Nabi Muhammad SAW mempunyai banyak sahabat semasa hidupnya. Para sahabat ini rela
berkorban nyawa bahkan harta untuk membantu Nabi Muhammad SAW mendakwahkan agama
Islam. Satu diantaranya sekian banyak sahabat yang dikenal sangat loyal dengan Nabi Muhammad
SAW adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Bakar Ash-Shiddiq termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama
Islam atau yang dikenal dengan sebutan as-sabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu
Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 Masehi.
Abu Bakar adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau
khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari
sebelum meninggal karena sakit.
Berikut kisah lengkap perjalanan hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq :
Kelahiran
Abu Bakar assidiq lahir pada tahun 572 M dan wafat pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H
atau 23 Agustus 634 M, dengan nama lahir Abdullah bin Abi Quhafah. Abu Bakar Assidiq juga
termasuk dari sahabat yang paling awal masuk Islam atau termasuk dengan golongan Assabikun Al-
awwalin.
Abu Bakar menjadi Khalifah Islam setelah meninggalnya Rasulullah Saw dan ia juga
termasuk Khalifah pertama yang memimpin umat Islam selama 2 tahun pada tahun 632 M sampai
tahun 634 dan ia juga salah satu dari empat Khalifah yang mendapat gelar Khalifatu Ar-rasyidin
(pemimpin yang diberi petunjuk).
Nama lengkap Abu Bakar Assidiq adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy.
Nasabnya menyambung dengan Rasulullah Saw pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim
yang berarti ayah ibunya sama dari kabilah Bani Taim. Abu Bakar Assidiq adalah ayah Aisyah ra
(istri Rasulullah Saw). Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka’bah yang artinya hamba Ka’bah dan
setelah Abu Bakar masuk Islam, namanya diganti oleh Rasulullah Saw dengan nama Abdullah yang
artinya hamba Allah Swt. Rasulullah Saw memberikan gelar Assidiq (yang berkata benar) setelah
Abu Bakar membenarkan dengan adanya pristiwa Isra Mi’raj Rasulullah Saw, sehingga ia lebih
dikenal dengan nama Abi Bakar Assidiq
Abu Bakar ash-Shiddiq dilahirkan di Mekah dari keturunan Bani Tamim , dengan suku bangsa
Quraisy. Beberapa sejarawan Islam mencatat Abu Bakar adalah seorang pedagang, seorang yang
terpelajar, hakim dengan kedudukan tinggi, serta dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan
mimpi.
Ketika Nabi Muhammad SAW menikah dengan Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid,
Rasulullah saw pindah dan hidup bersama Abu Bakar assidiq. Sejak saat itulah Nabi Muhammad saw
menjadi tetangga Abu Bakar dan berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia dan berprofesi
sama, pedagang dan juga ahli berdagang.
Memeluk Islam
Dari kitab Hayatussahabah (kehidupan para sahabat), dalam bab Dakwah Nabi Muhammad
saw kepada perorangan, dituliskan bahwa Abu bakar assidiq masuk Islam setelah diajak oleh
Rasulullah saw. Abu Bakar kemudian mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Zubair
bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam
lainnya.
Istri Abu Bakar yaitu Qutaylah binti Abdul Uzza tidak menerima ajaran Islam sebagai agama,
sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Ummu Ruman, memeluk Islam. Juga semua
anaknya kecuali dengan ‘Abd Rahman bin Abu Bakar, sehingga Abu Bakar dan ‘Abd Rahman
berpisah.
Perang Riddah
Setelah pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah, beberapa masalah yang mengancam
persatuan umat Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Nejed dan Hijaz
membangkang kepada Abu Bakar sebagai khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya
menolak untuk membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam sepenuhnya. Beberapa dari
yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yaitu penyembahan berhala. Suku-suku
tersebut meyakini bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad saw dan dengan
kematiannya komitmen itu sudah tidak berlaku lagi.
Berdasarkan hal ini Abu Bakar assidiq menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal
dengan nama perang Riddah. Dalam perang Ridda terbesar umat Islam memerangi “Ibnu Habib al-
Hanafi” yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazab yang artinya Musailamah si
pembohong, yang mengaku dirinya sebagai Nabi baru menggantikan Nabi Muhammad saw. Pasukan
Musailamah kemudian dikalahkan pada perang Akraba yang dipimpin oleh Khalid Bin Walid.
Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al-Wahsy, seorang budak yang dibebaskan oleh
Hindun istri Abu Sufyan karena sudah berhasil membunuh Hamzah Singa Allah di waktu Perang
Uhud. Al Wahsyi kemudian memeluk Islam dan bertaubat serta mengakui bahwa dia melakukan
kesalahan atas pembunuhan Hamzah.
Al Wahsyi pernah berkata, “Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah
Saw (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci oleh Rasulullah saw (yaitu
nabi palsu Musailamah al-Kazab).”
Ekspedisi Ke Utara
Setelah keadaan umat Islam sudah stabil dan secara penuh sudah menguasai Arab, Abu Bakar
Assidiq memerintahkan para jendral Islam untuk melawan kekaisaran Sassanid dan kekaisaran
Bizantium. Khalid bin Walid sebagai panglima perang telah menaklukkan Irak dengan mudah,
sedangkan ekspedisinya ke Suriah juga meraih kesuksesan.
Pengumpulan Teks Al-Qur’an
Dikatakan bahwa setelah mendapat kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah
al-kadzab dalam perang Riddah, banyak para penghafal Al Qur’an yang ikut perang, mati syahid
dalam pertempuran. Umar bin Khottob lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari
Al Qur’an.
Oleh sebuah tim yang diketuai oleh seorang sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah dikumpulkan
lembaran-lembaran al-Qur’an dari para penghafal al-Qur’an dan tulisan-tulisan al-Qur’an yang
terdapat pada media tulis seperti kulit, tulang, dan lain sebagainya, setelah lengkap penulisan ini
kemudian disimpan oleh Abu Bakar.
Setelah Abu Bakar wafat maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan
oleh Hafsah, anak perempuan dari Umar bin Khottob dan juga istri dari Nabi Muhammad saw.
Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan kumpulan al-Qur’ani ini menjadi dasar
penulisan teks al-Qur’an yang dikenal saat ini.