Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323943765

KONSUMERISME

Preprint · March 2018


DOI: 10.13140/RG.2.2.31101.26084

CITATIONS READS
22 1,882

1 author:

M Chairul Basrun Umanailo


University of Iqra Buru
36 PUBLICATIONS   289 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by M Chairul Basrun Umanailo on 22 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KONSUMERISME

Oleh : M. Chairul Basrun Umanailo


Historisme
Memahami sebuah teori merupakan sebuah gambaran umum yang harus kita telusuri
hingga ditemukan titik awal kelahirannya, begitu pula ketika memahami teori konsumsi
sebagai awal wacana konsumerisme, haruslah kita pahami sebagai awal dari perkembangan
manusia dalam mengembakan pola pemenuhan kebutuhannya.
Sejak Revolusi Industri dan revolusi-revolusi abad ke XIX, kebahagiaan memiliki
arti dan fungsi ideologis maka kebahagiaan harus terukur. Kebahagiaan bathiniah yang
terwujud melalui simbol maupun pemaknaan ditolak oleh cita-cita konsumsi. Kebahagiaan
didasarkan pada prinsip-prinsip individualis dan diperkuat oleh Tables de Droits de
I’Homme et de Citoyen (Daftar Hak-hak Manusia dan Warga Negara) yang secara eksplisit
1
mengenalkan kembali hak kebahagiaan pada semua orang. ”Revolusi Kemapanan” adalah
pewaris dan pelaksana pesan-pesan Revolusi Borjuis yang memiliki thesis implisit; semua
orang sama di depan nilai guna suatu objek dan barang (padahal objek dan barang tidak
2
sama dan terbagi di depan nilai tukar). Tiap orang juga diberikan kebebasan yang sama
untuk memiliki sumber-sumber penghidupan yang pada akhirnya akan melahirkan
liberalisasi sistem pencapaian pemenuhan kebutuhan.
Istilah kelimpahruahan didefenisikan sebagai keseimbangan produk manusia dan
tujuan manusia, orang-orang primitif tidak mempunyai apa-apa sebagai milik pribadi,
mereka tidak dihantui oleh objeknya, yang mereka pikirkan adalah bagaimana dapat
berpindah ke tempat yang lebih baik. Mereka sangat royal mengonsumsi sesuatu langsung
3
habis tidak terhitung secara ekonomi. Kerobohan dan Keborosan kolektif, ciri khas
masyarakat primitif merupakan tanda kelimparuahan yang nyata. Bahwa segala sumberdaya
yang dimiliki merupakan suatu realitas keterhubungan antara manusia dengan lingkungan.
Mereka kemudian tidak tertantang untuk mempertahankan, sebab bagi mereka hanya
ekploitasi sumber yang dianggap melampaui apa yang mereka butuhkan, tidak perlu

1
Jean Baudrillard. 2013. Masyarakat Konsumsi.
2
ibid.
3
ibid.
diperbaharui, cukup mengambil hasil dan berpindah pada situs baru yang lebih memiliki
sumberdaya yang banyak.
Logika Dasar
Konsumsi diartikulasikan dalam rangkaian yang merupakan urutan mitologi dari
sebuah cerita; manusia yang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang banyak menuju pada
objek yang memberinya kepuasan. Karena bagaimanapun juga manusia itu tidak pernah
merasa puas, cerita yang sama terulang terus dengan kenyataan yang sudah hilang dari
cerita-cerita kuno. Manusia adalah mahluk individu yang mempunyai kebutuhan yang
dibawa untuk dipuaskan, juga bukan karena konsumen ialah mahluk yang bebas, sadar dan
seharusnya tahu apa yang dia inginkan.
Tujuan ekonomi bukanlah memaksimalkan produk untuk individu, tetapi
4
maksimalisasi produk yang berhubungan dengan sistem nilai masyarakat. Konsumsi adalah
sebuah perilaku aktif dan kolektif, ia merupakan sebuah paksaan, sebuah moral, konsumsi
adalah sebuah institusi. Ia adalah keseluruhan nilai, istilah ini berimplikasi sebaai fungsi
5
interasi kelompok dan integrasi kontrol sosial . Tujuan konsumsi merupakan paksaan dan
dilembagakan bukan sebagai hak atau sebagai kesenangan, tetapi sebagai tugas dari warna
6
negara (sebuah analisis struktural). Semua ini merupakan konstruksi sosial atas realitas
ekonomi, seperti halnya sebuah Fakta Sosial yang bersifat eksternal, dan memaksa. Kita
semakin sulit menghindar struktur nilai yang adaa pada masyarakat, ketika nilai itu sudah
terinternalisasi dalam suatu proses kehidupan sosial. Jadi, bagaimana pun juga ada
determinasi antara nilai ekonomi yang memaksa serta penguasaan modal dan kekuasaan atas
logika dasar tujuan ekonomi.
Kita bisa mengikuti aturan sejarah sistem industrial silsilah/asal usul konsumsi:
1. Tatanan produksi menghasilkan mesin/kekuatan produktif, sistem teknikyang secara
radikal berbeda dengan alat tradisional.
2. Ia menghasilkan modal/kekuatan produktif yang masuk akal, sistem investasi dan
sirkulasi rasional yang secara mendasar berbeda dengan kekayaan dan model
perdagangan sebelumnya.

4
Jean Baudrillard. 2013. Masyarakat Konsumsi hal:74
5
ibid hal:91
6
ibid hal:89
3. Ia menghasilkan kekuatan tenaga kerja bergaji, kekuatan produktif yang abstrak,
tersistematisir, yang secara mendasar berbeda dengan pekerjaan nyata dan dengan
pekerjaan tradisional
4. Terakhir ia melahirkan kebutuhan-kebutuhan, sistem kebutuhan, permintaan/kekuatan
produktif sebagai kumpulan yang dirasionalkan, disatukan, diawasi, melengkapi tiga hal
yang lain dalam proses pengawasan total dengan kekuatan produktif dan dengan
7
produksi.
Semua ideologi konsumsi ingin meyakinkan kita bahwa kita telah memasuki era baru
dan sebuah ”revolusi” kemanusiaan yang menentukan, yang memisahkan zaman yang
menyedihkan dan heroik terhadap produksi dengan zaman eforis konsumsi, dimana ia telah
8
mengembalikan hak pada manusia dan pad keinginannya. Konsumsi adalah sistem yang
menjalankan urutan tanda-tanda dan penyatuan kelompok. Jadi konsumsi itu sekaligus
sebuah moral (sebuah sistem nilai ideologi) dan sistem komunikasi struktur pertukaran.
Menurut hipotesis ini, dan juga paradoks mengenai hal itu munculnya konsumsi
didefenisikan sebagai kenikmatan yang ekslusif. Sebagai logika sosial, sistem konsumsi
didirikan atas dasar pengingkaran keningmatan. Disana kenikmatan tidak lagi muncul sama
sekali sebagai tujuan yang rasional, tetapi sebagai rasionalisasi individu pada suatu proses
yang bertujuan lain. Kenimatan akan memberi batasan konsumsi bagi dirinya, otonom dan
9
akhir konsumsi.

7
ibid hal:82
8
Jean Baudrillard. 2013. Masyarakat Konsumsi hal:92
9
Jean Baudrillard. 2013. Masyarakat Konsumsi hal:87
Teori Konsumsi
Mendeskripsikan konsumsi, berarti kita harus melingkar pemahaman pada sebuah
poros pertemuan antara konsep ekonomi dan Perspektif Sosiologi. Ilmu ekonomi klasik
objek dari semua produksi konsumsi adalah konsumsi dengan individu-individu yang
memaksimalkan kepuasan mereka melalui pembelian. Horkheimer dan Adorno, misalnya
berpendapat bahwa logika komoditas yang sama serta perwujudan rasionalitas instrumental
10
dalam lingkup produksi tampak nyata dalam lingkup konsumsi. Perilaku memenuhi
kepuasan dalam pola transaksi merupakan abstraksi rasio manusia untuk memenuhi
konsumsi yang dimaksud sebagai suatu keinginan.
Pada tahun 1955, ekonom Victor Lebow menyatakan: Tuntutan ekonomi sangat
produktif kami bahwa kami membuat konsumsi cara kita hidup, bahwa kita mengubah
pembelian dan penggunaan barang ke dalam ritual, bahwa kita mencari kepuasan spiritual
kita dan kepuasan konsumsi ego kita. Kita perlu hal-hal yang dikonsumsi, dibakar,
11
dikenakan keluar, diganti dan dibuang pada tingkat yang semakin meningkat
J.F. Lyotard, dalam Libidinal Economy, mendeskripsi bahwa teknologi berfungsi
membebaskan hasrat dari segala penghambat dorongan libido manusia. Ia memenuhi
aktivitas konsumsi manusia yang dapat melahirkan kesenangan dan memberi kepastian.
Teknologi di sini tentunya tidak hanya terbatas pada teknologi informasi dan digital saja,
tetapi juga mencakup hingga ke persoalan rekayasa desain arsitektural. Teknologi dan
idealisme desain arsitektural, terutama desain fasilitas perbelanjaan. kini mulai dieksploitasi
12
sebagai sarana bagi akumulasi modal melalui pemenuhan hasrat konsumsi.
Werner Sombart, Emile Durkheim, dan Thorstein Veblen, menyatakan bahwa
konsumsi merupakan kekuatan besar yang sangat menentukan di balik dinamika dan struktur
sosial dalam sistem kapitalisme modern. Yang lebih akhir, Anthony Giddens juga
mengemukakan bahwa budaya konsumerisme merupakan respon dan terapi terhadap gejala
krisis identitas akibat pluralitas nilai dan pengetahuan di dalam masyarakat post-tradisional.

10
Mike Featherstone. 2008. Postmodernisme dan Budaya konsumnen. hal:32
11
Lebow, Victor. http://hundredgoals.files.wordpress.com/2009/05/journal-of-retailing.pdf
12
Amir Piliang, Yasraf. Dia yang dilipat : Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. 2004. Bandung ;
Jalasutra
Hingga kaum postmodernis seperti Jean Buadrillard juga begitu menyadari fenomena ini
13
dengan pendekatan semiotiknya terhadap budaya konsumerisme.
Menurut Baudrillard munculnya masyarakat konsumen merupakan upaya
mengorganisir kebutuhan masyarakat serta mengintegrasikannya ke dalam sistem yang
dirancang untuk menggantikan semua interaksi terbuka antara kekuatan alam, kebutuhan dan
teknologi. Tekonologi menurut Jean Baudrillard berperan penting, khususnya manusia
sebagai agen yang menyebar imaji-imaji kepada khalayak luas. Keputusan setiap orang
untuk membeli atau tidak, benar-benar dipengaruhi oleh kekuatan imaji tersebut.
Konsumen menurut Bauman adalah seseorang yang mengkonsumsi, seperti makan,
pakaian, kebutuhan bermain untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan seseorang. Dalam
hal ini, uang dalam banyak kasus berperan sebagai 'penengah' antara keinginan dan
kepuasan. Menjadi konsumen juga berarti mengambil alih barang atau jasa untuk
dikonsumsi. Mereka membeli dan membayar sehingga mereka mempunyai hak milik suatu
baran atau jasa, dan bagi orang lain yang ingin menggunakan harus minta ijin terhadap
pemilik hak tersebut. Menurut Bauman bahwa produsen/pekerja dinilai sebagai sebuah
estetika, namun konsumen justru sebaliknya. Konsumen merupakan individu, soliter yang
pada akhirnya minim melakukan kegiatan; suatu kegiatan yang dipenuhi dengan
pendinginan dan membangkitkan, meredakan dan mencambuk keinginan yang muncul
sebagai sensasi pribadi, dan tidak mudah menular. Tidak ada yang namanya 'konsumsi
kolektif'. Memang pada kenyataannya ada konsumen yang bisa mendapatkan kepuasan
secara bersama-sama, tetapi dikemudian hari muncul ketidakpuaasan, karena mereka
14
mengkonsumsi hanya sebagai privasi dan mendapatkan kesenangan.

13
Frank Trentman, “Beyond Consumerism: New Historical Perspectiveson Consumption”, Journal of
contemporary Histoy, vol. 39, No. 3, Jul, 2004
14
Zygmant Bauman. 2005. Work, Konsumerism And The New Poor. Second Edition. Open University Press
Lahirnya Konsumerisme
Werner Sombart, Emile Durkheim, dan Thorstein Veblen, menyatakan bahwa
konsumsi merupakan kekuatan besar yang sangat menentukan di balik dinamika dan struktur
sosial dalam sistem kapitalisme modern. Yang lebih akhir, Anthony Giddens juga
mengemukakan bahwa budaya konsumerisme merupakan respon dan terapi terhadap gejala
krisis identitas akibat pluralitas nilai dan pengetahuan di dalam masyarakat post-tradisional.
Hingga kaum postmodernis seperti Jean Buadrillard juga begitu menyadari fenomena ini
15
dengan pendekatan semiotiknya terhadap budaya konsumerisme.
Budaya konsumerisme terutama muncul setelah masa industrialisasi ketika barang-
barang mulai diproduksi secara massal sehingga membutuhkan konsumen lebih luas. Media
dalam hal ini menempati posisi strategis sekaligus menentukan; yaitu sebagai medium yang
menjembatani produsen dengan masyarakat sebagai calon konsumen. Menurut Werner
Sombart, perkembangan ekonomi ditinjau dari susunan organisasi dan idiologi masyarakat.
Tahapan pertumbuhan ekonomi menurut WernerSombart adalah Zaman perekonomian
tertutup, Zaman perekonomian kerajinan dan pertukangan, Zaman perekonomian kapitalis
(Kapitalis Purba, Madya, Raya,dan Akhir).Karyanya ditulis dalam sebuah buku yang
16
berjudul Der Moderne Kapitalismus (1927).
Hidup manusia adalah proses konsumsi, yakni masyarakat konsumen, artinya dimana
segala sesuatu dijual, dipertukarkan untuk hanya sekedar memenuhi hasrat ingin memiliki
suatu barang, tidak terkecuali objek, pelayanan, tubuh, seks, kultur, ilmu pengetahuan dan
sebagainya, sebagaimana yang djelaskan oleh Baudrillard (1972/ 1981: 147-148) yang
17
dikutip oleh Ritzer
Baudrillard memandang objek konsumsi sebagai sesuatu “yang diorganisir oleh
tatanan produksi” atau dalam artian lain, kenyataanya kebutuhan dan konsumsi adalah
perluasan kekuatan produktif yang diorganisir. Klaim sentral Baudrillard adalah bahwa
objek menjadi tanda (sign) dan nilainya ditentukan oleh sebuah kode. Genosko,
mendefenisikan kode sebagainsistem control tanda. Artinya, “kode dalam pengertian yang

15
Frank Trentman, “Beyond Consumerism: New Historical Perspectiveson Consumption”, Journal of contemporary
Histoy, vol. 39, No. 3, Jul, 2004
16
Bartholomew, Craig. 2001. “Christ and Consumerism: An Introduction” dalam Christ and Consumerism: A
Critical Analysis of the Spirit of the Age.
17
George Ritzer.2003. Teori Sosial Postmodern.
lebih umum merupakan system aturan-aturan guna menggabungkan seperangkat terma yang
stabil dalam pesan. Objek, dalam masalah objek konsumsi ini, adalah bagian dari system
18
tanda.
Setelah perang dunia II, negar utama yang bterlibat yaitu eropa barat, dari dampak
perang ini terjadilah kesulitan dalam ekonomi sebagai akibat tingginya biaya perang. Untuk
memulihkan kembali kondisi akibat perang maka negar-negaraberopa barat dan amerika
serikat melakukan konsolidasi. Hasil konsolidasi itu adalah adanya perunbahan hubungan
antar negara dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Dominasi kapitalisme tidak lagi
diwujudkan dalam penjajahan fisik, tetapi diwujudkan dalam penjajahan non fisik. Sebagai
contoh dibidang ekonomi dibentuknya lembaga-lembaga ekonomi yang pada hakikatnmya
akan mengenmdalikan negara-negara yang baru merdeka, seperti lembaga ekonomi berikut:
world bank yang dibentuk pada tahun 1946, international monetary find (IMF) dibentuk
19
pada tahun 1947, general agreement tariff and trade (GATT) dibentuk pada tahun 1947.

18
Ibid hal:137
19
Samekto. 2005. Kapitalisme Modernisasi dan Kerusakan Lingkungan.
Hypermarket Sebagai Pusat Kebudayaan (contoh kasus)
Sebagai sebuah pasar, hypermarket tidak lagi sekedar berfungsi sebagai arena
transaksi, tetapi juga sebagai temapt akulturasi, tempat belajar, tempat berguru, tempat
mencari nilai-nilai, tempat membangun citra diri, tempat merumuskan eksistensi diri, tempat
mencari makna kehidupan, tempat pertapaan, (mencari ketenangan, menghilangkan stress),
tempat terapi jiwa (mencari kesenangan, kegairahan, kegembiraan), serta tempat upacara
20
ritual abad ke-21 – fashion show, opening ceremony, louching ceremony)
Lewat jutaan tanda dan citra-citra yan dikonstruksi dan disuguhkannya, hypermarket
menjadi sebuah arena pertarungan dan sekaligus kontradiksi tanda-tanda. Ia menciptakan
masyarakat consumer sebagai petarung-petarung semiotika. Ia menjadi sebuah arena
21
pengetesan tanda dan kode-kode social.
Yang dirayakan di dalam hypermarket adalah permainan bebas tanda-tanda. Pilihan
anda adalah sebuah consensus, sebuah verifikasi terhadap kebenaran kode-kode yang telah
dirumuskan oleh anda. Hypermarket adalah bentuk sosialisasi masa depan yang
dikendalikan dari atas oleh para elit, yang di dalamnya dikonstruksi durasi ruang dan waktu,
tempat lalu lintas tidak saja barang dan jasa, tetapi juga tubuh, hasrat dan libido, tempat lalu
lintas kehidupan social (kerja, waktu senggang, makanan, kesehatan, transportasi, hiburan,
media, kebudayaan), tempat bertemunya segala kontradiksi social, ruang waktu bagi
beroperasinya segala bentuk simulacrum kehidupan social, tempat bertemunya segala
22
struktur dan lalu lintas kehidupan.
Hypermarket tidak saja sebagai jalur lalu lintas barang dan jasa, akan tetapi juga lalu
lintas gaya, gaya hidup, identitas, nilai-nilai, yang berganti dan berpindah-pindah tanpa
hentinya, layaknya nomad. Hypermarket dalam hal ini, menjadi sebuah arena pertukaran
23
hasrat. Di dalamnya orang membeli kebenaran (moral, spiritual, social, kultural) dengan
harga yang murah, sementara membeli kesemuan, kepalsuan, ilusi, halusinasi, dan
ekstrimitas dengan harga yang mahal (ekstasi, citraan, kemewahan, prestise.
Menelanjangi Konsumerisme

20
Yasraf Amir Piliang. 2009. Posrealitas. hal:117
21
Ibid.
22
Ibid. hal:118
23
Ibid hal:117
Arus konsumerisme yang melanda negara-negara berkembang seperti Indonesia
mengkondisikan masyarakatnya untuk hidup boros. Oleh karena itu, saatnya mengobarkan
perang melawan konsumerisme. Perang di sini diartikan dengan sikap kritis praktik
konsumtif selama ini, komitmen untuk tidak hidup boros, melakukan skala prioritas
kebutuhan, tidak hanyut oleh iming-iming iklan, dan meningkatkan produktivitas sendiri.
Jangan biarkan, bangsa ini seperti yang digambarkan sastrawan Pramoedya Ananta Toer,
sebagai negara kaya tapi suka mengemis. Sudah mengemis, hidup boros lagi. Suatu yang
24
ironis
Para kapitalis sangat bergangtung pada konsumen untuk menjaga operasi ekonomi
pada tingkat pertumbuhan yang tinngi, kapitalis adalah kekuatan utama bagi penemuan alat
konsumsi baru yang ada, seperti kartu kredit, shopping mall, jaringan tv shopping, katalog-
katalog dll. Dikatakan bahwa jika masyarakat postmodern adalah masyarakat konsumsi
25
maka alat konsumsi baru tersebut adalah elemen kunci dunia postmodern (Ritzer, 2003:
374).
Jane Baudrillard (dalam poster, 1988: 46) kegiatan konsumsi adalah kegiatan
komunikasi. Yang mana ketika kita mengonsumsi sesuatau berarti kita mengkomunikasikan
pada orang lewat perbedaan tanda/ objek. Orang tau kenapa kita lebih memilih beli BMW
dari pada Hyundai. Kita tidak membeli apa yang kita butuhkan tetapi membeli apa yang
26
kode sampaikan kepada kita tentang apa yang seharusnya dibeli
Konsumerisme adalah suatu pola pikir serta tindakan dimana orang melakukan
tindakan membeli barang bukan dikarenakan ia membutuhkan barang itu tetapi dikarenakan
tindakan membeli itu sendiri memberikan kepuasan bagi dirinya. Fenomena yang menonjol
dalam masyarakat Indonesia saat ini, yang menyertai kemajuan ekonomi adalah
berkembangnya budaya konsumsi yang ditandai dengan berkembangnya gaya hidup.
Berbagai gaya hidup yang terlahir dari kegiatan konsumsi semakin beragam pada
masyarakat perkotaan Indonesia. Kalau dulu ada istilah yang populer dari Descartes, yakni
”Cogito ergo Sum: Aku berpikir maka aku ada”, tetapi sekarang istilah yang populer adalah:
27
”I shop therefore I am: Aku berbelanja maka aku ada”

24
http://b13sarsgp.wordpress.com/latar-belakang-konsumerisme/
25
George Ritzer.2003. Teori Sosial Postmodern
26
Ibid.
27
Firovani Adikila. 2013. Konsumerisme: Konsumsi demi Prestise
Telah ditulis dalam penjelasan sebelumnya bahwa konsumerisme berasal dari
aktivitas konsumsi. Setelah terjadi perubahan radikal dalam motivasi untuk melakukan
konsumsi, maka muncullah konsumerisme. Konsumerime pada awalnya baru merupakan
gejala, karena baru dipraktekkan dan ditunjukkan oleh sebagian kecil orang. Akan tetapi,
lama-kelamaan, konsumerisme mulai dikenal dan dipraktekkan oleh semakin banyak orang.
Hal ini seiring dengan berkembangnya gaya hidup (lifestyle) yang membuat orang
mengetahui dan mengalami semakin banyak hal, termasuk konsumerisme ini. Orientasi pada
gaya hidup membuat orang-orang mengikuti trend yang sedang ada. Ketika konsumerisme
menjadi trend zaman ini, banyak orang pun mengikutinya. Bagi masyarakat modern (identik
dengan masyarakat kota), keterlibatan pada kehidupan menjadi terasa apabila mereka
mengikuti segala sesuatu yang sedang up to date. Dengan demikian, keterlibatan orang pada
konsumerisme dianggap sebagai keterlibatan pada kehidupan. Konsumsi demi prestise
menjadi aktivitas yang dibuat berulang-ulang dan akhirnya menjadi budaya. Konsumsi demi
28
prestise dapat disejajarkan dengan konsumerisme

28
Ibid.
DAFTAR PUSTAKA

Baudrillard, Jean. 2013. Masyarakat Konsumsi. Kreasi Wacana. Yogyakarta.

Bartholomew. Craig. 2001. “Christ and Consumerism: An Introduction” dalam Christ and
Consumerism: A Critical Analysis of the Spirit of the Age (ed. Craig Bartholomew dan
Thorsten Moritz; Cumbria: Paternoster,).

Bauman, Zygmant. 2005. Work, Konsumerism And The New Poor. Second Edition. Open
University Press

Featherstone, Mike. 2008. Postmodernisme dan Budaya konsumen. Pustaka Pelajar

Firovani Adikila. 2013. Konsumerisme: Konsumsi demi Prestise (Penulis adalah mahasiswa di
Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng)

Ritzer, George. 2003. Teori Sosial Postmodern. Kreasi Wacana. Yogyakarta.

Piliang, Yasraf Amir. 2009. Posrealitas. Jalasutra. Yogyakarta.

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Dunia yang dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan
Jalasutra.

Samekto. 2005. Kapitalisme Modernisasi dan Kerusakan Lingkungan. Pustaka Pelajar.


Yogyakarta

Trentman, Frank. 2004. “Beyond Consumerism: New Historical Perspectiveson Consumption”,


Journal of contemporary History, vol. 39, No. 3, Jul, 2004

Umanailo, M. C B. 2018. “ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR.” Open Science Framework.


March 17. doi:10.17605/OSF.IO/4HPWC.

Umanailo, M. C B. 2017. “MENGURAI KEMISKINAN DI KABUPATEN BURU.” Open


Science Framework. November 4. doi:10.17605/OSF.IO/8WDXE.

Umanailo, M. C B. 2017. “KETERBATASAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI


PADA PELAYANAN DAN PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS IQRA BURU.” Open
Science Framework. October 31. doi:10.17605/OSF.IO/GB4HM.

Umanailo, M. C B. 2017. “MASYARAKAT BURU DALAM PERSPEKTIF


KONTEMPORER.” Open Science Framework. December 10.
doi:10.17605/OSF.IO/KZGX3.

Umanailo, M. C B. 2017. “KAJIAN DAN ANALISIS SOSIOLOGI.” Open Science Framework.


December 11. doi:10.17605/OSF.IO/PV24F.
Umanailo, M. C B. 2018. “KALESANG DESA DALAM KONTEKS MEMBANGUN DARI
DESA.” Open Science Framework. March 21. doi:10.17605/OSF.IO/MSZCK.

Umanailo, M. C B. 2017. “ADAKAH UKURAN KEMISKINAN BUAT MASYARAKAT DI


KABUPATEN BURU?” Open Science Framework. December 10.
doi:10.17605/OSF.IO/JNE6Q

Umanailo, M. C B. 2017. “KETERLEKATAN PETANI DAN TRANSAKSI NON TUNAI


DALAM PEMASARAN HASIL PERTANIAN.” Open Science Framework. November 4.
doi:10.17605/OSF.IO/6HS5E.

Umanailo, M. C B. 2017. “PENCIPTAAN SUMBERDAYA MANUSIA YANG


BERKARAKTER.” Open Science Framework. October 31. doi:10.17605/OSF.IO/VP2AD

Umanailo, M. C B. 2017. “EKSISTENSI WARANGGANA DALAM RITUAL TAYUB.” Open


Science Framework. December 27. doi:10.17605/OSF.IO/ZFSVY.

Umanailo, M. C B. 2017. “KETERBATASAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI


PADA PELAYANAN DAN PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS IQRA BURU.” Open
Science Framework. October 31. doi:10.17605/OSF.IO/GB4HM.

Umanailo, M. C B. 2017. “MARGINALISASI BURUH TANI AKIBAT ALIH FUNGSI


LAHAN.” Open Science Framework. December 11. doi:10.17605/OSF.IO/9CZK2.

Lebow, Victor. http://hundredgoals.files.wordpress.com/2009/05/journal-of-retailing.pdf

http://b13sarsgp.wordpress.com/latar-belakang-konsumerisme/

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai