Anda di halaman 1dari 1

Benedicta Krissanty Paramastuti

19/441413/EK/22431

Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia

 LAKIP belum tentu mencerminkan keadaan sebenarnya


 Ada kesulitan untuk mendefinisikan dan mengukur indikator LAKIP
 Latar belakang SPK adalah Goverment Perfomance & Results Act yang diinisiasi oleh
Pemerintah Amerika Serikat tahun 1993
 Hal tersebut diikuti negara lain
 SPK di Indonesia dimulai melalui penerbitan Instruksi Presiden no 7 tahun 1999
 Banyak pemda yang belum memperoleh nilai baik
 Sebagian besar instansi pemerintah yang menerapkan PMS didasari tekanan eksternal &
koersif sehingga menyebabkan ketaatan palsu
 LAKIP digunakan untuk perencanaan tahun depan
 Kebijakan fiskal adalah instrumen pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil &
makmur
 APBN memiliki fungsi Alokasi, Distribusi, & Stabilisasi
 Tantangan APBN adalah ketidakpastian perekonomian Global, belanja yang lebih berkualitas,
memperluas runga fiskal, & pembiayaan Anggaran yang produktif dan inovatif
 Proses APBN adalah teknokratis, politik, & administratif
 Fiscal Rule: defisit anggaran maksimal 3%, outstanding ulang 60% dari PDB
 Terbitnya UU Keuangan negara mengubah belanja pemerintah menjadi lebih terintegrasi &
fokus pada kinerja
 Persentase alokasi APBN sudah ditentukan
 Diperlukan reformasi APBN (belanja konsumtif menjadi belanja produktif)
 Defisit anggaran & keseimbangan primer telah menurun tajam
 Dengan perkembangan ekonomi yang terjaga sehat, kesejahteraan masyarakat secara
umum terus membaik
 APBN harus dikelola dengan baik, transparan, akuntabel, efektif, & efisien; sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat
 Tujuan pengukuran kinerja pengelolaan anggaran adalah kelancaran pelaksanaan anggaran,
mendukung manajemen kas, & meningkatkan kualitas laporan keuangan
 Model anggaran yang digunakan adalah Value for Money
 Pengelolaan keuangan Satker adalah KPA, PPK, PPSPM, & BP
 Konsep Activity-Based Costing adalah Refining Costing System
 Activity-Based Costing dalam struktur anggaran pemerintah adalah Output, activity, & input
 Belanja perlu dikendalikan karena sumber daya terbatas
 Perlu dilakukan standarisasi Satker vertikal
 Perbedaan unit cost disebabkan oleh non value added activity & inefisiensi penggunaan
sumber daya
 Kendala konsep Activity-Based Costing adalah masih diperlukan penajaman definisi output,
distribusi cost tidak sesuai, fokus alokasi anggaran tidak sesuai
 Konsep Activity-Based Costing belum dapat sepenuhnya diimplementasikan di Kementrian
Keuangan sehingga diperlukan penyesuaian (modified ABC)

Anda mungkin juga menyukai