Anda di halaman 1dari 2

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili solanacae (suku terong-terongan) yang dikenal sejak dulu

sebagai bumbu masakan. Awalnya tanaman cabai merupakan tanaman liar, beberapa referensi
menyebutkan bahwa tanaman cabai merupakan tanaman asli dari dataran Amerika Selatan. Chile Pequ-
in diyakini sebagai nenek moyang cabai. Jenis cabai ini banyak tumbuh liar di Amerika Selatan dan
Amerika Tengah. Sebutan lain untuk cabai ini adalah "pequin pepper" atau "bird pepper" karena proses
penyebaran bijinya dibantu oleh burung.

Bukti-bukti arkeologi berupa biji-biji cabai liar yang ditemukan di tapak galian sejarah di Peru dan Goa
Ocampo, Tehuacan, Meksiko, telah teridentifikasi sebagai Capsicum annum (cabai merah) dan
diperkirakan telah berumur lebih dari 5.000 tahun SM. Sementara itu, cabai populer bagi kaum Aztek di
Amerika Tengah sejak 7.500 tahun SM. Pada saat itu cabai tua dimanfaatkan sebagai sajian istimewa
pada perjamuan bagi kepala suku. Bagi orang-orang Indian, cabai merupakan jenis tanaman yang sangat
dihargai dan menempati urutan kedua setelah jagung dan ubi kayu. Selain itu cabai juga memiliki peran
penting dalam upacara keagamaan dan kultur budaya orang-orang Indian.

Menginjak tahun 5.200-3.400 SM, masyarakat Indian Aztek mulai membudidayakan cabai yang dalam
bahasa lokal disebut "Cheeyee" yang dikembangkan dengan metode cangkok atau stek. Dari budidaya
tersebut, penyebaran cabai kemudian ter- pusat di Amerika hingga Christoper Colombus sampai ke
benua Amerika pada tahun 1490 dan membawa biji-bijinya dalam pela- yaran kembali ke Spanyol.

Penyebaran Cabai

Ekspedisi Christoper Colombus pada tahun 1490 berperan besar dalam penyebaran cabai hingga ke
seluruh dunia. Ia mendarat di daerah Guanahani yang sekarang disebut Salvador dan didapati penduduk
asli memanfaatkan cabai sebagai bumbu masakan. Ia kemudian membawa benih-benih cabai ke
negaranya untuk kemudian dikembangbiakkan.

Sejak kedatangan bangsa Eropa, tanaman cabai kemudian sema- kin menyebar hingga Mesoamerica
(Meksiko, Nikaragua, Gua- temala, Honduras, Elsavador, dan Belize) serta Karibia. Tanaman cabai yang
dibudidayakan di Mesoamerica diyakini merupakan nenek moyang dari cabai yang kita kenal saat ini.
Varietas kedu- anya adalah cabai rawit (Capsicum Frutescens). Tanaman terse- but kemudian dibawa
dan diperkenalkan di Spanyol pada tahun 1493 (Nathan Nunn dan Nancy Qian, The Columbian
Exchange: A History of Disease, Food and Ideas). Sejak saat itu kemudian cabai tersebar hingga ke
masyarakat luas, dan dalam waktu sing- kat wilayah Eropa Tenggara yang terbentang dari Spanyol
hingga Portugis mulai akrab dengan cabai. Kedua negara tersebut lah yang berperan menyebarkan cabai
ke negara-negara yang di- singgahinya dalam ekspedisi perdagangan rempah seperti India, Tiongkok,
Korea, Jepang, Filipina hingga Indonesia.

Tanaman cabai mulai memasuki wilayah Nusantara sekitar abad ke 15 - 16 ketika bangsa Portugis
menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Pada tahun 1512 dan 1521, Tugis
melakukan perundingan dengan penguasa kerajaan Sunda. Kemudian Portugis dan kerajaan Sunda
menyepakati perjanjian dagang, dengan mempersembahkan hak kepada Portugis untuk membangun
benteng di Sunda Kelapa. Pada tahun berikutnya, Portugis mengirimkan kapal yang berisi barang-
barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda dan salah satu dari barang-barang tersebut
merupakan bibit cabai.

Pada tahun 1527, Portugis berhasil diusir oleh kerajaan Demak. Kemudian Portugis mengalihkan tujuan
ke wilayah Indonesia ba- gian timur, tepatnya di Maluku. Wilayah tersebut cabai mulai dikembangkan.
Kemudian, setelah VOC dibubarkan, maka dite- rapkan sistem tanam paksa di Nusantara. Semua jenis
tanaman rempah-rempah sebagai komoditas yang menguntungkan yang ditanam pada lahan penduduk,
dan tanaman cabai merupakan salah satu tanaman yang termasuk di dalamnya. Pada saat itu cabai
merupakan salah satu hasil perkebunan yang dige- mari oleh bangsa Eropa. Hal tersebut dibuktikan
dengan adanya pengiriman besar-besaran pada tahun 1918, terdapat ribuan kilogram cabai yang dikirim
dari pelabuhan Jakarta, Cirebon, Semarang dan Surabaya menuju pulau Sumatera dan Kalimantan.

Sekitar abad ke-19 dan 20, masyarakat Jawa sudah menngguna- kan cabai sebagai bumbu masakan dan
obat. Sebutan "godhong sabrang" oleh masyarakat Jawa terhadap daun cabai, merupakan salah satu
bukti bahwa tanaman cabai memang bukan berasal dari Nusantara.

Cabai Keriting

Capsicum annum L merupakan jenis tanaman cabai yang paling umum dibudidayakan di Indonesia, hal
ini dikarenakan komoditas memiliki nilai ekonomi yang paling penting dalam bidang pertanian.
Capsicum annum L dikelompokkan atas var. longum, var. singkatan, var. grossum dan var, minumum.
Berdasarkan ilmu botani, cabai keriting termasuk dalam golong- an buah. Namun atas dasar kebiasaan
dan kesepakatan umum, komoditas ini kemudian dijadikan sebagai golongan sayuran ka- rena cabai
umum dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai bumbu masakan. Cabai keriting merupakan
tanaman semusim (tahunan), tergolong dalam kategori tumbuhan perdu berkayu dan tumbuh di daer "h
beriklim tropis. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembangbiak di dataran tinggi atau dataran rendah.
Berikut adalah ciri-ciri tanaman cabai keriting secara umum:

Anda mungkin juga menyukai