Anda di halaman 1dari 48

KEDUDUKAN PANCASILA BAGI BANGSA INDONESIA

MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar
Pendidikan Kewarganegaraan
Universitas Jember

Dosen Pembimbing:
Dr. Sumardi, M.Hum.

Oleh:
Golongan 25/Kelompok 1
Moch Rezky Maulana (201510501020)
Khoirul Anam (201510501028)
Andika Arif Kusuma (201510601064)
Arina Hikmatul Husna (201510901031)

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah melewati proses
yang sangatlah panjang. Bertahun-tahun bangsa Indonesia selama
perjalananannya berjuang untuk memerdekakan diri dan menemukan jati diri
sebagai bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki prinsip dalam pandangan
hidup dan falsafah bangsa. Hal ini tidaklah mudah, mengingat Indonesia selama
proses kemerdekaan hidup dibawah bayang-bayang penjajahan. Namun hal itu
tidak menyurutkan semangat pejuang yang memiliki sifat naionalis yang tinggi.
Dan selama berjuang dalam kemerdekaan Indonesia, terbentuklah suatu jati diri
yang bermakna karakter, ciri khas, dan sifat bangsa yang dirumuskan dalam satu
rumusan yang kemudian disebut Pancasila.
Pancasila merupakan suatu hal yang sangat fundamental bagi kehidupan
bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan didalam setiap aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara, selalu berkaitan dengan Pancasila. Pancasila merupakan wujud
konkrit daripada kehidupan berbangsa dan bernegara itu sendiri. Sebagaimana
halnya, Pancasila terbentuk berdasarkan pemikiran bersama para tokoh Negara
yang sesuai dengan kepribadian bangsa sejak zaman dahulu. Pancasila terbentuk
dari pemikiran bersama, bukan dari perseorangan. Hal ini dikarenakan ketika
dalam proses prumusan pancasila, terdapat berbagai macam tokoh yang memiliki
dan mengemukakan pendapatnya. Dari berbagai macam pemikiran, kemudian
dirundingkan oleh tokoh pejuang Negara dan terbentuklah satu pemikiran
bersama dalam bentuk rumusan. Dengan demikian, realisasi Pancasila yang sesuai
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara memang benar adanya.
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara senantiasa memiliki suatu pandanagan hidup, falsafah hidup serta
pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam pergaulan masyarakat
nasional, serta bangsa memiliki ciri khas pandangan hidup yang berbeda dengan
bangsa lain. Negara Komunisme dan Liberalisme meletakkan dasar falsafah
negaranya pada suatu konsep ideologi tertentu, misalnya komunisme mendasarkan
ideologinya pada konsep pemikiran Karl Marx. Pancasila sebagai suatu sistem
falsafah pada hakekatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari
segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya.
Pancasila pada zaman sekarang mengalami krisis, yang mana krisis ini
berupa krisis kedudukan yang disebabkan oleh berbagai macam aspek. Pancasila
yang dipandang sebagai pandangan hidup, ideologi Negara, dasar Negara, dan
sistem filsafat sudah mengalami penurunan. Penurunan ini tidak semata-mata
langsung menurun di era sekarang. Melainkan penurunan ini terjadi secara
bertahap dari era orde lama dan sampai sekarang era setelah reformasi. Banyak
pihak yang menganggap Pancasila sudah tidak sesuai dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara dan mereka hanya berpura-pura mengakui dan
menerapkan sebagai bentuk formalitas.
1.2 Rumusan Masalah
Pancasila merupakan suatu falsafah yang tidak dapat dipisahkan dari
bangsa Indonesia dan tentunya tidak dapat dikurangi ataupun di ganggu gugat
oleh hal apapun. Sebagai bentuk dari menurunnya suatu anggapan mengenai
kedudukan pancasila didalam roda kehiodupan berbangsa dan bernegara, maka
rumusan permasalahan dalam hal ini adalah Bagaimanakah kedudukan Pancasila
sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Ideologi Bangsa dan Negara, Dasar Negara,
dan Sistem Filsafat.
1.3 Tujuan
Pancasila memang sedang mengalami penurunan anggapan mengenai
kedudukan, oleh karena itu tujuan dari suatu permasalahan tersebut adalah untuk
mengetahui dan meyakinkan bangsa Indonesia terkait dengan Kedudukan
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Ideologi Bangsa dan Negara, Dasar
Negara, dan Sistem Filsafat di Indonesia.
BAB 2.PEMBAHASAN

2.1 Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Negara


Pandangan hidup merupakan seperangkat nilai luhur yang diyakini
keberadaanya, kebaikanya, keindanaya, dan kegunaanya sebagai acuan/pedoman
kehidupan bagi manuasia, sehingga menimbulkan tekat yang kuat untuk
mewujudkanya dalam kehidupan nyata. Demi mencapai suatu tujuan, pandangan
layak dijadikan untuk menjadi hal yan utama, tentunya supaya kita terfokus pada
tujuan tersebut dan kita tidak mudh terpengaruh pada hal lain. Pandangan hidup
dapat mengatur seluruh tindakan, polah tingkan dan perilaku dalam kehidupan.
Para pendahulu mampu menggali nilai nilai budaya luhur terutama untuk
dijadikan pedoman atau pandangan tentang kehidupan ataupun keagamaan dan
bermasyarakat. Hal ini memberikan identitas dan martabat sebagai bangsa yang
beradab, sekaligus memiliki jiwa dan kepribadian yang religious (Laboratorium
Pancasila IKIP Malang, 1997). Pandangan hidup sangat amat dipengaruhi oleh
keberadaan berbagai hal antaranya ajaran agama, ilmu pengetahuan, pergaulan
dan lain sebagainya. Bisa dikatakan bahwa pndangan hidup ini diciptakan
berdasarkan adnya pendapat dan pertimbangan yang nantinya dijadikan sebagai
pedomanan, pegangan, arahan, dan petuknjuk hidup bagi manusia. Pandangan
hidup juga memiliki beberap istilah dintaranya
a. Pandangan hidup- petunjuk hidup
b. Weltanchauung menurut bahasa jerman
c. The way of life dalam bahasa ingris yang berarti jalan hidup/cara hidup
d. Pandangan hidup merupakan suatu nilai yng dijadikan acuan/pedoman
oleh manusia pada setiap perbuatan yang dilakukan untuk menjalani
kehidupan
Pandangan hidup adalah pendapat atau pertimbangan yang dijadikan
pegangan,pedoman, arahan, petunjuk hidup didunia. Pendapat atau
pertimbangan itu hasilpemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah
menurut waktu dan tempathidupnya.Klasifikasi pandangan hidup berdasarkan
asalnya ada beberapa macam, yaitu:
a. Pandangan hidup yang berasal dari agama, yaitu pandangan yang
mutlak kebenarannya.
b. Pandangan hidup yang berupa ideology yang disesuaikan dengan
kebudayaan dan norma yang ada..
c. Pandangan hidup hasil pemikiran pemikiran, yaitu pandangan yang
relative kebenarannya.
Setiap bangsa dan Negara tentunya mempuanyai cita cita yang harus
dicapai dan menghadapi masalah untuk mencapai cita cita bersama. Cita cita kita
sebagai bangsa Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni
mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur materil dan
spirituan berdasarkan Pancasila. Seperti halnya keluarga, suatu bangsa yang
bertekad mencapai cita cita bersama memerlukan suatu pandangan hidup. Bangsa
dan Negara akan menjadi kacau dan terombang ambing tanpa adanya pandangan
hidup. Dengan adanya pandangan hidup, bangsa dan Negara akan tahu mau
kemana arah dan tujuan yang harus dicapai. Adanya pandangan hidup ini suatu
Negara akan mudah dalam memandang persoalan persoalan yang dihadapi,
mudah mencari pemecahan suatu masalah yang dihadapi, mimiki pedoman dan
pegangan untuk membangun dirinya sendiri dan untuk bangsa dan Negara.
2.1.1 Tujuan Pandangan Hidup Bangsa
Tujuan daripada dibentuknya pandangan hidup bangsa ini tidak semata
mata untuk dijadikan acuan saya namun bisa membuat bangsa dan Negara ini
berdiri kokoh. Dalam proses adanya globalisasi tentunya memiliki banyak sekali
dampak yang disebabkanya, diantara dampak dampak tersebut memiliki dampak
negative dan dampak positif. Bangsa ini harus mampu bersikap untuk lebih
memilah dan memilih akan kemungkinan masuknya budaya asing yang tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa. Globalisasi menjadikan manusia lebih mudah
mengakses segala sesuatu yang ada dan diinginkan dengan sangat cepat, hal ini
tentunya akn menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi kita dalam
menjalani kehidupan. Dengan danya globalisasi ini sangat mempengaruhi segala
aspek kehidupaseperti mengancam budaya bangsa, lunturnya identitas bangsa, dan
kesadaran tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh krena itu, jika suatu
Negara ingin berdiri kokoh untuk menghadapi akan kerasnya kehidupan
berbangsa dan bernegara di era globalisasi ini harus memiliki ideology yang dapat
dijadikan pandangan dan pedoman hidup bangsa. Dapat diartikan bahwa
pandangan hidup ini memiliki nilai yang bersifat menyuluruh dan mendalam yang
mampu dimiliki dan dipegang tegus oleh setiap individu yang terlibat. Pandangan
hidup mampu dijadikan cara untuk mengetahui hal hal baik dalam bertingkah laku
dan bersikap, serta mampu berlaku secra adil dan benar. Pandangan hidup ini
harus sesuai dengan nilai nilai kepribadian bangsa. Diibaratkan jikalau kita
membangun sebuah rumah yang harus di kuatkan terlebih dahulu adalah bagian
pondasinya. Setelah pondasinya selesai dibangun dengan kuat rumah itu akan
menjadibangunan yang kokoh, dari situ kita dapat ambil kesimpulan bahwa
pandangan hidup yng kuat mampu menjadi pondasi untuk menjadikan bangsa dan
Negara berdiri kokoh.
Pandangan hidup bangsa juga bisa digunakan oleh suatu bangsa dan
Negara tidak mudah terombang ambing dalam keadaan apapun. Adanya
pandangan menjadikan kita memiliki pedoman, jika kita memiliki pedoman maka
kita akan memiliki sebuah pendirian yang kuat. Pada masa masa sekarang ini di
era globalisasi, digitalisasi, dan komunikasi memungkitkan teknologi berkembang
secara cepat dan pesat. Perubahan ini menjadakian pandangan kita terhadap dunia
menjadi luas dan kdekatan kita antar akses akses informasi menjadi semakin
sempit. Adanya era era seperti sekarang ini menjadikan manusia sangat mudah
menerima segala sesuatu yang akan masuk dihidup kita. Manusia menjadi lebih
mudah untuk terpancing untuk ikut ikutan kedalam suatau perubahan yang
dianggapnya cukup menarik.
2.1.2 Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Pandangan hidup bangsa tentunya mengandung konsep dasar yang
menyangkut dengan adanya kehidupan yang menjadi cita cita suatu bangsa dan
Negara yang dianggap benar keberadaanya. Bangsa Indonesia yang baru merdeka
pada tanggal 17 Agustus 1945, akan tetapi sudah memiliki sejarah dan
kebudayaan yang sudah ada sejak lama yang dapat dilihat dari berjayanya
kerajaan kerajaan pada masa lalu. Bangsa Indonesia terlahir dari proses sejarah
yang dilalui dimasa lampau, perjuangan yang dihadapi, dan cita cita yang akan
dicapai dimasa depan, yang kemudian membentuk kepibadian bangsa yang
dijadikan pedoman dan pendirian. Dengn lahirnya bangsa Indonesia yan
menbentuk kebribadianya sendiri, yang kemudian berbarangan dengan
terbentuknya bangsa dan Negara itu, kepribdian ini detekankan sebagai
pandangan hidup dan dasar Negara pancasila. Pancasila tidak hadir secara tiba
tiba, akan tetapi talah melalui proses yang cukup panjang dan disempurnakan
sendiri oleh perjuangan bangsa kita. Pancasila telah menjadi pandangan hidup
bangsa, dan telah menjadi wujud kepribadian bangsa yang didasari dengan adanya
semangat untuk mewujudan cita cita bersama. Bangsa Indonesia ini terdiri dari
berbagai macam agama dan suku bangsa. Dengan adanya pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa membuka wawasan para warga Negara mengenai cara
pandang mereka terhadap sebuah perbedaan untuk dijadadikan persamaan
pandangan hidup bagi para warga Negara. Walaupun tidak dapat ditampik,
bawsanya Negara ini memiliki banyak sekali perbedaan namun pandangan hidup
ini menjadi pemecah masalah dari adanya perbedaan. . Bangsa Indonesia yang
terikat oleh keyakinan Kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan kuatnya tradisi
sebagai norma dan nilai kehidupan dalam masyarakat adalah tali persamaan
pandangan hidup antara berbagai suku bangsa di Nusantara ini. Pandangan hidup
kita berbangsa dan bernegara tersimpul dalam falsafah kita Pancasila. Pancasila
memberikan pancaran dan arah untuk setiap orang Indonesia tentang masa depan
yang ditempuhnya. Inilah pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana
tertuang dalam kelima sila pancasila.
2.1.3 Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Nilai ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan keadilan
diyakini akan keberadaanya, kebenranya, keindahanya, dan kegunaannya oleh
bangsa Indonesia sebagai pedoman kehidupan, sehingga menimbulkan tekat yang
kuat untuk mewujudkanya dalam kehidupanya bermasyarakat dan berbangsa.
Pancasila sering juga disebut sebagai pandangan hidup (ways of life) dan ideology
bangsa Indonesia. (Menurut Darmoharjo, 1979). Dengan digunakanya pancasila
sebagai pandangan hidup, menjadikanya sebagai petunjuk arah semua kegiatan
ataupun aktivitas kehidupan berbangs dan bernegara dalam segala bidang. Artinya
segala tingkah laku tindak-perbuatan yang dilakukan dan dilaksanakan oleh
seluruh lapisan masyarakat di Indonesia harus mencerminkan nilai nilai yang
terkandung dalam Pancasila, karena pancasila merupakan pandangan hidup
bangsa yang terdiri dari suatu kestuan, tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain,
pancasila menjadi suatu landasan bersama bagi setiap komponen yang menjadi
bagian didalam bangsa Indonesia untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari,
baik secara individu maupun bersama sama.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, mnjadi salah satu cara yang
dapat digunakan untuk pembentukan moral. Moral adalah nilai nilai atau norma
norma yang ada dan melekat yang dijadikan sebagai pedoman, pegangan, ataupun
pandangan bagi seseorang, sebagian orang, atau pu kelompok, untuk mengatur
tingkah lakunya.(Margono, 2002). Pancasila disini dapat digunakan sebagai
penentu nilai akan baik buruknya perbuatan manusia menurut ukuran atau
tingkatan yang berlaku di masyarakat. Pancasila mengandung nilai nilai moral
yang merupakan inti dari kebudayaan nasional indonesia. Menurut Hamimnova
(2010).Nilai budaya dan pendidikan moral bangsa Indonesia mencakup 18 hal.:
a. Religious yang merupakan sikap dan patuh terhadap ajaran yang
dipercainya
b. Jujur yang menjadikan seseorang yang dapat dipercaya
c. Toleransi yang merupakan sikap yang menghargai akan segala
perbedaan
d. Disiplin yang merupakan tindakan patuh dan taat akan peraturan
e. Kerja keras yang merupakan sikap sungguh sungguh dalam
menjlankan tugas
f. Kreatif yang merupakan pola pikir untuk menghasilkan karya baru
g. Mandiri yang merupakan sikap yang tidak menggantungkan diri
h. Demokratis sebagai cara berpikir yng sesuai dengan hak dan
kewajiban.
i. Rasa ingin tahu untuk mendalami suatu ilmu.
j. Semangat kebangsaat yang membuat kita berwawasan akan
kebangsaan
k. Cinta tanah air yang menunjukan kesetiaan, dan kepedulian terhadap
bangsa dan Negara
l. Menghargai prestasi yang dimiliki orang lain
m. Bersahabat dan komunikatif menunjukan rasa mudah bekerjasama.
n. Cinta damai yang menyebabkan ketengan dan keamanan bagi orang
sekitar
o. Gemar membaca
p. Peduli lingkungan untuk menjaga kelestarian alam
q. Peduli social merupakan tindkan menolong sesame tanpa
mengharapkan balasan
r. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukanya

Dengan adanya nilai nilai tersebut, dapat dijadikan sebagai cara untuk
mewujudkan cita cita bangsa Indonesia.Salah satu cita cita bagi bangsa Indonesia
adalah tertuang pada pncasila sila ke 3. Makna persatuan yang terdapat pada
pancasila sila ke 3 ini adalah bersayinya berbagai macam corak yang sangat kaya
dan beraneka ragam menjadi satu kesatuan. Jadi dapat diartikan bawasanya
persatuan suatu bangsa yang terletak pada suatu wiyah bersatu karena didorong
oleh rasa untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas di dalam suatu
Negara yang berdaulat. Kesatuan ini diperlukan mengingat struktur dan komposisi
masyarakat Indonesia yang sangat pluralis, baik dari segi agama, suku, etnis,
budaya, ekonomi, dan sebagainya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hal
yang mempersatukan bangsa Indonesia bukanlah kesamaan identitas sebagai suatu
kelompok, melainkan perasaan senasib yang pada akhirnya menumbuhkan tekad
bagi bangsa Indonesia untuk bersatu. Hal ini akan mudah terealisasikan jika kita
berpedoman terhadap nilai nilai pancasila.
2.1.4 Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Dengan adanya dasar ketuhanan maka bangsa Indonesia mengakui dan
percaya akan adanya tuhan. Semua kegiatan individu maupun kegiatan umum
yang sebagai penyelenggara harus mengamalkan nilai ketuhanan ini. Kita
diajarkan untuk sling menghormati, saling toleransi antar umat beragama,
berusaha untuk selalu bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa. Nilai ketuhanan ini
menjadi sangat penting untuk menjalankan kewajiban sesuai agama dan
keyakinan masing masing.
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan tidak mengenal akan adanya
perbedaan antar sesama manusia. Manusia memiliki hak yang sama, oleh karena
itu tidak akan pernah dibenarkan jika manusia ingin menguasai manusia lain, atau
bangsa menguasai bangsa lain. Hakekatnya manusia harus memiliki sikap adil
terhadapa dirinya, adil terhadap oran lain, dan terhadap bangsa dan Negara.
Sebagai manusia kita juga harus sikap yang beradap, dimana kita harus
menjunjung tinggi hrkat dan martabat manusia, menjunjung tinggi hak asasi
mnusia, menyadari akan kesamaan hak tnpa menbedakan, ras, agama, suku ,dan
budaya, serta mengembangkan sikap saling cinta.
3. Persatuan Indonesia
Rasa nasionalisme dapat diwujudkan dengan cara memukuk persatuan dan
kesatuan yang erat antar sesame warga Negara, tanpa harus membeda bedakan
satu sama lain untuk mewujudkan satu cita cita yang sama. Persatuan akan
mewujudkan sikap persaudaran antar individu, umun, bangsa dan Negara. Negara
ini merupakan tempat berkumpulnya semua elemen masyarakata, perbedaan ini
beraneka ragam, akan tetapi membuat kita bersatu, mengingat adanya BHINEKA
TUNGGAL IKA. Negara membebsakan masing masing golongan untuk hidup
rukun dan saling berdampingan. Demi persatuan dan kesatuan setiap individu
harus mementingkan kepentingan Negara dibandingkan kepentingan pribadi.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Dasar paham akan musyawrah untuk mencapai mufakat menunjukan
suatu sikap yang demokratis. Dalam prakteknya pengamalan sila ke 4 dapat
ditunjukan dalam: adanya kebebasan tetapi harus disertai dengan rasa tanggung
jawab, memnjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, menjamin dan
memperkokoh persatuan dn kesatuan, mengakui atas perbedaan pendapat,
mengakui akan adanya persamaan hak, menjunjung tinggi asas musawarah.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang harus diwujudkan kita semua adalah bawasanya Negara wajib
untuk memuhi keadilan untuk menjamin tingkat kesejahteraan bagi warga
negaranya. Kedilan harus terwujud untuk kehidupan bersama. Negara harus
mewujudkan tujuan Negara untuk kesejahteraan rakyatnya, melindungi seluruh
rakyatnya, serta mencerdaskan kehidupan bangsa
Sebagai suatu pandangan hidup bangsa, maka sila-sila Pancasila
merupakan suatu system nilai, pada hakikatnya sila-sila pancasila merupakan
suatu kesatuan. Setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan
antara satu dengan yang lainnya namun kesemuanya merupakan suatu kesatuan
yang sistematis. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang adil dan Beradab, nilai persatuan
Indonesia nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusywaratan/perwakilan, dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2.2 Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dan Negara
2.2.1 Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata idea, yang memiliki arti gagasan, konsep,
pengertian dasar dan cita-cita. Kemudianlogos memiliki arti ilmu. Jadi secara
etimologis, ideology memiliki arti ilmu tentang ide-ide (the science of ideas), atau
ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-61). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep
bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk
kelangsungan hidup. Ideologi juga dapat diartikan sebuah cara berpikir dari suatu
individu atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan
yang merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008: 517).
Ideologi menurut The AdvenceLearner’s Dictionnary merupakan suatu
sistemdari ideatau hasil pemikiranyang telah dirumuskan dan diperuntukkan teori
politikatau ekonomi. Ideologi menurutTheWbster’s New Collegiate
Dictionaryadalah : 1. cara hidup (tingkah laku) atauhasilpemikiran yang
menunjukkan sifatsifattertentu dari pada seorang individuatau sesuatu kelas; 2.
Pola pikiranmengenai pengembangan pergerakan ataukebudayaan (Sukarna,
1981).Soejono Soemargono (1986) dalam Slamet Sutrisno (1986) secara umum
mengartikan ideologi adalah sekumpulan keyakinan-keyakinan, kepercayaan-
kepercayaan, gagasan-gagasan yang menyangkut serta mengatur tingkah laku
sekelompok manusia tertentu dalam berbagai bidang kehidupan.
Menurut Koento Wibisono (1989) apabila diteliti dengan cermat ada
kesamaan unsur ideologi yaitu : keyakinan, mitos dan loyalitas. Keyakinan
memiliki makna bahwa tiap ideologi selalu memuat gagasan vital dan konsep
dasar yang menggambarkan keyakinan dan diorientasikan kepada perbuatan
manusia sebagai subyek pendukung untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Mitos, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu memitoskan sesuatu ajaran, dan
secara optimistik-deterministik mengajarkan, bagaimana suatu ideology pastidapat
dicapai. Loyalitas nenpunyai makna, setiap ideologi selalu menuntut loyalitas dan
juga keterlibatan dari para pendukungnya. Karena itulah agar suatu ideology
mampu menarik keterlibatan optimal para pendukungnya, yang berarti bahwa
ideologi tersebut mendapatkan ‘derajat penerimaan optimal’ dari para
pendukungnya, maka dalam ideologi tersebut juga harus terkandung unsurunsur :
rasionalitas (logos), penghayatannya (pathos), dan susilanya (ethos) sedemikian
rupa dengan unsur-unsur tersebut, suatu konsep ideologi akan dapat diharapkan
mengejewantah dalam perilaku konkrit. (Koento Wibisono, 1989)
Namun berbagai hal variasi definisi ideologi itu, yang jelas ideologi adalah
hasil dari suatu kegiatan pemikiran. Sebuah pemikiran yang dituntut untuk
menggunakan ratio. Immanuel Kant(1724-1804) seorang filosof Jerman
mengemukakan bahwa ratio manusia itu di dalam kegiatan pemikirannya terbagi
dua yaitu : Reinen Vernunft atau pure reason atau pikiran murni, dan ractische
Vernunft atau practical reason atau pikiran praktis. Pure reason sejatinya bersifat
metaphysis yang berarti keluar jagat raya sampai kepada Lex Devina atau Tuhan
yang menciptakan alam semesta dengan isinya juga. Sedangkan didalampractical
reason masih berkaitan denganexperience atau pengalaman. Dengan
menggunakan teori Immanuel Kant itu maka dalam ideology sebagai hasil
pemikiran manusia dalam bidang kehidupannnya, tidak akan dapat lepas terhadap
kepercayaan adanya yang Maha Ghaib, yaitu Tuhan yang Maha Esa dan terlepas
dari pengalaman-pengalamanyang telah dialami manusia pada masasilam dan
masa sekarang.
2.2.2 Sejarah lahirnya Ideology Pancasila
Pancasila lahir dan dirumuskan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sidang BPUPKI ini dilaksanakan 2
kali, yang pertama pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dan sidang kedua pada
tanggal 10 Juli – 17 Juli 1945. Pada sidang pertama, tanggal 29 Mei 1945 Moh.
Yamin menyampaikan pidatonya, pada tanggal 31 Mei 1945 Mr. Soepomo
menyampaikan pidato, dan pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan
pidatonya. Soekarno beranggapan bahwa dasar negara sebagai philosofische
grondslag yang bermakna fondamen, filsafat, dan pikiran yang dalam dan
diatasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga memaknai
dengan istilah Weltanschauung atau pandangan hidup. Pancasila adalah lima
dasaratau lima asas. Selain Soekarno, anggota BPUPKI yang lain juga ikut
berpartisipasi dalam mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun tertulis.
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan dalam persidangan tersebut, kemudian
ditunjuk 9 orang yang kini dikenal dengan panitia sembilan yang terdiri dari : Ir.
Soekarno, Drs. M. Hatta, Mr. M. Yamin, Abdul Kahar Muzakkar, Ahmad
Soebardjo, Mr. A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso,H. Agus Salim, dan K.H.
Wachid Hasjim. Panitia sembilan menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal
dengan Piagam Jakarta dan diterima oleh BPUPKI pada tanggal 10 Juli
1945.Kemudian dilaksanakan sidang BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli
1945 di Jalan Pejambon Jakarta mengenai “Persiapan Rancangan Hukum dasar”.
Ir.Soekarno melaporkan bahwa pada tanggal 22 Juni 1945, panitia sembilan telah
merumuskan Pancasila sebagai bentuk persetujuan antara pihak islam dan pihak
kebangsaan. Rumusan Pancasila tersebut dikenal dengan piagam Jakarta (Djakarta
Charter). Sidang BPUPKI kedua menghasilkan rumusan dasar negara yang
berbunyi:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari‟at Islam bagi
para pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakila
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dokumen inilah yang kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945 dan
setelah mengalami diskusi dengan pencoretan tujuh kata. Meskipun pengaruh
Soekarno cukup besar dalam perumusan, namun tetap dianggap hasil perumusan
BPUPKI yang mana sebagai representasi berbagai pemikiran anggota BPUPKI.
Selain berisi lima dasar negara yang dikemukakan Soekarno, juga memuat
pokokpikiran yang lain. Jika dasar negara disebut Soekarno sebagai Philosofische
grondslag ataupun Weltanschauung, maka hasil dari sidang tersebut berupa
Piagam Jakarta disebut dengan Pembukaan UUD 1945, yang merupakan
Philosofische grondslag dan Weltanschauung bangsa Indonesia. Seluruh nilai dan
prinsip Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar negara Indonesia yang mana
termasuk Pancasila.
Setelah rumusan dan sistematika Pancasila diterima oleh Badan Penyidik,
kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuklah Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang pada awal pembentukannya beranggotakan
21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1
orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang
dari golongan Tionghoa), dan pada akhirnya bertambah enam orang lagi.Dari sini,
PPKI mengadakan 2 kali sidang, yang mana sidang pertama dilaksanakan pada
tanggal 7 Agustus 1945 dan sidang kedua dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus
1945. Dari sidang pertama PPKI menghasilkan beberapa keputusan:
a. Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia dengan jalan.
i. Menetapkan Pigam Jakarta dengan beberapa perubahan menjadi
pembukaan UUD Negara Republik Indonesia.

ii. Menetapkan Rancangan HUkum Dasar dengan beberapa


perubahan menjadi UUD Negara Republik Indonesia, yang
kemudian dikenal sebagai UUD 1945.

b. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagi Wakil
Presiden Republik Indonesia.

c. Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),


kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional
Indonesia yang dikemudian dikenal sebagai Badan Musyawarah Darurat.

Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara Republik Indonesia pada sidang


pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dengan tujuan sidang yaitu menetapkan
Rancangan Mukadimah (Pembukaan) dan rancangan UUD menjadi Pembukaan
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pengesahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dimulai dengan mengesahkan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan dipimpin oleh
Ketua PPKI, Ir. Soekarno. Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan ditetapkan
menjadi Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, maka untuk
mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dapat diikuti proses pengesahannya
(sekretariat Negara RI, 1995:413) sebagai berikut:
a. Kata “Pembukaan yang lama” diganti dengan “Pembukaan”

b. Menghilangkan kata “Pernyataan Indonesia Merdeka”

c. Kalimat “Ketuhanan, denagn kewajiban menjalankan syari‟at islam


bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan “Ketuhanan Yang
Maha Esa”
Bunyi kelima butir sila Pancasila yang telah ditetapkan secara sah dan resmi pada
sidang pertama PPKI (18 Agustus 1945) adalah sebagai berikut:
Satu : Ketuhanan yang Maha Esa, Dua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Tiga : Persatuan Indonesia, Empat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, Lima : Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 berisi latar belakang kemerdekaan, pandangan
hidup, tujuan negara, dan dasar negara dalam bentuk pokok pikiran dan telah
diuraikan oleh Soekarno sebagai Philosofische grondslag. Pembukaan UUD 1945
sebagai ideologi bangsa tidak serta merta berisikan Pancasila saja. Dan menurut
ilmu politik, Pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai ideologi bangsa Indonesia.
2.2.3 Perkembangan Ideologi Pancasila
Pada masa Orde Lama, Pancasila mengalami ideologisasi. Ideologisasi
disini bermakna bahwasannya Pancasila berusaha untuk dibangun, dijadikan
sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakanpada
tahun 1945-1950, Indonesia masih mendapat perlawanan dari Negara lain seperti
Belanda dan Inggris yang masih ingin menjajah Indonesia kembali dan hal
tersebut tentunya membuatnilai persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia menjadi
tinggi karena menghadapi Negara tersebut. Namun, setelah penjajah dapat diusir,
justru muncul masalah yang disinyalir dari sisi internal yaitu dari bangsa
Indonesia sendiri. Hal ini menyebabkan kerusakan didalam ranah kehidupan
politik dan bagian tubuh pancasila yaitu sila keempat yang seharusnya
mengutamakan musyawarah dan mufakat, tidak bisa dilaksanakan dengan
semestinya Hal ini disebabkan demokrasi yang diterapkan di Indonesia pada masa
itu ialah demokrasi parlementer. Didalam demokrasi parlementer, Presiden hanya
berfungsi sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh
perdana menteri. Sistem ini mengakibatkan hilangnya stabilitas pemerintahan.Jika
kita kaji lebih dalam lagi, dasar negara yang digunakan Indonesia ialah Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang sifatnya presidensil, namun dalam
praktiknya justru tidakterwujud. Berdasarkan hal tersebut, persatuan rakyat
Indonesia mulai mendapatkan tantangan dengan munculnya upaya-upaya untuk
mengganti ideologi Pancasila dengan paham komunis oleh PKI melalui
pemberontakan di Madiun pada tahun 1948. Dilain sisi, ada juga DI/TII yang
ingin mendirikan Negara dengan berkepahaman ajaran Islam.
Pada tahun 1950-1955, penerapan Pancasila diarahkan sebagai ideologi
liberal, dengan harapan dapat menstabilkan pemerintahan. Namun kenyataannya
tidak. Hal ini dikarenakan, dalam sila keempat seharusnya berjiwakan suara
terbanyak, bukan musyawarah untuk mufakat. Didalam pemerintahan liberal,
lebih ditekankan hak individual. Pada periode ini, pemberontakan pun terjadi,
yang manapemberontakan ini dilakukan oleh RMS, PRRI, dan Permesta yang
ingin melepaskan diri dari NKRI. Kemudian dari bidang politik, demokrasi
berjalan dengan baik karena terlaksanaknnya pemilihan umum pada tahun 1955.
Dan pemilu pada tahun tersebut, dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis.
Namun, anggota Konstituante hasil pemilu tersebut tidak dapat menyusun
Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Dan sebagai konsekuensinya
ialah timbul krisis politik, ekonomi, dan keamanan.
Pada tahun 1956-1965, diberlakukannya demokrasi terpimpin. Dari
pemberlakuan demokrasi terpimpin, menyebabkan demokrasi yang seharusnya
berada ditangan rakyat sesuai dengan amanah nilai-nilai pancasila, tidak berada di
tangan rakyat. Dan demokrasi berada pada kekuasaan pribadi Presiden Soekarno
dengan melalui ‘Dekrit Presiden’. Dan kemudian terjadilah berbagai macam
penyimpangan penafsiran Pancasila didalam konstitusi. Dari munculnya
penyimpangan penafsiran tersebut, mengakibatkan Presiden Soekarno yang kala
itu menjabat sebagai presiden, menjadi presiden yang otoriter yaitu dengan
mengangkat dirinya menjadi presiden dengan masa jabatan seumur hidup. Di lain
sisi, terjadi juga konfrontasi politik. Hal ini disebabkan nasionalis, agama, dan
komunis digabung menjadi satu kesatuan dan tidak cocok dengan konsep Negara
Indonesia.Kepentingan politik dan ideologi yang saling berlawanan antara
Presiden Soekarno, militer, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan kelompok Islam
telah menimbulkan struktur politik yang sangat tidak stabil pada awal tahun 1960-
an. Dan hal tersebut menimbulkan lahirnya Gerakan G30S/PKI yang berakhir
pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.
Orde Baru memulai langkah pemerintahannya dengan sistem libertarian.
Orde Baru telah menggeser sistem politik Indonesia yang bersifat otoriter pada
zaman demokrasi terpimpin ke sistem demokrasi liberal. Namun, kenyataannya
sistem libertarian ini tidak berlangsung lama, sebab sistem ini disinyalir hanya
untuk mencari format baru politik Indonesia yang mana dengan seiring
berjalannya waktu sistem liberal ini berubah menjadi otoriter lagi. Hal ini ditandai
melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 dan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1969, yang memberi landasan bagi pemerintah untuk mengangkat 1/3
anggota MPR dan lebih dari 1/5 anggota DPR, dan langgam sistem politik mulai
bergeser lagi ke arah yang otoritarian. Gagasan demokrasi liberal dicap sebagai
gagasan yang bertentangan dengan demokrasi Pancasila dan ini harus ditolak.
Rezim Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada era Orde Baru,
pemerintah ingin menerapkan serta melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 secara murni dan juga sebagai bentuk kritik terhadap Orde Lama yang
dianggap menyimpang dari Pancasila. Adapun penerapannya yaitu dengan
program P4 (Pedoman, Pengahayatan, dan Pengamalan Pancasila). Pemerintah
Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
sekaligus berhasil memberantas paham komunis di Indonesia. Namun,
pengaplikasian dan pengimplementasiannya sangatlah mengecewakan. Dengan
seiring berjalannya waktu, pemerintah orde baru mengeluarkan kebijakan baru
dan ternyata kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan Pancasila.
Pemerintah orde baru menafsirkan bahwa Pancasilasesuai dengan kepentingan
kekuasaan pemerintah dan hal ini mengakibatkan tertutup bagi tafsiran lain.
Pancasila justru dijadikan sebagai indoktrinasi dan Presiden Soeharto
menggunakan Pancasila sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaannya.
Didalam indoktrinasi Pancasila, terdapat metode yang digunakan
pemerintah orde baru, antara lain : Pertama, program P4 yang dilakukan di
sekolah-sekolah melalui pembekalan. Kedua, Presiden Soeharto mengizinkan
rakyatnya untuk membentuk organisasi namun dengan syarat harus berasaskan
Pancasila atau disebut asas tunggal. Ketiga, Presiden Soeharto melarang kritikan
yang dapat menjatuhkan pemerintah dengan alasan stabilitas, karena Presiden
Soeharto menganggap kritikan terhadap pemerintah dapat menyebabkan
ketidakstabilan di dalam negeri. Dalam menjaga stabilitas Negara, Presiden
Soeharto menggunakan kekuatan militer dan akibatnya tidak ada yang berani
mengkritik pemerintah pada masa itu.
Dalam pemerintahannya, Presiden Soeharto melakukan beberapa
penyelewengan didalam penerapan Pancasila, yaitu dengan menerapkan
demokrasi sentralistik, yang mana demokrasi ini berpusat pada pemerintah. Di
lain sisi, Presiden Soeharto juga memegang kendali atas lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif sehingga peraturan yang dibuat harus sesuai dengan
persetujuannya. Selain itu, Presiden Soeharto juga melemahkan aspek-aspek
demokrasi, terutama pers, karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya.
Dari hal tersebut, Presiden Soeharto membentuk Departemen Penerangan sebagai
lembaga sensor secara besar-besaran agar setiap berita yang dimuat di media tidak
ada yang menjatuhkan pemerintahnya kala itu.
‘Reformasi’ secara etimologis berasal dari kata reform dan secara harfiah
memiliki arti suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata
kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada bentuk semula yang
sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan. Reformasi juga dapat diartikan
sebagai pembaruan dari paradigma pola yang lama ke paradigma pola baru agar
menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan. Jadi inti dari reformasi
ialah memelihara segala sesuatu yang sudah dinilai bagus, baik dari kinerja
bangsa dan negara di masa lampau, mengoreksi segala kekurangan serta diiringi
merintis pembaruan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan
kehidupan berbangsa dan bernegara di masa lalu perlu adanya identifikasi, yang
mana memerlukan perbaikan yang harus diperbaiki.
Pada awal reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah,
sama dengan konfigurasi politik yang dihasilkan pemilu 1997, yang mana
didominasi oleh Golkar dan ABRI. Namun meski terdapat reformasi dan
pergantian Presiden, hal tersebut merubah sifat lama anggota MPR dan DPR, juga
mengikuti tuntutan reformasi, antara lain meningkatkan perlindungan HAM,
keterbukaan demokratisasi, pemeberantasan KKN, reformasi sistem politik dan
ketatanegaraan yang mana termasuk amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Pada Era Reformasi, Pancasila sebagai re-interpretasi yang mana
Pancasila dituntut untuk selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan
perkembangan zaman. Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki
kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah ideologi Pancasila. Namun peran
dan keberadaan Pancasila dalam reformasi masih dipertanyakan. Pancasila pada
Era Reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada masa Orde Lama dan
Orde Baru, yang mana masih terdapat tantangan yang harus di hadapi. Tantangan
itu adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sampai saat ini tidak ada
habisnya.
2.2.4 Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ‘ideologi negara’ merupakan nilai-nilai yang
terkandung di dalam Pancasila yang kemudian menjadi cita-cita normatif di dalam
penyelenggaraan negara. Jika diartikan secara luas, Pancasila sebagai ideologi
merupakan visi atau arah dalam penyelenggaraan suatu kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia, dengan harapan menjunjung tinggi nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pancasila sebagai ideologi
bukan hasil dari pemikiran perseorangan yang mana ditetapkan sebagai sebuah
ideologi. Soekarno mengatakan bahwa Pancasila digali dari bumi pertiwi, dan
bumi Indonesia sendiri, yang bermakna bahwa Pancasila berisi nilai-nilai, moral
dan budaya bangsa Indonesia yang sudah ada sejak dahulu dan bukan ideologi
bentukan atau paksaan dari luar. Nilai-nilai tersebut terbentuk melalui sebuah
proses panjang yang demokratis dengan berbagai perbedaan dan tentunya dapat
dirundingkan dalam kesepakatan bersama. Hal tersebut mengindikasikan
bahwasannya Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka. Ideologi terbuka tidak
dapat dibenarkan saja, melainkan juga dibutuhkan. Maka dari itu, ideologi terbuka
adalah milik seluruh rakyat, sehingga masyarakat dapat menemukan dirinya,
kepribadiannya di dalam ideologi tersebut. Ideologi terbuka ini berisi nilai-nilai
dasar, dalam teori stuffen dari Hans Kelsen berada pada posisi yang tertinggi
sehingga isinya tidak operasional. Nilai-nilai itu baru dapat dioperasionalkan
ketika sudah dijabarkan dalam keputusan-keputusan yang sudah diberi bentuk
berupa konstitusi atau peraturan perundang-undangan yang lainnya. Ideologi
Pancasila yang bersifat aktual, dinamis, antisipatif, dan senantiasa mampu
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Sebagai ideologi terbuka, maka
Pancasila memiliki dimensi sebagai berikut:

a. Dimensi idealis, yaitu nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang
bersifat sistematis dan rasional. Yang mana bentuk pengimplementasian dari
hakikat nilai yang terkandung dalam lima sila: ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan. Dimensi idealis Pancasila bersumber dari
nilai filsafat Pancasila. Oleh karena itu dalam setiap ideology bersumber dari
pandangan hidup nilai-nilai filosofis (Poespowardoyo dalam Kaelan, 2016, 116);
b. Dimensi normative. Dimensi ini merupakan nilai yang terkandung dalam
Pancasila dijabarkan dalam bentuk sistem norma, sebagaimana terkandung dalam
Pembukaan UUD NKRI 1945 yang memiliki kedudukan tertinggi dalam tertib
hukum Indonesia. Dalam pengertian ini maka Pembukaan yang di dalamnya
memuat Pancasila dalam alinea IV, berkedudukan sebagai ‘staat sfundamental
norm’, agar ideologi mampu dijabarkan ke dalam langkah operasioanal perlu
memiliki norma yang jelas (Poespowardoyo dalam Kaelan, 2016, 117).
c. Dimensi realistis. Dimensi ini merupakan suatu ideologi yang dituntut agar
mampu mencermnkan realita yang berkembang dalam masyarakat. Selain
Pancasila memiliki dimensi nilai-nilai ideal normatif, Pancasila juga harus
dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian Pancasila sebagai
ideologi terbuka tidak bersifat ‘utopis’ yang hanya berisi ideide yang mengawang,
namun bersifat realistis artinya mampu dijabarkan dalam kehidupan yang nyata
dalam berbagai bidang (Kaelan, 2016, 117).

Tiga dimensi tersebut tidak dapat terpisah, yang mana sejatinya satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Disini Pancasila bermakna bahwa Pancasila
tidak hanya sebuah ide-ide yang jauh dari kehidupan nyata, doktrin yang bersifat
normative atau pragmatis yang menekankan segi praktis dan realistis tanpa
idealisme yang rasional. Namun, Pancasila merupakan sebuah ideologi yang
bersifat terbuka dan pada dasarnya berisikan nilai-nilai dasar sila-sila Pancasila
yang bersifat tetap dan dijabarkan serta dilaksanakan secara dinamis, terbuka dan
mengikuti perkembangan jaman. Pancasila juga senantiasa terbuka terhadap
pengaruh budaya asing, akan tetapi nilai-nilai dasar yang ada di dalamnya bersifat
tetap. Dengan kata lain bahwa Pancasila bisa menerima pengaruh budaya asing
dengan prinsip substansi Pancasila yakni, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan serta keadilan sosial bersifat tetap.Indonesia sebagai sebuah bangsa
sudah semestinya membutuhkan ideologi nasional. Dalam ideologi nasional
tersebut tercantum nilai yang dirasa baik dan cocok bagi masyarakat Indonesia.
Nilai - nilai tersebut kemudian diterima dan diakui bangsa Indonesia sebagai suatu
tujuan yang mulia. Bangsa Indonesia sudah sepakat bahwa nilai - nilai tersebut
terkandung dalam Pancasila. Ideologi nasional bermakna sebuah ideologi yang
memuat tujuan dan cita-cita dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila
merupakan ideologi yang terbuka, bukan ideologi tertutup. Pancasila dapat
memenuhi sebagai ideologi terbuka karena nilai-nilai pancasila tersebut berasal
dari bangsa Indonesia sendiri dan nilai - nilai dari Pancasila tidak bersifat
operasional dan langsung dapat diterapkan dikehidupan masyarat berbangsa dan
bernegara.
2.2.5 Perbedaan Pancasila Dengan Ideologi Dunia
Suatu ideologi pada suatu bangsa pada hakekatnyamemiliki karakteristik
masing-masing sesuaidengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri. Namun
ideologi pada suatu bangsa pada dasarnya bisa datang dariluar ataupaksaan dari
bangsa lain,sehingga tidak dapat mencerminkan kepribadian dan karakteristik
suatu bangsa tersebut. Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa danNegara,
dapat berkembang setelahmelewati proses yang panjang. Pada awalnya secara
kualitas bersumber dari nilai-nilai yangdimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai
pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila berasal dari nilai-
nilaipandangan hidup bangsa telah di yakini kebenarannya kemudian diangkat
oleh bangsa Indonesia sebagai dasar filsafatNegara dan kemudian menjadi
ideologi bangsa dan Negara. Oleh karena itu ideologi pancasila, ada pada
kehidupan bangsa danterkait pada kehidupan bangsa dalam rangka
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.Adapun macam-macam ideology dari
berbagai Negara yaitu:
a. Marxisme-Leninisme merupakan suatu paham yang meletakkan ideologi dalam
perspektif evolusi sejarah dan berdasar pada dua prinsip yaitu penentu akhir dari
perubahan sosial atau perubahan dari cara produksi dan proses perubahan sosial
yang sifatnya dialektis.
b. Liberalisme merupakan paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kebebasan individual.

c. Sosialisme merupakan paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif


kepentingan masyarakat atau diartikan negara wajib menyejahterakan seluruh
masyarakat.
d. Kapitalisme merupakan paham yang memberi kebebasan kepada setiap
individu untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang ia
miliki (Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).
Dari sini kita bisa mengetahui bahwasannya ideology pancasila jelas
berbeda dengan ideology yang ada pada Negara lainnya. Ideologi Pancasila
sejatinya dipandang cocok bagi bangsa Indonesia, sehingga perlu dipertahankan
melalui pengamalan diberbagai bidang kehidupan. Indonesia dengan
berideologikan pancasila memiliki suatu ciri yang mana hubungan antara warga
Negara dengan Negara ialah seimbang. Kemudian hubungan antara agama dengan
Negara seimbang. Terkait dengan hubungan warga Negara dengan Negara ini
diimplementasikan pada bidang pendidikan, yang mana negara membentuk WNI
bertanggung jawab, memiliki akhlak mulia, dan takwa kepada Tuhan YME.
Kemudian dari segi hubungan agama dengan Negara dikatakan seimbang ialah
karena Agama erat hubungannya dengan Negara, Negara memperhatikan
kehidupan beragama, Negara menjamin kebebasan untuk memilih salah satu
agama yang diakui oleh pemerintah, dan tidak adanya atheis.
2.2.6. Tantangan
Didalam sebuah ideologi suatu Negara pastinya mengalami tantangan
tersendiri. Seperti halnya ideologi pancasila yang ada di Indonesia. Pancasila
digunakan sebagai ideologi sejatinya memiliki perjalanan yang cukup panjang dan
tentunya memiliki lika-liku perjalanan. Seperti dalam era orde lama, orde baru,
reformasi, dan pasca reformasi, ideologi pancasila mengalami begitu banyak
tantangan dan hambatan. Jika kita berdalih dalam era sekarang, ideologi tentunya
masih memiliki tantangan tersendiri. Tantangan yang dihadapi pancasila sebagai
ideologi Negara ini berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang
pertama berupa penyalahgunaan kekuasaan (korupsi). Penyalahgunaan berupa
korupsi ini mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap rezim
yang berkuasa sehingga kepercayaan terhadap ideologi menurun drastis.
Ketidakpercayaan terhadap suatu partai politik juga akan berdampak terhadap
ideologi Negara. Warga Negara Indonesia cenderung tidak percaya terhadap
Pancasila dan mereka menganggap Pancasila sebagai ideologi tidak ada artinya
lagi. Faktor Internal yang kedua yaitu pergantian rezim yang berkuasa. Tantangan
ini cenderung terjadi pada era orde baru yang mana pada era tersebut melahirkan
kebijakan politik yang berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai
sehingga ideologi Pancasila sering terabaikan. Bahkan pada masa sekarang ini,
kebijakan politik yang berorientasikan mengarah pada kepentingan suatu
kelompok atau partai masih terjadi.
Kemudian berdasarkan faktor eksternal, tantangan yang pertama berupa
Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya berbagai
ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena keterbukaan
informasi. Masuknya sebuah ideologi asing ini merupakan sebuah tantangan yang
berat dan tingkatannya sudah menjadi sebuah ancaman bagi ideologi pancasila.
Hal ini dikarenakan sebuah ideologi asing yang masuk ke Indonesia, tidak akan
sesuai dengan kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini
disebabkan karena ideologi pancasila sudah sangat sesuai dengan bangsa
Indonesia. Diberlakukannya Pancasila sebagai ideologi Negara semata-mata tidak
asal-asalan. Pemberlakuan tersebut dikaji dalam berbagai aspek, seperti halnya
aspek sejarah, kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kemudian tantangan tidak hanya datang dari ideologi liberalisme,
komunisme, individualisme, atheisme, kapitalisme, dalam kehidupan sosial;
narkoba, terorisme, dan korupis serta kebudayaan global. Namun tantangan
terhadap ideologi Pancasila juga bisa datang dari segi ekonomi.Tantangan yang
kedua yaitu berupa meningkatnya kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan
penduduk dan kemajuan teknologi sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber
daya alam secara massif. Tantangan tersebut juga dinilai mengancam ideologi
Pancasila. Revolusi industry 4.0 menjadi aktor utama dalam permasalahan ini.
Dengan hadirnya revolusi Industri 4.0 memberikan suatu tantangan baru dalam
pengembangan ideologi Pancasila. Disini Pancasila dituntut untuk menjalankan
fungsinya sebagai ideologi terbuka, dinamis dan actual karena terdapat banyaknya
tantangan dalam mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi.
Pada era revolusi 4.0, Pancasila dengan segenap nilai yang ada harus
berhadapan dengan perkembangan sains dan teknologi beserta paradigma berpikir
masyarakat Indonesia, sehingga dapat dikatakan posisi Pancasila sebagai ideologi
sangat terancam posisinya apabila revolusi industri 4.0 tidak disikapi oleh
pemerintah dan masyarakat Indonesia secara hikmat penuh kebijaksanaan. (Faisal,
2019).Hal lain yang akan menjadi tantangan ialah jika perkembangan ideologi
dinilai berjalan lebih lamban daripada proses perubahan masyarakat. Hal tersebut
akan menyebabkan ketegangan dalam interaksi, karena kesenjangan antara
ideologi dengan realita kehidupan masyarakat makin besar. Masyarakat dengan
perberkembangannya akan cenderung meninggalkan ideologinya. Hal ini
dikarenakan ideologi itu sendiri dirasa tidak sesuai dengan dirinya, serta secara
kasat mata mereka hanya berpura-pura mengakui dan menerima. Mereka tidak
lagi menjiwai ideologi dalam kehidupan, dan hal tersebut menyebabkan ideologi
kehilangan maknanya sebagai penunjukproses pembangunan masyarakat. Dari hal
tersebut dapat dikatakan bahwa, tantangan Pancasila dalam menghadapi revolusi
industri 4.0 ialah peranan penyelenggara Negara dan warga Negara dalam
mempertahankan eksistensi Pancasila sebagai ideologi besar didunia yang
digunakan oleh Indonesia. Dan hal tersebut memerlukan pembelajaran yang
mendalam untuk mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi Negara.
2.2.7 Solusi Tantangan
Menurut Alfian (1993) kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga
dimensi yang ada pada ideologi tersebut yaitu:
1. Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yangterkandung didalam ideologi
tersebut secara riil hidup didalam serta bersumber dari budaya dan
pengalamansejarah masyarakat atau bangsanya.
2) Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologitersebutmengandung
idealisme yang memberi harapantentang masa depan yanglebih baik melalui
pengalamandalam praktik kehidupan sehari_hari.
3) Dimensi fleksibilitai/dimensi pengembangan, yaituideologi tersebut memiliki
keluwesanyang memungkinkan dan merangsang pengembanganpemikiran-
pemikiran baru yang relevansi dengan ideologibersangkutan tanpa menghilangkan
atau mengingkari jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Jika dikaji berdasarkan diatas, pancasila telah memenuhi ketiga syarat
tersebut dan tentunya ideologi pancasila akan senantiasa hidup, tahan uji dan
fleksibel terhadap perkembangan zaman. Karena nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila merupakannilai-nilai yangtumbuh dan berkembangdalam
masyarakat dan bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup dan kepribadiannya
makamenempatkan Pancasila sebagai ideologi bangsa sekaligus sebagai ideologi
negara. Pancasila sebagai ideologi Negara memiliki makna:
1. Memilikiderajat tinggi sebagai nilai hidupdalam kebangsaan dan kenegaraan.
2.Mewujudkan satu asas kerohanian pandangan dunia. Yang mana pandangan
hidup harus dipelihara, dikembangkan,diamalkan, dan juga dilestarikan kepada
generasi penerus bangsa. Hal ini dilakukan agardiperjuangkan dan dipertahankan
dengansemangat nasionalisme.
Selain hal itu, kita sebagai warga Negara Indonesia sudah sepantasnya
membangun birokrasi pemerintahan yang bersih. Meski terdengar dan terlihat
sulit, kita harus optimis agar birokrasi yang bersih dan bermartabat dapat
terwujud. Adapun cara yang perlu dilakukan ialah memberantas penyalahgunaan
wewenang yang berwujud KKN, meningkatkan kualitas kerja birokrasi Negara,
pengawalan terhadap program kerja Negara yang sudah berjalan baik, melakukan
restrukturisasi birokrasi, menyempurnakan tata pelaksanaan kerja yang
sifatnyainternal ataupun eksternal, membentuk pemberdayaan SDM, mewujudkan
sumberdaya aparatur yang kompoten, profesional dan sejahtera, melakukan
pengawasan yang efektif, transparan, dan akuntabel, serta mengembangkan
budaya organisasi yang ramah dengan budaya perusahaan.
Apabila suatu individu berasal dari golongan birokrat menjadi bagian
dalam aspek politik, sudah tidak asing lagi akan terdengar penyalahgunaan
kekuasaan. Hal ini dikarenakan kekuasaan yang besar, jadi akan mudah
disalahgunakan. Untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, maka
pengawasan dari masyarakat sipil, dan memperketat ruang gerak melalui regulasi
sangatlah dibutuhkan guna menciptakan birokrasi yang baik, akuntabel dan
transparan. Dan tentunya tidak ada penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam hal ini, metode pembelajaran dalam pendidikan Pancasila juga
harus mengikuti perkembangan zaman. Pancasila diharapkan dapat dipahami dan
diterima oleh generasi sekarang yang pada dasarnya merupakan generasi masa
depan yang akan mempertahankan serta melestarikan ideologi pancasila. Metode
pembelajaran yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonsep ulang cara belajar
pendidikan Pancasila di sekolah ataupun di kampus. Pembelajaran yang dimaksud
adalah dengan merubah prinnsip belajar dari konvensional menjadi tepusat kepada
siswa ataupun mahasiswa. Pendekatan dalam metode pembelajaran pendidikan
Pancasila harus berubah dari teacher oriented ke student oriented. Guru atau
dosen yang terlalu dominan dikelas dan siswa atau mahasiswa dianggap seperti
ketas putih sudah tidak sesuai lagi dengan siswa atau mahasiswa di era revolusi
industri 4.0. Maka dari itu, metode pembelajaran pendidikan Pancasila harus dapat
mendekatkan diri pada peserta didik dan sesuai dengan era dimana dunia dipenuhi
dengan teknologi informasi. Hal ini dikarenakan peserta didik bisa saja lebih
mahir mengakses informasi atau materi pelajaran dibandingkan guru atau
dosennya.
2.3 Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti bahwa Pancasila adalah
sebagai dasar pondasi, yaitu setiap penyelenggaraan ketatanegaraan serta
pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia harus berlandaskan pada
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Penjabaran tentang Pancasila sebagai
dasar negara dapat dijelaskan melalui beberapa pembahasan dibawah. Adapun isi
atau tata urutan Pancasila yang tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945
yaitu ;
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan,
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai beberapa fungsi. Beberapa
fungsi tersebut yaitu :
1. Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pancasila dapat dijadikan dasar untuk mengatur pemerintahan
negara. Dasar di sini diartikan sebagai dasar falsafah atau filosofi
negara. Sehingga Pancasila dalam hal ini digunakan sebagai dasar
untuk mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pancasila
digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan aparatur
negara yang sesuai dengan bunyi dan isi yang tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Fungsi Pancasila sebagai dasar negara yang kedua yaitu sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia. Dalam hal ini Pancasila berperan
sebagai petunjuk hidup sehari-hari, yang juga merupakan satu kesatuan
yang tidak akan bisa dipisah-pisah antara satu dengan yang lain.
Artinya bersatu dalam satu Negara, yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
3. Kepribadian Bangsa Indonesia
Fungsi Pancasila sebagai dasar negara yang ketiga yaitu
kepribadian bangsa Indonesia. Fungsi yang satu ini dapat diwujudkan
dalam berbagai bentuk sikap mental maupun tingkah lalu atau perilaku
beserta amal perbuatan dari sikap mental tersebut. Kepribadian yang
dimaksudkan adalah ciri khas masyarakat bangsa Indonesia. Artinya
suatu sikap mental dan tingkah laku yang mempunyai ciri khas
tersendiri sehingga mampu dibedakan dengan bangsa lainnya di
seluruh dunia. Itulah yang dinamakan kepribadian bangsa Indonesia.
4. Jiwa Bangsa Indonesia
Jiwa bangsa Indonesia juga menjadi salah satu fungsi Pancasila
sebagai dasar negara yang keempat. Pancasila dijelaskan berdasarkan
teori Von Savigny yang artinya adalah setiap bangsa mempunyai
jiwanya masing-masing yang disebut dengan Volkgeist yang berarti
jiwa bangsa atau jiwa rakyat. Pancasila merupakan jiwa bangsa yang
lahir bersamaan dengan adanya atau terbentuknya bangsa Indonesia,
yaitu pada zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Hal ini senada
dengan apa yang dikemukakan oleh Prof. Mr. A. G. Pringgodigdo
dalam tulisannya yang berjudul Pancasila. Dalam tulisan tersebut, juga
menyebutkan Pancasila sendiri sudah ada sejak adanya bangsa
Indonesia berdiri dan berkembang di zaman kerajaan. Meskipun istilah
atau nama Pancasila baru dikenal pada 1 Juni 1945.
5. Sumber dari Segala Sumber Hukum
Kemudian fungsi Pancasila sebagai dasar negara yang kelima yaitu
menjadi sumber dari segala hukum. Pancasila merupakan sumber
hukum bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sumber
hukum Indonesia ini bermakna sebagai pandangan hidup, kesadaran
dan cita-cita hukum beserta cita-cita moral yang meliputi suasana
kejiwaan serta watak bangsa Indonesia. Cita-cita yang dimaksud
adalah cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa
atau Negara, perikemanusiaan, keadilan sosial, dan perdamaian
Nasional yang merupakan hak dan kewajiban warga negara. Cita-cita
hukum atau politik ialah tentang sifat, bentuk dan tujuan Negara
Indonesia. Dan terakhir cita-cita moral adalah hukum tentang
kehidupan rakyat yang terkait dengan keagamaan dan kemasyarakatan.
6. Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
Kemudian ada pula perjanjian luhur Bangsa Indonesia yang
menjadi salah satu fungsi Pancasila sebagai dasar negara. Perjanjian
luhur di sini adalah menyangkut ikrar yang telah dibuat saat
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia bersama sama oleh
para pendiri bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia memutuskan untuk
merdeka menjadi sebuah Negara pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada
18 Agustus 1945 disahkan pembukaan dan batang tubuh Undang-
Undang Dasar 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). PPKI pada saat itu merupakan wakil-wakil seluruh rakyat
Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur yang tertulis tersebut
(UUD 1945) untuk membela Pancasila sebagai dasar Negara selama-
lamanya.
7. Falsafah Hidup yang Mempersatukan Bangsa
Fungsi Pancasila yang ketujuh adalah sebagai falsafah hidup yang
mempersatukan bangsa. Indonesia negara yang kaya akan budaya dan
etnis yang berbeda. Pancasila di sini merupakan sarana atau alat yang
sangat ampuh untuk mempersatukan bangsa Indonesia agar tidak
terjadinya penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan
multikultural. Pancasila merupakan falsafah hidup dan kepribadian
bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma luhur
serta diyakini paling benar, adil, bijaksana, dan tepat bagi bangsa
Indonesia untuk bisa mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
8. Cita-Cita dan Tujuan Bangsa Indonesia
Fungsi Pancasila yang kedelapan adalah sebagai cita cita dan
tujuan bangsa Indonesia. Cita-cita luhur bangsa Indonesia termuat
tegas dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini
dikarenakan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
media penuangan jiwa proklamasi, yaitu jiwa Pancasila yang tertulis di
dalamnya. Sehingga Pancasila dapat dikatakan sebagai cita-cita dan
tujuan bangsa Indonesia. Cita-cita luhur inilah yang kelak akan dicapai
oleh bangsa Indonesia selaku bangsa atau Negara.
9. Ideologi Bangsa Indonesia
Dan fungsi Pancasila yang terakhir atau yang kesembilan adalah
sebagai ideologi Bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi negara
berisi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, yang menjadi
cita-cita normatif dalam proses penyelenggaraan negara. Secara lebih
luas, pengertian Pancasila sebagai ideologi negara dapat diartikan
sebagai visi atau arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Dengan terwujudnya suatu kehidupan yang
menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan
kesatuan, berkerakyatan, dan menjunjung tinggi nilai keadilan,
termasuk keadilan sosial. (Sumber : https://bpip.go.id/bpip/berita/)

Seluruh pasal-pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945


merupakan penjabaran dari butir-butir sila dalam Pancasila. Pancasila juga
dijadikan sebagai pondasi dalam pembuatan dan pembentukan peraturan
perundang-undangan. Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kedudukan
sebagai berikut :
1. Sumber dari segala hukum yang dibentuk di Indonesia.
2. Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.
3. Menciptakan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.
4. Menjadi sumber semangat bagi UUD 1945.
5. Mengandung norma-norma yang mengharuskan Undang-Undang
Dasar untuk mewajibkan pemerintah maupun penyelenggara negara
yang lain untuk memelihara budi pekerti luhur.
Pancasila sebagai dasar negara terbukti mampu menjadi media pemersatu
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Melalui kelima sila yang
terdapat nilai-nilai untuk bekal dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Nilai-nilai tersebut dapat diambil dari isi Pancasila dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Oksep Adhayanto (2015), hukum nasional adalah pelaksanaan
hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk menjadi alat
dalam upaya pencapaian tujuan, dasar, dan cita-cita hukum suatu negara.
Peraturan yang dibentuk dan dibangun untuk mencapai tujuan negara bersumber
pada Pembukaan dan pasal-pasal Undang Undang Dasar 1945.
2.3.1 Konsep Negara
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep memiliki beberapa arti
sebagai berikut :
a. Rancangan atau buram surat dan sebagainya.
b. Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.
c. Gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada diluar
bahasa,yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.
Negara adalah salah satu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat. Sebagai masyarakat yang bernegara diwajibkan untuk tunduk dan
patuh pada peraturan yang berlaku pada kekuasaan negara. Aristoteles memaknai
negara adalah persekutuan daripada keluarga dan desa untuk memperoleh hidup
yang sebaik-baiknya. Agar terciptanya kerukunan dalam sebuah organisasi, maka
dibentuklah peraturan yang dibentuk oleh anggota dari organisasi tersebut dan
dilaksanakan dan dipatuhi oleh anggota organisasi.
2.3.2 Konsep Pembentukan Peraturan
Negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan sebutan sebagai negara
hukum, Indonesia memiliki aturan-aturan hukum yang berbentuk
perundangundangan. Bentuk peraturan perundang-undangan ini berfungsi untuk
mengatur masyarakat ke arah yang lebih baik lagi. Dalam membentuk suatu
peraturan perundang-undangan, tentunya membutuhkan suatu konsep dalam
rencana untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang baik.
Peraturan perundang-undangan yang baik yaitu suatu peraturan perundang-
undangan yang memiliki dasar atau landasan yang disebut dengan Grundnorm.
Bagi bangsa Indonesia, Grundnorm merupakan landasan bagi pembentukan
peraturan perundangundangan. Grundnorm merupakan pondasi bagi terbentuknya
hukum yang memiliki keadilan. Pancasila merupakan Grundnorm bagi bangsa
Indonesia. Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Oleh sebab itu, jika pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia
tidak sesuai dengan Pancasila, maka peraturan perundang-undangan belum
memiliki dasar yang kuat untuk diundangkan. Dengan demikian, peraturan
perundang-undangan belum memenuhi konsep dalam pembentukan peraturan
perundangundangan yang ada.
Membentuk suatu peraturan perundangundangan tentunya membutuhkan
rencana atau plan yang baik untuk menentukan ke arah mana peraturan
perundang-undangan tersebut dibentuk. Dengan rencana yang baik, maka akan
terbentuk pula suatu peraturan perundang-undangan yang baik. Dalam
merencanakan pembentukan peraturan perundangundangan, tentunya tidak lepas
dengan apa yang disebut dengan konsep. Konsep inilah yang nantinya memiliki
peran aktif dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang baik. Dapat
membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang memiliki kepastian,
keadilan, dan manfaat.
Pembentukan peraturan perundang-undangan tentunya membutuhkan
konsep sebagai modal awal dalam membentuk peraturan perundang-undangan
yang baik. Konsep inilah yang nantinya akan mengarahkan perturan perundang-
undangan yang dibentuk menjadi peraturan perundang-undangan yang baik, yang
terarah, yang memiliki keadilan, kepastian dan dapat mendistribusikan manfaat.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disingkat NKRI) merupakan
negara hukum yang membutuhkan konsep dalam membentuk hukum. Hukum
yang berlaku, jika dibentuk dengan menggunakan konsep yang baik, yang
terencana dengan baik, maka hukum yang berupa peraturan perundang-undangan
yang dimiliki oleh NKRI akan menjadi hukum yang baik yang mencerminkan
keadilan. oleh karena itu, konsep pembentukan peraturan perundang-undangan
merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk suatu peraturan perundang-
undangan yang baik.
Konsep pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia harus
benar-benar sesuai dengan norma dasar serta asas-asas dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pembentukan peraturan
perundang-undangan akan membentuk hukum yang sesuai dengan cita hukum
bangsa Indonesia itu sendiri dengan mengedepankan konsep yang baik dalam
membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang baik, yang mampu
mengatur, menjaga dan melindungi seluruh masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia (Ferry Irawan Febriansyah, 2016)
2.3.3 Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik
Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses
kebangsaan Indonesia. Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan
agar dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam
konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR
periode 2009--2014, 2013: 89).
Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada
pembukaan, juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998,
tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan ketetapan
tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Meskipun status ketetapan
MPR tersebut saat ini sudah masuk dalam kategori ketetapan MPR yang tidak
perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final),
telah dicabut maupun telah selesai dilaksanakan (Pimpinan MPR dan Tim Kerja
Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 90).
Selain itu, juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa Pancasila ditempatkan
sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan
negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Pimpinan MPR
dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 90-91).

3 Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara


Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia
merdeka, Radjiman meminta kepada anggotanya untuk menentukan dasar negara.
Sebelumnya, Muhammad Yamin dan Soepomo mengungkapkan pandangannya
mengenai dasar negara. Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno
menyebut dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda, P hilosophische
grondslag bagi Indonesia merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen,
filsafat, pikiran yang sedalam - dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam - dalamnya
untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka. Soekarno juga menyebut
dasar negara dengan istilah ‘ W eltanschauung ’ atau pandangan dunia (Bahar,
Kusuma , dan Hudawaty, 1995: 63, 69, 81; dan Kusuma, 2004: 117, 121, 128,
129). Dapat diumpamakan, Pancasila merupakan dasar atau landasan tempat
gedung Republik Indonesia itu didirikan (Soepardo dkk, 1962: 47). Selain
pengertian yang diungkapkan oleh Soekarno, “dasar negara” dapat disebut pula
“ideologi negara”, seperti dikatakan oleh Mohammad Hatta: “Pembukaan UUD,
karena memuat di dalamnya Pancasila sebagai ideologi negara, beserta dua
pernyataan lainnya yang menjadi bimbingan pula bagi politik negeri seterusnya,
dianggap sendi daripada hukum tata negara Indonesia. Undang - u ndang ialah
pelaksanaan daripada pokok itu dengan Pancasila sebagai penyuluhnya, adalah
dasar mengatur politik negara dan perundang - undangan negara, supaya terdapat
Indonesia merdeka seperti dicita - citakan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur” (Hatta, 1977: 1; Lubis, 2006: 332)
Pancasila dijadikan dasar negara, yaitu sewaktu ditetapkannya Pembukaan
Undang - Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 pada 8
Agustus 1945. Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni
1945, yang terkenal dengan Jakarta - chart er (Piagam Jakarta), tetapi Pancasila
telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka
yang akan didirikan, yaitu pada 1 Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidik
Usaha, - usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Notonagoro, 1994: 24).
Terkait dengan hal tersebut, Mahfud MD (2009:14) menyatakan bahwa
berdasarkan penjelajahan historis diketahui bahwa Pancasila yang berlaku
sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai aliran politik yang ada di
BPUPKI, yang kemudian disempurnakan dan disahkan oleh PPKI pada saat
negara didirikan. Lebih lanjut, Mahfud MD menyatakan bahwa ia bukan hasil
karya Moh. Yamin ataupun Soekarno saja, melainkan hasil karya bersama
sehingga tampil dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang utuh seperti sekarang.
4 Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila menjelma menjadi asas dalam sistem demokrasi konstitusional.
Konsekuensinya, Pancasila menjadi landasan etik dalam kehidupan politik
bangsa Indonesia. Selain itu, bagi warga negara yang berkiprah dalam
suprastruktur politik (sektor pemerintah), yaitu lembaga - lembaga negara dan
lembaga - lembaga pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, Pancasila
merupakan norma hukum dalam memformulasikan dan mengimplementasikan
kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, bagi
setiap warga negara yang berkiprah dalam infrastruktur politik (sektor
masyarakat), seperti organisasi ,kemasyarakatan, partai politik, dan media massa,
maka Pancasila menjadi kaidah penuntun dalam setiap aktivitas sosial politiknya.
Dengan demikian, sektor masya rakat akan berfungsi memberikan masukan yang
baik kepada sektor pemerintah dalam sistem politik. Pada gilirannya, sektor
pemerintah akan menghasilkan output politik berupa kebijakan yang memihak
kepentingan rakyat dan diimplementasikan secara bertanggung j awab di bawah
kontrol infrastruktur politik. Dengan demikian, diharapkan akan terwujud clean
government dan good governance demi terwujudnya masyarakat yang adil dalam
kemakmuran dan masyarakat yang ,makmur dalam keadilan (meminjam istilah
mantan Wapres Uma r Wirahadikusumah).
5 Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara,
Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar nega,ra, dapat
menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human
resourses (personal/sumber daya manusia). Pendekatan institusional yaitu
membentuk dan menyelenggarakan negara yang bersumber pada nilai - nilai
Pancasila sehingga negara Indonesia memenuhi unsur - unsur sebagai negara
modern, yang menjamin terwujudnya tujuan negara at au terpenuhinya
kepentingan nasional ( national interest ), yang bermuara pada terwujudnya
masyarakat adil dan makmur. Sementara, human resourses terletak pada dua
aspek, yaitu orang - orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan
(aparatur negara) yang melak sanakan nilai - nilai Pancasila secara murni dan
konsekuen di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya sehingga
formulasi kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang
mengejawantahkan kepentingan rakyat. Demikian pula halnya pada tahap
implementasi y ang harus selalu memperhatikan prinsip - prinsip good
governance , antara lain transparan, akuntabel, dan fairness sehingga akan
terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme); dan warga negara yang
berkiprah dalam bidang bisnis, harus menjadikan Pancasil a sebagai sumber nilai
- nilai etika bisnis yang menghindarkan warga negara melakukan free fight
liberalism, tidak terjadi monopoli dan monopsoni; serta warga negara yang
bergerak dalam bidang organisasi kemasyarakatan dan bidang politik
(infrastruktur politik). Dalam kehidupan kemasyarakatan, baik dalam bidang
sosial maupun bidang politik seyogyanya nilai - nilai Pancasila selalu dijadikan
kaidah penuntun. Dengan demikian, Pancasila akan menjadi fatsoen atau etika
politik yang mengarahkan kehidupan bermasyarak at, berbangsa, dan bernegara
dalam suasana kehidupan yang harmonis. Kedudukan Pancasila sebagai sumber
dari sumber hukum sudah selayaknya menjadi ruh dari berbagai peraturan yang
ada di Indonesia. Pembukaan Undang - Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tah un 1945 yang ditegaskan dalam alinea keempat terdapat kata
“berdasarkan” yang berarti, Pancasila merupakan dasar negara kesatuan
Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa
nilai - nilai Pancasila harus menjadi landasan dan ped oman dalam membentuk
dan menyelenggarakan negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam
pembentukan peraturan perundang - undangan. Hal ini berarti perilaku para
penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara,
harus sesuai denga n perundang - undangan yang mencerminkan nilai - nilai
Pancasila. Apabila nilai - nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik oleh
penyelenggara negara maupun seluruh warga negara, maka akan terwujud tata
kelola pemerintahan yang baik. Pada gilirannya, cita - cita dan tujuan negara
dapat diwujudkan secara bertahap dan berkesinambungan.
2.4 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Beberapa ahli filsafat menyebut bahwa Filsafat Pancasila ini merupakan
bagian dari Filsafat Timur, yang mendasarkan pada ketuhanan dan keagamaan
(theisme-religius). Filsafat pancasila sendiri merupakan hasil pemikiran
mendalam dan telah di yakini serta dianggap menjadi norma paling benar, adil,
bijaksana, baik, dan sesaui kaidah didirikannya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pancasila sebagai filsafat dapat diartikan sebagai pandangan hidup
dalam kegiatan yang praktis.
2.4.1 Pengertian Filsafat Secara Singkat
Dalam Bahasa Indonesia filsafat merupakan asal kata dari Bahasa Yunani
“Philosophia”, yang terdiri dari kata “phile” dan “sophia”. “Phile” yang artinya
artinya cinta dan “Sophia” artinya kebijaksanaan. Menurut tokoh filsafat, salah
satunya Socrates (469-399 s.M.) Filsafat merupakan sebuah bentuk peninjauan
diri yang bersifat reflektif atau berbentuk sebuah perenungan terhadap azas-azas
dari kehidupan yang adil dan bahagia. Dari pemikiran tersebut di kembangkan
bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu
dan berkendak untuk melaukan refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri
secara obyektif.
2.4.2 Kajian Pancasila di Bidang Antologis, Epistemologis, Aksiologis.
Pancasila yang merupakan sistem Filsafat, memiliki dasar ontologis, dasar
epistemologis dan dasar aksiologis tersendiri yang menjadikannya berbeda dengan
sistem filsafat lainnya. Berikut pembahasannya;
1. Ontologis. Ontologi sendiri, menurut Aristoteles adalah ilmu yang di
dalam nya menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau
eksistensi dan di analogi kan artinya dengan metafisika. Kajian ontologis
Pancasila utamanya membahas manusia sebagai pendukung pokok dari
sila-sila Pancasila memiiki beberapa hak mutlak. Diantaranya terdiri dari
susunan kodrat, raga dan jiwa, ruhani dan jasmani serta sebagai makhluk
pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila yang didalamnya
terdiri atas lima sila, maka setiap sila bukanlah merupakan asas yang
berdiri sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Maka
pengkajian Pancasila sebagai sistem filsafat pada dasar ontologis yakni,
sebagai upaya untuk mengetahui dan mendalami hakikat dasar dari sila-
sila Pancasila.
2. Epistemologis. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki
asal, syarat, susunan, metode, serta validitas ilmu pengetahuan. Menurut
Titus (1984:20) ditemukan tiga persoalan mendasar dalam epistemologi,
yakni: (1) tentang sumber pengetahuan manusia; (2) tentang teori
kebenaran pengetahuan manusia; dan (3) tentang watak pengetahuan
manusia. Sehingga dalam kajian epistemologis Pancasila sebagai sistem
filsafat, yakni sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai
suatu sistem pengetahuan. Sebagai paham epistemologi, maka Pancasila
hendaknya mendasarkan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan tidak
bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat
manusia, berikut susunannya;
 Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai empat sila lain.
 Sila kedua berdasar pada sila pertama serta mendasari dan
menjiwai sila tiga, empat, dan lima.
 Sila ketiga di dasari dan dijawai sila pertama dan sila kedua serta
mendasari dan menjiwai sila keempat dan lima.
 Sila keempat berdasar dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, serta
mendasari dan menjiwai sila kelima.
 Sila kelima, berdasar dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan
keempat.
Hakikatnya dasar epistemologis dan dasar ontologis tidaklah dibahas
terpisah. Oleh karenanya pembahasan dasar epistemologis pancasila
sebagai sistem filsafat berkaitan erat dengan pembahasan dasar
ontologisnya, yakni membahas hakikat manusia.
3. Aksiologis. Aksiologi Pancasila memiliki arti bahwa kita membahas
terkait filsafat nilai Pancasila. Istilah aksiologi sendiri berasal dari kata
Yunani “axios” yang artinya nilai, manfaat, dan “logos” yang memiliki
arti pikiran, ilmu atau teori. Pancasila sebagai sistem filsafat dari sisi
aksiologis, yaitu mengkaji nilai-nilai di dalam Pancasila yang hakikatnya
juga merupakan suatu kesatuan.
2.4.3 Fungsi Dasar Filsafat Pancasila
Pada dasar nya ketika Pancasila dijadikan sebagai sistem filsafat memliki
dua fungsi:
1. Fungsi teoritis;
Sistem filsafat adalah sistem pengetahuan dan pemahaman yang
terdalam dan komprehensif, sehingga bersifat universal. Hal ini didasari
oleh fakta bahwa filsafat membahas segala sesuatu bersama esensinya,
dengan artian lain, membahas hingga ke tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi. Sistem filsafat Pancasila memberikan pengetahuan tentang
kebijaksanaan dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan Tuhan
Yang Maha Esa, dengan negara, dan dengan apa saja yang berada di
sekitarnya. Dalam pengertian ini sistem telah diubah menjadi pandangan
hidup dan pandangan dunia.
2. Fungsi praktis.
Seluruh aspek penyelenggaraan dan administrasi dalam negara
merupakan hasil dari turunnya nilai-nilai Pancasila. Pancasila yang telah
mempunyai dasar dari sifat kemanusiaan sebagai pendukung utama negara
dan sifat masyarakat, bangsa dan negara praktis merupakan sumber,
prinsip kerokhanian dalam setiap aspek penyelenggaraan dan organisasi
negara. Hal ini juga termasuk tatanan hukum Indonesia, kekuasaan negara,
pertahanan nasional, setiap sarana peralatan negara dan khususnya menjadi
Pedoman Negara yang penguraiannya berkaitan dengan pembangunan
negara yang dinamis.
2.4.4 Implementasi Filsafat Pancasila Dalam Kehidupan Bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai falsafah menjadikannya diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari bagi bangsa Indonesia. Bukan sekedar hafal ketika pelafalan,
melainkan pengimplementasiannya hingga terbentuk suatu negara yang
masyarakatnya berkepribadian unik.

1. Sebagai nilai terhadap ketahanan nasional negara.


Nilai terhadap ketahanan nasional negara mencakup beberapa nilai
didalamnya;
 Nilai keterbukaan.
Manusia harus mampu memiliki keterbukaan diri pada kehadiran
orang lain sebagai bentuk sosialitasnya. Hal ini menjadikan
perkembangan pada manusia itu sendiri. Keterbukaan akan
menciptakan hubungan mutu dari interpersonal danmdialog.
Konteks pada nilai keterbukaan ini adalah cerminan dari aktualitas
manusia seimbang dengan Pancasila. Hal ini nampak pada sikap
masyarakat Indonesia yang mampu menerima perbedaan dan sikap
terbuka terhadap perbedaan,
 Nilai tanggung jawab.
Konsekuensi dari hakikat manusia seimbang ialah menerapkan
tanggung jawab yang di wujudkan dalam ranah yang bersifat
praktis. Hal ini nyata terdapat pada perilaku masyarakat di
kehidupan kesehariannya yang lebih mementingkan kepentingan
bersama lebih dari kepentingan individual semata.
 Nilai solidaritas.
Solidaritas umumnya muncul bersamaan dengan rasa tanggung
jawab. Nilai solidaritas sendiri merupakan bentuk dari afirmasi
eksistensi individualitas terhadap satu sisi dan juga bentuk afirmasi
dari eksistensi sosialitas terhadap sisi lainnya. Nilai ini dapat
dibangun dengan semangat pengharagaan terhadap pandangan
kesejajaran harkat dan martabat manusia.
 Nilai kepercayaan.
Kepercayaan merupakan nilai utama dari hadirnya sebuah relasi
atau hubungan keseimbangan sisi individualitas serta sosialitas
manusia. Nilai kepercayaan wujud nya dari sikap memegang teguh
komitmen, dan menghargai tiap amanah yang kepercayaan yang
diberikan. Kepercayaan juga menjadi modal sosial yang sangat
bernilai untuk membangun masyarakat yang bermartabat.
 Nilai keadilan.
Nilai ini merupakan bentuk pengakuan atas sederajatnya tiap
individu dengan individu lainnya. Adanya nilai ini menunjukan
bahwa manusia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab
yang sesuai kemampuannya. Kedilan dalam arti persamaan
merupakan wujud dari kodrat manusia yang tidak dapat
dihilangkan, sehingaa tiap warga negara berhak menentukan aspek
kehidupnya masing-masing untuk mengembangkan diri secara
maksimal.
 Nilai kerjasama.
Nilai ini merupakan puncak dari cakupan keseluruhan nilai
sebelumnya, yakni nilai keterbukaan, nilai tanggung jawab,
solidaritas, dan kepercayaan. Wujud dari nilai ini yang menjadikan
masyarakat khas adalah sikap gotong royong. Gototng royong
merupakan bentuk afirmasi peran individu nya di kehidupan sosial.
Individualitas dan sosialitas merupakan realitas keseharian manusia
atau faktisitas(pembatasan dan nilai penentu kebebasan) yang tidak
terelakkan dalam diri manusia. Dalam perwujudan dimensi
individualitas dan sosialitasnya tersebut manusia diharuskan untuk
menghayati norma-norma keseimbangan dalam relasi dengan
sesamanya.
2. Sebagai pembangun karakter masyarakat melalui pendidikan
berkarakter.
Filsafat pendidkan di Indonesia mengakar pada nilai-nilai
pancasila. Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Yakni
memiliki tujuan dalam membentuk pribadi anak agar kedepannya menjadi
manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Ciri-
ciri kemanusiaan yang kelihatan dari Pancasila ialah integral, etis, dan
religius (Poeposwardoyo, 1989). Bentuk dari implementasi ciri tersebut
adalah sebagai berikut;
 Pancasila yang telah mengajarkan Integral Kemanusiaan
maksudnya ialah kemanusiaan yang integral, yakni mengakui
manusia seutuhnya. Manusia diakui sebagai suatu keutuhan jiwa
dan raga, keutuhan manusia antara sebagai individu dan makhluk
sosial. Kedua hal itu sebenarnya merupakan dua sisi dari satu
realitas tentang manusia. Hakekat manusia yang seperti inilah yang
merupakan hakekat subjek didik.
 Etis Pancasila merupakan bentuk kualifikasi etis. Pancasila
mengakui keunikan subjektivitas manusia, hal ini berarti
penjunjungan tinggi kebebasan yang dilakukan, tapi tidak dari
segalanya seperti liberalisme. Kebebasan yang dimaksud adalah
kebebasan yang memiliki tanggung jawab.
 Religius pada Sila pertama pancasila contoh penegasan bahwa
religius melekat pada hakikat manusia, maka pandangan
kemanusiaan Pancasila adalah paham kemanusiaan religius.
Religius telah menunjukan kecendrungan dasar dan potensi itu.
Pancasila mengakui keberadaan Tuhan sebagai pencipta serta
sumber keberadaan dan menghargai religius dalam masyarakat
sebagai yang memiliki makna. Kebebasan agama merupakan salah
satu hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia,
dikarenakan kebebasan agama itu langsung bersumber pada
martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan
agama bukanlah pemberian dari negara atau pemberian perorangan
atau golongan. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sendiri tidak akan memaksa setiap manusia untuk
memeluk agama tertentu.
Atas dasar penjelasan di atas, dapat di pahami bahwasanya
pendidikan karakter di Indonesia adalah hasil penerapan dari nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila yang dijadikan sistem
falsafah, merupakan pedoman berperilaku bagi bangsa Indonesia yang
sesuai dengan kultur kita bangsa Indonesia yang memiliki keserupaan
dengan adat ketimuran.
Salah satu cara untuk menerapkan pendidikan karakter adalah
dengan melaksanakan nilai-nilai Pancasila. Berikut adalah beberapa poin
yang harus dilakukan oleh pendidik dalam melaksanakan nilai-nilai
Pancasila;
a. Harus memahami nilai-nilai Pancasila tersebut.
b. Menjadikan Pancasila sebagai aturan hukum dalam
kehidupan.
c. Memberikan contoh pelaksanaan nilai-nilai pendidikan
kepada peserta didik dengan baik.
Dengan menerapkan ketiga poin diatas harapannya ialah
terlaksananya pendidikan berkarakter yang sesuai dengan sistem filsafat
pancasila. Sebab perkembangan ilmu dan teknologi akan berkembang
terus menerus seiring berjalannya waktu. Maka poin di atas merupakan
satu-satu nya cara penerapan pendidikan berkarakter.
BAB 3.PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat dijadikan sebagai cara
untuk mewujudkan cita cita bangsa Indonesia.Salah satu cita cita bagi bangsa
Indonesia adalah tertuang pada pncasila sila ke 3. Makna persatuan yang terdapat
pada pancasila sila ke 3 ini adalah bersayinya berbagai macam corak yang sangat
kaya dan beraneka ragam menjadi satu kesatuan. Jadi dapat diartikan bawasanya
persatuan suatu bangsa yang terletak pada suatu wiyah bersatu karena didorong
oleh rasa untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas di dalam suatu
Negara yang berdaulat.
Ideologi Pancasila sejatinya dipandang cocok bagi bangsa Indonesia,
sehingga perlu dipertahankan melalui pengamalan diberbagai bidang kehidupan.
Indonesia dengan berideologikan pancasila memiliki suatu ciri yang mana
hubungan antara warga Negara dengan Negara ialah seimbang. Kemudian
hubungan antara agama dengan Negara seimbang. Terkait dengan hubungan
warga Negara dengan Negara ini diimplementasikan pada bidang pendidikan,
yang mana negara membentuk WNI bertanggung jawab, memiliki akhlak mulia,
dan takwa kepada Tuhan YME. Kemudian dari segi hubungan agama dengan
Negara dikatakan seimbang ialah karena Agama erat hubungannya dengan
Negara, Negara memperhatikan kehidupan beragama, Negara menjamin
kebebasan untuk memilih salah satu agama yang diakui oleh pemerintah, dan
tidak adanya atheis.
Pancasila sebagai dasar negara berarti perilaku para penyelenggara negara
dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara, harus sesuai denga n
perundang - undangan yang mencerminkan nilai - nilai Pancasila. Apabila nilai -
nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik oleh penyelenggara negara
maupun seluruh warga negara, maka akan terwujud tata kelola pemerintahan
yang baik. Pada gilirannya, cita - cita dan tujuan negara dapat diwujudkan secara
bertahap dan berkesinambungan.
Pancasila yang dijadikan sistem falsafah, merupakan pedoman berperilaku
bagi bangsa Indonesia yang sesuai dengan kultur kita bangsa Indonesia yang
memiliki keserupaan dengan adat ketimuran. Salah satu cara untuk menerapkan
pendidikan karakter adalah dengan melaksanakan nilai-nilai Pancasila. Berikut
adalah beberapa poin yang harus dilakukan oleh pendidik dalam melaksanakan
nilai-nilai Pancasila harus memahami nilai-nilai Pancasila tersebut menjadikan
Pancasila sebagai aturan hukum dalam kehidupan memberikan contoh
pelaksanaan nilai-nilai pendidikan kepada peserta didik dengan baik.
Daftar Pustaka

Rozuli, A. I. (2017). Birokrasi, Korupsi, dan Kekuasaan. Jurnal Transformative,


3(1), 1-14.

Nabila, P. (2019). KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI DASAR DAN


IDEOLOGI NEGARA DALAM FRASA EMPAT PILAR BERBANGSA
DAN BERNEGARA (studi terhadap Putusan Mahkamah Kosntitsi Nomor
100/PUU-XI/2013) (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).

Maulia, S. T. (2017). Pemahaman Konsep Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Ideologi


Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Kewarganegaraan 2017.

Fadilah, N. (2019). Tantangan dan Penguatan Ideologi Pancasila dalam


Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Journal of Digital Education,
Communication, and Arts (DECA), 2(02), 66-78.

Asatawa, I., & Ari, P. (2017). Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang
Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.

Pratikno, A. S. (2020). Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan.

Jimly Asshiddiqie, S. H. (2008). Ideologi, Pancasila, dan konstitusi.

Dewi, S., & Utama, A. S. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA


INDONESIA SERTA PERKEMBANGAN IDEOLOGI PANCASILA
PADA MASA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN ERA REFORMASI.
Pelita Bangsa Pelestari Pancasila, 13(2), 17-36.

Dewi, S. F., Khoiri, M., Tiara, M., Bin, Z., Rahman, A., & Ilham, F. A. (2017).
Perbandingan Ideologi: Pancasila dan Ideologi-Ideologi di Dunia.
Muslimin, Husein. (2016). Tantangan Terhadap Pancasila Sebagai Ideologi Dan
Dasar Negara Pasca Reformasi. Jurnal Cakrawala Hukum. 7 (1), 30-38.

Maulia, S. T. (2017). Pemahaman Konsep Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Ideologi


Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Kewarganegaraan 2017.

Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009 - 2014.(2013).
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat
Jenderal MPR RI.

F.I. Febriansyah, 2016. Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di


Indonesia, Perspektif, 21(3): 220-229.

Adhayanto O, 2015. Implementasi Nilai-Nilai Pan,,casila Sebagai Dasar Negara


Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,, JURNAL ILMU
HUKUM, 5(2): 1-12.

Nurwardani P. dkk. 2016. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.


Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

Anda mungkin juga menyukai