- Pandangan Keynes
Pandangan ini di pelopori oleh ahli ekonomi Cambridge, John Maynard Keynes yang menulis
buku “The General Theory of Employment Interest and money(1936). Keynes dan para
pengikutnya menjelaskan bahwa tingkat output total (aggregate supply) dan kesempatan
kerja dalam perekonomian ditentukan oleh tingkat permintaan agregat (aggregate
demand) untuk barang dan jasa. Pandangan ini berurusan dengan aktivitas jangka pendek
yang terfokus pada perubahan permintaan.
- Pandangan Monetarist
Pandangan ini muncul sejak awal tahun 1970an setelah para ahli menganggap gagal Keynesian
demand management yang tidak dapat menurunkan inflasi dan gagal pula menurunkan
tingkat pengangguran. Pandangan moneter ini dipelopori oleh ahli ekonomi Universitas
Chicago, Multon Friedman, disasarkan atas riset empiric,dimulai dengan adanya
hubungan antara pertumbuhan,uang yang beredar dengan tingkat inflasi di Amerika
Serikat. Kebijakan moneter,seperti juga kebijaksanaan fiskal dari Keynes diarahkan pada
permintaan agregat dalam perekonomian, tetapi lebih memilih untuk menyerahkan pada
investasi swasta dan pasar bebas dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar.
Secara umum terdapat tiga metode untuk menghitung besarnya aktivitas ekonomi
dalam perekonomian, setiap periode waktu sesuai dengan sirkulasi aktivitas ekonomi
yang berlangsung. Adapun metode yang dapat digunakan adalah :
(1) Metode output;
(2) Metode input;
(3) Metode pengeluaran (expenditure)
Secara kolektif metode-metode yang mengukur aktivitas ekpnpmi ini dikenal juga dengan
“national income accounting”
- Jumlah nilai tambah yang diperoleh dari keempat level aktivitas ekonomi tersebut adalah
sebesar Rp 850 miliar sama nilainya dengan nilai produk akhir atau nilai keluaran.
Pendapatan bersih masyarakat (disposable income) merupakan pendapatan kotor yang sudah
dikurangi dengan kewajiban-kewajiban berupa pajak dan penerimaan-penerimaan lainnya,
seperti penerimaan transfer.
Suplai Agregat adalah total output pereknomian, yang ditulis dengan lambing “Y”. Permintaan
agregat terdiri atas komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (C), pengeluaran
investasi perusahaan (I), Pengeluaran pemerintah (G) serta pengeluaran dan penerimaan
perdagangan luar negri, yakni ekspor dikurangi impor (X-M)
Y = C + I + G + (X – M)
Y=C+ S
S = f(Yd)
Proporsi Disposable income yang di tabung, dinamakan “average propensity to consume” (apc).
S = Total tabungan
Yd = Total disposable income
Dengan Yd = C + S, maka bila persamaan ini sama dibagi dengan Yd akan diperoleh hasil
sebagai berikut :
Dengan membagi ruas kiri dan kanan berubah dengan ∆Yd, maka persamaan
ini (persamaan 2) menajdi :
Keterangan :
a = pengeluaran konsumsi pada saat disposable income sama dengan nol (Yd=0)
-a = karena Yd=0 terdapat pengeluaran konsumsi sebesar “a” maka terdapat dis-saving
sebesar “a”
Umumnya masyarakat mempunyai perilaku yang berbeda dalam melakukan pengeluaran
Konsumsi dan menabung.
Secara umum faktor penentu konsumsi dan tabungan rumah tangga adalah :
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu bentuk
pengorbanan kekayaan di masa sekarang untuk mendapat keuntungan di masa depan
dengan tingkat resiko tertentu.
Invenstasi termasuk ke dalam komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G (X-M).
Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-reidental(pabrik&mesin)
dan investasi residential(rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan
tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I = (Y,i)
Terdapat dua faktor yang memengaruhi investasi, yaitu faktor yang bersumber dari dalam
negeri (intern) dan faktor yang bersumber dari luar negeri (ekstern).
Menurut BPKM faktor internal dan eksternal yang menjadi kendala dalam meningkatkan
investasi di Indonesia antara lain adalah:
Secara umum, dari pernyataan para ahli ekonomi, maka faktor yang memengaruhi
investasi antara lain:
Secara teori, kenaikan tingkat bunga naik, mendorong investor untuk menjual sahamnya dan
dialihkan dalam investasi deposito. Sebaliknya bila tingkat bunga turun, maka investasi akan
dialihkan pada saham yang relatif lebih profitable.
Inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta
menimbulkan distorsi informasi tentang harga-harga yang relatif.
Jika adanya pendapatan nasional yang tinggi maka nilai pasar investasi akan bertambah
pula.
4) Pengaruh Infrastruktur
Dengan pembangunan infrastruktur yang memada, efesiensi yang dicapai oleh dunia
usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat.
1. Suku bunga.
2. Harapan mendapatkan keuntungan di masa datang.
3. Kemajuan teknologi.
4. Keuntungan diperoleh dunia usaha.
Besar kecilnya keuntungan diperoleh perusahaan disamping ditentukan oleh biaya operasi,
juga dipengaruhi oleh tingkat bunga pinjaman. Semakin tinggi suku bunga, semakin besar
kecenderungan untuk menabung dibandingkan dengan investasi. Sehubungan dengan investasi
biasa dijumpai dua istilah yang dapat digunakan untuk melihat antara tingkat suku bunga dengan
investasi:
Nilai MEI diukur dari rasio antara laba dengan investasi, dengan ketentuan:
● Bila MEC < suku bunga (i) maka investor sebaiknya tidak melakukan investasi.
● Investasi baru menguntungkan dilakukan nila MEC > I, selanjutnya
● Bila MEC = suku bunga (i), maka keputusan investasi memerlukan pertimbangan
yang mendasar.
Pada dasarnya investasi (I) dibagi kedalam dua kelompok, yaitu:
1. Investasi (I) juga dapat dipengaruhi oleh pendapatan nasional (Y). besar kecilnya
investasi ditentukan oleh besar kecilnya pendapatan nasional. Investasi ini biasa dikenal
dengan Induced Invesment.
2. Investasi yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan nasional
disebut dengan Outonomous Invesment, biasa disimbolkan dengan “Io”. Investasi ini
biasanya hanya ditentukan oleh suku bunga, teknologi dan ekspektasi.
Dari dua kelompok investasi tersebut, maka jumlah investasi yang dilakukan merupakan
penjumlahan dari induced investment dengan autonomous investment, yaitu:
∑
Investasi = ∑ Induced Invesment + Autonomous Invesment
I I
IO
Y Y
Investasi (I)
Total Investasi
Induced Invesment
Autonomous Invesment
Pendapatan
Nasional(Y)
Pengeluaran Pemerintah (G)
C/I/G
C + I + G = a + b Yd + (I + G)
C + I = a + b Yd + I
3. Net Export (X – M)
EKSPOR
Ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting dan
melalui perluasan pasar sektor industri akan mendorong sektor industri lainnya dan
perekonomian. Untuk memudahkan sebagaimana halnya dengan investasi dan pengeluaran
pemerintah kita asumsikan (X – M) tidak tergantung pada pendapatannasional (hanya untuk
simpifikasi). Tujuan dari eksportir ialah untuk dapat memperoleh keuntungan yang lebih.
Dengan adanya ekspor tersebut pemerintah bisa memperoleh pendapatan yang merupakan
devisa. Bagi suatu Negara komponen ekspor mencapai 70% sebagai sumber devisa Negara.
Barang-barang yang diekspor oleh Indonesia itu terdiri 2 macam, yakni minyak bumi serta gas
alam (migas) dan juga non migas. Thomas Munn ( tokoh ekonomi klasik) dalam teorinya
menyatakan bahwa perdagangan internasional akan menguntungkan neraca pembayaran suatu
Negara asalkan mencapai X>M ( Ekspor lebih besar dari Impor) melalui asumsi ini banyak
Negara tergiur untuk melakukan system ekonomi terbuka dan melakukan perdagangan
Internasional bahkan menargetkan pencapai perluasan ekspor.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor
Berikut adalah beberpa manfaat dari kegiatan atau aktivitas ekspor, sebagai berikut:
IMPOR
Impor merupakan kegiatan membeli barang luar negeri untuk kemudian dijual lagi di
negaranya. Dan orang atau suatu lembaga yang melakukan impor itu disebut dengan imporir.
Importir itu melakukan kegiatan impor disebabkan karena menginginkan laba yang cukup tinggi.
Kegiatan atau aktivitas dari impor yang dilakukan apabila harga barang yang berada di luar
negeri itu lebih murah. Harga yang lebih murah tersebut dikarenakan antara lain sebagai berikut:
● Negara penghasil mempunyai (SDA) sumber daya alam yang lebih banyak;
● Negara penghasil itu bisa memproduksi barang dengan biaya yang cukup murah;
● Negara penghasil itu bisa memproduksi barang dengan jumlah yang cukup banyak.
Kegiatan dari impor dapat memberikan dampak positif serta negatif terhadap perekonomian.
Untuk dapat melindungi produsen di dalam negeri, biasanya suatu negara akan membatasi
jumlah (kuota) impor. Selain dari hal untuk melindungi produsen yang di dalam negeri,
pembatasan impor itu juga mempunyai dampak yang lebih luas terhadap perekonomian negara.
Dampak positif pembatasan impor tersebut secara umum antara lain sebagai berikut:
Tindakan anti impor yang dilakukan suatu negara dapat mendorong negara lain untuk
melakukan balasan. Aksi balas-membalas kegiatan pembatasan kuota impor, dapat berakibat
pada Iesunya aktivitas perdagangan internasional, selanjumya dapat mengganggu pertumbuhan
perekonomian pada negara-negara yang saling bersangkutan.
C + I + G + (X M) = AD (Agregate Demand)
Y = AS (Agregate Supply)
Kemungkinan kondisi perekonomian suatu negara yang terjadi adalah sebagai berikut:
Perekonomian berada dalam keseimbangan bila Agregate Demand (AD) sama besarnya
dengan Agregate Supply (AS). Dengan demikian, bila Agregate Demand (AD) melebihi
Agregate Supply (AS) atau Agregate Demand lebih kecil dari Agregate Supply (AD > AS atau
AD < AS), maka perekonomian berada dalam kondisi tidak seimbang.
Jika Agregate Demand melebihi dari Agregate Supply (AD > AS), sebagai pertanda bahwa
kondisi perekonomian dalam keadaan inflationary gap (celah inflasi). Sebaliknya jika AD lebih
kecil daripada AS perekonomian dalam keadaan deflationary gap (celah deflasi).
1. Inflasi
Inflasi adalah suatu kondisi atau keadaan terjadinya kenaikan harga untuk semua barang
secara terus-menerus yang berlaku pada suatu perekonomian. Inflasi yang tinggi mengancam
perekonomian.
a. Jumlah uang beredar lebih banyak dibandingkan dengan jumlah barang beredar, yang
ditunjukkan oleh Agregate Demand (D) lebih besar dari Agregate Supply (AS).
b. Harga cenderung naik secara terus-mencrus. Dengan demikian, bila harga naik hanya seketika
dan kemudian turun kembali atau dengan kata lain harga naik tidak terus-menerus, maka belum
dapat dikatakan terjadinya inflasi.
Kebalikan dari inflasi adalah deflasi. Secara umum deflasi adalah suatu kondisi atau
keadaan terjadinya penurunan harga secara terus-menerus yang berlaku dalam suatu
perekonomian.
a. Jumlah uang beredar lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah barang beredar, ditunjukkan
oleh Agregate Demand lebih kecil dari Agregate Supply.
b. Harga cenderung turun secara terus-menerus. Dengan demikian, bila harga turun hanya
seketika dan kemudian naik kembali atau dengan kata lain harga turun tidak terus-menerus, maka
belum dapat dikatakan terjadinya deflasi.
Inflasi berada pada posisi terdapatnya inflationary gap, dan deflasi terjadi ketika perekonomian
berada pada posisi deflationary gap.
Inflasi ini juga terjadi pada kondisi perekonomian berkembang secara pesat, dengan
tingkat pengangguran tergolong rendah. Dalam pertumbuhan ekonomi yang pesat, mendorong
buruh/karyawan untuk menuntut kenaikan upah. Selanjutnya pada kondisi perekonomian tumbuh
pesat, perusahaan berusaha menambah tenaga kerja untuk membantu meningkatkan volume
produksi. Keadaan ini juga akan menyebabkan kenaikan upah dan gaji. Naiknya tingkat upah
dan gaji sudah tentu menaikkan biaya produksi dan operasi. Kenaikan biaya produksi dan operasi
mendorong pada kenaikan harga jual produk, sehingga terjadi inflasi.
Inflasi ini juga terjadi pada kondisi perekonomian berkembang secara pesat, dengan
tingkat pengangguran tergolong rendah. Dalam pertumbuhan ekonomi yang pesat, mendorong
buruh/karyawan untuk menuntut kenaikan upah. Selanjutnya pada kondisi perekonomian tumbuh
pesat, perusahaan berusaha menambah tenaga kerja untuk membantu meningkatkan volume
produksi. Keadaan ini juga akan menyebabkan kenaikan upah dan gaji. Naiknya tingkat upah
dan gaji sudah tentu menaikkan biaya produksi dan operasi. Kenaikan biaya produksi dan operasi
mendorong pada kenaikan harga jual produk, sehingga terjadi inflasi.
Inflasi ini terjadi disebabkan kenaikan harga harga barang impor dari luar negeri dan dapat juga
karena kenaikan pesat volume ekspor. Inflasi bersumber dari kenaikan harga barang impor
terutama pada barang barang sebagai input produksi dalam negeri. Kenaikan harga faktor input
ini mendorong pada kenaikan harga jual barang dan jasa dalam negeri atau terjadi inflasi. Inflasi
karena kenaikan harga input yang diimpor ini juga termasuk ke dalam "cost push implation".
Inflasi karena kenaikan volume ekspor, disebabkan karena volume ekspor yang tinggi
akan menambah devisa negara dan akan menaikkan pendapatan nasional. Kenaikan pendapatan
nasional menaikkan daya beli masyarakat dan mendorong pada peningkatan permintaan barang
dan jasa. Bila kenaikan permintaan barang dan jasa dalam negeri tak mampu diikuti oleh
produksi barang dan jasa maka akan terjadi inflasi. Inflasi dari ekspor ini tergolong juga ke
dalam “demand inflation".
Bila terjadi defisit APBN dalam jumlah yang besar, maka biasanya pemerintah akan
mengambil langkah langkah menutupi defisit anggaran belanja negara tersebut dengan pinjaman
luar negeri atau mencetak uang. Kedua kebijakan ini akan menambah uang beredar di dalam
negeri yang tak sebanding dengan jumlah barang dan jasa beredar, maka akan terjadi inflasi.
Inflasi yang tinggi terjadi secara terus-menerus, tidak saja berdampak buruk pada
kegiatan ekonomi, akan tetapi dapat juga menyengsarakan masyarakat. Dampak inflasi tinggi
pada aktivitas ekonomi, terutama kenaikan biaya yang terus menerus menaikkan biaya produksi
dan membatasi aktivitas produktif, karena perusahaan lebih menahan diri berproduksi karena
kenaikan biaya produksi tidak mampu meraup keuntungan yang diharapkan dari kenaikan harga
jual barang dan jasa. Harga barang dan jasa yang tinggi membatasi masyarakat membeli barang
dan jasa yang berdampak pula pada kerugian perusahaan. Harga barang dan jasa yang tinggi
melemahkan posisi bersaing perusahaan dalam negeri dengan produk luar negeri, maka ada
kecenderungan barang impor banyak masuk ke dalam negeri hiln pemerintah tidak melakukan
proteksi untuk lnclimlungi posisi perusahaan yang memburuk.
Pihak yang dirugikan terutama masyarakat yang berpendapatan tetap. seperti Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan ABRI, karena dengan kenaikan harga barang-barnng akan berkurang
jumlah barang yang dapat dibeli (daya belinya berkurang).
Pihak-pihak yang diuntungkan karena terjadinya inflasi:
a. Investor arau dunia usaha akan mengalami keuntungan dari kenaikan harga produk yang
mereka hasilkan atau yang dijual.
c. Para petani dapat diuntungkan karena pendapatan mereka akan bertambah dari penjualan hasil
pertanian yang mereka usahakan.
Baik deflasi maupun inflasi kedua-duanya merupakan masalah yang perlu dicegah,
karena sebagai penyebab instabilitas perekonomian suatu negara. Dalam hal ini pihak pemerintah
memiliki kemampuan untuk mengatasinya melalui berbagai kebijaksanaan yang tepat.
Secara umum instrumen pemerintah yang dapat digunakan untuk mengatasi deflasi dan inflasi
adalah dengan:
Umumnya terdapat 3 (tiga) instrumen andalan dari pihak perbankan dalam menggunakan
kebijaksanaan moneter antara lain:
b. Politik Diskonto
Pihak Bank Sentral dalam hal ini adalah Bank Indonesia mempunyai wewenang dalam
menetapkan Cash Ratio untuk Bank Bank Umum atau Bank Komersial yang berada dalam
pengawasan Bank lndonesia. Cash Ratio Bank Umum adalah jumlah uang atau finansial Bank
Umum yang harus tertahan di Bank Indonesia sebagai jaminan likuiditas Bank Umum tersebut.
Cash Ratio Bank Umum tersebut ditetapkan dalam sejumlah persentase (%) dari dana atau
jumlah modal yang dimiliki setiap Bank Umum.
Dalam keadaan Inflasi Bank Indonesia akan menaikkan Cash Ratio Bank Umum agar
mampu mengurangi jumlah uang beredar sehingga harga barang-barang dapat diturunkan.
Sebaliknya dalam kondisi deflasi Bank Indonesia menurunkan Cash Ratio Bank Umum,
sehingga jumlah uang beredar dapat bertambah dan harga kembali akan naik.
b. Politik Diskonto
Politik Diskonto dikenalkan dengan politik suku bunga deposito bank. Melalui politik
diskonto maka dalam kondisi inflasi pihak perbankan akan menaikkan suku bunga bank agar
masyarakat banyak menabung sehinggajumlah uang beredar dapat berkurang dan harga akan
dapat diturunkan.
Dalam kondisi deflasi, maka pihak perbankan akan menurunkan suku bunga deposito
sehingga masyarakat enggan menabung, pihak masyarakat maupun investor berani meminjam
uang dari bank, sehingga jumlah uang beredar akan bertambah dan harga akan berangsur naik.
Pihak Bank Indonesia dapat menerbitkan surat surat berharga baik dalam bentuk obligasi,
danareksa dan sebagainya. Surat-surat berharga ini dapat dijual pada masyarakat sehingga BI
mendapatkan uang tunai dan masyarakat mendapatkan surat surat berharga.
Dalam kondisi Inflasi, maka dengan politik ini pihak Bl berusaha mengurangi jumlah
uang beredar dari masyarakat dengan jalan rnenerbitkan surat surat berharga untuk dijual ke
masyarakat. Dengan dibelinya surat surat berharga oleh masyarakat maka sejumlah uang kartal
sebagai alat tukar yang sebelumnya berada di tangan masyarakat ditarik oleh BI, sedangkan
masyarakat hanya memegang surat-surat berharga yang tidak dapat dijadikan sebagai alat tukar
sebagaimana layaknya Uang kanal. Dengan demikian, uang kartal yang beredar akan berkurang
yang Selanjutnya harga akan mengalami penurunan.
Dalam kondisi Deflasi, maka dengan politik ini pihak BI berusaha mengurangi jumlah
uang beredar dari masyarakat dengan jalan menahan atau mengurangi penjualan surat-surat
berharga ke masyarakat. Kemudian Bl juga berusaha membeli surat-surat berharga yang ada di
tangan masyarakat. Dengan dibelinya surat-surat berharga oleh BI maka sejumlah uang kartal
sebagai alat tukar yang sebelumnya berada ditangan BI akan berpindah ke tangan masyarakat,
sedangkan pihak BI hanya memegang surat-surat berharga yang tidak dapat dijadikan sebagai
alat tukar sebagaimana layaknya uang kartal. Dengan demikian, uang kartal yang beredar akan
bertambah yang selanjutnya harga akan mengalami kenaikan.
d. Kebijaksanaan Non-Moneter
Bila kebijakan fiskal dan moneter lebih diarahkan pada pengendalian pengeluaran
agregate, maka kebijaksanaan fiskal dan kebijaksanaan moneter ini dikenal sebagai kebijakan
dari segi permintaan. Sedangkan Non-Noneter lebih ditekankan pada kebijakan segi penawaran
yang bertujuan untuk mempertinggi efisiensi kegiatan perusahaan-perusahaan sehingga dapat
menawarkan barang-barangnya dengan harga yang relatif lebih murah dan mutu yang lebih baik.
Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi yang naik secara perlahan diperlukan
untuk mendorong perkembangan ekonomi, karena harga barang dan jasa umumnya naik dengan
tingkat yang lebih tinggi dari kenaikan tingkat upah. Dengan kondisi ini perusahaan mampu
meraup keuntungan. Keuntungan yang menjanjikan akan mendorong pengusaha menambah
investasi sehingga produktivitas meningkat dan menaikkan pendapatan nasional.
Pandangan di atas tidak dapat diterima oleh sebagian ahli ekonomi, dengan alasan bahwa
kebijakan membiarkan terjadinya kenaikan inflasi secara perlahan akan menggalakkan
pertumbuhan ekonomi, hanya berlaku untuk jangka pendek, sedangkan untuk jangka panjang
dengan inflasi tak terkendali akan berpotensi terjadinya hiperinflasi, yang selanjutnya akan
menurunkan aktivitas ekonomi dan memperburuk perekonomian negara.
Hiperinflasi biasa juga terjadi pada negara yang mengalami krisis sosial, politik dan
keamanan dalam negeri. Negara yang sedang menghadapi perperangan sudah tentu aktivitas
ekonomi banyak yang tidak bergerak, bahkan sebagian perusahaan tidak berani melakukan
investasi, sehingga jumlah barang dan jasa beredar semakin sedikit hingga menjurus pada
hiperinflasi. Keadaan ini juga akan dapat berlaku pada negara yang tidak berada dalam stabilitas
politik yang menguntungkan.
Krisis politik menimbulkan ketidakpastian, baik bersumber dari ketidakpastian hukum karena
penegakan keadilan lebih berpihak pada kekuatan politik atau kepentingan kelompok tertentu
yang secara politik lebih menentukan. Kesemuanya ini berpotensi pada krisis kepercayaan. Bila
krisis kepercayaan tidak mampu dipulihkan akan menurunkan minat Pengusaha
menginvestasikan dananya di dalam negara bersangkutan.
Rendahnya minat investasi di dalam negeri berarti semakin sedikit Jumlah barang dan jasa
yang dapat ditawarkan di pasar, selanjutnya akan terjadi inflasi. Bila inflasi yang tinggi berjalan
secara terus-menerus.