Anda di halaman 1dari 3

Materi Penyuluhan

Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat


(SPBM), Cikal Bakal Konsep Desa Mandiri
Benih
Senin, 29 Okt 2018
AddThis Sharing Buttons
Share to Facebook
FacebookShare to Twitter
Twitter

Sumber Gambar : Dokumentasi BPTP Lampung

Pemenuhan benih unggul bermutu secara mandiri pada kelompok dapat mengacu pada konsep
Model Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat (SPBM) yang telah dikembangkan Consortium
Unfavorable Rice Environment (CURE). Konsep awal SPBM adalah sebagai pengaturan sistem
perbenihan informal, dimana sebuah komunitas pertanian atau sekelompok petani membentuk
sistem kolektif dalam memproduksi dan bertukar atau menjual benih berkualitas baik, terutama
pada saat terjadi bencana atau kekurangan benih. Konsep SPBM sendiri telah digunakan dalam
pengembangan Desa Mandiri Benih yang telah dilaksanakan oleh Balitbangtan sejak tahun 2015.

Tahapan utama implementasi konsep SPBM yaitu: persiapan awal, pembentukan SPBM, dan
fondasi pertumbuhan keberlanjutan.

Persiapan Awal

Langkah persiapan awal merupakan salah satu kunci keberhasilan. Beberapa hal yang harus
dilakukan yaitu: (1) Pemilihan tempat kegiatan. Penentuan lokasi kegiatan diantaranya
mempertimbangkan ada tidaknya sumber benih di lokasi, kesediaan masyarakat untuk berubah,
adanya asosiasi petani tetapi kurang dalam urusan pertukaran benih. (2) Partisipasi masyarakat
dalam pelatihan. Identifikasi partisipasi masyarakat menjadi penting untuk melihat kesadaran
masyarakat akan mulai hilangnya sumberdaya genetik, dan pengenalan VUB. (3) Melakukan
penilaian perdesaan partisipatif (PRA). Bertujuan untuk mengidentifikasi ketersediaan varietas,
benih, dan kualitasnya, bagaimana penggunaan benih lokal oleh patani, pengetahuan tradisional
terkait varietas lokal, permasalahan petani terhadap akses perbenihan, dan praktek petani saat ini
dalam memproduksi benih. (4) Mengidentifikasi kelompok petani mitra. Pada aktivitas ini dapat
mengidentifikasi petani yang bersedia mengambil bagian dalam proses pengembangan benih. (5)
mengidentifikasi local champions, dapat peneliti, penyuluh, LSM dan pemuka masyarakat. (6)
Mengkaji benih, dilakukan untuk memvalidasi teknologi dan memilih varietas yang dapat
diperkenalkan. (7) Pelatihan kelompok mengenai system produksi benih yang baik, manajemen
kesehatan benih, diversifikasi tanaman, dan topik lain yang relevan.
Persiapan awal dilakukan melalui proses pemilihan/seleksi varietas secara partisipatif dan
penyediaan alternatif pilihan untuk memenuhi berbagai preferensi/keinginan petani akan
kombinasi varietas unggul baru dan varietas petani.

Tahap Pembentukan SPBM

Pada tahap ini, ada tiga kegiatan utama, yaitu: (1) Melatih petani untuk mampu melakukan
koleksi benih sendiri yang mereka sukai dan memiliki keunggulan-keunggulan, (2) memilih
lokasi, penetuan lokasi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Lokasi yang dipilih
harus cocok untuk perbenihan. Syarat lokasi diantaranya: tidak ada masalah endemik
hama/penyakit, ketersedian air mencukupi, dan (3) penerapan pembelajaran mengenai produksi
benih dan manajemen kesehatan benih. Penerapan pembelajaran dilakukan secara simultan dan
lengkap sesuai tahapan perbenihan. Langkah-langkah ini mencakup: (i) persiapan lahan, (ii)
mengambil malai diluar jenis yang ditanam, (iii) panen dan perontokan, (iv) pembersihan dan
pengeringan benih, (v) penyimpanan benih, (vi) menanam, dan (vii) pasokan restocking benih.
dll.

Tahap Fondasi Pertumbuhan Keberlanjutan

Bila aktivitas perbenihan telah berjalan maka diperlukan tindakan pertumbuhan berkelanjutan
yaitu dengan mentrasformasikan kelompok tani menjadi lebih terorganisir (terdapat pengurus,
AD/ART, pembagian kerja sistem produksi dan distribusi, pendistribusian keuntungan dan
layanan lainnya.
Proses penjaminan kualitas benih dan jaringan ke lembaga formal terkait benih (sebagai sistem
informal belum diklasifikasi sebagai produsen benih bersertifikat dari sumber resmi namun dapat
ditingkatkan bila dibina oleh pemerintah daerah). Proses jaminan mutu produk dapat dijaga
dengan membentuk unit kontrol internal yang melakukan pengujian kualitas benih seperti kadar
air, kemurnian fisik, dan perkecambahan untuk jaminan kualitas benih yang dihasilkan yang
mendekati sistem standar resmi. Untuk pengembangan perlu dilakukan kegiatan scaling out dan
scaling up kegiatan untuk mempromosikan kemajuan mengaplikasikan SPBM. Scaling up adalah
penyebaran pengalaman secara vertical, yang akan melibatkan kelompok pemangku kepentingan
lain, memperluas ke lapisan lain dalam sistem. Contohnya adalah kebijakan forum untuk
melibatkan pemerintahan daerah. Sedangkan scaling out adalah penyebaran horizontal dalam
lapisan tertentu, misalnya petani-ke-petani, masyarakat ke masyarakat. Contohnya adalah
kunjungan ke petak demonstrasi.

Penulis: Ume Humaedah (Penyuluh Pertanian di Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian)

Sumber:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2013. Manual Pelatihan Membangun
Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat. Bogor.
Sumber lain yang relevan

Anda mungkin juga menyukai