Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM HIDROLOGI

HUJAN WILAYAH DAN EVAPORASI


Dosen pengampu Ferryati Masyitoh, S.Si, M.Si

Disusun oleh :
Nama : Ikhsanudin
NIM : 200722638833

ILMU GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2020
ACARA 3

HUJAN WILAYAH DAN EVAPORASI

1. Tujuan

1. Mahasiswa dapat menentukan hujan wilayah;

2. Mahasiswa dapat memperkirakan besarnya evaporasi.

2. Alat dan Bahan

Alat : Pensil, kertas millimeter blok,. Spidol merah, penghapus, penggaris dan
pulpen;

Bahan : Print Peta Data Hujan dan Peta Sebaran Stasiun Pengamat Hujan di suatu
DAS, kertas kalkir, Print table indeks panas bulanan.

3. Dasar Teori

Hujan merupakan fenomena alam yang menunjukan jatuhnya titik air dari
lapisan atmosfer ke permukaan bumi. Hujan berperan penting terhadap siklus
hidrologi. Curah hujan adalah salah satu parameter yang dapat diukur. Dimana
curah hujan menunjukan seberapa besar tinggi air yang ditimbulkan oleh hujan pada
suatu daerah.

3.1 Pengertian Curah Hujan

Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat datar,
yang tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Satuan yang digunakan
adalah satuan millimeter (mm). Data yang sering digunakan untuk analisis adalah
nilai maksimun, nilai minimum dan nilai rata-rata.

Cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di


beberapa pos stasiun hujan adalah sebagai berikut :

1. Metode Aritmetik
2. Metode Poligon Thiessen
3. Metode Isohyet
Metode Rata-rata Aritmetik

Yaitu mengukur serempak semua alat penakar dan dijumlahkan seluruhnya.


Kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah penakar.

Rata-rata CH = (∑Ri)/n

Ri = besarnya CH pada stasiun i; dan n = jumlah penakar (stasiun)

Metode Poligon Thiessen

Poligon didapatkan dengan cara sebagai berikut:


1. Semua stasiun yang terdapat di dalam atau di luar daerah tangkapan air
dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga segitiga.
Hendaknya
dihindari terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul;
2. Setiap segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut
membentuk
poligon;
3. Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili salah satu stasiun yang
bersangkutan
adalah daerah yang dibatasi garis poligon tersebut atau dengan batas daerah
tangkapan air; dan
4. Luas relatif daerah ini dengan luas daerah tangkapan air merupakan faktor
Koreksinya

dengan: P = tinggi hujan rata-rata (mm); PA…PX = tinggi hujan pada tiap pos
pengamatan hujan (mm); AX…AX = luas yang dibatasi garis polygon (km2 ).

Metode Isohyet

Metode Isohiet ini tidak jauh berbeda dengan Poligon Thiessen, hanya saja
luasannya diperoleh dengan cara membentuk garis-garis hasil interpolasi nilai
kedalaman hujan antar stasiun hujan. Kelemahannya, kalau dalam satu DAS jumlah
stasiun hujannya terlalu sedikit, interpolasinya akan sulit.

3.2 Evaporasi dan Evapotranspirasi

Hadisusanto (2010) menjelaskan bahwa vaporasi adalah proses fisis yang


merubah bentuk larutan atau cairan menjadi bentuk gas atau uap. Istilah ini juga
diartikan sebagai jumlah uap air yang diupakan dari suatu permukaan tanah ataupun
air.

Proses evaporasi dibedakan menjadi dua antara lain:

1. Evaporasi aktual: proses evaporasi yang bergantung pada kondisi alami di


suatu daerah. Perbedaan kondisi daerah akan mengakibatkan perbedaan besarnya
nilai evaporasi aktual.

2. Evaporasi potensial: proses evaporasi yang terjadi pada suatu permukaan


penguapan yang berbeda dalam kondisi kecukupan air. Evaporasi potensisal sering
disebut sebagai kemampuan maksimal dari suatu permukaan dalam penguapan air.

Dalam praktikum kali ini kita akan menggunakan metode persamaan empiric
antara lain : Metode Thornwhite, Blaney Criddle, Blaney Criddle Modifikasi, dan
Turc Lungbein.

Metode Thornwhite

𝟏𝟎.𝑻
𝑷𝑬𝑻 = 𝟏, 𝟔 ( )𝒂..... (3.3)
𝟏

𝒂 = 𝟔𝟕𝟓. 𝟏𝟎−𝟗. 𝑰𝟑 − 𝟕𝟕𝟏. 𝟏𝟎−𝟕. 𝑰𝟐 + 𝟏𝟕𝟗𝟐. 𝟏𝟎−𝟓. 𝑰 + 𝟎, 𝟒𝟗𝟐𝟑𝟗


….. (3.4)

dengan:

PET = Evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan)

T = temperature udara rata-rata per bulan (ºC)

i = indeks panas (lihat lampiran) atau (tn/5)1,514


tn = temperature rata-rata bulanan

I = ∑I (jumlah i dalam satu tahun )

a = koefisien yang tergantung tempat

Karena banyaknya hari tidak sama, sedangkan jam penyinaran matahari yang
diterima adalah berbeda menurut musim dan jaraknya dari khatulistiwa, maka PET
harus disesuaikan menjadi:

𝒔.𝑻𝒛
𝑷𝑬 = PET …(3.5)
𝟑𝟎.𝟏𝟐

dengan:

S = jumlah hari dalam bulan

Tz = jumlah jam penyinaran rerata per hari

Nilai perbandingan dapat dilihat pada tabel.

Metode Blaney Criddle

𝑻.𝑷
U=K …( 3.6)
𝟏𝟎𝟎

U = consumptive use (inch) selama pertumbuhan tanaman


K = koefisien empiris yang tergantung pada tipe dan lokasi tanaman
P = Persentase jumlah jam penyinaran matahari per bulan dalam satu tahun (lihat
tabel)
T = temperatur rerata bulanan (ºF)

Metode Blaney Criddle Modifikasi

𝑷(𝟒𝟓.𝟕𝒕+𝟖𝟏𝟑)
U= K
𝟏𝟎𝟎

dengan:
U = transpirasi bulanan (mm)
t = suhu udara rata-rata bulanan (ºC)
K = Kt . Kc
Kt = 0,311t + 0,24
Kc = Koefisien tanaman bulanan (dekat daerah pantai/laut) (lihat tabel)
P = persentase jam siang bulanan dalam setahun (lihat tabel)

Metode Turc Lungbein

𝑷
𝒑𝟐
√𝟎, 𝟗 + (𝑬𝒐𝟐 )

dengan:
E = evaporasi aktual (mm/tahun)
P = hujan tahunan
T = suhu tahunan
Eo = evaporasi air permukaan = 325 + 21T + 0,9T2 …(5.7)

4. Langkah Kerja

Menentukan hasil Metode Aritmetik

Membuat dan menentukan Poligon Thiessen

Lalu menghitung curah hujan rata-rata dengan metode Thiessen

Menghitung kedalaman hujan rata-rata dengan metode Isohyet

Melakukan pengukuran evaporasi dengan metode Thornwhite, Metode Blaney Criddle,


Modifikasi dan Turc Lungbein
5. Hasil Praktikum

5.1Metode Aritmetik/ Ajabar


Rata-rata CH = (∑Ri)/n
𝟑𝟕.𝟐𝟎𝟏
= = 2.861 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐶𝑢𝑟𝑎ℎ 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛
𝟏𝟑

5.2 Metode Poligon Thiessen


𝑨𝒂+𝑷𝒂+𝑨𝒃+𝑷𝒃…𝑨𝒙+𝑷𝒙
P=
𝑨 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟔𝟏𝟏𝟓𝟗𝟗
P=
𝟐𝟎𝟏

= 3042 mm
Tabel Poligon Thiessen

Stasiun Curah Hujan Luas Poligon (km2) Hujan x Luas


(mm)
A 2520 25 63000
B 2830 17 48110
C 3025 19 57475
D 3180 15 47700
E 3375 11 37125
F 3542 15 53130
G 3461 7 24227
H 3129 12 37548
I 2912 16 46592
J 2734 18 49212
K 3065 16 49040
L 3219 19 61161
M 3389 11 37279
Jumlah 201 611599

Peta Poligon Thiessen terlampir*

5.3 Metode Isohyet


Peta terlampir*
Tabel terlampir*
6. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga metode pengukuran curah hujan
daerah x, memilki hasil dan keakuratan yang berbeda-beda. Hal ini terjadi karena
masing-masing metode memiliki fungsi tersendir tergantung siapa yang akan
menggunakannya.
7. Kesimpulan
Nilai dari dari metode polygon Thiessen memiliki hasil yang lebih tinggi dari
metode aritmetik dan metode isohyet. Hal ini dikarenakan perbedaan data dan
perhitungan. Sanagt umum terjadi perbedaan dikarenakan menggunakan
perhitungan secara manual.
8. Daftar Pustaka
Ratu, Yerison Dimu, dkk. 2012. Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Curah Hujan
Pada Wilayah Sungai Asesa di Pulau Flores. “Jurnal Teknik Sipil”. Vol. 1 (No.4).

Triatmodjo, Bambang.2009. “Hidrologi Terapan”. Yogyakarta : Beta Offset


Yogyakarta

9. Lampiran
Gmabar Poligon Thiessen
Gambar Isohyet

Anda mungkin juga menyukai