DI INDONESIA
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SAINS DI INDONESIA
A. Pendahuluan
Sains dan ilmu pendidikan memiliki aspek kajian atau aspek ontologis yang
berbeda. Sainsmencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta
persoalannya. Ruang lingkup sains yaitu makhluk hidup, energi dan
perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya. Sains
memegang peranan penting dalam kehidupan karena kehidupan sangat tergantung
pada aplikasi sains yaitu terknologi.
Pendidikan sains merupakan ilmu interdisiplin dari ilmu pendidikan dan
sains, oleh karena dapat dipandang sebagai bidang ilmu dari cabang ilmu
pendidikan dan/atau dari cabang sains. Ilmu pendidikan sains pada hakikatnya
merupakan penerapan teori ilmu pendidikan dalam konteks sains untuk tujuan
pembelajaran sains.
Sebagaimana bidang ilmu lain, Ilmu Pendidikan Sains memiliki aspek
ontologi (objek atau bahan kajian) atau aspek teoretik, aksiologi (kegunaan) atau
aspek praksis, dan epistemologi (cara memperoleh) atau aspek penelitian. Objek
atau bahan kajian pendidikan sains, meliputi 5 (lima) aspek atau disiplin:
a. Kurikulum, yang meliputi teori tentang pengembangan kurikulum sains,
organisasi kurikulum sains, isi kurikulum sains, dan model-model
pengembangan kurikulum sains.
b. Peserta didik dan perbuatan belajar, yang meliputi teori tentang
karakteristik peserta didik, jenis-jenis dan cara belajar sains, hirarkhi proses
belajar sains, dan kondisi-kondisi belajar sains
c. Pendidik dan perbutan mendidik, yang meliputi teori tentang karakteristik
pendidik sains, karakteristik perbuatan mendidik atau mengajar sains, model-
model mendidik atau mengajar sains, metode atau teknik mendidik atau
mengajar sains, dan sistem pengelolaan kelas.
d. Lingkungan Pendidikan, yang meliputi teori tentang pranata pendidikan
sains, perencanaan dan pengelolaan pendidikan sains, bimbingan dan
penyuluhan atau bimbingan karir, dan sarana atau media pendidikan sains.
e. Penilaian, yang meliputi teori tentang model-model penilaian hasil belajar
sains, teknik penilaian hasil belajar sains, dan instrumen penilaian hasil
belajar sains.
Pendidikan sains atau sains itu sendiri memiliki peran penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam menghasilkan peserta didik
yang berkualitas yang mempunyai pemikiran kritis dan ilmiah dalam
menanggapi isu di masyarakat. Perkembangan sains ini dapat menyesuaikan
dengan era teknologi informasi yang saat ini tengah hangat di bicarakan dalam
dunia pendidikan.
Menyadari hal ini maka pendidikan sains cukup mendapat perhatian,
sehingga dilakukan suatu usaha yang di sebut pembaharuan. Pembaharuan
sendiri merupakan proses pergeseran sikap, cara berpikir dan bertindak sesuai
dengan tuntunan zaman. Dengan demikian pembaharuan pendidikan sains
merupakan upaya untuk mengubah sistem menjadi lebih baik/modern dan akan
terus berjalan dinamis.
Kurikulum yang merupakan salah satu bahan kajian pendidikan sains
bersifat dinamis, yaitu selalu mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat kecerdasan
peserta didik, kultur, sistem nilai, serta kebutuhan masyarakat. Kurikulum harus
selalu dimonitoring dan dievaluasi untuk perbaikan dan penyempurnaan (Arifin
2011:2).
Oleh karena alasan di atas, sebagai mahasiswa pendidikan sains, kami
merasa perlu menyusun makalah ini untuk mengetahui gambaran
perkembangan pendidikan sains untuk di kemudian hari dijadikan sebagai
acuan dalam merancang pendidikan sains masa depan yang diharapkan lebih
baik.
Dalam bidang pendidikan sains, reformasi dapat ditinjau dari bidang (1)
kurikulum, (2) peserta didik dan perbuatan belajar, (3) pendidik dan perbuatan
mendidik/mengajar, (4) lingkungan pendidikan, dan (5) sistem penilaian atau
sistem asesmen. Aspek-aspek pembaharuan pendidikan sains tahun 1974/1975
antara lain berupa aspek-aspek sebagaimana terdapat pada Tabel 1.
Beberapa bidang yang mengalami reformasi di pendidikan tinggi antara
lain:
a. Mulai dipakainya Sistem Kredit Semester (SKS).
b. Ditiadakannya jenjang Sarjana Muda dan Sarjana dan diganti dengan jenjang
Sarjana (S1) dan Sarjana Utama (S2).
c. Beban studi Sarjana 140-150 sks (satuan kredit semester) yang ditempuh
dalam 4 s.d. 7 tahun.
2.3. Pembaharuan Pendidikan Sains Tahun 1984
Aspek pembaharuan pendidikan di tahun 1984 tidak terlalu banyak,
pembaharuan dilakukan terutama pada sistem penyampaian. Sistem penyampaian
pendidikan sains yang semula bersifat deduktif diubah menjadi bersifat induktif
atau inkuiri terbatas, dengan menerapkan apa yang disebut Pendekatan
Keterampilan Proses atau PKP. Pendekatan ini sebenarnya merupakan realisasi
dari pendekatan inkuiri (inquiry) yang di negara-negara barat sudah digunakan
sejak tahun 1960 dalam pendidikan, termasuk pendidikan sains.
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri.Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan.
Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam
pembekajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran,
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.
Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses
berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Tujuan pembelajaran sains mengalami kemajuan yang berarti, tujuan
pembelajaran yang semula berupa penguasaan konsep-konsep sains esesnsial
diubah menjadi penguasaan konsep-konsep sains esensial melalui proses atau
kerja ilmiah sains untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karenanya, ada dua jenis
tujuan, yaitu tujuan penguasaan konsep esensial sains dan penguasaan proses
sainsnya untuk menguasai konsep tersebut. Berikut contoh sederhana, bagaimana
guru menyatakan tujuan pembelajaran dalam persiapan mengajar:
Contoh: Tujuan Instruksional Khusus (1974)
Setelah mempelajari pokok bahasan kemagnetan, peserta didik dapat
menyebutkan sifat-sifat magnet
Contoh: Tujuan Instruksional Khusus (1984)
Setelah mempelajari pokok bahasan kemagnetan