Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN KARDIOVASKULER

PRE DAN POST OPERASI JANTUNG

Disusun Oleh:

WIDYA PUTRI OKVIRIANA

183110238

IIB

Dosen Pembimbing:

Ns. Defia Roza, S.Kep M.Biomed

Prodi D-III Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Askep Pre dan Post-Op
Bedah Cardiovasculer”.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih kurang sempurna, hal
ini karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Padang, Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………………... i

Daftar Isi ………………………………………………………………………………… ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………………………....3


B. Tujuan ………………………………………………………………………….........3
C. Manfaat ………………………………………………………………………….......3
D. Rumusan Masalah…………………………………………………………………....3

BAB II. PEMBAHASAN

A. Definisi Bedah Cardioovasculer ……………………………………………………5


B. Klasifikasi Pembedahan Cardiovasculer …………………………………………...5
C. Persiapan Pra Pembedahan Cardiovasculer ……………………………….……......8
D. Perawatan Pasca Bedah…………………...……………………………………….11
E. Asuhan Keperawatan Pre dan Post-Op Bedah Cardiovasculer ………………........ 14

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………. 26
B. Saran ………………………………………………………………………………26

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………............ 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung.Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan
penggantian katup jantung yang rusak.
Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat
dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun
silam.Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan diagnostik dimulai
lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi
kelemahan yang berarti.Penanganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus
dikembangkan dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat.Mungkin tak
ada intervensi terapi yang begitu berarti seperti pembedahan jantung yang dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien dengan penyakit jantung.
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan
pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta
program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang
aman untuk pasien dengan penyakit jantung.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Bedah Jantung ?
2. Apa saja Klasifikasi Bedah Jantung ?
3. Apa Tujuan Operasi Bedah Jantung ?
4. Apa saja Toleransi dan Perkiraan Resiko Operasi ?
5. Apa saja Diagnosis Penderita Penyakit Jantung ?
6. Bagaimana Perawatan Perioperative Dikamar Operasi ?
7. Bagaimana Perawatan Pasca Bedah?

C. Tujuan
Tujuan Instuksional Khusus
1) Mengetahui pengertian dari bedah jantung
2) Mengetahui klasifikasi bedah jantung

4
3) Mengetahui Tujuan operasi bedah jantung
4) Mengetahui toleransi dan perkiraan resiko operasi
5) Mengetahui diagnose penderita penyakit jantung
6) Mengetahui perawatan perioperative dikamar operasi
7) Mengetahui perawatan pasca bedah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Bedah jantung adalah usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi
kelainan anatomi atau fungsi jantung. Bedah jantung juga merupakan semua tindak
pengobatan yang menggunakan cara infasif dengan cara membuka atau menampilakan
bagian tubuh yang akan ditangani. Misalnya jantung. Umumnya pembukaan bagian
tubuh ini dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan,
dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Istilah penyakit jantung meliputi beragam gangguan pada jantung, antara lain:
1. Penyakit arteri koroner (penyakit jantung koroner) – penyempitan pembuluh darah
jantung.
2. Aritmia – gangguan pada irama jantung.
3. Penyakit jantung bawaan – kelainan jantung sejak lahir.
4. Kardiomiopati – gangguan pada otot jantung.
5. Infeksi jantung – infeksi pada jantung akibat bakteri, virus, atau parasit.
6. Penyakit katup jantung – gangguan pada salah satu atau keempat katup jantung

B. Klasifikasi
1. Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga
jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).
2. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga
jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.

C. Tujuan Operasi Bedah Jantung


Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan bermacam-macam antara lain :
1. Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD, Pateh VSD,
Koreksi Tetralogi Fallot.
2. Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan terutama
pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan.

6
3. Operasi paliatif, yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan mempersiapkan
operasi yang definitive atau total koreksi karena operasi total belum dapat dikerjakan
saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF, Pulmonal atresia.
4. Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami insufisiensi.
5. Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami kerusakan.
6. Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi stenosis/sumbatan
arteri koroner.
7. Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak-anak dengan
blok total atrioventrikel.
8. Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkin
diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena sebab lain

D. Toleransi dan Perkiraan Resiko Operasi


Toleransi terhadap operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum penderita yang
biasanya ditentukan dengan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association.
Klas I : Keluhan dirasakan bila bekerja sangat berat misalnya berlari
Klas II : Keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat.
Klas III : Keluhan dirasakan bila aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari.
Klas IV : Keluhan sudah dirasakan pada aktifitas primer seperti untuk makan dan lain-lain
sehingga penderita harus tetap berbaring ditempat tidur.
Waktu terbaik (Timing) untuk melakukan operasi hal ini ditentukan berdasarkan resiko
yang paling kecil.Misalnya umur yang tepat untuk melakukan total koreksi Tetralogi Fallot
adalah pada umur 3 – 4 tahun.
Hal ini yaitu berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta karena suatu
insufisiensi pada klas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada klas III.Hal ini adalah saat
operasi dilakukan.Operasi pintas koroner misalnya bila dilakukan secara darurat resikonya 2x
lebih tinggi bila dilakukan elektif.\

E. Waktu Terbaik untuk Operasi


Hal ini ditentukan berdasarkan risiko yang paling kecil. Misalnya umur yang tepat
untuk melakukan total koreksi Tetralogi Fallot adalah pada umur 3 - 4 tahun. Hal ini yaitu
berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta karena suatu insufisiensi
pada kelas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada kelas III. Hal ini adalah saat

7
operasi dilakukan. Operasi pintas koroner misalnya bila dilakukan secara darurat
resikonya 2 kali lebih tinggi bila dilakukan elektif.Pembagian waktu dibagi atas:
1. Emergensi yaitu operasi yang sifatnya sangat perlu untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Untuk bypass coroner hal ini dilakukan kapan saja tergantung
persiapan yang diperlukan.
2. Semi Elektif yaitu operasi yang bisa ditunda 2 - 3 hari atau untuk koroner
dilakukan 3 x 24 jam setelah dilakukan kateterisasi jantung.
3. Elektif yaitu operasi yang direncanakan dengan matang atas indikasi tertentu,
waktunya lebih dari 3 hari

F. Pemilihan Tehnik Operasi


Pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah :
1. Apakah bisa dilakukan koreksi total
2. Kalau tidak bisa dilakukan koreksi total karena keterbatasan umur dan
anatomi/kelainan yang didapat maka harus dipilih tehnik operasi untuk membantu
operasi definitif misalnya “ shunt “ pada Tetralogi Fallot.
3. Apabila tidak bisa dilakukan koreksi total atau operasi definitif dengan resiko yang
tinggi maka harus dipilih operasi untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita tersebut
misalnya “shunt” saja.
4. “Repair” katub lebih diutamakan/dianjurkan dari pada “replacement” atau
penggantian katub yang rusak.
5. Hasil-hasil dari kasus-kasus yang sudah dikerjakan orang lain.

G. Diagnosis Penderita Penyakit Jantung


Untuk menetapkan suatu penyakit jantung sampai kepada suatu diagnosis maka diperlukan
tindakan investigasi yang cukup. Mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik/jasmani,
laboratorium, maka untuk jantung diperlukan pemeriksaan tambahan sebagai berikut :
1. Elektrokardiografi (EKG) yaitu penyadapan hantaran listrik dari jantung memakai
alat elektrokardiografi.
2. Foto polos thorak PA dan kadang-kadang perlu foto oesophagogram untuk melihat
pembesaran atrium kiri (foto lateral).
3. Fonokardiografi
4. Ekhocardiografi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai gelombang pendek dan
pantulan dari bermacam-macam lapisan di tangkap kembali. Sehingga terlihat

8
gambaran rongga jantung dan pergerakan katup jantung. Selain itu sekarang ada lagi
Dopler Echocardiografi dengan warna, dimana dari gambaran warna yang terlihat bisa
dilihat shunt, kebocoran katup atau kolateral.
5. Nuklir kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop intra vena
kemudian dengan “scanner” ditangkap pengumpulan isotop pada jantung.
6. Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter yang
dimasukan ke pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung. Kateterisasi jantung
kanan melalui vena femoralis, kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis.

H. Persiapan Pra Bedah.


Setelah paasien diputuskan untuk operasi maka perlu dipersiapkan agar operasi
dapat berlangsung sukses. Persiapan terdiri dari :
1. Persiapan mental
Menyiapkan klien secara mental siap menjalani operasi, menghilangkan
kegelisahan menghadapi operasi. Hal ini ditempuh dengan cara wawancara
dengan dokter bedah dan kardiolog tentang indikasi operasi, keuntungan operasi,
komplikasi operasi dan resiko operasi. Diterangkan juga hal-hal yang akan
dialami atau yang akan dikerjakan di kamar operasi dan ICU dan alat yang akan
dipasang, juga termasuk puasa, rasa sakit pada daerah operasi dan kapan drain
dicabut.
2. Persiapan medikal
a. Obat-obatan
1) Semua obat-obatan antikoagulan harus dihentikan 1 minggu sebelum operasi
(minimal 3 hari sebelum operasi).
2) Aspirin dan obat sejenis dihentikan 1 minggu sebelum operasi.
3) Digitalis dan diuretik dihentikan 1 hari sebelum operasi.
4) Antidiabetik diteruskan dan bila perlu dikonversi dengan insulin injeksi
selama operasi.
5) Obat-obat jantung diteruskan sampai hari operasi.
6) Antibiotika hanya diberikan untuk propilaksis dan diberikan waktu induksi
anestesi di kamar operasi, hanya diperlukan test kulit sebelum operasi apakah ada
alergi.
b. Laboratorium 1 hari sebelum operasi antara lain :

9
1) Hematologi lengkap + hemostasis.
2) LFT.
3) Ureum, Creatinin.
4) Gula darah.
5) Urine lengkap.
6) Enzim CK dan CKMB untuk CABG.
7) Hb S Ag.
8) Gas darah.
Bila ada kelainan hemostasis atau faktor pembekuan harus diselidiki penyebabnya
dan bila perlu operasi ditunda sampai ada kepastian bahwa kelainan tersebut tidak akan
menyebabkan perdarahan pasca bedah.
3. Persiapan darah untuk operasi.
4. Permintaan darah ke PMI terdiri dari :
Packad cell : 750 cc
Frash Frozen Plasma : 1000 cc
Trombosit : 3 unit.
5. Permintaan darah ke PMI minimal 24 jam sebelum operasi elektif dan tentu
tergantung persediaan darah yang ada di PMI saat itu.
6. Mencari infeksi fokal.
7. Biasanya dicari gigi berlobang atau tonsilitis kronis dan ini konsultasikan ke bagian
THT dan gigi. Kelainan kulit seperti dermatitis dan furunkolosis/bisul harus diobati dan
juga tidak dalam masa inkubasi/infeksi penyakit menular.
8. Fisioterapi dada.
9. Untuk melatih dan meningkatkan fungsi paru selama di ICU dan untuk
mengajarkan bagaimana caranya mengeluarkan sputum setelah operasi untuk mencegah
retensi sputum. Bila penderita diketahui menderita asthma dan penyakit paru
obstruktif menahun (PPOM) maka fisioterapi harus lebih intensif dikerjakan dan
kadang-kadang spirometri juga membantu untuk melihat kelainan yang dihadapi.
Bila perlu konsultasi ke dokter ahli paru untuk problem yang dihadapi.
10. Perawatan sebelum operasi.
11. Saat ini perawatan sebelum operasi dengan persiapan yang matang dari
poliklinik maka perawatan sebelum operasi dapat diperpendek misalnya 1 - 2
hari sebelum operasi. Hal ini untuk mempersiapkan mental klien dan juga
supaya tidak bosan di Rumah Sakit.

10
I. Perawatan Perioperatif Dikamar Operasi
Setelah pesien diputuskan operasi, maka persiapan harus dilakukan, yaitu persiapan fisik
maupun persiapan mental. Untuk persiapan fisik, hal-hal yang harus diperhatikan ialah
persiapan kulit,gastrointestinal,persiapan untuk anastesi, kenyamanan dan istirahat pasien,
serta obat-obatan yang digunakan. Sedangkan persiapan mental,sangat tergantung pada
dukungan dari keluarga. Tugas perawat bedah disini adalah dapat memberikan informasi
yang jelas pada pasien.Meliputi anatomi dasar dan kondisi penyakit pasien. Prosedur operasi
sebatas kopetensi yang diberikan, pemeriksaan diagnostic penunjang, peraturan-peraturan
dari tim bedah, keadaan di ruang operasi, jenis syarat operasi dan ruang tunggu bagi keluarga
pasien. Hal ini dilakukan pada saat perawat bedah melakukan kunjungan sebelum pasien
dioperasi.
Pengkajian Pasien Pada Saat Di Kamar Operasi
1. Observasi tingkat kesadaran pasien
2. Observasi emosi pasien
3. Observasi aktivitas
4. Cek obat yang digunakan
5. Observasi pernafasan pasien
6. Riwayat penyakit, keluarga, kebiasaan hidup
7. Cek obat yang digunakan
8. Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
9. Observasi kulit: warna, turgor, suhu, keutuhan
Pemeriksaan Diagnose
1. EKG: untuk mengetahui disaritmia
2. Chest x-ray
3. Hasil laboratarium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, urium, kreatinin, BUN, Hb.
4. Kateterisasi
5. Ekhocardiografi
Tindakan Perawatan Saat Menerima Pasien di Ruang Persiapan
1. Melakukan serah terima dengan perawat ruangan
2. Memperkenalkan diri dan anggota tim kepada pasien
3. Mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya
4. Memberikan surport kepada pasien

11
5. Informasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti ganti baju,
pemasangan infuse, kanulasi arteri dan pemasangan lead EKG
6. Mendampingi pasien saat memberikan premedikasi
7. Menciptakan situasi yang tenang
8. Yakinkan pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa dan alat
bantu dengar
9. Membawa pasien keruang operasi

J. Perawatan Pasca-bedah
Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU.Untuk mengetahui
problem pasca bedah dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga
dapat diantisipasi dengan baik.Misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain
Perawatan Pasca Bedah Dibagi Atas
1. Perawatan di ICU.
a. Monitoring Hemodinamik.
Setelah penderita pindah di ICU maka serah terima antara perawat yang mengantar ke
ICU dan petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab terhadap penderita tersebut :
Dianjurkan setiap penderita satu perawat yang bertanggung jawab menanganinya selama 24
jam.
Pemantauan yang dikerjakan harus secara sistematis dan mudah :
1. CVP, RAP, LAP.
2. Denyut jantung.
3. Wedge presure dan PAP.
4. Tekanan darah.
5. Curah jantung.
6. Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya, rutenya dan
lain-lain.
7. Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pacuh jantung dll.
b. EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan
adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel
dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan tergantung dari
problem yang dihadapi terutama bila ada perubahan irama dasar jantung yang
membahayakan.

12
c. Sistem pernapasan
Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan bahkan diberikan
sedasi sebelum ditransfer ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan dilihat :
· Tube dan ukuran yang diapakai, melalui mulut / hidung.
· Tidalvolume dan minut volume, RR, FiO2, PEEP.
· Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal,
kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu dibuat
kultur.
d. Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari/waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-
obatan sedatif pelumpuh otot. Bila penderita mulai bangun maka disuruh menggerakkan ke 4
ektremitasnya.
e. Fungsi ginjal
Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat
hemolisis dan lain-lain. Pemerikasaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan harus
dikerjakan.
f. Gula darah
Bila penderita adalah diabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan
bila tinggi mungkin memerlukan infus insulin.
g. Laboratorium
Setelah sampai di ICU perlu diperiksa :
1. HB,HT,trombosit.
2. ACT.
3. Analisa gas darah.
4. LFT / Albumin.
5. Ureum, kreatinin, gula darah.
6. Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.
h. Drain
Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa
diketahui. Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka
observasi di kerjakan tiap ½ jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 200 cc
untuk penderita dewasa tiap jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan mungkin
memerlukan retorakotomi untuk menghentikan perdarahan.
i. Foto thoraks

13
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke
CVP, Kateter Swan Ganz.Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem
yang dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai.Umumnya bila fungsi jantung normal,
penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga ekstratubasi beberapa jam
setelah pasca bedah.
j. Fisioterapi.
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator.Bila
sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi,
postural drinase).

K. Perawatan setelah di ICU / di Ruangan.


Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus
dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah.Umumnya
pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT,
Enzim CK dan CKMB.
Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :
1. Elektrolit thrombosis.
2. Ureum
3. Gula darah.
4. Thoraks foto
5. EKG 12 lead.
Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.
Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.
Hari ke 6 - 10 : pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a) Nama : tidak berpengaruh
b) Umur : kebanyakan disemua umur (pada anak-anak juga bisa seperti pada kelainan
jantung bawaan) (pada orang dewasa juga bisa dilakukan dengan indikasi gagal
jantung) tapi lebih sering pada anak-anak
c) Jenis kelamin : kebanyakan terjadi pada laki-laki tapi tidak menutup kemungkinan
terjadi juga pada perempuan
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya pasien-pasien yang akan dilaksanakan operasi bedah jantung kebanyakan
datang dengan keluhannya sesak nafas, nyeri dada, syanosis, kelemahan, palpitasi
dan nafas cepat
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas, nyeri dada, syanosis, kelemahan, nafas cepat, palpitasi
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah merasa sesak dan nyeri pada dada tapi hilang dengan
obat warung
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan jantung
3. Pemeriksaan Fisik
a) Kesadaran : Composmentis
b) Keadaan umun: biasanya dalam keadaan lemas
c) TTV : 120/80 mmhg
d) Nadi : 90-110 x/menit
e) TD : 110/70-140/90 mmHg
f) RR : 24-27 x/menit
g) Suhu : 37,5-38.5 ̊ C
h) Kepala dan Leher
i) Rambut : Keriting, ada lesi, distribusi merata.
j) Wajah : Normal, konjungtiva pucat

15
k) Hidung : Pernapasan cuping hidung,Tidak ada polip
l) Mulut : Bersih
m) Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
n) Jantung
Inspeksi : tampak ictus cordis
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas jantung melebar
Auskultasi : BJ 1 dan 2 melemah, BJ S3 dan S4, disritmia, gallop
o) Paru
Inspeksi : pengembangan paru kanan-kiri simetris
Palpasi : ada otot bantu pernafasan
Perkusi : sonor
Auskultasi : weezing
p) Abdomen
Inspeksi : Bulat datar
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi :-
Auskultasi : Bising usus (+)
q) Ekstremitas
Eks. Atas : Ada clubbing fingers, terdapat oedema
Eks. Bawah :Ada clubbing fingers, terdapat oedema
r) Sistem Integumen : kulit kering dan turgor kulit juga jelek
s) Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit kelamin, tidak ada hemoroid

4. Pengkajian Fungsional Gordon


1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang
sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Makan : Tidak nafsu makan disebabkan dipsnea
Minum : minum air putih tidak banyak sekitar 400-500cc
3. Pola eliminasi
BAK : adanya retensi urin / inkonteninsia urine
BAB : adanya konstipasi

16
4. Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena adanya sesak dan nafas
pendek.
5. Pola istirahat tidur
Pasien tidak bisa istirahat total seperti biasanya karena ada nyeri di dada
6. Pola persepsi sensori dan kognitif
Pasien sudah mengerti tentang keadaanya dan merasa harus segera berobat
7. Pola hubungan dengan orang lain
Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik tetapi akibat kondisinya
pasien malas untuk keluar dan memilih untuk istirahat.
8. Pola reproduksi / seksual
Pasien berjenis kelamin laki –laki dan akibat penyakitnya pasien tidak bisa
berhubungan seksual .
9. Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami penyakit seperti ini lagi
10. Pola mekanisme koping
Pasien apabila merasakan tidak nyaman sekali dan memegangi dadanya.
11. Pola nilai kepercayaan / keyakinan
Pasien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh menganggap ini merupakan
cobaan dari Allah SWT.

5. Contoh Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
1 Ds : pasien Penurunan Penurunan
mengatakan cepat kontraktilitas cardiac
lelah saat miokard output
beraktifitas dan
nyeri pada
dadanya.
Do :
- TTV (TD :
120/80-140/90
mmHg, N :

17
takikardi (lebih
dari 100x/menit),
RR : takipnea (24-
28x/menit), S :
37,50-38,50 C )
- Bunyi Jantung
S3 dan S4
2 Ds: Pasien ketidakseimbangan Gangguan
mengatakan dapat antara suplai intoleransi
beraktivitas seperti oksigen aktivitas
biasa dan tidak
mudah lelah.
Do:
- TTV (TD :
120/80-140/90
mmHg, N :
takikardi (lebih
dari 100x/menit),
RR : takipnea (24-
28x/menit), S :
37,50-38,50 C )
3 Ds: pasien menurunnya Kelebihan
mengatakan air filtrasi glomelurus volume
kencingnya sedikit cairan
Do:
- TTV (TD :
120/80-140/90
mmHg, N :
takikardi (lebih
dari 100x/menit),
RR : takipnea (24-
28x/menit), S :
37,50-38,50 C )

18
- Oedema pada
kaki

6. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan cardiac output b.d penurunan kontraktilitas miokard.
2. Gangguan intoleransi aktifitas b.d adanya ketidakseimbangan antara suplay oksigen
3. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya filtrasi glomelurus
Pengkajian Pasien yang telah menjalani Operasi Jantung
1. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya pasien-pasien yang telah dilaksanakan operasi bedah jantung kebanyakan
keluhannya sesak nafas, nyeri dada, kelemahan, palpitasi dan nafas cepat
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas, nyeri dada, kelemahan, nafas cepat, palpitasi
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya belum pernah menjalani bedah jantung
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan jantung hingga dilakukan
pembedahan

3.2.2Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Apatis
b. Keadaan umun: biasanya dalam keadaan lemas
Nadi : 55-80 x/menit
TD : 90/65-120/85 mmHg
RR : 22-27 x/menit
Suhu : 37,5-38.5 ̊ C
c. Kepala dan Leher
Rambut : Keriting, ada lesi, distribusi merata.
Wajah : Normal, konjungtiva agak merah muda
Hidung : Tidak ada polip
Mulut : Bersih
Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

19
d. Jantung
Inspeksi : terdapat bekas jahitan luka operasi
Palpasi : adanya nyeri tekan
Perkusi :-
Auskultasi : terdengar BJ 1 dan 2
e. Paru
Inspeksi : pengembangan paru kanan-kiri simetris
Palpasi : tidak ada otot bantu pernafasan
Perkusi :-
Auskultasi : weezing
f. Abdomen
Inspeksi : Bulat datar
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi :-
Auskultasi : Bising usus (+)
g. Ekstremitas
Eks. Atas : Ada clubbing fingers, terdapat oedema
Eks. Bawah :Ada clubbing fingers, terdapat oedema
h. Sistem Integumen : turgor kulit kembali > 1 detik
i. Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit kelamin, tidak ada hemoroid,dan
terpasang kateter
Bila pasien telah dipindahkan ke unit perawatan kritis, 4-12 jam sesudahnya, harus
dilakukan pengkajian yang lengkap mengenai semua system untuk menetukan status
pascaoperasi pasien dibandingkan dengan garis dasar perioperative dan mengetahui
perubahan yang mungkin terjadi selama pembedahan. Parameter yang dikaji adalah sebagai
berikut :
1. Status neurologis :tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, refleks,
gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
2. Status Jantung :frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP = pulmonary artery
wedge pressure). tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang dan pipa tekanan darah
invasif, curah jantung atau indeks. tahanan pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi
oksigen arteri paru bila ada, drainase rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker.

20
3. Status respirasi : gerakan dada, suara napas, penentuan ventilator (frekuensi, volume tidal,
konsentrasi oksigen, mode [mis, SIMV], tekanan positif akhir ekspirasi [PEEP], kecepatan
napas, tekanan ventilator, saturasi oksigen anteri (SaO2), CO2 akhir tidal, pipa drainase
rongga dada, gas darah arteri.
4. Status pembuluh darah perifer :denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir
dan cuping telinga, suhu kulit, edema, kondisi balutan dan pipa invasif.
5. Fungsi ginjal :haluaran urin, berat jenis urin, dan osmolaritas.
6. Status cairan dan elektrolit asupan : haluaran dan semua pipa drainase. semua parameter
curah jantung, dan indikasi ketidakseimbangan elektrolit berikut:
a. Hipokalemia : intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang
T yang datar atau terbalik).
b. Hiperkalemia : konfusi mental, tidak tenang, mual, kelemahan, parestesia
eksremitas, disrirmia (tinggi, gelombang T puncak, meningkatnya amplitudo,
pelebaran kompleks QRS; perpanjangan interval QT).
c. Hiponatremia : kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma.
d. Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani.
e. Hiperkalsemia intoksikasi digitalis, asistole.
7. Nyeri :sifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan dengan nyeri
angina), aprehensi, respons terhadap analgetika.
Beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria interna akan
mengalami parestesis nervus ulnaris pada sisi yang sama dengan graft yang diambil.
Parestesia tersebut bisa sementara atau permanen. Pasien yang menjalani CABG dengan
arteri gastroepiploika juga akan mengalami ileus selama beberapa waktu pascaoperatif dan
akan mengalami nyeri abdomen pada tempat insisi selain nyeri dada.
Pengkajian juga mencakup observasi segala peralatan dan pipa untuk menentukan apakah
fungsinya baik: pipa endotrakheal, ventilator, monitor CO2 akhir tidal, monitor SaO2, kateter
arteri paru, monitor saturasi oksigen arteri paru (SavO2), pipa arteri dan vena, alat infus
intravena dan selang, monitor jantung, pacemaker, pipa dada, dan sistem drainase urin.

3.2.3Contoh Analisa Data


No Analisa data Etiologi Problem
1. Ds: keluarga klien Kehilangan darah dan Penurunan curah jantung
mengatakan bahwa gangguan miokardium

21
pasien mengalami
keletihan, berdebar-
debar, nafas pendek,
bingung
Do:
- TTV (TD : 120/80-
140/90 mmHg, N :
takikardi (lebih dari
100x/menit), RR :
takipnea (24-
28x/menit), S : 37,50-
38,50 C )
- Bunyi Jantung S3
dan S4
- Keluaran urin
anadekuat
- Peralatan
pemantau
hemodinamik
memperlihatkan hasil
tidak normal
- Terdapat edema
2. Ds: keluarga klien Trauma pembedahan dada Gangguan pertukaran gas
mengatakan bahwa ekstensif
pasien sesak, nafas
pendek,
Do:
- TTV (TD : 120/80-
140/90 mmHg, N :
takikardi (lebih dari
100x/menit), RR :
takipnea (24-
28x/menit), S : 37,50-

22
38,50 C )
- AGD tidak normal
(PO2 :dibawah 80
mmHg, PCO2 : diatas
45 mmHg, HCOO-3 :
dibawah 21 mmHg,
PH :dibawah 7,35,
SO2 : dibawah
90 mmHg)
- Suara nafas krekel
- Jalan nafas
terganggu
- Dasar kuku dan
membrane mukosa
pucat

3 Ds: keluarga klien Trauma operasi Nyeri


mengatakan bahwa
pasien merasakan
nyeri pada daerah
dada
Do:
- Dahi pasien
mengkerut, merintih
dan melindungi
tempat rasa nyeri
- skala nyeri 5
- pasien memegang
dada bagian atas
- menggosok lengan
kiri
- TTV : TD: 120/80-
140/90 mmHg, Nadi:

23
100-110 x/menit, RR:
20-24x /menit, Suhu :
370C-380C
- P : nyeri bertambah
jika digunakan
bergerak dan
berkurang bila
digunakan istirahat
- Q : seperti tertusuk
- R : didaerah dada,
- S : 5,
- T : waktu bergerak
4. Ds: keluarga klien Infeksi atau sindroma pasca Hipertermi
mengatakan bahwa perikardiotomo
pasien demam
Do:
- Suhu : 38,50C –
390C
- Adanya kemerahan
-Adanya bengkak
-Peningkatan rasa
nyeri

3.2.4 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung
yang terganggu.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada
ekstensi.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi.
4. Terjadinya hipertermi berhubungan dengan terjadinya infeksi atau sindrom pasca
perikardiotomi.

24
3.2.5 Proses Keperawatan
Diagnosa Keperawatn SLKI SIKI

a. Intoleran aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi ( SIKI hal , 176 )
keperawatan 1x24 jam
didapatkan kriteria hasil : 1. Identifiaksi gangguan fungsi

Toleransi aktivitas (SLKI , hal tubuh yang mengakibatkan

149) kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik
1. Frekuensi nadi membaik 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Siturasi oksigen mmebaik 4. Lakukan latihan rentan gerak pasif
3. Kemudahan dalam atau aktif
melakukan aktivitas 5. Berikan aktivitas distraksi yang
sehari-hari membaik menenangkan
4. Jarak berjalan membaik 6. Anjurkan tirah baring
5. Keluhan lelah menurun 7. Anjurkan melakukan aktivitas
6. Perasaan lemah menurun seacara bertahap
7. Warna kulit membak
8. Tekanan darah membaik

b. Nyeri akut Stelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri ( SIKI , hal 201 ) :
keperawatan 1x24 jam
didapatkan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi , karakteristik,

Tingkat Nyeri ( SLKI hal , 145) durasi , frekuensi , kulitas nyeri


2. Identifikasi skala nyeri
1. Kemampuan melakukan 3. Identifikasi respon jyeri non
aktivitas meningkat verbal
2. Keluhan nyeri menurun 4. Berikan teknik non farmakologis
3. Meringis menurun untuk mengurangi rasa nyeri
4. Gelisah menurun 5. Kontrol lingkungan yang
5. Kesulitan tidur menurun memperberat ras nyeri
6. Uterus teraba membulat 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun 7. Jelaskan penyebab , periode dan
7. Perinium terasa tertekan pemicu nyeri
menurun 8. Kolaborasi pemberian
8. Mual menurun analgetik , jika perlu
9. Muntah menurun
10. Nadi membaik
11. Pola napas membaik

25
12. TD membaik

c. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi ( SIKI hal , 278)
keperawatan 1x24 jam
didapatkan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan geajal

Tingkat infeksi ( SLKI , hal infeksi lokal dan sistemik

139) 2. Batasi jumlah pengunjung


3. Berikan perawatan kulit pada
1. Kebersihan tangan area edema
meningkat 4. Pertahankan teknik aseptik
2. Kebersihan badan pada pasien yang berisiko
meningkat tinggi
3. Demam menurun 5. Jelaskan tanda dan gejala
4. Kemerahan menurun infeksi
5. Nyeri menurun 6. Ajarkan cara mencuci tangan
6. Bengkak menurun dengan benar
7. Kaadra sel darah putih 7. Anjurkan meningkatkan
membaik asupan nutrisi
8. Kultur urine mambaik. 8. Anjurkan meningkatan supan
cairan
9. Kolabirasi pemberian
imunisasi

d. Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung : SIKI hal 317
keperawatan 1x24 jam
didapatkan KH : 1. Identifikasi tanda dan gejala
primer penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer jantung
meningkat 2. Identifikasi tanda dan gejala
2. Ejection fraction sekunder penurunan curah
meningkat jantung
3. Palpitalasi menurun 3. Monitor tekanan dara
4. Takikardi menurun 4. Monitor intake dan ouput
5. Lemah menurun cairan
6. Edema menurun 5. Monitor saturasi oksigen
7. Tekanan darah 6. Monitor EKG 12 sadapan
membaik

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bedah jantung adalah Usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi
kelainan anatomi atau fungsi jantung.

Operasi Jantung Dibagi Atas :


· Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga
jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).
· Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga
jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
Peran perawat pada fase intra operatif ini meliputi yaitu, :
1. Pemeliharaan keselamatan
2. Pematauan fisiologis
3. Dukungan psikologis
4. Penatalaksanaan keperawatan

4.2 Saran
 Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
 Mengurangi nyeri pada pasien
 Meningkatkan istirahat yang cukup
 Mencegah suhu tubuh agar tetap normal
 Jaga pola makan dan gaya hidup

27
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.


Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi
Operasi. Sahabat Setia : Yogyakarta.
Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif
Nursing, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC :
Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :
Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.
Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University
Press : Surabaya.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai