Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SAINS

DI INDONESIA
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SAINS DI INDONESIA

A. Pendahuluan
Sains dan ilmu pendidikan memiliki aspek kajian atau aspek ontologis yang
berbeda. Sainsmencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta
persoalannya. Ruang lingkup sains yaitu makhluk hidup, energi dan
perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya. Sains
memegang peranan penting dalam kehidupan karena kehidupan sangat tergantung
pada aplikasi sains yaitu terknologi.
Pendidikan sains merupakan ilmu interdisiplin dari ilmu pendidikan dan
sains, oleh karena dapat dipandang sebagai bidang ilmu dari cabang ilmu
pendidikan dan/atau dari cabang sains. Ilmu pendidikan sains pada hakikatnya
merupakan penerapan teori ilmu pendidikan dalam konteks sains untuk tujuan
pembelajaran sains.
Sebagaimana bidang ilmu lain, Ilmu Pendidikan Sains memiliki aspek
ontologi (objek atau bahan kajian) atau aspek teoretik, aksiologi (kegunaan) atau
aspek praksis, dan epistemologi (cara memperoleh) atau aspek penelitian. Objek
atau bahan kajian pendidikan sains, meliputi  5 (lima) aspek atau disiplin:
a. Kurikulum, yang meliputi teori tentang pengembangan kurikulum sains,
organisasi kurikulum sains, isi kurikulum sains, dan model-model
pengembangan kurikulum sains.
b. Peserta didik dan perbuatan belajar, yang meliputi teori tentang
karakteristik peserta didik, jenis-jenis dan cara belajar sains, hirarkhi proses
belajar sains, dan kondisi-kondisi belajar sains
c. Pendidik dan perbutan mendidik, yang meliputi teori tentang karakteristik
pendidik sains, karakteristik perbuatan mendidik atau mengajar sains, model-
model mendidik atau mengajar sains, metode atau teknik mendidik atau
mengajar sains, dan sistem pengelolaan kelas.
d. Lingkungan Pendidikan, yang meliputi teori tentang pranata pendidikan
sains, perencanaan dan pengelolaan pendidikan sains, bimbingan dan
penyuluhan atau bimbingan karir, dan sarana atau media pendidikan sains.
e. Penilaian, yang meliputi teori tentang model-model penilaian hasil belajar
sains, teknik penilaian hasil belajar sains, dan instrumen penilaian hasil
belajar sains.
Pendidikan sains atau sains itu sendiri memiliki peran penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam menghasilkan peserta didik
yang berkualitas yang mempunyai pemikiran kritis dan ilmiah dalam
menanggapi isu di masyarakat. Perkembangan sains ini  dapat menyesuaikan
dengan era teknologi informasi yang saat ini tengah hangat di bicarakan dalam
dunia pendidikan.
Menyadari hal ini maka pendidikan sains cukup mendapat perhatian,
sehingga dilakukan suatu usaha yang di sebut pembaharuan. Pembaharuan
sendiri merupakan proses pergeseran sikap, cara berpikir dan bertindak sesuai
dengan tuntunan zaman. Dengan demikian pembaharuan pendidikan sains
merupakan upaya untuk mengubah sistem menjadi lebih baik/modern dan akan
terus berjalan dinamis.
Kurikulum yang merupakan salah satu bahan kajian pendidikan sains
bersifat dinamis, yaitu selalu mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat kecerdasan
peserta didik, kultur, sistem nilai, serta kebutuhan masyarakat. Kurikulum harus
selalu dimonitoring dan dievaluasi untuk perbaikan dan penyempurnaan (Arifin
2011:2).
Oleh karena alasan di atas, sebagai mahasiswa pendidikan sains, kami
merasa perlu menyusun makalah ini untuk mengetahui gambaran
perkembangan pendidikan sains untuk di kemudian hari dijadikan sebagai
acuan dalam merancang pendidikan sains masa depan yang diharapkan lebih
baik.

B. Pembaharuan Pendidikan Sains


Pembaharuan adalah proses pergeseran sikap, cara berpikir, dan bertindak
sesuai dengan tuntutan zaman. Pembaharuan pendidikan sains berarti mengubah
sistem yang ada menjadi terbaru, modern, mutakhir, atau terkini. Pembaharuan
pendidikan sains berarti mengubah paradigma lama menjadi paradigma baru
(modern).Pembaharuan atau keterkinian pendidikan sains bukan merupakan
kegiatan  statis tetapi merupakan kegiatan dinamis, pembaharuan selalu berjalan
terus dari waktu ke waktu. Hal ini menjadikan sesuatu yang baru (modern) di saat
lalu akan menjadi biasa saat ini dan sesuatu yang baru (modern) saat ini akan
menjadi biasa saat yang akan datang. Atas dasar hal tersebut, pembaharuan hanya
berlaku saat hal tersebut berlangsung (merupakan fungsi waktu).
Pembaharuan pendidikan ada dua jenis, yaitu reformasi pendidikan dan
inovasi pendidikan. Reformasi pendidikan (education reform) adalah
pembaharuan pendidikan secara menyeluruh berskala internasional atau nasional,
dengan objek pembaharuan mengenai seluruh komponen pendidikan. Inovasi
pendidikan (education innovation) adalah pembaharuan pendidikan secara parsial
berskala sekolah atau kelas, dengan objek pembaharuan mengenai salah satu
komponen pendidikan.
Objek atau sasaran reformasi pendidikan dan inovasi pendidikan dapat
ditujukan pada aspek ontologi, aksiologi, maupun epistemologi. Namun,
umumnya pembaharuan pendidikan termasuk pendidikan sains dititik beratkan
pada aspek ontologi. Pembaharuan pendidikan dan juga pembaharuan pendidikan
sains pada skala nasional dapat dibagi tiga daerah waktu secara kronologis, yaitu:
(a) pembaharuan pendidikan sebelum tahun 1974/1975, (b) pembaharuan
pendidikan sains 1975 sampai dengan 2005, (c) pembaharuan pendidikan sains
setelah 2005.

1. Pembaharuan Pendidikan di Negara Barat


Pembaharuan pendidikan sains dan matematika di negara-negara Barat,
khususnya Amerika Serikat, dimulai tahun enam-puluhan. Pada tahun 1959 Uni
Soviet dapat membuat pesawat ruang angkasa pertama Solyus dapat mengirim
kosmonaut ke bulan serta dapat memotret punggungya bulan. Negara-negara
sekutu Barat sangat terperanjat dengan kemajuan di bidang ilmu dan teknologi
yang dicapai Uni Soviet. Mereka sadar bahwa selama bertahun-tahun telah terjadi
kesalahan dalam bidang pendidikan sains dan matematika, oleh karena sains dan
matematika merupakan dasar teknologi, termasuk teknologi ruang angkasa.
Tekat besar melakukan reformasi pendidikan sains dan matematika,
menghasilkan proyek-proyek raksasa pembaharuan pendidikan sains dan
matematika. Reformasi pendidikan dan matematika tersebut dilakukan sekitar
tahun 1960/1961, beorientasi pada dua hal:
a. Pembaharuan materi pelajaran, misalnya pembelajaran kimia dimulai dengan
struktur atom, biologi dimulai dengan biologi molekuler, dan matematika
dimulai dengan teori himpunan.
b. Pembaharuan sistem penyampaian menggunakan kurikulum berorientasi
tujuan dengan memanfaatkan buku Taxonomy of Educational Objectives dan
pendekatan inkuiri untuk sains serta pendekatan penemuan untuk
matematika.            
Saat itu dibuatlah proyek-proyek raksasa pembaharuan pendidikan sains dan
matematika. Di Amerika Serikat untuk pendidikan sains dikenal Science A
Process Approach,  untuk pendidikan kimia dikenal proyek Chemical Education
Materials Study (Chem-Study) dan Chemical Bond Approach, untuk fisika dikenal
proyek PSSC Physics, untuk Biologi dikenal BSCS Biology, dan untuk
matematika dikenal New Mathematics (New Math). Di Inggris pembaharuan
pendidikan kimia dikenal dengan nama Nuffield Chemistry Project.
Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1970 teknologi ruang angkasa sudah
sangat maju, pada tahun itu Amerika Serikat sudah dapat membuat pesawat ruang
angkasa yang diberi nama Apollo-I dan mengirimkan astronautnya ke bulan,
bahkan dapat mendaratkan astronautnya di bulan.
Di samping dampak positif, reformasi pendidikan sains dan matematika di
dunia barat juga memberi dampak negatif. Sekitar tahun 1970 mulai banyak
peserta didik menjadi tidak senang dengan sains dan matematika, sehingga jumlah
peserta didik yang belajar sains dan matematika menjadi berkurang. Salah satu
penyebabnya karena banyak materi sains dan matematika yang semula dipelajari
di tingkat tinggi, sudah harus dipelajari di tingkat rendah. Materi tersebut antara
lain konsep himpunan yang semula dipelajari di perguruan tinggi, sudah harus
dipelajari di pendidikan dasar. Struktur atom yang semula dipelajari di akhir kelas
XII SMA/MA, harus dipejari di awal kelas XII.  Dengan demikian, materi sains
yang dikenal sulit menjadi bertambah sulit.
Pembaharuan pendidikan sains dan matematika di negara Barat berjalan
terus hingga saat ini. Kemajuan pendidikan sains dan matematika menjadi sangat
pesat dengan ditemukannya teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Aplikasi
TIK dalam pendidikan sains merupakan salah satu bentuk teknologi pendidikan
dan teknologi pembelajaran sains. Teknologi pembelajaran saat ini banyak
menggunakan aplikasi program-program komputer.

2. Pembaharuan Pendidikan di Indonesia


2.1. Pendidikan Indonesia Sebelum Tahun 1974
Sistem pendidikan di Indonesia sampai tahun 1974 menggunakan sistem
lama, tinggalan pendidikan zaman Belanda dan Jepang dengan penyesuaian-
penyesuaian pada berbagai aspek pendidikan, terutama dasar pendidikan yaitu
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta tujuan pendidikan yang berpusat
pada usaha menjadikan Warga Negara Indonesia menjadi warga negara yang baik,
antara lain cerdas, berbudi pekerti luhur, terampil, dan menguasai ilmu serta
teknologi sebagai bekal hidup di masa depan.
Pada masa ini Indonesia menggunakan kurikulum yang berorientasi materi.
Materi pelajaran untuk setiap jenjang dan jenis pendidikan disusun secara rinci.
Tujuan pembelajaran untuk setiap penggal materi ialah agar para peserta didik
menguasai seluruh materi yang diajarkan. Oleh karena jumlah materi semakin
banyak, maka materi dalam pembelajaran dari kurikulum ke kurikulum semakin
padat. Sekolah menggunnakan sistem caturwulan dan kenaikan kelas setiap tahun
untuk setiap jenjang pendidikan. Oleh karena muatan materi yang sangat banyak
maka efisiensi dan efektivitas pembelajaran menjadi rendah. Jumlah kelulusan
dari semua jenis dan jenjang pendidikan juga rendah, lebih-lebih sekolah swasta.
Reformasi pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan sains dan
matematika baru dimulai tahun 1969 dengan identifikasi masalah pendidikan. Saat
itu masyarakat Indonesia merasa bahwa pendidikan di Indonesia, termasuk
pendidikan sains dan matematika sangat tertinggal dibanding dengan pendidikan
di Negara asing, terutama Negara Barat. Sehingga Indonesia perlu mengejar
ketinggalannya di bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu-ilmu alam
(science) dan matematika. Pemikiran dan usaha tersebut didasari oleh gagasan
Bruner (1960). Ia salah seorang tokoh "scholarly structuralism" (1957-1967) dan
reformis pendidikan yang mengawali usaha perbaikan program pelajaran science
dan matematika dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Amerika
Serikat. Beberapa keadaan pendidikan di Indonesia saat itu :
a. Pendidikan masih menggunakan materi lama;
b. Kurikulum masih berorientasi materi;
c. Masa studi masih menggunakan system tahunan dan kenaikan kelas/tingkat;
d. Efisiensi, efektivitas, dan relevansi kurang.
Pemerintah yang dipimpin Presiden Suharto saat itu menugasi para ahli
segala bidang ilmu untuk menentukan masalah di bidang pendidikan yang
dihadapi Indonesia dan alternatif pemecahannya, menghasilkan empat masalah di
bidang pendidikan, yaitu:
a. Masalah yang berhubungan dengan kuantitas pendidikan, misalnya jumlah
anak yang tidak sekolah masih banyak.
b. Masalah yang berhubungan dengan kualitas pendidikan, misalnya hasil
pendidikan belum berkualitas.
c. Masalah yang berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas pendidikan,
misalnya kelulusan sarjana yang lambat dan kualitasnya yang belum tinggi.
d. Masalah yang berhubungan dengan relevansi pendidikan, misalnya
kemampuan para lulusan yang belum sesuai dengan keahliannya.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut dilakaukan reformasi pendidikan,
untuk pendidikan dasar dan menengah, maupun pendidikan tinggi dalam segala
aspek pendidikan. Reformasi pendidikan bertujuan untuk menjawab masalah-
masalah pendidikan yang telah diidentifikasi.
2.2. Pembaharuan Pendidikan Sains tahun 1974
Tahun 1974/1975 reformasi pendidikan dilakukan secara menyeluruh pada
sistem pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi, terutama
mengenai keempat masalah di atas. Era saat itu dikenal sebagai awal
Pembangunan Lima Tahun Tahap II.
Aspek-aspek reformasi dapat ditinjau dari bidang-bidang pendidikan dan
penulis khususnya pada pendidikan sains di Sekolah Dasar.
Tabel 1. Pembaharuan Pendidikan Sains di Pendidikan Dasar (SD dan SMP)
Pendidikan Sains Pendidikan Sains
Aspek
No Aspek Sebelum Sebelum
Pembaharuan
1974/1975 1974/1975
1. Kurikulum Sains 1. Orientasi 1. Berorientasi 1. Berorientasi
kurikulum materi (subject tujuan (output
matter oriented oriented
curriculum) curriculum)
2. Organisasi materi 2. Terpecah 2. Terintegrasi
sains menjadi menjadi IPA
a. Ilmu Alam atau Sains
b. Ilmu Hayat
c. Ilmu Kesehatan
3. Sistematika 3. Konsep dasar 3. Konsep dasar
adalah adalah struktur
atm, ikatan
kimia, dan tabel
periodik.
2. Peserta didik 1. Tujuan 1. Peserta didik 1. Peserta didik
pembelajaran menguasai menguasai
semua tujuan yaitu
materi/konsep konsep sains
sains esensial
3. Pendidik dan 1. Pendekatan 1. Persiapan 1. Persiapan
perbuatan pembelajaran pembelajaran pembelajaran
mendidik/menga disusun menggunakan
jar sederhana, system PPSI,
orientasi orientasi
penguasaan penguasaan TIU
sains dan TIK
4. Lingkungan 1. Sarana/prasarana 1. Laboratorium, 1. Semua SMA
pendidikan pendidikan alat dan bahan Negeri
laboratorium mendapat
sangat kurang dropping
laboratorium
alat dan bahan
laboratorium
5. Sistem penilaian 1. Penilaian hasil 1. Bertujuan 1. Bertujuan
hasil belajar belajar menguasai menguasai TIU
materi sains dan TIK
2. Menerapkan
sistem belajar
tuntas (mastery
learning)

Dalam bidang pendidikan sains, reformasi dapat ditinjau dari bidang (1)
kurikulum, (2) peserta didik dan perbuatan belajar, (3) pendidik dan perbuatan
mendidik/mengajar, (4) lingkungan pendidikan, dan (5) sistem penilaian atau
sistem asesmen. Aspek-aspek pembaharuan pendidikan sains tahun 1974/1975
antara lain berupa aspek-aspek sebagaimana terdapat pada Tabel 1.
Beberapa bidang yang mengalami reformasi di pendidikan tinggi antara
lain:
a. Mulai dipakainya Sistem Kredit Semester (SKS).
b. Ditiadakannya jenjang Sarjana Muda dan Sarjana dan diganti dengan jenjang
Sarjana (S1) dan Sarjana Utama (S2).
c. Beban studi Sarjana 140-150 sks (satuan kredit semester) yang ditempuh
dalam 4 s.d. 7 tahun.
2.3. Pembaharuan Pendidikan Sains Tahun 1984
Aspek pembaharuan pendidikan di tahun 1984 tidak terlalu banyak,
pembaharuan dilakukan terutama pada sistem penyampaian. Sistem penyampaian
pendidikan sains yang semula bersifat deduktif diubah menjadi bersifat induktif
atau inkuiri terbatas, dengan menerapkan apa yang disebut Pendekatan
Keterampilan Proses atau PKP. Pendekatan ini sebenarnya merupakan realisasi
dari pendekatan inkuiri (inquiry) yang di negara-negara barat sudah digunakan
sejak tahun 1960 dalam pendidikan, termasuk pendidikan sains.
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri.Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan.
Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam
pembekajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran,
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.
Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses
berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Tujuan pembelajaran sains mengalami kemajuan yang berarti, tujuan
pembelajaran yang semula berupa penguasaan konsep-konsep sains esesnsial
diubah menjadi penguasaan konsep-konsep sains esensial melalui proses atau
kerja ilmiah sains untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karenanya, ada dua jenis
tujuan, yaitu tujuan penguasaan konsep esensial sains dan penguasaan proses
sainsnya untuk menguasai konsep tersebut. Berikut contoh sederhana, bagaimana
guru menyatakan tujuan pembelajaran dalam persiapan mengajar:
Contoh: Tujuan Instruksional Khusus (1974)
Setelah mempelajari pokok bahasan kemagnetan, peserta didik dapat
menyebutkan sifat-sifat magnet
Contoh: Tujuan Instruksional Khusus (1984)
Setelah mempelajari pokok bahasan kemagnetan

2.4. Pembaharuan Pendidikan Sains Tahun 2004 dan 2006


Reformasi ketatanegaraan tahun 1998, mengubah semua sendi kehidupan
masyarakat Indonesia. Pemerintahan yang semula bersifat sentralistik diubah
menjadi pemerintahan yang bersifat desentralistik melalui undang-undang
otonomi daerah. Hal tersebut juga berdampak luas pada bidang pendidikan.
Manajemen pendidikan yang semula bersifat sentralistik, dengan dikeluarkannya
UU No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dan peraturan pemerintah No. 19 Tahun
2005 tentang standar nasional pendidikan, berubah menjadi desentralistik. Kantor
Perwakilan Pendidikan ditiadakan dan sekolah berada di bawah Bupati/Wali Kota,
Depdiknas mengurusi segi akademik sedang lainnya menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah tersebut, Kurikulum 2004 yang
disebut “Kurikulum Berbasis Kompetensi” tidak jadi dikeluarkan dan diganti
dengan Standar Nasional Pendidikan. Di tingkat satuan pendidikan saat ini
diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang merupakan
jabaran standar isi, bersifat operasional dan tentu saja merupakan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Berbagai pedoman teknis dikeluarkan oleh Kemendiknas
atau Badan Standar Nasional Pendidikan, agar KTSP dapat dilaksanakan di
sekolah-sekolah.
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat berbagai pola
pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan
mutu hasil belajar. Agar mutu hasil belajar dapat ditingkatkan maka di dalam
pengelolaan kurikulum berbasis sekolah diperlukan adanya pembentukan jaringan
kurikulum (school board/cirriculum council) atau tim perekayasa kurikulum,
pengembangan perangkat kurikulum (silabus), pembinaan dan pengembangan
profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang wajib dilakukan oleh sekolah di seluruh Indonesia. Kompetensi
yang dimaksud disini adalah kompetensi belajar. Kompetensi belajar didefinisikan
dengan berbagai istilah:
1) Pendidikan dasar dan menengah mendefinisikan kompetensi belajar sebagai
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak;
2) Pendidikan tinggi mendefinisikan kompetensi belajar sebagai pengetahuan,
keterampilan dan sikap atau wawasan, serta penerapannya untuk memenuhi
baku mutu sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan.
KBK dapat didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai peserta didik, penilaian,
kegitan belajar mengajar (KBM), dan pemberdayaan sumber daya pendidikan
dalam pengembangan kurikulum sekolah. Pada dasarnya KBK berorientasi pada
dua hal penting yaitu 1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri
peserta didik melalui serangkaian pembelajaran yang bermura pada pengalaman
belajar yang bermakna, dan 2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai
dengan kebutuhannya.
Kompetensi pembelajaran adalah suatu bentuk tujuan pembelajaran, namun
komponennya lebih banyak dari tujuan pembelajaran di kurikulum 1975 dan
kurikulum 1984. Kompetensi pembelajaran dalam Standar Pembelajaran Nasional
untuk mata pelajaran sains adalah tujuan pembelajaran yang meliputi penguasaan
(1) konsep sains, (2) proses ilmiah, (3) sikap dan nilai ilmiah sains, (4) aplikasi
sains dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel 2. Kecenderungan Pembelajaran Sains Masa Depan
N MasalahPembelajaranSai AlternatifPemecahanMas
Aspek
No ns alah
1. KurikulumSains 1. Materisains,cenderungbe 1. Materisainsdipilih yang
SD/SMP rtambahbanyak,dalamwa esensial yang
ktu 10- mendukungkompetensip
15tahunpertambahanters embelajaran;
ebutmencapai 2-3 kali 2. Tersediabukutekspelajar
lebihbanyak an,
tercetakatauelektronik
2. Pesertadidikdanp 1. Pengaruhlingkunganmen 1. Pengaturanwaktubelajar
erbuatanbelajar jadikanpesertadidikbelaj yang ketat
arkurangefisiendanefekti 2. Pesertadidikdibericarabel
f ajarberdasarteori
2. Pesertadidikbelajarsainst
anpadiberiteoribelajar
3. Pendidikdanperb 1. Materisainsbertambahba 1. Memilihmetodedan
uatanmendidik/m nyak,waktupembelajaran media pembelajaran
engajar terbatas yang tepat
2. Pembelajaranberpusatpa 2. Pembelajaranberpusatpa
da guru dapesertadidik
3. Penggunaanmetodepemb 3. Pemnggunaanmetode
elajaran yang yang aktif, informative,
kurangtepat kreatif, efektif,
menyenangkan
4. Lingkunganpendi 1. Pendekataninquirybelum 1. Sekolahwajibmemilikila
dikan banyakdilakukan boratoriumsebagaitempat
2. Masihbanyakpembelajar belajarsains
ansainsdilakukansecarad 2. Gunakanpendekatanpem
eduktif belajaraninduktif
5. Sistempenilaian 1. Belumbanyakdigunakan 1. Gunakanteknikpenilanbe
peniaiansesungguhnya rvariasi,termasukpenilaia
yang nsesungguhnya
mendasarkanteoriintelige (authentic assessment)
nsiganda

2. Kecenderungan Pendidikan Sains


Perkembangan pendidikan sains di Indonesia dari sebelum tahun 1974
pendidikan sains di indonesia beorientasi pada materi. Pada tahun 1974, karena
pengaruh reformasi pendidikan di amerika, sistem pendidikan sains berubah
menjadi berorientasi tujuan. Pada tahun 1984, Sistem pendidikan tidak hanya
beorientasi pada tujuan tetapi juga menekankan pada pendekatan ketrampilan
proses (PKP) yang sebenarnya realisasi dari pendekatan inkuiri. Pada tahun 2004
dan 2006 Dengan adanya reformasi ketatanegaraan, merubah sistem pemerintahan
dari sentralistik menjadi desentralistik, sehingga kurikulum yang bersifat
sentralistik berupa kurikulum berbasis kompetensi yang telah disiapkan secara
otomatis berubah menjadi kurikulum yang bersifat desentralistik berupa KTSP.
KBK dan KTSP berorientasi pada kompetensi yang harus dicapai peserta didik.
Pembaharuan yang terjadi tidak lepas dari kemajuan ilmu dan teknologi saat
ini dan saat yang akan datang, sangat mempengaruhi pembelajaran sains masa
kini dan masa datang. Di satu sisi jumlah materi sains bertambah sangat pesat,
sehingga guru harus pandai-pandai memilih materi ajar sains yang esensial yaitu
materi yang mendukung kompetensi pembelajaran. Di sisi lain adanya hasil
teknologi dan informasi dapat mempercepat proses pembelajaran di kelas. Atas
dasar hal tersebut, pendidikan sains masa depan cenderung mengalami perubahan.
Perubahan tersebut antara lain sebagaimana pada table 2.

A. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
a. Pembaharuan pendidikan sains di indonesia terjadi pada tahun 1974,
tahun 1984, sampai 2004/2006 yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain kemajuan ilmu dan teknologi, sistem pemerintahan,
kebutuhan masyarakat, dan kemajuan dunia pendidikan secara global.
b. Alokasi waktu pembelajaran sains yang terbatas mengharuskan guru
dapat mengajar secara efisien dan efektif dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat.
c. Kecenderungan pendidikan sains di masa depan adalah jumlah materi
sains yang bertambah banyak dan kemajuan iptek di bidang pendidikan
yang sangat pesat.
2. Saran
a. Perlu adanya lembaga yang berfungsi membina dan mengembangkan
konsep-konsep baru pendidikan sains, dalam bentuk science education
center.
b. Guru Sains dan Dan Dosen Pendidikan Sains perlu selalu mengadakan
tukar informasi mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
kemajuan pendidikan sains melalui berbagai forum komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2003). Undang-undang Pendidikan RI No. 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdikbud.

-------------. (2005). Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.

Sukardjo. (2010). Buku Pegangan Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Sains.


Yogyakarta: FMIPA UNY

-------------. (2011). Makalah disampaikan pada Kuliah Umum untuk Mahasiswa


Pendidikan Kimia FKIP UNPATTI Ambon tanggal 27 Nopember 2011.

Vossen, H. (1986). Kompedium Didaktik Sains. Bandung: Remaja Karya CV.

Rudiyanto, R. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kbk)Berpendekatan


Kontekstual Dan Kecakapan Hidup. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI.

Anda mungkin juga menyukai