Laporan Geologi Teknik Cibeet VP
Laporan Geologi Teknik Cibeet VP
GEOLOGI TEKNIK
Studi Kelayakan Waduk Cibeet
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan Draft Laporan Penyelidikan
Tanah pada Pekerjaan Survei Investigasi Geoteknik untuk Studi Kelayakan Waduk Cibeet.
Laporan Penyelidikan Geologi dan Mekanika Tanah ini menyajikan keseluruhan kegiatan
penyelidikan, hasil yang diperoleh dan rekomendasi untuk desain konstruksi.
Demikian Laporan Penyelidikan Geologi dan Mekanika Tanah ini kami sajikan.
KATA PENGANTAR
DAFTAR LAMPIRAN:
Tabel 2.1. Acuan dan Standar Kerja Soil Investigasi ................................................................................ 2-1
Tabel 2.2. Hubungan ketinggian absolut terhadap unsur morfografi (Van Zuidam,
1985) ...................................................................................................................................................... 2-3
Tabel 2.3. Klasifikasi kemiringan lereng (Van Zuidam, 1985) ............................................................ 2-4
Tabel 2.4. Soil Classification Based on the value qc (Schmertmann, 1974) ................................. 2-5
Tabel 2.5. Estimasi Nilai N terhadap Konsistensi dan Kepadatan Relatif (Terzaghi &
Peck, 1968) .......................................................................................................................................... 2-6
Tabel 2.7. Tingkat Kelulusan Air (SNI 2436 : 2008) ................................................................................ 2-7
Tabel 3.1. Tabel Tingkat kerusakan menurut besarnya percepatan gempa maksimum
pada MDE (Pedoman konstruksi dan bangunan, Pd-T-14-2004-A) ............................ 3-5
Tabel 3.2. Tabel Kriteria faktor resiko untuk evaluasi keamanan bendungan
(Pedoman konstruksi dan bangunan, Pd-T-14-2004-A) .................................................. 3-5
Tabel 3.3. Data dan kelas resiko bendungan alternative 1 ................................................................... 3-5
Tabel 3.4. Data dan kelas resiko bendungan alternative 2 ................................................................... 3-5
Tabel 3.5. Data dan kelas resiko bendungan alternative 3 ................................................................... 3-6
Tabel 3.6. Kelas resiko bendungan dan bangunan air (Pd-T-14-2004-A) ...................................... 3-6
Tabel 3.7. Kriteria beban gempa untuk desain bendungan (Pedoman konstruksi dan
bangunan, Pd-T-14-2004-A)......................................................................................................... 3-6
Tabel 3.8. Koefisien untuk Tipe Tanah (Pedoman konstruksi dan bangunan, Pd-T-14-
2004-A).................................................................................................................................................. 3-6
Tabel 4.14. Data hasil pengamatan muka air tanah .................................................................................. 4-11
Tabel 4.16. Nilai Rock Mass Rating pada setiap lapisan kedalaman pemboran ........................... 4-13
Tabel 4.18. Design parameter & engineering properties of Rock Mass (Bieniawski,
1979 & Bis Code) ............................................................................................................................. 4-16
Tabel 4.20. Rekapitulasi Hasil Pengujian Engineering Properties Tanah ....................................... 4-20
Tabel 5.2. Cut Slope Criteria (The Japan Highway Association, 1999)........................................... 5-13
Gambar 2.1. Pola pengaliran (Drainage pattern) menurut Howard (1967) ...................................... 2-3
Gambar 3.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen,1949) .............................................................. 3-1
Gambar 3.2. Lokasi Pekerjaan pada Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa (Sudjatmiko,
1972) ...................................................................................................................................................... 3-3
Gambar 3.3. Pola Struktur Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)..................................... 3-4
Gambar 3.4. Peta Zonasi Gempa di Indonesia (Puslitbang Sumber Daya Air, 2004 ........................ 3-8
Gambar 3.5. Geomorfologi Dataran Rendah pada daerah penelitian ................................................... 3-1
Gambar 3.6. Geomorfologi Perbukitan Rendah pada daerah penelitian ............................................ 3-2
Gambar 3.7. Pola Aliran sungai pada daerah penelitian (tanpa skala) ................................................ 3-2
Gambar 3.9. Kenapakan singkapan batupasir gampingan pada ST.2 pada daerah
penelitian .............................................................................................................................................. 3-4
Gambar 3.10. Kenapakan singkapan batulempung pada stasiun LPG-1 pada daerah
penelitian .............................................................................................................................................. 3-5
Gambar 3.11. Kenapakan singkapan batupasir lapuk pada daerah penelitian .................................. 3-5
Gambar 3.12. Kenapakan singkapan aluvium pada daerah penelitian .................................................. 3-6
Gambar 3.13. Kenapakan singkapan stasiun ST.5 (A) dan stasiun W.3 (B) (lipatan) ...................... 3-6
Gambar 3.14. Kenampakan Peta Geologi Lokal dibandingkan dengan Geologi Regional .............. 3-7
Gambar 3.15. Kenapakan singkapan yang diduga zona hancuran karena terdapat
perbedaan Strike/dip yang tidak beraturan ......................................................................... 3-7
Gambar 4.9. Daftar Koordinat Lokasi Pelaksanaan Test Pit .................................................................... 4-17
Gambar 4.10. Foto kegiatan Test Pit TP-01 dan TP-02 ................................................................................ 4-18
Gambar 4.11. Foto Kegiatan Test Pit TP-01 s/d TP-4 ................................................................................... 4-18
Gambar 4.12. Foto Kegiatan Test Pit TPB-05 s/d TPB-3 ............................................................................. 4-19
Gambar 4.13. Grafik Klasifikasi Untuk tanah lempung expansif berdasarkan Aktivitas dan
Persen tanah liat (Seed Woodward & Landgreen, 1962) ............................................... 4-21
Gambar 5.2. Foto Core Box BH-1, BH-2 dan BH-3 pada kedalaman 0-5m ........................................ 5-10
Gambar 5.3. Daya dukung pondasi berdasarkan data sondir area bendungan alternatif 1 ...... 5-10
Gambar 5.5. Foto Core Box BH-4 dan BH-5 pada kedalaman 0-5m ..................................................... 5-11
Gambar 5.6. Daya dukung pondasi berdasarkan data sondir area bendungan alternative
2 .............................................................................................................................................................. 5-12
Gambar 5.8. Gambar Peta Geologi Regional lokasi Borrow Area .......................................................... 5-15
BAB - 1
Wilayah Sungai Cibeet merupakan kawasan dengan sumber air yang sangat potensial bagi
upaya pengelolaan sumberdaya air (PSDA). Terutama untuk memenuhi berbagai keperluan
dan kebutuhan domestik, air baku, industri, irigasi dan lain-lain.
Seiring bertambahnya penduduk dan tuntutan kualitas hidup masyarakat, yang berdampak
pada pertumbuhan pemukiman dan industri yang pesat, tentu akan menambah tingkat
kebutuhan air dari waktu ke waktu. Ketersediaan air belum sesuai dengan tingkat kebutuhan
dalam perspektif jumlah, mutu, ruang dan waktu akibat sumber-sumber air cenderung
terdegradasi. Kualitas air juga cenderung berkurang akibat intensitas pencemaran dan
ragamnya yang meningkat. Dengan pengamatan sederhana, selisih jumlah antara demand
dan supply cenderung melebar. Maka perlu mensinkronkan keseimbangan antara kebutuhan
dan ketersediaan air yang ada dan pengendalian air permukaan yang efektif.
Di beberapa lokasi, di bagian hilir sekitar wilayah Sungai Cibeet bahaya banjir dan bahaya
kekeringan pun mempunyai potensi besar. Hal tersebut diakibatkan luas cakupan daerah
resapan air cenderung berkurang dan terjadi penurunan kualitas. Penanganan untuk
mengantisipasi kelangkaan air di musim kemarau dan pengendalian banjir di musim hujan
dalam jangka panjang menjadi salah satu agenda tersendiri disamping pengendalian
kebutuhan ketersediaan air baku domestik. Maka diperlukan infrastruktur untuk mengatur dan
menyimpan aliran permukaan dan air hujan.
Bendungan merupakan infrastruktur yang dipilih sebagai penampung air, sebagai pengendali
aliran air permukaan yang ada. Selain itu dapat berfungsi menjaga kesetabilan air tanah dalam
upaya konservasi sumberdaya air.
Disatu sisi, membangun bendungan membutuhkan pengelolaan resiko. Banyak aspek teknis
yang harus dipertimbangkan, salah satu diantaranya adalah aspek geologi. Pengetahuan
terhadap kondisi geologi dapat membantu para civil engineer menambah tingkat keyakinan
dalam menentukan keputusan membangun bendungan. Kondisi batuan dan perlapisan yang
diulas melalui ranah geologi dapat memberikan gambaran mengenai kelayakan kondisi media
penampungan air dan daya dukung struktur bangun bendungan, pengembangan rekayasa
teknologi dan metodologi konstruksi, terutama pada fondasi dan abuntment bendungan; serta
mitigasi dan antisipasi resiko pasca konstruksi.
Hasil penelitian geologi ini akan memberikan gambaran kondisi geologi sekitar daerah
penyelitian dan lokasi rencana bendungan. Pada pelaksanaannya, penelitian geologi dibatasi
pada penyelidikan tanah, pemetaan geologi, deskripsi dan analisis inti batuan melalui
pemboran, uji SPT, uji sondir, Pengambilan Undisturbed Sample, Test Pit, serta uji
laboratorium. Data dan rekomendasi hasil penyelidikan geologi di lokasi pekerjaan ini akan
digunakan sebagai referensi pendukung pada pekerjaan Detail Desain Bendungan Cibeet dan
Bangunan Penunjangnya.
Maksud dan tujuan adanya penyelidikan geologi teknik ini adalah untuk mengetahui kondisi
geologi dan aspek geoteknik dalam perencanaan bendungan dan bangunan penunjangnya
seperti daya dukung tanah pondasi, tingkat bocoran maupun kelulusan, kualitas material dan
keberadaan material yang akan digunakan untuk bahan timbunan di lokasi rencana
Bendungan Cibeet Kabupaten Bogor.
Dam Alt-1
Dam Alt-2
BAB - 2
Acuan dan standar kerja penyelidikan tanah yang digunakan bersumber dari ASTM, SNI dan
ISRM. Informasi acuan dan standar yang digunakan tampak pada Tabel dibawah ini.
N STANDARD
TENTANG
O Kode Tahun Sumber
Constant Head Injection Test
18 D 3080 - 00 2000 ASTM Standard Test Method for Direct Shear Test Properties of Soils
19 D 4220 – 95 2000 ASTM Standard Practice for Preserving and Transporting Soil Samples
Standad Test Methods for Laboratory Compaction Characteristic of
20 D 1557-12 ASTM
Soil
21 ISRM 1981 ISRM Basic Geotechnical Description of Rock Masses
22 D6032-02 2000 ASTM Rock Quality Designation ("RQD")
23 SNI 03-6376 2000 SNI Cara Pembuatan Sumuran Uji dan Paritan Uji Secara Manual
24 13-4691 1998 SNI Penyusunan Peta Geologi
25 13-6185 1999 SNI Penyusunan Peta Geomorfologi
26 SNI 03-2437 1991 SNI Standar Uji Sifat Fisik Batuan
27 SNI 03-2814 1992 SNI Standar Uji Point Load
Pemetaan geologi dilakukan untuk mendapatkan informasi kondisi geologi meliputi informasi
geomorfologi, stragtigrafi, serta struktur geologi yang terdapat pada lokasi area bendung dan
sekitarnya. Hasil analisis disajikan dalam bentuk Peta Geologi. Peta Geologi ini kemudian
dikorelasikan terhadap analisis geoteknik dan laboratorium untuk selanjutnya menjadi bahan
dalam rekomendasi geoteknik. Kegiatan lapangan yang dilakukan dalam pemetaan geologi
yaitu ;
Deskripsi batuan pada singkapan batuan dilakukan secara megaskopis menggunakan bantuan
loop dan palu geologi berdasarkan parameter-parameter deskripsi batuan serta mencatat
secara detail informasi geologi yang ada pada singkapan. Singkapan batuan yang ditemukan
kemudian di plot pada GPS dan peta topografi yang kemudian dianalisis lanjut untuk membuat
Peta Geologi
Pengukuran strike & dip batuan dilakukan dengan menggunakan bantuan kompas geologi.
Data strike dip ini di plot pada peta topografi untuk selanjutnya dilakukan analisis pola jurus
perlapisan batuan serta rekonstruksi struktur geologi pada lokasi pekerjaan dan disajikan
dalam Peta Geologi.
Pengukuran data kekar dilakukan dengan bantuan kompas geologi. Data kekar dianalisis
menggunakan bantuan perangkat lunak Dips untuk mendapatkan arah tegasan yang bekerja
pada lokasi pekerjaan. Hasil analisis kekar kemudian digunakan dalam rekonstruksi struktur
geologi lokasi pekerjaan yang kemudian disajikan dalam Peta Geologi.
Analisis geomorfologi dilakukan dengan bantuan peta topografi lokasi pekerjaan dengan
memperhatikan aspek morfografi dan morfometri.
1. Aspek Morfografi
Meliputi identifikasi pola yang tampak dari kerapatan kontur pada peta topografi untuk
kemudian mentukan daerah tersebut termasuk dalam perbukitan atau pedataran berdasarkan
hubungan ketinggian absolut dan unsur morfografi Van Zuidam (1985). Untuk membantu
dalam interpretasi kegiatan tektonik yang ada pada lokasi pekerjaan dilakukan analisis pola
pengaliran sungai berdasarkan klasifikasi pola pengaliran Howard (1967).
Tabel 2.2. Hubungan ketinggian absolut terhadap unsur morfografi (Van Zuidam, 1985)
KETINGGIAN ABSOLUT UNSUR MORFOGRAFI
< 50 meter Dataran rendah
50 meter - 100 meter Dataran rendah pedalaman
100 meter - 200 meter Perbukitan rendah
200 meter - 500 meter Perbukitan
500 meter - 1.500 meter Perbukitan tinggi
1.500 meter - 3.000 meter Pegunungan
> 3.000 meter Pegunungan tinggi
2. Aspek Morfogenetik
Aspek morfogenetik adalah kenampakan bentuk morfologi pada muka bumi yang disebabkan
oleh gaya endogenik dan atau eksogenetik. Gaya endogenik merupakan gaya yang
dipengaruhi oleh kekuatan dari dalam kerak bumi dan gaya eksogenetik merupakan gaya yang
dipengaruhi dari luar seperti iklim, vegtasi, erosi dan buatan manusia.
3. Aspek Morfometri
Analisis stratigrafi dilakukan untuk mengetahui jenis batuan apa saja yang terbentuk di daerah
penelitian, selain itu juga untuk mengetahui umur dari batuan tersebut serta lingkungan
pembentukannya.
Data yang dianalisis pada tahap ini adalah berdasarkan penemuan - penemuan di lapangan.
Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan
satuan batuan yang berdasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat diamati di lapangan
meliputi: jenis batuan, keseragaman gejala litologi dan posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi
Indonesia, pasal 15, Soejono, 1966).
Analisis struktur geologi meliputi analisa sesar/patahan (fault), serta kekar (joint). Dalam
melakukan rekonstruksi struktur geologi diperlukan data-data lapangan yang meliputi arah
jurus dan kemiringan perlapisan batuan (strike & dip), offset perlapisan slickenside, dan
indikasi-indikasi struktur geologi lainnya. Selain data lapangan juga dierlukan pemgamatan
terhadap peta topografi. Hal-hal penting yang diamati pada peta topografi antara lain kelurusan
punggungan dan pola pengaliran sungai.
Cone Penetration Test (CPT) atau Sondir dilaksanakan untuk mengetahui tahanan konus (qc)
dari tiap lapisan pada interval 20cm. Pengujian sondir ini dilakukan berdasarkan standar ASTM
D 1586-99 Dutch Cone Penetration Test (DCPT).
Klasifikasi tanah berdasarkan data sondir tampak pada gembar di bawah ini.
Pemboran Inti dilaksanakan dengan menggunakan alat bor mesin (drilling machine) pada titik-
titik yang sesuai dengan tata letak bangunan yang direncanakan. Dilakukan untuk maksud
mengetahui kondisi geologi dan geoteknik bawah permukaan. Metoda yang digunakan adalah
Direct Rotary Core Drilling dengan air bersih sebagai fluida pemboran (ASTM D.2113 - 99).
Standard Penetration Test (SPT) dilakukan pada lobang bor seiring dengan pelaksanaan
pemboran, sesuai dengan spesifikasi USBR yang terdapat dalam buku Earth Manual, ASTM D
1586-99 atau SNI 03-4148. Ujung SPT menggunakan Raymond Sampler, Drive Hammer
(seberat 140 + 2 lb (63,5+ 1 kg) dan Tinggi jatuh hammer 76 cm pada interval kedalaman
yang telah ditentukan.
Tabel 2.5. Estimasi Nilai N terhadap Konsistensi dan Kepadatan Relatif (Terzaghi & Peck,
1968)
Blows/ft Consistency (Clay) Blows/ft Relative Density (Sand)
0–1 Sangat lunak/Very Soft 0–4 Sangat urai/Very Loose
2–4 Lunak/Soft 5 – 10 Urai/Loose
5–8 Teguh/Firm 11 – 20 Teguh/Firm
9 – 15 Kaku/Stiff 21 – 30 Sangat teguh/Very Firm
16 – 31 Sangat kaku/Very Stiff 31 – 50 Padat /Dense
31 + Keras/Hard > 50 Sangat padat /Very Dense
Pengambilan contoh tak terganggu atau undisturbed sample dilakukan dengan menggunakan
Shelby Tube Sampler (Tabung contoh tanah) dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
diuraikan di dalam ASTM D-1587 - 00. Pengambilan contoh tanah tak terganggu dapat
diperoleh dengan menekan Shelby Tube sampler ke dalam tanah pada dasar lubang dengan
menggunakan tekanan yang konstan yang diteruskan melalui stang bor.
Uji permeabilitas bermaksud untuk mendapatkan nilai koefisien permeabilitas (k) dari suatu
contoh tanah. Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air.
Constant Head
Uji ini digunakan untuk tanah yang memiliki butiran kasar dan memiliki koefisien permeabilitas
yang tinggi. Dalam metode ini, air diisikan ke dalam pipa lindung hingga mencapai elevasi
puncak atau dekat puncak. Dalam pengujian, elevasi air dijaga tetap konstan dengan
kecepatan pengisian konstan dalam waktu pengujian minimal 10 menit. Pengisian air dapat
dilakukan dengan menggunakan wadah yang dikalibrasi atau pemompaan melalui alat ukur
air. Pencatatan harus dilakukan dengan mencatat jumlah air yang diisikan ke dalam pipa
lindung pada interval waktu 5 menit setelah uji mulai dilakukan dan interval waktu 5 menit
berikutnya sampai jumlah air yang diisikan menjadi tetap. Uji permeabilitas tersebut dilakukan
berdasarkan standar : ASTM D2434 - Standard Test Method for Permeability of Granular Soils
(Constant Head) (AASHTO T215 - Standard Method of Test for Permeability of Granular Soils
(Constant Head).
Uji permeabilitas dengan water pressure umumnya dilakukan untuk menentukan permeabilitas
pada batuan kompak dan kaku dengan menggunakan packer sebagai penutup, air tertekan
disuntikkan ke bagian yang diberi packer. Prosedur pengujian ini dilakukan sesuai dengan
ASTM D4043 (Various field methods for permeability testing).
Dalam pengambilan contoh tanah tak terganggu agar data parameter dan sifat-sifat tanahnya
tidak berubah (masih dalam keadaan asli) maka perlu sekali diperhatikan tata cara
penanganan pada saat pengambilan, pengangkutan dan penyimpanan contoh-contoh tanah
ini. Prosedur pekerjaan ini dilakukan sesuai dengan SNI 03-6376 (Cara Pembuatan Sumuran
Uji)
Pengujian laboratorium dilakukan pada contoh-contoh tanah yang terambil dari lapangan, baik
contoh tanah asli maupun contoh tanah terganggu, sehingga parameter dan sifat-sifat
tanahnya baik sifat fisis maupun sifat tekniknya dapat diketahui.
1. Kadar Air
Merupakan perbandingan antara berat isi dengan butir tanah yang dinyatakan dalam Wn
(water Content atau Moisture Content). Untuk menentukan kadar air, sejumlah tanah
ditempatkan pada krus (kaleng kecil) yang beratnya W1 diketahui sebelumnya. Krus dengan
tanah ditimbang W2 dan kemudian dimasukkan dalam oven yang temperaturnya 105o C untuk
masa waktu 24 jam, kemudian krus tanah ditimbang kembali (W3). Dengan demikian Natural
Moisture Content (Wn) dapat diketahui. Prosedur pelaksanaan pengujian dilakukan menurut
aturan dari ASTM.D-2216-98 atau SNI 03-1965.
Dimaksudkan untuk memperoleh nilai berat isi tanah. Pengujian dilakukan pada tanah asli
(undisturbed). Cara menentukan berat isi tanah ialah dengan mengukur berat sejumlah tanah
yang isinya diketahui. Untuk tanah asli dipakai sebuah cincin yang dimasukkan ke dalam tanah
sampai berisi penuh, kemudian atas dan bawahnya diratakan dan cincin serta tanahnya
ditimbang. Untuk memperoleh nilai berat isi tanah, maka tanah yang akan dikenakan
pengujian ini adalah tanah dengan keadaan asli
Tes ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis tanah atau batuan. Untuk sample yang lolos
ayak No. 4 (4,75 mm). Specific Gravity dilakukan menggunakan picnometer dan perlengkapan
sesuai dengan standard ASTM-D.854, test method for specific gravity of soil. Sedangkan untuk
yang berukuran lebih besar dari 4,75 mm dilakukan bulk specific gravity test and absorption
sesuai dengan standard ASTM-C.127, test for specific gravity and absorption of moisture
content of soil.
4. Atterberg Limit
Penentuan batas Atterberg limit hanya dilakukan pada bagian tanah yang melalui saringan No.
40, karena batas-batas ini tidak merupakan sifat fisik yang jelas, maka dipakai cara empiris
untuk menentukannya.
Dengan mengetahui batas-batas Atterberg, kita dapat menentukan konsistensi tanah. Batas
cair (We) ditentukan dengan percobaan menggunakan alat cassagrande dan ASTM grooving
tool dan prosedur test sesuai dengan ASTM-D.4318 - 00, test for liquid limit of soil. Setelah
batas cair dan batas plastis diperoleh, dapat dihitung plasticity index (PI). Batas susut (Ws)
diperlukan untuk mengetahui pada kadar air berapa volume tanah tidak berubah (tetap). Test
dilakukan sesuai dengan standard ASTM-D.427, test for shrinkage factor of soil.
5. Shringkage Limit
Tujuan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar air suatu tanah pada keadaan
batas kerut. Yang dimaksud dengan batas kerut adalah nilai kadar air dimana tanah berubah
dari keadaan semi padat menjadi padat. Pedoman uji shrinkage limit berdasarkan ASTM
D4943 – 08, Standard Test Method for Shrinkage Factors of Soils by the Wax Method.
Untuk mengetahui distribusi ukuran butir-butir tanah dan klasifikasi tanah dilakukan analisa
ayak dan analisa hidrometer. Analisa ayak dilakukan untuk butir-butir yang berukuran lebih
besar dari 0,75 mm (ayak No. 200) dengan ASTM standard sieve. Analisa hidrometer
dilakukan untuk butir-butir yang berukuran lebih kecil dari 0,75 mm dengan menggunakan
ASTM soil hydrometer 152. Prosedur test sesuai dengan ASTM-D.422, method for particle
size analysis of soil. Hasil tes akan disampaikan dalam bentuk grafik antara diameter butir
dalam milimeter (ukuran bukaan ayakan) dengan presentase yang lebih kecil (percent
retained).
1. Consolidation Test
Proses konsolidasi akan terjadi pada suatu lapisan tanah apabila lapisan tersebut mengalami
penambahan beban.,Pada saat itu air dari dalam pori akan mengalir dan volume tanah
berkurang. Besar dan kecepatan perubahan volume ini dapat diperoleh melalui percobaan
konsolidasi.
Prosedur test dilaksanakan sesuai dengan ASTM 0.2435-70 test for one dimensional
consolidation properties of soils. Dengan penambahan beban sebagai berikut : 0.25, 0.50, 1, 2,
4, 8 dan 16 kg/cm2 dan penurunan 4, 1, 0.25, dan 0.10 kg/cm2.
Pada percobaan ini digunakan oedometer front loading type, dengan diameter contoh 60 mm.
Dari percobaan ini diperoleh harga compression index Cc dan coefisient of consolidation Cv
(kg/cm2) dan sudut geser dalam derajat (o).
Test ini dilakukan untuk mengetahui shear strength parameter yaitu cohesion (c), dan sudut
geser dalam (), di mana dari parameter tersebut dapat dihitung shear strength () tanah.
Metode pengujian yang dilakukan mengikuti ASTM D3080.
Shear Strength ()
= c + tan
dimana:
: Internal Friction Angle
C: Soil Cohesion
: Shear Strength
: Normal Stress
3. Triaxial Test UU
4. Compaction Test
Tujuan uji kompaksi adalah untuk mendapatkan kadar air optimum dan berat isi kering
maksimum pada suatu proses pemadatan. Kadar air optimum ini ditentukan dengan
melakukan pemadatan di laboratorium. Hasil dari percobaan ini digunakan untuk memnuhi
persyaratan saat dilakukan pemadatan. Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar ASTM D
1557-12.
Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu di mana dibagi menjadi dua yaitu Sifat Fisik dan Sifat
Engineering.
Di laboratorium Pembuatan contoh dilaboratorium dilakukan dari block batu yang diambil di
lapangan yang di bor dengan penginti laboratorium. Maksud dari uji ini adalah untuk
mendapatkan sifat fisik batuan seperti berat jenis, berat volume, porositas, dan tingkat
penyerapan batuan (absorpsi). Prosedur pengujian sifat batuan berdasarkan Standar Uji Sifat
Fisik Batuan yaitu SNI 03 - 2437 – 1991.
Uji sifat mekanik batuan yang dilaksanakan pada pekerjaan ini adalah uji point load. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui kekuatan (strength) dari contoh batu secara tak langsung di
lapangan. Prosedur pengujian sifat mekanik batuan berdasarkan Standar Uji Point Load yaitu
SNI 03 - 2814 – 1992.
BAB - 3
3.1.1. Fisiografi
Secara fisiografi, Van Bemmelen (1949) dalam The Geology of Indonesia telah membagi
daerah Jawa Barat menjadi lima jalur fisiografi (Gambar 2.1). Pembagian zona fisiografi
daerah Jawa Barat tersebut yaitu :
Daerah penelitian
Zona Bogor terletak di sebelah selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, membentang mulai dari
Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka, dan Kuningan. Zona Bogor umumnya
memilki morfologi, perbukitan yang memanjang barat-timur dengan lebar maksimum sekitar 40
km. Batuan penyusun terdiri atas batuan sedimen Tersier dan batuan beku baik intrusif
maupun ekstrusif. Morfologi perbukitan terjal disusun oleh batuan beku intrusif, seperti yang
ditemukan di Komplek Pegunungan Sanggabuana, Purwakarta. Van Bemmelen (1949),
menamakan morfologi perbukitannya sebagai antiklinorium kuat yang disertai oleh
pensesaran.
Geologi regional lokasi pekerjaan berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Cianjur Jawa
(Sudjatmiko, 1972) tersusun atas:
1. Aluvium (Qa)
Terdiri dari lempung, lanau, pasir, dan kerikil. Terutama endapan sungai sekrang. Termasuk
rombakan lereng di utara dan di selatan Cianjur
Terdiri dari kongomerat dan pasir sungai yang bersusunan andesit dan basal. Batuguling -
batugling dari batugamping terkersikkan, batupasir, kongkresi-kongkresi silica dan andesit.
Batupasir dan konglomerat berasal dari endapan lahar Qob. Satuan ini menempati sebagian
besar dataran Plered dan tanah meja di timurlaut Purwakarta
Terdiri dari Napal abu-abu tua, batulempung napalan, dan serpih lempungan dengan sisipan
batupasir kuarsa, kuarsit, dan batugamping napalan.
Gambar 3.2. Lokasi Pekerjaan pada Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa (Sudjatmiko, 1972)
Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994) pada dasarnya di Pulau Jawa terdapat 3 arah
kelurusan struktur yang dominan (Gambar 3.3) yaitu :
Selanjutnya arah ini dikenal dengan pola Meratus arah ini diwakili oleh Sesar Cimandiri di
Jawa Barat. Di Jawa Timur arah Meratus menunjukkan aran dominan di kawasan lepas pantai
Utaranya. Sesar-sesar pola Meratus diketahui berumur kapur – Paleosen. Di pulau Jawa,
sesar-sesar ini diaktifkan kembali pada umur-umur yang lebih muda.
Pola ini dikenal dengan Pola Sunda, umumnya terdapat di bagian Barat wilayah jawa Barat.
Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan
Cekungan Arjuna. Gerak pola Sunda ini umumnya regangan. Sesar-sesar yang berarah Utara
– Selatan ditemukan di Cekungan Sunda. Dari data seismik di lepas pantai Jawa Barat,
tepatnya di cekungan Zaitun, menunjukkan bahwa Pola Sunda ini mengaktifkan kembali pola
Meratus pada Umur Eosen Akhir – Oligosen Akhir. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
Pola Sunda berumur lebih muda dibandingkan dengan Pola Meratus.
Arah ini dominan di daratan Pulau Jawa dan selanjutnya dinamakan Pola Jawa. Di Jawa
Barat, Pola Jawa diwakili oleh sesar-sesar naik dalam Zona Bogor. Di Jawa Tengah hampir
semua sesar-sesar di jalur Serayu Utara dan Serayu Selatan memiliki arah hampir Barat –
Timur. Di Jawa Timur pola Pegunungan Kendeng adalah yang paling khas mewakili Pola
Jawa. Pola ini umumnya diwakili oleh sesar-sesar naik yang beranjak ke Utara atau Timur
Laut. Pola Jawa yang berarah Barat – Timur merupakan pola termuda, yang mengaktifkan
kembali seluruh pola yang ada sebelumnya. Data seismik di Jawa Utara menunjukkan bahwa
sesar naik yang memiliki arah Barat – Timur ini masih aktif sampai sekarang.
Gambar 3.3. Pola Struktur Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)
Perhitungan faktor gempa ini diperoleh dari peta yang dipublikasikan oleh DPMA tahun 2004
yaitu peta zona seismik untuk perencanaan bangunan air tahan gempa. Percepatan gempa
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
ad = z x ac x v
dimana:
ad = percepatan gempa dalam cm/dtk2.
v = koefisien-koefisien untuk tipe tanah
ac = percepatan gempa dasar dalam cm/dtk2
k = koefisien gempa.
g = percepatan gravitasi dalam cm/dtk2
Tabel 3.1. Tabel Tingkat kerusakan menurut besarnya percepatan gempa maksimum
pada MDE (Pedoman konstruksi dan bangunan, Pd-T-14-2004-A)
Tabel 3.2. Tabel Kriteria faktor resiko untuk evaluasi keamanan bendungan (Pedoman
konstruksi dan bangunan, Pd-T-14-2004-A)
Tabel 3.7. Kriteria beban gempa untuk desain bendungan (Pedoman konstruksi dan
bangunan, Pd-T-14-2004-A)
Tabel 3.8. Koefisien untuk Tipe Tanah (Pedoman konstruksi dan bangunan, Pd-T-14-2004-A)
No Rock Basement Predominant Correction
Period, Ts (sec) Factor (v)
1 Rock Ts , 0.25 0.8
2 Dilluvium 0.25 < Ts < 0.50 1
3 Alluvium 0.50 < Ts < 0.75 1.1
4 Soft Alluvium Ts > 0.75 1.2
Source : Central of Research and Development for Water Resources
(Puslitbang Pengairan), Bandung 2004
Waduk Cibeet terletak di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mempunyai nilai z
antara 0.9 - 1,20. Percepatan gempa dasar (ac) diasumsikan pada periode ulang 200 tahun
(tanpa kerusakan) dan periode ulang 10.000 tahun (MDE) di mana jika ada kerusakan masih
dalam batas aman asalkan tidak terjadi runtuhan pada dinding bendungan. Asumsi sementara
pondasi menumpu pada lapisan keras (diluvium) sehingga mempunyai faktor koreksi sebesar
1.0. Dengan menggunakan besaran-besaran ini, maka untuk daerah investigasi diperoleh
percepatan gempa sebagai berikut:
Lokasi pekerjaan mempunyai nilai Z sebesar 1,00, faktor koreksi untuk diluvium sebesar 1.0
dan masuk dalam kategori kelas ekstrem (IV), koefisien gempa pada periode ulang 200 tahun
(tanpa kerusakan) sebesar 0.260; untuk periode ulang 10.000 tahun (MDE), dimana
diperkenankan ada kerusakan tapi tidak boleh terjadi keruntuhan, koefisien gempa sebesar
0.392.
lokasi
Gambar 3.4. Peta Zonasi Gempa di Indonesia (Puslitbang Sumber Daya Air, 2004
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi serta proses -
proses yang berlangsung terhadap permukaan bumi sejak bumi terbentuk sampai sekarang.
Morfografi
Secara garis besar morfografi atau relief permukaan bumi dapat dibedakan menjadi
bentuk lahan dataran, bentuk lahan perbukitan, bentuk lahan gunungapi dan lembah.
Selain bentuk lahan yang disebutkan diatas, ada parameter lain yang dapat dijadikan aspek
pendekatan di dalam pemetaan geomorfologi seperti bentuk lereng, pola punggungan dan pola
pengaliran.Daerah pekerjaan termasuk ke dalam bentuk lahan :
a. Dataran Rendah
Dataran adalah bentuk lahan dengan kemiringan lereng 0% - 2% dan ketinggian 50 – 100
mdpl. Biasanya digunakan sebutan bentuk lahan asal marin, fluvial, campuran marin dan
fluvial dan plato. Bentuk lahan asal fluvial pada umumnya disusun oleh material kerikil,
kerakal, pasir halus sampai kasar, lanau dan lempung.
b. Perbukitan Rendah
Bentuk lahan perbukitan memiliki ketinggian antara 50 – 500 meter dari permukaan laut
dengan kemiringan lereng antara 7% - 20%. Di lapangan pekerjaan ketinggian rata –
rata antara 50 – 200 mdpl oleh karena itu disebut perbukitan rendah.
Pengertian pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah
yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Pola pengaliran yang mudah
dikenali dari peta topografi dan foto udara ini merupakan hasil dari kegiatan erosi dan tektonik
yang memiliki hubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan sejarah
bentuk bumi.
Gambar 3.7. Pola Aliran sungai pada daerah penelitian (tanpa skala)
Pada daerah pekerjaan pola aliran sungai yang berkembang adalah pola aliran
Anastomatik, satu sungai besar dari hulu ke hilir, biasanya bisa dicirikan atau
berkarateristik dataran banjir, delta atau rawa.
Morfometri
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari suatu bentuklahan dan merupakan unsur
geomorfologi pendukung yang sangat berarti terhadap morfografi dan morfogenetik. Penilaian
kuantitatif terhadap bentuklahan memberikan penajaman tata nama bentuklahan dan akan
sangat membantu terhadap analisis lahan untuk tujuan tertentu, seperti tingkat erosi,
kestabilan lereng dan menentukan nilai dari kemiringan lereng tersebut.
Daerah pekerjaan masuk ke dalam kelas lereng 0 - 2 % yaitu, datar atau hampir datar, tidak
ada erosi yang besar, dapat diolah dengan mudah dalam kondisi kering. Dan & - 15 %
yaitu, lahan memiliki kemiringan lereng landai sampai curam, bila terjadi longsor bergerak
dengan kecepatan rendah, sangat rawan terhadap erosi.
Morfogenetik
Morfogenetik adalah bentuk bentang alam permukaan bumi yang melibatkan proses
pembentukannya, seperti proses pembentukan dataran, perbukitan atau pegunungan, lembah,
gunungapi, plato, pola pengaliran dan bentuk lereng (Hindartan dan Handayana, Makalah
IAGI, 1994). Proses yang telah dikenal yaitu proses endogen dan eksogen.
Daerah pekerjaan masuk kedalam proses eksogen yaitu merupakan proses yang dipengaruhi
oleh factor dari luar bumi seperti iklim (hujan,angin dan perubahan temperatur) dan proses
biologi. Proses eksogen cenderung merubah permukaan bumi secara bertahap, yaitu
pelapukan batuan menjadi tanah akibat proses fisika, kimia dan biologi yang berakhir dengan
proses erosi. Karena kenampakan di lapangan cenderung banyak terjadi erosi pada bagian
sisi-sisi sungai dan sekitarnya.
Pembagian satuan batuan di daerah penelitian didasarkan pada ciri litologi yang dapat diamati
di lapangan yang meliputi jenis batuan dan kombinasinya, keseragaman gejala litologi, dan
gejala lainnya dalam tubuh batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Dalam pembahasan
stratigrafi daerah penelitian, satuan batuan menggunakan tata nama satuan litostratigrafi tidak
resmi.
Terdapat dua jenis batuan yang ditemukan atau diketahui berdasarkan hasil pemetaan geologi
di lapangan, yaitu :
1. Batupasir gampingan
2. Batulempung
3. Batupasir lapuk
3. Endapan Aluvium Sungai
Batupasir gampingan, jenis litologi ini tersebar merata pada daerah penelitian yaitu dari utara
daerah penelitian hingga selatan daerah penelitian terutama banyak singkapan yang
ditemukan di daerah pinggir sungai maupun lantai sungai. Batupasir gampingan ini menempati
sekitar hampir 40 % pada daerah penelitian. Terdapat juga batupasir gampiran perselingan
glukonit di stasiun W2.
Batupasir gampingan ini berkarateristik yaitu, mempunyai warna segar abu – abu terang
hingga gelap dengan warna lapuk cokelat hingga cokelat kehitaman, besar butir pasir sedang
hingga halus (kalkarenit), bentuk butir menyudut tanggung hingga membundar, pemilahan
buruk, kemas tertutup, permeabilitas sedang, kekompakan agak keras, masif dan dibeberapa
tempat terdapat perlapisan.
Dengan karatersitik glukonit dengan warna segar abu – abu gelap, warna lapuk abu-abu, bsar
butir halus – sedang, bentuk butir menyudut tanggung – membundar, pemilahan buruk,kemas
tertutup, kekompakan agak keras.
Batupasir gampingan ini selaras dengan batulempung karena pada regional kedua batuan ini
diendapakan pada umur yang sama yaitu Miosen.
Gambar 3.8. Kenampakan singkapan batupasir gampingan perselingan glukonit pada W.2
pada daerah penelitian
Gambar 3.9. Kenapakan singkapan batupasir gampingan pada ST.2 pada daerah penelitian
Batulempung (Bl)
Batulempung, jenis litologi ini tersebar sama halnya dengan batupasir gampingan tapi bedanya
litologi ini lebih sedikit ditemukan sekitar 10 % dari daerah penelitian. Batulempung ini
berkarateristik yaitu, dengan warna segar abu – abu gelap, warna lapuk abu-abu kecokelatan,
masif, kekompakan agak keras. Batulempung ini pun sama halnya dengan batupasir
gampingan yang ada dibawahnya yaitu selaras karena pada regional diendapakan pada umur
yang sama yaitu Miosen.
Gambar 3.10. Kenapakan singkapan batulempung pada stasiun LPG-1 pada daerah
penelitian
Batupasir lapuk ini menempati sekitar 20 % dari daerah penelitian dan tersebar di daerah
timur.
Batupasir lapuk ini memiliki karatersitik yaitu mempunyai warna coklat hingga coklat tua,
memiliki kepadatan lepas hingga agak padat, berbutir pasir sedang hingga halus, kering.
Batuan pasir lapuk ini diduga lapukan dari batupasir gampingan yang ditemui di lapangan.
Aluvium ini tersebar di daerah pinggir sungai terutama dikelokan – kelokan sungai, litologi
aluvium ini menempti sekitar 30 % dari daerah penelitian.
Aluvium ini terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, dan boulder – boulder batuan beku.
Terutama endapan sungai yang masih terjadi hingga sekarang. Aluvium ini tidak selaras
dengan kedua litologi diatas karena perbedaan umur yang cukup jauh, yaitu aluvium berumur
kuarter.
Struktur geologi yang dapat diamati di lapangan meliputi struktur kekar, struktur lipatan dan
struktur patahan atau sesar. Struktur geologi yang terdapat diatas dapat diamati dari hasil
pengamatan langsung dilapangan, seperti hasil pengukuran jurus perlapisan batuan, kekar
dan pengukuran cermin sesar.
Tetapi kenyataannya keadaan/kondisi di lapangan tidak menemukan struktur yang berarti
hanya terdapat perlapisan dan lipatan yang disebabkan perbedaan dip nya atau arah
perlapisannya. Yang terjadi pada stasiun W.3 dengan stasiun ST.5 dengan nilai strike/dip N
30˚E/20˚ dan N 320˚E/15˚, dip saling berhadapan yang menandakan ciri dari lipatan Sinklin.
A B
Gambar 3.13. Kenapakan singkapan stasiun ST.5 (A) dan stasiun W.3 (B) (lipatan)
Dan juga ditemukan indikasi adanya sesar yang memanjang dari utara hingga selatan
tetapi lebih tepatnya jauh pada daerah selatan lokasi pekerjaan, terlihat dari strike/dip
batuan atau arah perlapisan batuan yang tidak beraturan yang menunjukan adanya
perubahan arah lapisan serta terdapat perubahan arah kelokan sungai yang diakibatkan
oleh adanya struktur geologi atau patahan. Dapat dilihat pada peta dibawah beserta
dengan foto di lapangan.
Gambar 3.14. Kenampakan Peta Geologi Lokal dibandingkan dengan Geologi Regional
Gambar 3.15. Kenapakan singkapan yang diduga zona hancuran karena terdapat perbedaan
Strike/dip yang tidak beraturan
BAB - 4
Pelaksanaan Pekerjaan Sondir, Pemboran, Pemetaan Geologi, Test Pit dan Pengujian
Laboratorium telah selesai dilakukan. Layout pelaksanaan pekerjaan tampak pada gambar
dibawah ini.
Pekerjaan sondir dilakukan sebanyak 10 titik. Data sondir, grafik sondir dan foto kegiatan
lapangan dapat dilihat pada Lampiran 3. Informasi mengenai pelaksanaan sondir tampak
pada tabel dibawah ini.
Foto kegiatan sondir lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3, beberapa foto kegiatan sondir
seperti pada gambar dibawah ini.
Area titik sondir pada daerah pekerjaan secara Geologi Regional masuk ke dalam Lembar
Cianjur dengan beberapa formasi dan bermacam litologi, dibawah ini merupakan hasil
sondir berikut masuk ke dalam litologi apa, yaitu :
Titik Sondir pada Formasi Subang Anggota Batulempung (Msc) umumnya disusun oleh
batulempung yang mengandung lapisan-lapisan dan nodula batugamping napalan keras,
napal, dan lapisan-lapisan batugamping abu-abu tua setebal 2 atau 3 m. Kadang-kadang
mengandung sisipan batupasir glaukonit (Sudjatmiko, 1972). Sedangkan berdasaran hasil
pemetaan geologi, didapat bahwa disekitar area S-01 – S-06 ditemukan singkapan
batugamping pasiran.
Lapisan top soil (Loose Sand) memiliki ketebalan sekitar 1.2 m dengan daya dukung tanah
sekitar 5 t/m2. Dibawah lapisan ini terdapat lapisan Medium Sand (tanah asli) hingga
kedalaman 3 m dengan daya dukung tanah sekitar 20 t/m2. Daya dukung dibawah lapisan
meningkat sampai tanah keras pada kedalaman 3.8 m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2 )
S-01 0,00 ~ 1,20 15 Loose Sand 5
1,20 ~ 3,00 40 Medium Sand 20
3,00 ~ 3,80 108 Dense or Cemented Sand 72
Lapisan top soil (Medium - Insensitive Non Fissured Inorganic Clays) memiliki ketebalan
sekitar 1 m dengan daya dukung tanah sekitar 3.2 t/m2. Dibawah lapisan ini terdapat lapisan
Clayey Sands and Silts (tanah asli) hingga kedalaman 3 m dengan daya dukung tanah sekitar
13 t/m2. Daya dukung dibawah lapisan meningkat sampai tanah keras pada kedalaman 3.2 m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2 )
S-02 0,00 ~ 1,00 8 Medium - Insensitive Non Fissured Inorganic Clays 3,20
1,00 ~ 3,00 32 Clayey Sands and Silts 13
3,00 ~ 3,20 155 Very Shell Sands, Limerock 103
Lapisan top soil (Sandy and Silty Clays) memiliki ketebalan sekitar 2.6 m dengan daya dukung
tanah sekitar 11 t/m2. Dibawah lapisan ini terdapat lapisan Sandy and Silty Clays (tanah asli)
hingga kedalaman 5.8 m dengan daya dukung tanah sekitar 5 t/m2. Daya dukung dibawah
lapisan meningkat sampai tanah keras pada kedalaman 6,6 m
Kedalaman qc Qa
Sondir Deskripsi
(m) (kg/cm 2 ) (t/m 2 )
S-03 0,00 ~ 2,60 28 Sandy and Silty Clays 11
2,60 ~ 5,80 12 Sandy and Silty Clays 5
5,80 ~ 6,40 52 Medium - Insensitive Non Fissured Inorganic Clays 21
6,40 ~ 6,60 190 Dense or Cemented Sand 127
Lapisan top soil (Sandy and Silty Clays) memiliki ketebalan sekitar 1,8 m dengan daya dukung
tanah sekitar 10 t/m2. Daya dukung dibawah lapisan meningkat sampai tanah keras pada
kedalaman 3 m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2 )
S-04 0,00 ~ 1,80 26 Sandy and Silty Clays 10
1,80 ~ 3,00 151 Dense or Cemented Sand 101
Lapisan top soil (Sandy and Silty Clays) memiliki ketebalan sekitar 2 m dengan daya dukung
tanah sekitar 12 t/m2. Dibawah lapisan ini terdapat lapisan Clayey Sands and Silts (tanah asli)
hingga kedalaman 3,4 m dengan daya dukung tanah sekitar 28 t/m2. Daya dukung dibawah
lapisan meningkat sampai tanah keras pada kedalaman 3,6 m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2)
S-05 0,00 ~ 2,00 31 Sandy and Silty Clays 12
4,00 ~ 3,40 70 Clayey Sands and Silts 28
3,40 ~ 3,60 145 Dense or Cemented Sand 97
Titik sondir pada Endapan Aluvium (Qa) yang disusun oleh material lempung, lanau,
pasir, kerikil (Sudjatmiko, 1972). Sedangkan berdasaran hasil pemetaan geologi, didapat
bahwa disekitar area S-06 ditemukan singkapan batugamping pasiran.
Lapisan top soil (Medium Sand) memiliki ketebalan sekitar 2,2 m dengan daya dukung tanah
sekitar 17 t/m2. Daya dukung dibawah lapisan meningkat sampai tanah keras pada
kedalaman 3 m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2 )
S-06 0,00 ~ 2,20 33 Medium Sand 17
2,20 ~ 3,00 120 Dense or Cemented Sand 80
Lapisan top soil (Stiff - Insensitive Non Fissured Inorganic Clay) memiliki ketebalan sekitar 3,6
m dengan daya dukung tanah sekitar 9,2 t/m2. Daya dukung dibawah lapisan meningkat
sampai tanah keras pada kedalaman 3,8 m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2)
S-07 0,00 ~ 3,60 23 Stiff - Insensitive Non Fissured Inorganic Clay 9,20
3,60 ~ 3,80 153 Dense or Cemented Sand 102,00
Lapisan top soil (Clayey Sands and Silts) memiliki ketebalan sekitar 3,2 m dengan daya
dukung tanah sekitar 12 t/m2. Daya dukung dibawah lapisan meningkat sampai tanah keras
pada kedalaman 3,4 m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2 )
S-08 0,00 ~ 3,20 30 Clayey Sands and Silts 12
3,20 ~ 3,40 168 Dense or Cemented Sand 112
Titik sondir pada Formasi Jatiluhur, Anggota Napal dan Batupasir Kuarsa (Mdm) Terdiri
dari napal abu-abu tua, batulempung napalan, serpih lempungan dengan sisipan-sisipan
batupasir kuarsa, kuarsit dan batugamping napalan (Sudjatmiko, 1972). Sedangkan
berdasaran hasil pemetaan geologi, didapat bahwa disekitar area S-09 dan S-10
ditemukan singkapan batugamping pasiran.
Lapisan top soil (Stiff - Insensitive Non Fissured Inorganic Clay) memiliki ketebalan sekitar 2,6
m dengan daya dukung tanah sekitar 6 t/m2. Dibawah lapisan ini terdapat lapisan Medium
Sand (tanah asli) hingga kedalaman 4 m dengan daya dukung tanah sekitar 36 t/m2. Daya
dukung dibawah lapisan meningkat sampai tanah keras pada kedalaman 4,2m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2 )
S-09 0,00 ~ 2,60 14 Stiff - Insensitive Non Fissured Inorganic Clay 6
2,60 ~ 4,00 72 Medium Sand 36
4,00 ~ 4,20 185 Dense or Cemented Sand 123
Lapisan top soil (Organic Clays or Mixed Soils) memiliki ketebalan sekitar 1,2m dengan daya
dukung tanah sekitar 4,3 t/m2. Dibawah lapisan ini terdapat lapisan Sandy and Silty Clays
(tanah asli) hingga kedalaman 3,2 m dengan daya dukung tanah sekitar 17 t/m2. Daya dukung
dibawah lapisan meningkat sampai tanah keras pada kedalaman 3,4m.
Kedalaman qc Qa
Sondir 2 Deskripsi
(m) (kg/cm ) (t/m 2 )
S-10 0,00 ~ 1,20 13 Organic Clays or Mixed Soils 4,3
1,20 ~ 3,20 43 Sandy and Silty Clays 17
3,20 ~ 3,40 150 Dense or Cemented Sand 100
Pemboran dilakukan menggunakan mesin bor Acker dan Tone TDC. Total kedalaman
pemboran adalah 140 M yang dibagi menjadi 5 titik lokasi pemboran: 3 titik di alternatif
rencana bendungan 1 dan 2 titik di alternatif rencana bendungan 2. Informasi yang diperoleh
dari pelaksanaan ini adalah sampel coredrill, RQD dari deskripsi inti bor, SPT, dan
Pengamatan muka air tanah. Hasil dari pekerjaan ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Informasi
mengenai pelaksanaan pemboran tampak pada tabel di bawah ini :
1. BH-01
Pemboran inti pada titik BH-01 dilakukan pada lokasi as alternatif bendungan 1 yang berada
ditengah hutan dekat TPU Desa Cariu. Batuan penyusun dibawah permukaan didominasi oleh
pasir pada bagian atas dan lempung pada bagian bawah serta di selingi oleh gravel, breksi
dan pasir tufan, medium strength, SPT >50.
2. BH-02
Pemboran inti pada titik BH-02 dilakukan pada lokasi as bendungan 1 yang berada dipinggir
sungai cibeet. Dengan kedalaman pemboran mencapai 50 meter. Batuan penyusun bawah
permukaannya yaitu didominasi oleh lempung lanauan dan lanau pasiran dengan warna abu-
abu hingga abu – abu gelap, medium strength, SPT>50.
3. BH-03
Pemboran inti pada titik BH-03 dilakukan pada lokasi as bendungan 1 yang berada di kebun
warga. Dengan kedalaman pemboran adalah 20 meter. Batuan penyusun bawah
permukaannya didominasi oleh batulempung dan batulanau pasiran dengan warna
batulempung abu-abu hingga abu-abu gelap dan batulanau pasiran degan warna abu-abu
hingga abu-abu terang, medium strength, SPT >50.
4. BH-04
Pemboran inti pada titik BH-04 dilakukan pada lokasi as bendungan 2 yang berada di pinggir
sungai Cibeet daerah Cibautiga. Dengan kedalaman pemboran adalah 35 meter. Batuan
penyusun bawah permukaannya didominasi oleh pasir halus dengan warna abu-abu sampai
dengan abu-abu gelap.
5. BH-05
Pemboran inti pada titik BH-05 dilakukan pada lokasi as bendungan 2 yang berada di kawasan
ternak kandang sapi. Dengan kedalaman pemboran adalah 15 meter. Batuan penyusun
bawah permukaannya hampir sama dengan di BH-04 yaitu didominasi oleh pasir halus dan
pasir lanauan dengan warna abu-abu sampai dengan abu-abu gelap, medium strength, SPT
>50.
Pelaksanaan Standard Penetration Test dilakukan pada interval kedalaman 5 meter pada titik
bor BH-01, BH-03 dan BH-05. Pada litologi batuan SPT tidak dilaksanakan dengan
menganggap nilai SPT > 50 blows/ft. Nilai SPT pada setiap titik bor SPT > 50 blows/ft.
Pengambilan sample uji telah dilakukan di lapangan pada setiap titik pemboran. Informasi
pengambilan sample uji dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Pengamatan muka air tanah dilakukan secara manual, dengan memasukkan alat ukur
kedalam lubang bor hingga pada posisi kedudukan muka air tanah (water table). Pengamatan
dilakukan sebelum pekerjaan pemboran dilaksanakan pada pagi hari dan setelah pekerjaan
selesai sore hari. Pengamatan ini tidak seakurat menggunakan alat piezometer sehingga data
yang sesungguhnya dari phreatic surface tidak dapat ditentukan secara akurat. Hasil uji
permeabilitas in-situ tampak pada Lampiran 5.
Data hasil pengamatan muka air tanah pada lubang pemboran tampak pada tabel dibawah ini.
Hasil uji Permeabilitas pada pemboran tampak pada tabel dibawah ini, untuk data tes uji
peemeabilitas disajikan dalam lampiran 2.
1. Data Uniaxial Compressive Strength atau Point Load Index dari batuan
2. Data Rock Quality Designation(RQD)
3. Data lebar bukaan kekar, kerapatan kekar
4. Data kondisi dari bidang kekar. Apakah kasar, halus atau terisi mineral lain
5. Data muka air tanah, atau kemungkinan pengumpulan air tanah oleh karena
perbedaan lapisan maupun keadaan struktur geologi
6. Data arah kekar terhadap arah bangunan
Tabel 4.16. Nilai Rock Mass Rating pada setiap lapisan kedalaman pemboran
Bore
Depth (m) RMR Remarks
Hole
0 - 0,2 0 Soil
0,2 - 1 0 Soil
1 - 1,9 0 Soil
1,9 - 4,6 0 Soil
4,6 - 5 0 SPT
5 - 5,4 0 Soil (boulder)
5,4 - 9,5 65
9,5 - 10 0 SPT
BH-1 9,5 - 10,4 0 Soil (boulder)
10,4 - 11 56
11 - 11,2 0 Soil (boulder)
11,2 - 11,5 52
11,5 - 11,7 0 Soil (boulder)
11,7 - 12 0 Soil (boulder)
12 - 13 61
13 - 19,55 73
19,55 - 20 0 SPT
0 - 4,8 0 Soil
4,8 - 10 66
10 - 19,8 71
BH-2
19,8 - 20,5 69
20,5 - 35 71
35 - 50 71
0 - 0,8 0 Soil
0,8 - 1,1 52
1,1 - 1,6 52
1,6 - 4,1 57
4,1 - 4,4 54
4,4 - 4,5 54
4,5 - 5 0 SPT
BH-3
5 - 6 50
6 - 7 5
7 - 8 47
8 - 9 57
9 - 10 54
10 - 15 67
15 - 20 56
BH-4 0 - 1,3 0 Soil
Bore
Depth (m) RMR Remarks
Hole
1,3 - 2,6 0 Soil
2,6 - 4,1 64
4,1 - 5 59
5 - 10 71
10 - 15 66
15 - 20 71
20 - 25 71
25 - 30 72
30 - 35 67
0 - 3 62
3 - 5 62
BH-5
5 - 10 72
10 - 15 72
Nilai Rock Mass Rating (RMR) sampai dengan akhir pemboran pada BH-1 (20 m) berkisar antara 52-
73, BH-2 (50 m) berkisar antara 66-71, BH-3 (20 m) berkisar antara 52-67, BH-4 (35 m) berkisar
antara 59-72, dan BH-5 (15 m) berkisar antara 62-72.
Tabel 4.18. Design parameter & engineering properties of Rock Mass (Bieniawski, 1979 &
Bis Code)
Pekerjaan test pit dilakukan sebanyak 12 titik. Hasil uji test pit secara detail dapat dilihat pada
Log Test Pit (Lampiran 4). Gambaran setiap hasil uji adalah sebagai berikut :
TP-01 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-01 hanya mencapai kedalaman 1,5 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,5 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TP-02 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-02 hanya mencapai kedalaman 1,5 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,5 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TP-03 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-03 hanya mencapai kedalaman 1,2 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,2 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TP-04 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-04 hanya mencapai kedalaman 1 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih dalam
dari 1 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan penggalian test
pit yang lebih dalam lagi.
TP-05 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-05 hanya mencapai kedalaman 1,2 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,2 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TP-06 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-06 hanya mencapai kedalaman 1,6 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,6 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TP-07 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-07 hanya mencapai kedalaman 1,7 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,7 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TP-08 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-08 hanya mencapai kedalaman 1,5 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,5 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TP-09 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TP-09 hanya mencapai kedalaman 1,1 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,1 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TPB-1 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TPB-1 hanya mencapai kedalaman 1,5 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,5 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TPB-2 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TPB-2 hanya mencapai kedalaman 1,5 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,5 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TPB-3 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TPB-3 hanya mencapai kedalaman 1,5 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,5 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
TPB-4 menunjukkan bahwa lapisan tanah yang terdapat pada titik tersebut merupakan
hasil pelapukan dari batuan yang berada pada kedalaman di bawahnya. Penggalian pada
titik TPB-4 hanya mencapai kedalaman 1,7 m dikarenakan pada kedalaman yang lebih
dalam dari 1,7 m sudah merupakan batuan keras, sehingga tidak dapat dilakukan
penggalian test pit yang lebih dalam lagi.
Gambar 4.9. Daftar Koordinat Lokasi Pelaksanaan Test Pit
No Test Pit Waktu Koordinat UTM
Pelaksanaan X (m) Y (m)
1 TP-01 29 Juli 2016 736735 9279596
2 TP-02 29 Juli 2016 736802 9279484
3 TP-03 29 Juli 2016 736638 9279696
4 TP-04 29 Juli 2016 737123 9279447
5 TP-05 30 Juli 2016 736067 9278893
6 TP-06 30 Juli 2016 736255 9278911
TP-01 TP-02
TP-07 TP-08
TP-09 TPB-1
TPB-2 TPB-3
TPB-4
Pengujian laboratorium dilakukan pada contoh-contoh tanah yang terambil dari lapangan, baik
contoh tanah asli maupun contoh tanah terganggu, sehingga parameter dan sifat-sifat
tanahnya baik sifat fisis maupun sifat tekniknya dapat diketahui. Semua pengujian
laboratorium dilakukan menurut prosedur ASTM dengan beberapa modifikasi yang
disesuaikan dengan keadaan dan kondisi tanah yang diuji.
Hasil uji laboratorium mekanika tanah dapat dilihat pada Lampiran 7. Rekapitulasi hasil
pengujian laboratorium mekanika tanah untuk setiap contoh tanah yang dilakukan tampak
pada Tabel di bawah ini.
Atterberg limits
Depth Index Test Particle Size Distribution
USCS
Analisis
No. Point Gs wL wP lP SL
(m) Wn gm gd Gravel Sand Silt Clay
3 3
% Mg/m Mg/m % % % % % % % %
1 TPB-1 1.00 - 1.50 CH 2.532 25.77 1.708 1.358 58.15 19.14 39.01 12.64 0.00 27.88 49.37 22.75
2 TPB-2 1.00 - 1.50 CH 2.559 21.44 1.469 1.210 79.83 20.57 59.26 9.31 0.00 17.48 52.24 30.28
3 TPB-3 1.00 - 1.50 CH 2.578 23.94 1.591 1.284 71.16 22.51 48.65 13.20 0.00 15.70 59.28 25.02
4 TPB-4 - CL 2.577 44.55 21.41 23.14 14.76 0.00 34.10 46.22 19.68
5 TP-1 1.00 - 1.50 CH 2.566 23.31 1.391 1.128 59.33 22.76 36.57 13.30 0.00 13.85 54.80 31.35
6 TP-2 1.00 - 1.50 CH 2.545 21.69 1.777 1.460 82.48 21.00 61.48 9.97 0.00 21.85 49.58 28.57
7 TP-3 0.70 - 1.20 CH 2.585 25.74 1.803 1.434 91.18 25.16 66.02 11.96 0.00 26.20 47.46 26.34
8 BH-1 1.50 - 2.00 CH 2.553 58.32 19.23 39.09 13.37 0.00 29.13 50.43 20.44
9 BH-3 1.50 - 2.00 CL 2.536 43.73 20.10 23.63 14.63 0.00 20.47 54.90 24.63
10 BH-5 3.50 - 4.00 CH 2.563 51.99 15.51 36.48 10.60 0.00 22.63 49.05 28.32
Triaxial UU Compaction
Depth Consolidation Direct Shear
USCS
Total Stress
No. Point
(m) Cv Cc C Wopt gdmax C
cm/sec kg/cm2 deg g/cm 3 deg kg/cm2 deg
1 TPB-1 1.00 - 1.50 CH 1.395E-04 0.145 0.613 1.899 31.31 1.373 0.41 22.29
2 TPB-2 1.00 - 1.50 CH 1.283E-04 0.177 0.482 1.933 39.30 1.231 0.34 18.88
3 TPB-3 1.00 - 1.50 CH 1.551E-04 0.429 0.431 1.988 36.78 1.294 0.29 16.38
Setelah dimasukan ke Laboratorium Mekanika Tanah dan diuji Index Propertis lalu keluar hasil
nya seperti pada tabel diatas, lalu untuk mengetahui daerah mana yang memiliki kandungan
atau jenis Expansive clay maka dimasukan ke dalam grafik klasifikasi menurut Seed
Woodward & Landgreen, 1962.Ada beberapa lokasi yang setelah di analisis memiliki
kandungan Expansive Clay yang harus diperhatikan diantaranya, yaitu :
o TP-2, berada pada daerah As bendungan 1
o TP-3, berada pada daerah As bendungan 1
o BH-1, berada pada daerah As bendungan 1
o TPB-2, berada pada barat daya daerah area bendungan
o TPB-3, berada pada barat daya daerah area bendungan
TPB-2
BH-1
Gambar 4.13. Grafik Klasifikasi Untuk tanah lempung expansif berdasarkan Aktivitas dan Persen
tanah liat (Seed Woodward & Landgreen, 1962)
Setiap titik bor diambil satu contoh batuan utuh hasil pemboran (intact rock). Pada setiap
contoh tersebut mempunyai litologi claystone and sandstone. Hasil uji laboratorium mekanika
batuan dapat dilihat pada Lampiran 7. Rekapitulasi hasil uji laboratorium mekanika batuan
tampak pada Tabel dibawah ini.
Pengujian petrografi dilakukan untuk mengetahui litologi batuan dan mineral pembentuknya.
a b c d e f g h i j k l a b c d e f g h i j k l
_! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! _! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
1 1
- -
2 2
- -
3 3
- -
4 4
- -
5 5
- -
6 6
- -
7 7
- -
8 8
- -
9 9
- -
0 _ 0 _
Gambar 4.14. Sayatan Batupasir gampingan a) Kedudukan lensa nikol sejajar, b) Kedudukan lensa
nikol bersilang
a b c d e f g h i j k l a b c d e f g h i j k l
_! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! _! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
1 1
- -
2 2
- -
3 3
- -
4 4
- -
5 5
- -
6 6
- -
7 7
- -
8 8
- -
9 9
- -
0 _ 0 _
Gambar 4.15. Sayatan glukonit sandstone a) Kedudukan lensa nikol sejajar, b) Kedudukan lensa nikol
bersilang
Litologi Batuan Area alternatif bendungan 1, litologi Bendungan alternatif 2, dicirikan oleh litologi
penyusun didominasi berupa Lanau pasiran batupasir halus dengan karateristik berbutir
dengan karateristik berwarna abu-abu hingga halus hingga sangat halus. Terletak pada
abu-abu gelap, plastisitas sedang hingga formasi antara Formasi Subang (Msc) dan
rendah, kering, kaku hingga sangat kaku, Jatiluhur (Mdm) dalam Geologi Regional,
pecah-pecah dan getas, dan agak keras, serta Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972).
lempung. Terletak pada Formasi Subang (Msc)
pada Geologi Regional Lembar Cianjur
(Sudjatmiko,1972)
Struktur Geologi Dijumpai adanya indikasi sesar yang Dijumpai adanya indikasi sesar yang
memanjang dari utara - selatan tetapi lebih memanjang dari utara - selatan tetapi lebih
tepatnya jauh berada pada daerah selatan tepatnya jauh berada pada daerah selatan
daerah Alternatif 1, terlihat dari strike/dip daerah Alternatif 2, terlihat dari strike/dip
batuan atau arah perlapisan batuan yang tidak batuan atau arah perlapisan batuan yang
beraturan yang menunjukan adanya tidak beraturan yang menunjukan adanya
perubahan arah lapisan serta tedapat perubahan arah lapisan serta tedapat
perubahan arah kelokan sungai yang perubahan arah kelokan sungai yang
diakibatkan oleh adanya struktur geologi atau diakibatkan oleh adanya struktur geologi
patahan. atau patahan.
GEOTEKNIK
Sondir Pada alternatif 1 terdapat 6 titik sondir (S1 - S6Pada alternatif 2 terdapat 4 titik sondir (S7 -
). Dari hasil uji sondir daya dukung tanah S10 ). Dari hasil uji sondir daya dukung tanah
meningkat dari permukaan hingga kedalaman meningkat dari permukaan hingga
6 m, dimana daya dukung pada kedalaman 6m kedalaman 4m, dimana daya dukung pada
berkisar antara 60 ton/m2 – 80 ton/m2. kedalaman 4m berkisar antara 60 ton/m2 – 80
ton/m2.
Test Pit Pada alternatif 1 terdapat 4 titik Testpit (TP1 - Pada alternatif 1 terdapat 5 titik Testpit (TP5 -
TP4), penggalian mencapai kedalaman rata- TP9), penggalian mencapai kedalaman rata-
rata 1 - 1,5 m sampai mencapai batuan keras. rata 1,1 - 1,7 m sampai mencapai batuan
keras.
Pemboran Pada alternatif 1 terdapat 3 titik pengeboran Pada alternatif 2 terdapat 2 titik pengeboran
yaitu, BH-1 (20 m), BH-2 (50 m) dan BH-3 (20 yaitu, BH-4 (35 m) dan BH-5 (15 m). Lapisan
m). Lapisan Top soil berkisar 3 - 5 m. Uji Top soil berkisar 1,3 - 2,6 m. Uji Standard
Standard Penetration Test (SPT) didapatkan Penetration Test (SPT) didapatkan nilai
nilai SPT > 50 blows/feet berkisar antara SPT>50 blows/feet berkisar antara
kedalaman 2 – 4m, dimana daya dukung tanah kedalaman 2 – 4m, dimana daya dukung
pada kedalaman tersebut >60 ton/m2. tanah pada kedalaman tersebut > 60 ton/m2.
BAB - 5
Area alternatif bendungan 1, dicirikan oleh litologi penyusun didominasi berupa Lanau pasiran
dengan karateristik berwarna abu-abu hingga abu-abu gelap, plastisitas sedang hingga
rendah, kering, kaku hingga sangat kaku, pecah-pecah dan getas, dan agak keras, serta
lempung. Terletak pada Formasi Subang (Msc) di dalam Geologi Regional, Lembar Cianjur
(Sudjatmiko, 1972).
Lapisan top soil (pasir lempungan - pasir gravelan) ditemukan pada area abutment kanan
yang mempunyai ketebalan berkisar antara 3 – 5 m. Pada abutment kiri terdapat lapisan top
soil (pasir sangat halus, pasir tufan dan pasir gravelan) dan endapan sungai yang berada di
tengah (bongkah hingga kerikil, gravel) yang mempunyai ketebalan sekitar 5 m. Lapisan top
soil dan endapan sungai disarankan untuk dilakukan pengupasan.
Dibawah lapisan top soil dan endapan sungai terdapat lapisan lempung pasiran, pasir sangat
halus dan pasir lanauan dengan ketebalan berkisar antara 2.6 m – 13m. lanau pasiran hadir
dibawah lempung dan pasir sangat halus hingga akhir pemboran.
BH-03 (0-5m)
Gambar 5.2. Foto Core Box BH-1, BH-2 dan BH-3 pada kedalaman 0-5m
Gambar 5.3. Daya dukung pondasi berdasarkan data sondir area bendungan alternatif 1
Dari hasil uji sondir daya dukung tanah meningkat dari permukaan hingga kedalaman 6m,
dimana daya dukung pada kedalaman 6m berkisar antara 60 ton/m2 – 80 ton/m2. Sedangkan
dari uji Standard Penetration Test (SPT) didapatkan nilai SPT > 50 blows/feet berkisar antara
kedalaman 2 – 4m, dimana daya dukung tanah pada kedalaman tersebut >60 ton/m2.
Bendungan alternatif 2, dicirikan oleh litologi batupasir halus dengan karateristik berbutir halus
hingga sangat halus. Terletak antara Formasi Subang (Msc) dan Jatiluhur (Mdm) dalam
Geologi Regional, Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972)
Gambar 5.5. Foto Core Box BH-4 dan BH-5 pada kedalaman 0-5m
Pada abutment kiri terdapat langsung lapisan yang cukup keras (pasir lanauan) yang
mempunyai ketebalan sekitar 3 – 8 m. Lapisan top soil (pasir halus) dan endapan sungai (pasir
gravelan – boulder) ditemukan pada area abutment kanan yang mempunyai ketebalan
berkisar antara 1.3 – 2.6m. Lapisan top soil dan endapan sungai disarankan untuk dilakukan
pengupasan.
Dibawah lapisan top soil dan endapan sungai terdapat lapisan pasir lanauan hingga lanau
dengan ketebalan berkisar antara 2.6 m – 10m. Pasir halus hadir dibawah lapisan pasir
lanauan dan lanau hingga akhir pemboran.
Dari hasil uji sondir daya dukung tanah meningkat dari permukaan hingga kedalaman 4m,
dimana daya dukung pada kedalaman 4m berkisar antara 60 ton/m2 – 80 ton/m2. Sedangkan
dari uji Standard Penetration Test (SPT) didapatkan nilai SPT>50 blows/feet berkisar antara
kedalaman 2 – 4m, dimana daya dukung tanah pada kedalaman tersebut > 60 ton/m2.
Gambar 5.6. Daya dukung pondasi berdasarkan data sondir area bendungan alternative 2
Harga-harga minimum angka rembesan, WCR (Lane, 1934) pada pondasi Bendungan.
Berdasarkan deskripsi, di bawah tubuh bendungan alternative 1 dan 2 berupa “batu pasir”
dapat dikategorikan coarse sand sehingga minimum WCR > 5. Walaupun demikian nilai ini
bukan merupakan atau dijadikan sebagai acuan. Analisis rembesan (seepage analysis)
sebaiknya dilakukan.
Nilai permeabilitas pada setiap lobang bor menunjukkan, bahwa secara umum
nilai permeabilitas termasuk kategori menengah (medium permeability) hingga
rendah..
Dari hasil uji permeabilitas berkisar antara k =1.04E-04 cm/s - 1.87E-06 cm/s.
Sesuai dengan The Japan Highway Association (1999), kondisi lereng yang mengacu
penmpang geologi tiap alternative bendungan termasuk dalam kategori batupasir dan batu
lempung soft rock. Dari tabel tersebut direkomendasi lereng pada daerah abutment
bendungan kiri dan kanan dengan perbandingan kemiringan lereng V : H yaitu minimum 1:1.2.
Tabel 5.2. Cut Slope Criteria (The Japan Highway Association, 1999)
Height of Cut
Condition of Slope Slope (V:H)
slope (h)
Hard Rock 1:0,3 ~ 1:0,8
Soft Rock 1:0,5 ~ 1:1,2
Not Dense and
Sand 1:1,5 ~
Irregular Gradation
≤ 5m 1:0,8 ~ 1:1,0
Dense
5 ~ 10m 1:1,0 ~ 1:1,2
Sandy Soil
≤ 5m 1:1,0 ~ 1:1,5
Not Dense
5 ~ 10m 1:0,8 ~ 1:1,2
Dense or Smooth ≤ 10m 1:0,8 ~ 1:1,0
Sand and grevel or Sandy soil
Gradation 10 ~ 15m 1:1,0 ~ 1:1,2
with rock fragment/block
Not Dense or ≤ 10m 1:1,0 ~ 1:1,2
(boulder)
Irregular Gradation 10 ~ 15m 1:1,2 ~ 1:1,5
Clayey to Silty Soil ≤ 10m 1:0,8 ~ 1:1,2
Clayey to Silty Soil with gravel, ≤ 5m 1:1,0 ~ 1:1,2
boulder or rock fragment/block 5 ~ 10m 1:1,2 ~ 1:1,5
Material rencana borrow area berupa lempung lanauan. Daerah burrow area berada di bagian
tenggara daerah penyelidikan dengan jarak sekitar 2.9 km dari lokasi studi. Luas burrow area
sekitar 1000 m2, dengan volume material bahan galian sekitar 3 juta m3 (asumsi ketebalan 3m
berdasarkan data penggalian parit uji di lapangan) dimana lithology bedrock berupa batupasir
kuarsa, batulempung napalan dan batugamping napalan (pada peta geologi regional temasuk
ke dalam formasi Jatiluhur).
Dari hasil uji kompaksi pada TPB-4 (lempung lanuan berpasir) didapatkan kadar air optimum
sebesar 23.44% dengan kepadatan kering maximum sebesar 1.47 t/m3. Pada pelaksanaan
pemadatan disarankan menjaga kadar air optimum untuk mendapatkan kepadatan maksimum.
Lokasi Quarry berada disebelah tenggara lokasi pekerjaan dengan jarak kurang lebih sekitar
9.5 Km. Dengan luas sekitar 5,32 km2 dan asumsi ketebalan yang pengambilan 5m, maka
volume diperkirakan sekitar 26.150.000 m3.
BAB - 6
6.1. KESIMPULAN
Alternatif 1
a. Dari pembagian zona secara fisiografi lokasi penelitian berada pada Zona Bogor,
sedangkan secara Geologi lokasi pekerjaan berada pada Formasi Subang (Msc) dan
Formasi Jatiluhur (Mdm) (pada Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa Barat (Sudjatmiko,
1972). Posisi bendungan alternatif 1 (BH-1, BH-2 dan BH-3) berada terletak pada
Formasi Subang (Msc) di dalam Geologi Regional, dicirikan oleh litologi penyusun
didominasi berupa Lanau pasiran dengan karateristik berwarna abu-abu hingga abu-abu
gelap, plastisitas sedang hingga rendah, kering, kaku hingga sangat kaku, pecah-pecah
dan getas, dan agak keras, serta lempung.
b. Pada bendungan alternatif 1, Lapisan top soil (pasir lempungan - pasir gravelan)
ditemukan pada area abutment kanan yang mempunyai ketebalan berkisar antara 3 – 5
m. Pada abutment kiri terdapat lapisan top soil (pasir sangat halus, pasir tufan dan pasir
gravelan) dan endapan sungai yang berada di tengah (bongkah hingga kerikil, gravel)
yang mempunyai ketebalan sekitar 5 m.
Alternatif 2
a. Dari pembagian zona secara fisiografi lokasi penelitian berada pada Zona Bogor,
sedangkan secara Geologi lokasi pekerjaan berada pada Formasi Subang (Msc) dan
Formasi Jatiluhur (Mdm) (pada Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa Barat (Sudjatmiko,
1972). Alternatif 2 (BH-4 dan BH-5) terletak pada formasi antara Formasi Subang (Msc)
dan Jatiluhur (Mdm) dalam Geologi Regional, dengan litologi batupasir halus dengan
karateristik berbutir halus hingga sangat halus.
b. Pada bendungan alternative 2, pada abutment kiri terdapat langsung lapisan yang cukup
keras (pasir lanauan) yang mempunyai ketebalan sekitar 3 – 8 m. Lapisan top soil (pasir
halus) dan endapan sungai (pasir gravelan – boulder) ditemukan pada area abutment
kanan yang mempunyai ketebalan berkisar antara 1.3 – 2.6m
Geomorfologi daerah penelitian masuk ke dalam satuan geomorfologi dataran rendah
hingga perbukitan rendah dilihat dari kemiringan lereng dan elevasi aa ketinggian di
lapangan yaitu sekitar 0 – 2 % dan 7 – 20 % dengan elevasi 50 – 100 mdpl dan 50 – 200
mdpl. Jadi lokasi pekerjaan tidak termasuk dalam kategori curam yang rawan longsor.
Struktur Geologi yang berkembang pada daerah penelitian terdapat lipatan- lipatan yang
disebabkan perbedaan strike/dip atau arah perlapisan. Didapat indikasi adanya sesar
yang memanjang dari utara hingga selatan tetapi lebih tepatnya jauh pada daerah selatan
lokasi pekerjaan, terlihat dari strike/dip batuan atau arah perlapisan batuan yang tidak
beraturan yang menunjukan adanya perubahan arah lapisan serta terdapat perubahan
arah kelokan sungai yang diakibatkan oleh adanya struktur geologi atau patahan.
Dari hasil pengeboran geoteknik dan korelasinya, serta pemetaan geologi, daerah
penelitian tersusun atas 4 satuan stratigrafi, yaitu ; Satuan Batupasir gampingan (Bpg),
Satuan Batulempung (Bl), Satuan Batupasir lapuk (Bl) dan Endapan Aluvium Sungai (Al).
Satuan Batuan tersebut merupakan batuan yang massive, elastisitas sedang hingga
tinggi dan cenderung semi permeable.
Lokasi pekerjaan (Bendungan alternative 1 dan 2) mempunyai nilai Z sebesar 1,00, faktor
koreksi untuk diluvium sebesar 1.0 dan masuk dalam kategori kelas ekstrem (IV),
koefisien gempa pada periode ulang 200 tahun (tanpa kerusakan) sebesar 0.260g; untuk
periode ulang 10.000 tahun (MDE), dimana diperkenankan ada kerusakan tapi tidak boleh
terjadi keruntuhan, koefisien gempa sebesar 0.392g.
Dari hasil uji kompaksi pada TPB-4 (lempung lanauan berpasir) didapatkan kadar air
optimum sebesar 23.44% dengan kepadatan kering maximum sebesar 1.47 t/m3. Pada
pelaksanaan pemadatan disarankan menjaga kadar air optimum untuk mendapatkan
kepadatan maksimum.
Quarry area disarankan berada di tenggara lokasi pekerjaan dengan jarak kurang lebih
sekitar 9.5 Km , dengan lithologi quarry material berdasarkan peta geologi regional yaitu
intrusi – intrusi yang umumnya tersusun dari plagioklas menengah dari hornblende di
sekitar Gunung Sanggabuwana dan Gunung Parang. Dengan luasan sekitar 5,32 km2
dan asumsi ketebalan yang pengambilan 5m, maka volume diperkirakan sekitar
26.150.000 m3 .
6.2. SARAN
Lapisan top soil dan endapan sungai disarankan untuk dilakukan pengupasan pada
bendungan alternatif 1 berkisar antara 3-5m sedangkan bendungan alternatif 2 berkisar
antara 1.3 – 3.6m.
Perlu ada lagi tinjauan penyelidikan tambahan untuk konfirmasi Zona Sesar (diperlukan
lagi mapping geologi detail).
Desain yang disarankan yaitu Flexible Structure dan Bendungan Tanah Homogen atau
Isian Batu (Rock Fill dengan Inti Tanah)
Diperlukannya Mapping Geotek dan plotting secara tepat untuk penyebaran Expansive
Clay, dengan Tespit tambahan dan labtest (Soil)
Kemiringan lereng pada area abutmen bendungan kiri dan kanan direkomendasikan
maksimal V : H = 1:1.2.
Disarankan untuk melakukan groundwater modeling disekitar area bendungan dan
genangan untuk menentukan pola aliran air tanah.
Disarankan untuk melakukan melakukan pemetaan geoteknik detail pada area
bendungan terpilih dan genangan untuk mengetahui intensitas fracture permukaan. Salah
satu tujuan pekerjaan ini untuk mengetahui stabilitas lereng area genangan dan
bendungan terpilih.