirip sinetron romansa saja?!

~ 219 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

Akhirnya ia tersadar. Cepat-cepat melepas pelukannya.


“Eh, maaf…” katanya dengan wajah bersemu merah.
“Kau jangan salah paham! Aku hanya terlalu gembira ternyata
kita berdua selamat. Huh, kupikir kita tadi sudah Game Over!”
“Bersyukurlah, Tuhan masih memberi kita kesempatan
hidup. Maka dari itu – ”
Alyssa tidak menyahut. Malah mengatupkan jari
telunjuknya di bibir, menyuruhku diam.
“Alyssa!”
“Sttt… sebentar, Aiyan! Bukan maksudku memotong
perkataanmu. Tapi rasa-rasanya aku mendengar suara-suara
berisik tak jauh dari sini,” katanya. “Coba kau dengarkan!”
Aku ikut-ikut menajamkan pendengaran. Ya, memang
sayup-sayup terdengar suara berdentum dan menggelegar.
Tidak hanya satu dua kali, tapi berulang-ulang.
“Apakah Air Bah itu masih ada lagi?” tanyaku was-
was.
“Sepertinya bukan, karena kita sudah benar-benar
melompat ke ruang dan waktu yang lain,” sahutnya. “Kita
sekarang sudah berada di zaman yang berbeda!”
“Apakah… zaman „Uncle Tom‟s Cabin‟?”
Alyssa mengangguk.
“Benar! Buku keempat dari DDC Game berjudul
„Uncle Tom‟s Cabin‟!”
“Sekaligus adalah pertanyaan yang terakhir!”
Ya! Kuharap setelah petualangan ini selesai tidak ada
lagi lompatan ke ruang dan waktu yang lain, dan kami bisa
kembali ke tempat masing-masing seperti sedia kala. Meskipun
rasanya masih antara harap dan cemas. Yang jelas, kami harus

~ 220 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

menyiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan yang


terjadi di ruang dan waktu ini. Kalau gagal, entah apa jadinya
nanti. Mungkin kami tidak bisa pulang untuk selamanya seperti
yang selalu kami khawatirkan!
Sejenak ingatanku kembali ke DDC Game. Mungkin
kau sudah bosan dengan penjelasanku tentang nomor
klasifikasi. Tapi apa boleh buat, nomor-nomor itulah yang
berperan besar menyeretku ke dalam berbagai petualangan gila
ini. Karena ketertarikanku pada nomor-nomor klasifikasi yang
menggunakan Arabic number31 itulah aku tergerak untuk
mengakses situs game online bernama DDC Game. Apalagi
situs itu menggunakan teknologi canggih, Virtual Reality. Tapi
sayangnya, di situs itu tertanam aplikasi jahat bernama I-Doser
generasi terbaru yang bekerja layaknya narkotika. Dan
akhirnya, di sinilah kami sekarang, terperangkap di ruang dan
waktu yang disebut Zona Paradox! Kami telah lolos dari
Perang Berlin, tragedi Titanic, serta Air Bah. Dan kuharap
semoga „Uncle Tom‟s Cabin‟ ini benar-benar yang terakhir!

31
Angka Arab. Angka-angka mulai 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
sebagaimana yang lazim dikenal. Istilah resmi yang digunakan secara
internasional untuk menyebut angka-angka tersebut adalah „Arabic
number‟. Sebenarnya angka itu diyakini berasal dari India sejak sekitar abad
ke-5 Masehi, namun yang mengembangkan dan memperkenalkannya pada
masyarakat Eropa adalah orang-orang Arab sekitar abad ke-10, sehingga
angka itupun lebih dikenal dengan sebutan Angka Arab atau „Arabic
Number‟.
~ 221 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

Novel karya Ibu Guru Harriet Beecher Stowe yang


diterbitkan kali pertama pada 1852 itu memusatkan jalannya
cerita pada seorang budak berkulit hitam yang biasa dipanggil
Paman Tom dengan latar belakang abad ke-19 di Amerika
Serikat yang kala itu masih melegalkan perbudakan.

Diceritakan, Paman Tom adalah budak yang giat


bekerja, rajin membaca Bible, jujur, baik hati, dan setia milik
keluarga Arthur Selby dari Kentucky Amerika Serikat.Tom
disayangi majikannya dan menjadi panutan bagi budak-budak
lainnya. Namun dikarenakan majikannya terlilit hutang, Tom
terpaksa dijual kepada Augustine St. Claire dari Louisiana, dan
akhirnya jatuh ke tangan Simon Legree, yang memperlakukan
Tom dengan kejam melebihi perlakuan terhadap binatang.
Singkat kata, Paman Tom mengalami penderitaan
berkepanjangan sehingga jatuh sakit. Ajal pun menjemputnya.

~ 223 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

Dikarenakan keteguhan iman yang ia yakini sebagai harta satu-


satunya yang paling berharga, Tom masih tetap tabah sampai di
penghujung napas, bahkan mendoakan Simon Legree yang
sering menjahatinya itu untuk bertobat, dan Tom pun pergi
untuk selamanya tanpa membawa secuil pun perasaan dendam.
„Uncle Tom‟s Cabin‟ sungguh adalah sebuah novel
yang mengharukan dan menggugah. Kebetulan aku pernah
membaca versi terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Konon,
novel itu mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam rangka
menghapuskan perbudakan di Amerika Serikat.
Tapi ada suatu hal yang masih menjadi keherananku.
Kuutarakan hal itu pada Alyssa,
“Buku berjudul „Uncle Tom‟s Cabin‟ itu kan novel
fiksi? Apakah itu berarti sekarang kita sedang berada di dunia
fiksi? Padahal kejadian di Berlin, Titanic, maupun Air Bah
semuanya adalah kenyataan yang tertulis dalam sejarah!”
Sebuah pertanyaan yang pernah kuutarakan juga pada
Isaac Duburovsky, si Orang Aneh dari buritan Titanic yang
entah di mana kini ia berada. Biarlah. Aku pun sekarang sudah
malas memikirkan ia. Ternyata jawaban Alyssa senada dengan
Duburovsky. Alyssa juga belum dapat memastikan di mana dan
di zaman apa tepatnya saat ini kami berada.
“Aiyan, ayo kita periksa asal suara itu!” ujar Alyssa
tiba-tiba. Dari raut wajahnya sepertinya ia mulai mengingat
sesuatu.
Tapi lagi-lagi aku dilanda keraguan.
“Apakah tidak berbahaya?” tanyaku.

~ 224 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

“Dan asal kau tahu saja, Alyssa,” aku menyela. “Telah


ditemukan sebuah materi atau partikel yang diyakini menjadi
asal-muasal terjadinya Big Bang itu. Partikel itu dinamai Higgs
Boson atau God Particle, alias Partikel Tuhan!”
“Tapi penemunya justru tidak percaya Tuhan!” tukas
Alyssa. “Penemu partikel itu adalah ilmuwan CERN38 bernama
Peter Higgs dan Francois Englert. Mereka sendiri tidak setuju
penemuannya dinamai God Particle, itu hanya istilah buatan
media massa supaya lebih menarik perhatian khalayak. Karena
menurut mereka, masih belum ditemukan bukti campur tangan
Tuhan di dalamnya!”
Alyssa sudah merasa menang. Namun sejujurnya aku
sudah menduga dia akan menggunakan pernyataan itu sebagai
dalih.
Sambil tersenyum aku berkata:
“Aku tidak tahu apa pendapatmu nanti jika mendengar
ini.”
Lalu aku melantunkan surat Adz Dzaariyaat ayat 47.
Eit, sebentar, kuharap kau jangan berlebihan menilai. Aku
bukannya seperti tokoh Fahri dalam novel „Ayat-Ayat Cinta‟
yang hafal kitab suci. Aku cukup mengeluarkan ponsel dan
membuka aplikasi Al Quran dan tinggal mencari ayat yang
kumaksud. Hmm, ponsel yang tak sengaja kubawa ini benar-
benar banyak manfaatnya!
Lalu kubacakan terjemahannya:

38
Conseil Europeen pourla Recherche Nuclearie: organisasi Eropa
untuk riset nuklir yang berpusat di Jenewa, Swiss.
~ 243 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

”And We have built the sky with might, and indeed it is


We who are expanding it.”39
Alyssa langsung menoleh ke arahku dengan pandangan
menyiratkan keheranan.
“Itu… syair apakah itu? Baru kali ini kudengar.”
“Sejatinya ini bukan syair, Alyssa. Ini adalah ayat
dalam Al Quran.”
“Oh, The Koran? Aku belum pernah mengetahuinya.
Apa hubungannya kata-kata itu dengan yang kau omongkan?”
“Sangat berhubungan! Kau tahu makna apa yang
terkandung dari ayat yang kubaca barusan? Bahwa Tuhan
meluaskan atau dengan kata lain mengembangkan alam
semesta dengan kuasaNya secara terus-menerus sejak mulai
diciptakan bahkan hingga detik ini. Itulah inti Teori Big Bang!
Dan asal tahu saja, ayat itu diturunkan sekitar limabelas abad
yang lalu, jauh sebelum manusia menemukan teleskop dan
peralatan astronomi canggih lainnya untuk meneliti alam
semesta! Dengan kata lain, teori asal muasal terjadinya alam
semesta yang baru beberapa dekade dirumuskan secara ilmiah,
ternyata sudah diisyaratkan jauh sebelumnya oleh sebuah kitab
suci! Nah, apabila ayat itu sudah ada sejak limabelas abad yang
lalu, sangat tidak mungkin kitab itu buatan manusia, melainkan
wahyu dari Tuhan! Sebetulnya masih banyak lagi keajaiban
ayat yang pada akhirnya baru bisa dibuktikan oleh ilmu
pengetahuan modern. Tapi sebagai contoh kurasa cukuplah
satu ayat dulu. Dan jangan-jangan kau lupa bahwa Georges

39
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan dan
sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Lihat: http://al-
quran.info/#51).
~ 244 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

Lemaître, pencetus cikal-bakal teori Big Bang, adalah seorang


biarawan Katolik Roma. Bahkan tahun 1951 Paus Pius XII
akhirnya mendeklarasikan bahwa Teori Big Bang sesuai
dengan konsep penciptaan dalam Bible. Jadi kalau aku boleh
menyimpulkan bahwa agama dengan ilmu pengetahuan
sebenarnya justru saling mengisi dan berkaitan, tidak berjalan
sendiri-sendiri seperti yang kau bilang tadi!”
“Bullshit! Paling-paling penafsiran ayat itu hanya
dicocok-cocokkan! Aku sudah sangat hafal kelakuan kaum
agamawan. Kalau ada penemuan pengetahuan atau teknologi
terbaru, mereka selalu berusaha mengait-ngaitkan dengan kitab
sucinya, padahal sebenarnya sama-sekali tidak berhubungan!
Lalu dengan seenaknya mengklaim bahwa itu sudah ada di
kitabnya!” Alyssa bergeming dengan argumennya. “Bisa saja
ledakan besar itu memang berasal dari kebetulan! Semua atas
kehendak alam! Sekali lagi kalau belum ada bukti keterlibatan
Tuhan, bagaimana aku bisa percaya?”
“Sebentar, coba kau renungkan: apakah mungkin
sesuatu yang timbul secara kebetulan bisa membentuk tatanan
benda-benda langit yang memiliki aturan keseimbangan yang
luar biasa? Secara logika ledakan yang terjadi secara tiba-tiba
pastilah menghasilkan sesuatu yang tidak stabil, tidak tertata,
dan tercerai-berai layaknya ledakan bom atau dinamit saja.
Tapi yang dihasilkan Big Bang adalah susunan tata surya dan
galaksi-galaksi yang bergerak teratur sesuai dengan garis
edarnya masing-masing. Lagi pula inti dari teori Big Bang
adalah konsep alam semesta yang bermula dari „volume nol‟
alias „ketiadaan‟ menjadi „ada‟ dan terus „berkembang‟ sampai

~ 245 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

sekarang. Dengan kata lain, alam semesta dan semua isinya ini
pasti ada yang menciptakan dan memeliharanya!”
“Kalau kau masih berkesimpulan bahwa seluruh alam
semesta ini terjadi secara kebetulan – ” aku menambahkan,
“Maka aku akan bertanya padamu: siapakah yang membuat
berbagai benda seperti mobil, pesawat, kapal selam, roket, bom
nuklir, dan semacamnya?”
“Manusia tentu saja, dengan kemampuannya menguasai
pengetahuan dan teknologi!”
“Baik, kalau begitu siapakah yang membuat manusia?”
“Orangtuanya, memangnya siapa?!”
“Yang membuat orangtuanya?”
“Ya, orangtuanya lagi, leluhurnya, dan seterusnya ke
atas sampai manusia pertama yang melakukan proses biologis
sehingga berkembang biak hingga menjadi banyak seperti
sekarang ini.”
“Oke, lantas… menurutmu siapa yang membuat
manusia pertama? Apakah kau akan mengatakan bahwa
manusia berasal dari kera melalui proses evolusi sebagaimana
Teori Evolusi yang dinyatakan Charles Darwin?”
“Off course! Kalau kau sudah tahu, kenapa masih
tanya?”
“Menurutku Teori Evolusi itulah yang tak lebih dari
dongeng dan mitos karena tidak berdasar! Fosil-fosil yang
menunjukkan terjadinya proses evolusi makhluk hidup,
terutama kera menjadi manusia yang diyakini sebagai bukti
yang menyangga Teori Evolusi pun sebenarnya sangat lemah.
Apakah dapat dipastikan bahwa itu adalah benar-benar fosil
peralihan kera yang berevolusi? Apalagi telah ditemukan fosil

~ 246 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

manusia berusia jutaan tahun yang diyakini berkembang di


tahun-tahun yang sama dengan manusia kera. Selain itu,
bukankah kera-kera pada zaman kita masih ada? Kalau mereka
mengalami evolusi mestinya mereka semua sudah berubah
bentuknya atau mungkin bahkan tidak ada lagi kera di zaman
kita! Terlebih setelah ditemukannya adanya DNA40 makhluk
hidup. Teori Evolusi secara praktis runtuh! Kau kan tahu, DNA
adalah inti sel yang hidup dan mengandung semua sifat
genetik. DNA membuktikan bahwa antara gen manusia dengan
makhluk lain tidak bisa disatukan. Artinya, gen manusia hanya
diturunkan untuk manusia selanjutnya, demikian juga kera.
Tidak ada kera yang tiba-tiba bermutasi dan menurunkan gen
setengah kera-setengah manusia, atau setengah manusia-
setengah kera! Apabila ada, hasil mutasi seperti itu sembilan
puluh sembilan persen dipastikan akan mengalami kegagalan
dan tidak akan dapat berkembang-biak! Hal itu sudah
dibuktikan melalui serangkain percobaan ilmiah. Manusia hasil
mutasi hanya ada dalam film „X Men‟! Nah, bagaimana
mungkin sebuah teori yang masih mentah dan spekulatif begitu
dipercaya oleh banyak orang di dunia?”
“Aku tahu!” tukas Alyssa. “Aku paham tentang DNA
dan seterusnya yang kau katakan itu. Kau menceramahiku
seakan engkau tahu lebih banyak hal dibandingkan aku saja!”
Aku tak dapat menahan diri untuk tergelak. Watak
Alyssa yang tidak mudah mengalah itu sepertinya sudah
berasal dari sananya.

40
Deoxyribonucleic Acid.
~ 247 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

Beberapa saat berselang, ketika kuda yang aku dan


Alyssa kendarai jauh melaju, terdengar suara tembakan.
Duburovsky!
Alyssa sejenak menghentikan lari kuda, lalu menoleh
ke belakang, ke celah sempit di mana kami meninggalkan
Duburovsky. Aku pun menoleh ke arah yang sama. Kulihat
tentara Konfederasi telah mencapai tempat itu. Salah satu di
antara mereka terjungkal dari kuda dan menggelinding tanpa
ampun ke dasar jurang lalu jatuh ke laut akibat tembakan
Duburovsky. Luar biasa untuk seorang yang agak rabun apalagi
sedang dalam keadaan sekarat seperti itu.
Senjata Duburovsky kembali menyalak. Tentara-tentara
Konfederasi sempat kocar-kacir, lalu menghela kuda-kuda
mereka mundur untuk menjauhi celah sempit. Mereka
menyusun formasi lalu segera melancarkan tembakan balasan
dari balik tebing-tebing. Gencar dan bertubi-tubi. Duburovsky
pun tampaknya tak mau menyerah begitu saja, ia benar-benar
mengeluarkan segenap kemampuannya yang terakhir. Ia terus
menembak.
Tembak-menembak meski tidak seimbang namun
berlangsung sangat sengit. Sayangnya hal itu tidak lama.
Beberapa saat berselang, tembakan dari Duburovsky tidak
terdengar lagi.
“Berakhirlah sudah…” gumam Alyssa. Dihentakkannya
tali kekang kuda agar kembali berlari.
Aku masih berusaha melihat sosok Duburovsky.
Apakah ia tertembak ataukah racun ular derik itu yang lebih
dulu menghentikan detak jantungnya? Aku tidak dapat

~ 288 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

memastikan. Tapi sepertinya kali ini aku benar-benar harus


mengucapkan selamat tinggal untuk selama-lamanya padanya.
Alyssa berkali-kali menghentakkan tali kekang,
memaksa kuda yang kami naiki berlari lebih kencang. Matahari
sudah menyentuh bibir cakrawala. Senja sudah menjelang.
Mungkin ini adalah menit-menit terakhir sebelum DDC Game
kembali melemparkan kami. Lemparan kali ini semoga benar-
benar mengembalikan kami ke tempat asal masing-masing.
Tapi pada saat yang bersamaan, kurasakan pegangan
tanganku pada pelana kian bertambah lemah seiring dengan
penglihatanku yang semakin berkunang-kunang. Sekejap
kemudian aku seperti kehilangan kesadaran dan tidak tahu apa
yang terjadi. Yang kudengar hanyalah suara Alyssa yang tiba-
tiba menjerit –
“Aiyaaaann!!!”
Tiba-tiba kudapati diriku sekarang sudah telentang tak
berdaya di atas tanah. Kurasakan sakit luar biasa pada
punggung dan sekujur tubuh. Oh, tidak… sepertinya aku tanpa
sadar telah terjatuh dari kuda!
“Aiyan… kenapa? Kenapa kau jatuh?” jeritnya lagi
sambil menghentikan kuda dan langsung melompat turun dari
pelana.
Ia berlari mendekat dengan wajah cemas, lalu berusaha
membantuku berdiri. Namun aku ambruk tak kuasa lagi
menyangga tubuh. Sepertinya pendarahanku sudah melebihi
batas kewajaran. Aku benar-benar sudah habis.
Kulihat Alyssa menangis. Perempuan tangguh ini
menangis! Baru pertama kali terjadi setelah mengalami
berbagai hal yang berat dan menderita selama ini. Memang,

~ 289 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

inilah cobaan terberat yang kami rasakan sejak memulai semua


petualangan di DDC Game sekitar duapuluh empat jam yang
lalu.
“Padahal tinggal sebentar lagi aku yakin kita bisa
pulang!”
Aku sudah kesulitan merespon perkataannya. Aku
merasa kesadaranku kian menipis. Tapi aku masih dapat
melihat air matanya berderai tanpa henti dari kedua bola mata
yang berwarna biru itu. Ia telah menyadari bahwa keadaanku
sudah tidak lagi dapat diselamatkan.
Setidaknya aku masih bisa menggerakkan jari-jariku
untuk meraih tangannya.
“Alyssa… teruskan… larilah,” aku berusaha setengah
mati untuk berkata. “Pulanglah… ke ayahmu…”
Tangis Alyssa kian deras.
“Tidak! Justru kaulah yang harus pulang! Sebenarnya
ayahku sudah meninggal setahun yang lalu!”
Aku terpana…
“Kalau begitu… pulanglah ke ibu dan saudara-
saudaramu… jangan… hiraukan aku! Pergilah!” aku masih
mencoba memaksakan diri untuk berkata. “Kau masih… bisa
selamat!”
“Tidaakkk!!!” ia malah memekik keras. Sungguh baru
kali ini kudengar ia begitu histeris. “Ketahuilah, aku sudah
tidak punya siapa-siapa lagi! Mendengarmu dan Duburovsky
punya keluarga yang menunggu di rumah, kupikir kalianlah
yang seharusnya lebih berhak pulang, bukan aku! Bukan
akuuu!!!”

~ 290 ~
The DDC Game Chapter 4: Uncle Tom’s Cabin

Ia memukul-mukul dan menekan dadaku kuat-kuat,


berusaha untuk membuatku tetap bernapas. Sejauh ini aku
memang merasa masih dapat bernapas meski sudah sedemikian
berat. Aku sampai tersedak dan terbatuk-batuk. Selebihnya,
aku sudah tak mampu berbuat apa-apa.
“Bangun, Aiyan! Bangun, jangan menyerah! Ingat
keluargamu, ayahmu, ibumu, adikmu yang sering kau ceritakan
itu! Hanya beberapa menit lagi kita pulang! Bertahanlah
sebentar lagi!!!”
“Alyssa… kumohon, pergilah! Selamatkan… dirimu!”
Kurasakan ia menampar wajahku berkali-kali. Untuk
menjagaku agar tetap sadar. Aku sempat teringat pada
tamparannya ketika kali pertama bertemu dengannya di Berlin.
Tapi aku hanya mampu menatapnya dengan pandangan hampa.
“Dear God… tidaakk… kau tidak boleh mati sekarang!
Bertahanlah sebentar lagi, Aiyann!! Kita akan pulang! Kau
dengar? Pulang!! Bertahanlah!! Bertahanlah, kataku!!! Oh,
Tuhaaan!!!”
Aku sempat terkejap. Lalu aku berusaha menyahut
meski dengan susah payah,
“Akhirnya… kau… menyebut namaNya… lagi…”
Aku tersenyum padanya.
“Senang bertemu denganmu…”
Lalu aku sudah tak sanggup untuk berkata-kata lagi.
Alyssa kembali histeris.
“Aiyan!!! Tetaplah sadar!!! Jangan matiii!!!”
Aku masih mendengar ratapannya. Aku pun masih
dapat merasakan air matanya yang deras bercucuran
menghujani dadaku.

~ 291 ~
The DDC Game Trailer
The DDC Game Facts and Fictions

Facts and Fictions


1. Letnan Audie Leon Murphy (20 Juni 1925–28 Mei 1971)
adalah fakta. Letnan Murphy bertugas di Holtzwihr, timur
laut Prancis pada saat Perang Dunia II dan mendapatkan
penghargaan Purple Heart dan Medal of Honor atas
keberaniannya menghadapi puluhan tentara Nazi Jerman
sendirian. Demikian juga para jenderal dan pemimpin-
pemimpin Perang Dunia II: Adolf Hitler, Jenderal Dwight
Eisenhower, Marsekal Georgy Zukov, Joseph Stalin adalah
fakta. Setelah perang usai, Audie Leon Murphy menjadi
bintang film yang cukup tenar. Namun adegan Letnan
Audie Leon Murphy berada di Berlin hanyalah rekaan
Penulis untuk kepentingan novel ini.
2. Tokoh-tokoh dalam RMS Titanic: Kapten Edward John
Smith, Mualim Pertama William Murdoch, Thomas
Andrews, Bruce Ismay, Charles Lightoller, Chef Joughin
adalah fakta. Kapten Edward John Smith, Mualim Pertama
William Murdoch, Thomas Andrews tewas bersama
Titanic. Bruce Ismay, Charles Lightoller, Chef Joughin
selamat. Seperti disinggung dalam novel ini, Bruce Ismay
selamat karena menumpang sekoci yang sebetulnya
dikhususkan untuk wanita dan anak-anak. Sedangkan
Charles Lightoller selamat secara ajaib setelah
perjuangannya yang luar biasa di bawah air sebagaimana
dikisahkan salah seorang cucunya yang bernama Louise
Patten dalam buku ‘Good as Gold’. Chef Joughin – atas
testimoninya sendiri beberapa waktu setelah kejadian –
menyatakan bahwa dirinya selamat atas ‘bantuan’ minuman
~ 319 ~
The DDC Game Facts and Fictions

beralkohol yang menghangatkannya sehingga dapat


bertahan di air laut yang dingin sampai diangkut oleh awak
kapal RMS Carpathia beberapa jam setelah Titanic
tenggelam. Namun adegan pertemuan para tokoh Titanic
tersebut dengan para tokoh dalam novel hanyalah rekaan
Penulis. Charles Lightoller pun sebenarnya adalah Mualim
Kedua RMS Titanic, bukan kepala keamanan kapal.
3. Hal-hal yang berkaitan dengan teknologi Virtual Reality,
software I-Doser, Teori Relativitas, Teori Big Bang adalah
fakta, sedangkan Zona Paradox hanyalah fiksi. Kejadian
Great Deluge (Air Bah Nabi Nuh) pada musim semi akhir
periode Zaman Es hanyalah perkiraan Penulis. Situs DDC
Game dengan alamat http://www.ddc-game.com juga hanya
rekaan Penulis.
4. Pertempuran Fort Sumter dan Civil War adalah fakta,
namun adegan tembak-menembak yang melibatkan tentara
Konfederasi dengan tokoh yang ada di novel ini merupakan
rekaan semata.
5. Semua judul buku yang cover depannya ditampilkan dalam
novel ini, yaitu ‘Berlin: The Downfall 1945’, ‘Titanic:
Destination Disaster; The Legends and the Reality’, ‘The
Ark of Noah’, dan ‘Uncle Tom’s Cabin’ adalah fakta
(Courtesy of Google Image).
6. Keseluruhan nomor klasifikasi DDC yang ditampilkan di
novel ini adalah akurat (Courtesy of DDC 23).

~ 320 ~
The DDC Game Biografi Penulis

Biografi Penulis
Rotmianto Mohamad; Alumnus
Universitas Airlangga Surabaya tahun
1997. Selama ini lebih dikenal sebagai
kreator e-DDC (Electronic Dewey
Decimal Classification) yang kemudian
pada 2017 berganti nama menjadi
e-Class (Electronic Classification), yaitu
aplikasi bebas berbayar (freeware) untuk
menentukan nomor klasifikasi berbasis DDC yang sudah
digunakan oleh ribuan perpustakaan sejak 2010. Kecintaan
pada Klasifikasi Persepuluhan Dewey (DDC) itulah yang
mengilhaminya untuk menyusun novel ini, sebagai upaya
untuk lebih mengenalkan dunia literasi dan perpustakaan pada
umumnya serta DDC pada khususnya kepada masyarakat luas.
Hobinya adalah menonton sepak bola dan sesekali mendaki
gunung. Penulis pernah menerima penghargaan Bung Tomo
Award 2013, pustakawan berprestasi tingkat Provinsi Jawa
Timur dan Nasional versi Perpustakaan Nasional RI tahun
2014 dan 2015. Penulis dapat dihubungi di http://www.e-
ddc.org yang merupakan website resmi freeware e-DDC,
Facebook Group e-DDC, atau Facebook Rotmianto Mohamad.

Anda mungkin juga menyukai