FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2021 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hama adalah semua binatang yang menimbulkan kerugian pada pohon
dan hasil hutan seperti serangga, bajing, tikus, babi, rusa, dan lain-lain. Namun kenyataan di lapang hama yang potensial menimbulkan kerugian adalah serangga. Sehingga masyarakat umum mengidentifikasi hama sama dengan serangga. Penyakit adalah adanya kerusakan proses fisiologis yang disebabkan oleh gangguan yang terus menerus yang mengakibatkan aktivitas sel atau jaringan menjadi abnormal, digambarkan dalam bentuk patologi yang khas yang disebut gejala atau tanda. Gejala atau tanda inilah yang memberi petunjuk apakah pohon sehat atau sakit (Anggraeni 2009). Tanaman dapat dikatakan sakit bila ada perubahan seluruh atau sebagian organ-organ tanaman yang menyebabkan terganggunya kegiatan fisiologis sehari-hari. Tanaman sakit adalah suatu keadaan proses hidup tanaman yang menyimpang dari keadaan normal dan menimbulkan kerusakan. Makna kerusakan tanaman adalah setiap perubahan pada tanaman yang menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas hasil (Nathasia 2010).
Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) bersifat multifungsi dan
memberikan dampak ganda, baik sebagai tanaman produksi maupun tanaman konservasi dan reboisasi. Kegunaan sengon antara lain sebagai pohon pelindung, meningkatkan kesuburan tanah, bahan industri, bahan bangunan, kayu bakar, daunnya untuk pakan ternak dan pupuk hijau, biji atau buahnya dapat dimakan manusia. Sejak tahun 2003, telah terjadi serangan penyakit karat tumor pada tanaman sengon. Pada tanaman muda, penyakit ini menyebabkan kematian pada tanaman siap panen, menyebabkan penurunan kualitas kayu sehingga harga jual kayu sengon menurun. BAB II PEMBAHASAN
A. Tanaman Inang
Gambar A. Pengupasan tumor (Gall peeling), B. Tumor yang sudah dikupas, C.
Pemangkasan tumor (Gall pruning) (Anggraeni 2009). Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) termasuk dalam famili Mimosaceae, pernah dijuluki sebagai pohon ajaib (miracle tree) karena dapat tumbuh dengan cepat dan dapat beradaptasi pada berbagai keadaan lingkungan (Anggraeni 2009). Dalam pembudidayaan sengon tidak terlepas dari berbagai ancaman salah satunya yaitu penyakit karat tumor. Penyakit karat tumor menyerang mulai dari bibit, tanaman muda dan tegakan di lapangan yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, bahkan mematikan tanaman sehingga terjadi kegagalan penanaman. Penyakit karat tumor menyerang tanaman sengon pada semua tingkat pertumbuhan baik semai, tanaman muda maupun tanaman dewasa (Rahayu et al. 2009). Penyakit dapat terjadi pada inang (tanaman) yang rentan, patogen yang bersifat virulen didukung oleh lingkungan yang sesuai bagi patogen sehingga penyakit berkembang dengan baik. Hasil penelitian di persemaian menunjukkan bahwa provenan dari Papua yaitu provenan Wamena bersifat lebih toleran terhadap penyakit karat tumor dibanding provenan-provenan yang berasal dari Jawa (Baskorowati dan Nurrohmah 2011). Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2009) juga menunjukkan bahwa semai sengon dari Wamena terinfeksi karat tumor lebih rendah dibanding sengon yang sumber benihnya dari daerah lain. Penyakit karat tumor pada sengon menunjukkan gejala yang khas, yaitu hiperplasia (pertumbuhan lebih) pada bagian tumbuhan yang terserang. Gejala penyakit diawali dengan adanya pembengkakan lokal (tumefaksi) di bagian tanaman yang terserang (daun, cabang, dan batang). Lama kelamaan pembengkakan berubah menjadi benjolan-benjolan yang kemudian menjadi bintil - bintil kecil atau disebut tumor (gall). Tumor yang timbul mempunyai bentuk bervariasi mulai bulat sampai tidak beraturan dengan diameter mulai dari beberapa milimeter sampai lebih besar dari 10 cm. Tumor yang masih muda berwarna hijau kecoklatan muda yang diselimuti oleh lapisan seperti tepung berwarna agak kemerahan yang merupakan kumpulan dari spora patogen, sedangkan tumor yang tua berwarna coklat kemerahan sampai hitam dan biasanya tumor sudah keropos berlobang serta digunakan sebagai sarang semut (Anggraeni 2009).
B. Penyebab Penyakit
Berdasarkan pengamatan terhadap gejala penyakit di lapangan, hanya
ada dua jenis Uromycladium yang diketahui mengakibatkan pembentukan bintil- bintil dalam jumlah sangat besar pada tunas berkayu dan bagian-bagian lain pohon akasia dan albisia yang terserang yaitu U. notabile dan U. tepperianum. Fungi ini dapat dibedakan dari morfologi teliospora yang dihasilkan secara seksual. Spora seksual (teliopsora) dengan rabung-rabung memencar ini merupakan ciri khas dari U. tepperianum, sedangkan uredospora aseksual dihasilkan oleh U. notabile. Dari uraian tersebut di atas maka diketahui bahwa penyebab penyakit karat tumor pada sengon di Jawa Timur adalah fungi U. tepperianum (Angraeni 2009). Semangun (1996) mengatakan bahwa untuk timbulnya penyakit, patogen harus berhubungan dengan jaringan tumbuhan yang hidup dan berkembang di dalamnya. Aktivitas patogen dalam tumbuhan bersifat kimiawi, oleh karena itu pengaruh yang disebabkan oleh patogen pada tumbuhan hampir seluruhnya sebagai akibat reaksi-reaksi biokimia yang terjadi antara substansi yang dihasilkan oleh patogen dengan substansi yang terdapat dalam tumbuhan atau yang dibentuk tumbuhan saat terjadi infeksi. Kelompok- kelompok utama substansi yang disekresikan oleh patogen dalam tumbuhan yang menyebabkan timbulnya penyakit baik langsung maupun tidak langsung adalah enzim, toksin, zat pengatur tumbuh dan polisakarida. Timbulnya tumor erat kaitannya dengan hormon tumbuh yang terjadi secara alamiah dalam tumbuhan yaitu auksin, seperti indole-3-acetic acid (IAA) dan sitokinin. Tumbuhan yang sakit terutama pada sel-sel tumor mengandung kadar IAA dan sitokinin yang lebih tinggi daripada biasanya, kedua hormon tersebut diduga menimbulkan gejala hiperplasia, patogen yang masuk ke dalam tumbuhan berkembang biak di dalam ruang sela-sela sel, menyebabkan dipercepatnya pembelahan sel, dan sel yang terjadi membesar secara abnormal. Sinaga (2000) menyatakan bahwa dalam pertumbuhan normal tumbuhan terjadi satu seri kumpulan proses yang diatur dan dikoordinasi dengan baik sebagai proses metabolisme. Proses tersebut dikendalikan dengan hormon pengatur tumbuh, demikian juga oleh mekanisme kompensator. Patogen sangat mengganggu pertumbuhan inang dengan (a) memproduksi hormon yang menyebabkan respon abnormal dari inang, (b) memproduksi senyawa yang menstimulasi tumbuhan inang untuk memproduksi terlalu banyak/sedikit hormon tumbuh, (c) memproduksi zat pengatur tumbuh yang dalam keadaan normal telah diproduksi inang sehingga tingkat pengatur tumbuh menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat dalam keadaan normal, dan (d) membentuk metabolit yang mempengaruhi sistem regulatori normal dari tambura. DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni I. 2009. Penyakit karat tumor pada sengon (Paraserianthes falcataria
(L) Nielsen) di perkebunan Glenmore Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 6 (5) : 311-321. Baskorowati L, Nurrohmah SH. Variasi ketahanan terhadap penyakit karat tumor pada sengon tingkat semai. 2011. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 5(3): 129-138. Nathasia ND. 2010. Desain sistem pakar identifikasi penyakit tanaman holtikultura untuk mempermudah penanggulangan hama. Jurnal Teknologi Informasi. 2 (2) : Rahayu, S, Lee SS, dan Noor AS, Shaleh G. 2009. Responses of Falcataria moluccana seedlings of Different Seed Sources to Inoculation with Uromycladium tepperianum. Sivae Genetica. 58 (1) : 62-67. Semangun H. 1996. Pengantar Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Sinaga M. 2000. Dasar-dasar Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.