Anda di halaman 1dari 28

Penentuan Pendapatan Nasional

A. Tinjauan umum kubu ekonomi Keynes VS kubu ekonomi Monetarist


Pandangan ekonomi tentang penentuan pendapatan nasional dibagi menjadi 2 kubu besar, yang
dimaksud dengan kubu adalah aliran pemikiran atau paham.

- Pandangan Keynes
Pandangan ini di pelopori oleh ahli ekonomi Cambridge, John Maynard Keynes yang menulis
buku “The General Theory of Employment Interest and money(1936). Keynes dan para
pengikutnya menjelaskan bahwa tingkat output total (aggregate supply) dan kesempatan
kerja dalam perekonomian ditentukan oleh tingkat permintaan agregat (aggregate
demand) untuk barang dan jasa. Pandangan ini berurusan dengan aktivitas jangka pendek
yang terfokus pada perubahan permintaan.

- Pandangan Monetarist
Pandangan ini muncul sejak awal tahun 1970an setelah para ahli menganggap gagal Keynesian
demand management yang tidak dapat menurunkan inflasi dan gagal pula menurunkan
tingkat pengangguran. Pandangan moneter ini dipelopori oleh ahli ekonomi Universitas
Chicago, Multon Friedman, disasarkan atas riset empiric,dimulai dengan adanya
hubungan antara pertumbuhan,uang yang beredar dengan tingkat inflasi di Amerika
Serikat. Kebijakan moneter,seperti juga kebijaksanaan fiskal dari Keynes diarahkan pada
permintaan agregat dalam perekonomian, tetapi lebih memilih untuk menyerahkan pada
investasi swasta dan pasar bebas dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar.

B. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional

Secara umum terdapat tiga metode untuk menghitung besarnya aktivitas ekonomi
dalam perekonomian, setiap periode waktu sesuai dengan sirkulasi aktivitas ekonomi
yang berlangsung. Adapun metode yang dapat digunakan adalah :
(1) Metode output;
(2) Metode input;
(3) Metode pengeluaran (expenditure)

Secara kolektif metode-metode yang mengukur aktivitas ekpnpmi ini dikenal juga dengan
“national income accounting”

National Production = National Income = National Expenditure

Secara prinsip persamaan ini selalu berlaku.

(1) Metode Ouput (Product Method)


Metode ouput menghitung nilai total output barang dan jasa dalam perekonomian dalam
jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun. Semua barang akhir dan jasa harus
dimasukan tanpa memandang dimana ia dijual, kepada konsumen, pemerintah, luar negri
atau perusahaan dalam bentuk peralatan capital.
Pada tabel 2.1 dapat dijelaskan :
- Bila negara hanya menghasilkan kayu log saja maka nilai produksi akhir (finished
goods)nya sama dengan nilai tambah, yaitu Rp 200 miliar.
- Pada level usaha sekunder menghasilkan papan, dan lain sebagainya nilai produksi akhir
sebesar Rp 350 miliar rupiah, berarti terdapat pertambahan nilai (nilai tambah) sebesar
Rp 150 miliar, maka pada level ini nilai produksi nasional untuk sector ini adalah sebesar
Rp 350 miliar.

Sektor/ subsektor Hasil Nilai Nilai Nilai


Produksi Keluaran Masukan Tambah
Primer : Kehutanan
- Penebangan Kayu Kayu Log 200 0 200
Hutan
Sekunder :
- Penggergajian Papan broti, dsb perabot 350 200 150
- Pembuatan 600 350 250
Perabot
Tersier :
- Penjumlahan Perabot 850 600 250
perabot
Jumlah 2.000 1.150 850

- Jumlah nilai tambah yang diperoleh dari keempat level aktivitas ekonomi tersebut adalah
sebesar Rp 850 miliar sama nilainya dengan nilai produk akhir atau nilai keluaran.

(2). Metode Pendapatan ( Income Method)


Cara lain untuk menghitung nilai total output ialah dengan cara menghitung semua pendapatan
yang diterima oleh faktur produksi sebagai jasa, baik dalam bentuk pendapatan berupa upah,
gaji, sewa, bunga, keuntungan, deviden. Metode ini dinamakan “income method”

Pendapatan Jasa Faktor Jumlah


Upah/gaji Rp.158 miliar
Sewa Rp.375 miliar
Bunga modal Rp 52 miliar
Laba Rp.206 miliar
Jumlah Rp.791 miliar

Pendapatan bersih masyarakat (disposable income) merupakan pendapatan kotor yang sudah
dikurangi dengan kewajiban-kewajiban berupa pajak dan penerimaan-penerimaan lainnya,
seperti penerimaan transfer.

Cara menghitung Disposable income


(3.) Metode Pengeluaran (Expenditure Method)
Dengan menjumlahkan semua nilai uang yang dikeluarkan untuk barang akhir dan jasa yang
diproduksi dalam perekonomian akan sampai pada pengukuran national expenditure. Harus
dicatat bahwa ini hanya akan sama dengan national output jika kita mengizinkan adanya
perubahan stok (inventories) dan kemajuan pekerjaan. Oleh karena itu, pengeluaran nasional
merupakan penjumlahan dari konsumsi barang-barang dalam negri, pengeluaran investasi,
pengeluaran pemerintah dan penerimaan bersih dari perdagangan luar negri.
Y = C + I + G + (X – M)
dimana :
Y = Pengeluaran Nasional atau sama nilainya dengan Pendapatan Nasional
C = Pengeluaran konsumsi (Consumption Expenditures)
I = Pengeluaraninvestasi (Investment Expedenditures)
G = Pengeluaran pemerintah ( Government Expenditures)
X = Export
M = Impor

C. Pendapatan Nasional Keseimbangan


Pendapatan nasional berada dalam keseimbangan apabila:
Suplai Agregat = Permintaan Agregat

Suplai Agregat adalah total output pereknomian, yang ditulis dengan lambing “Y”. Permintaan
agregat terdiri atas komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (C), pengeluaran
investasi perusahaan (I), Pengeluaran pemerintah (G) serta pengeluaran dan penerimaan
perdagangan luar negri, yakni ekspor dikurangi impor (X-M)
Y = C + I + G + (X – M)

Secara matematika kondisi keseimbangan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :

Y = C + I… (untuk perekonomian tertutup sangat sederhana dengan dua sector), di mana :


Aggregat supply = Y, dan Aggregate demand = pengeluaran konsumsi rumah tangga (C) dan
pengeluaran investasi Perusahaan (I)

Y = C + I + G… (untuk perekonomian tertutup lebih modern dengan tiga sector), dimana:


Aggregat supply = Y, dan Aggregate demand = pengeluaran konsumsi rumah tangga (C) dan
pengeluaran investasi Perusahaan (I); dan pengeluaran pemerintah (G)

Y = C + I + G + (X-M)… (untuk perekonomian terbuka dengan empat sector), di mana :


Aggregat supply = Y, dan Aggregate demand = pengeluaran konsumsi rumah tangga (C) dan
pengeluaran investasi Perusahaan (I); dan pengeluaran pemerintah (G); dan Net Export
(X-M)
Perubahan pendapatan nasional (Y) dapat ditentukan oleh perubahan permintaan agregat.

1. Pengeluaran Konsumsi (C) dan Tabungan (S)


Pengeluaran konsumen dalam negri atau biasa disebut dengan pengeluaran rumah tangga,
merupakan permintaan agregat yang paling dominan dalam suatu perekonomian. Oleh
karena itu, setiap perubahan pengeluaran konsumsi rumah tangga akan sangat
mempengaruhi aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Naik turunnya konsumsi rumah tangga akan mempengaruhi penjualan perusahaan dan
produksi. Mengingat rumah tangga dapat membelanjakan atau menabung pendapatannya,
maka selanjutnya untuk tiap pendapatan jika presentase pendapatan yang digunakan
untuk konsumsi barang dan jasa meningkat, makan akan mengurangi porsi pendapatan
yang akan ditabungkan, begitu pula sebaliknya.
Pendapatan sector rumah tanghga diperoleh dari balas jasa yang disumbangkan ke
sector perusahaan, yaitu berupa upah/gaji, sewa, bunga, deviden.
Pendapatan sector rumah tangga digunakan untuk pengeluaran konsumsi dan sisanya untuk
tabungan rumah tangga.

Keynes berpendapat bahwa tingkat konsumsi dan tabungan di tentukan oleh


tingkat pendapatan. Dinyatakan sebagai :

Y=C+ S

Y = pendapatan sector rumah tangga


C = pengeluaran konsumsi rumah tangga
S = Tabungan rumah tangga
Dari persamaan sederhana tersebut jelas bahwa pengeluaran konsumsi rumah
tangga dan besarmya tabungan (saving) di tentukan oleh besarnya pendapatan rumah
tangga.
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi konsumsi, seperti kepercayaan,
tersedianya kredit, pajak pemerintah, subsidi, promosi barang dan jasa, dan sebagainya.
Meskipun begitu menurut ahli ekonomi menganggap bahwa “Disposable income”
sebagai suatu faktor penting yang mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi.
Disposable income adalah jumlah pendapatan konsumen dikurangi pajak (tx)
pemerintah ditambah dengan penerimaan lain dalam bentuk transfer (tr).

Y = Personal Income ( pendapatan kotor pribadi)


Yd = Y – tx
C = f(Yd)
dimana :
f : Fungsi
Yd : Disposable Income; dan
Tx : income tax (pajak pendapatan)
Dengan demikian, jumlah pengeluaran konsumsi di tentukan oleh Disposable income .
Demikian juga halnya dengan tabungan ditentukan oleh Disposable income

S = f(Yd)

Proporsi Disposable income yang dibelanjakan konsumen, dinamakan “average propensity to


consume” (apc).

C = pengeluaran total konsumsi


Yd = total disposable income

Proporsi Disposable income yang di tabung, dinamakan “average propensity to consume” (apc).

S = Total tabungan
Yd = Total disposable income

Dengan Yd = C + S, maka bila persamaan ini sama dibagi dengan Yd akan diperoleh hasil
sebagai berikut :

Makan 1 = APC + APS


Proporsi setiap penambahan Disposable income yang dibelanjakan konsumen untuk barang dan jasa
dinamakan “marginal propersity to consume” (MPC). Dengan kata lain MPC adalah ratio antara
besaran perubahan pengeluaran konsumsi dengan perubahan Disposable income

Perubahan pengeluaran konsumsi disimbolkan dengan “∆C”


∆C = C₂ - C₁
C₁ = Pengeluaran konsumsi sebelum terjadi perubahan diposable income
C₂ = Pengeluaran konsumsu sesudah terjadi perubahan diposable income
Perubahan dalam diposable income disimbolkan dengan “∆Yd”
∆Yd = Yd₁ - Yd₂

Yd₁ = Disposable income sebelum mengalami perubahan


Yd₂ = Disposable income sesudah mengalami perubahan

Perubahan dalam saving disimbolkan dengan “∆S”


S₁ = jumlah tabungan sebelum terjadi perubahan disposable income
S₂ = jumlah tabunagnsesudah terjadi perubahan disposable income
Yd = C + S ………………………(1) persamaan dasar sebelum perubahan DI

DEngan perubahan disposable income maka terdapat perubahan konsumsi dan


pengeluaran saving, maka persamaannya menjadi :

Maka : ∆Yd = ∆C + ∆S……………………….. (2)

Dengan membagi ruas kiri dan kanan berubah dengan ∆Yd, maka persamaan
ini (persamaan 2) menajdi :

Keterangan :
a = pengeluaran konsumsi pada saat disposable income sama dengan nol (Yd=0)
-a = karena Yd=0 terdapat pengeluaran konsumsi sebesar “a” maka terdapat dis-saving
sebesar “a”
Umumnya masyarakat mempunyai perilaku yang berbeda dalam melakukan pengeluaran
Konsumsi dan menabung.

Secara umum faktor penentu konsumsi dan tabungan rumah tangga adalah :

1. Tingkat pendapaatn disposable


2. Suku bunga
3. Sikap berhemat
4. Distribusi pendapatan
5. Kondisi perekonomian

2. Pengeluaran Investasi (I)


a. Definisi
Menurut Jack Clark Francis investasi adalah penanaman modal yang diharapkan dapat
menghasilkan tambahan dimasa yang akan datang

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu bentuk
pengorbanan kekayaan di masa sekarang untuk mendapat keuntungan di masa depan
dengan tingkat resiko tertentu.
Invenstasi termasuk ke dalam komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G (X-M).
Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-reidental(pabrik&mesin)
dan investasi residential(rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan
tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I = (Y,i)

b. Bentuk- bentuk investasi


1. Investasi tabungan berjangka
Investasi pada tabungan berjangka ini merupakan investasi yang tidak beresiko.
Fungsinya hamper sama dengan menabung tetapi tidak dapat mengambil uang
sebelum jangka waktu tabunagn berakhir
2. Deposito
Hampir sama dengan tabungan berjangka namun kurun waktunya tidak selama tabungan
berjangka,selain itu deposito memiliki bunga cukup besar.
3. Investasi emas
Investasi dengan cara membeli emas yang dapat dibeli mulai dari 10 gram, sampai 100
gram juga dalam bentuk emas batangan.
4. Investasi saham
Investasi dengan membeli saham, makan pendapatan yang diperoleh berupa depidend
dan capital gain. Harga saham dapat berfluktuasi, karena gejolak Tarik menarik
sisi pembeli dan penjual saham termasuk perilaku investor di pasar saham.
5. Investasi tahan (lahan)
Investasi pada tanah juga semakin marak dilakukan dengan harapan bertambahnya
populasi penduduk dan perkembangan pemukiman.
6. Investasi pendidikan
Bertambahnya pengetahuan dan keahlian, diharapkan pencarian kerja dan pendapatan
lebih besar. Gambaran ini mendorong pihak-pihak investor menanam modalnya
pada pendidikan yang juga menggiurkan.

c. Faktor-faktor Memengaruhi Investasi

Terdapat dua faktor yang memengaruhi investasi, yaitu faktor yang bersumber dari dalam
negeri (intern) dan faktor yang bersumber dari luar negeri (ekstern).

1) Faktor intern, antara lain adalah:

a. Stabilitas politik dan perekonomian.


b. Kebijakan pemerintah dan pemegang otonomi moneter (Bank Indonesia) seperti
kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan pemerintah dalam rangka
menciptakan iklim investasi yang kondusif.
c. Kebijakan fiscal, seperti pemberian fasilitas perpajakan untuk daerah tertentu.
d. Ketersediaan sumber daya alam yang berlimpah yang sekarang menjadi banyak
diminati para investor.
e. Ketersediaan sumber daya manusia dengan upah yang kompetitif yang
mempengaruhi terhada[ minat investor.

2) Faktor ekstern, antara lain adalah:

a. Apresiasi mata uang investasinya cukup tinggi, sehingga berinvestasi di Indonesia


menjadi sangat murah.
b. Pencabutan GSP (Generalized System of Preferences) merupakan suatu konsesi
yang diberikan oleh Negara maju kepada Negara berkembang. Konsesi yang
diberikan adalah dalam wujud:
1) Pembebasan tarif;
2) Penurunan tariff;
3) Keringanan bea masuk;
4) Kelonggaran kuota;
5) Perlakuan cepat; dan
6) Sistem pembayaran.
c. Meningkatnya biaya produksi di luar negeri, yang berarti tingkat keuntungan
diperoleh investor akan semakin menipis.

Menurut BPKM faktor internal dan eksternal yang menjadi kendala dalam meningkatkan
investasi di Indonesia antara lain adalah:

Faktor internal, meliputi:

1) Kestabilan sosial, politik dan keamanan belum kondusif terhadap investasi.


2) Penegakan dan kepastian hokum masih dirasakan kurang.
3) Belum adanya kejelasan kewenangan penanganan penanaman modal dalam era otonomi
daerah.
4) Tingkat suku bunga perbankan masih cukup tinggi.
5) Kebijakan insentif fiscal kurang kompetitif.
Faktor eksternal, meliputi:

1) Dimulainya liberalisasi perdagangan dan investasi Negara-negara berkembang di


kawasan Asia Pasifik (AFTA 2002, AIA 2003, APEC 2020).
2) Persaingan antar Negara dalam menarik Foreign Direct Invesment (FDI) yang semakin
tajam.
3) Masih adanya presepsi negative terhadap daya saing dan iklim investasi Indonesia.

Secara umum, dari pernyataan para ahli ekonomi, maka faktor yang memengaruhi
investasi antara lain:

1) Pengaruh Tingkat Suku Bunga

Secara teori, kenaikan tingkat bunga naik, mendorong investor untuk menjual sahamnya dan
dialihkan dalam investasi deposito. Sebaliknya bila tingkat bunga turun, maka investasi akan
dialihkan pada saham yang relatif lebih profitable.

2) Pengaruh Tingkat Inflasi

Inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta
menimbulkan distorsi informasi tentang harga-harga yang relatif.

3) Tingkat Pendapatan Nasional

Jika adanya pendapatan nasional yang tinggi maka nilai pasar investasi akan bertambah
pula.

4) Pengaruh Infrastruktur

Dengan pembangunan infrastruktur yang memada, efesiensi yang dicapai oleh dunia
usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat.

5) Harapan memperoleh keuntungan di masa datang Marginal Eficiency of Capital


(MEC)

Dengan berinvestasi masyarakat maupun perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang


lebih besar.
Investasi swasta merupakan komponen penting dalam permintaan agregat. Keputusan
investasi ini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tingkat suku bunga deposito, keuntungan,
teknologi, pertumbuhan permintaan terhadap barang dan jasa, kebijakan perpajakan, insentif
investasi, kepercayaan pelaku bisnis, dan harapan (expectation). Tujuan utama pengeluaran
investasi adalah menambah kemampuan produksi dalam perekonomian dan mengadakan atau
mengganti barang-barang modal yang sudah tidak layak secara ekonomi.

Faktor utama yang memengaruhi investasi adalah:

1. Suku bunga.
2. Harapan mendapatkan keuntungan di masa datang.
3. Kemajuan teknologi.
4. Keuntungan diperoleh dunia usaha.

Besar kecilnya keuntungan diperoleh perusahaan disamping ditentukan oleh biaya operasi,
juga dipengaruhi oleh tingkat bunga pinjaman. Semakin tinggi suku bunga, semakin besar
kecenderungan untuk menabung dibandingkan dengan investasi. Sehubungan dengan investasi
biasa dijumpai dua istilah yang dapat digunakan untuk melihat antara tingkat suku bunga dengan
investasi:

1. Marginal Efficiency of Capital (MEC) yang memperlihatkan hubungan antara tingkat


suku bunga dengan kecenderungan penanaman modal yang seharusnya dilakukan untuk
usaha-usaha yang tingkat pengembalian modalnya (rate of return)-nya lebih besar dari
suku bunga berlaku.
2. Marginal Efficiency of Investment (MEI), menggambarkan hubungan antara suku bunga
dengan investasi yang senyatanya dilakukan oleh para pengusaha dalam suatu jangka
waktu tertentu.

Nilai MEI diukur dari rasio antara laba dengan investasi, dengan ketentuan:

● Bila MEC < suku bunga (i) maka investor sebaiknya tidak melakukan investasi.
● Investasi baru menguntungkan dilakukan nila MEC > I, selanjutnya
● Bila MEC = suku bunga (i), maka keputusan investasi memerlukan pertimbangan
yang mendasar.
Pada dasarnya investasi (I) dibagi kedalam dua kelompok, yaitu:

1. Investasi (I) juga dapat dipengaruhi oleh pendapatan nasional (Y). besar kecilnya
investasi ditentukan oleh besar kecilnya pendapatan nasional. Investasi ini biasa dikenal
dengan Induced Invesment.
2. Investasi yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan nasional
disebut dengan Outonomous Invesment, biasa disimbolkan dengan “Io”. Investasi ini
biasanya hanya ditentukan oleh suku bunga, teknologi dan ekspektasi.

Dari dua kelompok investasi tersebut, maka jumlah investasi yang dilakukan merupakan
penjumlahan dari induced investment dengan autonomous investment, yaitu:


Investasi = ∑ Induced Invesment + Autonomous Invesment

Induced Invesment Autonomous Invesment

I I

IO

Y Y

Investasi (I)

Total Investasi

Induced Invesment

Autonomous Invesment

Pendapatan
Nasional(Y)
Pengeluaran Pemerintah (G)

Jumlah pengeluaran pemerintah (government expenditures) yang dilakukan pada suatu


periode tertentu sangat tergantung oleh banyak faktor. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa
pengeluaran pemerintah tidak tergantung pada pendapatan nasional dan dianggap tetap, jadi di
gambarkan sebagai garis sejajar dengan sumbu datar pandapatan nasional (Y).

C/I/G

C + I + G = a + b Yd + (I + G)

C + I = a + b Yd + I

3. Net Export (X – M)

EKSPOR

Ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting dan
melalui perluasan pasar sektor industri akan mendorong sektor industri lainnya dan
perekonomian. Untuk memudahkan sebagaimana halnya dengan investasi dan pengeluaran
pemerintah kita asumsikan (X – M) tidak tergantung pada pendapatannasional (hanya untuk
simpifikasi). Tujuan dari eksportir ialah untuk dapat memperoleh keuntungan yang lebih.
Dengan adanya ekspor tersebut pemerintah bisa memperoleh pendapatan yang merupakan
devisa. Bagi suatu Negara komponen ekspor mencapai 70% sebagai sumber devisa Negara.
Barang-barang yang diekspor oleh Indonesia itu terdiri 2 macam, yakni minyak bumi serta gas
alam (migas) dan juga non migas. Thomas Munn ( tokoh ekonomi klasik) dalam teorinya
menyatakan bahwa perdagangan internasional akan menguntungkan neraca pembayaran suatu
Negara asalkan mencapai X>M ( Ekspor lebih besar dari Impor) melalui asumsi ini banyak
Negara tergiur untuk melakukan system ekonomi terbuka dan melakukan perdagangan
Internasional bahkan menargetkan pencapai perluasan ekspor.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor

Beberapa faktor yang memengaruhi ekspor adalah sebagai berikut:

● Kebijakan pemerintah di bidang perdagangan luar negeri.


● Keadaan pasar di luar negeri dan dalam negeri.
● Kelincahan eksportir untuk memanfaatkan peluang pasar.

Untuk mengembangkn ekspor, pemerintah juga nisa menarapkan kebijakan-kebijakan antara


lain sebagai berikut:

● Menambah macam barang ekspor.


● Memberi fasilitas kepada produsen barang ekspor.
● Mengendalikan harga produk ekspor di dalam negeri.
● Menciptakan iklim usaha yang kondusif.
● Menjaga kestabilan kurs valuta asling.

Manfaat Kegiatan Ekspor

Berikut adalah beberpa manfaat dari kegiatan atau aktivitas ekspor, sebagai berikut:

● Memperluas Pasar bagi Produk Indonesia


● Menambag Devisa Negara
● Memperluas Lapangan Kerja

IMPOR

Impor merupakan kegiatan membeli barang luar negeri untuk kemudian dijual lagi di
negaranya. Dan orang atau suatu lembaga yang melakukan impor itu disebut dengan imporir.
Importir itu melakukan kegiatan impor disebabkan karena menginginkan laba yang cukup tinggi.
Kegiatan atau aktivitas dari impor yang dilakukan apabila harga barang yang berada di luar
negeri itu lebih murah. Harga yang lebih murah tersebut dikarenakan antara lain sebagai berikut:

● Negara penghasil mempunyai (SDA) sumber daya alam yang lebih banyak;
● Negara penghasil itu bisa memproduksi barang dengan biaya yang cukup murah;
● Negara penghasil itu bisa memproduksi barang dengan jumlah yang cukup banyak.
Kegiatan dari impor dapat memberikan dampak positif serta negatif terhadap perekonomian.
Untuk dapat melindungi produsen di dalam negeri, biasanya suatu negara akan membatasi
jumlah (kuota) impor. Selain dari hal untuk melindungi produsen yang di dalam negeri,
pembatasan impor itu juga mempunyai dampak yang lebih luas terhadap perekonomian negara.

Dampak positif pembatasan impor tersebut secara umum antara lain sebagai berikut:

● Untuk dapat menumbuhkan rasa cinta produksi di dalam negeri;


● Untuk dapat mengurangi keluarnya devisa ke luar negeri;
● Untuk dapat mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang produksi impor;
● Untuk dapat memperkuat posisi neraca pembayaran;

Tindakan anti impor yang dilakukan suatu negara dapat mendorong negara lain untuk
melakukan balasan. Aksi balas-membalas kegiatan pembatasan kuota impor, dapat berakibat
pada Iesunya aktivitas perdagangan internasional, selanjumya dapat mengganggu pertumbuhan
perekonomian pada negara-negara yang saling bersangkutan.

Manfaat dari kegiatan impor antara lain:

● Memperoleh barang dan juga jasa yang tidak bisa dihasilkan.


● Memperoleh teknologi yang modern.
● Memperoleh bahan baku.

D. Deflationary dan Inflationary Gap


Dalam perekonomian terbuka dengan 4 (empat) sektor, maka Perekonomian dapat dikatakan
seimbang dilihat dari keseimbangan Perldapatan nasional bila agregate demand sama besarnya
dengan Agregate Supply (AD = AS).

Y = C + I + G + (X M) ....... (Persamaan matematika pendapatan nasional)

C + I + G + (X M) = AD (Agregate Demand)

Y = AS (Agregate Supply)

Kemungkinan kondisi perekonomian suatu negara yang terjadi adalah sebagai berikut:

1. AD = AS (Perekonomian berada dalam keseimbangan atau terdapat keseimbangan


pendapatan nasional)
2. AD > AS (Perekonomian berada dalam kondisi Inflationary Gap)
3. AD < AS (Perekonomian berada dalam kondisi Deflationary Gap)

Perekonomian berada dalam keseimbangan bila Agregate Demand (AD) sama besarnya
dengan Agregate Supply (AS). Dengan demikian, bila Agregate Demand (AD) melebihi
Agregate Supply (AS) atau Agregate Demand lebih kecil dari Agregate Supply (AD > AS atau
AD < AS), maka perekonomian berada dalam kondisi tidak seimbang.

Jika Agregate Demand melebihi dari Agregate Supply (AD > AS), sebagai pertanda bahwa
kondisi perekonomian dalam keadaan inflationary gap (celah inflasi). Sebaliknya jika AD lebih
kecil daripada AS perekonomian dalam keadaan deflationary gap (celah deflasi).
1. Inflasi

Inflasi adalah suatu kondisi atau keadaan terjadinya kenaikan harga untuk semua barang
secara terus-menerus yang berlaku pada suatu perekonomian. Inflasi yang tinggi mengancam
perekonomian.

Ciri-ciri inflasi adalah:

a. Jumlah uang beredar lebih banyak dibandingkan dengan jumlah barang beredar, yang
ditunjukkan oleh Agregate Demand (D) lebih besar dari Agregate Supply (AS).

b. Harga cenderung naik secara terus-mencrus. Dengan demikian, bila harga naik hanya seketika
dan kemudian turun kembali atau dengan kata lain harga naik tidak terus-menerus, maka belum
dapat dikatakan terjadinya inflasi.

c. Nilai tukar uang mengalami penurunan.

Kebalikan dari inflasi adalah deflasi. Secara umum deflasi adalah suatu kondisi atau
keadaan terjadinya penurunan harga secara terus-menerus yang berlaku dalam suatu
perekonomian.

Ciri-ciri deflasi adalah:

a. Jumlah uang beredar lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah barang beredar, ditunjukkan
oleh Agregate Demand lebih kecil dari Agregate Supply.

b. Harga cenderung turun secara terus-menerus. Dengan demikian, bila harga turun hanya
seketika dan kemudian naik kembali atau dengan kata lain harga turun tidak terus-menerus, maka
belum dapat dikatakan terjadinya deflasi.

c. Nilai tukar uang mengalami kenaikan.

Inflasi berada pada posisi terdapatnya inflationary gap, dan deflasi terjadi ketika perekonomian
berada pada posisi deflationary gap.

Faktor Penyebab Inflasi


Pada hakikatnya terdapat 2 (dua) faktor penting sebagai penyebab inflasi, yaitu faktor
demand dan supply terhadap uang. Inflasi yang disebabkan faktor demand dikenal dengan
Demand Inflation, dan yang bersumber dari faktor supply disebut dengan Cost Push Inflation.

Sumber atau penyebab inflasi dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Inflation)

Inflasi ini juga terjadi pada kondisi perekonomian berkembang secara pesat, dengan
tingkat pengangguran tergolong rendah. Dalam pertumbuhan ekonomi yang pesat, mendorong
buruh/karyawan untuk menuntut kenaikan upah. Selanjutnya pada kondisi perekonomian tumbuh
pesat, perusahaan berusaha menambah tenaga kerja untuk membantu meningkatkan volume
produksi. Keadaan ini juga akan menyebabkan kenaikan upah dan gaji. Naiknya tingkat upah
dan gaji sudah tentu menaikkan biaya produksi dan operasi. Kenaikan biaya produksi dan operasi
mendorong pada kenaikan harga jual produk, sehingga terjadi inflasi.

b. Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inf1ation)

Inflasi ini juga terjadi pada kondisi perekonomian berkembang secara pesat, dengan
tingkat pengangguran tergolong rendah. Dalam pertumbuhan ekonomi yang pesat, mendorong
buruh/karyawan untuk menuntut kenaikan upah. Selanjutnya pada kondisi perekonomian tumbuh
pesat, perusahaan berusaha menambah tenaga kerja untuk membantu meningkatkan volume
produksi. Keadaan ini juga akan menyebabkan kenaikan upah dan gaji. Naiknya tingkat upah
dan gaji sudah tentu menaikkan biaya produksi dan operasi. Kenaikan biaya produksi dan operasi
mendorong pada kenaikan harga jual produk, sehingga terjadi inflasi.

Inflasi Bersumber dari Luar Negeri

Inflasi ini terjadi disebabkan kenaikan harga harga barang impor dari luar negeri dan dapat juga
karena kenaikan pesat volume ekspor. Inflasi bersumber dari kenaikan harga barang impor
terutama pada barang barang sebagai input produksi dalam negeri. Kenaikan harga faktor input
ini mendorong pada kenaikan harga jual barang dan jasa dalam negeri atau terjadi inflasi. Inflasi
karena kenaikan harga input yang diimpor ini juga termasuk ke dalam "cost push implation".
Inflasi karena kenaikan volume ekspor, disebabkan karena volume ekspor yang tinggi
akan menambah devisa negara dan akan menaikkan pendapatan nasional. Kenaikan pendapatan
nasional menaikkan daya beli masyarakat dan mendorong pada peningkatan permintaan barang
dan jasa. Bila kenaikan permintaan barang dan jasa dalam negeri tak mampu diikuti oleh
produksi barang dan jasa maka akan terjadi inflasi. Inflasi dari ekspor ini tergolong juga ke
dalam “demand inflation".

Inflasi Bersumber dari Defisit APBN

Bila terjadi defisit APBN dalam jumlah yang besar, maka biasanya pemerintah akan
mengambil langkah langkah menutupi defisit anggaran belanja negara tersebut dengan pinjaman
luar negeri atau mencetak uang. Kedua kebijakan ini akan menambah uang beredar di dalam
negeri yang tak sebanding dengan jumlah barang dan jasa beredar, maka akan terjadi inflasi.

Dampak Buruk dari Inflasi

Inflasi yang tinggi terjadi secara terus-menerus, tidak saja berdampak buruk pada
kegiatan ekonomi, akan tetapi dapat juga menyengsarakan masyarakat. Dampak inflasi tinggi
pada aktivitas ekonomi, terutama kenaikan biaya yang terus menerus menaikkan biaya produksi
dan membatasi aktivitas produktif, karena perusahaan lebih menahan diri berproduksi karena
kenaikan biaya produksi tidak mampu meraup keuntungan yang diharapkan dari kenaikan harga
jual barang dan jasa. Harga barang dan jasa yang tinggi membatasi masyarakat membeli barang
dan jasa yang berdampak pula pada kerugian perusahaan. Harga barang dan jasa yang tinggi
melemahkan posisi bersaing perusahaan dalam negeri dengan produk luar negeri, maka ada
kecenderungan barang impor banyak masuk ke dalam negeri hiln pemerintah tidak melakukan
proteksi untuk lnclimlungi posisi perusahaan yang memburuk.

Pihak-pihak yang dirugikan karena terjadinya inflasi adalah:

Pihak yang dirugikan terutama masyarakat yang berpendapatan tetap. seperti Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan ABRI, karena dengan kenaikan harga barang-barnng akan berkurang
jumlah barang yang dapat dibeli (daya belinya berkurang).
Pihak-pihak yang diuntungkan karena terjadinya inflasi:

a. Investor arau dunia usaha akan mengalami keuntungan dari kenaikan harga produk yang
mereka hasilkan atau yang dijual.

b. Pemerintah akan mengalami keuntungan karena mengalami meningkatnya pendapatan dari


pajak serta mampu mengatasi pengangguran karena semakin luasnya keasempatan kerja.

c. Para petani dapat diuntungkan karena pendapatan mereka akan bertambah dari penjualan hasil
pertanian yang mereka usahakan.

2. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi dan Deflasi

Baik deflasi maupun inflasi kedua-duanya merupakan masalah yang perlu dicegah,
karena sebagai penyebab instabilitas perekonomian suatu negara. Dalam hal ini pihak pemerintah
memiliki kemampuan untuk mengatasinya melalui berbagai kebijaksanaan yang tepat.

Secara umum instrumen pemerintah yang dapat digunakan untuk mengatasi deflasi dan inflasi
adalah dengan:

a. kebijaksanaan fiskal atau perpajakan,

b. kebijaksanaan moneter atau perbankan, dan

c. kebijaksanaan non-moneter atau dikenal kebijaksanaan segi penawaran.

Kebijaksanaan Fiskal atau Perpajakan Mengendalikan Inflasi

Kebijaksanaan fiskal meliputi langkah-langkah pemerintah melakukan kebijaksanaan


dalam bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah, dengan maksud untuk memengaruhi
pengeluaran agregate dalam perekonomian. Dalam kondisi inflasi pihak pemerintah berusaha
mengurangi pajak pendapatan yang dikenakan pada masyarakat dengan harapan daya beli
masyarakat yang berpendapatan tetap khususnya dapat bertambah dan mampu menambah
pembelian barang dan jasa, sehingga meningkatkan pengeluaran agregate.
Dalam kondisi inflasi memungkinkan tercapai tingkat penggunaan tenaga penuh (full
employment) dan kenaikan harga-harga semakin pesat maka selanjutnya diperlukan menaikkan
pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah. Langkah ini akan mengurangi pengeluaran
agregate sehingga tekanan inflasi dapat dikurangi. Sedangkan kondisi deflasi terjadi sebaliknya,
di mana pemerintah berusaha menaikkan pajak pendapatan pada masyarakat lebih besar untuk
mengurangi daya beli mereka dan mengurangi pengeluaran pemerintah.

Melalui Kebijaksanaan Moneter Mengendalikan Inflasi

Kebijakan moneter merupakan bagian kebijakan pemerintah yang dilaksanakan melalui


bank sentral dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Tujuan dari kebijaksanaan ini adalah mengatur
jumlah peredaran uang dalam perekonomian yang mampu memengaruhi pengeluaran agregate.

Umumnya terdapat 3 (tiga) instrumen andalan dari pihak perbankan dalam menggunakan
kebijaksanaan moneter antara lain:

a. Politik Cash Ratio

b. Politik Diskonto

c. Politik Pasar Terbuka

a. Dengan Politik Cash Ratio

Pihak Bank Sentral dalam hal ini adalah Bank Indonesia mempunyai wewenang dalam
menetapkan Cash Ratio untuk Bank Bank Umum atau Bank Komersial yang berada dalam
pengawasan Bank lndonesia. Cash Ratio Bank Umum adalah jumlah uang atau finansial Bank
Umum yang harus tertahan di Bank Indonesia sebagai jaminan likuiditas Bank Umum tersebut.
Cash Ratio Bank Umum tersebut ditetapkan dalam sejumlah persentase (%) dari dana atau
jumlah modal yang dimiliki setiap Bank Umum.

Dalam keadaan Inflasi Bank Indonesia akan menaikkan Cash Ratio Bank Umum agar
mampu mengurangi jumlah uang beredar sehingga harga barang-barang dapat diturunkan.
Sebaliknya dalam kondisi deflasi Bank Indonesia menurunkan Cash Ratio Bank Umum,
sehingga jumlah uang beredar dapat bertambah dan harga kembali akan naik.
b. Politik Diskonto

Politik Diskonto dikenalkan dengan politik suku bunga deposito bank. Melalui politik
diskonto maka dalam kondisi inflasi pihak perbankan akan menaikkan suku bunga bank agar
masyarakat banyak menabung sehinggajumlah uang beredar dapat berkurang dan harga akan
dapat diturunkan.

Dalam kondisi deflasi, maka pihak perbankan akan menurunkan suku bunga deposito
sehingga masyarakat enggan menabung, pihak masyarakat maupun investor berani meminjam
uang dari bank, sehingga jumlah uang beredar akan bertambah dan harga akan berangsur naik.

c. Politik Pasar Terbuka

Pihak Bank Indonesia dapat menerbitkan surat surat berharga baik dalam bentuk obligasi,
danareksa dan sebagainya. Surat-surat berharga ini dapat dijual pada masyarakat sehingga BI
mendapatkan uang tunai dan masyarakat mendapatkan surat surat berharga.

Dalam kondisi Inflasi, maka dengan politik ini pihak Bl berusaha mengurangi jumlah
uang beredar dari masyarakat dengan jalan rnenerbitkan surat surat berharga untuk dijual ke
masyarakat. Dengan dibelinya surat surat berharga oleh masyarakat maka sejumlah uang kartal
sebagai alat tukar yang sebelumnya berada di tangan masyarakat ditarik oleh BI, sedangkan
masyarakat hanya memegang surat-surat berharga yang tidak dapat dijadikan sebagai alat tukar
sebagaimana layaknya Uang kanal. Dengan demikian, uang kartal yang beredar akan berkurang
yang Selanjutnya harga akan mengalami penurunan.

Dalam kondisi Deflasi, maka dengan politik ini pihak BI berusaha mengurangi jumlah
uang beredar dari masyarakat dengan jalan menahan atau mengurangi penjualan surat-surat
berharga ke masyarakat. Kemudian Bl juga berusaha membeli surat-surat berharga yang ada di
tangan masyarakat. Dengan dibelinya surat-surat berharga oleh BI maka sejumlah uang kartal
sebagai alat tukar yang sebelumnya berada ditangan BI akan berpindah ke tangan masyarakat,
sedangkan pihak BI hanya memegang surat-surat berharga yang tidak dapat dijadikan sebagai
alat tukar sebagaimana layaknya uang kartal. Dengan demikian, uang kartal yang beredar akan
bertambah yang selanjutnya harga akan mengalami kenaikan.

d. Kebijaksanaan Non-Moneter
Bila kebijakan fiskal dan moneter lebih diarahkan pada pengendalian pengeluaran
agregate, maka kebijaksanaan fiskal dan kebijaksanaan moneter ini dikenal sebagai kebijakan
dari segi permintaan. Sedangkan Non-Noneter lebih ditekankan pada kebijakan segi penawaran
yang bertujuan untuk mempertinggi efisiensi kegiatan perusahaan-perusahaan sehingga dapat
menawarkan barang-barangnya dengan harga yang relatif lebih murah dan mutu yang lebih baik.

Kebijakan segi penawaran dapat dilakukan dengan:

● Income policy. Pemerintah berusaha menekan kenaikan pendapatan pekerja, seperti


mencegah kenaikan upah/gaji yang berlebihan atau meiarang kenaikan upah yang
melebihi dari kenaikan produktivitas pekerja.
● Pengawasan langsung. Pemerintah dapat saja melakukan pengawasan langsung harga-
harga barang di pasar atau melakukan operasi pasar. Kegiatan operasi pasar dapat
dilakukan dengan aktif membeli barang-barang yang harganya turun dalam kondisi
deflasi dalam rangka mengurangi jumlah barang beredar.

Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi yang naik secara perlahan diperlukan
untuk mendorong perkembangan ekonomi, karena harga barang dan jasa umumnya naik dengan
tingkat yang lebih tinggi dari kenaikan tingkat upah. Dengan kondisi ini perusahaan mampu
meraup keuntungan. Keuntungan yang menjanjikan akan mendorong pengusaha menambah
investasi sehingga produktivitas meningkat dan menaikkan pendapatan nasional.

Pandangan di atas tidak dapat diterima oleh sebagian ahli ekonomi, dengan alasan bahwa
kebijakan membiarkan terjadinya kenaikan inflasi secara perlahan akan menggalakkan
pertumbuhan ekonomi, hanya berlaku untuk jangka pendek, sedangkan untuk jangka panjang
dengan inflasi tak terkendali akan berpotensi terjadinya hiperinflasi, yang selanjutnya akan
menurunkan aktivitas ekonomi dan memperburuk perekonomian negara.

Hiperinflasi biasa juga terjadi pada negara yang mengalami krisis sosial, politik dan
keamanan dalam negeri. Negara yang sedang menghadapi perperangan sudah tentu aktivitas
ekonomi banyak yang tidak bergerak, bahkan sebagian perusahaan tidak berani melakukan
investasi, sehingga jumlah barang dan jasa beredar semakin sedikit hingga menjurus pada
hiperinflasi. Keadaan ini juga akan dapat berlaku pada negara yang tidak berada dalam stabilitas
politik yang menguntungkan.
Krisis politik menimbulkan ketidakpastian, baik bersumber dari ketidakpastian hukum karena
penegakan keadilan lebih berpihak pada kekuatan politik atau kepentingan kelompok tertentu
yang secara politik lebih menentukan. Kesemuanya ini berpotensi pada krisis kepercayaan. Bila
krisis kepercayaan tidak mampu dipulihkan akan menurunkan minat Pengusaha
menginvestasikan dananya di dalam negara bersangkutan.

Rendahnya minat investasi di dalam negeri berarti semakin sedikit Jumlah barang dan jasa
yang dapat ditawarkan di pasar, selanjutnya akan terjadi inflasi. Bila inflasi yang tinggi berjalan
secara terus-menerus.

Anda mungkin juga menyukai