Anda di halaman 1dari 97

LAMPIRAN

Peraturan Presiden Republik Indonesia


Nomor Tahun 2020
Tentang

RENCANA INDUK PARIWISATA TERPADU


(INTEGRATED TOURISM MASTER PLAN)
DANAU TOBA
TAHUN 2020-2045

1
1. Latar Belakang

1.1. Tantangan Pengembangan


Pemerintah menaruh perhatian dan harapan lebih besar terhadap sektor pariwisata sebagai salah satu
sumber pertumbuhan baru bagi Indonesia. Perkembangan pariwisata diharapkan tidak hanya dapat
mendatangkan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dengan jumlah yang semakin besar,
namun juga dapat berkontribusi untuk menguatkan struktur ekonomi nasional, mendorong
pemerataan pembangunan, menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam Visi Indonesia 2045, Indonesia diharapkan menjadi salah satu destinasi unggulan pariwisata di
kawasan Asia dan Dunia, yang didukung dengan keragaman wilayah, suku bangsa, bahasa, warisan
dunia dan keanekaragaman hayati. Pariwisata juga diharapkan menjadi salah satu penyumbang devisa
terbesar di Indonesia, yang dihasilkan dari kedatangan wisatawan mancanegara mencapai 73,6 juta
pada tahun 2045 dan peningkatan daya saing pariwisata Indonesia menjadi peringkat 10 besar dunia.
Tahapan untuk mewujudkan sasaran pembangunan pariwisata tersebut telah dicanangkan Pemerintah
melalui pengembangan 10 destinasi prioritas pariwisata (DPP) untuk menunjang Bali sebagai destinasi
pariwisata utama di Indonesia. Pelaksanaannya dimulai melalui percepatan penyiapan lima destinasi
super-prioritas yaitu Danau Toba, Borobudur dan sekitarnya, Lombok, Labuan Bajo dan Likupang.
Keberhasilan penyiapan kelima destinasi super prioritas tersebut diharapkan dapat menjadi
pengungkit dan bahkan meningkatkan momentum pertumbuhan sektor pariwisata Indonesia yang
dalam enam tahun terakhir menunjukkan tren yang positif.
Pada tahun 2014 terdapat 9,4 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke
Indonesia. Jumlah kunjungan ini tumbuh menjadi 14,0 juta pada tahun 2017, dan 16,1 juta pada 20191.
Laju pertumbuhan majemuk tahunan (compound annual growth rate-CAGR) kunjungan wisman pada
periode 2014-2019 adalah sekitar 11,3 persen. Sebagian besar wisman berkunjung melalui pintu
masuk Bali, Jakarta, Batam, Surabaya dan Medan. Sementara itu, kunjungan wisatawan nusantara
(wisnus) mengalami kenaikan pada periode 2014-2018 yaitu dari 251,2 juta perjalanan menjadi 303,4
juta perjalanan, atau meningkat rata-rata 5,2 persen per tahun. Namun perjalanan wisnus mengalami
penurunan pada tahun 2019 menjadi 282,9 juta perjalanan2, sehingga CAGR kunjungan wisnus pada
periode 2014-2019 adalah sebesar 2,4 persen. Sebagian besar wisnus menggunakan moda
transportasi darat seperti mobil, bus, kereta api dan kendaraan travel (89 persen).
Berbeda dengan tren kunjungan wisman di tingkat nasional, kunjungan wisman ke Sumatera utara
cenderung fluktuatif. Kunjungan wisman ke Sumatera Utara melalui berbagai pintu gerbang (Bandara
Kualanamu, Bandara Silangit, Pelabuhan Tanjung Balai, dan Pelabuhan Belawan) menunjukkan pola
yang fluktuatif dari 270.837 orang pada tahun 2014, menjadi 233.643 orang pada tahun 2016, dan
236.431 orang pada tahun 20183. Sumber utama wisman ke Sumatera Utara adalah Malaysia, yang
pangsanya mencapai 59,2 persen, dan diikuti oleh Singapura, China, Jerman, Bangladesh dan
Australia. Lama tinggal wisman di Sumatera Utara rata-rata 1,5 hari. Sekitar 60 persen wisman yang
berkunjung ke Sumatera Utara memiliki destinasi akhir atau juga mengunjungi wilayah Danau Toba 4.
Jumlah kunjungan wisman ke Danau Toba pada periode Januari – September 2019 meningkat sebesar
hampir 9 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018 5.

1 BPS, berbagai tahun.


2 Statistik Wisatawan Nusantara 2017 dan 2018, BPS (2018, 2019).
3 Provinsi Sumatera Utara dalam Angka 2019, BPS Provinsi Sumatera Utara (2019).
4 Survei Preverensi Wisatawan Mancanegara di Sumatera Utara, Bank Indonesia Cabang Sumatera Utara, (2018).

5 Badan Pengelola Otorita Danau Toba (2020).

2
Dari sisi wisnus, jumlahnya yang berkunjung ke Sumatera Utara pada tahun 2018 mencapai 11.586.299
perjalanan, atau meningkat 8,7 persen dibandingkan dengan tahun 2017 6. Perjalanan wisnus ini
sebagian besar bertujuan untuk mengunjungi teman/keluarga (51,0 persen) dan rekreasi (39,4 persen).
Hanya sebagian kecil perjalanan ditujukan untuk berobat (2,1 persen), belanja (2,0 persen), kunjungan
keagamaan (1,8 persen), bisnis (0,9 persen), diklat (0,6 persen), Meeting-Incentive-Convention-
Exhibition (MICE) (0,3 persen) dan acara olah raga/kesenian (0,2 persen). Obyek wisata yang
dikunjungi adalah buatan (18,2 persen), alam (16,4 persen), dan bahari (13,5 persen) dan budaya (5,3
persen).

Gambar 1.1 Perkembangan Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Sumatera Utara

Peningkatan aktivitas pariwisata di Sumatera Utara, khususnya di Danau Toba, sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan aksesibilitas, amenitas dan atraksi yang memadai. Penyediaannya dapat diwujudkan
melalui kolaborasi dari semua pemangku kepentingan. Pengembangan pariwisata di Danau Toba juga
perlu direncanakan dengan mempertimbangkan satu kesatuan wilayah terpadu yang terintegrasi
secara fisik dan non-fisik, dengan memadukan berbagai rencana pariwisata sektoral ke dalam
dokumen yang komprehensif dari lingkup makro hingga mikro.

6 Statistik Wisatawan Nusantara 2018, BPS (2019)

3
Gambar 1.2 Keterpaduan Perencanaan dalam Rencana Induk Pariwisata Terpadu

Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT) Danau Toba disusun untuk memfasilitasi pembangunan
pariwisata Danau Toba yang lebih menyeluruh dan terpadu. RIPT merupakan dokumen perencanaan
untuk memandu koordinasi para pemangku kepentingan dalam mengembangkan pariwisata Danau
Toba yang berkelanjutan dan selaras dengan perkembangan wilayah secara keseluruhan. Program dan
kegiatan dalam RPIT Danau Toba mempertimbangkan aspek-aspek kepariwisataan, infrastruktur,
kehutanan, kemaritiman, tata ruang, dan investasi. RIPT diharapkan dapat memberi jawaban bagi
permasalahan dan tantangan dalam pengembangan pariwisata di Danau Toba sebagai berikut:
a. Penurunan kondisi lingkungan makro yang ditunjukkan oleh kualitas air danau dan kawasan
hutan. Pencemaran air Danau Toba masuk dalam kategori parah sehingga menimbulkan citra
negatif bagi calon wisatawan dan membatasi kegiatan wisata air. Deforestasi akibat alih fungsi
untuk pertanian dan aktivitas lain, dan kebakaran hutan tidak hanya mengganggu pemandangan
yang dicari wisatawan, tapi juga memberikan citra negatif yang menghambat kedatangan
wisatawan yang semakin sadar lingkungan;
b. Penurunan kondisi lingkungan mikro yang terlihat dari tumpukan sampah, termasuk di titik-titik
pandang yang umumnya menjadi lokasi pemberhentian wisatawan. Kondisi ini disebabkan oleh
belum berjalannya sistem penanganan sampah dan limbah, baik karena infrastruktur yang kurang
memadai maupun perilaku masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan;
c. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang makna dan nilai sumber daya
kawasan. Sebagai contoh, beberapa geosites yang berada di lahan milik masyarakat tidak
dipelihara dan belum dimanfaatkan untuk aktivitas pariwisata;
d. Kurangnya pemahaman Pemerintah Daerah untuk mengelola kawasan dengan baik, misalnya
dalam hal pengaturan ruang dan arus wisatawan, serta pendidikan kepada wisatawan dan
masyarakat terkait penghargaan terhadap warisan dan potensi wisata di destinasi yang
dikunjungi; dan
e. Keterbatasan aksesibilitas. Lokasi geosites yang tersebar dalam wilayah geografis yang luas
memerlukan jaringan prasarana penghubung, tidak hanya pada koridor-koridor utama, tetapi
juga koridor-koridor sekunder seperti pinggiran danau dan akses jalur pariwisata menuju ke
lokasi.

4
Berdasarkan permasalahan dan tantangan di atas, RIPT juga mencakup pertimbangan dan strategi
untuk memperbaiki tata kelola lingkungan, termasuk penegakan aturan dan hukum. Pelaksanaan RIPT
membutuhkan penguatan monitoring dan evaluasi sehingga masalah serupa tidak terulang di
kemudian hari. Peningkatan pemahaman para pemangku kepentingan, terutama masyarakat, terkait
nilai asset pariwisata yang ada, serta sikap dan perilaku untuk menghargai sumber daya menjadi
bagian dari langkah-langkah yang perlu dilakukan tidak saja dalam kaitannya dengan pelaksanaan
RIPT, namun juga dalam kaitannya dengan realisasi dari komitmen pemangku kepentingan. Berbagai
upaya tersebut, ditambah dengan peningkatan infrastruktur aksesibilitas diharapkan dapat
memfasilitasi peningkatan kunjungan dan lama tinggal wisatawan di Danau Toba, serta menciptakan
manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat di wilayah Danau Toba.
Pengembangan pariwisata Danau Toba juga mempertimbangkan kondisi lingkungan makro di
Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan pariwiata di Danau Toba dapat
berkontribusi secara nyata untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di
Provinsi Sumatera Utara. Salah satu analisis makro yang dirujuk yaitu Annual Update of Asia
Competitiveness Institute (ACI) Ranking and Simulation Studies for 33 Provinces and Six Regions of
Indonesia7. Berdasarkan kajian tersebut, daya saing Provinsi Sumatera Utara berada di posisi ke-20.
Posisi ini dibentuk oleh skor Sumatera Utara untuk komponen penilaian (1) pemerintahan dan
kerangka kelembagaan; (2) kondisi dunia usaha dan pasar tenaga kerja; dan (3) kualitas hidup dan
pembangunan infrastruktur yang masih berada di bawah rata-rata nasional. Di sisi lain, daya saing
Provinsi Sumatera Utara cukup baik untuk komponen stabilitas makroekonomi. Daya saing Provinsi
Sumatera Utara dan 6 (enam) provinsi lainnya dapat diihat pada Gambar 1.3 berikut.
ACI Ranking ini menunjukkan bahwa tantangan terbesar dalam pembangunan di Provinsi Sumatera
Utara adalah perbaikan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan, serta optimalisasi pembangunan
infrastruktur dan kemajuan teknologi untuk meningkatkan pelayanan dasar, peluang usaha,
kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata di Danau
Toba diharapkan dapat mendukung upaya-upaya untuk menangangi berbagai tantangan tersebut.

7Annual Update of ACI Ranking and Simulation Studies for 33 Provinces and Six Regions of Indonesia (Lee Kuan
Yew School of Public Policy and National University of Singapore, 2017). ACI Ranking and Simulation Study
melacak lansekap daya saing provinsi dan wilayah di Indonesia dengan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan, serta tantangan yang dihadapi oleh setiap provinsi atau wilayah. Hasilnya diharapkan dapat
mendorong pemangku kepentingan untuk kolaborasi dalam menyelesaikan tantangan pembangunan dan
memperkuat upaya untuk meningkatkan daya saing di Indonesia melalui kebijakan perdagangan, investasi asing
untuk transfer teknologi, dll.

5
Sumber: Annual Update of Asia Competitiveness Institute Ranking and Simulation Studies for 33 Provinces and
Six Regions of Indonesia

Gambar 1.3 Daya Saing Sumatera Utara dan Provinsi Lainnya

1.2. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metodologi


1.2.1 Tujuan dan Ruang Lingkup
RIPT Danau Toba bertujuan mengkonsolidasikan partisipasi dan kontribusi para pemangku
kepentingan dalam perencanaan pembangunan pariwisata di Danau Toba secara terintegrasi dan
berkelanjutan. RIPT Danau Toba mencakup rencana pembangunan seluruh wilayah destinasi wisata
Danau Toba dalam periode 25 tahun, yang dilengkapi dengan rencana pembangunan wilayah
destinasi wisata Danau Toba secara terinci untuk 5 tahun pertama, terutama di kawasan inti pariwisata
(key tourism areas/KTA). RIPT Danau Toba akan menjadi dasar pembangunan fasilitas pariwisata,
infrastruktur pendukung dan kegiatan lainnya dalam rangka: (i) merespon peluang dan hambatan
lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya dari destinasi wisata; dan (ii) menghindari degadrasi sumber
daya alam dan budaya.

1.2.2 Penetapan KTA


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional (Ripparnas) Tahun 2010 – 2025, perwilayahan Destinasi Pariwisata Nasional
(DPN) terdiri 222 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) yang tersebar di 50 (lima puluh)
DPN. Sekitar 88 (delapan puluh delapan) wilayah dalam DPN merupakan Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional (KSPN), yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan
pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti

6
pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumberdaya alam, daya dukung lingkungan
hidup, serta pertahanan dan keamanan. Untuk Kawasan Danau Toba, wilayah dicakup yaitu DPN
Medan-Toba dan sekitarnya (dskt) yang meliputi KSPN Toba dskt, KSPN Tangkahan dskt, KPPN Medan
Kota dskt, KPPN Bukit Lawang dskt, dan KPPN Sibolga dskt.
Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan
sekitarnya menetapkan bahwa delineasi Kawasan Danau Toba adalah mengikuti delineasi daerah
tangkapan air dan Catchment Area Treatment (CAT), yang terletak pada koordinat 2°10’3°00’ Lintang
Utara dan 98°24’ Bujur Timur. Merujuk pada peraturan tersebut, Kawasan Danau Toba mencakup 8
(delapan) kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari Kabupaten Karo, Simalungun, Toba
Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Pakpak Bharat, dan Dairi. Kedelapan
kabupaten tersebut disebut sebagai Tourism Development Area (TDA). Dari kedelapan TDA dipilih 31
kecamatan yang berbatasan langsung dengan Danau Toba sebagai fokus pengembangan yaitu 9
kecamatan di Kabupaten Samosir, 1 kecamatan di Kabupaten Dairi, 1 kecamatan di Kabupaten Karo, 7
kecamatan di Kabupaten Simalungun, 9 kecamatan di Kabupaten Toba Samosir, 1 kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Utara, dan 3 kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Gambar 1.4 Lokasi TDA dan KTA RIPT Danau Toba

Sebanyak 6 (enam) Key Tourism Area (KTA) kemudian dipilih dari 31 kecamatan untuk menjadi fokus
pengembangan yang dirinci dalam RIPT. Sebanyak 4 (empat) KTA, yaitu: Simanindo, Samosir, Balige,
dan Parapat akan diprioritaskan di 5 (lima) tahun pertama. Dua KTA yang diusulkan sebagai KTA baru,
yaitu: Merek dan Muara akan dikembangkan pada lima tahun berikutnya. Pengembangan keenam
KTA ini diharapkan menjadi mengungkit bagi perkembangan pariwisata di Danau Toba. Kriteria
pemilihan keenam KTA didasarkan pada Market Analysis and Demand Assesement (MADA) Danau
Toba dkst (2017) dan hasil analisis yang dikonfirmasi ulang melalui baseline analysis RIPT Danau Toba
(2019) yang dapat dilihat pada link berikut
http://p3tb.pu.go.id/uploads_file/20191231011730.20170705%20HHTL%20SJ%20Lake%20Toba%20(fi
nal).pdf. Kabupaten yang tidak memiliki KTA tetap mendapat perhatian Pemerintah Indonesia,
khususnya untuk akses dan pemenuhan pelayanan dasar.

7
Tabel 1.1 Delineasi Perwilayahan RIPT Danau Toba
Tourism Destination Area (TDA) Key Tourism Area (KTA)

Kabupaten Samosir Simanindo


Pangururan
Kabupaten Dairi
Kabupaten Karo Merek
Kabupaten Simalungun Parapat - Sibisa
Kabupaten Toba Samosir Balige
Kabupaten Tapanuli Utara Muara – Baktiraja
Kabupaten Humbang Hasundutan
Kabupaten Pakpak Bharat

1.2.3 Metodologi
RIPT Danau Toba disusun melalui beberapa tahapan yang melibatkan serangkaian analisis tentang
kondisi dan tantangan pembangunan pariwisata di Danau Toba yang diselaraskan dengan aspirasi
pelaku kepentingan. Tahapan penyusunan RIPT tersebut adalah:
a. analisis kelembagaan, hukum, regulasi dan kerangka kebijakan yang langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi sektor pariwisata khususnya di Danau Toba;
b. analisis permintaan dan peluang pembangunan kawasan destinasi wisata;
c. analisis kondisi awal rencana tata ruang, kesenjangan infrastruktur, atraksi dan fasilitas bagi
wisatawan;
d. artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial-ekonomi, dan warisan budaya;
e. penyiapan visi, proyeksi pertumbuhan dan beberapa skenario pembangunan;
f. perincian skenario pembangunan terpilih yang menjadi dasar perumusan rencana aksi;
g. penyusunan dokumen RIPT; dan
h. pelibatan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan di seluruh tahapan penyusunan RIPT.

Gambar 1.5 Proses Penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu

Tahap pertama mencakup analisis kerangka kelembagaan dan hukum, serta peraturan dan kebijakan
yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi sektor pariwisata khususnya di Danau Toba.
Tahap kedua mencakup analisis pasokan dan permintaan kepariwisataan di Danau Toba, yang diikuti
dengan pengumpulan dan analisis data-data awal (baseline) tentang rencana tata ruang, kesenjangan

8
infrastruktur, obyek wisata, dan fasilitas bagi pengunjung. Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan
data-data dan artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial-ekonomi, dan warisan budaya.
Hasil dari keseluruhan analisis ini selanjutnya digunakan sebagai dasar bagi penyusunan visi, proyeksi
pertumbuhan dan skenario pembangunan destinasi Danau Toba. Skenario pembangunan disusun
dalam beberapa pilihan, dengan skenario terpilih diuraikan lebih rinci dan menjadi dasar bagi
perumusan rencana aksi yang menjadi bagian akhir dari RIPT. Proses penyusunan RIPT melibatkan
partisipasi aktif dari pemangku kepentingan baik Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dunia
usaha, perwakilan kelompok masyarakat dan mitra pembangunan internasional.

2. Analisis Pasar
2.1 Analisis Penawaran
Dalam RIPT ini komponen penawaran didefinisikan mencakup Komponen 5A, yaitu: Atraksi atau daya
tarik, Aktivitas, Aksesibilitas, Akomodasi dan Amenitas.

Gambar 2.1 Ilustrasi Peta Daya Tarik Wisata Danau Toba


Keterangan: Warna hijau tua merupakan daya tarik wisata di utara Kawasan Danau Toba, Warna ungu merupakan daya tarik
wisata di timur Kawasan Danau Toba, Warna merah merupakan daya tarik wisata di barat Kawasan Danau Toba, Warna hitam
merupakan daya tarik wisata di selatan Kawasan Danau Toba.

2.2 Atraksi
Atraksi atau Daya Tarik Wisata (DTW) merupakan unsur dasar dalam 5A yang didukung oleh
komponen lainnya. DTW berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa

9
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
Danau Toba merupakan DTW yang unik dan langka sebagai kawasan kaldera yang terbentuk dari
letusan Gunung Berapi Super sekitar 74.000 tahun yang lalu, danau terbesar di Asia Tenggara, dan
gunung berapi-tektonik dengan panjang 100 km, lebar 30 km, kedalaman 505 meter, dan terletak di
ketinggian 904 meter di atas permukaan laut (Rencana Induk dan Rencana Detail Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional Danau Toba dan sekitarnya, 2012). Kawasan Danau Toba merupakan Kaldera
Quartery8terbesar di dunia dan menjadikannya sebagai warisan dunia yang penting dengan beragam
keanekaragaman geologi, biologis, dan budaya, yang juga didukung oleh atraksi buatan manusia.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa DTW di 31 Kecamatan Kawasan Danau Toba berjumlah kurang
lebih 123 DTW ditambah dengan 4 DTW di Kabupaten Pakpak Bharat. Jumlah tersebut kemungkinan
bisa terus bertambah, seiring dengan teridentifikasinya tempat-tempat baru yang dipopulerkan
menjadi DTW, maupun yang diciptakan sebagai daya tarik buatan pada kurun waktu perencanaan.
Potensi seperti di destinasi berbasis danau di negara lainnya, seperti Danau Taupo di Selandia Baru
dan Danau Tahoe di Amerika juga terdapat di Danau Toba. Misalnya sumber air panas, trekking alam,
wisata air, peninggalan sejarah, wisata kelililing danau, wisata petualangan, air terjun, dan sebagainya.
Tabel 2.1 berikut daftar DTW di Danau Toba.

Tabel 2.1 Daya Tarik Wisata di Danau Toba


Kabupaten/
No Geosite Daya Tarik/ Elemen Geosite
Kecamatan
A Samosir
1 Sianjur Mula- Sianjur Mula-mula, dacitic lava
2 mula Sianjur Mula-mula, rumah tradisional Batak
3 Pusuk Buhit, Geopark Information Center (Sigulati, Toba Geopark Museum)
4 volcanic cone Batu Parhorasan, dacitic lava flow
5 Siboro Limestone Volcanic Contact
6 Batu Hobon, situs budaya dan geologi
7 Air Terjun Naisogop
8 Batu Sawan, tempat meditasi
9 Sopo Guru Tatea Bulan, rumah tradisional
10 Aek Sipitu Dai, sumber air sacral
11 Geosite Tele Simpang Limbong Metapebbly Mudstone
12 Harian Simpang Harian Welded Olders Toba Tuff (OTT)
13 Simpang Harian Welded Youngest Toba Tuff (YTT)
Geosite Tele
14 Simanuk, Hydrothermaly Altered YTT
15 Tele Non-Welded YTT dengan Menara Pandang Tele
16 Air Terjun Efrata
17 Bukit Holbung
18 Hutan Pinus Tele
19 Pangururan Pusuk Buhit, Aek Rangat, Geothermal Field dan sumber air panas
(KTA) volcanic cone
20 Danau Sidihoni, danau sag-ponds
Huta Tinggi –
21 Hutatinggi, landform panoramic view
Sidihoni,
22 Hutatinggi debris flow deposite
lacustrine
23 Hutatinggi lacustrine deposite sequence
sediment
24 Hutatinggi diatomae-lacustrin deposite
25 Pangururan Waterfront
26 Pantai Parbaba
27 Pantai Situngkir

8
Silaen (2016), dalam Abstract Book, the 16th World Lake Conference (2016)

10
Kabupaten/
No Geosite Daya Tarik/ Elemen Geosite
Kecamatan
28 Pantai Tandarabun
29 Simanindo Simanindo- Pantai Batu Hoda, altered YTT sediment
30 (KWU 2) Batuhoda, up-lift Museum Huta Bolon
31 Samosir Simanindo Terrace Sediment
32 Huta Siallagan Stone Chair Anthropological Site
33 Sipalaka Siallagan, situs arkeologi
34 Ambarita-Tuk Tuk, Ambarita, dactic lava dome
35 Dacitic lava dome Tuktuk, dacitic dome
36 Tomok, makam Raja Sidabutar
37 Tomok, lake sediment
38 Desa Ambarita
39 Desa Tuktuk
40 Desa Tomok
41 Danau Aek Natonang
42 Air Terjun Sigarattung
43 Onan Silimalombu Eco-Lodge, pengalaman budaya
44 Runggu Desa Huta Hotang
B Simalungun
1 Girsang Monkey Forest, Parapat, Non & Semi-Welded YTT
2 Sipangan Sibaganding Patrajasa, Welded YTT Tilt Blocks
3 Bolon Mesozoic Sibaganding Limestone, Monkey Forest
4 (KWU 1) Limestone Geopark Information Center (GIC) Parapat
5 Parapat Waterfront, Pantai Bebas
6 Rumah Pengasingan Soekarno
8 Pusat Konservasi Gajah Aek Nauli
9 Water Fun Nine, taman bermain
10 Dolok
Pantai Tigaras
Pardamean
11 Purba Bukit Indah Simarjarunjung, panorama
12 Istana Simalungun
13 Pematang
Tanjung Unta, panorama
Sidamanik
14 Haranggaol Haranggaol, Welded Middle Toba Tuff (MTT)
Haranggaol,
15 Horison Haranggaol Non Welded YTT
Northern Caldera
16 Haranggaol Welded Haranggaol Dacitic Tuff (HDT)
Wall
17 Haranggaol Andesitic Lava
18 Pantai Sigumbagumba
C Toba Samosir
1 Balige Balige-Liang Liang Sipege, Limestone Caldera Wall
2 (KWU 4) Sipege, Southern Museum TB Silalahi
3 Caldera Wall Batu Basiha Stone, Prismatic Joints, Andesitic Lava
4 Pantai Lumban Bulbul
5 Pasar Tradisional Onan Balerong
6 Makam Sisingamangaraja XII
7 Pantai Lumban Silintong
8 Tampahan Balige-Liang
Desa Meat, Paleozoic Basement Caldera Wall dan aktivitas
Sipege, Souther
menenun
Caldera wall
9 Bukit Tarabunga, panorama
10 Lagu Boti Huta Tinggi Parmalim, wisata religi
11 Lumban Julu Situmurun – Air Terjun Situmurun
12 Uluan, tilt-block Situmurun Uluan Block
13 Taman Eden, Air Terjun, Paleozoic Basement Caldera Wall
14 Eastern Caldera Eden 100 Botanical Garden

11
Kabupaten/
No Geosite Daya Tarik/ Elemen Geosite
Kecamatan
wall
15 Desa Jangga Dolok, permukiman tradisional
16 Huta Bagasan, rumah tradisional
17 Ajibata Desa Sigapiton
18 Future Sibisa Integrated Resort, Badan Pengelola Otorita
Danau Toba (BPODT)
19 Bukit Gibeon, wisata religi
D Tapanuli Utara
1 Muara Hutaginjang, Hutaginjang Plateau YTT Hydrothermaly-alteration, landform
Southern Caldera panoramic view
2 Wall Tapian Nauli, Non-welded YTT Plateau
3 Tapian Nauli Welded OTT
4 Tapian Nauli Breccicated Lava
5 DolokMartumbur, Mesozoic Meta- sandstones
6 Muara-Sibandang, Sibandang-Pardepur Post-calderic Volcanic Formations (Desa
Volcanic Cone Sibandang)
7 Sibandang, Volcanic Cone
8 Muara – Desa Ulos
E Humbang Hasundutan
1 Baktiraja Bakkara-Tipang, Bakara-Doloksanggul, Caldera Sequence
2 Welded OTT Bakkara Panoramic View
3 Bakara – Tipang, Welded-OTT
4 Tombaksulu-sulu, Limestone – Budaya
5 Air Terjun Janji
6 Istana Sisingamangaraja
7 Desa Tipang
8 Tombak Hatuanan, situs arkeologi
9 Sumur Aek Sipangolu, sumur air sakral
10 Sumur Aek Sitio-tio, sumur air sakral
11 Hariara Tungkot, situs arkeologi
12 Batu Hundul-hundulan, situs sakral
14 Pulau Simamora
15 Air Terjun Sipultak Hoda
16 Paranginan Sipinsur – Sipinsur, Landform Panoramic view
17 Baktiraja, Southern Sipinsur, Botanical Garden
18 Caldera Wall Sipinsur Information Kiosk
19 Lintong Tao Silosung, kolam sakral
20 Nihuta Tao Sipinggan, kolam sakral
F Karo
1 Merek Sipisopiso- Sipiso-piso Volcanic Cone
2 Tongging, Air Terjun Sipiso-piso
3 Northern Caldera
Desa Tongging, Paleozoic Basement, Caldera Wall
Wall
4 Silalahi –
Sabungan,
Kodon-kodon Caldera Wall
Western Caldera
Wall
5 Bukit Gajah Bobok, panorama
6 Desa Dokkan, permukiman tradisional
7 Sapo Juma, panorama
8 Simalem Resort, agrotourism
9 Bukit Sibuatan, panorama
G Dairi
1 Silahi Silalahi – Kodon Palezoic Basement

12
Kabupaten/
No Geosite Daya Tarik/ Elemen Geosite
Kecamatan
2 Sabungan Sabungan, Silalahi Volcanic Debris
3 Western Caldera
Silalahi Renun Caldera Wall
Wall
4 Monumen Silalahi
5 Pantai Silalahi Sabungan
6 Batu Sigadap, batu sakral
H Pakpak Bharat
1 Tinada Air Terjun Mbilulu
2 Air Terjun Lae Una
3 Delleng Sindeka
4 Benteng Sisingamangaraja XII
Sumber: Survei Primer dan Sekunder, 2018
Keterangan: Warna kuning menggambarkan situs geologi (geosite) yang secara eksplisit disebutkan dalam Master Plan Geopark.
Warna biru muda menggambarkan air terjun, biru tua menggambarkan kawasan waterfront, hijau muda menggambarkan
pelataran pandang, hijau tua menggambarkan daya tarik alam, merah menggambarkan daya tarik budaya, dan ungu
menggambarkan daya tarik rekreasional

S in g k a p a n B a tu an S in gRkoap
ckaO
n uBtca tu
ro pan

S in g k ap a n B a tu an S in gR koap
ck an
O uBtcaro
tupan RFoock
rmOasi
u tcGro
e op lo g is F o rm asi LGan
eoslo
ekgap
is

F o rm a s i G e o lo g is F o rm asiLGaneoselok ga pis S ituLsa B


n sek apa
u d ay S itu s M
B u dseu
ay m
a

Gambar 2.2 Ilustrasi Keanekaragaman Geosites Danau Toba


Sumber: Survei Primer, 2018

Kawasan Kaldera Toba sebagai UNESCO Global Geopark (UGG) telah diajukan dua kali pada 2013 dan
2016. Pada tahun 2019 Kaldera Toba ditetapkan sebagai UGG pada acara The 6th Asia Pasicific
Geoprak Network (APGN) . Pada tahun 2020 Kaldera Toba diharapkan menjadi anggota UNESCO
Global Geopark. Meskipun geosite memiliki signfikansi yang tinggi, namun belum terdapat aturan dan
S itu s B u d ay a kebijakan spesifik untuk perlindungannya.
S itu sMBuusdeu
aym
a Pengembangan
M u seu m Geopark Kaldera Toba telah
diharmonisasikan dalam RIPT Danau Toba, karena kriteria UGG sejalan dengan tujuan pengembangan
pariwisata di Danau Toba.
Salah satu daya tarik utama di Danau Toba adalah alamnya yang membentang dari Timur ke Barat,
dari Selatan ke Utara, dengan variasi bentangan dalam bentuk danau, sungai, perbukitan,
pegunungan, air tejun, hutan, dll. Pemandangan luar biasa ini dapat dilihat dari berbagai sisi danau,
yaitu dari titik tertentu sebagai Panoramic View sampai ke sepanjang jalur dalam bentuk Scenic Road.

13
Gambar 2.3 Ilustrasi viewscapes di Danau Toba: A. Sipiso-piso ke Danau Toba; B. Sipiso-piso ke Gunung Sipiso-
piso; C. Air Terjun Sipiso-piso; D. Scenic Road Lembah Bakkara
Sumber: Survei Primer, 2019

Beberapa titik menikmati Panoramic View dan jalur Scenic Road sudah dikenal sebagai DTW, sehingga
sudah terdapat fasilitas untuk wisatawan. Namun sebagian besar fasilitas ini belum secara tepat
dibangun/diletakkan sehingga mengganggu pemandangan dan mengurangi daya tariknya, seperti
kios-kios, signage, akomodasi, dll.

Gambar 2.5 Fasilitas yang mengganggu Viewscapes: A. Signage; B. Ribbon Development (deretan warung di
pinggir tebing); C. Pembangunan sarana toilet oleh Swasta; D. Makam warga setempat
Sumber: Survei Primer, 2018-201

14
Gambar 2.4 Sebaran Viewscape

15
Daftar DTW Danau Toba kemudian dianalisis dan dinilai dengan hasil pengelompokkan sebagai
berikut.
a. 33 DTW unggulan (key attractions)
DTW yang mempunyai penilaian pada kelompok tertinggi dan merupakan DTW yang paling kuat
untuk menarik wisatawan. Namun, beberapa DTW tidak masuk ke dalam kategori unggulan
meskipun memiliki nilai tinggi karena pertimbangan tertentu, misalnya terkait keterbatasan daya
dukung.
b. 70 DTW utama (main attractions)
DTW yang mempunyai penilaian kelompok menengah dan merupakan DTW yang penting untuk
dikembangkan karena daya tariknya yang kuat untuk menarik wisatawan. Seluruh elemen dari 16
geosites Kaldera Toba dimasukkan dalam kategori DTW utama dengan tujuan agar
pengembangannya dapat dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi, serta difokuskan pada
kualitas geopark.
c. 24 DTW Pendukung
DTW yang merupakan daya tarik yang mendukung DTW Unggulan dan DTW Utama.

Tabel 2.2 Klasifikasi DTW Kawasan Danau Toba

DTW Unggulan DTW Utama DTW Pendukung

Kabupaten Simalungun

1. Geopark Information Center 1. Parapat Non & Semi-Welded YTT 1. Tanjung Unta, panorama
Parapat 2. Patrajasa, Welded YTT Tilt Blocks 2. Pantai Sigumbagumba
2. Parapat Waterfront (Pantai 3. Sibaganding Limestone, Monkey Forest
Bebas) 4. Water Fun Nine, taman bermain
3. Rumah Pengasingan 5. Pantai Tigaras
Soekarno 6. Bukit Indah Simarjarunjung, panorama
4. Pusat Konservasi Gajah Aek 7. Istana Simalungun
Nauli 8. Haranggaol, Welded MTT
9. Haranggaol, Non Welded YTT
10. Haranggaol, Welded HDT
11. Haranggaol Andesitic Lava
Kabupaten Toba Samosir

1. Museum TB Silalahi 1. Liang Sipege, Limestone Caldera Wall 1. Huta Tinggi Parmalim,
2. Taman Eden 100, Botanical 2. Basiha Stone, Prismatic Joints, Andesitic Lava wisata religi
Garden 3. Makam Sisingamangaraja XII 2. Huta Bagasan, rumah
3. Pantai Lumban Bulbul 4. Desa Meat, Paleozoic Basement Caldera tradisional
4. Pasar Tradisional Onan Wall and aktivitas menenun 3. Desa Sigapiton
Balerong 5. Bukit Tarabunga
5. Pantai Lumban Silintong 6. Air Terjun Situmurun
6. Bukit Gibeon, wisata religi 7. Situmurun Uluan Block
7. Sibisa Integrated Resort 8. Air Terjun, Paleozoic Basement Caldera Wall
(BPODT) 9. Desa Jangga Dolok, permukiman tradisional
Kabupaten Tapanuli Utara

1. Hutaginjang Plateau YTT 1. Tapian Nauli, Non-welded YTT Plateau


Hydrothermaly-Alteration, 2. Tapian Nauli, Welded OTT
Landform Panoramic View 3. Tapian Nauli, Breccicated Lava
2. Sibandang-Pardepur Post- 4. Dolok Martumbur, Mesozoic Meta-
Calderic Volcanic sandstones
Formations (Desa 5. Sibandang, Volcanic Cone
Sibandang) 6. Muara, Desa Ulos

16
DTW Unggulan DTW Utama DTW Pendukung

Kabupaten Humbang Hasundutan

1. Bakkara Panoramic View 1. Bakara-Doloksanggul, Caldera Sequence 1. Tombak Hatuanan, situs


2. Sipinsur, Landform 2. Bakara – Tipang, Welded-OTT arkeologi
Panoramic View 3. Tombaksulu-sulu, Limestone – Budaya 2. Sumur Sisingamangaraja
4. Air Terjun Janji 3. Aek Sitio-tio, sumur air
5. Istana Sisingamangaraja sakral
6. Desa Tipang 4. Hariara Tungkot, situs
7. Sipinsur, Botanical Garden arkeologi
8. Sipinsur Information Kiosk 5. Batu Hundul-hundula,
situs sakral
6. Aek Sipangolu, sumur air
sakral
7. Pulau Simamora
8. Air Terjun Sipultak Hoda
9. Tao Silosung, kolam
sakral
10. Tao Sipinggan, kolam
sakral

Kabupaten Samosir

1. Geopark Information 1. Sianjur Mula-mula, Dacitic Lava 1. Air Terjun Naisogop


Center (Sigulati, Toba 2. Sianjur Mula-mula, rumah tradisional Batak 2. Batu Sawan, tempat
Geopark Museum) 3. Batu Parhorasan, Dacitic Lava Flow meditasi
2. Aek Rangat, Geothermal 4. Siboro Limestone Volcanic Contact 3. Sopo Guru Tatea Bulan,
Fields dan sumber air 5. Batu Hobon, situs budaya dan geologi rumah tradisional
panas 6. Aek Sipitu Dai, sumber air sakral 4. Hutan Pinus Tele
3. Tele Non-Welded YTT dan 7. Simpang Limbong, Metapebbly Mudstone 5. Air Terjun Sigarattung
Menara Pandang Tele 8. Simpang Harian Welded OTT
4. Danau Sidihoni (Sag-ponds 9. Simpang Harian Welded YTT
Lake) 10. Simanuk, Hydrothermaly Altered YTT
5. Pantai Batu Hoda, Altered 11. Air Terjun Efrata
YTT Sediment 12. Bukit Holbung
6. Museum Huta Bolon 13. Hutatinggi, Landform Panoramic View
7. Huta Siallagan Stone Chair 14. Hutatinggi, Debris Flow Deposite
Anthropological Site 15. Hutatinggi, Lacustrine Deposite Sequence
8. Tomok, Makam Raja 16. Hutatinggi, Diatomae-Lacustrin Deposite
Sidabutar 17. Pantai Situngkir
9. Pangururan Waterfront 18. Pantai Tandarabun
10. Pantai Parbaba 19. Simanindo Terrace Sediment
11. Desa Tuktuk 20. Sipalaka Siallagan, situs arkeologi
12. Danau Aek Natonang 21. Ambarita Dactic Lava Dome
22. Tuktuk, Dacitic Dome
23. Tomok, Lake Sediment
24. Desa Ambarita
25. Desa Tomok
26. Silimalombu Eco-Lodge, pengalaman
budaya
27. Desa Huta Hotang
Kabupaten Dairi

1. Silalahi Volcanic Debris 1. Kodon Palezoic Basement Batu Sigadap, batu sakral
2. Monumen Silalahi 2. Silalahi Renun Caldera Wall

17
DTW Unggulan DTW Utama DTW Pendukung

3. Pantai Silalahi Sabungan

Kabupaten Pakpak Bharat

Air Terjun Mbilulu 1. Air Terjun Lae Una Benteng Sisingamangaraja


2. Delleng Sindeka XII

Kabupaten Karo

1. Air Terjun Sipiso-piso 1. Sipiso-piso, Volcanic Cone 1. Desa Dokkan,


2. Simalem Resort, 2. Desa Tongging, Paleozoic Basement, permukiman tradisional
agrotourism Caldera Wall 2. Bukit Sibuatan,
3. Kodon-kodon Caldera Wall panorama
4. Bukit Gajah Bobok, panorama
5. Sapo Juma, panorama

2.3 Aktivitas
Aktivitas dalam hal ini mencakup pilihan-pilihan kegiatan berwisata yang ditawarkan bagi wisatawan
di DTW. Kegiatan-kegiatan ini berfokus pada produk wisata yang dihasilkan untuk menjawab minat
wisatawan. Secara umum, tipologi wisatawan dapat diidentifikasi berdasarkan minat mereka dalam
berwisata, yaitu:
a. Alosentris, wisatawan sebagai wanderers, yang umumnya mencari pengalaman dan petualangan
baru dalam berbagai kegiatan. Kelompok wisatawan ini lebih suka menjelajahi kawasan baru dan
tidak biasa sebelum orang lain menemukan kawasan tersebut, serta senang bertemu berbagai
orang dari budaya yang berbeda. Wisatawan tipe alocentris umumnya tidak mencari hotel yang
terlalu bagus dan cenderung mencari sarana akomodasi yang menggunakan identitas lokal.
b. Psikosentris, wisatawan yang umumnya merupakan repeaters dan tidak terlalu suka berpetualang.
Kelompok wisatawan ini lebih memilih untuk kembali ke destinasi wisata yang sudah dikenal
sebelumnya, dimana mereka dapat lebih bersantai dan sudah mengetahui jenis makanan dan
aktivitas apa yang akan dilakukan. Wisatawan tipe psikosentris lebih suka berkendara ke destinasi
yang dituju, menginap di akomodasi dan berwisata kuliner di restoran bertipe keluarga.
c. Midsentris, wisatawan dengan kecenderungan diantara kedua tipe sebelumnya.
Keseluruhan DTW dapat melayani semua jenis wisatawan, baik alosentris, midsentris, dan psikosentris.
Berdasarkan survei primer, beberapa aktivitas yang dapat dilakukan setiap jenis wisatawan adalah
sebagai berikut.

18
Gambar 2.6 Sebaran Daya Tarik Wisata (DTW) Kawasan Danau Toba

19
a. Alosentris
1) Tinggal di Desa Tradisional
Kegiatan ini dilakukan oleh wisatawan yang ingin merasakan nilai-nilai kehidupan di desa
tradisional, dan cenderung tinggal di homestay. Aktivitas ini dapat ditemukan di Desa Meat,
Desa Jangga Dolok, Desa Sibandang, Desa Silimalombu, dan desa lainnya.
2) Berkemah
Kegiatan ini dilakukan di ruang terbuka alami, termasuk di Taman Eden, Danau Sidihoni, Bukit
Holbung, dan beberapa ruang terbuka lainnya.
3) Olah raga berbasis air: kano dan rafting
Aktivitas ini dapat ditemukan di pantai-pantai bersifat rekreasional seperti Pantai Bulbul
Balige, Pantai Parbaba Samosir, Pantai Bebas Parapat, Pantai Tigaras, dan sebagainya.
Peralatan untuk kegiatan ini umumnya sudah disediakan oleh perusahaan lokal untuk
disewakan. Meskipun demikian, tidak semua area di danau cocok untuk olahraga air, dimana
sebagian lainnya lebih cocok untuk arung jeram, ataupun berbagai kegiatan lain yang dapat
dilakukan oleh petualang dan millennials.
4) Paragliding
Kegiatan olahraga ekstrem ini hanya menarik wisatawan minat khusus dan umumnya
dilakukan ketika terdapat event dan perlombaan terkait. Kawasan Danau Toba yang cocok
untuk kegiatan ini antara lain Huta Ginjang di Muara dan Area Kantor Pemerintahan Pakpak
Bharat yang terletak di atas bukit.
5) Tur Geologi
Danau Toba sebagai UNESCO Global Geopark memiliki beberapa geosite yang dapat
dijelajahi oleh wisatawan yang tertarik pada alam, dan kelompok akademisi.
6) Hard hiking dan trekking
Hard hiking dan trekking ini biasanya dilakukan oleh para wisatawan di taman alam dengan
medan yang cukup menantang dan variatif, seperti Taman Eden, Pusuk Buhit, Gunung Sipiso-
piso, dan sebagainya. Kawasan-kawasan tersebut memiliki banyak potensi untuk
dikembangkan lebih lanjut melalui penyediaan sarana prasarana pendukung.

Gambar 2.7 Desa Silimalombu dan Camping di Danau Sidihoni

d. Psikosentris
1) Sightseeing dan relax
Kegiatan ini dapat ditemukan di hampir setiap DTW, serta biasanya dilakukan bersama keluarga
dan kerabat untuk menikmati keindahan dan kesejukan alam.
2) Berbelanja
Hampir semua wisatawan tertarik untuk berbelanja, terutama untuk cinderamata khas dan
makanan lokal. Kerajinan tangan dan produk lokal dapat ditemukan di pusat-pusat pariwisata,
seperti Parapat, Tomok, Pantai Parbaba, dan Balige. Dalam hal ini, dibutuhkan lebih banyak
inovasi untuk menghasilkan produk dan cinderamata yang lebih menarik.

20
3) Kuliner
Makanan umumnya menjadi salah satu daya tarik dari setiap destinasi, dimana keunikan
rasanya membuat wisata kuliner sangat populer bagi hampir semua segmen wisatawan.

Gambar 2.8 Pemandangan di Pusuk Buhit dan Pusat Cinderemata di Makam Raja Sidabutar

e. Midsentris
1) Bersepeda
Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh wisatawan untuk menikmati alam di sekitar kawasan pusat
pariwisata, seperti Tuktuk. Terkadang beberapa wisatawan bersepeda dalam tur keliling Pulau
Samosir.
2) Hiking (jarak pendek)
Dalam medan yang lebih ringan dibanding sebelumnya, beberapa wisatawan juga tertarik untuk
melakukan kegiatan ini, misalnya di Bukit Holbung, atau Danau Aek Natonang. Penyediaan
penunjuk jalan di Pulau Samosir juga dapat mendukung pengembangan aktivitas hiking ringan
tersebut.
3) Mengunjungi DTW budaya
Kegiatan ini cukup menarik bagi wisatawan yang penasaran dengan keindahan warisan budaya
dan sejarah, dimana mengambil foto atau swafoto adalah aktivitas populer untuk dokumentasi
pribadi dan media sosial. Dalam hal ini, ketersediaan interpretasi sangat penting dalam
mendukung aktivitas di DTW budaya. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan juga dapat
meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan.
4) Boat cruising
Di Pulau Samosir telah tersedia satu boat yang bisa disewa untuk pesiar dan kegiatan lainnya di
perairan danau. Selain itu juga terdapat beberapa pemilik kapal yang menyewakan perahunya
untuk kegiatan ini dengan sistem charter sepanjang hari. Sebagian besar hotel di Tuk-tuk Pulau
Samosir memiliki kapal untuk disewakan kepada wisatawan.
5) Rekreasi berbasis air: waterpark, banana boat, dan sebagainya
Di kawasan waterfront, terdapat sejumlah kegiatan menantang yang dapat dinikmati oleh
wisatawan, seperti Water Fun Nine dan banana boat di beberapa lokasi seperti Pantai Bulbul
dan Pantai Parbaba.

Gambar 2.9 Huta Siallagan dan Aktivitas di Air Terjun Situmurun

21
Selain aktivitas wisata di atas, berbagai festival, karnaval dan sebagainya telah menjadi bagian dari
aktivitas budaya dan olahraga di Danau Toba. Event budaya menawarkan beragam produk budaya,
mulai dari musik, tarian, hingga hasil pertanian; sedangkan event olahraga berfokus pada perlombaan
sepeda, berlari, dan sebagainya. Kedua jenis event tersebut dilakukan di tingkat lokal, regional,
nasional atau internasional, atau kombinasi dari keempatnya. Pada 2016 - 2019, lima event budaya
internasional tahunan yang diselenggarakan antara lain Samosir International Music Festival, Toba
Caldera World Music Festival, International Tobatak Festival, 1st and 2nd North Sumatera International
Choir Competition, Grand Fondo New York (GFNY) Championship Asia, dan International Toba Kayak
Marathon. Berdasarkan tren Calendar of Events Danau Toba dalam periode 2016 – 2019, dapat
disimpulkan bahwa event Danau Toba cenderung diadakan pada peak season, yaitu Juni – Agustus
yang merupakan musim liburan sekolah, dan akhir tahun. Sebaliknya, jumlah event di low season
masih terbatas.

Gambar 2.10 Karnaval Pesona Danau Toba, 2018


Sumber: Survei Primer, 2018

2.4 Aksesibilitas
Akses untuk menjangkau Danau Toba mencakup jalur darat, udara dan laut. Akses darat dihubungkan
dengan jaringan jalan pendukung pariwisata (Tourism Relevant Road) yang mencakup akses jalan
eksternal dan internal. Akses jalan eksternal pendukung pariwisata adalah jaringan jalan menuju dan
dari Destinasi Danau Toba, sedangkan akses jalan internal pendukung pariwisata adalah

22
Gambar 2.11 Aksesibilatas Kawasan Danau Toba, 2018
Sumber: Survei Primer, 2018

Gambar 2.12 Jaringan Jalan Pendukung Pariwisata (Kiri) dan Ilustrasi Akses Jalan Internal (Kanan)

jaringan jalan yang menghubungkan internal Destinasi Danau Toba. Rute transportasi darat dalam
jaringan jalan eksternal untuk menjangkau Danau Toba adalah:

23
a. Medan – Tebing Tinggi – Pematang Siantar - Parapat
b. Kutacane (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam) - Kabanjahe - Tongging
c. Kutacane (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam) - Sidikalang – Pangururan
d. Rantau Prapat - Kisaran - Tebing Tinggi - Pematang Siantar – Parapat
e. Rantau Prapat – Balige
f. Sibolga - Tarutung – Balige
Untuk rute transportasi udara, Danau Toba dapat dijangkau melalui Bandara Kualanamu dan Bandara
Silangit. Bandara Kualanamu menawarkan akses langsung ke sekitar dua puluh tujuan lain di
Indonesia, khususnya dari ibukota provinsi di Sumatera (Palembang, Padang, Jambi, Pekanbaru dan
Banda Aceh), dan kota-kota besar di Jawa (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya). Pengunjung
dari kota-kota tersebut membutuhkan waktu tempuh dari satu hingga tiga jam penerbangan, yang
dilanjutkan dengan empat hingga delapan jam perjalanan darat untuk mencapai akomodasi tujuan
mereka di Danau Toba. Sementara Bandara Silangit menawarkan waktu tempuh via darat yang lebih
pendek dibandingkan Bandar Kualanamu dengan Batasan rute penerbangan yang lebih sedikit.
Untuk wisatawan yang mengakses Danau Toba dengan menggunakan transportasi laut akan
difasilitasi melalui Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Kuala Tanjung. Kedua pelabuhan tersebut
menerima kapal pesiar dengan waktu tempuh menuju Danau Toba yang hampir sama dengan waktu
tempuh dari Bandara Kualanamu.

Tabel 2.3 Jaringan Pergerakan Internal


Jalan
Gate Udara Jalan Raya Kereta Api Danau
Tol
Silangit v v - - -
Sibisa v v - - -
Terminal A Kabanjahe - v v - -
Terminal B Parapat v v v v v
Terminal B Balige v v v - v
Terminal B Muara v v - - v
Terminal B Pangururan - v - - -
Terminal B Sidikalang - v - - -
Terminal B Salak - v - - -
Terminal C Berastagi - v - - -
Terminal C Simanindo - v - - -

Untuk mendukung aksesibilitas internal Kawasan Danau Toba yang lebih baik, Kementerian
Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melaksanakan revitalisasi 12 pelabuhan
di sekitar Danau Toba yang dikelola pemerintah, yaitu: Tiga Ras, Ajibata, Balige, Muara, Marbun
Toruan, Silalahi,Tongging, Sipinggan Nainggolan, Onanrungu, Ambarita, Simanindo dan Porsea.
Upaya ini diharapkan dapat memperkuat sistem transportasi danau untuk mendukung kebutuhan
transportasi danau sampai tahun 2038 (Sumber: Rencana Induk Pelabuhan, Detailed Engineering
Design dan Feasibility Study untuk 12 pelabuhan di Danau Toba). Tujuh pelabuhan telah direnovasi,
dan sampai akhir tahun 2020 diharapkan seluruh pelabuhan sudah selesai direnovasi. Di luar 12
pelabuhan tersebut, terdapat tiga Ro-Ro milik masyarakat (swasta) yang melayani angkutan
kendaraan di Danau Toba, yaitu: Tomok Sumbersari, Sibandang, dan Muara Putih.
Tabel 2.4 Rute Kapal Ro-Ro Angkutan Danau Tahun 2018 dan Target 2045
Frekuensi
No Rute Frekuensi (2018) Keterangan
(2045)
1 Tigaras - Simanindo 5/ hari 7/ hari -
2 Ajibata – Ambarita 4/ hari 8/ hari -

24
Frekuensi
No Rute Frekuensi (2018) Keterangan
(2045)
3 Balige – Onan Rungu Belum ada Kapal
4 Muara – Sipinggan Belum ada Kapal
Nainggolan
5 Muara – Sipinggan 2/ hari 8/ hari Kapal Ro-Ro milik Swasta melalui
Nainggolan pelabuhan Muara Putih milik
swasta (2019)

Pelebaran alur dan pembangunan jembatan Tano Ponggol diharapkan dapat memperkuat sistem
transportasi darat dan danau. Rencana pembangunan galangan kapal di Porsea untuk melayani
perbaikan dan perawatan semua kapal yang beroperasi di Danau Toba diharapkan dapat
meningkatkan keselamatan transportasi danau yang diikuti dengan perbaikan sistem navigasi dan
pengembangan sumber daya manusianya. Sejalan dengan pengembangan KTA di Danau Toba,
beberapa rute tambahan yang dapat ditambahkan di masa datang adalah sebagai berikut.

Tabel 2.5 Rute Tambahan

Jenis
No Rute
Layanan

1. Merek - Silalahi A

Simanindo - Harang Gaol – Tigaras - Tongging A


Pangururan – Silalahi – Tongging – Haranggaol
A
2. – Tiga Ras
Pangururan – Simanindo – Pasir Putih Situngkir
A
- Ambarita - Tomok

3. Parapat – Pasir Putih Situngkir A

4. Balige – Onan Rungu A/B

5. Muara – Sipinggan Nainggolan A/B

Ambarita – Simanindo – Pangururan –


6. Sipinggan Nainggolan – Onan Rungu – Tomok A
– Ambarita (Cruise Lingkar Dalam)

Ajibata – Balige – Muara – Pangururan –


7. Silalahi – Tongging – Haranggaol – Tiga Ras - A
Ajibata (Cruise Lingkar Luar)
Keterangan: A = Rute Pariwisata
B = Rute Kapal Barang

25
2.5 Akomodasi
Data-data akomodasi yang tersedia baik dalam publikasi Sumatera Utara dalam Angka ataupun
Kabupaten Dalam Angka secara umum belum konsisten. Dalam Sumatera dalam Angka 2020, jumlah
hotel bintang dan non bintang di Sumatera Utara sebanyak 388 unit akomodasi dengan 8.369 kamar.
Sekitar 73 persen akomodasi komersial di Kawasan Danau Toba belum menggunakan platform
booking online. Sisanya sudah memanfaatkan layanan pemesanan yang disediakan Traveloka,
Tripadvisor, Booking.com, Trivago, dan Agoda. Akomodasi komersial yang terdaftar di platform
pemesanan online mencakup hotel bintang maupun tidak, yang sebagian besar terletak di Karo,
Simalungun, dan Samosir.
Sebagian besar (51 persen) akomodasi berada di Kabupaten Karo, khususya di Berastagi, dan
Kabupaten Samosir, khususnya di Tuk-Tuk. Sebagian besar akomodasi merupakan hotel non bintang
(92,5 persen). Hotel bintang sebagian besar berlokasi di Kabupaten Karo dan Simalungun (Parapat).
Kabupaten lain seperti Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, dan Pakpak Bharat memiliki
akomodasi yang lebih terbatas, dan sebagian besar dalam kategori kecil dengan rata-rata 23 kamar
per unit. Kabupaten Karo memiliki beberapa hotel besar yang sebagian merupakan Penanaman Modal
Asing (PMA).

Tabel 2.6 Jumlah Akomodasi di Sumatera Utara

Akomodasi Komersial (2019) Terdaftar di Proporsi


Platform Booking Akomodasi yang
No. Kabupaten Non-
Bintang Total Online (2018- Memanfaatkan
Bintang
2019) Booking Online
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Karo 10 90 100 25 25,0%
2. Simalungun 11 55 66 26 39,4%
3. Samosir 4 94 98 43 43,9%
4. Toba Samosir - 63 63 11 17,5%
5. Tapanuli Utara 3 24 27 4 14,8%
6. HumbangHasundutan 1 9 10 - -
7. Dairi - 21 21 - -
8. Pakpak Bharat - 3 3 - -
Total 29 359 388 109 28%

Tingkat pertumbuhan majemuk tahunan (compound annual growth rate-CAGR) akomodasi dan kamar
di Sumatera Utara dalam lima tahun terakhir masing-masing sebesar 8,3 persen dan 7,1 persen.
Pertumbuhan akomodasi tertinggi tercatat di Kabupaten Toba Samosir. Berdasarkan wawancara
dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan General Manager hotel di beberapa
kabupaten, pertumbuhan hotel yang tinggi sejak 2016 disebabkan oleh peningkatan aksesibilitas ke
Danau Toba, terutama aksesibilitas darat antara Medan – Karo via Berastagi dan Medan – Simalungun
via Pematang Siantar, serta pembukaan Bandara Silangit. Investasi hotel-hotel baru di Berastagi,
Parapat, dan Balige mencakup penyediaan fasilitas Meeting, Incentive, Conference and Exhibition
(MICE), serta pengembangan hotel butik-kontemporer untuk mengakomodir kebutuhan pasar
millennials. Sarana akomodasi yang berusia cukup tua masih kesulitan untuk beradaptasi dengan
perkembangan permintaan pasar.

26
Gambar 2.13 Konsentrasi Akomodasi Komersial Kawasan Danau Toba

27
2.6 Amenitas
1. Sarana Makan dan Minum
Sarana makan dan minum yang tersebar di 8 kabupaten didominasi oleh masakan Batak. Sarana
makan dan minum dengan cakupan layanan lokal, atau melayani penduduk sekitar umumnya memiliki
pilihan menu yang terbatas. Sarana makan minum dengan variasi lebih banyak terkonsentrasi di
pusat-pusat pariwisata, yang juga lebih siap dalam hal layanannya, seperti kemampuan berbahasa
Inggris dan penggunaan dapur terbuka, sehingga pengunjung dapat mengetahui tingkat kebersihan
selama proses memasak. Penggunaan bahan-bahan lokal juga mulai dilakukan, termasuk penggunaan
buah-buahan lokal, rempah Batak, dan sayuran dari perkebunan di sekitarnya. Pusat wisata yang
disebutkan di atas adalah kawasan wisata populer yang telah berkembang sejak lama, termasuk KTA
Parapat, KTA Simanindo, dan Berastagi. Kawasan yang baru berkembang seperti KTA Balige juga
memiliki beragam variasi, tingkat kesiapan, inovasi, dan kualitas layanan yang terus ditingkatkan. Di
sisi lain, sarana makan dan minum di KTA Pangururan cenderung melayani kebutuhan di tingkat lokal,
sehingga ketersediaan, tingkat kesiapan, dan kualitas layanan belum memadai. Wisatawan cenderung
tidak menginap di KTA Pangururan dan langsung menuju ke KTA Simanindo karena jarak yang
berdekatan.
Tabel 2.7 Jumlah Rumah Makan Tahun 2017

No. Kabupaten Rumah Makan (unit)

1. Karo 346
2. Toba Samosir 148
3. Tapanuli Utara 23
4. HumbangHasundutan 32
5. Samosir 104
6. Pakpak Bharat 14
Sumber: Karo Dalam Angka (2018); Dinas Pariwisata Tapanuli Utara (2018), Toba Samosir Dalam Angka (2018); Dinas Pariwisata
Humbang Hasundutan (2018); Dinas Pariwisata Samosir (2018); Dinas Pariwisata Pakpak Bharat (2018)

Gambar 2.14 Sarana Makan-Minum di Koridor Pariwisata: Berastagi dan Tuk-Tuk

Gambar 2.15 Rumah Makan di Tepi Tebing dan Badan Danau

28
Gambar 2.16 Sebaran Sarana Makan-Minum di 31 Kecamatan

29
Salah satu permasalahan saat ini yaitu terdapat cukup banyak rumah makan ilegal di Kawasan Danau
Toba yang lokasinya tidak sesuai dengan daya dukungnya, misalnya ribbon development rumah makan
di tepi tebing, di sempadan dan bahkan menjorok ke badan air. Pada kawasan-kawasan tersebut,
pertumbuhan rumah makan awalnya bermula dari 1 – 2 warung semi permanen, yang kemudian
tumbuh di luar kendali dan menjadi koridor rumah makan permanen. Beberapa rumah makan di
pinggir danau juga melakukan reklamasi.
2. Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition (MICE)
MICE adalah kegiatan yang dapat dilakukan untuk menarik wisatawan di luar peak season, mendorong
peningkatan lama tinggal, dan menawarkan kegiatan tambahan yang mendukung pengembangan
pariwisata di Danau Toba. Kehadiran MICE di Danau Toba dapat memberikan efek berganda terhadap
industri pariwisata melalui peningkatan hunian hotel, layanan kuliner, layanan transportasi, souvenir
dan lain-lain.
Penyelenggara atau pengguna MICE cenderung mencari ketersediaan ruang pertemuan di akomodasi
dengan kapasitas yang lebih besar dan pada hotel-hotel berbintang. Oleh karena itu, distribusi MICE
di Kawasan Danau Toba terkonsentrasi di Parapat, Balige, Simanindo, Berastagi, serta untuk kapasitas
tertentu di Pangururan. Pemerintah, perusahaan swasta, dan pengguna sudah menggunakan fasilitas
MICE di Parapat, Simanindo, dan Berastagi sejak lama. Fasilitas MICE di Parapat, Simanindo, dan
Brastagi juga memiliki kualitas layanan yang lebih baik dalam hal kesiapan staf, ketersediaan peralatan
teknis pendukung, aksesibilitas yang baik, serta kedekatannya dengan DTW, dibandingkan dengan
kawasan lainnya. Balige menjadi destinasi dengan pertumbuhan MICE yang signifikan seperti
ditunjukkan dengan pembangunan beberapa hotel baru yang memiliki fasilitas MICE. Selain
pengembangan hotel baru, Bandara Sisingamangaraja XII (Silangit) adalah faktor lain yang memicu
pertumbuhan permintaan MICE untuk Balige dan kawasan-kawasan di bagian selatan. Disisi lain,
Pangururan memiliki beberapa akomodasi yang menyediakan fasilitas MICE dengan kapasitas kecil.
Sarana akomodasi di Pangururan pada umumnya digunakan oleh Pemerintah Daerah atau stakeholder
lainnya untuk mengadakan pelatihan dan seminar dengan target penduduk setempat.
Tabel 2.8 Ketersediaan Fasilitas MICE di 8 Kabupaten (2018)
Kabupaten Kecamatan Fasilitas MICE
Karo Merek Simalem Resort
Brastagi Mikie Holiday Resort, Sinabung Hills Hotel, Rudang Hotel & Resort, Hotel Grand Orri,
Berastagi Cottage
Simalungun Girsang Sipangan Inna Parapat, Niagara, Atsari, Siantar Hotel Parapat, Parapat View, Patra Comfort,
Bolon Sapadia, Balai Harungan Bolon, Danau Toba International Cottage Parapat
Toba Samosir Ajibata Star Beach Hotel, Opriss, Aek Jordan
Balige Nabasa Hotel, HKBP Convention Hall, Hotel Sumatera, GM Marsaringar, Villa Sapadia,
Mess Pemprovsu, Hotel Gelora Tao Toba Beach, Hotel Mareda
Laguboti IT DEL Convension Hall, Sere Nauli, BaritaUli I, BaritaUli II,
Porsea Hotel Santo Djaya
Tampahan Tiara Bunga Hotel Balige, Almonsari Panatapan Resort
Tapanuli Utara Siborongborong Noah Hotel Silangit
Samosir Simanindo Anju Cottages, Samosir Villa Resort, Lekjon Cottage, Silintong Hotel, Toba Beach,
Thyesza, Ambaroba Hotel Resort, Tabo Cottages
Pangururan Parbaba Beach Hotel, Saulina Resort
Dairi Silahisabungan Debang Resort
Sidikalang Mutiara Dairi Hotel, Gedung Bale Karina
TOTAL 47 Fasilitas
Sumber: Survei Primer dan Sekunder (2018)

30
Gambar 2.17 Sebaran Sarana MICE 31 Kecamatan

31
3. Pusat Informasi Pariwisata
Pusat informasi Pariwisata adalah salah satu fasilitas yang menyediakan informasi pariwisata yang
akurat dan terkini bagi wisatawan. Pusat informasi ini juga menjadi wahana untuk mempromosikan
destinasi, dan mengedukasi wisatawan tentang keunikan (termasuk kearifan lokal) kawasan tersebut.
Pada Kawasan Danau Toba, terdapat empat Pusat Informasi Pariwisata (Touris Information Center -
TIC) dan dua Pusat Informasi Geopark (Geopark Information Center - GIC).
Tabel 2.9 Pusat Informasi Pariwisata (2018)
No Pusat Informasi Lokasi
1 TIC Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun
2 TIC Tuktuk Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir
3 TIC Tele Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir
4 TIC Silangit Airport Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara
5 GIC Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun
6 GIC Sigulatti Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir
Sumber: Survei Primer (2018)

Secara umum, keempat TIC yang tersedia belum berfungsi secara optimal, walaupun sebagian besar
terletak di lokasi strategis yang dilewati oleh wisatawan. TIC yang ada belum dikelola dengan baik.
Sebagai contoh, TIC portabel di Bandara Silangit belum memiliki informasi yang lengkap tentang
kawasan, namun justru menyediakan banyak informasi destinasi lain di Indonesia. Kendala lain
berkaitan dengan formulir wisatawan yang belum disiapkan dengan baik dan kemampuan berbahasa
Inggris staf yang terbatas. Sebagian besar staf juga idak memiliki pemahaman yang memadai tentang
daya tarik Danau Toba sebagai destinasi pariwisata. TIC di Menara Pandang Tele juga tidak berfungsi
sama sekali, dimana terdapat signage pusat informasi namun bangunan dalam keadaan kosong tanpa
peralatan dan materi pendukung, seperti peta, pamflet, dan sebagainya.
Penyediaan GIC yang terletak di Sigulatti dan Parapat merupakan salah satu kriteria yang harus
dipenuhi untuk mendukung pengembangan Kaldera Toba menjadi salah satu Jaringan UNESCO
Global Geopark. GIC berada di bawah pengawasan Badan Pengelolaan Geopark Kaldera Toba dan
berfungsi untuk memberikan informasi dan pendidikan bagi wsiatawan tentang berbagai informasi
terkait Kaldera Toba dan 3 komponen utama geopark yaitu geo-diversity, culturediversity, dan bio-
diversity.
GIC Parapat menyediakan ekshibisi yang cukup menarik dan lengkap, tetapi tidak diimbangi oleh
ketersediaan dan kemampuan staf yang memadai sebagai geo-interpreter. GIC Sigulatti yang terletak
di atas bukit telah beberapa kali mengalami kerusakan karena angin kencang. Kondisi ini berkaitan
dengan pemilihan lokasi yang kurang tepat, meskipun merupakan lokasi turunnya Raja Batak pertama.
Lokasi GIC Sigulatti juga sulit ditemukan sehingga jarang dikunjungi oleh wisatawan. GIC Sigulatti
memiliki ekshibisi yang masih terbatas dibandingkan dengan yang ada di Parapat, dan belum memiliki
staf yang memahami informasi terkait geopark dengan baik.

32
Gambar 2.18 Sebaran Pusat Informasi Wisata di 31 Kecamatan

33
Gambar 2.19 TIC Portabel di Bandara Silangit dan TIC Menara Pandang Tele

Gambar 2.20 Geopark Information Center (GIC) Sigulatti

2.7 Analisis Permintaan


2.8 Wisatawan Mancanegara
Total kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) ke Sumatera Utara melalui berbagai pintu masuk
berjumlah 270.782 pada 2017, atau 1,9 persen dari jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada
tahun yang sama. Kunjungan wisman cenderung fluktuatif namun berada dalam kisaran 200 ribu
kunjungan dalam periode 2013-2017. Sebagai perbandingan, CAGR wisman secara nasional pada
periode yang sama adalah sebesar 12,4 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi pariwisata di
Sumatera Utara belum dikembangkan secara optimal untuk menarik kunjungan wisman sehingga
pertumbuhannya dalam beberapa tahun terakhir cenderung stagnan.
Wisman yang berkunjung ke Sumatera Utara sebagian besar berasal dari Malaysia dan Singapura.
Dalam periode 2013-2017, wisman asal India, Amerika Serikat dan Perancis tumbuh paling tinggi.
Kunjungan wisman asal Singapura tumbuh cukup stabil, sedangkan kunjungan wisman asal Malaysia
mengalami penurunan.
Berdasarkan Survei Preferensi Wisatawan Mancanegara di Sumatera Utara yang dilakukan oleh Bank
Indonesia Cabang Sumatera Utara, wisman yang mengunjungi Sumatera Utara memilih untuk
berkunjung ke Pulau Samosir dan Berastagi dengan tujuan perjalanan untuk menikmati pemandangan
Danau Toba serta kekayaan kuliner dan budaya Batak. Hasil survei tersebut juga dikonfirmasi oleh
data-data statistik di 8 kabupaten di sekitar Danau Toba, yang menunjukkan bahwa sebagian besar
wisman yang berkunjung ke Danau Toba pada tahun 2017 terkonsentrasi di Kabupaten Samosir dan
Karo. CAGR kunjungan wisman ke Samosir bahkan cukup tinggi yaitu sekitar 17,1 persen selama lima
tahun. Di sisi lain, kunjungan wisman di kabupaten lainnya cukup fluktuatif, terkecuali di Tapanuli
Utara yang mencatatkan kecenderungan pertumbuhan yang positif.

34
3000

Hundreds
2500

2000

1500

1000

500

0
2013 2014 2015 2016 2017

Kualanamu Airport Belawan Port Tanjung Balai Port Silangit Airport

Gambar 2.21 Kunjungan Wisman ke Sumatera Utara Berdasarkan Pintu Masuk


Sumber BPS, Sumatera Utara dalam Angka, 2018

Adapun tabel berikut menunjukkan perbandingan kontribusi kedatangan internasional di Sumatera


Utara terhadap kedatangan internasional seluruh Indonesia yang juga mengindikasikan tingkat
pertumbuhan untuk 10 pasar utama wisatawan mancanegara di Sumatera Utara.
Tabel 2.10 Perbandingan Pasar Utama Sumatera Utara dan Indonesia, 2017
Kedatangan Internasional CAGR 2013 – 2017 (%)
Kebangsaan Proporsi Sumatera
Sumatera Utara Indonesia Sumatera Utara Indonesia
Utara (%)
Malaysia 128.761 2.121.888 6,1 -0,17 11,34
Singapura 17.312 1.554.119 1,1 17,61 2,07
China 8.635 2.093.171 0,4 16,75 24,97
Australia 5.184 1.256.927 0,4 15,93 6,31
Jerman 5.050 267.823 1,9 10,18 11,47
Belanda 4.636 212.426 2,1 -1,30 6,86
Amerika Serikat 3.918 344.766 1,1 19,30 9,90
Inggris 3.852 378.131 1,0 16,61 12,41
India 3.652 536.902 0,7 27,66 23,44
Perancis 3.124 274.117 1,1 19,30 7,94
Sumber: BPS, Sumatera Utara dalam Angka (dengan upscaling 10%), 2019; dan Kementerian Pariwisata, 2019

Tidak semua kabupaten di sekitar Danau Toba melakukan pencatatan jumlah kunjungan wisman
secara berkala. Oleh karena itu, bagian dari analisis permintaan juga mencakup perhitungan estimasi
kunjungan wisman ke Danau Toba dengan menggunakan data-data kunjungan wisman ke Sumatera
Utara berdasarkan asal negara. Hasilnya diharapkan dapat melengkapi analisis dari data-data statistik
yang ada. Hasil estimasi menunjukkan bahwa wisman asal Malaysia (53,1 persen) dan ASEAN (60,6
persen) merupakan pasar utama Danau Toba. Pasar Danau Toba di luar ASEAN berasal dari benua
Eropa (22,8 persen) terutama dari Belanda, Jerman dan Inggris. Wisman asal Australia dan Amerika
Serikat yang berkunjung ke Danau Toba juga cukup banyak. Hasil estimasi menunjukkan bahwa
perluasan pasar pariwisata Danau Toba perlu diarahkan ke pasar-pasar baru di Eropa dan kawasan
Asia Pasifik di luar ASEAN. Kecenderungan penurunan kunjungan wisman asal Malaysia juga perlu
dicermati berkaitan dengan frekuensi penerbangan dan diversifikasi atraksi.

35
Tabel 2.12 Estimasi Kunjungan Wisman di Kawasan Danau Toba Berdasarkan Kebangsaan Tahun 2017
Kunjungan di Asumsi Proporsi
Estimasi Proporsi terhadap
Sumatera Utara yang
Kebangsaan Kunjungan ke Total Wisman ke
berdasarkan Pintu Mengunjungi
Danau Toba Danau Toba (%)
Masuk (2017) Danau Toba (%)
Malaysia 128.761 50 64.381 53,1
Singapura 17.312 50 8.656 7,1
Thailand 3.688 10 369 0,3
Filipina 1.541 5 77 0,1
Vietnam 1.356 5 68 0,1
Brunei 172 5 9 0,0
Myanmar 259 5 13 0,0
Lainnya 138 5 7 0,0
Total Asean 153.227 48 73.579 60,6
China 8.635 30 2.591 2,1
India 3.652 30 1.096 0,9
Taiwan 2.993 20 599 0,5
Korea Selatan 1.868 20 374 0,3
Jepang 1.748 20 350 0,3
Hongkong 1.436 20 287 0,2
Bangladesh 2.941 5 147 0,1
Pakistan 234 5 12 0,0
Sri Lanka 202 5 10 0,0
Lainnya 297 5 15 0,0
Total Asia 24.006 23 5.479 4,5
Australia 5.184 90 4.666 3,8
New Zealand 429 90 386 0,3
Lainnya 16 90 14 0,0
Total Oceania 5.629 90 5.066 4,2
Total Timur
751 10 75 0,1
Tengah
Belanda 4.637 90 4.173 3,4
Jerman 5.050 90 4.545 3,7
UK 3.852 90 3.467 2,9
Prancis 3.124 90 2.812 2,3
Swiss 583 90 525 0,4
Spanyol 758 90 682 0,6
Belgia 456 90 410 0,3
Denmark 436 90 392 0,3
Italia 408 90 367 0,3
Austria 381 90 343 0,3
Finlandia 221 90 199 0,2
Swedia 215 90 194 0,2
Norwegia 218 90 196 0,2
Portugal 58 90 52 0,0
Turki 212 90 191 0,2
Irlandia 147 90 132 0,1
Greece 69 90 62 0,1
Eropa barat lainnya 203 90 183 0,2
Rusia 546 90 491 0,4
Polandia 333 90 300 0,2
Ukraina 68 90 61 0,1
Eropa timur lainnya 8.725 90 7.853 6,5
Total Eropa 30.700 90 27.630 22,8
Amerika 3.918 90 3.526 2,9
Kanada 456 90 410 0,3

36
Kunjungan di Asumsi Proporsi
Estimasi Proporsi terhadap
Sumatera Utara yang
Kebangsaan Kunjungan ke Total Wisman ke
berdasarkan Pintu Mengunjungi
Danau Toba Danau Toba (%)
Masuk (2017) Danau Toba (%)
Lainnya 536 90 482 0,4
Total Amerika 4.910 90 4.419 3,6
Total Afrika 556 0 0 0,0
NEGARA
51.003 10 5.100 4,2
LAINNYA
Total 270.782 44,81 121.348 100,0
Sumber: Perhitungan konsultan (2019)

2.9 Wisatawan Nusantara


Jumlah wisatawan nusantara (wisnus) yang berkunjung ke Sumatera Utara pada tahun 2018 mencapai
11.586.299 perjalanan, atau meningkat 8,7 persen dibandingkan dengan tahun 2017. Perjalanan
wisnus ini sebagian besar bertujuan untuk mengunjungi teman/keluarga (51,0 persen) dan rekreasi
(39,4 persen). Pada tahun 2018, proporsi wisnus yang melakukan perjalanan ke Sumatera Utara
dengan tujuan untuk rekreasi menurun dibandingkan pada tahun 2017 (40,7 persen). Penurunan juga
terjadi pada perjalanan wisnus ke Sumatera Utara dengan tujuan MICE, ziarah/keagamaan, dan olah
raga/kesenian. Sementera itu, terdapat peningkatan kunjungan wisnus ke Sumatera Utara dengan
tujuan untuk bisnis, diklat dan berobat. Wisnus yang berkunjung ke Sumatera Utara untuk tujuan
berekreasi sebagian besar memilih atraksi wisata alam dan buatan, disusul atraksi wisata bahari dan
budaya. Namun, wisnus dari kalangan millenials cenderung mencoba kegiatan olah raga air di
beberapa pantai lokal, selain eksplorasi kawasan dan menikmati kuliner.
Pada tahun 2018, sebagian besar wisnus di Sumatera Utara mengunakan akomodasi rumah
teman/keluarga (84,2 persen) dan sisanya menggunakan akomodasi komersial (13,6 persen). Pola ini
menunjukkan penurunan jumlah wisnus yang tinggal di akomodasi komersial dibandingkan tahun
2017 (15,5 persen). Kecenderungan ini sejalan dengan penurunan proporsi wisnus yang melakukan
rekreasi, dan sekaligus menunjukkan tantangan ketersediaan amenitas dan akomodasi dalam jumlah
dan kualitas yang memadai. Pada periode 2017-2018, sebagian besar wisnus menggunakan moda
transportasi darat (94-95 persen).
Peak season untuk wisnus yang berkunjung ke Sumatera Utara adalah Idul Fitri, musim liburan sekolah
(Juni - Agustus), Natal dan akhir tahun (pertengahan Desember hingga awal Januari), serta sekitar
Paskah (Wawancara dengan General Manager beberapa hotel, 2018 - 2019). Wisnus yang baru
pertama kali mengunjungi Danau Toba cenderung mengunjungi Pulau Samosir dan destinasi populer,
seperti Kursi Persidangan Siallagan, Makam Raja Sidabutar, dan sebagainya, selain berbelanja di
Tuktuk (Wawancara dengan penduduk setempat dan stakeholder lainnya, 2018). Menyeberang ke
Pulau Samosir dengan kapal merupakan salah satu pengalaman yang paling diminati wisnus.
Tabel 2.13 Perkembangan Wisatawan Nusantara ke 8 Kabupaten Di Sekitar Danau Toba
Jumlah Kunjungan berdasarkan DTW
No. Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017
1. Karo n/a n/a n/a 241.803 n/a 552.430
2. Simalungun 325.046 335.295 348.765 285.824 306.332 n/a
3. Toba Samosir 116.349 93.493 103.896 102.766 370.898 729.445
4. Tapanuli Utara 98.094 96.361 91.647 108.117 128.110 145.765
5. Humbang Hasundutan 3.798 3.994 4.033 30.473 50.667 100.015
6. Samosir 119.530 124.117 140.637 141.215 154.905 222.288
7. Dairi 84.344 83.740 103.682 125.503 126.866 260.013
8. Pakpak Bharat n/a n/a 6.300 4.620 4.181 n/a
Total 747.161 737.000 798.960 1.040.321 1.141.959 2.009.956
Sumber: Kabupaten dalam Angka (2013 – 2018), Data Dinas Pariwisata Karo (2017), Data Dinas Pariwisata Humbang
Hasundutan (2017), Data Dinas Pariwisata Pakpak Bharat (2014 – 2015), Data Dinas Pariwisata Toba Samosir (2016)

37
Data-data statistik wisnus di 8 kabupaten di sekitar Danau Toba belum tersedia secara berkala. Oleh
karena itu, analisis permintaan juga mencakup perhitungan prakiraan jumlah wisnus yang melakukan
perjalanan ke Danau Toba berdasarkan pilihan akomodasi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
terdapat sekitar 1,7 juta wisnus yang melakukan perjalanan ke Danau Toba pada tahun 2017. Sebagian
besar wisnus (63 persen) menginap di akomodasi komersial, dan sisanya berkunjung singkat tanpa
menginap (same-day visitors sekitar 29,2 persen), dan tinggal bersama teman atau kerabat (7,8
persen). Sebagian besar wisnus ke Danau Toba diasumsikan berasal dari Kota Medan dan kota-kota
lainnya di Sumatera Utara, khususnya yang mengunjungi teman dan keluarga. DKI Jakarta dan Jawa
Barat adalah pasar utama untuk pariwisata domestik, yang saat ini telah difasilitasi melalui
penerbangan langsung dari Jakarta ke Silangit.

Tabel 2.14 Prakiraan Perjalanan Wisnus ke Danau Toba Tahun 2017


Wisatawan harian 505.870
Menginap di teman dan kerabat/ VFR 135.520
Menginap di akomodasi komersial 1.092.131
Total 1.733.521
Sumber: Perhitungan konsultan (2019)

2.10 Kebutuhan Daya Dukung Sosial dan Lingkungan


1. Pemeliharaan Struktur Penggunaan Lahan
Data penggunaan lahan memberikan informasi penggunaan lahan sebagai respon terhadap
pertumbuhan populasi dan aktivitas, termasuk aktivitas pariwisata. Data dikumpulkan dengan
membandingkan peta guna lahan terkini yang tersedia, yaitu peta guna lahan Kawasan Danau Toba
pada tahun 2017, dengan peta tahun 2010. Kedua peta dihasilkan oleh Badan Informasi Geospasial.
Data didasarkan pada data tutupan lahan dengan skala 1: 25.000. Hasilnya menunjukkan bahwa secara
umum, komposisi penggunaan lahan dalam dua peta relatif sama, dengan dominasi penggunaan
lahan yaitu hutan sebesar 41 persen dan perkebunan sebesar 27 persen, sedangkan pengembangan
kawasan terbangun ditunjukkan oleh pengembangan permukiman dan industri yang relatif kecil yaitu
hanya 1 persen. Dominasi hutan dan perkebunan tersebar di hampir semua kabupaten, terutama di
Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Tapanuli Utara. Jika dilihat dari perubahan
penggunaan lahan, selama 7 tahun tidak ditemukan perubahan penggunaan lahan yang signifikan.
Perubahan besar terjadi pada penggunaan lahan perkebunan yang menurun sebesar 815,58 Ha atau
sekitar kurang dari 1 persen dari total luas 8 kabupaten di sekitar Danau Toba, sehingga dapat
disimpulkan bahwa proses pembangunan di 8 kabupaten tidak cukup besar untuk mendorong
pembangunan fisik daerah. Ke depan, pengembangan pariwisata diharapkan tidak banyak
mempengaruhi komposisi penggunaan lahan dan mengurangi alih fungsi lahan yang berdampak
pada keberlanjutan daya dukung lingkungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.15 dan
Gambar 2.22 mengenai peta penggunaan lahan Kawasan Danau Toba.

Tabel 2.15 Penggunaan Lahan Kawasan Danau Toba


Kategori Penggunaan 2010 2017 Deviasi
Lahan (Ha)
Luasan (Ha) % Luasan (Ha) %

Hutan Rawa 2,77 0,00 2,77 0,01 -


Hutan 799.863,94 41,39 799.499,82 41,37 364,11
Jalan 8,56 0,00 8,56 0,01 -
Padang Rumput 11,57 0,00 11,57 0,01 -
Perkebunan 533.485,69 27,60 532.670,11 27,56 815,58

38
Kategori Penggunaan 2010 2017 Deviasi
Lahan (Ha)
Luasan (Ha) % Luasan (Ha) %
Rawa 261,03 0,01 261,03 0,01 -
Sawah 115.051,37 5,95 115.109,14 5,95 57,77
Sawah Tadah Hujan 130,67 0,01 130,67 0,01 -
Belukar 227.410,96 11,77 228.090,53 11,80 679,57
Tanah Kosong 10,99 0,00 10,78 0,01 0,21
Ladang 234.750,78 12,15 234.850,49 12,15 99,70
Tumbuhan Lain 6,15 0,00 6,15 0,01 -
Permukiman 18.632,79 0,96 18.831,62 0,97 198,83
Industri 9,35 0,00 20,41 0,00 11,06
Kolam 572,36 0,03 570,64 0,03 1,71
Sungai 1.941,47 0,10 2.073,85 0,11 132,38
Danau 409,33 0,02 411,62 0,02 2,29
Reservoir 27,86 0,00 27,86 0,00 -
TOTAL 1.932.587,63 100,00 1.932.587,63 100,00
Sumber: ITMP Toba, 2019

2. Konservasi Keanekaragaman Hayati


Berdasarkan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Sumatra Utara, terdapat sekitar
118 spesies flora dan 30 spesies fauna yang telah terdaftar di tiga kawasan konservasi terdekat
dengan Kawasan Danau Toba. Diantara spesies flora dan fauna tersebut, terdapat 3 spesies flora
endemik di Danau Toba dan 8 spesies flora yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7
Tahun 1999 tentang Pelestarian Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Spesies anggrek langka endemik Sumatera Utara, yaitu Anggrek Hartinah (Cymbidium hartinahianum),
ditemukan di desa Baniara Tele, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Selain itu,
area Danau Toba merupakan habitat bagi spesies ikan endemic yaitu Batak (Neolissochilus
thienemanni Ahl, 1933) dan ikan jurung jurung (Labeobarbus soro) yang saat ini dikategorikan rentan
oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Ikan Batak masuk ke dalam kategori
spesies rentan karena penangkapan yang berlebihan, terutama di sungai yang mengalir ke Danau
Toba, di mana ikan akan menetas telurnya. Selain itu, polusi air dan endapan di sungai dapat
membunuh telur atau larva ikan. Spesies endemik lainnya di habitat Danau Toba adalah kerang
(Corbicula tobae).
Keanekaragaman Hayati di Kawasan Danau Toba juga diperkaya dengan spesies orangutan yang baru
teridentifikasi yaitu orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), yang hidup di hutan di sepanjang
sungai Batang Toru, yang lokasinya berada di sekitar 38 km dari Kawasan Danau Toba. Spesies
orangutan in merupakan spesies dengan populasi terkecil dari semua spesies kera besar. Persebaran
orangutan Tapanuli tersebut terpisah sekitar 100 km dari populasi orangutan Sumatera (P. abelii) yang
terdekat di utara. Hanya sekitar 8 persen dari jangkauan geografis orangutan Tapanuli berada di
kawasan yang diakui sebagai kawasan konservasi (Dolok Sipirok, Dolok Sibual-bual, dolok Saut, dan
Lubuk Raya), 76 persen lainnya berada di hutan lindung, dan 14 persen hidup di hutan yang tidak
termasuk dalam hutan lindung. Di hutan Batang Toru juga ditemukan Harimau Sumatra (Panthera
tigris sumatrae). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.16 Keanekaragamaan Hayati di 3
Kawasan Konservasi Terdekat di Kawasan Danau Toba.

39
Gambar 2.22 Penggunaan Lahan di Kawasan Danau Toba Tahun 2017

40
Tabel 2.16 Keanekaragamaan Hayati di 3 Kawasan Konservasi Terdekat di Kawasan Danau Toba
Jumlah Spesies
Deskripsi
Flora Fauna
Keragaman 118 30
Dilindungi menurut PP 07/1999 8 7
Endemik dan Dilindungi 3 -
CITESa) 12 A1b) 1 A1b)
Daftar Merah IUCN 2018 - -
Kritis dan Terancam Punah - 3
Terancam Punah 2 A1b) -
Kurang Diperhatikan 11 7
Rentan 2 3
Resiko Rendah 1 -

Keterangan:
a) CITES (Convention on International Trade in Endagoursed of Species of Flora and Fauna): Konvensi Perdagangan
Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Yang Terancam.
b) Tumbuhan atau satwa yang masuk Appendix 1 – CITES yang terancam punah bila perdagangan tidak dihentikan.
Perdagangan hanya diizinkan untuk kepentingan khusus.

Sumber: Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Sumatra Utara, 2018

Keberadaan berbagai spesies flora dan fauna khas menawarkan peluang pengembangan produk
ekowisata di Danau Toba dan dapat melengkapi konten promosi Danau Toba yang merupakan satu-
satunya tujuan eco-supervolcano di dunia. Langkah ini perlu didukung kebijakan untuk memperkuat
modalitas keanekaragaman hayati dengan mencegah berkurangnya ukuran hutan di sekitar Danau
Toba. Pelaksanaan konversi kawasan hutan di sekitar Danau Toba juga diharapkan dapat mencegah
konflik antara hewan liar dan manusia. Pengendalian polusi air, sedimentasi sungai dan danau, serta
penangkapan ikan yang tidak berlebihan diharapkan dapat mendukung pelestarian spesies endemik
di sekitar Danau Toba. Pelaksanaannya merujuk pada penegakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi yang mengacu pada Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem,
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Pengelolaan Lingkungan.

Gambar 2.23 Habitat Burung Endemik di Kawasan Danau Toba

41
3. Konservasi Warisan Budaya
Warisan budaya dapat berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya,
situs warisan budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air. Pelestariannya sangat
penting untuk sejarah, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan pemanfaatan
untuk aktivitas ekonomi, termasuk pariwisata. Warisan budaya yang terdapat di Kawasan Danau Toba
diantaranya:
a. Permukiman tradisional Batak
Rumah-rumah tradisional Batak mudah dijumpai di Kawasan Danau Toba. Namun, penggunaan
atap seng dibandingkan jerami mulai mengurangi daya tarik rumah tradisional tersebut. Selain itu,
sebagian besar tata letak rumah tradisional sudah berubah dari aslinya. Pengalaman yang
diperoleh dari kunjungan ke rumah tradisional juga kurang berkesan karena kualitas bangunan
rendah, keterbatasan informasi dan interpretasi budaya, dan keterbatasan pemandu. Kondisi ini
membutuhkan revitalisasi permukiman tradisional dan lingkungannya, serta pengkayaan
interpretasi dalam bentuk story telling dan pemanduan.

b. Kain tenun tradisional (ulos)


Meskipun ulos dapat ditemui di banyak pusat cinderamata dan kawasan wisata, namun sebagian
besar kesan ulos yang dijual adalah hasil produksi massal. Upaya untuk memperkuat nilai ulos
secara budaya perlu dilakukan tidak saja melalui perbaikan pola pemasaran, namun juga
pendidikan kepada wisatawan.

c. Museum
Beberapa museum Batak yang dapat ditemui di Kawasan Danau Toba yaitu Museum Hutabolon di
Simanindo, Museum TB Silalahi di Balige, Museum Pusaka Karo di Berastagi, Museum Yayasan
Gereja Katolik di Pangururan, dan sebagainya. Koleksi artefak Museum Hutabolon menarik dan
disajikan dengan baik. Bangunan tradisional Batak berada dalam kondisi yang baik, dengan bahan
atap masih asli, dengan penataan bangunan mencerminkan pengaturan asli pemukiman Batak.
Museum Batak di Balige menjadi tempat koleksi menarik berbagai artefak Batak Toba dan
menjelaskan sejarah Batak. Semua informasi disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
'Huta Batak' yang berada di area museum memberi gambaran yang baik tentang bentuk
pemukiman Batak yang asli. Museum Pusaka Karo di Berastagi merupakan museum dengan
penyajian indah tentang budaya dan kerajinan Karo, termasuk persenjataan, instrumen seperti
gong dan padung-padung tradisional (anting-anting), dengan informasi tersedia dalam bahasa
Inggris. Peningkatan kualitas keempat museum perlu terus dilakukan untuk meningkatkan kesan
dan pengalaman wisatawan.

d. Tarian dan musik tradisional


Tarian dan musik tradisional Batak cukup menarik bagi wisatawan, meskipun terbatas di
lingkungan museum/teater dan di beberapa restoran. Museum Hutabolon di Simanindo adalah
satu-satunya museum yang menawarkan pengalaman tarian dan musik tradisional kepada
wisatawan setiap hari dengan pengaturan jadwal. Perluasan pengalaman wisatawan dalam bentuk
tarian dan musik tradisional perlu dilakukan untuk meningkatkan penghargaan dari masyakarat
dan wisatawan, terutama untuk kalangan generasi muda.

4. Kebutuhan Tenaga Kerja Terampil


Pengembangan pariwisata diharapkan akan meningkatkan peluang usaha dan kesempatan kerja.
Peningkatan jumlah tenaga kerja pariwisata dari tahun ke tahun secara keseluruhan menunjukkan
bahwa sektor pariwisata Kawasan Danau Toba terus berkembang. Proporsi tenaga kerja pariwisata di
Kawasan Danau Toba (31 kecamatan) adalah 17,2 persen pada tahun 2018, kurang lebih sama seperti
proporsi tenaga kerja pariwisata untuk Sumatera Utara. Rata-rata pertumbuhan tahunan tenaga kerja
pariwisata lebih tinggi daripada pertumbuhan tenaga kerja secara keseluruhan. Hal ini dipengaruhi

42
oleh migrasi pekerja dari luar kawasan. Pada tingkat KTA, Parapat memiliki proporsi tenaga kerja
pariwisata tertinggi yaitu sekitar 42,4 persen. Namun KTA Merek mencatat pertumbuhan tenaga kerja
tertinggi sebesar 7,8 persen.
Tabel 2.17 Proporsi dan Pertumbuhan Tenaga Kerja di Pariwisata di Kawasan Danau Toba

2013 2018
Pertumbuhan
Deskripsi Orang Orang
A B C A B C A B C
Indonesia 110.804.041 10.194.041 9.610.000 123.176.509 109.699.509 13.477.000 2,1% 1,6% 7,0%
Sumatera Utara 5.899.560 5.115.265 784.295 6.463.609 5.359.015 1.104.594 1,8% 0,9% 7,1%
8 TDA 1.158.509 1.088.575 69.934 1.230.407 1.133.843 96.564 1,2% 0,8% 6,7%
TDA - 31
213.717 179.963 33.754 229.506 189.933 39.573 1,3% 1,1% 3,2%
Kecamatan
KTA Baru - Merek 10.379 7.739 2.639 1.119 7.351 3.839 1,5% -1,0% 7,8%
KTA - Parapat 667 4.059 2.611 6.879 3.959 292 0,6% -0,5% 2,3%
KTA - Balige 18.486 14.727 3.759 20.384 15.547 4.837 2,0% 1,1% 5,2%
KTA Baru - Muara 7.148 6.354 794 7.682 6.658 1.024 1,5% 0,9% 5,2%
KTA - Pangururan 16.205 12.418 3.787 17.827 12.951 4.876 1,9% 0,8% 5,2%
KTA - Simanindo 10.743 7.119 3.624 1.181 7.145 4.665 1,9% 0,1% 5,2%
A: Tenaga Kerja; B: Tenaga Kerja Non Pariwisata; C: Tenaga Kerja Pariwisata

Satu aspek yang perlu menjadi perhatian bahwa peningkatkan jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara
dan Kawasan Danau Toba belum disertai produktivitas yang tinggi. Nilai absolut dari produktivitas
tenaga kerja pariwisata di Sumatera Utara dan Kawasan Danau toba meningkat dalam periode 2013
hingga 2018. Namun produktivitas tenaga kerja pariwisata masih di bawah produktivitas tenaga kerja
secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah yang diciptakan oleh tenaga kerja
pariwisata lebih rendah daripada nilai tambah tenaga kerja di sektor lain. Pengecualian adalah
produktivitas tenaga kerja pariwisata di KTA Muara yang lebih tinggi dibandingkan dengan
produktivitas tenaga kerja di sektor lain.
Tabel 2.18 Produktivitas Tenaga Kerja Pariwisata

2016 2017 2018 Rata-rata


Juta Rp Juta Rp Juta Rp Pertumbuhan
Deskripsi CP2010/ CP2010/ CP2010/ Produktivitas
% % %
Tahun/orang Tahun/orang Tahun/orang per Tahun (%)
A B A B A B A B
Indonesia 76,83 53,36 69,7 78,75 55,69 70,7 84,64 55,60 65,8 3,4 -0,5
Sumatera Utara 77,41 30,70 39,7 76,58 33,19 43,3 79,33 33,05 41,7 3,3 -0,6
8 TDA 48,37 30,70 63,5 50,42 33,19 65,8 51,96 33,05 63,6 3,7 -0,6
TDA - 31
50,77 35,86 70,6 53,04 39,34 74,2 54,98 42,44 77,2 4,1 7,5
Kecamatan
KTA Baru - Merek 100,89 31,80 31,5 110,36 37,33 33,8 115,78 44,14 38,1 5,0 22,1
KTA - Parapat 135,35 118,78 87,8 142,29 125,97 88,5 147,85 130,13 88,0 4,7 3,8
KTA - Balige 43,99 42,07 85,6 45,95 44,74 97,4 47,38 45,98 97,0 3,7 3,3
KTA Baru - Muara 23,36 50,49 191,5 27,63 56,77 205,5 29,12 61,97 212,8 6,0 11,1
KTA - Pangururan 24,97 11,59 46,4 26,54 14,35 54,1 28,14 17,52 62,3 6,0 27,0
86.8
KTA - Simanindo 35,25 24,22 68,7 38,53 30,00 77,8 42,21 36,62 9,1 27,0
%
Keterangan:
A: Produktivitas Tenaga Kerja; B: Produktivitas Tenaga Kerja Pariwisata;

43
Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Sumatera Utara dan Kawasan Danau Toba lebih tinggi
dibandingkan dengan nasional. KTA Pangururan dan Simanindo mencatat angka tingkat partisipasi
tertinggi. Dari keenam KTA, tingkat pengangguran tertinggi terdapat di KTA Parapat yaitu 5,63 persen
dan menjadi satu-satunya KTA dengan tingkat pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan nasional
dan Provinsi Sumatera Utara. Dengan kondisi tingkat partisipasi yang tinggi dan pengangguran yang
rendah, pengembangan pariwisata di Kawasan Danau toba dapat diarahkan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja, terutama dari sisi produktivitas, selain terus mengupayakan pemenuhan kondisi
kerja yang layak.
Tabel 2.19 Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja dan Tingkat Pengangguran
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Deskripsi % % % % % %
A B A B A B A B A B A B
Indonesia 6,25 66,90 5,94 66,60 6,18 65,76 5,61 66,34 5,50 66,67 5,34 67,26
Sumatera Utara 6,53 70,67 6,23 67,07 6,71 67,28 5,84 68,08 5,60 68,88 5,56 71,82
8 TDA 3,07 81,28 3,12 78,08 3,30 79,48 3,05 65,19 2,80 78,28 2,75 77,70
TDA - 31
2,25 82,26 2,24 80,86 2,90 81,21 2,62 81,10 2,34 81,00 2,36 80,75
Kecamatan
KTA Baru -
2,08 83,03 1,02 79,74 2,23 85,25 1,79 81,66 1,34 78,07 1,19 77,11
Merek
KTA - Parapat 5,56 72,31 7,48 68,41 5,75 70,23 5,68 69,83 5,62 69,43 5,63 68,87
KTA - Balige 1,69 79,66 0,73 78,13 3,47 80,28 2,82 80,29 2,18 80,30 2,28 80,43
KTA Baru -
2,34 87,57 0,59 83,98 2,56 83,57 2,22 84,25 1,89 84,93 1,80 84,41
Muara
KTA -
1,12 89,02 1,05 89,92 1,28 88,38 1,28 86,63 1,28 88,87 1,31 88,84
Pangururan
KTA - Simanindo 1,12 89,02 1,05 89,92 1,28 88,38 1,28 86,63 1,28 88,87 1,31 88,84
A: Tingkat Pengangguran; B: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Pengembangan tenaga kerja terampil di Kawasan Danau Toba juga perlu didukung keterlibatan
masyarakat, tidak saja penyedia dan pengelola produk dan jasa pariwisata, namun juga masyarakat
yang memiliki atraksi atau amenitas pariwisata. Nilai-nilai sosial lokal yang menempatkan kebanggaan
sebagai “pemilik tanah” seringkali menjadi penghambat kualitas pekerjaan. Kebanggaan ini tidak serta
merta mendorong adanya perbaikan keterampilan secara berkelanjutan pada tenaga kerja, apabila
dibandingkan dengan atraksi atau amenitas yang dikelola oleh swasta dari luar daerah. Investasi pada
sumber daya manusia (SDM) di Kawasan Danau Toba perlu terus ditingkatkan karena, jika tidak, maka
lapangan kerja yang terbuka dari hasil pengembangan pariwisata akan diisi oleh tenaga-tenaga
terampil dari luar daerah. Investasi SDM tidak saja mencakup keterampilan teknis, namun juga non
teknis (softskills) termasuk dalam peran sebagai tuan rumah, penyedia informasi dan hubungan
konsumen.
Pengembangan pariwisata juga dapat menjadi solusi dari keterbatasan pasokan tenaga kerja di
sektor-sektor lainnya di Sumatera Utara dan Kawasan Danau Toba. Sebagai contoh, kekurangan
pasokan tenaga kerja di sektor pertanian dapat diatasi dengan mengembangkan agrowisata. Langkah
ini diyakini akan menarik minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian. Melalui agrowisata,
sektor pertanian dapat dikembangkan dengan mengadopsi teknologi yang lebih maju, dan hal ini
diharapkan juga dapat menarik minat generasi muda untuk bekerja dan mengembangkan karir di
daerahnya.

5. Kebutuhan Pasokan Air Bersih


Salah satu kebutuhan yang akan meningkat seiring dengan pengembangan pariwisata adalah
penyediaan air bersih, termasuk untuk air minum. Secara umum, sistem penyediaan air minum (SPAM)
di 8 kabupaten di sekitar Danau Toba menunjukkan bahwa Kabupaten Samosir dan Kabupaten Pakpak

44
Bharat memiliki kualitas SPAM yang masih di bawah standar berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2018 tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Sektor Air Minum.
Di samping itu, SPAM di Kabupaten Humbang Hasundutan perlu terus ditingkatkan dari aspek
perlindungan mata air. Perluasan perpipaan juga perlu dilakukan untuk menjangkau lebih banyak
wilayah di 8 kabupaten sekitar Danau Toba.
Tabel 2.20 Persentase Pelayanan SPAM di 8 Kabupaten
% Pelayanan Air Minum Aman % Pelayanan Air Minum Tidak Aman
Air Sumur MA Air
Sumur MA
Kabupaten Kema- Le- Sumur tidak tidak Per- Air Lain-
terlin- terlin- TOTAL TOTAL
san/Isi deng Gali terlin- terlin muka- Hujan lain
dungi dungi
Ulang dungi dungi an
Dairi 4 36 6 2 33 81 1 7 2 8 0 18
Karo 9 34 20 2 26 91 0 9 0 0 0 9
Simalungun 7 22 47 4 16 96 1 3 1 0 0 5
Toba Samosir 11 14 32 10 27 94 2 2 3 0 0 7
Tapanuli Utara 2 16 36 6 26 86 2 3 5 4 0 14
Humbang Hasundutan 1 12 38 7 22 80 3 19 3 3 0 28
Samosir 6 10 8 6 18 48 1 14 21 15 0 51
Pakpak Barat 0 12 3 2 24 41 2 33 4 17 2 58
Sumber: Susenas (2018)

Kondisi SPAM di 4 (empat) KTA pada tahun 2018 adalah sebagai berikut:
a. Sistem Penyediaan Air Minum KTA Parapat Ajibata
Wilayah pelayanan untuk KTA Parapat adalah Kawasan Parapat oleh PDAM Tirta Lihou dan
Kawasan Ajibata oleh PDAM Tirtanadi Cabang Toba Samosir, dengan tingkat pelayanan sebagai
berikut:
• Kawasan Parapat: 1.779 sambungan rumah atau setara 11.616 jiwa (77,2 persen penduduk).
• Kawasan Ajibata: 408 sambungan rumah atau setara 1651 jiwa (19,6 persen penduduk).
• Penduduk lainnya menggunakan sumber air danau, mata air dan sumur pompa.

Gambar 2.24 Jaringan Pipa Distribusi Air Minum di Kawasan Parapat

Studi Sistem Informasi Desa (SID) Penyediaan Air Baku menyebutkan bahwa sumber air di Kawasan
Parapat berasal dari Said Nihuta, Sidabari, dan Mata air Siholek dengan kapasitas total 42 l/det,
sedangkan untuk sumber air untuk Kawasan Ajibata berasal dari sumur dalam dengan kapasitas 10
l/det. Tidak ada WTP di PDAM Tirta Lihou maupun PDAM Tirtanadi sehingga pada musim

45
penghujan kondisi air keruh. Kondisi Fe juga cukup tinggi sehingga menimbulkan karat. Pada
musim kemarau, debit kecil dan volume pelayanan berkurang sehingga kontinuitas pelayanan
rendah.
Adapun kapasitas produksi water treatment plan (WTP) Kawasan Parapat sebesar 23,1 l/det dengan
kapasitas distribusi sebesar 20,16 l/det, sedangkan untuk Kawasan Ajibata sebesar 2,96 l/det
dengan kapasitas distribusi sebesar 2,96 l/det. Banyak hotel di Kawasan Parapat-Ajibata
menggunakan sumber air dari PDAM, walau ada juga beberapa hotel yang memiliki WTP dari
sumber air danau.

b. Sistem Penyediaan Air Minum KTA Simanindo


SPAM di Ibukota Kecamatan Ambarita dikelola Tirta Mutiara dan melayani 4 desa, yaitu: Desa
Ambarita, Ujur, Tuk-uk Siadong, dan Siallagan Pinda Raya. Pelayanan meliputi 1.024 sambungan
rumah dengan sumber air dari Danau Toba dengan debit 10 l/det menggunakan pompa kapasitas
50-100 l/det. Pada Tahun 2018, terdapat pembangunan SPAM Paket 1 untuk jaringan distribusi
utama di Kecamatan Simanindo berkapasitas 20 l/det dengan sumber air dari DanauToba.
Hasilnya dapat menambah 1.600 sambungan rumah di Desa Simanindo Sakkal, Marlumba, Unjur,
Amarita, Garoga dan Tomok, sehingga sekitar 31,4 persen penduduk di Kecamatan Simanindo
dapat terlayani.

Gambar 2.25 Pengembangan SPAM di KTA Simanindo

c. Sistem Penyediaan Air Minum KTA Pangururan


SPAM di kecamatan Pangururan dikelola oleh PDAM Tirtanadi Cabang Samosir dengan kapasitas
produksi 25 l/det dan debit terjual 21 l/det. Pelayanannya baru menjangkau 35,5 persen dari
penduduk kecamatan Pangururan (PDAM Tirtonadi, 2018). Permasalahan yang dihadapi adalah
rendahnya kontinuitas pelayanan karena sistem pemompaan yang tidak optimal dan fluktuasi
kualitas air danau yang disebabkan tidak ada pengolahan yang dilakukan. Peng
SPAM ini menghadapi permasalahan rendahnya kontinuitas pelayanan karena sistem pemompaan
yang tidak optimal dan adanya fluktuasi kualitas air yang diterima karena air baku berasal dari
danau tanpa pengolahan.

46
Gambar 2.26 Jaringan Pipa Distribusi Air Minum KTA Pangrururan

d. Sistem Penyediaan Air Minum KTA Balige


SPAM Balige dikelola oleh PDAM Tirtanadi Cabang Balige. Jumlah kapasitas produksi yaitu 31,67
l/det dengan debit terjual 22,95 l/det. Pelayanan baru mencapai sekitar 20,3 persen penduduk di
Kecamatan Balige. Sumber air baku berasal dari danau Toba dengan debit 20 l/det dan kualitas
yang berfluktuasi, serta Mata Air Aek Bolon dengn debit 10 l/det. Sebagian besar masyarakat
menggunakan air dari sumur dan mata air untuk memenuhi kebutuhan air. Tahun 2018,
Pemerintah Kabupaten Toba Samosir membangun miniplant di Haunatas (20 l/det) dan sudah
tersambung dengan sistem yang ada. Saat ini masih belum terpasang meter air pada jaringan
perpipaan sehingga aliran air dalam pipa masih sulit diukur.

Gambar 2.27 Peta Jaringan distribusi SPAM Balige

47
Beberapa permasalahan pelayanan air minum penting di Kawasan Danau Toba yang perlu ditangani
dalam rangka pemenuhan amenitas penyediaan air minum antara lain:
1. Keterbatasan air baku di beberapa kecamatan di sekitar Danau Toba membutuhkan identifikasi
sumber air baku lintas kecamatan dan kabupaten untuk memenuhi kebutuhan air minum di
seluruh kawasan Danau Toba.
2. Masyarakat masih menggunakan sumber air minum yang tidak aman dari sumur dan mata air yang
tidak terlindungi, danau dan sungai.
3. Tingkat pelayanan SPAM perpipaan masih rendah dan masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan.
4. Kualitas air baku yang berasal dari Danau Toba berfluktuasi dan membutuhkan pengolahan
sebelum didistribusikan.
5. Masih banyak SPAM perdesaan yang belum dilengkapi dengan meteran air dan belum terkelola
dengan baik.

6. Kebutuhan Sistem Drainase


Sampai tahun 2018, studi yang lengkap tentang kondisi eksisting dan rencana pengembangan sistem
drainase di 8 kabupaten di sekeliling Danau Toba belum tersedia. Informasi tentang bencana banjir
diperoleh di data Potensi Desa tahun 2018.
Tabel 2.21 Desa yang Mengalami Banjir dalam 3 Tahun Terakhir (2015-2017)
Desa yang Mengalami Banjir
No. Kabupaten Total Desa Persentase
Jumlah Desa
(%)
1 Tapanuli Utara 253 13 5.14
2 Toba Samosir 244 17 6.97
3 Simalungun 413 50 12.11
4 Dairi 169 6 3.55
5 Karo 269 16 5.95
6 Humbang 154 11 7.14
Hasundungan
7 Pakpak barat 52 0 0.00
8 Samosir 134 3 2.24
Sumber: Potensi Desa (2018)

Adapun untuk kecamatan yang berada dalam Tourism Destination Area (TDA) yang mengalami banjir
ditampilkan dalam gambar berikut.

48
Gambar 2.28 Kecamatan dalam TDA yang Mengalami Banjir
Sumber : Potensi Desa, 2018

Berdasarkan kondisi pengelolaan sistem drainase di Kawasan Danau Toba, beberapa isu yang perlu
ditangani antara lain:
a. Rencana induk sistem drainase di 8 kabupaten sekitar Danau Toba perlu segera disusun dengan
mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
b. Berdasarkan rencana induk, peta jaringan drainase skala kawasan maupun kabupaten perlu
disusun.
c. Saluran drainase yang ada sebagian masih bersifat parsial dan merupakan bagian dari kelengkapan
bangunan rumah/perkantoran/komersil, dan perlu dihubungkan dengan baik menuju badan air.
d. Sebagian saluran drainase yang rusak dan tersumbat sampah perlu diperbaiki.

49
Gambar 2.29 jaringan Drainase Existing Keempat KTA
Sumber: Survei Primer, 2018

7. Kebutuhan Sistem Pengolahan Air Limbah


Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman menyebutkan bahwa perlu
disediakan sistem air limbah permukiman yang memadai sebesar 60 persen dan sistem air limbah
skala komunitas/kawasan/kota sebesar 50 persen. Dalam RPJMN 2020-2024 disebutkan target
infrastruktur pelayanan dasar air limbah adalah rumah tangga yang menempati hunian dengan akses
sanitasi (air limbah) layak dan aman sebesar 90 persen, termasuk akses aman 20 persen.
Berdasarkan data-data Susenas (2018,) tingkat akses sanitasi di 8 kabupaten di sekitar Danau Toba
masih perlu ditingkatkan. Tingkat akses sanitasi secara umum masih di bawah 90 persen aman.
Kedelapan kabupaten juga belum memiliki instalasi pengelolaan limbah terpadu (IPLT), meskipun
semua telah memiliki fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal.

Tabel 2.22 Tingkat Akses Sanitasi dan Jenis Fasilitas Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD)
Akses Sanitasi Fasilitas yang Dimiliki
Jumlah
Populasi % % Akses Dasar
No. Kabupaten KK
2018 Akses % Semi % % BABS IPLT IPAL
2018
Aman Permanen Sharing
1 Dairi Belum Komunal
282.327 70.582 74,06 16,94 0,93 8,07
beroperasi
2 Karo 386.930 96.733 72,27 10,28 5,34 12,11 - Komunal
3 Simalungun - Regional (Parapat
864.727 216.182 52,73 30,57 6 10,71 – Ajibata),
komunal
4 Toba Samosir - Regional (Parapat
– Ajibata), Cluster
182.935 45.734 57,25 16,69 13,43 12,63
200 SR di Balige,
Komunal
5 Tapanuli - Komunal
301.082 75.270 59,31 23,36 6,76 10,57
Utara
6 Humbang - Komunal
194.535 48.634 52,05 26,20 6,80 14,96
Hasundutan
7 Samosir 125.537 31.384 74,66 2,25 4,84 18,25 - Komunal
8 Pakpak - Komunal
48.079 12.020 85,23 7,59 4,45 2,73
Bharat

50
Gambar 2.30 Sebaran Fasilitas SPALD di Kawasan Toba

8. Perbaikan Manajemen Persampahan


Perencanaan Teknis Pengelolaan Persampahan (PTMP) di Kabupaten Toba Samosir, Humbang
Hasundutan, Dairi dan Simalungun menunjukkan bahwa kebutuhan fasilitas sarana dan prasarana
pengelolaan sampah sebagian dapat terpenuhi dari Rencana Investasi di tahun 2018. Rincian Rencana
Investasi Sarana, Prasarana dan Infrastruktur pengelolaan persampahan tertera pada Tabel 2.23 yang
didukung pendanaan APBD (untuk sarana dan prasarana pengumpul) dan APBN (untuk sarana dan
prasarana pengangkutan serta pembangunan tempat pembuangan akhir/TPA). Kontribusi dari sektor
swasta pada umumnya dalam bentuk penyediaan wadah sampah terutama di destinasi wisata, serta
truk sampah khususnya di Kabupaten Toba Samosir.
Isu strategis sistem persampahan di Kawasan Danau Toba yang perlu ditangani antara lain:
a. Peningkatan penanganan dan pengurangan sampah secara kuantitas dan kualitas.
b. Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berkelanjutan perlu disusun untuk setiap kabupaten.
c. Perencanaan Teknis Manajemen Persampahan (PTMP) Kabupaten Karo, Tapanuli Utara, Samosir
dan Pakpak Bharat perlu segera disusun.
d. Peningkatan kapasitas SDM pengelola sampah secara kuantitas dan kualitas agar sesuai dengan
volume timbulan sampah.

51
e. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana pengumpul dan pengangkutan sampah agar
sesuai dengan volume timbulan sampah.
f. Program pengurangan sampah termasuk pemilahan sampah di sumber perlu diperkenalkan dan
dilaksanakan secara meluas.
g. Peningkatan kesadaran masyarakat akan kebersihan dan pengelolaan sampah berkelanjutan.
h. Perbaikan sistem TPA yang sebagian besar masih menggunakan metode open dumping.

Tabel 2.23 Rencana Investasi Sarpras serta Infrastruktur Pengelolaan Sampah 2018
Rencana Investasi (2018) Kebutuhan
Tersedia Saat
Fasilitas Kebutuhan Baru Biaya Investasi Terpenuhi
Ini Pengadaan
(Rp) (Ya/Belum)
Kabupaten Toba Samosir
1. Gerobak Motor/ motor 5 14 7 280.000.000 Belum
sampah (unit)
2. TPS (unit) 10 14 1 (penggantian) 20.000.000 Belum
3. TPS3R (unit) 1 5 2 1.460.000.000 Belum
4. Transportasi
- Dump Truck (unit) 16 4 1 (penggantian) 570.000.000 Ya
- Arm roll (unit) 2 2 0
5. TPA Pintu Bosi Pintu Bosi 4.230.671.219 Ya
Kabupaten Humbang Hasundutan
1. Gerobak Motor/motor *) 28 140.000,000
sampah (unit)
3. TPS3R (unit) 1 15 7.250.000.000 Belum
Kabupaten Dairi
1. Gerobak (unit) 6 8 4 160.000.000 Belum
2. TPS (unit) 1 12 2 40.000.000 Belum
3. TPS3R (unit) 2 1 730.000.000 Belum
4. Dump Truck 1 5 0 Belum
5. Arm roll 6 2 0 Ya
6. TPA TPA Sidikalang TPA Sidikalang 26.326.054.161 Ya
Kabupaten Simalungun
1. Gerobak Motor (unit) *) 40 20 800.000.000
2. TPS (unit) 23 20 10 200.000.000 Ya
Sidikalang
3. TPS3R (unit) 0 10 5 3.650.000.0000 Belum
4. Dump Truck 15 12 5 3.650.000.000
(total)
5. TPA TPA Girsang TPA Girsang Ya
Sipangan Bolon Sipangan Bolon
(akan baru
dipindahkan)
TPA Panombaeian Sudah dibangun Ya
Panei dan beroperasi
Bandar Tidak akan
dibangun
Sumber: PTMP (Simalungun, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, dan Dairi), 2016 dan Hasil Analisis, 2019

9. Penyediaan Listrik
Sistem tenaga listrik di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari interkonesi dengan transmisi 150 kV dan
distribusi 20 kV. Sistem interkoneksi untuk TDA dipasok oleh pembangkit PLN, pembangkit swasta
atau Indepent Power Producer (IPP), dan beberapa excess power. Pembangkit yang terdekat adalah
PLTA Asahan (2x90MW) excess power, PLTA Renun (2x41MW) dan PLTP Sibanyak 10 MW. Gardu Induk
(GI) yang melayani TDA terdiri dari: GI Parapat di Kabupaten Simalungun; GI Renun, GI Parbaba, GI
Tomok dan GI Tele di Kabupaten Samosir, GI Tarutung dan GI Siborong-borong di Kabupaten
Tapanuli Utara; GI Balige dan GI Porsea di Kabupaten Toba Samosir; GI Sidikalang di Kabupaten Dairi;
GI Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan; dan GI Merek-Tongging di Kabupaten Karo.

52
10. Manajemen Lalu Lintas
Dalam hal kepadatan lalu lintas, ruas jalan nasional menuju Danau Toba tidak terlalu padat yang
digambarkan dengan rasio V/C (volume/capacity) yang rendah dan kecepatan yang relatif baik (di atas
standar nasional >40 km/jam). Data dari Dinas Bina Marga dan Konstruksi Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2018 menunjukkan bahwa semua jalan nasional memiliki International Roughness Index
(IRI) sebesar 4,89 dengan kecepatan 46,65 km/jam. Kondisi ini menunjukkan bahwa jalan di Sumatera
Utara memiliki kondisi yang baik. Berdasarkan grafik perbandingan annual average daily traffic (AADT)
antara volume dan kapasitas, jalan nasional di Kawasan Danau Toba juga masih memiliki kapasitas
yang cukup, dengan V/C di bawah 0,3, meskipun pada beberapa titik, V/C mencapai sekitar 0,6
dengan risiko kecelakaan yang meningkat. Untuk memenuhi standar jalan nasional, saat ini dilakukan
pelebaran menuju standar dan perbaikan lapis aus (aspal). Dengan operasinya jalan Tol Medan-Tebing
Tinggi tahun 2017, rasio V/C mengalami perbaikan dari sebelumnya 0,8 menjadi 0,6. Namun demikian,
waktu tempuh antar ibukota kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara masih dianggap lama karena
rata-rata kecepatan 35-40 km/jam. Hal ini disebabkan antara lain masih terdapat beberapa titik
kemacetan dan geometri tidak memenuhi standar jalan nasional.
Untuk mendukung pengembangan Danau Toba sebagai tujuan wisata prioritas, beberapa rencana
jalan raya di Sumatera Utara yang terhubung dengan jalan raya Trans Sumatra telah disiapkan,
diantaranya jalan Medan - Kualanamu – Tebing Tinggi dan Medan - Binjai yang telah dioperasikan.
Sementara itu jalan lain saat ini sedang dibangun, yaitu jalan Kuala Tanjung - Tebing Tinggi – Parapat,
dan diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2020.
Berkaitan dengan perparkiran, semua KTA di Danau Toba saat ini belum tersedia. Parkir kendaraan
umumnya menggunakan lahan penginapan atau hotel yang memiliki lahan parkir yang cukup luas.
Selain lahan tersebut, badan jalan, baik di sisi kiri atau kanan jalan sering digunakan sebagai lahan
parkir umum yang dikutip biayanya oleh juru parkir dari masyarakat setempat dan belum dikelola
secara baik. Pengelolaan parkir oleh Dinas Perhubungan di masing-masing Kabupaten baru mencakup
parkir yang berada di terminal dan pasar. Kondisi ini sering menyebabkan kemacetan pada saat
puncak musim liburan tiba. Keberadaan area parkir di luar badan jalan (off street parking) menjadi
mendesak untuk dikembangkan.

53
Gambar 2.31 Kondisi Lalu Lintas Menuju dan di Sekitar TDA Danau Toba

11. Telekomunikasi

Telekomunikasi menjadi salah infrastruktur penting dalam pengembangan sektor pariwisata. Secara
umum cakupan telepon bergerak sudah tersedia di seluruh area kecamatan baik KWU maupun KDT,
namun perlu ditingkatkan dalam pelayanan baik dari ketersediaan layanan semua operator, maupun
tingkat pelayanan dalam hal teknologi dan bandwidth. Di Indonesia, perkembangan teknologi
telepon seluler terjadi hampir di tiap dekade dimulai sejak 1980-an dan sejak tahun 2014 pemerintah
mendorong para operator untuk beralih menggunakan teknologi 4G, walaupun hingga kini 4G masih
belum mencakup seluruh Kawasan Danau Toba. Gambar 2.32 berikut memperlihatkan cakupan
pelayanan telekomunikasi menurut jumlah operator yang melayani.

Sistem jaringan telekomunikasi di KDT terdiri dari jaringan terestrial dan jaringan satelit dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Jaringan Terestrial atau Jaringan tetap merupakan pusat telekomunikasi, berada di KWU Parapat
yang mencakup Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kecamatan Ajibata, Kecamatan Balige,
Kecamatan Tarutung, Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Simanindo, Kecamatan Pangururan,
Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Laguboti, Kecamatan Siborong-borong, Kecamatan Dolok
Sanggul, Kecamatan Dolok Pardeman, Kecamatan Palipi, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan
Porsea, Kecamatan Muara, dan Kecamatan Merek.
2. Jaringan Satelit atau Jaringan Seluler Bergerak terdiri dari Base Transceiver Station (BTS) swasta
dan komunal yang ditentukan oleh penyedia telekomunikasi berdasarkan hukum dan peraturan
yang berlaku.
Berdasarkan peta cakupan pelayanan operator seluler berikut, dapat diketahui bahwa mayoritas area
KWU sudah tercakup layanan telepon bergerak, namun tidak semua area terlayani oleh banyak
operator. Hanya operator terbesar yang mampu mendominasi layanan dari semua area Selain itu
terdapat wilayah yang masih belum terlayani operator sama sekali (blankspot). Lihat Tabel berikut.

54
Tabel 3. 46 Area Cakupan dan Jenis Layanan Operator Seluler
Base Line
NON Luas Area Cakupan (%) Layanan Operator Telepon Seluler Jenis Layanan % Telepon Seluler Jaringan Telepon Seluler
KWU Kecamatan
KWU Wilayah
1-OP 2-OP 3 OP 4 OP Blankspot 4G 3G GSM Panjang Jalan Fiber Optic (Km)
(Ha)
1 Girsang Sipangan Bolon 13.731 6% 28 % 29 % 38 % 53 % 92 % 8% 51,35 9,06
1 Ajibata 5.191 36 % 22 % 42 % 41 % 100 % 38,38 0,64
2 Lumban Julu 13.137 11 % 24 % 35 % 30 % 51 % 72 % 28 % 37,80
3 Pematang Sidamanik 13.707 30 % 33 % 36 % 32 % 46 % 54 % 28,16
4 Dolok Pardamean 10.207 6% 60 % 34 % 7% 78 % 22 % 40,05
2 Simanindo 13.514 3% 14 % 34 % 49 % 11 % 22 % 78 % 70,39 15,18
5 Onan Runggu 9.050 14 % 47 % 39 % 0% 100 % 37,15
6 Nainggolan 5.631 38 % 37 % 25 % 100 % 9,37
3 Pangururan 12.901 30 % 17 % 33 % 20 % 27 % 14 % 86 % 50,68 27,69
7 Ronggur Nihuta 10.896 29 % 58 % 12 % 2% 11 % 7% 93 %
8 Palipi 13.886 32 % 45 % 3% 0% 21 % 100 % 28,30
9 Sianjur mula-mula 12.485 30 % 44 % 12 % 0% 13 % 2% 1% 99 % 23,57
10 Harian 59.455 30 % 11 % 2% 1% 55 % 0% 1% 99 % 86,41
11 Sitio-tio 7.907 76 % 8% 2% 14 % 100 %
4 Balige 8.315 3% 60 % 36 % 70 % 97 % 3% 46,36
12 Tampahan 3.707 22 % 51 % 27 % 62 % 93 % 7% 22,43
13 Lagu boti 6.983 1% 4% 57 % 38 % 55 % 100 % 13,76
14 Sigumpar 2.027 100 % 99 % 100 % 4,70
15 Siantar Narumonda 2.715 0% 3% 58 % 39 % 49 % 100 % 1,97
16 Uluan 7.600 7% 35 % 28 % 30 % 1% 81 % 19 % 12,22
17 Porsea 4.111 0% 9% 29 % 62 % 35 % 100 % 17 % 9,04
5 Muara 5.980 8% 37 % 55 % 29 % 52 % 48 % 17,38
18 Paranginan 5.292 8% 47 % 46 % 8% 52 % 48 % 19,35
19 Lintong Nihuta 12.329 28 % 70 % 2% 16 % 84 % 35,72 7,80
20 Baktiraja 2.127 14 % 68 % 17 % 100 % 43,00
6 Merek 24.337 22 % 40 % 20 % 15 % 4% 42 % 82 % 18 % 57,21 1,52
21 Silahi sabungan 5.718 3% 50 % 40 % 7% 14 % 94 % 6% 59,83 -
22 Pematang Silimakuta 7.370 11 % 48 % 40 % 44 % 100 % 7,51 -
23 Silimakuta 6.639 0% 11 % 52 % 36 % 51 % 100 % 4,43 4,00
24 Purba 20.435 23 % 12 % 29 % 36 % 33 % 98 % 2% 33,84 0,98
25 Haranggaol Horisan 2.652 40 % 50 % 10 % 20 % 100 % 38,87 -
Sumber: Hasil Analisis, 2019

55
3. Visi dan Proyeksi Pengembangan Pariwisata Danau Toba
3.1 Visi
Visi pengembangan pariwisata KDT disusun berdasarkan dua pertimbangan berikut:
a. Pengembangan Kawasan Danau Toba sebagai destinasi berkelas dunia membutuhkan perubahan
pola pikir dan komitmen pengelolaan kawasan yang lebih baik. Kawasan Danau Toba memiliki
potensi pariwisata yang istimewa, namun kondisi saat ini masih jauh dari ideal karena masalah
degradasi lingkungan, termasuk penurunan kualitas air danau, deforestasi, kebakaran, sanitasi,
kebersihan, dan sebagainya.
b. Pengembangan Kawasan Danau Toba perlu diarahkan untuk mencapai tujuan akhir
pembangunan, yaitu kemajuan kawasan dan kesejahteraan masyarakat. Keinginan masyarakat
yang tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan pariwisata belum diimbangi dengan
kemampuan yang memadai.
Kedua pertimbangan di atas menjadi landasan bagi pilar pengembangan Kawasan Danau Toba yang
mencakup pusaka alam sebagai wadah, serta masyarakat sebagai penghuninya. Berdasarkan premis
ini maka Visi pengembangan pariwisata KDT dinyatakan sebagai:

Gambar 3.1 VIsi Pengembangan Pariwisata Danau Toba

Visi tersebut juga dipadankan dalam nilai kearifan lokal, sebagai alat penggerak yang dapat dipahami
oleh masyarakat, yaitu ’Marsipature Hutanabe’, yang berarti masing-masing individu atau kelompok
mengurus dan membangun ‘tanah’-nya sendiri. Hal ini dapat juga dimaknai jika masing-masing
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka kemajuan dapat dicapai bersama.

Visi pengembangan pariwisata Danau Toba menjadi landasan bagi kerangka kebijakan utama di
dalam RIPT Danau Toba. Pendekatan yang digunakan adalah menyelesaikan isu kepariwisataan
melalui konsep pembangunan berkelanjutan, dengan fokus pada perbaikan dimensi tata ruang dan
infrastruktur yang dikaitkan dengan kebutuhan dimensi sosial ekonomi. Pembangunan pariwisata
diarahkan untuk meningkatkan keterkaitan ke depan dan belakang dalam mata rantai ekonomi,
termasuk menjadi pengungkit untuk berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah,
dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan untuk menjamin keberlanjutan dari manfaat
yang diciptakan.

56
Gambar 3.2 Pendekatan dalam Pembangunan Pariwisata di Kawasan Danau Toba

Pengembangan Kawasan Danau Toba sebagai produk membutuhkan sebuah brand yang kuat dan
mudah dikenali oleh wisatawan. Saat ini Danau Toba sebagai sebuah destinasi memiliki dua status
yaitu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang telah memiliki brand Lake Toba – “Caldera of
Kings” (berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata KM.38/UM.001/MP/2017 tentang Brand Logo 10
Destinasi Wisata Indonesia), dan Geopark yang juga memiliki brand Geopark Kaldera Toba
(berdasarkan Master Plan Geopark Kaldera Toba 2018 – 2030). Dalam proses perencanaan ITMP,
kedua status ini dipertimbangkan mengingat kedua brand mengedepankan materi yang sama yaitu
Kaldera Toba sebagai kaldera terbesar di dunia.

Gambar 3.3 Brand Danau Toba


Sumber: Keputusan Menteri Pariwisata KM.38/UM.001/MP/2017
tentang Brand Logo 10 Destinasi Wisata Indonesia dan Master Plan Geopark Kaldera Toba 2018 – 2030

57
3.2 Proyeksi Pertumbuhan Pariwisata di Danau Toba
Proyeksi pertumbuhan pariwisata di Kawasan Danau Toba dilakukan untuk menyediakan landasan
bagi pola dan tahapan pengembangannya sampai 25 tahun ke depan. Proyeksi pertumbuhan yang
dihitung mencakup proyeksi pertumbuhan wisatawan, pendapatan pariwisata, pertumbuhan
penduduk, kebutuhan hotel dan kebutuhan lahan. Kelima proyeksi tersebut akan mempengaruhi
strategi penanganan masalah dan tantangan di aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan,
termasuk tantangan pembangunan infrastruktur.

3.3 Proyeksi Pertumbuhan Wisatawan


Proyeksi pertumbuhan wisatawan dilakukan untuk wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan
mancanegara (wisman). Wisnus dibagi menjadi (1) pengunjung harian (same-day visitors); (2)
wisatawan dengan tujuan mengunjungi kerabat (VFR – Visiting Friends and Relatives); dan (3)
wisatawan yang menggunakan akomodasi komersial. Adapun wisman dibagi berdasarkan kawasan
negara asal: pertama Asia Tenggara, kemudian Asia lainnya (terutama Asia Selatan dan Timur),
Oseania (Australia dan Selandia Baru), Amerika Utara dan Eropa, dan negara lainnya. Terdapat tiga
skenario proyeksi pertumbuhan wisatawan di Kawasan Danau Toba, yaitu skenario moderat (business
as usual), skenario optimis, dan skenario Toba Reborn (highly optimistic). Skenario yang terpilih dan
digunakan sebagai basis dalam RIPT Danau Toba adalah Skenario Pertumbuhan Toba Reborn.
Skenario Toba Reborn merupakan skenario pertumbuhan yang tidak tergantung pada tren
sebelumnya, tetapi menekankan kepada keinginan untuk ‘reborn’ sesuai harapan bahwa (1) investasi
pariwisata akan tumbuh dan meningkatkan kualitas sediaan, khususnya dalam akomodasi berbintang,
(2) pembukaan dan perkembangan Bandara Silangit sebagai pintu gerbang internasional, (3)
pengembangan Kawasan Otorita Danau Toba, serta (4) peningkatan kolaborasi berbagai pemangku
kepentingan seperti pemerintah, swasta, diaspora, masyarakat dan mitra pembangunan.
Tabel 3.1 Proyeksi Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara di Danau Toba

Baseline Proyeksi Wisatawan


Wisatawan
2018 2025 2030 2035 2040 2045
Skenario Toba Reborn
Wisatawan Nusantara 1.733.521 2.831.654 3.799.007 4.348.241 4.934.712 5.144.524
CAGR Wisatawan Nusantara - 7,26% 6,05% 2,74% 2,56% 0,84%

Wisatawan Mancanegara 121.848 262.000 470.000 747.000 911.000 1.000.000

CAGR Wisatawan
- 11,56% 12,40% 9,71% 4,05% 1,88%
Mancanegara

Total 1.855.369 3.093.654 4.269.007 5.095.241 5.845.712 6.144.524

CAGR - 7,58% 6,65% 3,60% 2,79% 1,00%


Keterangan: CAGR = compound average growth rate atau rata-rata pertumbuhan

Secara total, jumlah kunjungan wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara, ke Kawasan Danau
Toba 2045 diproyeksikan tumbuh dari sekitar 1,8 juta pada tahun 2018 menjadi lebih dari 6,1 juta
pada tahun 2045. Dalam periode 25 tahun tersebut, CAGR kunjungan wisatawan ke Kawasan Danau
Toba diproyeksikan mencapai sekitar 4,5 persen. Pertumbuhan tertinggi diharapkan terjadi dalam 10
tahun pertama pengembangan Kawasan Danau Toba yaitu antara tahun 2020-20230.

58
Sampai dengan tahun 2045, jumlah perjalanan wisnus ke Danau Toba diharapkan tumbuh (CAGR)
sebesar 4,1 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi diharapkan terjadi pada lima tahun pertama
(2020-2025), yang memberi sinyal positif peningkatkan minat wisnus terhadap hasil perbaikan 5A
(atraksi, aktivitas, aksesibilitas, akomodasi dan amenitas) di Kawasan Danau Toba. Wisnus merupakan
kelompok wisatawan yang akan merespon lebih cepat terhadap perbaikan Kawasan Danau Toba,
dibandingkan dengan wisman, karena jarak tempuh perjalanan yang lebih singkat.
Sebagian besar wisnus diproyeksikan merupakan same-day visitors, wisatawan lokal sekitar KDT (53,9
persen yang meningkat dari 29,2 persen di tahun 2018). Hal ini didukung dengan kemudahan
transportasi dan berkembangnya destinasi MICE di sekitar Danau Toba. Hal ini menyebabkan proporsi
winus yang menginap di akomodasi komersial diproyeksikan menurun dari 63 persen di tahun 2018
menjadi sekitar 41,7 persen di tahun 2045. Sementara wisnus yang berkunjung dan menginap di
rumah teman dan kerabat turun dari 7,8 persen di tahun 2017 menjadi sekitar 4,4 persen di tahun
2045.
Pola yang sedikit berbeda terdapat untuk proyeksi wisman. Respon wisman terhadap hasil perbaikan
di KDT diasumsikan akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan respon wisnus,
dengan pertimbangan jarak dan persepsi tentang jaminan kualitas layanan dan pengalaman wisata
yang signifikan. Oleh karena itu pertumbuhan kunjungan wisman tertinggi diperkirakan akan terjadi
pada periode 2025-2030. Dalam periode 25 tahun, CAGR kunjungan wisman diharapkan mencapai 8,1
persen.
Pertumbuhan wisman tersebut diproyeksikan masih menggandalkan pasar ASEAN dan kawasan Asia
lainnya (69 persen) mengingat pertimbangan jarak. Kecenderungan penurunan dari kunjungan
wisman asal Malaysia yang terjadi pada periode 2013-2017 diharapkan dapat pulih dengan
peningkatan konektivitas, diversifikasi atraksi serta perbaikan akomodasi dan amenitas. Kunjungan
wisman dari Eropa, Amerika Serikat dan Australia diharapkan terus meningkat.

3.4 Proyeksi Pertumbuhan Pendapatan Pariwisata


Pengembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba diharapkan dapat meningkatkan manfaat ekonomi
dalam bentuk pendapatan dan lapangan kerja. Proyeksi pendapatan pariwisata Kawasan Danau Toba
ditunjukkan oleh indikator jumlah kunjungan wisatawan dan rata-rata pengeluaran per perjalanan.
Indikator khusus untuk wisnus dibedakan berdasarkan lama dan jenis kunjungan, sedangkan indikator
untuk wisman menggunakan rata-rata pengeluaran per kunjungan. Pengeluaran wisnus dan wisman
berkaitan erat dengan ketersediaan pilihan transportasi, serta penawaran dan peningkatan kualitas
industri dan jasa pariwisata lainnya.
Tabel 3.2 Proyeksi Pendapatan Sektor Pariwisata di Danau Toba

Pengeluaran Wisatawan
No Variabel
2018 2025 2030 2035 2040 2045
Wisatawan Nusantara
A. Jumlah kunjungan
1. Harian 505.870 1.353.891 2.026.408 2.374.269 2.724.791 2.774.058
2. Menginap di rumah kerabat 135.520 157.764 182.599 213.971 219.921 224.466
3. Menginap di akomodasi
1.092.131 1.320.000 1.590.000 1.760.000 1.990.000 2.146.000
komersial
B. Rata-rata pengeluaran per trip (Rp)
1. Harian & menginap di rumah
400.000 500.000 550.000 600.000 650.000 700.000
kerabat
2. Menginap di akomodasi
700.000 1.000.000 1.100.000 1.200.000 1.300.000 1.400.000
komersial
Total Pendapatan Pariwisata
1.021.047,7 2.075.827,2 2.963.953,6 3.664.944,4 4.501.062,6 5.103.366,9
(Juta Rp)

59
Pengeluaran Wisatawan
No Variabel
2018 2025 2030 2035 2040 2045
Wisatawan Mancanegara
A. Jumlah kunjungan 121.848 262.000 470.000 747.000 911.000 1.000.000
B. Rata-rata pengeluaran per
600 700 750 850 900 1.000
kunjungan (USD)
Total Pendapatan Pariwisata
73.108,8 183.400 352.500 634.950 819.900 1.000.000
(Ribu USD)

Sampai dengan tahun 2045, pendapatan dari wisnus yang berkunjung ke Kawasan Danau Toba
diharapkan dapat mencapai Rp.5,1 triliun, atau meningkat 5 kali lipat dibandingkan pendapatan dari
wisnus pada tahun 2017. Pengeluaran wisnus diharapkan meningkat (CAGR) sebesar 3,4 persen per
tahun. Pengeluaran wisnus yang menginap di akomodasi komersial, serta berkunjung harian dan
menginap di kerabat diproyeksikan meningkat (CAGR) masing-masing 3,1 persen dan 3,9 persen per
tahun. Sementara itu, total pendapatan dari wisman yang berkunjung ke Kawasan Danau Toba
diharapkan meningkat 14 kali lipat dalam periode 2018-2045 hingga mencapai USD 1 miliar. Proyeksi
ini didasarkan pada proyeksi pertumbuhan pengeluaran wisman rata-rata sebesar 6,5 persen per
tahun (CAGR).
Proyeksi dampak perkembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba terhadap penciptaan lapangan
kerja dihitung dengan mempertimbangkan dua pendekatan, yaitu: (1) perbandingan secara
proporsional dengan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); atau (2) proporsional
dengan jumlah kamar hotel yang tersedia. Perhitungan rasio pekerja per kamar ini cukup kompleks,
mengingat tingkat hunian kamar atau okupansi akan meningkat dari 45 persen pada 2018 menjadi 60
persen ke depannya; namun hasil estimasinya belum mencakup tenaga kerja di industri pariwisata
lainnya seperti restoran dan transportasi wisata. Oleh karena itu, pendekatan berdasarkan kontribusi
PDRB yang digunakan; dan untuk itu proyeksi diawali dari kontribusi pengembangan pariwisata di
Kawasan Danau Toba terhadap pertumbuhan PDRB.
Hasil perhitungan pendapatan wisnus dan wisman (asumsi 1 USD = Rp.14.500) menunjukkan total
pendapatan di tahun 2045 mencapai sebesar Rp.19,6 trilun.
Tabel 3.3 Proyeksi Pertumbuhan Tenaga Kerja di Danau Toba

Kondisi Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pariwisata (Orang)


2018 2025 2030 2035 2040 2045
Total 39.600 52.505 69.377 85.915 107.497 116.804
Kebutuhan - 12.905 29.777 46.315 67.897 77.204

3.5 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk


Pengembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba perlu memperhatikan pola pertumbuhan
penduduk sehingga dapat dipastikan kapasitas daya dukung lingkungan yang memadai untuk
menampung pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas pariwisata. Selama
kurun waktu 2007 – 2018, jumlah penduduk di 31 kecamatan Kawasan Danau Toba cenderung stabil,
dimana hanya terdapat pertumbuhan sebanyak 1.000 orang atau 0,2 persen per tahunnya. Proyeksi
pertumbuhan yang dilakukan dari tren tersebut menghasilkan total penduduk alami 464.930 jiwa
untuk 31 kecamatan pada tahun 2045. Peningkatan aktivitas pariwisata di Kawasan Danau Toba
diperkirakan akan menambah pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi dari pertumbuhan alamai
sehingga dapat mencapai 542.134 jiwa pada tahun 2045. Proyeksi penduduk berdasarkan tren
pertumbuhannya dapat dijabarkan sebagai berikut.

60
Tabel 3.4 Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Penduduk di 31 Kecamatan di Sekitar Danau Toba

Jumlah Penduduk
Indikator Kondisi 2018
2045
Populasi penduduk (tren) 436.607 464.930
Kebutuhan tenaga kerja pariwisata 0 77.204
Populasi penduduk (skenario) 436.607 542.134
Total pertumbuhan penduduk berdasarkan 105.527
0
skenario
Pertumbuhan rumah tangga 0 32.380

3.6 Kebutuhan Hotel


Proyeksi kunjungan wisnus dan wisman perlu dilengkapi dengan perhitungan kebutuhan akomodasi
komersial, baik dalam bentuk hotel maupun homestay. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut,
direncanakan jumlah pembangunan kamar baik hotel maupun homestay untuk masing masing Key
Tourism Are (KTA).

Tabel 3.5 Proyeksi Kebutuhan Kamar di Kawasan Wisata Utama Danau Toba

Rencana Kebutuhan Kamar


No KTA Lokasi
Hotel Homestay Hotel/Homestay
Tahap Pembangunan Pertama
Parapat Desa Tiga Raja 14 0 0
Parapat Desa Parsoruan Ajibata 5 0 0
Pangururan Desa Huta Namora, Desa 327 0 0
Pardomuan I, Desa Pasar
Pangururan, Desa Pintu Sona,
dan Desa Rianiate
Pangururan Desa Situngkir 0 109 0
Balige Desa Balige II, Desa Balige III, 0 0 351
Desa Lumban Dolok Hauma
Bange, Desa Napitupulu
Bagasan dan Desa Pardede
Onan
Balige Desa Lumban Pea dan Lumban 0 117 0
Pea Timur
Muara Desa Hutanagodang dan Desa 0 7 0
Unte Mungkur
Merek Desa Merek, Desa Situnggaling 0 279 0
dan Desa Negeri Tongging
Total 346 512 351
Tahap Pembangunan Kedua
Parapat Desa Parsaroan Ajibata 9 0 0
Parapat Desa Pardomuan Ajibata 21 0 0
Simanindo Desa Pasar Ambarita 307 0 0
Simanindo Desa Cinta Dame 0 102 0
Pangururan Pusat Parapat 0 0 742
Pangururan Desa Situngkir 0 0 247

61
Rencana Kebutuhan Kamar
No KTA Lokasi
Hotel Homestay Hotel/Homestay
Balige Pusat Balige 0 0 641
Balige Sub Pusat Balige 0 115 0
Muara Sub Pusat Muara 0 93 0
Muara Desa Simatupang 0 29 0
Desa Merek, Desa Situnggaling 0 174 0
dan Desa Negeri Tongging
Total 337 513 1.630
Tahap Pembangunan Ketiga
Parapat di Desa Pardomuan Sibisa 141 0 0
Simanindo Desa Pasar Ambarita 167 0 0
Pangururan Pusat Parapat 0 0 419
Pangururan Desa Situngkir 0 0 583
Balige Pusat Balige 0 0 637
Balige Sub Pusat Balige 0 578 0
Muara Sub Pusat Muara 0 10 0
Muara Desa Simatupang 0 79 0
Merek Desa Merek, Desa Situnggaling 0 298 0
dan Desa Negeri Tongging
Total 308 965 1.639

Sumber: Dokument IMTP Toba, 2019

3.7 Kebutuhan Lahan


Proyeksi kunjungan wisnus dan wisman, pertumbuhan penduduk, dan kebutuhan hotel mengarah
pada perhitungan kebutuhan lahan di Kawasan Danau Toba. Dalam hal ini, kebutuhan lahan untuk
akomodasi menjadi penting mengingat pemenuhannya akan menarik tidak saja investasi pemerintah
namun juga swasta dan masyarakat. Akomodasi yang dihitung adalah pertambahan rumah sebagai
konsekuensi dari pertambahan penduduk (didasarkan pada pertumbuhan rumah tangga) dan
pertambahan akomodasi komersial. Perhitungan kebutuhan lahan akomodasi komersil didasarkan
pada jenis hotel yaitu hotel dan homestay, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan,
dengan kualitas tertinggi (high comfort). Berdasarkan perhitungan tersebut, maka sampai tahun 2045,
Kawasan Danau Toba perlu menyediakan lahan seluas 216,02 Ha untuk memfasilitasi pembangunan
hotel dan homestay.
Dengan merujuk standar kebutuhan ruang untuk rumah sederhana sehat sebesar 9 m2 per orang,
Kawasan Danau Toba perlu menyediakan lahan minimal 95 ha untuk memenuhi kebutuhan papan
bagi 105.527 tambahan penduduk sampai tahun 2045. Pada standar rumah layak huni bagi
pendidikan keluarga dengan dua anak, kebutuhan lahan untuk menampung 32.380 rumah tangga
bisa mencapai 213,7 ha.
Tabel Kebutuhan Lahan Tahun 2045

Kebutuhan Lahan
No KTA Residensial Akomodasi (Ha) Amenitas Total
(Ha) Hotel Homestay Total (Ha) (Ha)
1 Parapat 130,12 91,24 3,58 94,83 183,03 407,98
2 KWU Simanindo 107,8 10,65 3,55 14,2 140,3 262,3
3 KWU Pangururan 136,83 12,36 17,66 30,02 197,93 364,77

62
Kebutuhan Lahan
No KTA Residensial Akomodasi (Ha) Amenitas Total
(Ha) Hotel Homestay Total (Ha) (Ha)
4 KWU Balige 144,77 11,49 16,42 27,91 229,65 402,33
5 KWU Muara 47,34 19,77 6,59 26,36 78,89 152,59
6 KWU Merek 75,81 17,03 5,68 22,7 116,98 215,5
Total 642,67 162,54 53,48 216,02 946,78 1805,47

4. Skenario Pengembangan
Proyeksi pertumbuhan pariwisata di Kawasan Danau Toba kemudian diterjemahkan menjadi pola atau
skenario pengembangan spasial, dengan fokus pada KTA untuk lima tahun pertama. Skenario
pengembangan ini akan menjadi dasar bagi pelaksanaan rencana aksi pengembangan pariwisata di
Kawasan Danau Toba.

4.1 Pemilihan Skenario Pengembangan


Skenario pengembangan Kawasan Danau Toba disusun berdasarkan dua kriteria utama, yaitu:
1. Skenario proyeksi wisatawan: (i) moderat, berdasarkan tren atau business as usual, (ii) optimis,
berdasarkan daya dorong dan perkembangan penawaran (5A), dan (iii) Toba reborn, dengan
persentase pertumbuhan yang lebih tinggi dari skenario optimis dan mempertimbangkan
pendekatan dari sisi pasar dan penawaran: ketersediaan akomodasi yang berkualitas, peningkatan
aksesibilitas sebagai hasil pembangunan infrastruktur, peningkatan kondisi lingkungan, serta
indikasi peningkatan minat investasi.
2. Distribusi spasial: (i) terkonsentrasi di 4 KTA, (ii) terkonsentrasi di 4 KTA dan bertahap ditambah
dengan 2 KTA, dan (iii) tersebar di Kawasan Danau Toba mencakup 6 KTA dan DTW lainnya.
Berdasarkan kriteria di atas, terdapat 9 kombinasi alternatif skenario yang memberikan konsekuensi
bahwa semakin tinggi pertumbuhan wisatawan, maka kebutuhan daya dukungnya juga akan
meningkat. Skenario Toba Reborn dipilih untuk proyeksi pertumbuhan wisatawan. Empat kelompok
kriteria digunakan untuk mengevaluasi proyeksi Toba Reborn berdasarkan distribusi spasial, dengan
rincian sebagai berikut :
a. Kriteria lingkungan, yang meliputi kebijakan dan regulasi, kualitas air, hutan dan kawasan lindung,
limbah dan persampahan, resiko bencana, kualitas udara, kesehatan lingkungan dan keselamatan,
keanekaragaman hayati, serta sumber daya fisik dan budaya;
b. Kriteria kepariwisataan, yang meliputi kemudahan mencapai DTW, potensi pengalaman
wisatawan, penciptaan nilai bagi daya tarik potensial di luar KTA, manfaat ekonomi bagi
pemerintah, manfaat ekonomi bagi industri pariwisata, dan manfaat ekonomi bagi masyarakat;
c. Kriteria ketataruangan, yang meliputi kesesuaian lahan, alokasi lahan dan dampaknya terhadap
intensitas kegiatan, serta keterkaitan alternatif skenario dengan rencana tata ruang; dan
d. Kriteria lainnya yang meliputi biaya penyediaan infrastruktur, keterlibatan masyarakat, respon
masyarakat terkait perkembangan pariwisata (irritation index), kecemburuan sosial, spekulasi
lahan, pergeseran hubungan diaspora dengan masyarakat, beban dan peluang pelestarian pusaka
budaya, aksesibilitas dan mobilitas masyarakat, serta perluasan akses masyarakat terhadap
infrastruktur dasar.

63
Keempat skenario mengarahkan pemangku kepentingan untuk menetapkan skenario tersebar
(dispersed) menjadi skenario terpilih. Skenario ini disusun berdasarkan tahapan pembangunan
pariwisata (kebangkitan, percepatan dan pemantapan), serta distribusi spasial. Dalam skenario ini,
pengembangan pariwisata terpadu diperluas dari 6 KTA untuk mencakup 31 Kecamatan di Kawasan
Danau Toba dengan menggunakan skenario proyeksi pertumbuhan Toba Reborn untuk mendorong
komitmen dan kolaborasi yang lebih kuat dari pemangku kepentingan. Kolaborasi yang dilaksanakan
tidak terbatas pada penyediaan infrastruktur, tetapi juga peningkatan kapasitas kelembagaan
termasuk sumber daya manusia, serta perbaikan iklim usaha termasuk perbaikan kebijakan,
penegakan hukum yang konsisten, dan harmonisasi kewenangan dan fungsi antarlembaga di Kawasan
Danau Toba.

Gambar 4.1 Visualisasi Skenario Pembangunan

4.2 Skenario Tersebar (Dispersed)


4.3 Fase Pembangunan
Secara keseluruhan, fase pembangunan Kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata dibagi menjadi
3 tahapan, yang digambarkan pada diagram berikut.

64
Gambar 4.2 Fase Pembangunan Kawasan Danau Toba

FASE PERTAMA (2020 – 2025)


Fase awal pembangunan dimulai setelah perkembangan wisatawan ke Danau Toba mengalami naik
turun selama periode 2013-2018 sehingga disebut dengan fase revival, atau Toba Reborn. Pada fase
ini, perubahan pola pikir untuk memperbaiki komitmen dan kontribusi pemangku kepentingan dalam
rangka penyehatan kondisi lingkungan strategis (enabling environment) menjadi kunci sukses. Inisiatif
besar yang mencakup peningkatan infrastruktur dan kualitas layanan pariwisata sesuai dengan
standar pelayanan minimal akan dilengkapi upaya perluasan pasar. Upaya diferensiasi produk wisata
perlu dilakukan pada tahap pertama agar pembangunan dan produk wisata yang dikembangkan telah
mengarah pada tema masing-masing KTA. Fokus pembangan mencakup 4 KTA: Parapat, Simanindo,
Pangururan dan Balige.

FASE KEDUA (2026 – 2035)


Fase kedua disebut sebagai fase percepatan (acceleration) yang dimulai saat destinasi Kawasan
Danau Toba sudah ‘sehat’ kembali dan para pemangku kepentingan telah lebih siap untuk bersama-
sama melakukan pengembangan secara intensif. Rencana akselerasi hanya dapat dimulai dengan baik
bila misi pada fase pertama sebagian besar tercapai. Akselerasi menekankan pada konsistensi untuk
memegang prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, meneruskan upaya standarisasi kualitas,
memperluas diferensiasi produk dan siap merespon tren permintaan baru. Pengembangan pasar baru
bagi Danau Toba juga semakin diperkuat. Fokus pengembangan terkonsentrasi di 4 KTA dan bertahap
ditambah dengan 2 KTA, yaitu Muara dan Merek.

65
FASE KETIGA (2036 – 2045)
Fase ketiga dimulai dengan mengacu hasil diferensiasi produk wisata dan perluasan pasar baru untuk
memastikan Kawasan Danau Toba mencapai status destinasi yang matang (maturation) dan berdaya
saing. Hal ini diwujudkan dengan diversifikasi produk dan pasar, yang disertai dengan integrasi yang
lebih luas dengan DTW di luar dari 8 kabupaten di Kawasan Danau Toba.
Pengembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba di setiap fase akan disertai pemantauan dan
evaluasi untuk terus memperkuat komitmen pemangku kepentingan dan menjaga keberlanjutan dari
lingkungan strategis.

4.4 Pengembangan Bebasis Klaster


Pengembangan berbasis klaster ditujukan untuk menjaga efisiensi penyediaan infrastruktur dan
amenitas, dan pelayanan yang membutuhkan ‘critical mass’ tertentu seperti tempat penukaran uang,
dan fungsi-fungsi sentral lainnya (pusat informasi, pusat cinderamata, pusat kebugaran, dan
sebagainya). Konsep klaster dimaksudkan agar elemen-elemen daya tarik dapat saling mendukung
secara terpadu. Pembangian klaster Kawasan Danau Toba mencakup wilayah barat, selatan, timur dan
utara. Setiap klaster memiliki KTA (Dalam Bahasa Indonesia KWU atau Kawasan Wisata Utama).

Gambar 4.3 Pengembangan Berbasis Klaster

4.5 Pengembangan secara Tematik


Dalam rangka diferensiasi antara satu klaster dengan klaster lainnya, maka disusun tema untuk setiap
klaster sehingga masing-masing memiliki kekuatan daya tarik khas, serta mengurangi persaingan
antar klaster/daerah. Tema yang direkomendasikan untuk setiap klaster adalah sebagai berikut:

66
a. Klaster Timur difokuskan sebagai destinasi bertema rekreasi dan MICE yang mencakup KTA
Parapat-Ajibata untuk memperkuat portofolio destinasi MICE dan liburan, serta didukung kawasan
wisata Sibisa BPODT. KTA Simanindo di sisi timur Pulau Samosir akan dikembangkan dengan
tema budaya sesuai kekuatan DTW budaya. KTA ini terletak di Pulau Samosir sehingga berpotensi
dihubungkan dengan Klaster Barat yang mencakup bagian barat dari Pulau Samosir;
b. Klaster Barat dengan kekayaan dan keunikan geologisnya akan dikembangkan dengan tema
Kaldera Toba, yang mencakup wilauah Pusuk Buhit sebagai asal-usul Raja Batak pertama, Aek
Rangat sebagai bukti proses vulkanik yang masih berlangsung, Danau Sidihoni, dan destinasi di
sekitarnya;
c. Klaster Selatan akan dikembangkan dengan tema urban heritage yang mencakup KTA Balige
sebagai pusat, serta didukung KTA Muara. Klaster ini juga memiliki daya tarik geologi yang kuat.
Namun dalam rangka differensiasi, keunggulan lain yang dapat ditonjolkan adalah mengaitkan
daya tarik geologi di destinasi ini dengan ‘jalur’ Sisingamangaraja (makam, istana, dan
sebagainya). Adapun KTA Muara juga memiliki Pulau Sibandang sebagai suatu geosite unik yang
perlu dipertahankan unsur pedesaannya serta dipromosikan sebagai penghasil ulos; dan
d. Klaster Utara akan dikembangkan dengan tema panorama alam yang berpusat di KTA Merek.
Pemandangan di Merek ke arah Desa Tongging di tepi danau menjadi keunggulannya. Kedekatan
Merek dengan Air Terjun Sipiso-piso dapat menjadi aset yang dikembangkan untuk pasar
wisatawan petualang.

4.6 Pemerataan Distribusi Pembangunan


Skenario penyebaran (dispersed)
membutuhkan biaya pembangunan yang
lebih besar, karena jangkauan infrastruktur,
serta tugas dan tanggung jawab pengelolaan
yang semakin luas. Di sisi lain, pengembangan
Kawasan Danau Toba perlu mengedepankan
prinsip pemerataan, yang secara spasial
diwujudkan melalui pengembangan keenam
KTA serta berbagai daya tarik lain di luar KTA.
Pemerataan ini dibangun dengan
memperkuat konektivitas antara satu KTA
dengan KTA lainnya, maupun antara KTA
dengan berbagai daya tarik di luar KTA. Pada
dasarnya, peningkatan dukungan konektivitas
internal perlu ditingkatkan melalui
pembangunan infrastruktur jalan pariwisata
(tourism-relevant road), baik untuk
menghubungkan pusat-pusat KTA, pusat
dengan sub-pusat, maupun sub-pusat dengan DTW dan antar DTW. Peningkatan konektivitas internal
perlu disertai dengan penyediaan moda transportasi publik yang terintegrasi, dan peningkatan
kualitasnya, termasuk untuk aspek keamanan, keselamatan, dan kenyamanan. Skenario dispersed juga
memberi kesempatan bagi pengembangan produk pariwisata yang lebih bervariasi akibat cakupan
wilayah yang lebih luas, serta peluang penguatan branding Kawasan Danau Toba dalam satu
kesatuan.

67
4.7 Peningkatan Kemampuan Mitigasi Dampak Lingkungan dan Sosial
Setiap proses pembangunan seharusnya didasarkan kepada mitigasi terhadap kemungkinan
gangguan pada kualitas lingkungan dan dampak sosial yang tidak diinginkan, serta kemungkinan
terjadinya bencana. Mitigasi dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan sejak awal. Sosialisasi dan
upaya pelibatan masyarakat secara maksimal perlu terus dilakukan. Hal ini tidak saja terkait dengan
proses pembangunan yang akan berdampak pada aset masyarakat, utamanya lahan, namun juga
penjagaan mata pencaharian dan peluang kerja, peningkatan kesadaran masyarakat terhadap
konservasi dan pemeliharaan lingkungan, serta kesiapsiagaan menghadapi bencana. Pengembangan
Pusat Pemberdayaan Masyarakat Toba dapat menjadi salah satu pilihan untuk menyediakan wahana
bagi penyampaian aspirasi masyarakat, peningkatan kapasitas masyarakat dan pengembagnan minat
dan bakat sehingga dapat berkontribusi secara positif dalam pengembangan pariwisata di Kawasan
Danau Toba.

4.8 Peningkatan Kualitas Lingkungan


Skenario pengembangan Kawasan Danau
Toba juga diharapkan dapat menggalang
komitmen para pihak untuk memperbaiki
kualitas air Danau Toba. Inisiatif yang dapat
dilakukan adalah penanganan terhadap
sumber pencemaran, baik dari sektor
pertanian, rumah tangga, industri, akuakultur
dan sebagainya. Pelaksanaannya mencakup
penyediaan infrastruktur pengolahan limbah,
serta pemanfaatan lahan basah (wetland) di
tepi danau atau di dekat kawasan permukiman
dan sarana pariwisata untuk mengurangi
kadar pencemaran melalui proses alami. Lahan
basah ini juga dapat dimanfaatkan untuk
budidaya tanaman atau ikan, dan juga dapat
menjadi daya tarik khusus dengan penanaman
berbagai tanaman serta kemungkinan
mendatangkan berbagai jenis burung.
Pemantauan kualitas air yang komprehensif juga dilaksanakan, salah satunya melalui penyediaan
laboratorium untuk mengumpulkan dan menganalisis sampel air untuk memberikan laporan kualitas
air secara berkala. Hasil pemantauan akan menjadi masukan untuk proses pengambilan keputusan
terkait pengelolaan dan intervensi terhadap perlindungan dan rehabilitasi danau. Inisiatif lain yang
dapat dilakukan adalah reforestasi secara intensif dan mitigasi bencana alam, serta memperbaiki
ketahanan lahan untuk mengurangi sedimentasi dari bukit-bukit di sekitar danau. Berbagai upaya
tersebut mendukung penyelenggaraan pariwisata di Kawasan Danau Toba secara berkelanjutan.

4.9 Pemenuhan Rantai Pasok Pertanian dan Pengembangan Agrowisata


Percepatan pengembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba juga diharapkan dapat mendorong
peningkatan kinerja di sektor-sektor lainnya dan meningkatkan keterkaitan antar sektor dalam rangka
penciptaan nilai tambah. Sebagai contoh, perkembangan hotel dan restoran di Kawasan Danau Toba
akan meningkatkan permintaan terhadap pasokan bahan pangan dengan standar yang baik. Kondisi
ini tidak saja akan mendorong produtivitas pertanian, namun juga perbaikan kualitas produk. Manfaat
bagi masyarakat petani tidak saja berupa peningkatan pasar bagi komoditasnya, namun juga kuantitas
dan kualitas produk, yang tidak saja ditujukan untuk industri pariwisata, namun juga untuk konsumsi.

68
Masyarakat juga dapat didampingi untuk mengolah hasil-hasil pertanian menjadi makanan dan
minuman siap konsumsi, serta buah tangan bagi wisatawan.
Nilai tambah sektor pertanian ini masih dapat
ditingkatkan melalui pengembangan
agrowisata. Setiap klaster KTA memiliki
potensi pertanian yang khas, seperti
hortikultura di Klaster Utara, perkebunan di
Klaster Timur, persawahan di Klaster Selatan,
dan pertanian ladang di Klaster Barat.
Masing-masing dapat dikembangkan sebagai
atraksi agrowisata dengan menjual
pengalaman bagi wisatawan, yang mencakup
interaksi dengan petani dalam proses
produksi, menanam, memetik, dan menikmati
hasil olahannya, temasuk smenjual produk
pertanian yang ada. Saat ini konsep from
farm to table juga sudah semakin dikenal dan
memberikan nilai tambah yang signifikan
bagi kegiatan berwisata. Berbagai agrowisata
berbasis komoditas di Kawasan Danau Toba
juga dapat dikembangkan dan memiliki ciri
khas, misalnya andaliman dan gambir, durian, jeruk, tanaman hias, kemenyan, dan kopi yang saat ini
sudah menjadi icon bagi wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba.

4.10 Perlindungan terhadap Geopark dan Budaya Batak


Kawasan Danau Toba sebagai anggota
UNESCO Global Geopark Network dicitrakan
sebagai destinasi dengan danau vulkanik
terbesar dan salah satu yang terdalam di
dunia. Citra ini menjadi daya tarik bagi
wisatawan untuk berkunjung dan
mendapatkan pengalaman serta
pengetahuan tentang Danau Toba. Pada saat
yang sama, berbagai geosites di Danau Toba
merupakan sumber penghidupan bagi
masyarakat/penduduk lokal, baik terkait
dengan sumber air bersih, lahan subur, aset
budaya dan aset ekonomi, yang salah
satunya dimanfaatkan dalam bentuk atraksi
wisata.
Hal yang menjadi fokus intervensi melalui
RIPT Danau Toba dalam mendukung
perlindungan terhadap geopark yaitu
melakukan konservasi, edukasi dan pengembangan ekonomi lokal. Pelaksanaan konservasi akan
difokuskan pada peningkatan kualitas air danau, pemeliharaan geosites, serta konservasi budaya Batak.
Standar yang melekat dengan status UNESCO Global Geopark perlu disosialisasikan secara luas, tidak
hanya ke lingkungan Pemerintah Daerah, namun juga kepada para pemilik lahan/aset di lokasi
geosites. Pemerintah akan bekerja sama dengan pemilik lahan di lokasi sekitar geosites untuk
mengembangkan informasi tentang geopark serta panduan perlindungan dan pemanfaatan geosites.

69
Suku Batak yang dipersatukan oleh danau sebagai sumber kehidupannya (Aek Natio) diharapkan terus
dapat lestari dan menjaga komitmen untuk maju, serta melestarikan dan memanfaatkan aset geosites
dan budaya Batak sebagai atraksi pariwisata yang berkelanjutan. Pelestarian benda, bangunan, dan
unsur budaya tak benda (intangible heritage) akan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
Restorasi dan rekonstruksi nilai-nilai kearifan lokal juga dilakukan untuk menampilkan
keramahtamahan (hospitality) khas Batak.

4.11 Peningkatan Keterpaduan Infrastruktur


Keterpaduan infrastruktur menuju dan di sekitar Kawasan Danau Toba perlu ditingkatkan dalam
rangka mendukung peningkatan jumlah kunjungan serta efisiensi pergerakan wisatawan. Keterpaduan
ini diharapkan dapat memperkaut jaringan prasarana penghubung, tidak hanya pada koridor-koridor
utama, tetapi juga koridor-koridor sekunder seperti pinggiran danau dan akses jalur pariwisata
menuju ke lokasi.
a. Akses Eksternal
Akses eksternal untuk menjangkau Kawsan Danau Toba difasilitas oleh transportasi udara, laut dan
darat. Berdasarkan kondisi yang ada saat ini dan kesenjangan layanan yang harus dipenuhi, maka
disusun rencana pengembangan infrastruktur untuk melayani aksesibilitas eksternal ke Kawasan
Danau Toba.
1. Transportasi Udara: perpanjangan run-way dan perluasan Bandara Silangit menjadi prioritas.
2. Transportasi Darat
Rencana pengembangan infrastruktur transportasi darat terbagi dalam transportasi berbasis
jalan dan transportasi berbasis rel. Pengembangan transportasi darat berbasis rel dilakukan di
jalur Kualanamu-Aeaskabu-Tebing Tinggi, Pematang Siantar – Parapat, dan Pematang Siantar-
Merek-Kabanjahe. Pengembangan transportasi darat berbasis jalan akan mencakup Jalan Tol
Tebing Tinggi – Pematang Siantar dan Jalan Tol Pematang Siantar – Parapat.
3. Jaringan Jalan Eksternal
Akses jalan eksternal mencakup jaringan jalan menuju dan dari Kawasan Danau Toba.
Sebagian besar jalan eksternal telah memenuhi standar sehingga hanya membutuhkan
pemeliharaan. Namun, terdapat 4 ruas jalan yang perlu mendapatkan penanganan agar dapat
memenuhi standar secara umum dan kebutuhan pariwisata berupa pelebaran maupun
beautifikasi sebagai pintu gerbang menuju DTW, yaitu ruas Pelebaran Ruas Jalan Nasional
Batas Kota Medan - Batas Kab. Karo, Beautifikasi Ruas Jalan Nasional Silimbat - Batas Kab.
Tapanuli Utara, Penyelesaian Jalan TOL Tebing Tinggi - Pematang Siantar – Parapat dan
Pelebaran Ruas Jalan Provinsi Silangit - Muara. Perbaikan keseluruhan ruas yang akan
dilaksanakan pada Fase 1 tahun 2020 – 2025.

b. Akses Internal
1. Transportasi Darat
Aksesibilitas internal untuk menghubungkan titik-titik asal dan tujuan pergerakan di dalam
DTW Danau Toba perlu ditingkatkan pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan pergerakan
internal di masa yang akan datang. Aksesibilitas internal terdiri dari transportasi darat dan
transportasi danau. Rencana pengembangan transportasi darat untuk akses internal DTW
Danau Toba terdiri dari penyediaan alat keselamatan, pelatihan awak kendaraan umum,
pembentukan kelembagaan transportasi wisata Danau Toba, penataan struktur jaringan jalan,
penyediaan bus wisata, dan penyususnan master plan transportasi.
2. Jaringan Jalan Internal
Jaringan jalan di dalam Kawasan Danau Toba yang mecakup:
• Akses internal DTW (konektivitas antar KTA dan pusat);
• Akses internal KTA (pusat-sub pusat-DTW);
• Akses menuju DTW di luar KTA (dispersed).

70
Penanganan ruas jalan internal pendukung pariwisata mempertimbangkan pemerataan yang
menjadi skenario pengembangan utama dalam RIPT Danau Toba. Pada Fase 1 (2020-2025)
pengembangan jalan diarahkan pada penyesuaian standar jalan pada jalan lingkar luar dan
lingkar dalam Samosir serta untuk mendukung pengembangan 4 KTA, yaitu KTA Parapat, KTA
Simanindo, KTA Pangururan, dan KTA Balige. Pada Fase 2 (2026-2035), pengembangan
diarahkan untuk mendukung pariwisata di 2 KTA Baru, yaitu KTA Muara dan Merek. Fase 3
(2036-2045) diarahkan untuk pengembangan DTW di luar KTA.
c. Sitem Drainase
Penyusunan rencana pengembangan sistem drainase di Kawasan Danau Toba menghadapi
tantangan belum tersedianya rencana induk drainase permukiman, kurangnya pemeliharaan
saluran, serta konstruksi saluran yang tidak baik. Pentahapan pengembangan dilakukan dengan
mempertimbangakan skenario pertumbuhan pariwisata dan pengembangan spasial.
Pengembangan sistem drainase pada Fase 1 difokuskan pada kelengkapan rencana induk
drainase permukiman di semua kabupaten, dimana rencana induk yang disusun telah
mempertimbangkan potensi sumber daya air baku. Standar yang diacu adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum
Sistem Drainase yaitu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota
sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali
setahun. Selain itu, pembangunan kelengkapan saluran drainase dan pemeliharaan jaringan
drainase di seluruh KTA ditargetkan selesai. Pengembangan sistem drainase pada Fase 2 dan 3
difokuskan pada peningkatan konektivitas jaringan drainase dan pemeliharaan jaringan drainase.
d. Sistem Penyediaan Air Minum
RPJMN 2020-2024 menetapkan target pemenuhan akses air minum layak dan aman meliputi
terpenuhinya 75,3 persen akses air minum layak (termasuk sekitar 30,4 persen akses perpipaan),
serta terpenuhinya 100 persen PDAM dengan kinerja sehat. Untuk mendukung pencapaian target
RPJMN 2020-2024, target penyediaan air minum untuk Fase 1 adalah pemenuhan standar
pelayanan minimal (Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan
Minimal dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 29 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan
Minimal PUPR), yang secara kuantitas minimal 60 liter/orang/hari dan secara kualitas memenuhi
kualitas fisik tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa, dan tidak berbau. Pada Fase
I target SPAM ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 13 tahun 2013 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan SPAM sebagai berikut:
• Akses terhadap air minum aman pada tahun 2025 sebesar 100 persen dengan proporsi untuk
perkotaan sebesar 100 persen dan perdesaan sebesar 100 persen; dan
• Pemakaian air per orang per hari pada tahun 2020 dan seterusnya adalah 95 liter/orang/hari
dengan mempertimbangkan program penghematan penggunaan air dengan menggunakan
alat sanitari yang hemat air.
Pengembangan sistem penyediaan air minum pada Fase 2 dan 3 difokuskan pada penyediaan air
minum yang optimal secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas.
e. Sistem Pengolahan Air Limbah
Pada Fase 1, pengembangan sistem pengolahan air limbah diarahkan pada pemenuhan standar
minimal (Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk
Sektor Air Limbah) minimal 60 persen menggunakan sistem pengelolaan air limbah setempat
yang memadai dan minimal 50 persen menggunakan sistem komunal/kawasan/regional. RPJMN
2020 – 2024 menetapkan target pemenuhan akses sanitasi layak dan aman sebesar 90 persen,
dengan 20 persen akses aman. Peningkatan pelayanan air limbah secara aman pada Fase 2 dan 3
akan difokuskan pada peningkatan SPALD Terpusat skala permukiman dan perkotaan.
Beberapa ketentuan lain dalam pengembangan SPAL Domestik di Kawasan Danau Toba yaitu:
• Kawasan wisata harus menggunakan SPALD Terpusat kawasan tertentu dengan IPAL yang
menggunakan sistem pengolahan berkinerja tinggi.
• Hotel dan penginapan wajib melakukan sambungan dalam sistem SPALD Terpusat jika
berada di kawasan yang dilayani SPALD Terpusat .

71
• Hotel dan penginapan yang tidak dilayani SPALD terpusat wajib mengolah air limbahnya
dengan IPAL pengolahan lengkap dan teknologi dengan kinerja tinggi.
• Untuk kawasan permukiman tersebar dikembangkan SPALD Setempat individu dan komunal
yang memenuhi kriteria teknis, serta untuk kawasan permukiman yang padat diarahkan
menggunakan SPALD Terpusat permukiman (jika kontur memungkinkan untuk pengaliran
gravitasi) yang dilengkapi IPAL dengan kinerja tinggi.
• Untuk melengkapi SPALD Setempat perlu dibangun IPLT yng merupakan lanjutan
pengolahan lumpur tinja dari instasi setempat, seperti tangki septik. Teknologi pengolahan
lumpur tinja di IPLT harus menggunakan teknologi berkinerja tinggi, untuk menjamin tidak
ada pencemaran masuk ke kawasan danau.

f. Manajemen Persampahan
Pada Fase 1, manajemen persampahan difokuskan pada standarisasi penanganan dan
pengurangan sampah menggunakan:
1. Kebijakan dan Strategi Nasional atau Perpres Nomor 97 Tahun 2017 dan Surat Keputusan
Menteri PU No. 01/Prt/M/2014 tentang pengelolaan sampah rumahtangga dan sampah
sejenis rumah tangga yang menyatakan bahwa SPM: pengurangan sampah 30 persen dan
penanganan sampah 70 persen pada tahun 2025;
2. RPJMN 2020-2024 tentang target capaian akses sanitasi dan air minum: target capaian
penanganan sampah Provinsi Sumatera Utara adalah 83 persen.
Rencana pelaksanaan manajemen persampahan pada Fase 2 difoksukan pada peningkatan
pelayanan sampah secara kualitas dan kuantitas, sedangkan di Fase 3 difoskuksn pada stabilisasi
tingkat pelayanan sampah secara kualitas dan kuantitas.
g. Sistem Penyediaan Listrik
Rencana penyediaan listrik didasarkan pada perhitungan kebutuhan energi, sisi pembangkitan,
sisi transmisi, sisi distribusi, keandalan, serta rasio elektrifikasi. Rencana pembangunan system
penyediaan listrik sejumlah 3.629.290 Juta Rupiah yang didistribusi pada Fase I berjumlah
3.618.540 Juta Rupiah dan Fase II berjumlah 10.000 Juta Rupiah. Adapun target penambahan
jaringan distribusi pada Fase I antara lain 58,85 kms SUTT, 190 MW, dan 6 jaringan loop, serta
tambahan trafo meliputi 3 Trafo 60 MVA, 1 Trafo 2x60 MVA, dan 19 x 600 kVA. Sedangkan target
penambahan jaringan distribusi pada Fase II, yakni penambahan 1 Trafo 2x60 MVA.
h. Teknologi Informasi dan Komunikasi
Rencana penyediaan TIK didasarkan pada besar blank spot cakupan layanan operator serta
layanan sarana penunjang telekomunikasi. Rencana pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi berjumlah 882.046 Juta Rupiah, dengan rincian Fase I sebesar 277.741 Juta Rupiah,
Fase II sebesar 389.984 Juta Rupiah, dan Fase III sebesar 214.321 Juta Rupiah. Adapun target pada
Fase I yakni penambahan layanan 4G sebanyak 269 Upgrade BTS dan penambahan Fiber Optic
sebanyak 146 Gelaran Kabel. Sedangkan pada Fase II dan Fase II berupa penambahan layanan 5G
dan layanan 6G.
i. Infrastruktur Pariwisata Khusus
Pengembangan infrastruktur khusus pariwisata di zona prioritas pada KTA Parapat, Simanindo,
Pangururan dan Balige yang dibuat untuk menunjang penataan kawasan. Rencana
pengembangan infrastruktur pariwisata khusus direncanakan sebesar 1.360.689 Juta Rupiah yang
dialokasinya seluruhnya pada Fase I dengan target kegiatan berupa 70 Dokumen DED, 50
Kegiatan Lumpsum, 50 Paket Pelaksanaan Konstruksi, dan 55 Kali Kegiatan Pendampingan
Masyarakat.

72
5. Rencana Pengembangan KTA
5.1 KTA Parapat
a. Rencana Pengembangan Atraksi
KTA Parapat – Ajibata mengusung tema MICE dan rekreasi. Beberapa sarana MICE telah tersedia,
terutama di hotel besar seperti Inna Parapat, Niagara atau Patra, serta di hotel berukuran sedang.
Penambahan sarana MICE didukung oleh rencana BPODT yang saat ini dalam proses
membangun sarana MICE baru.
Dalam lingkup kegiatan rerkreasi, Parapat telah memiliki kegiatan rekreasi di Pantai Bebas dan
kegiatan rekreasi danau/wisata air dengan sarana permainan air di Water Fun Nine. KTA ini juga
didukung oleh daya tarik sebagai bagian dari Geopark, yaitu Geosites Parapat-Sibaganding
(Monkey Forest, Sibaganding Mesozoic Limestone). Saat ini geosites tersebut dapat dinikmati dari
perairan Danau Toba.
Ke depan, pilihan menikmati keindahan perairan Danau Toba akan ditambah melalui
pengembangan Desa Wisata, antara lain Desa Wisata Sibaganding. Pengembangan Desa
Sibaganding akan didukung kerja sama multi-pihak, seperti (1) kerja sama dengan Hotel Patra
yang terletak di kawasan geosites serta berdekatan dengan Desa Sibaganding; (2) kerja sama
dengan aparat desa dan kelompok masyarakat setempat untuk menyiapkan desa wisata; dan (3)
kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Simalungun yang akan mengembangkan kawasan
gelanggang remaja dan pusat rekreasi seluas 20 Ha di dekat Hotel Niagara dan bekas Kantor
Camat Girsang Sipangan Bolon, sekaligus menampung pedagang kaki lima. Zonasi
pengembangan KTA Parapat terdapat pada Gambar berikut.

Gambar 5.1 Ilustrasi Pengembangan Atraksi di Zonasi KTA Parapat

Pengembangan pada fase pertama (2020-2025) akan berfokus pada ruang-ruang publik di tepi
danau sebagai tempat rekreasi yang cukup dominan, dan amenitas wisata (akomodasi, tempat

73
makan, dll) yang berada di dekatnya. Area utamanya adalah tepian danau, mulai dari Terminal
Sosor Saba menuju Pantai Bebas sampai dengan Long Beach Ajibata. Rencana penataan kawasan
yang dilakukan antara lain:
1. Merestorasi bangunan cagar budaya, terutama bangunan kolonial, berikut lanskapnya agar
sesuai dengan kondisi semula dan mempertahankan nilai kesejarahannya.
2. Memperbaiki dan menambah plaza, dek dan dermaga, serta jalur pejalan kaki dan sepeda di
tepi danau.
3. Meningkatkan kualitas amenitas wisata, terutama akomodasi, agar sesuai dengan standar
green hotel.
4. Meningkatkan kualitas jalur pejalan kaki dan sepeda di dalam kota, agar aman dan nyaman
dipakai pengunjung saat menikmati kota.
5. Menata bangunan di dalam kota, terutama di sepanjang tepian danau, sebagai bagian dari
wisata rekreasi.
6. Mengembalikan akses publik ke tepi danau, baik secara fisik maupun visual, dengan menata
kembali bangunan dan lahan yang menutupinya.
7. Memperkuat posisi area peralihan moda transportasi, seperti terminal dan pelabuhan, untuk
menunjang konsep park and ride agar mengurangi jumlah kendaraan di dalam kota.
8. Memperbanyak informasi dan keterangan mengenai DTW melalui pengadaan penunjuk
arah/jalan, papan informasi, dll.
9. Meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas publik (seperti toilet, tempat ibadah, tempat
sampah, kios, dll) dan membuatnya sesuai dengan standar internasional (ukuran, kualitas
pengerjaan, mengikuti prinsip universal design, dll).

Gambar 5.2 Peta Zona Prioritas dan Area Pengembangan Periode 2020 – 2025 di KTA Parapat

74
b. Rencana Guna Lahan untuk Atraksi, Amenitas dan Akomodasi
Distribusi ruang di KTA Parapat direncanakan berdasarkan kebutuhan lahan, ketersediaan lahan
serta konsep pengembangan ruang pariwisata berdasarkan tiga tahapan pengembangan
pariwisata di Kawasan Danau Toba. Distribusi ruang ini kemudian diisi dengan rencana
pengembangan atraksi, amenitas dan akomodasi di setiap DTW. Fasilitas pariwisata lain yang
akan dibangun di DTW mencakup ATM, fasilitas ibadah, rumah makan, fasilitas kesehatan,
minimarket, fasilitas keamanan dan kesehatan.
1. Pada fase pertama: rencana pengembangan ruang akan difokuskan pada pengembangan
atraksi dan amenitas di Desa Girsang, Desa Parapat, Desa Tiga raja, Desa Motung dan Desa
Pardamean Sibisa. Khusus untuk Desa Tiga Raja, pengembangannya difokuskan pada
permukiman karena Desa ini menjadi kawasan tempat tinggal tenaga kerja yang bekerja pada
sektor pariwisata di daerah sekitarnya. Selain itu, terdapat rencana pemanfaatn ruang untuk
pembangunan hotel sebanyak 187 kamar di Desa Tiga Raja dan 262 kamar di Desa Parsoruan
Ajibata.
2. Pada fase kedua: pengembangan ruang akan difokuskan pada amenitas dan atraksi di Desa
Pardamaen Ajibata dan Desa Girsang. Pengembangan akomodasi berupa hotel dan homestay
juga akan dilaksanakan untuk mendukung kegiatan pariwisata di Desa Pardomuan Ajibata (21
kamar) dan Desa Parsaroan Ajibata (9 kamar). Rencana pemanfaatan ruang juga mencakup
pengembangan permukiman di Desa Girsang.
3. Pada fase ketiga, rencana penggunaan lahan di KTA Parapat akan difokuskan pada
pengembangan akomodasi di Desa Tiga Raja dan permukiman di Desa Parapat.

Gambar 5.3 Distrbusi Kebutuhan Ruang dan Pengembangan Fasilitas Pariwisata di KTA Parapat

c. Rencana Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur


Keterpaduan pengembangan infrastruktur didasarkan pada konsep pentahapan pengembangan
pariwisata dan spasial di Kawasan Danau Toba. Keterpaduan program-program infrastruktur
bidang transportasi, jalan, drainase, air minum, persampahan dan listrik di KTA Parapat dapat
dilihat pada gambar 5.4 mengenai Peta Keterpaduan Pengembangan Infrastrktur di KTA Parapat
sebagai berikut.

75
Gambar 5.4 Peta Keterpaduan Pengembangan Infrastrktur di KTA Parapat

76
Rencana penataan keterpaduan infrastruktur yang dilakukan di KTA Parapat antara lain:
1. Penataan manajemen lalu lintas Kota Parapat dan Ajibata, Penyediaan bus wisata, beserta
perbaikan pelabuhan dan Pasar Tiga Raja.
2. Perbaikan akses jalan untuk mendukung aksesibilitas menuju area wisata Parapat, serta
konektivitas jalan menuju dan dari Bandara Sibisa dan Pelabuhan Ajibata.
3. Merencanakan dan mengkontruksi jaringan drainase di KTA Parapat serta perluasan pada
kecamatan sekitarnya.
4. Meningkatkan jaringan dan akses air minum perpipaan di beberapa lokasi seperti Aek
Hambing ke Parapat dan Sibisa; Aek Parsigoman ke Sibisa dan Ajibata; Distribusi di
Kecamatan Girsang Sipangan Bolon; dan sebagainya.
5. Menyusun Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (RISPAL), pembangunan SPALD
Komunal, penghilangan BABS, dan sebagainya.
6. Membangun tempat pembuangan akhir (TPA) Regional Parapat-Ajibata, sarana pengumpul,
serta melakukan pembangunan TPS3R baru.
7. Melakukan elektrifikasi 100 persen untuk menyalurkan listrik ke pelanggan baru, serta
meningkatkan kehandalan jaringan distribusi di KTA Parapat.
8. Menambahkan layanan telepon bergerak menjadi 100 persen, serta penambahan fiber optic di
KTA Parapat.

Rincian dari rencana pengembangan atraksi, amenitas, akomodasi dan keterpaduan infrastruktur di
KTA Parapat terdapat dalam Matrik Rencana Aksi.

5.2 KTA Simanindo


a. Rencana Pengembangan Atraksi
KTA Simanindo terletak di sisi timur Pulau Samosir dan didukung oleh 2 geosites, yaitu
Simanindo-Batu Hoda (Simanindo-Batu Hoda, Uplift Samosir) dan Ambarita-Tuktuk (Ambarita-
Tuktuk, Dancing Lava Dome). Tema pengembangan KTA Simanindo adalah kebudayaan karena
unsur-unsur budaya yang kuat dalam wilayah geosites tersebut, yaitu Museum Huta Bolon, tapak
antropologis Huta Siallagan, tapak arkeologis Sipalaka Siallagan, serta Arsophagus Tomok atau
yang dikenal sebagai Makam Raja Sidabutar. KTA ini juga didukung oleh keberadaan Desa
Ambarita, Tuk-tuk Siadong, dan Tomok. Selain itu, juga terdapat Danau Aek Natonang pada
bagian Selatan yang telah dicanangkan oleh LIPI sebagai Arboretum dan Kebun Raya Samosir.

Rencana penataan kawasan di Zona Prioritas pada KTA Simanindo pada fase pertama antara lain:
1. Merestorasi bangunan cagar budaya, terutama bangunan tradisional Batak, berikut
lanskapnya agar sesuai dengan kondisi semula dan mempertahankan nilai kesejarahannya.
2. Meningkatkan kualitas jalur pejalan kaki dan sepeda di antara kawasan budaya dan alam, agar
aman dan nyaman dipakai pengunjung saat menikmati budaya dan alam.
3. Mengembalikan akses publik ke tepi danau, baik secara fisik maupun visual, dengan menata
kembali bangunan dan lahan yang menutupinya.
4. Memperkuat posisi area peralihan moda transportasi, terutama pelabuhan, untuk menunjang
konsep park and ride agar mengurangi jumlah kendaraan di dalam kawasan.
5. Memperbanyak informasi dan keterangan mengenai DTW yang ada melalui pengadaan
petunjuk arah/jalan, papan informasi, dll.

77
6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas publik (seperti toilet, tempat ibadah, tempat
sampah, kios, dll) dan membuatnya sesuai dengan standar internasional (ukuran, kualitas
pengerjaan, mengikuti prinsip universal design, dll).

Gambar 5.5 Ilustrasi Pengembangan Atraksi di Zonasi KTA Simanindo

Gambar 5.6 Peta Zonasi Prioritas dan Area Pengembangan Periode 2020-2025 di KTA Simanindo

78
b. Rencana Guna Lahan untuk Atraksi, Amenitas dan Akomodasi
Distribusi ruang di KTA Simanindo direncanakan berdasarkan kebutuhan lahan, ketersediaan
lahan serta konsep pengembangan ruang pariwisata berdasarkan tiga tahapan pengembangan
pariwisata di Kawasan Danau Toba. Distribusi ruang ini kemudian diisi dengan rencana
pengembangan atraksi, amenitas dan akomodasi di setiap DTW. Fasilitas pariwisata lain yang
akan dibangun di DTW mencakup ATM, fasilitas ibadah, rumah makan, fasilitas kesehatan,
minimarket, fasilitas keamanan dan kesehatan.
1. Pada fase pertama: rencana pengembangan ruang akan difokuskan pada atraksi dan amenitas
di Desa Tuktuk Siadong dan Desa Parboluhan.
2. Pada fase kedua: pengembangan ruang difokuskan pada permukiman di Desa Simarmata,
Desa Dos Roha, dan Desa Cinta Dame sebagai kawasan tempat tinggal tenaga kerja sektor
pariwisata di kawasan tersebut. Selain itu pada tahap kedua dilakukan pengembangan
akomodasi berupa hotel di Pasar Ambarita dengan 160 kamar, serta homestay di Desa Cinta
Dame sebanyak 34 kamar.
3. Pada fase ketiga: pengembangan ruang akan difokuskan pada permukiman di Desa
Simarmata dan Desa Tomo, rencana penambahan hotel di Desa Pasar Ambarita sebanyak 39
kamar, serta pengembangan homestay sebanyak 12 kamar.

Gambar 5.7 Distrbusi Kebutuhan Ruang dan Pengembangan Fasilitas Pariwisata di KTA Simanindo

c. Rencana Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur


Keterpaduan pengembangan infrastruktur didasarkan pada konsep pentahapan bidang
pariwisata dan spasial. Keterpaduan program-program infrastruktur bidang transportasi, jalan,
drainase, air minum, persampahan dan listrik di KTA Simanindo.

Rencana penataan keterpaduan infrastruktur di KTA Simanindo antara lain:


1. Penataan manajemen lalu lintas Kecamatan Simanindo, beserta penyediaan bus wisata untuk
melayani wisatawan.
2. Perbaikan akses jalan untuk mendukung aksesibilitas menuju area wisata Simanindo, serta
konektivitas jalan menuju di lingkar kabupaten Samosir.
3. Merencanakan dan mengkontruksi jaringan drainase di KTA Simanindo serta perluasan pada
kecamatan sekitarnya.
4. Merencanakan dan mengkontruksi jaringan drainase di KTA Simanindo, serta pembangunan
kolam retensi genangan dalam mengatasi banjir.

79
Gambar 5.8 Peta Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur di KTA Simanindo

80
5. Meningkatkan kualitas air minum perpipaan, pembangunan intake dan jaringan transmisi
Kecamatan Simanindo, serta pembangunan SPAM Ibukota Kecamatan dan Perdesaan.
6. Membangun SPALD Terpusat skala Kawasan, komunal dan perkotaan di KTA Simanindo untuk
meningkatkan akses SPALD aman.
7. Mengembangkan sarana pengumpul di KTA Simanindo untuk mengangkut sampah dari
sumber ke tempat pembuangan sementara (TPS).
8. Melakukan elektrifikasi 100 persen untuk menyalurkan listrik ke pelanggan baru, serta
meningkatkan kehandalan jaringan distribusi di KTA Simanindo.
9. Menambahkan layanan telepon bergerak menjadi 100 persen, serta penambahan fiber optic di
KTA Simanindo.

Rincian dari rencana pengembangan atraksi, amenitas, akomodasi dan keterpaduan infrastruktur di
KTA Simanindo terdapat dalam Matrik Rencana Aksi.

5.3 KTA Pangururan


a. Rencana Pengembangan Atraksi
KTA Pangururan yang terletak di sisi Barat memiliki tema Geowisata sesuai dengan adanya
Geosite Tele dan Huta Tinggi-Sidihoni (Huta Tinggi-Sidihoni, Lacustrine Sediment) sebagai ‘danau
di atas danau’. Aek Rangat (geothermal field dan hotsprings) dan Pusat Informasi Geopark di
Sigulatti menguatkan temanya sebagai kawasan berbasis kekayaan geologi. KTA Pangururan juga
diperkuat dengan keberadaan Geosite Pusuk Buhit, sebuah volcanic cone di kecamatan Sianjur
Mula-mula yang lokasinya berdekatan dengan Desa Tradisional Sianjur Mula-mula yang
merupakan lokasi Si Raja Batak Pertama bermukim setelah turun dari mayapada di Pusuk Buhit.
KTA Pangururan dalam hal ini mencakup wilayah di daratan Sumatera dan di Pulau Samosir
dengan DTW diantaranya Pangururan waterfront, Pantai Parbaba, Pantai Situngkir dan Pantai
Tandarabun, yang dihubungkan oleh Jembatan Tano Ponggol sebagai calon ikon di bagian barat
Kawasan Danau Toba.
KTA Pangururan memiliki tema Geowisata dengan satu pusat dan tiga sub-pusat. Pusat berada di
area pariwisata yang telah berkembang di pusat perkotaan Pangururan. Sub-pusat pertama
berada di Parbaba, sub-pusat kedua berada di Huta Namora (akan dikembangkan pada fase 2
atau 3), dan sub-pusat ketiga berada di Harian (Menara Panorama Tele dan sekitarnya). Seperti
perkotaan pada umumnya, karakter zona di pusat KTA ini cenderung beragam yang berupa zona
pariwisata campuran dan zona pelayanan pariwisata (komersial). Sebagian besar area sub-pusat
berupa zona pariwisata campuran, kecuali sub-pusat Parbaba yang juga memiliki zona pelayanan
pariwisata.

81
Gambar 5.9 Ilustrasi Pengembangan Atraksi di Zonasi KTA Pangururan

Rencana penataan kawasan di Zona Prioritas pada KTA Pangururan pada periode 2020-2025
antara lain:
1. Memperbaiki dan menambah plaza, dek dan dermaga, serta jalur pejalan kaki dan sepeda di
tepi danau.
2. Merestorasi bangunan cagar budaya, terutama bangunan kolonial, bangunan tradisional
Batak dan bangunan hasil akulturasi budaya, berikut lanskapnya agar sesuai dengan kondisi
semula dan mempertahankan nilai kesejarahannya.
3. Meningkatkan kualitas jalur pejalan kaki dan sepeda di dalam kota, agar aman dan nyaman
dipakai pengunjung saat menikmati kota.
4. Memperkuat posisi area peralihan moda transportasi, terutama terminal dan pelabuhan,
untuk menunjang konsep park and ride agar mengurangi jumlah kendaraan di dalam kota.
5. Memperbanyak informasi dan keterangan mengenai DTW yang ada melalui pengadaan
petunjuk arah/jalan, papan informasi, dll.
6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas publik (seperti toilet, tempat ibadah, tempat
sampah, kios, dll) dan membuatnya sesuai dengan standar internasional (ukuran, kualitas
pengerjaan, mengikuti prinsip universal design, dll).

82
Gambar 5.10 Peta Zona Prioritas dan Area Pengembangan Periode 2020-2025 di KTA Pangururan

b. Rencana Guna Lahan untuk Atraksi, Amenitas dan Akomodasi


Distribusi ruang di KTA Pangururan direncanakan berdasarkan kebutuhan lahan, ketersediaan
lahan serta konsep pengembangan ruang pariwisata berdasarkan tiga tahapan pengembangan
pariwisata di Kawasan Danau Toba. Distribusi ruang ini kemudian diisi dengan rencana
pengembangan atraksi, amenitas dan akomodasi di setiap DTW. Fasilitas pariwisata lain yang akan
dibangun di DTW mencakup ATM, fasilitas ibadah, rumah makan, fasilitas kesehatan, minimarket,
fasilitas keamanan dan kesehatan.
1. Pada fase pertama: pengembangan ruang akan difokuskan pada pengembangan atrakasi dan
amenitas pada kawasan wisata campuran di Desa Huta Namora, serta rencana pengembangan
hotel dan/atau akomodasi di Pusat Parapat yang terdiri dari Desa Huta Namora, Desa
Pardomuan I, Desa Pasar Pangururan, Desa Pintu Sona, dan Desa Rianiate sebanyak 466
kamar. Selain itu pada Desa Situngkir sebagai kawasan sub pusat Pangururan terdapat
rencana pengembangan hotel dan/atau akomodasi sebanyak 879 kamar.
2. Pada fase kedua: pengembangan ruang akan difokuskan pada kegiatan amenitas di Desa
Lumban SS Torua, Desa Situngkir dan Desa Huta Bolon. Konsekuensi dari pengembangan
amenitas dan atraksi ini yaitu kebutuhan pengembangn kawasan permukiman untuk
menampung tempat tinggal tenaga kerja. Kawasan permukiman tersebut akan dikembangkan
di Pangururan, Desa Huta Namora, Desa Rianiate, dan Desa Pardomuan. Pengembangan hotel
dan/atau homestay di Pusat Parapat bertambah sebanyak 700 kamar, sedangkan pada Desa
Situngkir bertambah sebanyak 234 room.
3. Pada tahap ketiga pengembangan ruang KTA Pangururan akan difokuskan pada kegiatan
amenitas di Desa Rianiate, kegiatan permukiman di Desa Lumban SS Dolok dan Desa
Pardomuan Nauli serta pengembangan akomodasi berupa hotel di Desa Huta Namora. Pusat
Parapat memiliki rencana penambahan hotel dan/atau homestay sebanyak 419 kamar dan
pada Desa Situngkir penambahan hotel dan/atau homestay sebanyak 132 kamar.

83
Gambar 5.11 Distrbusi Kebutuhan Ruang dan Pengembangan Fasilitas Pariwisata di KTA Pangururan

c. Rencana Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur


Keterpaduan pengembangan infrastruktur didasarkan pada konsep pentahapan bidang pariwisata
dan spasial. Keterpaduan program-program infrastruktur bidang transportasi, jalan, drainase, air
minum, persampahan dan listrik di KTA Panguruan dapat dilihat pada Gambar 5.12 mengenai Peta
Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur di KTA Pangururan berikut.
Rencana penataan keterpaduan infrastruktur di Zona Prioritas pada KTA Pangururan antara lain:
1. Penataan manajemen lalu lintas di Kecamatan Pangururan serta meningkatkan pelayanan bagi
wisatawan (melalui bus wisata).
2. Perbaikan akses jalan untuk mendukung aksesibilitas menuju area wisata Pangururan, serta
rehabilitasi jembatan di Kawasan Tano Ponggol.
3. Merencanakan dan mengkontruksi jaringan drainase di KTA Pangururan.
4. Meningkatkan kualitas air minum dengan pembangunan WTP Parjonggi, WTP Parbaba, serta
perluasan jaringan pipa distribusi Kecamatan Pangururan.
5. Membangun IPAL Perkotaan di Kecamatan Pangururan untuk meningkatkan akses SPAL
Domestik aman.
6. Mengembangkan sarana pengumpul di KTA Pangururan, serta melakukan pembangunan
TPS3R baru.
7. Melakukan elektrifikasi 100 persen untuk menyalurkan listrik ke pelanggan baru, serta
meningkatkan keandalan jaringan distribusi di KTA Pangururan.
8. Menambahkan layanan telepon bergerak menjadi 100 persen, serta penambahan fiber optic di
KTA Pangururan.

Rincian dari rencana pengembangan atraksi, amenitas, akomodasi dan keterpaduan infrastruktur di
KTA Pangururan terdapat dalam Matrik Rencana Aksi.

84
Gambar 5.12 Peta Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur di KTA Pangururan

85
5.4 KTA Balige
a. Rencana Pengembangan Atraksi
KTA Balige yang juga sebagai lokasi Geosite Balige-Liang Sipege, (Balige-Liang Sipege, Southern
Caldera Wall) mengusung tema Pusaka Perkotaan dengan daya tarik unggulannya yaitu Pasar
Onan Balerong. Bangunan Pasar Onan Balerong sebelumnya berfungsi sebagai pusat kegiatan
budaya masyarakat dan dialihfungsikan sebagai pasar tradisional yang hingga saat ini belum
ditempati semenjak dibangun tahun lalu oleh pemerintah daerah dengan dukungan dari pusat.
Selain itu, pada kawasan perkotaan Balige juga dijumpai banyak DTW yang mendukung tema
pusaka perkotaan, seperti Museum TB Silalahi, Makam Sisingamangaraja XII, serta beberapa
bangunan bersejarah lainnya yang perlu didaftarkan sebagai bangunan cagar budaya untuk
mendukung pengembangan jelajah pusaka perkotaan (urban heritage trails). KTA Balige juga
memiliki lokasi dengan daya tarik alam yang pantas dikembangkan seperti Pantai Lumban Bulbul
dan Lumban Silintong.

Gambar 5.13 Ilustrasi Pengembangan Atraksi di Zonasi KTA Balige

Rencana penataan kawasan di Zona Prioritas pada KTA Balige pada periode 2020-2025 antara lain:
1. Merestorasi bangunan cagar budaya, terutama bangunan kolonial, bangunan tradisional Batak
dan bangunan hasil akulturasi budaya, berikut lanskapnya agar sesuai dengan kondisi semula
dan mempertahankan nilai kesejarahannya.
2. Meningkatkan kualitas jalur pejalan kaki dan sepeda di dalam kota, agar aman dan nyaman
dipakai pengunjung saat menikmati kota.
3. Memperbaiki dan menambah DTW yang ada di dalam kota, sehingga terdapat variasi
aktivitas.
4. Memperbanyak informasi dan keterangan mengenai DTW yang ada melalui pengadaan
petunjuk arah/jalan, papan informasi, dll.
5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas publik (seperti toilet, tempat ibadah, tempat
sampah, kios, dll) dan membuatnya sesuai dengan standar internasional (ukuran, kualitas
pengerjaan, mengikuti prinsip universal design, dll).

86
Gambar 5.14 Peta Zona Prioritas dan Area Pengembangan 2020-2025 pada KTA Balige

b. Rencana Guna Lahan untuk Atraksi, Amenitas dan Akomodasi


Distribusi ruang di KTA Pangururan direncanakan berdasarkan kebutuhan lahan, ketersediaan
lahan serta konsep pengembangan ruang pariwisata berdasarkan tiga tahapan pengembangan
pariwisata di Kawasan Danau Toba. Distribusi ruang ini kemudian diisi dengan rencana
pengembangan atraksi, amenitas dan akomodasi di setiap DTW. Fasilitas pariwisata lain yang akan
dibangun di DTW mencakup ATM, fasilitas ibadah, rumah makan, fasilitas kesehatan, minimarket,
fasilitas keamanan dan kesehatan.
1. Pada fase pertama: pengembangan ruang diarahkan pada pengembangan kegiatan atraksi di
Pasar Barelong dan Lumban Pea. Pengembangan ruang juga diarahkan pada kegiatan atraksi
dan amenitas di Lumban Silintong dan Desa Hinalang Bagasan. Untuk mengakomodir
kebutuhan permukiman dari tenaga kerja pariwisata di kawasan yang dikembangkan, maka
kawasan permukiman di Pusat Balige juga akan dikembangkan. Selain itu, 306 kamar untuk
hotel dan/atau homestay akan dibangun di Pusat Balige yang terdiri dari Desa Balige II, Desa
Balige III, Desa Lumban Dolok Hauma Bange, Desa Napitupulu Bagasan dan Desa Pardede
Onan. Sebanyak 903 kamar untuk homestay juga akan dibangun di Desa Lumban Pea dan
Lumban Pea Timur.
2. Pada fase kedua: pengembangan ruang akan difokuskan untuk amenitas dan akomodasi di
Lumban Pea dan Lumban Bulbul sebagai fasilitas penunjang pariwisata untuk objek wisata di
sekitarnya. Selain itu sebanyak 135 kamar hotel dan/atau homestay akan dibangun di Pusat
Parapat, serta 724 kamar homestay akan dibangun di Sub Pusat Balige.
3. Pada fase ketiga: pengembangan ruang diarahkan untuk kawasan permukiman di Desa
Sibolaholang SAS, serta pembangunan 103 kamar hotel dan/atau homestay di Pusat Balige
dan 578 kamar homestay di Sub Pusat Balige.

87
Gambar 5.15 Distrbusi Kebutuhan Ruang dan Pengembangan Fasilitas Pariwisata di KTA Balige

c. Rencana Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur


Keterpaduan pengembangan infrastruktur didasarkan pada konsep pentahapan bidang pariwisata
dan spasial. Keterpaduan program-program infrastruktur bidang transportasi, jalan, drainase, air
minum, persampahan dan listrik di KTA Balige.
Rencana penataan keterpaduan pengembangan infrastruktur di Zona Prioritas pada KTA Balige
antara lain:
1. Penataan manajemen lalu lintas di Kota Balige, menyediakan bus wisata, serta menyusun
master plan transportasi Kawasan Lumban Pea.
2. Mendukung akses jalan by pass Balige menuju area wisata Balige, pelebaran ruas jalan provinsi
dan ruas jalan kabupaten menuju KTA Balige.
3. Merencanakan dan mengkontruksi jaringan drainase di KTA Balige, serta pembangunan kolam
retensi genangan dalam mengatasi banjir.
4. Meningkatkan kualitas air minum perpipaan, pembangunan intake dan jaringan transmisi
Kecamatan Balige, serta pembangunan SPAM Ibukota Kecamatan dan Perdesaan.
5. Membangun SPALD Terpusat skala Kawasan dan perkotaan di KTA Balige untuk
meningkatkan akses SPALD aman.
6. Mengembangkan sarana pengumpul di KTA Balige untuk mengangkut sampah dari sumber
ke TPS.
7. Melakukan elektrifikasi 100 persen untuk menyalurkan listrik ke pelanggan baru, serta
meningkatkan keandalan jaringan distribusi di KTA Balige.
8. Menambahkan layanan telepon bergerak menjadi 100 persen, serta penambahan fiber optic di
KTA Balige.

Rincian dari rencana pengembangan atraksi, amenitas, akomodasi dan keterpaduan infrastruktur di
KTA Balige terdapat dalam Matrik Rencana Aksi.

88
Gambar 5.16 Peta Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur di KTA Balige

89
5.5 KTA Muara
a. Rencana Pengembangan Atraksi
Pengembangan atraksi di KTA Muara ditunjang oleh dinding Kaldera Hutaginjang yang juga
merupakan tempat untuk olah raga Paralayang, dan Muara-Sibandang volcanic cone. Pulau
Sibandang yang berbentuk bukit menjadi daya tarik yang unik bagi semua kalangan, dengan
beberapa desa bentukan vulkanik, termasuk desa ulos. Pulau Sibandang dapat dicapai melalui
pelabuhan Muara yang juga dikelilingi oleh desa-desa ulos. Hal ini mendorong dicanangkannya
tema pengembangan KTA Muara yaitu Budaya-Geologi.
KTA Muara merupakan satu kesatuan dalam Klaster Selatan dengan Balige sebagai pusatnya,
sementara Muara menjadi sub-pusat. Sub klaster selatan ini meluas ke arah barat hingga
Kecamatan Baktiraja dengan Geosite Bakkara-Tipang sebagai suatu saujana yang sangat menarik
dan panoramic, dilengkapi dengan unsur sejarah/budaya berupa Tombak Sulu-sulu dan Air Terjun
Binanga Janji. Selain itu, di KTA Muara juga terdapat Istana Sisingamangaraja, Desa Tipang, Tomak
Hatuanan, Sumur Aek Sipangolu dan Aek Sitio-tio, Tapak Arkeologis Hariara Tungkot dan Tempat
Sakral Batu Hundul-hundulan, serta titik pandang di antara Bakkara dan Hutaginjang berupa Hutan
Pinus Sipinsur dengan panorama danau yang indah.
Rencana penataan kawasan di Zona Prioritas pada KTA Muara pada periode 2020-2025 antara lain:
1. Mengembangkan Desa Wisata seperti Desa Ulos yang merupakan desa binaan Bank Indonesia
dengan mendukung produk lokal.
2. Mengembangkan wisata berbasis alam dengan mengutamakan preservasis asset lingkungan
yang merupakan geosite dan DTW unggulan berupa perdesaan tradisional dan unsur – unsur
geopark.
3. Meningkatkan kualitas jalur pejalan kaki dan sepeda guna mendukung Kawasan bebas
kendaraan.
4. Memperbaiki dan menambah DTW yang ada, sehingga terdapat variasi aktivitas.
5. Memperbanyak informasi dan keterangan mengenai DTW yang ada melalui pengadaan
petunjuk arah/jalan, papan informasi, dll.
6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas publik (seperti toilet, tempat ibadah, tempat
sampah, kios, dll) dan membuatnya sesuai dengan standar internasional (ukuran, kualitas
pengerjaan, mengikuti prinsip universal design, dll).

90
Gambar 5.17 Ilustrasi Pengembangan Atraksi di Zonasi KTA Muara

b. Rencana Guna Lahan untuk Atraksi, Amenitas dan Akomodasi


Distribusi ruang di KTA Muara direncanakan berdasarkan kebutuhan lahan, ketersediaan lahan
serta konsep pengembangan ruang pariwisata berdasarkan tiga tahapan pengembangan
pariwisata di Kawasan Danau Toba. Distribusi ruang ini kemudian diisi dengan rencana
pengembangan atraksi, amenitas dan akomodasi di setiap DTW. Fasilitas pariwisata lain yang akan
dibangun di DTW mencakup ATM, fasilitas ibadah, rumah makan, fasilitas kesehatan, minimarket,
fasilitas keamanan dan kesehatan.
1. Pada fase pertama: pengembangan ruang difokuskan untuk pengembangan amenitas di Desa
Silahi Toruan dan Desa Mariba Ni Aek. Pengembangan ruang juga diarahkan untuk kawasan
permukiman di Desa Silahi Toruan sebagai konsekuensi pertumbuhan tenaga kerja pariwisata
di sekitar Desa tersebut, terutama di kawasan sub pusat KTA Muara. Selain itu, 138 kamar
homestay di Sub Pusat Muara yang terdiri dari Desa Hutanagodang dan Desa Unte Mungkur
akan dikembangkan.
2. Pada fase kedua: pengembangan ruang difokuskan pada pengmbangan amenitas di Desa
Batunimbun dan akomodasi berupa homestay di Desa Hutanagodang. Selain itu terdapat
penambahan 397 kamar homestay di Sub Pusat Muara dan 91 kamar homestay di Desa
Simatupang.
3. Pada fase ketiga: pengembangan ruang difokuskan pada pengembangan akomodasi
homestay di Desa Simatupang sebanyak 171 kamar, serta pengembangan ruang permukiman
di Desa Aritonang. Sebanyak 186 kamar homestay juga akan dibangun di Sub Pusat Muara.

91
Gambar 5.18 Distrbusi Kebutuhan Ruang dan Pengembangan Fasilitas Pariwisata di KTA Muara

c. Rencana Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur


Keterpaduan pengembangan infrastruktur didasarkan pada konsep pentahapan bidang pariwisata
dan spasial. Keterpaduan program-program infrastruktur bidang transportasi, jalan, drainase, air
minum, persampahan dan listrik di KTA Muara dapat dilihat pada gambar 5.19 mengenai Peta
Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur di KTA Muara berikut.
Rencana penataan keterpaduan infrastruktur di Zona Prioritas pada KTA Muara antara lain:
1. Penataan manajemen lalu lintas di Kecamatan Muara, serta menyediakan bus untuk layanan
wisatawan.
2. Mendukung akses menuju Bandara Silangit, akses menuju area WIsata Hutaginjang, serta
perbaikan dan pelebaran jalan kabupaten.
3. Merencanakan dan mengkontruksi jaringan drainase di KTA Muara, serta pembangunan
kolam retensi genangan dalam mengatasi banjir.
4. Meningkatkan kualitas air minum perpipaan di KTA Muara, pembangunan miniplant di Pulau
Sibandang, perluasan jaringan distribusi serta pembangunan SPAM Ibukota Kecamatan dan
Perdesaan.
5. Melakukan pembangunan SPALD Terpusat skala Kawasan dan perkotaan di KTA Muara untuk
meningkatkan akses SPAL Domestik aman, serta promosi Perilaku Hidul Bersih dan Sehat
(PHBS) dan penyediaan subsidi peningkatan kualitas tangka septik
6. Membangun TPS3R di KIP Muara, untuk pengelolaan serta proses daur ulang sampah.
7. Melakukan elektrifikasi 100 persen untuk menyalurkan listrik ke pelanggan baru di KTA Muara.
8. Menambahkan layanan telepon bergerak menjadi 100 persen, serta penambahan fiber optic di
KTA Muara.

Rincian dari rencana pengembangan atraksi, amenitas, akomodasi dan keterpaduan infrastruktur di
KTA Muara terdapat dalam Matrik Rencana Aksi.

92
Gambar 5.19 Peta Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur di KTA Muara

93
5.6 KTA Merek
a. Rencana Pengembangan Atraksi
KTA Merek memiliki tema Nature-Eco yang ditunjang oleh keberadaan dua geosites, yaitu Dinding
Kaldera Utara Sipiso-piso – Tongging (Sipiso-piso – Tongging, Northern Caldera Wall), dan Dinding
Kaldera Barat (Western Caldera Wall) Silalahi-Sabungan di Desa Silahi Sabungan, Kabupaten Dairi.
Selain itu terdapat beberapa kekayaan alam seperti Air Terjun Sipiso-piso yang merupakan air
terjun tertinggi keenam di Indonesia, panorama Bukit Gajah Bobok, serta Kebun Bunga dan
Panorama Sapo Juma. Beberapa kawasan pedesaan yang potensial juga dapat ditemui seperti Desa
tradisional Dokkan, Kawasan Wisata Simalem dengan agrowisata dan panorama indah, serta Desa
Tongging di tepi danau yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai desa wisata.
KTA Merek diproyeksikan akan saling menunjang dan memperkuat kepariwisataan dengan pusat
pariwisata Kabupaten Karo yang saat ini berada di Berastagi, yang menjadi pusat rekreasi keluarga,
kebun bunga dan hortikultur, kawasan peninggalan sejarah (Rumah Singgah Bung Karno sebagai
bangunan cagar budaya), serta salah satu titik transit bagi wisatawan yang akan ke Tangkahan atau
Bukit Lawang.
Rencana penataan kawasan di Zona Prioritas pada KTA Merek pada periode 2020-2025 antara lain:
1. Mengendalikan pembangunan permanen di sepanjang pantai guna mendukung daya Tarik
wisata.
2. Merencanakan permukiman sebagai homestay yang dirancang tertata rapih dengan
mempertahankan karakter perdesaan dan perkebunan.
3. Meningkatkan ruang aktivitas terbuka untuk menjaga kualitas jalur pejalan kaki yang ramah.
4. Memperbaiki dan menambah DTW yang ada, sehingga terdapat variasi aktivitas salah
satunya wisata agrowisata.
5. Memperbanyak informasi dan keterangan mengenai DTW yang ada melalui pengadaan
petunjuk arah/jalan, papan informasi, dll.
6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas publik (seperti toilet, tempat ibadah, tempat
sampah, kios, dll) dan membuatnya sesuai dengan standar internasional (ukuran, kualitas
pengerjaan, mengikuti prinsip universal design, dll).

Gambar 5.20 Ilustrasi Pengembangan Atraksi di Zonasi KTA Merek

94
b. Rencana Guna Lahan untuk Atraksi, Amenitas dan Akomodasi
Distribusi ruang di KTA Pangururan direncanakan berdasarkan kebutuhan lahan, ketersediaan
lahan serta konsep pengembangan ruang pariwisata berdasarkan tiga tahapan pengembangan
pariwisata di Kawasan Danau Toba. Distribusi ruang ini kemudian diisi dengan rencana
pengembangan atraksi, amenitas dan akomodasi di setiap DTW. Fasilitas pariwisata lain yang akan
dibangun di DTW mencakup ATM, fasilitas ibadah, rumah makan, fasilitas kesehatan, minimarket,
fasilitas keamanan dan kesehatan.
1. Pada fase pertama: pengembangan ruang difokuskan pada pengembangan amenitas dan
atraksi di Desa Sibolangit, serta akomodasi berupa hotel dengan 279 kamar di pusat KTA
Merek yakni di Desa Merek, Desa Situnggaling dan Desa Negeri Tongging.
2. Pada fase kedua: pengembanan ruang diarahkan pada permukiman di pusat KTA Merek
sebagai wadah untuk menampung tenaga kerja yang bertambah akibat meningkatnya
kegiatan pariwisata. Selain itu tambahan 362 kamar homestay akan dibangun di Pusat Merek.
3. Pada fase ketiga: dilakukan pengembangan lebih lanjut terhadap akomodasi yaitu
penambahan 299 kamar, dan pembangunan permukiman di KTA Merek.

Gambar 5.21 Distrbusi Kebutuhan Ruang dan Pengembangan Fasilitas Pariwisata di KTA Merek

c. Rencana Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur


Keterpaduan pengembangan infrastruktur didasarkan pada konsep pentahapan bidang pariwisata
dan spasial. Keterpaduan program-program infrastruktur bidang transportasi, jalan, drainase, air
minum, persampahan dan listrik di KTA Merek dapat dilihat pada gambar 5.22 mengenai Peta
Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur di KTA Merek sebagai berikut.
Rencana penataan keterpaduan infrastruktur di Zona Prioritas pada KTA Muara antara lain:
1. Penataan manajemen lalu lintas di Kecamatan Muara, serta menyediakan bus untuk layanan
wisatawan.
2. Memperbaiki akses menuju area Wisata Hutaginjang, serta pelebaran jalan kabupaten
pendukung KTA Merek.
3. Merencanakan dan mengkontruksi jaringan drainase di KTA Merek, serta pembangunan
kolam retensi genangan dalam mengatasi banjir.
4. Meningkatkan kualitas air minum perpipaan di KTA Merek, serta perluasan jaringan distribusi
serta pembangunan SPAM Ibukota Kecamatan dan Perdesaan.
5. Membangun SPALD Terpusat skala Kawasan dan perkotaan di KTA Merek untuk
meningkatkan akses SPALD aman.

95
6. Membangun TPA Regional Merek Silimakuta, Pembangunan TPA Sidikalang, serta
pengembangan sarana pengumpulan di KTA Merek.
7. Melakukan elektrifikasi 100 persen untuk menyalurkan listrik ke pelanggan baru di KTA Merek.
8. Menambahkan layanan telepon bergerak menjadi 100 persen, serta penambahan fiber optic di
KTA Merek.

Rincian dari rencana pengembangan atraksi, amenitas, akomodasi dan keterpaduan infrastruktur di
KTA Merek terdapat dalam Matrik Rencana Aksi.

96
Gambar 5.22 Peta Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur di KTA Merek

97

Anda mungkin juga menyukai