PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN
PRODI S1
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
Perhitungan dosis :
Tuliskan perhitungan dosis yang diberikan sesuai dengan apa yang Anda kerjakan
Koversi dosis:
Untuk tikus 213 gram
BBHC
KD = D x FK x BBHCI
213 gram
100 mg 1,9 mg
1 mL = 5 mL
1 mL x 1,9 mg
x = 100 mg
x = 0,019 mL
Larutan stok :
0,019 mL x
0,2 mL = 10 mL
0,019 mL x 10 mL
= 0,2 mL
x = 0,9 mL
x = 200 gram
x = 0,9585 mL
CATATAN/HASIL PERCOBAAN
Catatlah waktu
Mulai meneteskan bahan obat : 12.16 WITA
Tercapainya stadium I : setelah 1 menit 37 detik
Tercapainya stadium II : setelah 3 menit 16 detik
Tercapainya stadium III :-
No Pengamatan Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3
1. Pernafasan
-Frekuensi Cepat Cepat -
-Irama Tidak teratur Tidak teratur -
-Amplitudo Sedang Sedang -
2. Mata
-Lebar pupil Midrasis Midrasis -
-Reflek cahaya Tidak ada Tidak ada -
-Reflek kornea Ada Ada -
3. Gerakan/otot
-Gerakan Ada Ada -
4. Rasa nyeri Ada Tidak ada -
Perhitungan dosis :
Tuliskan perhitungan dosis yang diberikan sesuai dengan apa yang Anda kerjakan
Konversi Dosis
Untuk tikus 184 g (i.v)
BBHC
KD = D x FK x BBHCI
184 gram
100 mg 1,6 mg
1 mL = x
1 mL x 1,6 mg
x = 100 mg
x = 0,016 mL
Larutan stok :
0,016 mL x
2 mL = 50 mL
0,016 mL x 50 mL
= 2 mL
x = 0,45 mL
x = 200 gram
x = 0,414 mL
CATATAN/HASIL PERCOBAAN
Catatlah waktu
Mulai meneteskan bahan obat : 12.06 WITA
Tercapainya stadium I : setelah 2 menit 49 detik
Tercapainya stadium II :-
Tercapainya stadium III :-
No. Pengamatan Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3
1. Pernafasan
Frekuensi - - -
Irama Teratur - -
Jenis Abdominal - -
Amplitudo Sedang - -
2. Mata
Lebar Pupil Normal - -
Reflek Cahaya Ada - -
Reflek Kornea - - -
Pergerakan Mata - - -
3. Gerakan Otot
Tonus Otot - - -
Gerakan - - -
4. Rasa Nyeri Tidak - -
5. Salivasi Ada - -
3. Kloroform
Mulai meneteskan bahan obat : 5 menit
Tercapainya stadium I : 8 menit
Tercapainya stadium II : 48 menit
Tercapainya stadium III : 56 menit
No Pengamatan Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3
1. Pernafasan:
1. Frekuensi - - -
3. Jenis - - -
2. Mata:
a. Lebar Pupil Midriasis Miosis Miosis
c. Refleks Kornea
- - -
d. Pengamatan Mata
- - -
3. Pergerakan Otot:
a. Tonus Otot Ada Tahanan Ada Tahanan Ada Tahanan
PEMBAHASAN
Bahaslah sesuai dengan apa yang Anda amati dan hubungkanlah dengan teori yang Anda
peroleh dari literatur yang Anda baca
Percobaan kali membahas mengenai Anastesi umum dan Euthanasia pada hewan coba.
Anastesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anastesi yaitu suatu keadaan depresi
umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga mirip dengan keadaan pingsan.Dan
Euthanasia merupakan tindakan yang dilakukan untuk meringankan rasa sakit atau
penderitaan yang hebat menjelang kematiaan.
Percobaan kali ini bertujuan agar dapat melakukan anastesi secara umum pada
hewan uji dan dapat melihat stadium yang terjadi melalui parameter - parameter, antara
lain respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuensi jantung dan tonus otot.
Mekanisme kerja pada proses anastesi terbagi atas 2 yaitu ,pada proses anestesi inhalasi
bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di
dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-
masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun
menghilangkan rasa sakit, lalu pada proses anestesi intravena kerjanya berdasarkan
perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat
dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi
rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
Pada proses anastesi terdapat beberapa proses tahapan yaitu stadium 1 (analgesia),
stadium II (delirium/eksitasi), stadium III (anesthesia , pembedahan/operasi), dan stadium
IV (paralisis medula oblongata).
Tahap – tahap anastesi:
1) Analgesia : kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi euphoria (rasa nyaman)
yang disertai impian – impian yang menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen
monoksida memberikan analgesia yang baik pada tahap ini sedangkan halotan dan
thiopental tahap berikutnya.
2) Eksitasi : kesadaran hilang dan terjadi kegelisahan (tahap edukasi)
3) Anestesi : pernapasan menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti tidur (pernapasan
perut), gerakan bola mata dan refleks mata hilang, otot lemas
4) Pangumpulan sumsum tulang : kerja jantung dan pernapasan berhenti. Tahap ini harus
dihindari.
Pada percobaan anastesi digunakan obat ketamin dan kloroform. Pada tikus yang di
berikan obat ketamin di berikan secara intramuskular dan intravena pada masing - masing
hewan coba. Sebelum di injeksikan tikus yang di gunakan sebagai hewan coba terlebih
dahulu di timbang berat badannya. Tujuan dari penimbangan yaitu untuk mengkonversikan
dosis yang akan di berikan kepada hewan coba tersebut sesuai dengan berat badannya.
Pada tikus yang di injeksi secara intramuskular dosis pemberian obat ketaminnya sebanyak
0,9585 mL dan pada tikus yang di injeksikan secara intravena sebanyak 0,414 mL.
Ketamin di gunakan sebagai obat anastesi pada hewan coba yang di berikan secara
injeksi intramuskular dan intravena. Ketamin merupakan larutan yang tidak berwarna,
stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Mekanisme kerja ketamin yaitu dengan cara
menghambat efek membran eksitatori neurotransmitter asam glutamat pada subtype
reseptor NMDA.. Secara teori ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang
tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan
curah jantung sampai ± 20%. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2
mg/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin
intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25
menit. Berdasarkan percobaan yang di lakukan hewan coba yang di injeksikan secara
intramuskular menunjukan tanda - tanda stadium pertama yaitu dengan tanda frekuensi
jantung yang menjadi meningkat, ampiltudonya sedang, dan pupil mata menjadi
membesar, terjadinya refleks kornea dan pada stadium kedua menunjukan adanya gerakan
yang mulai melemah seiring waktu akibat efek dari anastesi dan tidak timbulnya rasa nyeri.
Pada perlakuan ini hewan coba pada stadium petama sampai kedua telah sesuai dengan
teori seperti yang diuraikan diatas sedangakan untuk stadium ketiga tidak sesuai dengan
teori, dimana seharusnya pada stadium tiga tikus akan terlihat seakan - akan pingsan atau
kehilangan kesadaran, tapi pada percobaan yang di lakuakan tidak terjadi hanya sampai
pada stadium kedua. Hal ini mungkin terjadi akibat dari dosis yang di berikan kurang
sehingga efek yang di timbulkan tidak mencapai stadium tiga. Dan pada tikus yang di
injeksikan secara intravena hanya terjadi stadium pertama yaitu dengan tanda
pernafasannya mempunyai irama yang teratur, amplitudonya sedang dan termasuk jenis
torak. Stadium yang lain tidak tercapai, mungkin di sebabkan karena saat penginjeksian
kurang sesuai sehingga hanya tercapai stadium pertama saja. Dan seharusnya tikus yang
diinjeksi secara intravena lebih cepat efek stadiumnya di bandingkan dengan injeksi secara
intramuskular, hal itu di karenakan pada intravena langsung ke sistem saraf pusat.
Selanjutnya Anastesi menggunakan klorofrom. Langkah pertama di masukkan
kapas kedalam toples lalu di tetesi dengan kloroform 3 tetes setelah itu di masukkan tikus
kedalam toples, lalu di amati efek dari klorform tiap stadiumnya. Pada stadium pertama
tanda yang ditimbulkan yaitu pernafasannya menjadi cepat, iramanya tidak beraturan,dan
ampiltudonya sedang, pada stadium kedua tanda yang di timbulkan pupil mata menjadi
membesar, tidak ada refleks dan ada refleks kornea dan tidak ada respon nyeri. Sedangkan
pada stadium ketiga tikusnya menjadi seperti pingsan dan waktu yang di perlukan untuk
mencapai stadium ketiga tersebut cukup lama hal itu mungkin disebabkan karena
penambahan kloroform hanya tiga tetes saja, oleh karena itu di butuhkan waktu yang lama
untuk mencapai stadium ketiga.
Kloroform merupakan cairan yang mudah menguap, tidak berwarna, berbau khas.
Secara farmakodinamika kloroform dapat menurunkan stabilitas kecepatan interaksi obat
dan gelisah. Secara farmakokinetik kloroform diabsorbsi secara cepat. Mekanisme kerja
kloroform yaitu merusak sel hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal triklorometil.
Radikal ini secara kovalen mengikat protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksida
lipid pada membran sel yang akan menyebabkan kerusakan yang dapat mengakibatkan
pecahnya membran sel peroksida lipid yang menyebabkan penekanan pompa Ca 2+
mikrosom yang dapat menyebabkan gangguan awal hemostatik Ca2+ sel hati yang dapat
menyebabkan kematian sel.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk hidup
(orang atau hewan) yang mengalami sakit berat atau luka parah dengan kematian yang
tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan. Euthanasia dapat dikelompokkan menjadi
euthanasia aktif, euthanasia pasif, euthanasia volunter, dan euthanasia involunter
Eutahanasia terdiri dari empat macam yaitu :
a. Eutahansia aktif, euthanasia aktif dibagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung,
eutahansia aktif secara langsung dengan cara memberikan pasien obat sianida,
sedangkan euthanasia secara tidak langsung dengan melepaskan alat oksigen yang
digunakan pasien untuk bertahan hidup.
b. Euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter dengan menghentikan pengobatan pasien yang
menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak dapat lagi disembuhkan.
c. Euthanasia volunteer, yaitu menghentikan pengobatan atas dasar permintaan sendiri.
d. Euthanasia involunter, tindakan menghentikan pengobatan kepada pasien yang tidak
sadar, dalam hal ini keluarga paseinlah yang bertanggung jawab atas penghentian
pengobatan tersebut.
Percobaan euthanasia digunakan hewan coba berupa mencit dan tikus. Berikut adalah
langkah - langkah yang dilakukan pada percobaan euthanasia. Langkah pertama yang
dilakukan pada mencit yaitu dengan memegang ekor mencit kemudian di tempatkan pada
permukaan yang bisa dijangkau. Lalu mencit akan meregangkan badannya dan saat mencit
meregangkan badannya, pada tengkuk di tempatkan suatu penahan, yaitu dengan batang
logam yang dipegang dengan tangan kiri lalu ekornya di tarik dengan tangan kanan dengan
keras, sehingga lehernya terdislokasi dan mencit terbunuh. sedangkan pada tikus di
lakukan dengan cara menarik kepala dan tubuh tikus di genggam dengan salah satu tangan
dan dijepit leher dengan jari telunjuk dan jari tengah, lalu tarik kedua tangan yang menjepit
bagian leher tikus dengan arah yang saling berlawanan, tarik kuat hingga tikus mati dan
terdengar suara patahan dari leher tikus. Setelah dilakukan eutanashia pada hewan coba,
kemudian dilakukan penguburan pada hewan tersebut. Dan pada percobaan euthanasia di
butuhkan waktu yang cukup lama untuk tikusnya untuk mati,hal itu mungkin disebabkan
karena perlakuaan yang kurang baik sehingga membutuhka waktu yang cukup lama.
JAWABLAH PERTANYAAN BERIKUT
Jawab :
Anestesi umum atau pembiusan adalah subtansi yang dapat mendepres susunan saraf
pusat ( SSP ), yang dapat menyebabkan hilangnya rasa sakit ( sensibilitas ) di seluruh
tubuh dan disertai dengan hilangnya kesadaran dan refleks otot secara reversibel.
(Neal, 2006).
Pustaka :
1. Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit
Erlangga. pp. 85.
Jawab :
Pustaka :
1. Lullmann H,.Mohr K,.Hein L,.Bieger D. 2005. Color Atlas of Pharmacology.
5thedition. Thieme Medical Publishers
2. Samudro, Ratno.2011. Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif. FK Undip .Semarang
3. Apa tujuan dilakukannya euthanasia ?
Jawab :
Pustaka :
1. Jusuf H,. 2005. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta.
Jawab :
Pustaka :
1. Gunawan s, 2007. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Gon
Jawab :
Secara umum proses yang dapat di lakukan pada hewan coba
1.) Euthanasia secara Fisik terdiri dari :
a. Cervical dislocation (pemutaran leher) merupakan metode euthanasia untuk
burung, hewan dengan bobot <125 gr, kelinci dan rodensia dengan BB 125 gr – 1
kg. hewan yang akan dimatikan harus dalam keadaan telah anastesi dan tidak
boleh dilakukan pada hewan dalam keadaan sadar. Teknik ini sangat efektif, cepat,
murah dan efek terhadap tes diagnostik sangat rendah.
b. Decapitation (perusakan otak lewat leher). Decapitation dilakukan dengan jalan
memotong kepala hewan dengan menggunakan peralatan tajam dengan tujuan
untuk memutus kepekaan saraf tulang belakang. Hewan yang diperbolehkan untuk
di-decapitation sama dengan pada cervical dislocation
c. Stunning & exsanguinations (removal blood) dilakukan dengan jalan merusak
bagian tengah tengkorak agar hewan menjadi tidak sadar diikuti penyembelihan
untuk mengeluarkan darah dengan memotong pembuluh darah utama di bagian
leher. Teknik ini sangat cocok untuk diterapkan pada hewan potong serta hanya
bias dioperasikan apabila tes diagnostik pada otak tidak diperlukan.
d. Captive bolt atau gunshot, merupakan metode yang umum dipergunakan di rumah
potong hewan utamanya kuda, ruminansia dan babi
e. Hewan dimatikan dengan jalan menembak langsung kepalanya apabila otaknya
diperlukan untuk tes diagnostik maka penembakan dilakukan di leher.
Pelaksanaannya memerlukan seorang ahli agar tercapai kematian yang ,manusiawi
selain untuk keamanan.
2.) Euthanasia Kimia yaitu memasukkan agen toksin kedalam tubuh dengan suntikan
atau inhalasi.
(Isbagio, 1992).
Pada hewan mencit proses euthanasia yang dilakukan dengan cara fisik yaitu
dilakukan dengan dislokasi leher.
Proses dislokasi dilakukan dengan cara:
a. Ekor mencit dipegang dan kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa
dijangkaunya.
b. Mencit akan meregangkan badannya.
c. Saat mencit meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan suatu penahan,
yaitu batang logam yang dipegang dengan tangan kiri.
d. Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya akan
terdislokasi dan mencit akan terbunuh.
Pada hewan tikus proses euthanasia yang dilakukan dengan cara fisik yaitu
dilakukan dengan dislokasi leher namun dislokasi yang dilakukan dengan cara
menarik kepala dan tubuh tikus.
Proses dislokasi dilakukan dengan cara:
a. Genggam tubuh tikus dengan salah satu tangan dan antara jari telunjuk dan jari
tengah menjepit bagian leher.
b. Tangan sebelah menggenggam kepala tikus dan antara antara jari telunjuk dan jari
tengah menjepit bagian leher.
c. Tarik kedua tangan yang menjepit bagian leher tikus dengan arah yang saling
berlawanan ,tarik kuat hingga tikus mati atau telah terdengar suara patahan dari
leher tikus ( Malole, 1989)
Pustaka :
1. Isbagio, Dyah Widyaningroem. 1992. Euthanasia Hewan Percobaan. Media
Litbangkes Vol.II No.1
2. Malole, M. B. M. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di
Laboratorium. Bogor.
NILAI
Kehadiran
Responsi
Aktivitas
HJSP