Anda di halaman 1dari 14

PASCA BEDAH JANTUNG TERBUKA,BEDAH THORAX, BEDAH OTAK, BEDAH

ABDOMEN DAN BEDAH ORTHO


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan kritis

Dosen Pengampu : SUMBARA , S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :
DEWI SAFITRI AK118045
KELAS 3D

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2021
Post operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan keruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya ( uliyah &
hidayat,2008). Saat post operasi mempertahankan jalan nafas, mrngatur posisi, suction dan
pemasangan mayo mempertahankan ventilasi atau oksigen melalui ventilator mekanik atau
suplai oksigen. Mempertahankan sirkulasi darah pemberian cairan plasma ekspander.
Obervasi keadaan umum. Observasi vomitus dan drainase <. Balance cairan ; arus
diperhatikan untuk menegtahu input dan output cairan klien. Cairan harus balance untuk
mencegah komplikasi larutan, mempertahankan kenyamanan kaji nyeeri dan pemberian
analgetik, pasien post anastesi biasnaya akan mengalami kecemasan, disoerientasi dan
beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang
side railnya.

A. PASCA BEDAH JANTUNG TERBUKA


operasi jantung merupakan prosedur untuk menyelamatkan nyawa pasien
penderita penyakit jantung. Jenis operasi jantung yang dilakukan tergantung pada
penyakit jantung yang diderita. Mengenal jenis-jenis operasi jantung salah satunya
operasi jantung terbuka merupakan tipe operasi dimana dada pasien dibuka lebar untuk
dilakukan pembedahan pembuluh darah, katup, atau otot jantung.
Contohnya operasi bypass (CABG) termasuk ke dalam operasi jantung terbuka
yang dilakukan pada penderita penyakit jantung koroner. Operasi bypass merupakan
jenis operasi jantung yang paling umum dilakukan. Prosedurnya meliputi pencangkokan
pembuluh darah arteri atau vena yang sehat pda pembuluh darah jantung yang tersumbat.
Hal ini kemungkinana arteri yang dicangkokan untuk membawa darah segar ke janutng.
Tujuan dari operasi bypass adalah meningkatkan suplai darah dan oksigen ke
janutng, mengurangi risiko serangan jantung, menyembuhkan nyeri dada (angina), dan
mengembalikan kemampuan fisik penderita penyakit jantung. Setelah operasi jantung,
pasien diharuskan mendapatkan perawatan intensif dirumah sakit. Setelah keluar dari RS,
rawat jalan pasca operasi jantung dilakukan untuk memnatau kondisi pasien, mengatur
dosis dan pemberian obat-obatan, serta merawat luka bekas operasi.
a. Askep pasca operasi jantung
1. Pengkajian
a) Kaji laporan intra operatif
b) Kaji status neurology
c) Kaji status pernafasan
d) Kaji status kardiovaskuler
e) Kaji status cairan dan elektrolit
f) Kaji status saluran perencanaan
g) Kaji nyeri, meliputi : lokasi,intensitas, skala, durasi dan nyeri.
2. Diagnosa keperawatan
a) Pernafasan tidak efektif b.d nyeri dan posisi, tanda gejala ; nafas pende, nafas
dangkal, menggunakan otot-otot bantu pernafasan. Tujuan ; RR 12-18 x/mnit,
bernafas dengan mudah.
3. Intervensi
a) Auskultasi bunyi nafas setiap 2-3 jam (evaluasi RR & kualitas)
b) Obervasi kemungkinana adanya komplikasi seperti bernafas tiba-tiba/
pernafasan pendek, sesak, batuk dan air hunger
c) Atur posisi nyaman untuk pasien ( meningkatkan kompliance/
mengembangan paru)
d) Gunakan pemeriksaan spiometri setiap 2-3 hari (untuk melihat efektifitas
pernafasan pasien)
b. Perawatan pasca operasi jantung
1. Hindari pakaian yang terlalu ketat
Disarankan untuk tidak mengenakan pakaian yang terlalu ketat
sementara waktu. Hal ini karena pakaian ketat dapat menekan dan bergesekan
dengan bekas luka sayatan operasi, sehingga bisa memperlambat proses
penyembuhan luka.
2. Tidak mandi dengan cara berendam
Pada masa pemulihan usai operasi jantung, tidak disarankan untuk mandi
dengan cara berendam. Selain itu, hindari mandi dengan air yang terlalu panas
atau terlalu dingin.
3. Perbanyak istirahat
Salah satu efek yang ditimbulkan pascaoperasi jantung adalah sulit tidur
dengan nyenyak. Hal ini bisa terjadi lantaran merasakan sakit pada area
operasi. Untuk mengatasinya, bisa mengonsumsi obat penghilang rasa sakit
yang diresepkan oleh dokter sekitar 30 menit sebelum tidur atau melakukan
kegiatan yang menenangkan, misalnya mendengarkan musik atau membaca
buku. Selain itu, hindari pula minuman berkafein yang bisa membuat sulit
tidur, seperti kopi, teh, dan minuman bersoda.
4. Tidak mengendarai kendaraan bermotor
Tidak disarankan untuk mengendarai mobil atau motor selama 1,5–2 bulan
setelah operasi. Hal ini karena efek obat-obatan yang dikonsumsi selama masa
pemulihan bisa saja mengganggu konsentrasi atau menyebabkan kantuk.
5. Konsumsi makanan bernutrisi
Nafsu makan bisa saja menurun setelah menjalani operasi jantung. Meski
demikian, tetap harus menjalani pola makan sehat untuk membantu proses
penyembuhan, seperti mengonsumsi makanan sehat untuk jantung yang
rendah lemak dan garam.Tak hanya mempercepat penyembuhan, pola makan
yang sehat juga dapat mengurangi risiko terkena serangan jantung atau
menjalani operasi jantung lanjutan di kemudian hari.
6. Tidak berhubungan seks
Dokter juga akan menganjurkan untuk tidak melakukan hubungan intim
setidaknya 6 minggu setelah menjalani perawatan di rumah sakit. Namun, hal
ini tergantung pada kondisi . bisa kembali berhubungan seks jika merasa
nyaman dan luka pascaoperasi pun sudah mulai sembuh. Akan tetapi,
dianjurkan untuk konsultasi ke dokter mengenai hal ini agar lebih aman.
7. Tidak bekerja terlalu berat
Pada umumnya, seseorang yang baru saja menjalani operasi jantung
memerlukan waktu sekitar 2–3 bulan sebelum bisa bekerja kembali. Namun,
bila pekerjaan yang dilakukan tidak membutuhkan banyak aktivitas fisik,
biasanya bisa diperbolehkan bekerja kembali 6–8 minggu setelah operasi
jantung.

8. Tidak mengangkat benda berat


Tidak diperbolehkan mengangkat, mendorong, atau menarik benda yang
terlalu berat setelah menjalani operasi jantung. Hal ini bertujuan untuk
mempercepat pemulihan tulang dada. Selain beberapa hal di atas, selama 6
minggu pertama usai operasi jantung, dokter dapat memberikan izin kepada
Anda untuk menjalani beberapa aktivitas ringan, seperti memasak, berjalan
santai, menyiram tanaman, dan mencuci piring. Namun, beragam aktivitas
tersebut tetap harus dilakukan secara perlahan.
9. Merawat Luka Sayatan Pascaoperasi Jantung
Selama menjalani masa pemulihan, harus berhati-hati saat membersihkan
area luka sayatan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya
infeksi. Berikut ini adalah beberapa cara merawat luka pascaoperasi jantung:
Cucilah tangan terlebih dahulu sebelum memegang area luka sayatan
pascaoperasi jantung.
a) Luka sayatan pascaoperasi jantung tidak selalu harus diperban, tetapi
harus selalu kering dan bersih. Bila terjadi perdarahan, segera
informasikan kepada dokter.
b) Bersihkan area luka dengan lembut menggunakan sabun tanpa parfum,
misalnya sabun bayi, kemudian bilas dengan air hangat.
c) Hindari mengoleskan krim, bedak, atau salep, pada area luka, kecuali jika
memang diresepkan oleh dokter
d) Jauhkan luka sayatan pascaoperasi dari paparan sinar matahari setidaknya
selama satu satu tahun pertama, sebab luka tersebut mudah mengalami
sunburn dan menjadi gelap jika terkena sinar matahari.

B. PASCA BEDAH THORAX


Operasi toraks adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari diagnosis dan
tindakan operasi untuk gangguan kesehatan yang disebabkan oleh penyakit atau cedera
pada kerongkongan, paru-paru, dan organ tubuh lain yang ada di dada. Operasi toraks
akan membutuhkan keahlian dari banyak dokter bedah, termasuk dokter bedah
kardiotoraks, dokter spesialis penyakit jantung bawaan, dokter toraks umum, dan dokter
bedah kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah).
Operasi toraks dapat menangani berbagai penyakit, seperti kanker paru-paru,
tumor dan pertumbuhan jaringan lunak di paru-paru dan infeksi paru, kanker
kerongkongan, akalasia, kesulitan menelan dan sebagainya, penyempitan dan tumor pada
kerongkongan, refluks gastroesfagus, mesotelioma, infeksi dan keluarnya cairan dari
paru-paru, tumor di dinding dada, hiperhidrosis, dan lain-lain. Dokter bedah toraks juga
dapat melakukan transplantasi paru-paru (terutama bagi pasien yang menderita penyakit
paru-paru stadium akhir), reseksi trakea, dan menghilangkan penyumbatan di jantung
dan pembuluh arteri.
Pasien yang membutuhkan pengobatan atau intervensi dengan operasi untuk
penyakit atau cedera pada kerongkongan, jantung, dinding dada, dan paru-paru harus
menjalani operasi toraks. Biasanya, dokter penyedia layanan kesehatan utama seperti
dokter umum, dokter ahli paru, dokter ahli jantung, dan dokter ahli saluran pencernaan
akan meminta pasien mereka menjalani operasi toraks apabila dibutuhkan. spesialis
bedah toraks kardiovaskuler ( BTKV ) untuk bedah saluran pernapasan dari
kerongkongan sampai paru-paru baik penyakit maupun cedera,infeksi paru, kelainan
pembuluh darah trauma pembuluh darah, tumor dinding dada sampai tumor paru,
penyakit dan kelainan di daerah mediastinum, kelaianan di diagpragma, dan kelainan
atau penyakit pada dinding dada.
Teknik dan pendekatan yang digunakan dalam operasi toraks sangat bergantung
pada letak organ atau struktur tubuh. Operasi toraks dapat menggunakan metode invasif
atau minim invasif. Sebagai contoh, bedah paru infeksi dengan membuka dinding dada
dan menghentikan aliran udara yang masuk ke paru-paru yang infeksi atau tidak
mengembang tetapi paru-paru yang baik tetap bekerja dengan teknik anestesi yang tinggi
dari dokter spesialis anestesi sehingga dokter bedah toraks dengan tenang mengerjakan
tindakan pada paru-paru yang infeksi.
1. Tindakan bedah thoraaks

a. Tindakan bedah thoraks kecil :

 Open Scalenius Biopsi


 Transthorakal Biopsi

b. Tindakan bedah thoraks Sedang :

 Debridement ( minor )
 Repair Trakeostomi
 Trakeostomi
 Mediastinoscopy
 AV Shunt
 Repair vaskuler kecil
 AV Shunt ( Repair/ by pass )
 BDMO ( Broncoscopy Diatas Meja Operasi )

c. Tindakan bedah toraks besar:

 Open Drainage ( Eloeser Flap )


 Perikardiostomi
 Stripping Vena
 Thromboembolektomi
 Repair Vaskuler Sedang
 Debridement/ Repair ( mayor )
 Repair Fraktur Iga
 Torakotomi Biopsi
 VATS Diagnostik
 Torakotomi Eksplorasi Minor
 Simpatektomi terbuka

d. Tindakan bedah toraks khusus :

 Reseksi Paru ( lobektomi )


 Dekortikasi/Plombage
 Torakoplasti
 Repair/Reseksi Dinding Dada
 Repair/Reseksi Trakea
 Repair/Reseksi Esofagus
 Repair Vaskuler Besar (Mayor)
 VATS Terapetik
 Torakotomi Eksplorasi (Mayor)
 Repair jantung Kongenital tanpa bypass
 Repair jantung tanpa kongenital tanpa bypass
 Operasi Oarta tanpa bypass
 Repair kelainan kongenital thorak
 Esofagektomi +
2. Askep pasca operasi bedah thorax
Diagnosa : cemas berhubungan dengan perasaan sulit bernafas dan nyeri
Tanda dan gejala : ekspresi wajah cemas, kurang kooperatif
Tujuan : dapat menurunkan kecemasan
Intervensi : dampingi pasien saat dilakukan prosedur, kaji kepatenan drainase dada, beri
pengobatan nyeri sesuai intruksi dan lakukan pengurangan nyeri tanpa obat-obatan
dengan distraksi atau teknik relaksasi (dapat meningkatkan cemas nyeri).

C. PASCA OPERASI BEDAH OTAK

Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.


Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada
keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah
masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang
cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan di rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan
keperawatan post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
a. Tahapan keperawatan post operatif
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi
(recovery room),
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room),
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat.
b. konsep perawatan pasien pasca operasi tumor otak.
1. Mengurangi oedema serebral.
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian
manitol, yang meningkatkan osmolaritas serum dan menarik air bebas dari
area otak. Cairan ini kemudian di ekresi melalui dieresis osmosis.
Deksametason dapat di berikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 jam
sampai 72 jam, selanjutnya dosisnya di kurangi secara bertahap.
2. Meredakan nyeri dan mencegah kejang.
Asetaminofen biasanya di berikan selama suhu di atas 37.5 dan untuk
nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomy,
sebagai akibat saraf kulit di regangkan dan di iritasi selama
pembedahan.kodein di berikan lewat parenteral, dan cukup untuk
menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, diazepam)
dapat di berikan utk pasien yang telah menjalani kraniotomy karena resiko
tinggi terjadinya epilepsy. Kadar serum di pantau untu mempertahankan
medikasi dalam rentang terapeutik.
3. Memantau tekanan intra cranial
Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainage sering di pasang pada
pasien yang menjalani pembedahan tumor otak. Kateter di sambungkan ke
system drainage eksternal. Kepatenan kateter di perhatikan melalui pulsasi
cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan
sambunagn stopkok ke selang bertekanan dan transduser. TIK dalam di pantau
dengan memutar stopkok. Perawatan di perlukan untuk menjamin bahwa
system tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada
posisi yang tepat untuk menghindari drainage cairan serebrospinal yang dapat
mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak di keluarkan.
Kateter di angkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Kapanpun terjadi
sumbatan pada kateter harus segera di laporkan ke dokter bedah terkait
c. komplikasi post operasi
Beberapa komplikasi yang terjadi pada pasie pasca bedah intracranial atau
kraniotomy adalah:
- Peningkatan tekanan intra cranial
- Perdarahan dan syok hipovolemi
- Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
- Infeksi
- Kejang
d. Askep pasien pasca tumor otak
1. PENGKAJIAN
Primary survey
a) AIRWAY :
- Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah di
lakukan pembedahan - akibat pemberian anestesi. lakukan suction bila ada
slym yg banyak,
- Cek potensi jalan nafas dengan meletakkan tangan di atas mulut atau
hidung.
- Cek keadekwatan exspansi paru dengan cara melakukan auscultasi.
a) BREATHING
- Kompresi batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung
sehingga terjadi perubahan pada pola nafas, kedalaman, frequency maupun
iramanya, bisa berupa cheyne stokes atau Ataxia breathing.Nafas berbunyi,
stridor, ronchi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan nafas.
- Perubahan pernafasan (rata2, pola dan kedalaman) RR < 10x/mnt ---
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal,
- Gangguan cardiovaskuler tau rata- rata metabolisme yang meningkat.
- Inspeksi pergerakan dindang dada, penggunaan otot bnatu nafas,
pernafasan diafragma, retraksi sterna------- efek anestesi yg berlebihan, dan
obstruksi.
b) CIRCULATING
- Efek peningkatan tekanan intra cranial terhadap tekanan darah bervariasi.
- Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibtakan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan intra cranial. Perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, tachikardi yg di selingi dengan bradikardia, disritmia).
- Inspeksi membrane mukosa; warna dan kelembaban turgor kulit.
c) DISABILITY :
- Berfokus pada status neurologi
- Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda – tanda respon mata, respon motorik dan
tanda- tanda vital.
- Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan
- Kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual da gelisah.
d) EXPOSURE
- Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan, perhatikan adanya
drain.
Secondary survey
a) Pemeriksaan fisik
Pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah, kesadaran somnolent,
apatis, GCS 15, TD 120/80 mmhg, nadi 92 x/mnt suhu 37, RR 20x /mnt
1. Abdomen
Inspeksi tidak ascites , palpasi hati teraba 2 jari bawah iga dan limpa tdk
membesar , perkusi bunyi redup, bising usus 14x/mnt , distensi abdomen
dan peristaltic usus adalah pengkajian yg hrs di lakukan pada
gastrointestinal
2. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki, kekuatan otot ekstremitas atas 4 – 4
dan ekstremitas bawah 4 - 4 , akral dingin dan pucat.
3. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
4. Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat / luas dan mengenai batang otak, akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis maka dpt terjadi
5. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/ tingkah laku dan memori).
6. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, fotopobia.
7. Perubahan pupil (respon thd cahaya, simetris, deviasi pada mata.
8. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
9. Sering timbul hiccup/cegukkan oleh karena kompresi pada nervus vagus yg
menyebabkan kompresi spasmodic diafragma.
10. Gangguan nervus hipoglosus, gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalahsatu sisi, disfagia, disartia sehingga kesulitan menelan.
Tersiery Survey
1. kardiovascular
Klien tampak lemah , kulit dan konjunctiva pucat dan akral hangat,TD
120/70 mmhg, nadi 10x/mnt , kapileri refill detik, lab ; HB 9,9 gr% , HCT32,
dan PLT 235.
2. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS 456 (TOTAL 15) Klien Nampak lemah,
reflex dalam batas normal.
3. Bladder
Klien terpasang doewer catheter, urine tertampung 200 ml, warna kuning
kecoklatan.
2. diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan luka incise.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hygine luka yang buruk.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
f. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anestesi.
g. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
h. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anetesi.
i. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

D. PASCA OPERASI BEDAH ABDOMEN


Pembedahan abdomen adalah pembedahan yang dilakukan pada bagian abdomen.
Kecepatan pemulihan pada luka abdomen lebih cepat bila mobilisasi dini dilakukan,
kejadian eviserasi pascaoperatif pada serangkaian kasus akan jarang terjadi bila pasien
segera melakukan mobilisasi. Untuk operasi di perut, jika tidak ada perangkat tambahan
yang menyertai pasca operasi, tidak ada alasan untuk berlamalama berbaring di tempat
tidur (Setiawan Eka, 2010).
Tindakan pembedahan merupakan salah satu pilihan untuk mengatasi masalah
penyakit atau kesehatan pada praktikkedokteran modern. Luka akibatpembedahan pada
umumnya berukuranbesar dan dalam, sehingga membutuhkanwaktu penyembuhan
yang lama (Priharjo.,1992). Ada beberapa masalahyang sering muncul pada paska
pembedahan diantaranya luka akan mengalami stressselama masa penyembuhan akibat
dari nutrisi yang tidak adekuat,gangguansirkulasi dan perubahan metabolisme yang
dapat memperlambat penyembuhan luka (Potter& Perry,2006). Efek lain yang dapat
ditimbulkan akibat paska pembedahan adalah gangguan pernafasan akibat anestesi yang
diberikan dan obat nyeri paska operasi. Keduanya dapat menekan pusat pernafasan
sehingga akan menurunkan frekuensi pernafasan dan pengembangan paru, tindakan
nafas dalam dan batuk efektif akan membantu mengurangi depresi pernafasan (Potter &
Perry,2006).
Pemberian mobilisasi dini sesuai prosedur sangat membantu percepatan
penyembuhan luka operasi yang mengalami post operasi abdomen baik untuk bedah
mayor maupun minor sehingga penyembuhan bisa sesuai dengan konsep teori serta
lama rawatan menjadi memendek. Selanjutnya Pemberian mobilisasi dini sesuai
prosedur sangat membantu meningkatkan fungsi pernafasan khususnya untuk pasien
mengalami tirah baring lama pada pasien pasca operasi mayor abdomen sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi gangguan pernafasan

E. PASCA OPERASI BEDAH ORTHO


intervensi Bedah
Pasien dengan fracture yang jelas dan terdapat displaced pada sisi tekanan
memerlukan intervensi bedah demi kesembuhannya. Umumnya, internal fixation
diperlukan dengan menggunakan screw and plate.
Maintenance Phase (Fase Perawatan)
1. Program Rehabilitasi
 Physical Therapy
Maintenance phase menggambarkan fase akhir dari proses rehabilitasi. Latihan
kekuatan otot seperti latihan kondisi dinamik (eg. dengan large gym ball),
ditambahkan pada penatalaksaan pasien.Selain itu, latihan olahraga spesifik
harus ada didalamnya sehingga seorang dapat mempertahankan keseimbangan
ototnya.
 Tata Laksana Fracture Collum Femur yang Tidak Ditangani 4 – 6 Minggu
Umumnya caput femur dapat hidup dan ada absorbsi minimal pada collum
femur. Tangani lesi ini seperti fracture yang baru saja terjadi. Bila terdapat
absorbsi moderate dari collum femur, tangani lesi ini dengan osteotomi.Jangan
mengganti caput femur dengan prostesis kecuali sudah menjadi pilihan
terakhir.
 Prereduction x-ray (Fully displaced fracture)
- Sudut normal collum femur ke fragmen capital di reduksi; caput pada
posisi varus
- Fragmen distal dirotasikan ke sisi lateral
- Corpus femur digeser ke atas
- Fragmen distal ditempatkan anterior dari fragmen proximal
- The plane of fracture diletakkan distal dari caput femur
- Postoperative x-ray
- Caput pada valgus yang sempit
- Collum disambungkan ke caput
Fragmen-fragmen di fiksasi dengan 2 sudut tinggi atau 2 sudut rendah Knowles
pins Nonunion dari Collum Femur dengan caput yang viabel dan hanya absorbsi
minimal pada Collum femur Lesi ini sangat baik ditangani dengan osteotomi. Tujuan
dilakukannya osteotomi harus ditujukan untuk union dari tulang; nonunion dari
fracturecollum femur diikuti dengan osteotomi akan menghasilkan nyeri pada
panggul. Dengan melakukan osteotomi, semua pergerakan pada sisi fracture harus
dihilangkan; bila pergerakan terjadi, absorbsi dari collumakan terjadi, dan alat-alat
yang digunakan untuk menstabilisasi fracture akan menembus caput. Jangan memilih
prostesis untuk menggantikan caput femur kecuali hal ini sudah merupakan keputusan
terakhir.
 Prereduction x-ray
- Hanya terjadi absorbsi minimal pada collum femur
- Gambaran fracture hampir vertikal
- Caput femur di adduksi sesuai dengan collum femur
- Postoperative x-ray (Following Angulation Osteotomy)

Gambaran fracture saat ini hampir horisontal. (Pada weight bearing, stress
merupakan compressing force pada sisi fracture dibandingkan dengan shearing force).
Aksis dari corpus femur diletakkan di bawah caput femur, mengurangi daya ungkit
pada sendi panggul. Sisi osteotomi dibawah trochanter minor. Ujung proximal dari
alat ditempelkan tetapi tidak menembus caput femur terlalu jauh. Dua Knowles pins
dimasukkan secara paralel satu sama lainnya melewati sisi fracture sebelum
bladeplate diletakkan (Blount blade plate). Blade Plate is bent pada posisi yang tepat
(dipastikan dengan foto rontgent) untuk meletakkan caput dan collum kira-kira paling
sedikit 155o dari valgus Screw paling proximal ditempelkan pada fragmen proximal.
Tidak ada fiksasi interna yang dibutuhkan.Lesi ini juga dapat ditangani dengan high
servical trochanteric osteotomy; osteotomi ini menghasilkan hasil yang baik
dibandingkan dengan metode lainnya.
 Nonunion dengan caput yang viabel dan ditandai dengan absorbsi sedang
sampai komplet dari collum femur
Setiap keputusan harus dibuat untuk mencapai bony union dan menyelamatkan
caput femur; bila berhasil, hasil panggul jauh lebih baik daripada hasil yang
didapatkan dengan melakukan arthroplasti (seperti Colonna operation) atau hasil
penggantian caput dengan prostesis.Diplacement osteotomy merupakan prosedur
terbaik untuk menyelamatkan panggul; tetap harus dilakukan walaupun viabel dari
caput femur diragukan.Walaupun pada x-ray memberikan informasi yang berharga
untuk menentukan viabilitas dari caput femur, tidak ada yang menjamin bahwa
nekrosis avaskular tidak berkembang pada beberapa bulan ke depan.
a. McMurray Osteotomy
b. Cervical Trochanteric Osteotomy (Reich)
Pada individu muda dan usia pertengahan, setiap pertimbangan harus dibuat untuk
stabilisasi, menghilangkan nyeri, membuat pergerakan panggul positif. Pada
kelompok ini, DePalma Arthroplasty dilakukan sebagai prosedur rekonstruksi.Pada
individu yang lebih tua dimana kondisi umumnya baik, pilihan Colonna
arthroplasty atau penggantian caput nonviabel dengan prostesis medullary metal.
Pada usia lanjut, bila semua prosedur tadi diragukan, caput femur digantikan dengan
prostesis metal.

a. Salvage Operation untuk pasien muda dan umur pertengahan


b. Preoperative x-ray

1. Absorbsi komplit dari collum femur


2. Caput femur menjadi pekat, menandakan nonviabel

c. Postoperative x-ray (DePalma Arthroplasty)

1. Caput femur dibuang dan vitallium cup ditempatkan pada acetabulum


2. Transverse osteotomy dilakukan 3½ inches dibawah ujung trochanter mayor
3. Fragmen proximal miring ke arah medial dan ujung proximalnya diletakkan
pada vitallium cup
4. Fragmen-fragmen di fiksasi dengan Neufeld nail pada sudut 135o

d. Preoperative x-ray
1.  Absorbsi komplit dari collum femur
2. Caput femur kontras dan pekat dan sklerotik

e.  Postoperative x-ray

1. Caput femur dipotong


2. Penopang tulang dibuang dari bagian dalam trochanter mayor dan corpus femur
segera diatas trochanter minor
3. Prostetis medulary (DePalma) ditempatkan langsung diatas corpus femur dan
dengan batas berlawanan dari bagian dalam dari trochaner mayor

f. Collona Arthroplasty

1. Trochanter mayor diletakkan pada acetabulum


2. Abduktor dari panggul ditarik ke bawah pada corpus femur
3. Prosedur ini dilakukan bila dengan penggantian prostetis tidak berhasil.

Tata Laksana Fracture Intertrochanteric

Fracture intertrochanteric hampir selalu ditangani dengan internal fixation sejak awal


penatalaksanaan, bukan karena fragmen-fragmennya mengalami kegagalan untuk
menyatu kembali dengan terapi konservatif. Internal fixation dini ini dilakukan dengan
tujuan:

1. Untuk mendapatkan posisi fragmen tulang yang terbaik


2. Agar pasien dapat segera mulai berjalan kembali secepat mungkin setelah trauma
sehingga juga dapat mengurangi resiko timbulnya komplikasi akibat tirah baring
yang terlalu lama

Terapi non-operatif merupakan pilihan yang tepat bagi pasien-pasien dengan kondisi
fisik yang tidak memungkinkan untuk menjalani proses anestesi. Terapi yang digunakan
ialah dengan melakukan traksi di tempat tidur hingga mencapai posisi di mana pasien
merasa nyaman atau tidak terlalu nyeri lagi dan juga memungkinkan untuk mobilisasi
yang baik.Metode ini memiliki tingkat keberhasilan yang cukup baik, tetapi sangat
tergantung pada kualitas perawatan dan terapi fisik yang diberikan.

Pada reduksi fracture melalui tindakan operatif, dilakukan traksi dengan endorotasi,
posisi ini dipastikan melalui pemeriksaan x-ray. Pemasangan screw dengan posisi yang
tepat merupakan hal yang sangat penting, terutama pada tulang yang mengalami
osteoporosis. Screw harus dipasang melalui collum femur agar berada tepat di tengah
caput femur, dengan posisi tip sekitar 5 mm dari subchondral bone plate. Jika posisi
fragmen yang tepat gagal dicapai melalui reduksi tertutup, maka perlu dilakukan reduksi
terbuka dan manipulasi pada fragmen tersebut.Pada fragmen posteromedial yang besar
mungkin diperlukan fiksasi tambahan.

Setelah operasi, latihan dapat dimulai pada hari setelah dilaksanakan operasi.Pasien
dapat mulai melakukan mobilisasi dan weightbearing secara bertahap.

Tata Laksana Fracture Subtrochanteric


Pada fracture ini, traksi dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan perdarahan.
Penanganan ini merupakan terapi sementara, sambil menunggu persiapan untuk
menjalani operasi.

Open Reduction dan Internal Fixation

Open reduction dan internal fixation merupakan terapi pilihan untuk menangani fracture ini.


Ada dua jenis implant yang umum digunakan untuk melakukan fiksasi, yaitu:

1. Sebuah intramedullary nail dengan proximal interlocking screw yang dapat diarahkan


ke area caput femur
2. Screw dan plate untuk panggul dengan sudut 95o

Pemilihan kedua jenis implant di atas didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan


sebagai berikut:

 Intramedullary nail secara umum lebih kuatdan dapat mengatasi tekanan


untuk durasi yang lebih lama, pada proses penyembuhan yang berjalan lambat.
Implan ini lebih dipilih pada kasus fracture yang unstable atau comminuted.
 Intramedullary nail juga merupakan pilihan untuk terapi fracture
patologis. Full length nail harus digunakan karena mungkin masih terdapat sel
tumor lainnya pada bagian distal os femur.
 Reduksi secara anatomis akan menghasilkan area yang lebih luas bagi kontak
antarfragmen tulang dan mengurangi tekanan yang terjadi pada implan
 Reduksi harus dilakukan dengan diseksi jaringan lunak yang seminimal
mungkin
 Penting untuk diperhatikan bahwa integritas korteks medial harus tetap
dipertahankan, terutama pada penggunaan hip screw and plate device
Proximal interlocking screw dan intramedullary nail harus diarahkan ke caput
femur jika garis fracture berada di atas trochanter minor. Jika fracture masuk
ke fossa piriformis, maka intramedullary nail harus dimasukkan ke ujung
trochanter mayor atau juga dapat digunakan 95o hip screw-and-plate device.
Setelah operasi, pasien diperbolehkan untuk partial weightbearing dengan
menggunakan tongkat hingga proses penyatuan tulang berhasil dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.ahlibedahtulang.com/artikel-detail&artikel=fracture-collum-femoris-
dewasa.html
Whitlock, J. Verywell Health (2020). What to Do If You Have Trouble Sleeping After
Surgery
Nilawati, Fransiska Wayan PERAWATAN PASIEN PASCA OPERASI TUMOR
OTAK Brain Tumor Management: One Day Symposium and Workshop 16 December 2017
Reni Prima Gusty, 2011 Pengaruh Mobilisasi Dini Pasien Pasca Operasi Abdomen
Terhadap Penyembuhan Luka Dan Fungsi Pernafasan

Anda mungkin juga menyukai