Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN ANALISIS SANITASI LINGKUNGAN SEKOLAH

Oleh : Kelompok 2

Wiwik Uliyani 101811535001


Shinta Ningrum Widia N. 101811535006
Ullya Nur Imama 101811535007
Farah Faulin Nur 101811535012
Agista Zulfatiswada 101811535033
Rinda Istiqumilaily 101811535031
Hermasdito Syahsyah R. S. 101811535042

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PSDKU UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan
rahmat dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk
bekerja menyelesaikan Laporan Tugas Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Pengendalian Vektor dan Rodent.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar
kami, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami
harapkan.

Banyuwangi, 05 Desember 2020

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ ii


Daftar Isi ........................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.2.1 Tujuan Umum ........................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................... 2
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................. 3
2.1 Sanitasi Sekolah .................................................................................. 3
2.2 Inspeksi ............................................................................................... 6
2.3 Instrumen ............................................................................................ 6
Bab III Metode Pelaksanaan ........................................................................... 8
3.1 Sasaran Inspeksi Sanitasi Lingkungan Sekolah .................................. 8
3.2 Rancangan Inspeksi Sanitasi Lingkungan Sekolah ............................ 8
3.3 Lokasi dan Waktu Inspeksi Sanitasi Lingkungan Sekolah ................. 8
3.4 Instrumen Inspeksi Sanitasi Lingkungan Sekolah .............................. 9
3.5 Pelaksanaan Kegiatan ......................................................................... 10
3.6 Prosedur Penilaian .............................................................................. 10
Bab IV Hasil Pelaksanaan ............................................................................... 13
4.1 Hasil Inspeksi Sanitasi Lingkungan 30 Sekolah ................................. 13
4.2 Perilaku Guru dan Staff Tata Usaha selama Pandemi COVID-19 ..... 26
Bab V Pembahasan .......................................................................................... 28
5.1 Pembahasan Hasil Inspeksi Kondisi Lingkungan di 30 Sekolah ........ 28
5.2 Pembahasan Hasil Perilaku Guru dan Staff Tata Usaha di sekolah
selama pandemi Covid-19 ........................................................................ 35
Bab VI Kesimpulan dan Saran ....................................................................... 38
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 38
6.2 Saran ................................................................................................... 38

iii
Daftar Pustaka .................................................................................................. 39

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan dalam mewujudkan derajat yang setinggitingginya perlu
diselenggarakan melalui cara peningkatan pencegahan, pengobatan, dan
pemulihan (Departemen Kesehatan RI, 2009). Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam pasal 3 (tiga) menyebutkan bahwa
pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Kesehatan lingkungan merupakan kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum yang memegang pengaruh terhadap status kesehatan yang optimum.
Kesehatan lingkungan tidak hanya berhubungan dengan faktor fisik, kimia,
dan biologis namun juga berkaitan dengan faktor perilaku yang dapat
berpotensi merugikan kesehatan. Upaya penyehatan lingkungan ditargetkan
pada pencegahan penyakit dan menciptakan lingkungan yang sehat dengan
cara menjaga keseimbangan berbagai faktor tersebut sehingga faktor yang ada
tidak menyebabkan kondisi yang dapat merugikan derajat kesehatan
lingkungan masyarakat (Suyono, 2011).
Sanitasi merupakan pengendalian faktor lingkungan yang berkaitan
denganrantai perpindahan penyakit dan pencegaha penyakit. Salah satu tempat
umum yang harus memiliki sanitasi lingkungan yang bersih dan sehat adalah
sekolah. Dimana tujuan dari sanitasi ini adalah untuk meningkatkan kualitas
lingkungan yang optimal pada tempat-tempat umum terutama Sekolah,
sehingga dapat melindungi masyarakat sekolah dari penularan penyakit.
Berdasarkan Kepusuan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan
lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah guna terwujudnya
lingkungan sekolah yang sehat, bersih, dan nyaman, dan terbebas dari
ancaman penyakit perlu dilakukan berbagai upaya penyelenggaraan kesehatan
lingkungan. Salah satu cara untuk mengetahui kualitas sanidati di sekolah

1
adalah dengan melakukan pengawasan dan pemantauan (inspeksi).
Pelaksanaan inspeksi ini dilakukan agar pengelolaan sarana dan prasarana di
sekolah menaati semua ketentuan perundangan tentang kesehatan lingkungan
sekolah
Sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat, harus mampu menganalisis dan
menilai kualitas atau status sanitasi sekolah. Sekolah yang akan di lakukan
pengawasan dan pemantauan adalah 30 sekolah dari SD,SMP, dan SMA di
wilayah Indonesia.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tentang kualitas sanitasi Sekolah di wilayah Indonesia
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan penilaian terhadap sanitasi di sekolah
b. Mengetahui kondisi sanitasi air di sekolah
c. Mengetahui kondisi sanitasi sarana dan bangunan di sekolah
d. Mengetahui kondisi sanitasi pembuangan sampah di sekolah
e. Mengetahui penerapan protocol kesehatan selama pandemi
1.3 Manfaat
a. Bagi Masyarakat
Memperoleh informasi tentang kualitas sanitasi sekolah
b. Bagi pihak sekolah
Membantu mengatasi masalah kesehatan lingkungan terutama masalah
kualitas sanitasi sekolah dengan berperan aktif dalam menjaga hygiene
sanitasi sekolah. Selain itu, memberikan beberapa alternatif dan masukan
guna untuk memecahkan suatu permasalahan
c. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa yang melaksanakan ispeksi sanitasi sekolah dapat
digunakan untuk menambah pengalaman secara langsung di lapangan dari
ilmu yang didapatkan. Selain itu, mahasiswa juga dapat mengetahui
kondisi sanitasi sekolah selama pandemi Covid-19

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi sekolah


Sanitasi lingkungan sekolah sebagai bagian dari prasarana pendidikan
cenderung dilupakan keberadaannya. Sanitasi sekolah adalah langkah awal
mewujudkan lingkungan belajar yang sehat. Pelaksanaan program sanitasi sekolah
yang berkualitas mampu mencegah penyebaran penyakit. Pengertian umum
lingkungan sekolah adalah salah satu kesatuan lingkungan fisik, mental dan sosial
dari sekolah yang memenuhi syarat-syarat kesehatan sehingga dapat mendukung
proses belajar mengajar dengan baik dan menunjang proses pertumbuhan dan
perkembangan murid secara optimal. Faktor lingkungan sekolah dapat
mempengaruhi proses belajar mengajar, juga kesehatan warga sekolah. Kondisi
dari komponen lingkungan sekolah tertentu dapat menyebabkan timbulnya
masalah kesehatan. Berikut kondisi dari beberapa komponen lingkungan sekolah :
1. Kondisi atap dan talang : Atap dan talang yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan tikus. Kondisi ini
mendukung terjadinya penyebaran dan penularan penyakit demam
berdarah dan leptospirosis.
2. Kondisi dinding : Dinding yang tidak bersih dan berdebu selain
mengurangi estetika juga berpotensi merangsang timbulnya gangguan
pernafasan seperti asthma atau penyakit saluran pernafasan.
3. Kondisi lantai : Dinding yang tidak rata, licin dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan, sedangkan lantai yang kotor dapat mengurangi
kenyamanan dan estetika. Lantai yang tidak kedap air dapat menyebabkan
kelembaban. Kondisi ini mengakibatkan dapat berkembang biaknya
bakteri dan jamur yang dapat meningkatkan resiko penularan penyakit
seperti TBC, ISPA dan lainnya.
4. Kondisi tangga :Tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti
kemiringan, lebar anak tangga, pegangan tangga berpotensi menimbulkan
kecelakaan bagi peserta didik. Tangga yang memenuhi syarat adalah lebar

3
injakan > 30 cm, tinggi anak tangga maksimal 20 cm, lebar tangga > 150
cm serta mempunyai pegangan tangan.
5. Pencahayaan :Pencahayaan alami di ruangan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan mendukung berkembang biaknya organisme seperti bakteri dan
jamur. Kondisi ini berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan.
Selain itu pencahayaan yang kurang menyebabkan ruang menjadi gelap
sehingga disenangi oleh nyamuk untuk beristirahat (rasting habit).
6. Ventilasi : Ventilasi di ruangan yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan menyebabkan proses pertukaran udara tidak lancar, sehingga
menjadi pengap dan lembab, Kondisi ini mengakibatkan berkembang
biaknya bakteri, virus dan jamur yang berpotensi menimbulkan gangguan
penyakit seperti TBC, ISPA, cacar dan lainnya.
7. Ketersediaan tempat cuci tangan : Tangan yang kotor berpotensi
menularkan penyakit. Kebiasaan cuci tangan dengan sabun mampu
menurunkan kejadian penyakit diare 30%. Tersedianya tempat cuci tangan
yang dilengkapi dengan sabun bertujuan untuk menjaga diri dan melatih
kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau sesudah buang
air besar merupakan salah satu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Berdasarkan ketentuan Departemen Kesehatan maka setiap 2 (dua) ruang
kelas harus terdapat satu wastafel yang terletak di luar ruangan.
8. Kebisingan : Kebisingan adalah suara yang tidak disukai, bisa berasal dari
luar sekolah maupun dari dalam lingkungan sekolah itu sendiri, suara
bising dapat menimbulkan gangguan komunikasi sehingga mengurangi
konsentrasi belajar dan dapat menimbulkan stress.
9. Air bersih : Ketersediaan air bersih baik secara kualitas maupun kuantitas
muklak diperlukan untuk menjaga hygiene dan sanitasi perorangan
maupun lingkungan. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain diare, kholera, hepatitis, penyakit kulit, mata dan lainnya.
Idealnya ketersediaan air adalah 15 liter/orang/hari.
10. Toilet (kamar mandi, WC dan urinoir). Kamar mandi : Bak
penampungan air dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk,
demikian juga kamar mandi yang pencahayaannya kurang memenuhi

4
syarat kesehatan akan menjadi tempat bersarang dan beristirahatnya
nyamuk. WC dan urinoir : Tinja dan urine merupakan sumber penularan
penyakit perut (diare, cacingan, hepatitis ). Penyakit ini ditularkan melalui
air, tangan, makanan dan lalat. Untuk perlu diperhatikan ketersediaan WC
dalam hal jumlahnya. Perbandingannya adalah : 1 WC untuk 25 siswi dan
1 WC untuk 40 siswa.
11. Pengelolaan sampah : Penanganan sampah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dapat menjadi tempat berkembang biaknya vektor penyakit
seperti lalat, tikus, kecoak. Selain itu dapat juga menyebabkan pencemaran
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika. Untuk itu
disetiap ruang kelas harus terdapat 1 buah tempat sampah dan di sekolah
tersebut harus tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS).
12. Sarana pembuangan air limbah : Sarana pembuangan air limbah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan ataupun tidak dipelihara akan
menimbulkan bau, mengganggu estetika dan menjadi tempat perindukan
dan bersarangnya tikus. Kondisi ini berpotensi menyebabkan dan
menularkan penyakit seperti leptospirosis dan filariasis (kaki gajah).
13. Pengendalian vector : Termasuk dalam pengertian vektor ini, terutama
adalah tikus dan nyamuk : Tikus :Tikus merupakan vektor penyakit pes,
leptospirosis, selain sebagai vektor penyakit, tikus juga dapat merusak
bangunan dan instalasi listrik. Hal ini meningkatkan resiko penularan
penyakit dan juga menimbulkan terjadinya arus pendek pada aliran listrik.
Nyamuk : Nyamuk merupakan vektor penyakit, jenis nyamuk tertentu
menularkan jenis penyakit yang berbeda. Nyamuk Aedes Aegypti dapat
menyebabkan demam berdarah. Anak-anak usia sekolah merupakan
kelompok resiko tinggi terjangkit penyakit demam berdarah. Nyamuk
demam berdarah senang berkembang biak pada tempat-tempat
penampungan air maupun non penampungan air. Beberapa tempat
perindukan yang harus diwaspadai antara lain bak air, saluran air, talang,
barang-barang bekas dan lainnya.

5
2.2 Inspeksi
Pengertian Inspeksi (Inspection) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Inspeksi diartikan sebagai pemeriksaan seksama, pemeriksaan secara langsung
tentang peraturan, tugas dan lain sebagainya. Jika kata Inspection atau
Inspeksi ini kita aplikasikan ke dalam pengendalian kualitas maka dapat
diartikan bahwa Inspeksi atau Inspection adalah pemeriksaan secara seksama
terhadap suatu produk yang dihasilkan apakah sesuai dengan standar dan
aturan yang telah ditetapkan padanya. Inspeksi adalah pemeriksaan secara
detail dan cermat terhadap suatu objek apakah sesuai atau tidak dengan aturan
dan standar yang sudah ditetapkan. Poin penting pada inspeksi adalah
pemeriksaan dengan detail dan cermat serta kesesuaian dengan aturan atau
standar yang ada. Inspeksi biasanya dilakukan oleh orang atau sekelompok
orang yang bertugas untuk mengawasi orang atau objek lain.

2.3 Instrumen
Menurut Suharsimi Arikunto (2000), instrumen adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya agar kegiatan tersebut
menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.
Instrumen menurut Sumadi Suryabrata (2008) adalah alat yang
digunakan untuk merekam yang umumnya secara kuantitatif keadaan dan
aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis tersebut secara
teknis digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi
mengatakan bahwa untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan.
Sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.
Menurut Kothari (dalam Firdaos Rijal, 2016) instrumen berfungsi
mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan
mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel maka data
yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di
lapangan.
Instrumen menurut Sumadi Suryabrata (2008) adalah alat yang
digunakan untuk merekam yang umumnya secara kuantitatif keadaan dan
aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis tersebut secara

6
teknis digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi
mengatakan bahwa untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan.
Sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.
Ada beberapa jenis instrumen yang biasa digunakan dalam penelitian,
antara lain (Muldjono Puji, 2002) :
1. Kuesioner adalah alat pengumpul data yang berbentuk pertanyaan yang
akan di isi Atau di jawab oleh responden.
2. Skala adalah alat pengumpul data untuk memperoleh gambaran kuantitatif
aspek – aspek tertentu dari suatu barang, atau sifat-sifat seseorang dalam
bentuk skala yang sifatnya ordinal, misalnya sangat baik, baik, sedang,
tidak baik, dan sangat tidak baik; atau sangat setuju, setuju, netral, tidak
setuju, sangat tidak setuju; atau sangat sering, sering, kadang-kadang,
jarang, dan tidak pernah.
3. Tes adalah prosedur sistematik yang dibuat dalam bentuk tugas-tugas yang
distandardisasikan dan diberikan kepada individu atau kelompok untuk
dikerjakan, dijawab, atau direspons, baik dalam bentuk tertulis, lisan
maupun perbuatan.

7
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Sasaran inspeksi sanitasi lingkungan sekolahan


Sasaran dari penelitian ini yaitu tenaga pengajar dan staff tata usaha sekolah.
sekolah yang dimaksud yaitu sekolah dengan tingkatan mulai dari SD, SMP
hingga SMA yang berada di wilayah Kabupaten Bayuwangi(SMP 17 Agustus
glenmore, SMKN 1Banyuwangi, SMAN 1 Banyuwangi1, MTs Nurul Huda
Badean, SMPN 1 Banyuwangi, SDN 1 Bangorejo, SDN 4 Penganjuran, MTs
Nahdlatul Ulama Gombengsari, MAN 3 BANYUWANGI, SMAN 1 GIRI,
SMKN 1 KALIPURO, MI Islamiyah Rogojampi, SMK 17 Agustus 45
genteng, SMAN Darussolah Singojuruh, MIN 3 Banyuwangi, MI Annahiyah
Pakistaji, SMKN 2 Tegalsari, MAN 2 Banyuwangi, SDN Model Banyuwangi,
SMKN IHYA'ULUMUDIN Singojuruh Banyuwangi, MAU Ihya' Ulumiddin,
SMAN 2 Taruna Bhayangkara, MTsN 3 Banyuwangi); Kabupaten Gresik
(SMPN 16 Gresik, SMA AL MUNIROH, MI AL MUNIROH 2, MA AL
MUNIROH, MI muhammadiyah 03 Ujungpangkah, SMAM I Gresik); dan
Surabaya (SMAN 21 Surabaya) dalam hal ini jumlah sekolah dalam penelitian
ini yaitu sebanyak 30 sekolahan dan 30 responden.

3.2 Rancangan Inspeksi Sanitasi Lingkungan Sekolah


Inspeksi lingkungan sekolah ini dilakukan mengunakan kuisoner survey
melalui G-form karena mengingat saat ini merupakan pandemi Covid-19
sehingga tidak memungkinkan kita sebagai peneliti untuk melakukan inspeksi
secara langsung atau observasi secara langsung ke tempat yang bersangkutan.

3.3 Lokasi dan Waktu Inspeksi Sanitasi Lingkungan Sekolah


Kegiatan inspeksi sanitasi lingkungan sekolah ini dilaksanakan di:
Tempat : sekolahan dengan tingkatan SD,SMP dan
SMA yang berada di wilayah Kabupaten Bayuwangi (SMP 17 Agustus
glenmore, SMKN 1Banyuwangi, SMAN 1 Banyuwangi1, MTs Nurul Huda
Badean, SMPN 1 Banyuwangi, SDN 1 Bangorejo, SDN 4 Penganjuran, MTs

8
Nahdlatul Ulama Gombengsari, MAN 3 BANYUWANGI, SMAN 1 GIRI,
SMKN 1 KALIPURO, MI Islamiyah Rogojampi, SMK 17 Agustus 45
genteng, SMAN Darussolah Singojuruh, MIN 3 Banyuwangi, MI Annahiyah
Pakistaji, SMKN 2 Tegalsari, MAN 2 Banyuwangi, SDN Model Banyuwangi,
SMKN IHYA'ULUMUDIN Singojuruh Banyuwangi, MAU Ihya' Ulumiddin,
SMAN 2 Taruna Bhayangkara, MTsN 3 Banyuwangi); Kabupaten Gresik
(SMPN 16 Gresik, SMA AL MUNIROH, MI AL MUNIROH 2, MA AL
MUNIROH, MI muhammadiyah 03 Ujungpangkah, SMAM I Gresik); dan
Surabaya (SMAN 21 Surabaya).
tanggal penyebaran kuisoner : tanggal 30 Oktober – 09 November 2020
teknis penyebaran : kuisoner survey melalui g-form disebarkan
melalui personal chat oleh setiap anggota kelompok kepada guru atau staff tata
usaha pada setiap sekolah dengan tingkatan SD,SMP dan SMA yang berada
diwilayahnya. Kemudian meminta bantuan kepada bapak/ibu guru dan staff
tata usaha untuk menyebarkan kuisoner kepada teman atau saudara yang
seprofesi dengannya agar ikut serta atau berpartisipasi pada penelitian.
Penyebaran kuisoner oleh anggota kelompok dilakukan dengan batas waktu
selama 10 hari dengan target sasaran minimal 30 sekolahan yang berbeda dan
30 responden penelitian.
Anggota kelompok :
Wiwik Uliyani 101811535001
Shinta Ningrum W. 101811535006
Ullya Nur Imama 101811535008
Farah Faulin Nur 101811535012
Agista Zulfatiswada 101811535022
Rinda Istiqumilaily 101811535031
Hermas Dito S.S 101811535042

3.4 Instrumen
1. Alat
a. G- form sebagai media Kuisoner online.

9
b. Handphone dan laptop, digunakan untuk pembuatan kuisoner online
melalui media G-form.
2. Bahan instrumen inspek sanitasi lingkungan sekolah
Bahan yang kami gunakan sebagai acuan dalam pembuatan kuisoner
sanitasi lingkungan sekolah yaitu peraturan KEPMENKES NOMOR
1429/MENKES/SK/XII/2006. Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Lingkungan Sekolah.

3.5 Pelaksanaan Kegiatan


Langkah-langkah yang kami lakukan dalam melaksanaan inspeksi
sanitasi lingkungan sekolah adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan peraturan-peraturan terkait dengan sanitasi lingkungan
sekolah.
2. Pembuatan kuisoner pada microsoft word.
3. Melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing perihal kuisoner
sanitasi lingkungan sekolah yang telah dibuat.
4. Persetujuan dosen untuk menyebar kuisoner survey.
5. Menyusun dan memindahkan instrumen inspeksi sanitasi lingkungan
sekolah dari microsoft word ke media G-form.
6. Menentukan rentang waktu penyebaran kuisoner survey kepada
responden.
7. Penyebaran kuisoner survey oleh semua anggota kelompok secara
personal chat melalui media sosial whatshapp .
8. Penilaian jawaban responden dari kuiosner yang telah disebarkan melalui
metode skoring dan analisis data.
9. Penyusunan laporan inspeksi sanitasi lingkungan sekolah.
10. Pengumpulan laporan inspeksi sanitasi sanitasi lingkungan sekolah.

3.6 Prosedur Penilaian


3.6.1 Penilaian Sanitasi Sekolah
Langkah-langkah penilaian inspeksi sanitasi lingkungan sekolah:
1. Menentukan bobot nilai pada setiap variabel.

10
2. Pemberian nilai sesuai ketentuan yang telah disepakati pada setiap
variabel berdasarkan hasil survey kuisoner melalui G-form.
3. Perhitungan jumlah skor pada setiap sekolahan.
4. Menentukan kategori penilaian :
a. Sangat baik, nilai skor > 75
b. Baik, nilai skor 65 - 75
c. Kurang , nilai skor < 65
5. Penarikan kesimpulan, dimana apabila sekolahan dengan nilai skor >75
maka dikategorikan sebagai sekolahan yang memiliki sanitasi sangat
baik, sekolahan dengan skor 65 – 75 maka dikategorikan sebagai
sekolahan yang memiliki sanitasi baik dan sekolahan dengan skor <65
maka dikategorikan sebagai sekolahan yang memiliki sanitasi kurang.

3.6.2 Penilaian Perilaku Responden Selama Pandemi


Langkah-langkah Penilaian Perilaku Responden Selama Pandemi:
1. Menentukan skala yang akan digunakan, dalam penelitian ini
menggunakan skala likert.
2. Menentukan nilai pada setiap skalanya :
- Pertanyaan positif
a. Selalu :4
b. Sering :3
c. Jarang :2
d. Tidak pernah :1
- Pertanyaan Negatif
a. Selalu :1
b. Sering :2
c. Jarang :3
d. Tidak pernah :4

3. Pemberian nilai sesuai ketentuan yang telah disepakati pada setiap skala
berdasarkan hasil survey kuisoner melalui G-form.
4. Perhitungan jumlah skor pada setiap responden penelitian .

11
5. Menentukan kategori penilaian :
a. Baik, dengan skor 19 – 24.
b. Cukup, dengan skor 18 – 14.
c. Kurang, dengan skor <14.
6. Penarikan kesimpulan, dimana apabila responden dengan nilai skor 19 -
24 maka dikategorikan perilaku responden selama pandemi baik, skor 18
– 14 maka dikategorikan perilaku responden selama pandemi cukup dan
skor <14 maka dikategorikan maka dikategorikan perilaku responden
selama pandemi kurang.

12
BAB IV
HASIL INSPEKSI

4.1 Hasil Penilaian Inspeksi Sanitasi di 30 Sekolah


4.1.1 Lokasi Sekolah
Lokasi Sekolah merupakan salah satu variabel penilaian yang kami
rumuskan dalam inspeksi kesehatan lingkungan sekolah ini. Penentuan lokasi
sekolah dapat mempengaruhi kesehatan warga sekolah. Variabel yang kami
ukur dalam penentuan skor lokasi sekolah antara lain, lokasi sekolah tidak
berdekatan dengan sumber pencemaran (≥ 500 m) dan lokasi sekolah tidak
berada pada daerah yang rawan banjir. Berikut merupakan hasil yang
didapatkan dari kegiatan inspeksi penilaian lokasi sekolah terhadap 30
sekolah yang menjadi partisipan :
1. Tidak berdekatan dengan sumber pencemaran (≥ 500 m)
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah dari
jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sebanyak 77,4% atau 24 dari 30
sekolah yang kami berikan penilaian, tidak berdekatan dengan sumber
pencemaran, sedangkan sebanyak 22,6% atau 6 dari 30 sekolah berada
dekat dengan sumber pencemaran atau berjarak < 500 m dari sumber
pencemaran.
2. Tidak pada Wilayah Rawan Banjir
Hasil penilaian yang kami dapatkan dari 30 sekolah, sebanyak 87,1%
atau 27 dari 30 sekolah tidak berada pada wilayah rawan banjir, sedangkan
12,3 sisanya atau sebanyak 3 sekolah berada pada wilayah yang rawan
terjadi banjir.
4.1.2 Konstruksi Bangunan Sekolah
Variabel penilaian dalam konstruksi bangunan sekolah antara lain
bangunan kuat dan tidak mudah roboh, dinding tidak lembab, lantai kedap
air, kerangka atap kuat, serta ventilasi memadahi dan dapat mencegah
masuknya vector penyebab penyakit. Berikut ini merupakan hasil

13
penilaian variabel inspeksi penilaian konstruksi bangunan sekolah dari 30
sekolah yang menjadi partisipan dalam penilaian :
1. Kuat Tidak Mudah Roboh
Bangunan kuat dan tidak mudah roboh merupakan indikator
penilaian paling penting. para guru dan siswa dapat merasakan rasa aman
dan selamat saat melakukan proses belajar dan mengajar apabila
konstruksi bangunan sekolah kuat dan tidak mudah roboh. Dari hasil
penilaian yang didapatkan dari 30 sekolah yang menjadi partisipan
inspeksi kami, didapatkan 28 dari 30 sekolah atau 93,3 % sekolah sudah
memiliki konstruksi bangunan sekolah yang kuat serta tidak mudah roboh,
sedangkan 2 dari 30 sekolah atau sebesar 6,7 % sekolah masih belum
memiliki konstruksi sekolah yang kuat dan tidak mudah roboh.
2. Dinding Tidak Lembab
Dinding yang lembab dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti
karena rembesan air hujan, ruangan tidak mendapat cukup sinar matahari,
ataupun lokasi sekolah dekat dengan saluran irigasi. Dinding yang lembab
dapat menyebabkan tumbuhnya lumut dan juga sarang kuman penyebab
penyakit, sehingga kami merumuskan salah satu indikator penilaian dari
variabel penilaian konstruksi bangunan sekolah adalah dinding sekolah
tidak lembab sebagai penilaian inspeksi kesehatan lingkungan di sekolah.
Hasil yang kami dapatkan dari 30 sekolah partisipan antara lain, sebanyak
22 dari 30 sekolah atau sebanyak 73,3% sekolah memiliki konstruksi
dinding yang tidak lembab dan sisanya, 8 sekolah atau sebesar 26,7%
sekolah masih memiliki dinding yang lembab.
3. Lantai Kedap Air
Lantai sekolah yang kedap air mudah untuk dibersihkan sehingga
kondisi ruang kelas dalam sekolah menjadi lebih bersih dan tidak menjadi
sarang penyakit. Hasil inspeksi pada 30 sekolah didapatkan bahwa
sebanyak 21 sekolah atau 70% sekolah yang dinilai memiliki lantai kedap
air sedangkan 9 sekolah atau 30% sekolah yang dinilai tidak menggunkan
lantai kedap air.
4. Kerangka Atap Kuat

14
Konstruksi atap kuat sangat diperlukan untuk menunjang kesehatan
lingkungan sekolah. Fungsi kerangka atap adalah menopang atap
bangunan yang ada di atasnya, apabila kerangka atap yang digunakan tidak
kuat dikhawatirkan dapat menyebabkan kecelakaan yang mengakibatkan
cedera bagi penghuninya. Hasil inspeksi yang didapatkan dari 30 sekolah
yaitu, sebanyak 24 dari 30 sekolah atau 80% sekolah memiliki konstruksi
kerangka atap yang kuat sedangkan 6 sekolah lainnya atau 20% sisanya
tidak memiliki konstruksi kerangka atap yang kuat.
5. Ventilasi Memadahi dan Dapat Mencegah Masuknya Vektor dan
Rodent Penyebab Penyakit
Ventilasi ruangan yang memadahi dapat dengan baik mengalirkan
udara ruangan dengan baik, namun juga harus tetap memperhatikan
keberadaan ventilator agar tidak menyebabkan vector penyebab penyakit
masuk ke ruangan yang ada di sekolah. Hasil inspeksi yang didapatkan
yaitu, sebanyak 20 sekolah atau sebesar 66,7% sekolah telah
menggunakan ventilasi yang memadahi dan dapat mencegah masuknya
vektor dan rodent penyebab penyakit, sedangkan 10 sekolah lainnya atau
sebesar 33,3% sekolah tidak memiliki ventilasi yang memadahi dan dapat
mencegah masuknya vector penyebab penyakit.
4.1.3 Atap dan Talang Sekolah
Atap berfungsi sebagai pelindung panas, hujan, dan partikel lainnya
yang masuk ke dalam suatu bangunan, sehingga keberadaannya sangat
penting untuk melengkapi konstruksi suatu bangunan. Fungsi talang
adalah sebagai penampungan air hujan di atap serta mengalirkannya ke
permukaan yang lebih rendah. Dalam inspeksi penilaian kesehatan
lingkungan sekolah ini, kami merumuskan 6 variabel penilaian yang
diantaranya, atap dan talang terbuat dari bahan yang kokoh dan kuat, bebas
dari serangga dan tikus, tidak bocor, berwarna terang, mudah dibersihkan,
talang tidak menjadi perindukan nyamuk. Berikut ini merupakan uraian
hasil penilaian 30 sekolah yang menjadi partisipasn inspeksi keshatan
lingkungan sekolah yang kami lakukan:
1. Atap dan Talang Sekolah Terbuat dari Bahan yang Kuat

15
Atap dan talang yang kuat akan memberikan rasa aman bagi
penghuninya. Dari hasil inspeksi yang dilakukan terhdap 30 sekolah,
didaptkan bahwa, 27 dari 30 sekolah atau sebesar 90% sekolah memiliki
atap dan talang yang terbuat dari bahan yang kuat. Sedangkan 3 dari 30
sekolah atau 10% sekolah tidak menggunakan atap dan talang sekolah
terbuat dari bahan yang kuat.
2. Bebas Serangga dan Tikus
Atap dan talang sering kali menjadi sarang persembunyiam tikus
dan juga serangga. Seringkali tikus dan serangga ini menimbulkan
gangguan kesehatan pada manusia, sehingga konstruksi atap dan talang
sebaiknya dapat mencegah masuknya serangga dan tikus penyabab
gangguan masalah kesehatan. Hasil inspeksi yang dilkaukan terhadap 30
sekolah didapatkan yaitu, sebanyak 16 dari 30 sekolah atau sebesar 53,3%
sekolah memiliki atap dan talang yang bebas dari serangga dan tikus
sedangkan 14 dari 30 sekolah atau sebesar 53,5% sekolah memiliki atap
dan talang yang tidak bebas serangga dan tikus.
3. Atap dan Talang Tidak Bocor
Salah satu fungsi atap adalah melindungi penghuninya dari hujan
dan talang akan menjadi wadah bagi air yang berasal dari atap sehingga,
variabel atap dan talang tidak bocor menjadi salah satu penilaian yang
penting. Dari hasil inspeksi terhadap 30 sekolah didapatkan data bahwa
sebanyak 21 sekolah atau 70% sekolah yang diinspeksi memiliki atap dan
talang bebas bocor, sementara 9 sekolah lainnya atau 10% dari total
sekolah yang diinspeksi memiliki atap dan talang yang tidak bebas bocor.
4. Atap Berwarna Terang
Hasil inspeksi yang dilakukan 30 sekolah, didapatkan data bahwa
sebanyak 20 sekolah atau 66,7% sekolah yang diinspeksi memiliki atap
berwarna terang, sementara 10 sekolah lainnya atau sebesar 33,3% sekolah
yang diinspeksi memiliki atap yang tidak berwarna terang.
5. Atap dan Talang Mudah Dibersihkan
Atap dan talang yang mudah dibersihkan memdudahkan unutk
menyingkarkan sarang vector dan rodent penyebab penyakit. Dari data

16
hasil inspeksi 30 sekolah didapatkan bahwa, sebanyak 17 dari 30 sekolah
atau 56,7% sekolahyang diinspeksi memiliki atap dan talang yang mudah
dibersihkan, sedangkan 13 sekolah lainnya atau sebesar 43,4% sekolah
yang diinspeksi tidak memiliki atap dna talang yang mudah dibersihkan.
6. Talang Tidak Menjadi Perindukan Nyamuk
Sebagai wadah tempat mengalirnya air dari atap, talang rentan
menjadi tempat perindukan nyamuk. Sebanyak 20 dari 30 sekolah atau
sebesar 66,7% sekolah yang diinspeksi memiliki talang yang tidak menjadi
perindukan nyamuk, sedangkan 10 sekolah lainnya atau sebesar 33,3%
sekolah masih memiliki talang yang menjadi tempat perindukan nyamuk.
4.1.4 Dinding Sekolah
Dinding merupakan komponen penilaian inspeksi kesehatan
lingkungan sekolah yang kami rumuskan. Variabel penilaiaannya antara
lain terbuat dari bahan yang kuat, rata dan tidak lembab, bersih, berwarna
terang, mudah dibersihkan. Berikut ini merupakan hasil yang didapatkan
dari inspeksi dinding sekolah :
1. Terbuat dari Bahan yang Kuat
Hasil yang didapatkan dari kegiatan inspeksi terhadap 30 sekolah antara
lain, sebanyak 27 sekolah atau 90% sekolah memiliki dinding yang terbuat
dari bahan yang kuat, sedangkan 3 sekolah atau 10% sekolah tidak
memiliki dinding dari bahan yang kuat.
2. Dinding Rata dan Tidak Lembab
Hasil yang didapatkan dari kegiatan inspeksi terhadap 30 sekolah antara
lain, sebanyak 25 sekolah atau 83,3% sekolah memiliki dinding yang rat
adan tidak lembab, sedangkan 5 sekolah lainnya atau 16,7% sekolah tidak
memiliki dindng yang rata dan tidak lembab.
3. Dinding Sekolah Bersih
Berdasarkan hasil inspeksi terhadap 30 sekolah, sebanyak 23 sekolah atau
76,7% sekolah yang diinspeksi memiliki dinding skeolah yang bersih,
sedangkan 7 sekolah atau 23,3% sekolah yang diinspeksi tidak memiliki
dinding sekolah yang bersih.
4. Dinding Berwarna Terang

17
Hasil inspeksi terhadap 30 sekolah didapatkan, sebanyak 24
sekolah atau 80% sekolah yang diinspeksi memiliki dinding berwarna
terang, sedangkan 6 sekolah lainnya atau 20% sekolah yang diinspeksi
tidak memiliki dinding yang berwarna terang.
5. Dinding Mudah Dibersihkan
Berdasarkan hasil inspeksi yang dilakukan terhadap 30 sekolah
antara lain, sebnayak 15 sekolah atau sebesar 50% sekolah yang diinspeksi
memiliki dinding yang mudah dibersihkan, sedangkan 15 sekolah lainnya
atau sebesar 50% dari total sekolah yang diinspeksi tidak memiliki dinding
yang mudah dibersihkan.
4.1.5 Lantai Sekolah
Lantai sekolah merupakan salah satu komponen penilaian inpeksi
kesehatan lingkungan sekolah. Komponen atau variabel penilaian yang
dirumuskan antara lain lantai kuat, utuh, dan kedap air, bersih, rata, tidak
licin, mudah dibersihkan, dan berwarna terang. Berikut ini merupakan
interpretasi hasil inspeksi yang dilakukan pada 30 sekolah.
1. Kuat/ utuh/ kedap air
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sebanyak 76% atau 23 dari 30
sekolah yang kami berikan penilaian, Kuat/utuh/kedap air, sedangkan
lantai sekolah yang tidak kuat/utuh/kedap air sebanyak sebanyak 23,3%
atau 7 dari 30 sekolah.
2. Bersih
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan lantai sekolah bersih
sebanyak 90% atau 27 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan sekolah yang
tidak memiliki lantai bersih sebanyak 10% atau 3 dari 30 sekolah.
3. Rata
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan

18
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan lantai sekolah yang rata
sebanyak 73,3% atau 22 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan sekolah
yang tidak memiliki lantai rata sebanyak 26,7% atau 8 dari 30 sekolah.
4. Tidak Licin
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan lantai sekolah yang tidak
licin sebanyak 66,7% atau 20 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan
sekolah yang tidak memiliki lantai yang licin sebanyak 33,3% atau 10
dari 30 sekolah.
5. Mudah dibersihkan
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan lantai sekolah yang
mudah dibersihkan sebanyak 80% atau 24 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan lantai sekolah yang tidak mudah dibersihkan sebanyak 20%
atau sebanyak 6 sekolah dari 30 sekolah.
6. Berwarna Terang
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan lantai sekolah yang
berwarna terang sebanyak 80% atau 24 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan lantai sekolah yang tidak berwarna terang sebanyak 10% atau
6 dari 30 sekolah.
4.1.6. Langit-Langit Sekolah
1. Tinggi langit langit minimal 3,25m untuk SMP ke atas
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan tinggi langit-langit
minimal 3,25m untuk SMP ke atas sebanyak 63% atau 19 sekolah dari
30 sekolah, sedangkan sekolah yang tidak dengan langit-langit minimal
3,25m untuk SMP ke atas sebanyak 11 sekolah atau 36,7%.

19
2. Tinggi-tinggi langit minimal 3m untuk SMP ke bawah
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan tinggi langit-langit
minimal 3m untuk SMP ke bawah sebanyak 13,3% atau 4 sekolah dari
30 sekolah, sedangkan sekolah yang tidak dengan langit-langit minimal
3m untuk SMP ke atas sebanyak 86,7% atau 26 sekolah.
3. Kuat
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan sekolah yang memiliki
langit-langit sekolah yang kuat sebanyak 80% atau 24 sekolah dari 30
sekolah, sedangkan sekolah yang tidak memiliki langit-langit sekolah
yang kuat sebanyak 20% atau 6 sekolah.
4. Berwarna Terang
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan langit-langit sekolah
yang berwarna terang sebanyak 76,7% atau 23 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan laangit-langit sekolah yang tidak berwarna terang sebanyak
23,3% atau 7 sekolah.
5. Mudah dibersihkan
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, dengan langit-langit sekolah
yang mudah dibersihkan sebanyak 60% atau 18 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan lantai-lantai sekolah yang tidak mudah dibersihkan sebanyak
40% atau sebanyak 12 sekolah.
4.1.7 Pintu dan Jendela Sekolah
1. Terbuat dari bahan yang kuat
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan

20
google form. Hasil yang kami dapatkan, pintu dan jendela sekolah yang
terbuat dari bahan yang kuat sebanyak 86,7% atau 26 sekolah dari 30
sekolah, sedangkan pintu dan jendela sekolah yang tidak terbuat dari
bahan yang kuat sebanyak 4 sekolah atau 13,3%.
2. Dapat mencegah masuknya serangga dan tikus
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, pintu dan jendela sekolah yang
dapat mencegah masuknya serangga dan tikus sebanyak 73,3% atau 22
sekolah dari 30 sekolah, sedangkan pintu dan jendela sekolah yang tidak
dapat mencegah masuknya serangga dan tikus sebanyak 26,7% atau 8
sekolah
3. Dapat dibuka dan di tutup
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, pintu dan jendela sekolah yang
dapat dibuka dan di tutup sebanyak 90% atau 27 sekolah dari 30
sekolah, sedangkan pintu dan jendela sekolah yang dapat dibuka dan di
tutup sebanyak 10% atau 3 sekolah.
4. Dapat dikunci dengan baik
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, pintu dan jendela sekolah yang
dapat dikunci dengan baik sebanyak 80% atau 24 sekolah dari 30
sekolah, sedangkan pintu dan jendela sekolah yang tidak dapat dikunci
dengan baik sebanyak 20% sekolah atau 6 sekolah.
5. Terdiri dari dua daun pintu dengan arah pembukaan keluar
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, pintu dan jendela sekolah yang
terdiri dari dua daun pintu dengan arah pembukaan keluar sebanyak 50%
atau 15 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan pintu sekolah yang tidak

21
terdiri dari dua daun pintu dengan arah pembukaan keluar sebanyak 50%
atau 15 sekolah.
4.1.8 Ventilasi Sekolah
1. Ventilasi dapat menjamin aliran udara segar didalam ruangan
sekolah dengan baik
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, ventilasi sekolah dapat
menjamin aliran udara segar didalam ruangan sekolah dengan baik
sebanyak 100% atau 30 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan sebanyak
0% ventilasi sekolah yang tidak dapat menjamin aliran udara segar
didalam ruangan sekolah dengan baik.
2. Adanya ventilasi mekanik (apabila ventilasi alamiah tidak menjamin
pergantian udara dengan baik)
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang mempunyai
ventilasi mekanik sebanyak 26,7% atau 8 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan sebanyak 73,3% atau 22 sekolah yang tidak mempunyai
ventilasi mekanik.
4.1.9 Pencahayaan Sekolah
1. Terang untuk membaca dan menulis
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang mempunyai
pencahayaan yang terang untuk membaca dan menulis sebanyak 100%
atau 30 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan sebanyak 0% sekolah yang
tidak mempunyai pencahayaan yang terang untuk membaca dan menulis.
2. Tidak menyilaukan mata
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, pencahayaan sekolah tidak

22
menyilaukan mata sebanyak 76,7% atau 23 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan pencahayaan sekolah yang dapat menyilaukan mata sebanyak
23,3% atau 7 sekolah.
4.1.10 Air Bersih Sekolah
1. Tersedianya air bersih 15 liter/orang/hari
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, tersedianya air bersih 15
liter/orang/hari di sekolah sebanyak 70% atau 21 sekolah dari 30
sekolah, sedangkan tidak tersedianya air bersih 15 liter/orang/hari
sebanyak 30% sekolah atau 9 sekolah.
2. Air tidak bewarna, berbau dan berasa
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang memiliki air tidak
bewarna, berbau dan berasa sebanyak 93,3% atau 28 sekolah dari 30
sekolah, sedangkan sekolah yang masih memiliki air bewarna, berbau dan
berasa sebanyak 6,7% sekolah atau 2 sekolah.
3. Jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah/ septic tank
minimal 10 m
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang memiliki jarak
sumber air dengan tempat pembuangan limbah/ septic tank minimal 10 m
sebanyak 70% atau 21 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan sekolah yang
masih memiliki jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah/
septic tank minimal 10 m sebanyak 30% sekolah atau 9 sekolah.
4.1.11 Toilet Sekolah
1. Tersedianya toilet yang terpisah antara laki – laki dan perempuan
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang memiliki toilet yang

23
terpisah antara laki – laki dan perempuan sebanyak 93,3% atau 28 sekolah
dari 30 sekolah, sedangkan sekolah yang belum memiliki toilet yang
terpisah antara laki – laki dan perempuan sebanyak 6,7% sekolah atau 2
sekolah.
2. Lantai toilet tidak ada genangan air
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang lantai toiletnya tidak
ada genangan air sebanyak 73,3% atau 22 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan sekolah yang lantai toilet banyak genangan air sebanyak 26,7%
sekolah atau 8 sekolah.
3. Bak penampung air terbebas dari jentik nyamuk
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang memiliki bak
penampung air terbebas dari jentik nyamuk sebanyak 63,3% atau 19
sekolah dari 30 sekolah, sedangkan sekolah yang belum memiliki bak
penampung air terbebas dari jentik nyamuk sebanyak 36,7% sekolah atau
11 sekolah.
4. Tersedianya tempat sampah
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang menyediakan
tempat sampah sebanyak 76,7% atau 23 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan sekolah yang belum menyediakan tempat sampah sebanyak
23,3% sekolah atau 7 sekolah.
5. Toilet dalam keadaan bersih dan tidak berbau
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang toiletnya dalam
keadaan bersih dan tidak berbau sebanyak 63,3% atau 19 sekolah dari 30

24
sekolah, sedangkan sekolah yang toiletnya dalam keadaan kotor dan
berbau sebanyak 36,7% sekolah atau 11 sekolah.
6. Tersedianya sabun untuk cuci tangan
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang menyediakan sabun
untuk cuci tangan sebanyak 73,3% atau 22 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan sekolah yang tidak menyediakan sabun untuk cuci tangan
sebanyak 26,7% sekolah atau 8 sekolah.
4.1.12 Sarana Pembuangan Sampah
1. Disetiap ruangan harus tersedia tempat sampah yang dilengkapi
dengan tutup
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang menyediakan
tempat sampah dilengkapi dengan tutup disetiap ruang sekolah sebanyak
86,7% atau 26 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan sekolah yang tidak
menyediakan tempat sampah dilengkapi dengan tutup disetiap ruang
sekolah sebanyak 13,3% sekolah atau 4 sekolah.
2. Tersedianya TPS di sekolah
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang menyediakan TPS
di sekolah sebanyak 76,7% atau 23 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan
sekolah yang tidak menyediakan TPS di sekolah sebanyak 23,3% sekolah
atau 7 sekolah.
3. Pengumpulan sampah dari ruang kelas ke TPS dilakukan setiap hari
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap 30 sekolah
dari jenjang SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan
google form. Hasil yang kami dapatkan, sekolah yang sudah melakukan
pengumpulan sampah dari ruang kelas ke TPS setiap hari sebanyak 76,7%
atau 23 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan sekolah yang belum

25
melakukan pengumpulan sampah dari ruang kelas ke TPS setiap hari
sebanyak 23,3% sekolah atau 7 sekolah.
4.2 Perilaku Guru dan Staff Tata Usaha selama Pandemi COVID-19
4.2.1 Masker
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap perilaku
bapak/ibu guru selama pandemi Covid-19 terhadap 30 sekolah dari jenjang
SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan google form.
Hasil yang kami dapatkan, guru dan staff tata usaha di sekolah yang selalu
menggunakan masker sebanyak 70% atau 21 sekolah dari 30 sekolah,
sedangkan guru dan staff tata usaha disekolah yang masih sering
menggunakan masker sebanyak 30% atau 9 sekolah.
4.2.2 Cuci Tangan
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap perilaku
bapak/ibu guru selama pandemi Covid-19 terhadap 30 sekolah dari jenjang
SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan google form.
Hasil yang kami dapatkan, guru dan staff tata usaha di sekolah yang selalu
mencuci tangan sebanyak 60% atau 18 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan
guru dan staff tata usaha disekolah yang masih sering mencuci tangan
sebanyak 33,3% atau 10 sekolah dan guru dan staff tata usaha disekolah
yang jarang mencuci tangan sebanyak 6,7% atau 2 sekolah.
4.2.3 Menjaga Jarak Minimal 1 meter
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap perilaku
bapak/ibu guru selama pandemi Covid-19 terhadap 30 sekolah dari jenjang
SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan google form.
Hasil yang kami dapatkan, guru dan staff tata usaha di sekolah yang selalu
menjaga jarak minimal 1 meter ketika berada di keramaian sebanyak
43,3% atau 13 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan guru dan staff tata
usaha disekolah yang sering menjaga jarak minimal 1 meter ketika berada
di keramaian 43,3% atau 13 sekolah dan guru dan staff tata usaha
disekolah yang jarang menjaga jarak minimal 1 meter ketika berada di
keramaian sebanyak 13,4% atau 4 sekolah.
4.2.4 Intensitas Keluar Rumah dalam 1 Hari

26
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap perilaku
bapak/ibu guru selama pandemi Covid-19 terhadap 30 sekolah dari jenjang
SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan google form.
Hasil yang kami dapatkan, guru dan staff tata usaha di sekolah yang jarang
keluar rumah dalam 1 hari sebanyak 56,7% atau 17 sekolah dari 30
sekolah, sedangkan guru dan staff tata usaha disekolah yang sering keluar
rumah dalam 1 hari sebanyak 26,7% atau 8 sekolah dan guru dan staff tata
usaha disekolah selalu keluar rumah dalam 1 hari sebanyak 16,6% atau 5
sekolah.
4.2.5 Menerapkan pembelajaran Sistem daring
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap perilaku
bapak/ibu guru selama pandemi Covid-19 terhadap 30 sekolah dari jenjang
SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan google form.
Hasil yang kami dapatkan, guru dan staff tata usaha di sekolah yang selalu
menerapkan pembelajaran sistem daring di sekolah sebanyak 66,7% atau
20 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan guru dan staff tata usaha disekolah
yang sering menerapkan pembelajaran sistem daring sebanyak 33,3% atau
10 sekolah.
4.2.6 Aktif mengunjungi sekolah
Kelompok kami telah melakukan penilaian terhadap perilaku
bapak/ibu guru selama pandemi Covid-19 terhadap 30 sekolah dari jenjang
SD, SMP, hingga SMA melalui pengisian kuesioner dengan google form.
Hasil yang kami dapatkan, guru dan staff tata usaha di sekolah yang selalu
aktif mengunjungi sekolahan meskipun menggunakan sistem daring
sebanyak 26,7% atau 8 sekolah dari 30 sekolah, sedangkan guru dan staff
tata usaha disekolah yang sering aktif mengunjungi sekolahan meskipun
menggunakan sistem daring sebanyak 53,3% atau 16 sekolah dan guru dan
staff tata usaha disekolah yang jarang aktif mengunjungi sekolahan
meskipun menggunakan sistem daring sebanyak 20% atau 6 sekolah.

27
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Hasil Inspeksi Kondisi Lingkungan di 30 Sekolah
5.1.1 Lokasi Sekolah
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1429 tahun 2006
tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah,
ketentuan pendirian sekolah sebaiknya berada dalam Rencana Umum Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, skeolah juga seharusnya berada di
wilayah yang tidak berdekatan dengan sumber pencemaran, tidak berada
pada wilayah rawan bencana, dan jauh dari jaringan listrik tegangan tinggi.
Kami merumuskan 2 indikator penilaian inspeksi sekolah yaitu lokasi
sekolah tidak berada dekat dengan sumber pencemaran dan tidak berada di
wilayah yang rawan banjir. Kedua indikator ini dirumuskan dengan
menyesuaikan pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan
Sekolah di Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1429 tahun 2006.
Penilaian yang dilakukan antara lain memberikan skor sebesar 2 poin
untuk setiap indikator lokasi sekolah, sehingga total skor maksimal yang
didapatkan sebesar 4 dengan kategori 0 kurang, 2 cukup, dan 4 baik. Hasil
yang didapatkan adalah 11 sekolah atau 37% sekolah dikatakan cukup dan
sebanyak 19 sekolah atau 63% sekolah dikatakan baik
5.1.1.1 Kondisi Bangunan Sekolah
Variabel yang dinilai pada konstruksi bangunan sekolah antara
lain bangunan kuat dan tidak mudah roboh dengan skor 2, dinding
tidak lembab memiliki skor 2, lantai kedap air dengan skor 1,
kerangka atap kuat memiliki skor 1, serta ventilasi memadahi dan
dapat mencegah masuknya vektor penyebab penyakit memiliki skor
2, sehingga skor maksimal penilaian bangunan sekolah adalah 8.
Pengkategorian skor antara lain skor <5 dikatakan kurang, skor 5-6
dikatakan cukup, dan skor ≥7 adalah baik. Setelah dilakukan
inspeksi terhadap 30 sekolah, 4 sekolah atau 13% sekolah memiliki
kategori kurang memiliki bangunan sekolah yang sesuai standart, 9
sekolah atau 30% sekolah memiliki kategori cukup memiliki

28
bangunan sekolah yang sesuai standart, dan 17 sekolah atau 57%
sekolah memiliki kategori baik dalam bangunan sekolah sesuai
standart.
5.1.1.2 Kondisi Atap dan Talang Sekolah
Variabel penilaian kondisi atap dan talang sekolah antara lain
atap dan talang terbuat dari bahan yang kokoh dan kuat memiliki
skor 1, bebas dari serangga dan tikus memiliki skor 2, tidak bocor
memiliki skor 2, berwarna terang memiliki skor 1, mudah
dibersihkan memiliki skor 1, serta talang tidak menjadi perindukan
nyamuk memiliki skor 1, sehingga skor maksimal yang dapat
diperoleh oleh masing-masing sekolah yaitu 8. Hasil skoring akan
dikategorikan dengan skor <5 dikatakan kurang, skor 5-7
dikategorikan cukup, dan skor 8 dikategorikan baik. Inspeksi yang
dilakukan terhadap 30 sekolah menghasilkan sebanyak 8 sekolah
atau 27% sekolah memiliki kategori kurang pada kondisi atap dan
talangnya, 11 sekolah atau 37% sekolah memiliki kategori cukup
pada kondisi atap dan talangnya, dan sebanyak 11 sekolah atau 37%
sekolah memiliki kategori baik pada kondisi atap dan talangnya.
5.1.1.3 Kondisi Dinding Sekolah
Variabel yang menjadi penilaian kondisi dinding sekolah antara
lain terbuat dari bahan yang kuat memiliki skor 2, rata dan tidak
lembab memiliki skor 1, bersih memiliki skor 1, berwarna terang
memiliki skor 1, mudah dibersihkan memiliki skor 1, sehingga total
skor maksimal yang dapat diperoleh oleh masing-masing sekolah
yaitu 6. Hasil skoring akan dikategorikan menjadi skor <4
dikategorikan kurang, skor 4-5 dikatakan cukup, serta skor dengan
total 6 poin dikatakan memiliki kategori baik. Hasil skoring inspeksi
30 sekolah didapatkan, sebanyak 7 sekolah atau 23% sekolah
memiliki kategori kurang pada kondisi dinding sekolah, sebanyak 10
sekolah atau 33% sekolah dikategorikan cukup, dan sebanyak 13
sekolah atau 43% sekolah memiliki kategori yang baik pada kondisi
dinding sekolah.

29
5.1.1.4 Lantai Sekolah
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah, ketentuan konstruksi bangunan sekolah
sebaiknya lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaa rata, tidak retak, tidak licin, dan mudah dibersihkan. Kami
merumuskan 6 indikator penilaian inspeksi sekolah yaitu lantai
sekolah kuat/utuh/kedap air, lantai sekolah bersih, lantai sekolah
rata, lantai sekolah tidak licin, mudah di bersihkan, dan berwarna
terang. Keenam indikator ini dirumuskan dengan menyesuaikan
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah pada
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429 Tahun 2006. Penilaian
yang dilakukan antara lain dengan memberikan skor sebesar 2 poin
untuk indikator lantai sekolah kuat/utuh/kedap air, lantai bersih,
lantai mudah di bersihkan dan memberikan skor nilai 1 poin untuk
indikator lantai rata, lantai tidak licin, dan lantai berwarna terang.
Sehingga total skor maksimal yang didapatkan sebesar 9 dengan
kategori 8 - 9 baik, 5 - 7 Cukup dan <5 kurang. Hasil yang di
dapatkan adalah sebanyak 20 sekolah dikatakan “baik”, 5 sekolah
dikatakan “cukup”, 5 sekolah dikatakan “kurang”.
5.1.1.5 Langit-Langit Sekolah
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah, ketentuan konstruksi bangunan sekolah
sebaiknya lantai-lantai sekolah harus kuat, berwarna terang dan
mudah dibersihkan; kerangka langit-langit yang terbuat dari kayu
harus anti rayap; langit-langit yang terbuat dari anyaman bamboo
tidak boleh dicat dengan larutan kapur tohor; langit-langit tingginya
minimal 3m dari permukaan lantai, khusus untuk SMP ke atas tinggi
langit-langit 3,25m. Kami merumuskan 5 indikator penilaian
inspeksi sekolah yaitu tinggi langit-langit minimal 3,25m untuk SMP
ke atas, tinggi langit-langit minimal 3m untuk SMP ke bawah,

30
langit-langit sekolah kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
Kelima indikator ini dirumuskan dengan menyesuaikan Pedoman
Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah pada Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1429 Tahun 2006. Penilaian yang
dilakukan antara lain dengan memberikan skor sebesar 2 poin untuk
indikator tinggi langit-langit minimal 3,25m untuk SMP ke atas dan
tinggi langit-langit minimal 3m untuk SMP ke bawah, dan
memberikan nilai skor sebesar 1 poin untuk indikator langit-langit
kuat, langit-langit berwarna terang, dan langit langit sekolah mudah
dibersihkan. Sehingga total skor maksimal yang didapatkan sebesar
7 dengan kategori 5 -7 baik, 3 - 4 cukup, <3 kurang. . Hasil yang di
dapatkan adalah sebanyak 11 sekolah dikatakan “baik”, 12 sekolah
dikatakan “cukup”, 7 sekolah dikatakan “kurang”.
5.1.1.6 Pintu dan Jendela Sekolah
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah, ketentuan konstruksi bangunan sekolah
sebaiknya pintu terdiri dari dua daun pintu dengan arah bukaan ke
luar dan mempunyai ukuran sesuai ketentuan yang berlaku, antara
dua kelas harus ada pintu yang berdekatan dengan pintu keluar,
untuk memungkinkan cepat keluarnya siswa yang duduk paling
belakang. Jendela dapat dibuka dan ditutup dengan arah bukaan ke
luar, untuk ruang seperti : ruang laboratorium, ruang komputer,
ruang media, ruang perpustakaan diberi besi pengaman. Kami
merumuskan 5 indikator penilaian inspeksi sekolah yaitu pintu dan
jendela sekolah terbuat dari bahan yang kuat, pintu dan jendela
sekolah dapat mencegah masuknya serangga dan tikus, dapat dibuka
dan ditutup, dapat dikunci dengan baik, terdiri dari dua pintu dengan
arah pembukaan keluar. Kelima indikator ini dirumuskan dengan
menyesuaikan Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan
Sekolah pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429 Tahun
2006. Penilaian yang dilakukan antara lain dengan memberikan nilai

31
skor sebesar 2 poin untuk indikator pintu dan jendela dapat
mencegah masuknya serangga dan tikus, pintu dan jendela sekolah
dapat dibuka, pintu dan jendela sekolah terdiri dari dua pintu dengan
arah pembukaan keluar. Dan memberikan nilai skor sebesar 1 poin
untuk indikator pintu dan jendela sekolah terbuat dari bahan yang
kuat, pintu dan jendela sekolah dapat dikunci. Sehingga nilai total
skor maksimal yang didapatkan sebesar 8 dengan kategori 6 – 8
baik, 4-5 cukup, <4 kurang. . Hasil yang di dapatkan adalah
sebanyak 24 sekolah dikatakan “baik”, 1 sekolah dikatakan “cukup”,
5 sekolah dikatakan “kurang”.
5.1.1.7 Ventilasi Sekolah
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah, ketentuan kualitas udara ruang sekolah
sebaiknya ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara segar
di dalam ruang sekolah dengan baik ; bila ventilasi alamiah tidak
dapat menjamin adanya penggantian udara dengan baik, ruang
sekolah harus dilengkapi dengan ventilasi mekanis ; vemtilasi pada
ruang sekolah sesuai peruntukannya. Kami merumuskan 2 indikator
penilaian inspeksi sekolah yaitu ventilasi dapat menjamin aliran
udara segar di dalam ruangan sekolah dengan baik dan adanya
ventilasi mekanik ( apabila ventilasi alamiah tidak menjamin
pergantian udara dengan baik). Kedua indikator ini dirumuskan
dengan menyesuaikan Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1429 Tahun 2006. Penilaian yang dilakukan antara lain dengan
memberikan skor sebesar 2 poin untuk setiap indikator ventilasi
sekolah, sehingga total skor maksimal yang didapatkan sebesar 4
dengan kategori 4 Baik, 2 cukup, dan <2 kurang. . Hasil yang di
dapatkan adalah sebanyak 8 sekolah dikatakan “baik”, 22 sekolah
dikatakan “cukup”, dan 0 sekolah dikatakan “kurang”
5.1.1.8 Pencahayaan Sekolah

32
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah, ketentuan pencahayaan sekolah sebaiknya
pencahayaan di setiap ruang disesuaikan dengan peruntukannya,
pencahayaan disetiap ruang tidak silau. Kami merumuskan 2
indikator penilaian inspeksi sekolah yaitu terang untuk membaca dan
menulis, tidak menyilaukan mata. Kedua indikator ini dirumuskan
dengan menyesuaikan Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1429 Tahun 2006. Penilaian yang dilakukan antara lain dengan
memberikan skor sebesar 2 poin untuk setiap indikator pencahayaan
sekolah, sehingga total skor maksimal yang didapatkan sebesar 4
dengan kategori 4 baik, 2 cukup, dan <2 kurang. Hasil yang di
dapatkan adalah sebanyak 25 sekolah dikatakan “baik”, 5 sekolah
dikatakan “cukup”, dan 0 sekolah dikatakan “kurang”.
5.1.1.9 Air Bersih Sekolah
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429 Tahun
2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan
Sekolah, ketentuan air bersih sebaiknya tersedianya air bersih 15
liter/orang/hari ; air tidak bewarna, berbau dan berasa ; jarak sumber
air dengan tempat pembuangan limbah/ septic tank minimal 10 m.
Kami merumuskan 3 indikator penilaian inspeksi sekolah yaitu
tersedianya air bersih 15 liter/orang/hari, air tidak bewarna, berbau
dan berasa dan jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah/
septic tank minimal 10 m. Penilaian yang dilakukan dengan
memberikan skor sebesar 2 poin untuk setiap indikator air bersih,
sehingga total skor maksimal yang didapatkan sebesar 6 poin dengan
kategori 6 baik, 4 cukup, 2- <2 kurang. Hasil yang didapatkan adalah
sebanyak 17 sekolah dikatakan baik, 8 sekolah dikatakan cukup dan
5 sekolah dikatakan kurang.
5.1.1.10 Toilet Sekolah

33
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah, ketentuan toilet sekolah sebaiknya tersedianya
toilet yang terpisah antara laki – laki dan perempuan ; lantai toilet
tidak ada genangan air ; bak penampung air terbebas dari jentik
nyamuk ; tersedianya tempat sampah ; toilet dalam keadaan bersih
dan tidak berbau ; tersedianya sabun untuk cuci tangan. Kami
merumuskan 6 indikator penilaian inspeksi sekolah yaitu tersedianya
toilet yang terpisah antara laki – laki dan perempuan, lantai toilet
tidak ada genangan air, bak penampung air terbebas dari jentik
nyamuk, tersedianya tempat sampah, toilet dalam keadaan bersih
dan tidak berbau, tersedianya sabun untuk cuci tangan. Penilaian
yang dilakukan dengan memberikan skor tersedianya toilet yang
terpisah antara laki – laki dan perempuan sebesar 2, skor lantai toilet
tidak ada genangan air sebesar 2, skor bak penampung air terbebas
dari jentik nyamuk sebesar 2, skor tersedianya tempat sampah
sebesar 1, skor toilet dalam keadaan bersih dan tidak berbau sebesar
1, skor tersedianya sabun untuk cuci tangan sebesar 2, sehingga total
skor maksimal adalah 10, dengan kategori 8-10 baik, 4-7 cukup, <4
kurang. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 16 dikatakan baik,
sebanyak 10 dikatakan cukup, dan sebanyak 4 dikatakan kurang.
5.1.1.11 Sarana Pembuangan Sampah
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah, ketentuan sarana pembuangan sampah
sebaiknya disetiap ruangan harus tersedia tempat sampah yang
dilengkapi dengan tutup ; tersedianya TPS di sekolah ; pengumpulan
sampah dari ruang kelas ke TPS dilakukan setiap hari. Kami
merumuskan 3 indikator penilaian inspeksi sekolah tersebut, dengan
penilaian yang dilakukan dengan memberikan skor disetiap ruangan
harus tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan tutup sebesar
3, skor tersedianya TPS di sekolah sebesar 2, dan pengumpulan

34
sampah dari ruang kelas ke TPS dilakukan setiap hari sebesar 2,
sehingga total skor maksimal adalah 7 dengan kategori >5 baik, 4-5
cukup, <4 kurang. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 19 baik,
sebanyak 5 cukup, dan sebanyak 6 kurang.

5.2 Pembahasan Hasil Perilaku Guru dan Staff Tata Usaha di sekolah selama
pandemi Covid-19
5.2.1 Masker
Penilaian perilaku guru dan staff tata usaha di sekolah dalam situasi
pandemi ini dengan memakai masker jika keluar rumah antara lain selalu,
sering, jarang dan tidak pernah dengan memilih salah satu jawaban. Selalu
memiliki skor 4, sering memiliki skor 3, jarang memilik skor 2, tidak
pernah memiliki skor 1, sehingga skor maksimal yang dapat diperoleh
yaitu 4. Hasil skoring akan dikategorikan dengan skor 4 dikatakan baik,
skor 3 dikategorikan cukup, dan skor <3 dikategorikan kurang. Hasil yang
didapatkan yaitu sebanyak 21 guru dan staff tata usaha dalam memakai
masker dikatakan baik, dan sebanyak 9 guru dan staff tata usaha dalam
memakai masker dikatakan cukup.
5.2.2 Cuci Tangan
Penilaian perilaku guru dan staff tata usaha di sekolah dalam situasi
pandemi ini dengan mencuci tangan ketika dari luar rumah antara lain
selalu, sering, jarang dan tidak pernah dengan memilih salah satu jawaban.
Selalu memiliki skor 4, sering memiliki skor 3, jarang memilik skor 2,
tidak pernah memiliki skor 1, sehingga skor maksimal yang dapat
diperoleh yaitu 4. Hasil skoring akan dikategorikan dengan skor 4
dikatakan baik, skor 3 dikategorikan cukup, dan skor <3 dikategorikan
kurang. Hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 18 guru dan staff tata usaha
dalam mencuci tangan dikatakan baik, sebanyak 10 guru dan staff tata
usaha dalam mencuci tangan dikatakan cukup dan sebanyak 2 guru dan
staff tata usaha dalam mencuci tangan dikatakan kurang.
5.2.3 Menjaga Jarak Minimal 1 Meter

35
Penilaian perilaku guru dan staff tata usaha di sekolah dalam situasi
pandemi ini dengan menjaga jarak minimal 1 meter ketika berada di
keramaian antara lain selalu, sering, jarang dan tidak pernah dengan
memilih salah satu jawaban. Selalu memiliki skor 4, sering memiliki skor
3, jarang memilik skor 2, tidak pernah memiliki skor 1, sehingga skor
maksimal yang dapat diperoleh yaitu 4. Hasil skoring akan dikategorikan
dengan skor 4 dikatakan baik, skor 3 dikategorikan cukup, dan skor <3
dikategorikan kurang. Hasil yang didapatkan yaitu 13 guru dan staff tata
usaha dalam menjaga jarak dikatakan baik, sebanyak 13 guru dan staff tata
usaha dalam menjaga jarak dikatakan cukup dan sebanyak 4 guru dan staff
tata usaha dalam menjaga jarak dikatakan kurang.
5.2.4 Intensitas Keluar Rumah dalam 1 Hari
Penilaian perilaku guru dan staff tata usaha di sekolah dalam situasi
pandemi ini dengan intensitas keluar rumah dalam 1 hari antara lain selalu,
sering, jarang dan tidak pernah dengan memilih salah satu jawaban. Selalu
memiliki skor 1, sering memiliki skor 2, jarang memilik skor 3, tidak
pernah memiliki skor 4, sehingga skor maksimal yang dapat diperoleh
yaitu 4. Hasil skoring akan dikategorikan dengan skor 4 dikatakan baik,
skor 3 dikategorikan cukup, dan skor <3 dikategorikan kurang. Hasil yang
didapatkan yaitu sebanyak 17 guru dan staff tata usaha dalam intensitas
keluar rumah dalam satu hari dikatakan cukup dan sebanyak 13 guru dan
staff tata usaha dalam intensitas keluar rumah dalam satu hari dikatakan
kurang.
5.2.5 Menerapkan pembelajaran Sistem daring
Penilaian perilaku guru dan staff tata usaha di sekolah dalam situasi
pandemi ini dengan menerapkan pembelajaran sistem daring antara lain
selalu, sering, jarang dan tidak pernah dengan memilih salah satu jawaban.
Selalu memiliki skor 4, sering memiliki skor 3, jarang memilik skor 2,
tidak pernah memiliki skor 1, sehingga skor maksimal yang dapat
diperoleh yaitu 4. Hasil skoring akan dikategorikan dengan skor 4
dikatakan baik, skor 3 dikategorikan cukup, dan skor <3 dikategorikan
kurang. Hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 20 guru dan staff tata usaha

36
dalam menerapkan pembelajaran sistem daring dikatakan baik dan
sebanyak 10 guru dan staff tata usaha dalam menerapkan pembelajaran
sistem daring dikatakan cukup.
5.2.6 Aktif mengunjungi sekolah
Penilaian perilaku guru dan staff tata usaha di sekolah dalam situasi
pandemi ini dengan aktifnya mengunjungi sekolahan meskipun
menggunakan sistem daring antara lain selalu, sering, jarang dan tidak
pernah dengan memilih salah satu jawaban. Selalu memiliki skor 1, sering
memiliki skor 2, jarang memilik skor 3, tidak pernah memiliki skor 4,
sehingga skor maksimal yang dapat diperoleh yaitu 4. Hasil skoring akan
dikategorikan dengan skor 4 dikatakan baik, skor 3 dikategorikan cukup,
dan skor <3 dikategorikan kurang. Hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 6
guru dan staff tata usaha dengan frekuensi keaktifan dalam mengunjungi
sekolahan dikatakan cukup dan sebanyak 24 guru dan staff tata usaha
dengan frekuensi keaktifan dalam mengunjungi sekolahan dikatakan
kurang.

37
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan yang berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 1429 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Lingkungan Sekolah dan juga berpedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Lingkungan Sekolah di Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1429
tahun 2006, sebagian besar sekolah dapat dikatakan baik karena sudah memenuhi
syarat sanitasi di lingkungan sekolah

6.2 Saran
Untuk sekolah yang sudah memenuhi syarat sanitasi lingkungan sekolah
agar dapat dipertahankan, dan untuk sekolah masih kurang dalam penerapan
syarat sanitasi di lingkungan sekolah supaya dapat ditingkatkan karena selain
dapat memperbaiki sanitasi lingkungan sekolah dapat mencegah dari adanya
sumber penularan yang dapat menyebabkan penyakit, sehingga kegiatan
pembelajaran di sekolah tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.

38
DAFTAR PUSTAKA

Muljono Pudji. 2002. Penyusunan Dan Pengembangan Instrumen Penelitian.


Suharsimi Arikunto. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumadi Suryabrata. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-inspeksi/
Kho,Budi. 2017. Pengertian Inspeksi (Inspection) dalam Pengendalian Kualitas
Public, Health, Home. 2016. Syarat Kesehatan Lingkungan Sekolah. Kesmas.
http://www.indonesian-publichealth.com/syarat-kesehatan-lingkungan-
sekolah/

39

Anda mungkin juga menyukai