Anda di halaman 1dari 36

1.

BAB I

MENGENAL SISTEM KELISTRIKAN

1.1. Pengantar.
1.2. Darimana Datangnya Listrik?.

Secara sederhana listrik yang ada dan disalurkan kerumah pelanggan di Indonesia
harus melalui empat tahap. Gambar 1.1 menunjukkan seluruh bagian dari sistem
tenaga listrik mulai pembangkit sampai dengan pemanfaat tenga listrik.

Gambar 1.1 Lingkup Sistem Tenaga Listrik.


1.3. Pembangkit:

Pusat pembangkit berfungsi untuk mengkonversinya sumber daya energi primer


menjadi energy listrik. Tahap ini dimana energi listrik diproduksi.
Secara umum pembangkit tenaga listrik dikelompokkan menjadi dua bagian besar
yaitu pembangkit listrik thermis dan pembangkit listrik non thermis.
Pembangkit listrik thermis mengubah energi panas menjadi energi listrik. Panas dapat
dihasilkan oleh panas bumi, minyak, gas dan yang lainnya. Pembangkit thermis yang
dihasilkan dari panas bumi mempunyai penggerak mula panas bumi biasanya disebut
pembangkit panas bumi. Sedangkan pembangkit non thermis berarti energy diperoleh
dari sumber alam tanpa proses pemanasan. Sama dengan pada pembangkit thermis
jenis sumber energinya menentukan nama/jenis pembangkit tenaga listrik tersebut,
misalnya apabila sumber energinya berupa ketinggian (potensial energi) air maka
jenis pembangkit tenaga non thermis tersebut menjadi pembangkit tenaga air (PLTA),
dan lain sebagainya.
Jenis pembangkit adalah :
1.3.1. Pembangkit Listrik Thermis :
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ; Batu bara, gas alam dan minyak.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU).
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
1.3.2. Pembangkit Listrik Non Thermis :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
b. Pembangkit Listrik Tenaga Angin.(PLTAngin).
c. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
1.4. Peralatan Utama Pembangkit

Peralatan utama dalam pembangkitan adalah turbin, generator, transformator dan


switch yard.
1.4.1. Turbin (turbine).
Turbin adalah suatu mesin rotari yang berfungsi untuk mengubah energi dari aliran
fluida (kinetis) menjadi energi gerak mekanis yang bermanfaat.
Mesin turbin yang paling sederhana terdiri dari sebuah bagian yang berputar disebut
rotor, yang terdiri atas sebuah poros/shaftdengan sudu-sudu ataubladeyang terpasang
disekelilingnya. Rotor tersebut berputar akibat dari tumbukan aliran fluida atau
berputar sebagai reaksi dari aliran fluida tersebut. Oleh karena itulah turbin terbagi
atas 2 jenis, yaitu turbin impuls dan turbin reaksi. Rotor pada turbin impuls berputar
akibat tumbukan fluida bertekanan yang diarahkan oleh nozzle kepada rotor tersebut,
sedangkan rotor turbin reaksi berputar akibat dari tekanan fluida itu sendiri yang keluar
dari ujung sudu melalui nozzle.
Tabel 1.1 Contoh Spsesifikasi Tubin Uap
Tipe :Tandem Compound Double Exhaust
Kapasitas : 400 MW
Tekanan uap masuk : 169 kg/cm2
Temperatur uap masuk : 538o C
Tekanan uap keluar : 56 mmHg
Kecepatan putar : 3000 rpm
Jumlah tingkat : 3 tingkat
Turbin tekanan tinggi : 12 sudu
Turbin tekanan menengah : 10 sudu
Turbin tekanan rendah 1 : 2 * 8 sudu
Turbin tekanan rendah 2 : 2 * 8 sudu

1.4.2. Generator.
Generator adalah alat yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.
Berdasarkan prinsip Faraday yaitu jika sebuah magnit diputar dalam suatu kumparan
atau sebaliknya, maka akan terjadi perubahan fluksi gaya magnit (perubahan arah
medan magnit) dalam kumparan menembus tegak lurus terhadap kumparan, sehingga
menimbulkan beda potensial antara ujung-ujung kumparan yang berarti timbulnya
listrik. Prinsip Faraday ini adalah adanya perubahan fluksi magnetik, yang dapat
diperoleh dengan memutar magnet (dengan menggunakan turbin) yang terletak di
dalam kumparan. Hal sebaliknya juga dapat dilakukan.

Gambar 1.2 Generator Pembangkit


Pembangkit Tenaga Air memanfaatkan ketinggian air (energi potensial air) atau aliran
air (energi kinetis) untuk menggerakkan turbin air, sedangkan pembangkit jenis
lainnya memanfaatkan teknologi tekanan uap air untuk menggerakkan turbin sesuai
jenisnya. Energi mekanis turbin ini kemudian diubah menjadi energi listrik dengan alat
generator.
Gambar 1.3 memberikan ilustrasi perbedaan generator satu dan tiga fasa yag
menunjukkan tiga kumparan jang yang membagi sama ruang dengan sudut 1200
menimbulkan tegangan dengan beda sudut fassa 1200 terhadap lainnya. Berikut adalah
animasi sebuah generator.
alternator.gif

Gambar 1.3. Gelombang Tegangan Keluaran Generator

Gambar 1.4. Ilustrasi Prinsip Kerja Generator.


Generator satu fasa mempunyai dua kabel penghubung yang mencatu energi ke beban.
Ini adalah arus abb yang mengalir pada keduanya dalam hubungan positif dan negatif
(diatas atau dibawah) dari titik referansi o volt. Generator tiga fasa mempunyai tiga
buah belitan jangkar terpisah sehinggan terdapat enam buah kabel penghubung yang
mencatu energi ke beban.
Tabel 1.2. Contoh Spesifikasi Generator
Pabrik pembuat :Mitsubishi Heavy Industries, Jepang
Kecepatan putaran : 3000 rpm
Jumlah fasa :3
Frekuensi : 50 Hz
Tegangan : 23 kV
KVA keluaran : 471 MVA
KW : 400.350 kW
Arus : 11.823 A
Faktor daya : 0,85
Media pendingin : Gas Hidrogen
Tekanan gas : 4 kg/cm2
Volume gas : 80 cm3
Tegangan penguat medan : 500 V

1.4.3. Transformator.
Transformator atau transformer atau trafo adalah komponen elektromagnet yang dapat
mengubah nilai suatu tegangan AC ke nilai tegangan yang lain Transformator bekerja
berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Tegangan masukan bolak-balik primer
menimbulkan fluks magnet yang idealnya semua bersambung dengan lilitan sekunder.
Fluks bolak-balik ini menginduksikan GGL dalam lilitan sekunder.
Jenis – Jenis Transformator:
- Step-up Transformator step-up adalah transformator yang memiliki lilitan
sekunder lebih banyak daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai
penaik tegangan. Transformator ini biasa ditemui pada pembangkit tenaga
listrik sebagai penaik tegangan yang dihasilkan generator menjadi tegangan
tinggi yang digunakan dalam transmisi jarak jauh.
- Step-down Transformator step-down memiliki lilitan sekunder lebih sedikit
daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai penurun tegangan.
Transformator jenis ini sangat mudah ditemui, terutama dalam adaptor AC-
DC.
Trafo yang ada pada pembangkit selalu digunakan untuk menaikkan tegangan keluaran
generator. Misal di pembangkit tenaga panas bumi (PLTP) kamojang, tegangan
keluaran generator adalah 11.800 V dan oleh trafo pembangkitnya dinaikkan
tegangannya ke 150 KV. PLTU Muara Karang mepunyai generator dengan tegangan
keluaran sebesar 23 KV, kemudian dengan menggunakan trafo dinaikkan menjadi 500
KV yang juga terhubung pada jaringan Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET).

Gambar 1.5-Trafo Utama Pembangkit 11,8-150 KV, 70 MVA


1.4.4. Switch yard
Switch yard adalah perangkat yang berfungsi sebagai pemutus dan penghubung aliran
listrik yang akan di distribusikan melalui systeminter koneksi Jawa - Bali .
1.5. Transmisi

Energi dari pembangkit kemudian disalurkan melalui Jaringan Transmisi. Berdasarkan


sistem transmisi dan tegangannya terdiri:
1.5.1. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200kV-500kV
Pada umumnya saluran transmisi di Indonesia digunakan pada pembangkit dengan
tegangan 500 kV. Tujuannya adalah agar:
- Transfer daya maksimal
- Rugi-rugi daya dan tegangan jatuh berkurang.
- Ukuran konduktor kecil sehingga jauh lebih ringan.
Akan tetapi terdapat permasalahan mendasar dalam pembangunan SUTET ialah
konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi, memerlukan tanah yang luas,
memerlukan isolator yang banyak, sehingga memerlukan biaya besar. Masalah lain
yang timbul dalam pembangunan SUTET adalah masalah sosial, yang akhirnya
berdampak pada masalah pembiayaan.
Gambar 1.5 Tower SUTET
1.5.2. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30kV-150kV
Pada saluran transmisi ini memiliki tegangan operasi antara 30kV sampai
150kV. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau doble sirkuit, dimana 1 sirkuit
terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar
netralnya diganti oleh tanah sebagai saluran kembali. Apabila kapasitas daya yang
disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau
empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas konduktor disebut Bundle
Conductor.

Gambar 1.6 Saluran Udara Tegangan Tinggi


1.5.3. Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 30kV-150kV
Saluran kabel bawah tanah (underground cable), saluran transmisi yang menyalurkan
energi listrik melalui kabel yang dipendam didalam tanah. Kategori saluran seperti ini
adalah favorit untuk pemasangan didalam kota, karena berada didalam tanah maka
tidak mengganggu keindahan kota dan juga tidak mudah terjadi gangguan akibat
kondisi cuaca atau kondisi alam. Namun tetap memiliki kekurangan, antara lain mahal
dalam instalasi dan investasi serta sulitnya menentukan titik gangguan dan
perbaikkannya.
Saluran transmisi ini menggunakan kabel bawah tanah, dengan alasan beberapa
pertimbangan:
a. Ditengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena
sangat sulit mendapatkan tanah untuk tapak tower.
b. Ruang Bebas sangat sulit diperoleh karena padat bangunan dan banyak
gedung-gedung tinggi.
c. Pertimbangan keamanan dan estetika.
Transmisi. Panjang Transmisi 500 kV sistem tenaga listrik Jawa Bali Tahun 2010
bertambah menjadi 5.052 kms. Transmisi 150 kV menjadi 12.370 kms, sedangkan
Transmisi 70 kV menjadi 3.608 kms.
Transmisi dapat menyalurkan tenaga listrik dari GI Pembangkitan ke GI Tegangan
Tinggi dan dari GI Tegangan Tinggi ke GI Distribusi.
1.6. Saluran Distribusi

Saluran Distribusi adalah sistem penyaluran tenaga listrik yang beroperasi pada
tegangan Tegangan Menengah (TM) dan Tegangan Rendah (TR).
1.6.1. Jaringan Distribusi Primer
Sistem Distribusi Primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk
distribusi ke pusat-pusat beban, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat kehandalan
yang diinginkan dan kondisi serta kondisi serta situasi lingkungan. Sistem distribusi
primer dibatasi dari sisi sekunder trafo step down TT/TM yaitu 6, 12 atau 20 KV di
gardu induk sampai ke sisi primer trafo distribusi (trafo step down TM/TR).
1.6.2. Jaringan Distribusi Sekunder
Sistem Distribusi Sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu
distribusi ke instalasi pengguna tenaga listrik. Sistem ini biasanya disebut tegangan
rendah yang langsung dihubungkan kepada konsumen/pemakai tenaga listrik. Sistem
distribusi sekunder dibatasi dari sisi sekunder trafo distribusi (trafo stepdown TM/TR)
sampai titik Sambungan Luar Pelayanan (SLP) atau konsumen. Saluran distribusi ini
menggunakan tegangan rendah yaitu 220/380 volt.
Gambar 1.7. Penyaluran Energo Listrik.

1.7. Instalasi Pelanggan

Instalasi listrik yang dipasang pelanggan untuk keperluannya dalam rangka


memanfaatkan energi listrik atau disebut instalasi listrik pemanfaatan. Instalasi listrik
ini adalah milik pelanggan dan menjadi tanggung jawab pelanggan itu sendiri.
Uraian diatas memberikan gambaran besar tegangan sitem tenaga listrik sebagai,ana
diberikan pada tabel 1.3.
Tabel 1.3 Tegangan Kerja pada Masing-Masing Bagian Sistem Ketenagalistrikan.
Bagian Tegangan Kerja
Generator Pembangkit 6-24 KV
Transmisi 70-150- 500 KV
Distribusi Primer 6-20 KV
Distribusi Sekunder 380/220 Volt
Instalasi pemanfaat 380/220 Volt
TR
18
1 (satu) Coulomb = 6,28 x 10 electron
2. BAB II.

PERSYARATAN UMUM INSTALASI LISTRIK(PUIL)

2.1. Pengantar.

Pemanfaatan teknologi selalu diikuti dengan prinsip yang mendasar, peraturan dan
standar, terlebih lagi untuk instalasi listrik yang selain banyak manfaatnya tetapi dapat
berbahaya bagi manusia, ternak dan harta benda. Prinsip dasar instalasi listrik terdiri
dari 7 (tujuh) butir yang harus diperhatikan para perencana, pemasang dan pemilik
instalasi listrik.
PUIL 2011 terbagi menjadi 9 bagian seperti diberikan pada tabel 1.
Tabel 2.1 Daftar 9( sembilan ) Bagian PUIL 2011
Bagian 1 : Pendahuluan. prinsip fundamental dan
definisi
Bagian 2: Desain instalasi listrik
Bagian 3 Assesmen Karakteristik Umum
Bagian 4 Proteksl untuk keselematan
: Bagian 4-44 . Proteksi terhadap kejut listrik
Bagian 4-42: Proteksl terhadap efek termal
: Bagian 4-43 Proteksi terhadap arus lebih
Bagian 4-44: Proteksi terhadap gangguan voltase dan
gangguan elcktrormagnetik
Bagian 5 Pemilihan dan pemasangan
perlengkapan tistrik
: Bagian 5-51 Persyaratan umum
: Bagian 5-52 Sistem perkawatan
Bagian 5-53: Isolasi. penyakelaran dan kendali
: Bagiari 5-54 Susunan pembumian. konduktor
proteksi dan konduktor ikatan proteksi
: Bagian 5-55 Perlengkapan lainnya
: Bagian 5.510 Perlengkapan listrik
: Bagian 5-511 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali
(PHBK)serta kornponennya
Bagian 6 Verifikasl
Bagian 7 Konduktor dan Pemasangannya
Bagian 8: Ketentuan untuk berbagai ruang dan
instalasi khusus
Bagian 9 Pengusahaan Instalasi Listrik

Bab ini akan mengulas tentang sebagian dari pasal-pasal PUIL yang menyangkut
pengetahuan dasar tentang instalasi listrik.
2.2. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL).

Sejak tahun 1964 PUIL yang dahulu masih singkatan dari Peraturan Umum Instalasi
Listrik diterbitkan sebagai pedoman beberapa instansi yang berkaitan dengan instalasi
Iistrik. PUIL 2000 adalah yang pertama berubah menjadi Persyaratan Umum Instalasi
Listrik (PUIL) dan juga merupakan Standar Nasional Indonesia SNI 04-0225-2000.
Tahun 2011 diterbitkan kembali PUIL 2011 dengan SNI:0225:2011 sebagai
penyempurnaan dari PUIL 2000 SNI 04-0225-2000 dan penyesuaian dengan revisi
standar internasional terutama standar IEC 60364. Sedangkan tahun 2013 Badan
Standardisasi Nasional (BSN) menerbitkan PUIL 2011 Amandemen 1 (IEC 60364-5-
52:2009, MOD).
PUIL 2011 SNI 0225:2011 beserta PUIL 2011 Amandemen 1 dengan standar nasional
SNI 0225:2011/Amd 1:2013, berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (PERMEN ESDM) Nomor 36 tahun 2014 tertanggal 24 Desember 2014
dinyatakan sebagai standar wajib. Ini berarti kedua standar tersebut sudah menjadi
regulasi di Indonesia.
2.2.1. Maksud dan Tujuan:
Maksud dan tujuan Persyaratan Umum Instalasi Listrik ini adalah untuk
terselenggaranya dengan baik instalasi listrik. Persyaratan ini lebih diutamakan pada
keselamatan manusia dan makhluk hidup lainnya terhadap bahaya sentuhan serta
kejutan arus, keamanan instalasi listrik beserta perlengkapannya dan keamanan
gedung serta isinya terhadap kebakaran akibat listrik.
Persyaratan ini berlaku untuk semua instalasi listrik yaitu instalasi penerangan,
instalasi tenaga beserta panel-panelnya, baik mengenai perencanaan, pemasangan,
pemeriksaan dan pengujian, pelayanan, pemeliharaan maupun pengawasannya.
2.2.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup PUIL 2011 dijelaskan sebagaimana berikut:
11 Ruang Lingkup

PUIL memberikan persyaratan untuk desain, pemasangan dan verifikasi instalasi


listrik. Persyaratan ini dimaksudkan untuk menetapkan keselamatan manusia, ternak
dan harta benda terhadap bahaya dan kerusakan yang dapat timbul pada pemakaian
secara wajar instalasi listrik dan untuk menetapkan fungsi yang tepat dari instalasi
tersebut.
11.1 PUIL berlaku untuk desain, pemasangan dan verifikasi instalasi listrik sebagai
berikut:
a) kompleks (premises) perumahan;
b) kompleks komersial;
c) kompleks publik;
d) kompleks industri;
e) kompleks pertanian dan perkebunan;
f) bangunan prafabrikasi;
g) karavan, lokasi karavan dan lokasi serupa;
h) lokasi pembangunan, pameran, bazar dan instalasi lain untuk keperluan temporer;
i) marina;
j) instalasi pencahayaan eksternal dan serupa namun lihat 11.3e));
k) lokasi medik;
l) unit portabel mobile) atau dapat diangkut;
m) sistem fotovoltaik;
n) set pembangkit voltase rendah.
CATATAN: “Kompleks” mencakup kawasan dan semua fasilitas termasuk bangunan
di atasnya.
11 .2 MOD PUIL mencakup:

a) sirkit yang disuplai pada voltase nominal sampai dengan 1000 V a.b. atau 1500 V
a.s. Untuk a.b., frekuensi yang diperhitungkan dalam standar ini adalah 50 Hz dan 400
Hz. Penggunaan frekuensi lain untuk keperluan khusus dimungkinkan.
b) sirkit, selain dari perkawatan internal aparatus, yang beroperasi pada voltase
melebihi 1000 V dan didapatkan dari instalasi yang mempunyai voltase tidak melebihi
1000 V a.b., misalnya lampu luah discharge lighting, presipitator elektrostatik
electrostatic precipitator);
c) sistem perkawatan dan kabel yang tidak secara spesifik dicakup oleh standar peranti;
d) semua instalasi pelanggan di luar bangunan;
e) perkawatan magun (fixed) untuk teknologi informasi dan komunikasi, sinyal,
kendali dan serupa tidak termasuk perkawatan internal aparatus);
f) perluasan atau perubahan instalasi dan juga bagian instalasi lama yang dipengaruhi
oleh perluasan atau perubahan.
11.3 PUIL tidak berlaku untuk:

a) perlengkapan traksi listrik, termasuk perlengkapan gelinding (rolling stock) dan


sinyal;
b) perlengkapan listrik kendaraan bermotor, kecuali yang dicakup dalam Bagian 8, jika
ada.
c) instalasi listrik dalam kapal dan anjungan lepas pantai portabel dan magun;
d) instalasi listrik dalam pesawat udara;
e) instalasi pencahayaan jalan umum yang merupakan grid daya publik;
f) instalasi pada tambang dan tempat penggalian;
g) perlengkapan supresi interferens radio, kecuali jika mempengaruhi keselamatan
instalasi;
h) pagar listrik;
i) sistem proteksi petir eksternal untuk bangunan LPS);
CATATAN Fenomena atmosfer dicakup dalam PUIL, tapi hanya sejauh yang terkait
dengan efek pada instalasi listrik. Misalnya yang berkaitan dengan pemilihan gawai
proteksi surja)
j) aspek tertentu instalasi lift;
k) perlengkapan listrik pada mesin;
11.4 PUIL tidak dimaksudkan untuk berlaku pada:

 sistem untuk distribusi energi ke publik, atau


 pembangkitan dan transmisi daya untuk sistem tersebut.
CATATAN Menurut IEC 61936 yang menetapkan persyaratan umum untuk desain
dan pemasangan instalasi daya listrik dengan voltase nominal di atas 1 kV a.b. dan
frekuensi nominal sampai dengan 60 Hz, sistem proteksi dan pemantauan voltase
rendah a.b. sebaiknya sesuai dengan PUIL.
2.2.3. Ketentuan yang Terkait
Sedangkan pada PUIL 2011 pendahuluan sebagai berikut:
10 MOD Pendahuluan

10.1 MOD (7.3) Ketentuan terkait.

Disamping PUlL ini, harus pula diperhatlkan ketentuan terkait dalam peraturan
perundang undangan yang berlaku, antara lain:
a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, beserta Peraturan
Pelaksanaannya.
b) Undang-undang nomor 15 Tahun 1985 tcntang Ketenagalistrikan, beserta Peraturan
Pelaksanaannya;
c) ilndang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
beserta Peraturan Pelaksanaannya;
d) Undang-undang Nornor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi beserta Peraturan
Pelaksanaannya;
e) Undang-undang Nornor 22 Tahuri 1999 tentang Pernerintah Daerah beserta
Peraturan Pelaksanaannya;
2.2.4. Syarat-Syarat Instalasi Listrik
Di samping Persyaratan Umum Instalasi Listrik dan peraturan mengenai kelistrikan
yang berlaku, harus diperhatikan pula syarat-syarat dalam pemasangan instalasi listrik,
antara lain :
a) Syarat ekonomis Instalasi listik harus dibuat sedemikian rupa sehingga harga
keseluruhan dari instalasi itu mulai dari perencanaan, pemasangan dan
pemeliharaannya semurah mungkin, kerugian daya listrik harus sekecil mungkin.
b) Syarat keamanan Instalasi listrik harus dibuat sedemikian rupa, sehingga
kemungkinan timbul kecelakaan sangat kecil. Aman dalam hal ini berarti tidak
membahayakan jiwa manusia dan terjaminnya peralatan dan benda benda disekitarnya
dari kerusakan akibat dari adanya gangguan seperti: gangguan hubung singkat,
tegangan lebih, beban lebih dan sebagainya.
c) Syarat keandalan (kelangsungan kerja) Kelangsungan pengaliran arus listrik kepada
konsumen harus terjamin secara baik. Jadi instalasi listrik harus direncana sedemikian
rupa sehingga kemungkinan terputusnya atau terhentinya aliran listrik adalah sangat
kecil.
2.3. Contoh Beberapa Ketentuan Dalam PUIL.

Berikut akan diberikan contoh ketentuan dalam PUIL yang sangat mendasar untuk
meningkatkan minat memahami PUIL.
10.3.1.2 MOD(1.5.1.2) Tanggung jawab atas perancangan dan pemasangan
instalasi listrik berada pada masing-masing perancang, pelaksana dan supervisi
kontruksi.

Peraturan yang berlaku saat ini bahwa penanggung jawab teknik (PJT) listrik minimal
harus mempunyai latar belakang pendidikan DIII Teknik Elektro. Selain itu
diwajibkan mengikuti uji sertifikasi kompetensi dari lembaga Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) atau uji sertifikasi keahlian dari lembaga pelaksananya seperti lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) atau Asosiasi Profesionalis Elektrikal
Indonesia (APEI).
13 MOD Prinsip fundamental

131 (2.1) Proteksi untuk keselamatan

1.2.1.1 (2.1.1) Umum

(2.1.1 .1) Persyaratan yang dinyatakan dalam 131.2 hingga 131.7 dimaksudkan untuk
memastikan keselamatan manusia dan ternak serta keamanan harta benda dari bahaya
dan kerusakan yang dapat timbul oleh penggunaan instalasi listrik secara wajar.
Persyaratan untuk memastikan keselamafan ternak dapat diterapkan pada lokasi yang
dimaksudkan untuk kandang ternak.
CATATAN: Pada instalasi Iistrik bahaya berikut dapat timbul, yaitu:
a) arus kejut listrik.;
b) suhu berlebihan yang mungkin mcngakibatkan kebakaran, luka bakar atau efek
cedera lain;
c) penyulutan atmosfer ledak yang potensial;
d) voltase kurang, voltase lebih dan pengarnh elmtromagetik yang mungkin
menyebabkan cedera atau kerusakan;
r) busur api listrik, yang mungkin menyebabkan efek menyilaukan, tekanan yang
berlebillan atau gas racun;
g) gerakan rnekanis perlengkapan yang digerakkan listrik.
131.2 (2,1,2) Proteksi terhadap kejut listrlk

131.2.1 (2.1.2.1). Proteksl dasar (proteksl terhadap sentuh langsung)

Proteksi dapat dicapai dengan salah satu metode berikut:


- rnencegah rnengalirnya arus rnelalui badan manusia atau tcrnak;
- rnembatasi arus yang dapat rnengalir melalui badan ke nilai yang tidak berbahaya,
131.2.2 (2.1.2.2) Proteksi gangguan (proteksi terhadap sentuh tak langsung)

Proteksi dapat dicapai dengan salah satu metode berikut:


- mencegah mengalirnya arus gangguan melalui badan manusia atau ternak;
- membatasi besarnya arus gangguan yang dapat rnengalir melalui badan ke nilai yang
tidak membahayakan;
- membatasi durasi arus gangguan yang dapat rnengalir melalu! badan hingga periode
waktu yang tidak rnembahayakan.
2.2.7.2.1 Umum
Gawai proteksi harus disediakan agar secara otornatis rnemisahkan konduktor aktif
dari sirkit dalarn peristiwa:
a) arus beban lebih
b) arus hubung pendek atau
c) arus bocor ke bumi.
Gawai-gawai ini harus disusun untuk memutuskan sirkit sebelum suatu kerusakan
yang disebabkan oieh pengaruh termal atau elektromagnetik yang disebabkan arus
lebih atau arus bocor ke bumi rnencapai nilai yang ditentukan.
2.2.8 Arus pengenal gawai proteksi
2.2.8.1 Umum
Arus pengenal gawai proteksi tidak boleh kurang dari arus kebuiuhan rnaksirnum sirkit
yang di proteksi,
Arus pengenal gawai arus sisa tidak boleh kurang dari nilai terbesar di antara dua hal
berikut:
a) kebutuhan rnaksimurn, yang ditentukan dalam 2.3.1 atau 2.3.5.untuk bagian
instalasi yang diproteksi oleh gawai.
b) arus pengenal tertinggi gawai proteksi beban lebih pada bagian instalasi yang
diproteksi.
2.2.8.3. Perlengkapan yarig dibebani arus beban Iebih
Jika perlengkapan dibebani arus beban lebih dalam waktu singkat, arus pengenaI
gawai proteksi dapat lebih besar dari KHA konduktor sirkit yang diproteksi, asal
proteksi konduktor terhadap hubung pendek tersedia pada gawai proteksi.
 Gawai proteksi arus lebih motor terdiri atas GPAL dan GPHP.
 Arus pengenal GPAL motor sekurang-kurangnya 110% - 115% arus pengenal
motor.
 Arus pengenal GPHP.harus dikoordinasikan dengan KHA kabel.
 KHA kabel (Iz) sesuai 510.5.3.1 adalah 125 % arus pengenal beban penuh
motor (IB)-
Menurut persarmaan pada Ayat 433.1 maka arus pengenal GPHP harus  Iz, biasanya
nilainya di antara IB dan I,.
433 (3,244) Proteksi terhadap arus behan lebih
433.1 (3.24.4.2) Koordinasl antara konduktor dan gawai proteksl beban lebih(GPBL)
Karakterisfik operasi gawai yang rnernproteksi ferhadap beban lebih harus memenuhi
dua kondisi berikut ;
IB≤ In ≤ IZ
I2 ≤ 1,45xIZ
dengan
IB adatah arus desain untuk sirkit tersebut; -
IZ adalah KHA kontinu kabel (lihat Ayat 523);
In dalah arus pengenal gawal proteksi;
CATATAN 1: Untuk gawai proteksi yang dapat disetel, arus pengenal In odalah
setelan arus yang dipilih.
I2 adalah arus yang memastikan operasi efektif gawai proteksi dalarn waktu
konvensionai.
Arus l2 yang memastikan operasi efektif gawai proteksi harus disediakan oleh
pabrikan atau diberikan dalam standar produk.
Proteksl menurut ayat ini mungkin tidak memastikan proteksi dalam kasus tertentu,
misalnya jika arus lebih berkesinambungan kurang dari IZ. DaIam kasus demikian,
sebaiknya dipetimbangkan untuk rnemilih kabel dengan luas penampang yang lebih
besar.
CATATAN 2: IB adalah arus disain yang melalui lin atau arus permanen yang melalui
netral dalam kasus tingkat harmonik ke 3 yang tinggi.
CATATAN 3: Arus yang memastikan operasi efektif gawai proteksi dalam waktu
konvensional boleh juga disebut It atau If menurut standar produk. 1t dan If merupakan
kellpatan In dan sebaiknya diperhatikan untuk mengoreksi representasi nilai dan
indeks.
CATATAN 4 lihat lampiran B untuk ilustrasi kondisl (1) dan (2) dari 433.1
CATATAN 5 Arus desain IB dapat dianggap sebagai arus akiual Ia sesudah
menerapkan faktor koreksl. Lihat Ayat 31 1.
51 0.5.8.3Syarat bagi sarana pernulus
51 0.5.8.3.1 Sarana pemutus harus dapat metnutuskan hubungan antara motor serta
kendali dan sernua konduktor suplai yang tak dibumikan, dan harus didesain
sedemikian sehingga tidak ada kutub yang dapat dioperasikan tersendiri.
510,5,8,3.2 Samna pernutus harus dapat menunjukkan dcngan jelas apakah sarana
tersebut pada kedudukan terbuka atau tertutup.
510.5.8.3.3 Sarana pernutus harus rnempunyai kemarnpuan arus sekurang –kurangnya
115% dari arus beban penuh motor.
51 0.5.8.3.4 Sarana. pernutus yang melayani beberapa motor atau rnelayani motor dan
beban lainnya, harus mernpunyai kemampuan arus sekurang -kurangnya 115% dari
jurnlah arus beban pada keadaan beban penuh.
510.1 6.1.3 Pemberian tanda
Pelat nama yang tetap harus direkatkan pada perlengkapan kendali afau mesin dl suatu
tenpat yang dapat dilihat dengan mudah setelah mesin Itu terpasang. Pada pelat nama
harus dicantumkan keterangan mengenai voltase suplai, jumlah fase, frekuensi, arus
beban penuh, serta arus pengenal yang terbesar.
CATATAN :
a) Arus beban penuh tidak bdeh kurang dari jumlah arus beban penuh semua motor
dan perlengkapan lain yang mungkin bekerja serempak pada keadaan kerja biasa. Jika
beban luar yang lebih dari ukuran biasa, rnembutuhkan konduktor yang lebih dari
ukuran biasa, KHA yang dibutuhkan haws tercakup datam data arus beban pcnuh.
b) Apabila mesin tarsebut rnembutuhkan lebih dari satu slrkit suplai, maka pelat nama
harus memuat keterangan tersebut diatas bagi setiap sirkit suplai.
510.16.2 Konduktor
510.16. 2.1 Konduktor sirkit suplai harus mempunyai KHA yang tidak kurang dari
besarnya arus beban penuh yang tercatat ditambah dengan 25 % dari arus beban penuh
motor terbesar yang tertulis pada pelat narna,
Untuk proteksi konduktor suplai ke mesin perkakas, lihat 510.5.6.7.
510.16.2.2 Mesin perkakas harus dilengkapi dengan sarana pemutus dan disuplai dari
sirkit cabang yang diproteksi dengan sekering atau pernutus sirkit.
134.1.12 MOD (2.5,5) Bagian aktif
134.1.12.1 MOD (2.5.5.1) Jika tidak ditentukan lain, bagian aktif plerlengkapan tisfrik
yang beroperasi pada voltase di atas 50 V harus dilindungi dari sentuhan dengan
selungkup yang sesuai, atau dengan salah salu cara di bawah ini:
a) menempatkannya dalam rang atau sclungkup yang hanya boleh dimasukl oleh
orang yang benwenang;
b) menempatkannya di belakang pagar atau kisi yang hanya boleh dirnasuki oleh
orang yang benvc-nang;
c) menempatkannya di balkon, serambi atau panggung yang hanya boleh
dimasuki oleti orang yang berwenang;
d) menempatkannya pada ketinggian sekurang-kurangnya 2,5 m di atas lantal.
voltase (klasifikasi) PUIL 2011 hal 43
klasifikasi sistem voltase adalah sebagai berikut:
a) voltase ekstra rendah (VER) - voltase dengan nilai setinggi-tingginya 50 V ab.
atau 120V as.;
Catatan: Voltase ekstra rendah ialah voltase yang aman bagi manusia.
b) voltase rendah (VR) - voltase dengan nilai setinggi-tingginya 1.000 V ab, atau
1.500 V as.;
c) voltase di atas 1.000 V a.b. yang rnencakup:
1. voltase menengah {VM) - voltase lebih dari 1 kV sarnpai dengan 35 kV ab.,
digunakan khususnyn dalarn sistem distribusi; medium voffage
2. voltase tinggi (VT) - voltase Iebih dari 35 kV a.b.
d) voltase ekstra rendah, ELV
voltase yang tidak melebihi batas voltase yang relevan dari rentang 1yang ditetapkan
dalarn IEC 60449
extra-low voltage
IEV 826-1 2-30
8 BSN 201 1 43 dari 639
L.V. distribution
Voltages, overvoltages
Voltage range
In LV, two ranges can be identified according to IEC 60364 standard (NF C 15100)
and three ranges according to the decree of 14.11.88.
Domain Nominal voltage Un
Decree IEC AC DC
ELV: Extra Low I 50 V 120 V
Voltage
LVA: Low Voltage A II 50V < Un ≤ 500 V 120 V < Un ≤ 750 V
LVB: Low Voltage B II 500V < Un ≤ 1000 V 750 V < Un ≤ 1500 V
Standard AC voltages
Single phase: 230 V.
Three-phase: 230 V / 400 V and 400 V / 690 V.
Voltage and tolerance development (IEC 60038)

Periods Voltages Tolerances


Before 1983 220 V / 380 V / 660 V ± 10 %
From 1983 to 2003 230 V / 400 V / 690 V + 6 % / - 10 %
Since 2003 230 V / 400 V / 690 V ± 10 %
Protection against transient overvoltages
This is achieved by:
Choosing the equipment according to Uimp
The NF C 15-100 and IEC 60364 standards stipulate 4 categories of use:
Category I Equipment or components with low impulse withstand voltage.
Ex: electronic circuits
Category II Current-using devices intended to be connected to the building's
fixed electrical installation.
Ex:- portable tools etc.,
- computers, TV, Hi-fi, alarms, domestic electrical
appliances with electronic programming etc
Category III Equipment placed in distribution networks and other equipment
requiring a higher level of reliability.
Ex: - distribution enclosures etc.,
- fixed installations, motors etc.,

Category IV Equipment placed at the head of an installation or in proximity


to the head of the installation upstream of the distribution panel.
Ex: - sensors, transformers etc.,
- main protection equipment against overcurrents

Overvoltage in kV according to utilisation class.


Three-phase Single-phase
network network IV III II I
230 V 400 V 230 V 6 4 2.5 1.5
400 V 690 V 8 6 4 2.5
690 V 1000 V Xx
(Xx) Values proposed by the equipment manufacturers. If not, the values given in the
line above can be chosen.
Surge arresters (see page 98)
N.B.: Overvoltages caused by atmospheric conditions do not undergo significant
downstream attenuation in most installations. Therefore, the choice of the equipment's
overvoltage category does not suffice to protect against overvoltages.

A suitable risk assessment should be done to define the necessary surge arresters at
various levels of the installation.
Admissible voltage limitation at 50 Hz
Equipment in a LV installation must withstand the following temporary overvoltage:

Duration Admissible voltage limitation


(s) (V)
>5 Uo + 250
≤5 Uo + 1200
2.4. Standar Tegangan:

Klasifikasi Tegangan Rentang Tegangan


Tegangan Ekstra Rendah <= 50 V abb atau <=120 V as
Tegangan Rendah <= 1000 V abb atau <= 1.500 V as
Tegangan Menengah >1000 V- 35 KV
Tegangan Tinggi > 35 Kv – 150 KV
Tegangan Ekstra Tinggi >150 -500 KV
3. BAB III
PRINSIP DASAR INSTALASI LISTRIK.

3.1. Pengantar
3.2. Prinsip Dasar Instalasi Listrik

7(tujuh) prinsip dasar instalasi listrik adalah sebagai berikut:


1. Keamanan (Safety)
2. Keandalan (Reliability)
3. Kemudahan. (Accessibility)
4. Ketersediaan (. Availibility)
5. Pengaruh lingkungan (Impact of Environment)
6. Ekonomi. (Economic)
7. Keindahan (Esthetic)
3.2.1. KESELAMATAN/KEAMANAN
Instalasi listrik harus dipasang dengan benar berdasarkan peraturan yang berlaku dan
standar Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL), IEC (International
Electrotechnical Commission) dan standar lainnya dengan tujuan untuk keamanan dan
keselamatan bagi mahluk hidup, harta benda dan instalasi listrik itu sendiri. Sistem
instalasi listrik dinyatakan aman bila dilengkapi dengan sistem proteksi yang sesuai
dan mempunyai keandalan yang tinggi dalam merespon gangguan yang terjadi baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh : Suatu sistem instalasi listrik harus dilengkapi dengan:
- Perangkat proteksi terhadap arus bocor untuk menghindari bahaya arus mengalir
ke tubuh manusia yang menimbulkan kecelakaan atau juga terjadinya kebakaran.
- Sistem pentanahan/ pembumian agar manusia terhindar dari sentuhan tidak
langsung akibat kejutan listrik yang tidak terduga, karena adanya kebocoran arus
listrik pada body peralatan listrik.
3.2.2. Keandalan
Instalasi listrik dinyatakan andal bila operasi sistem kelistrikan dapat bekerja selama
mungkin dan bila terjadi ganngguan dapat diatasi dengan cepat.
Keandalan dimaksud adalah terhadap :
a. Unjuk kerja sistem
b. Pengoperasian sistem
c. Peralatan yang digunakan
3.2.3. Kemudahan
Kondisi yang harus dicapai adalah kemudahan terhadap :
 Pengoperasian, Perawatan & Perbaikan sistem
 Pemasangan dan penggantian peralatan sistem
 Pengembangan dan perluasan sistem
Prinsip kemudahan pada sistem instalasi listrik terpenuhi apabila
a. pengoperasian suatu sistem tidak memerlukan skill tinggi, hanya dengan
wkatu cepat, dan tidak menimbulkan bias atau keraguan.
b. pemasangan peralatan mudah
c. perawatan dan perbaikan sistem mudah.
Contoh :
- Memasang saklar seri sisi kiri untuk lampu kiri dan sisi kanan untuk lampu
kanan, dan diletakkan pada ketinggian 1,5 m untuk kepentingan keamanan dan
kemudahan.
- Panel harus dilengkapi label pada peralatan listrik yang terpasang, adanya
penomoran pada terminal, kabel dan pengawatan peralatan yang disesuaikan
dengan gambar/diagram kontrol dan instalasi untuk kepentingan memudahkan
pelacakan gangguan sehingga perbaikannya tepat dan cepat.
3.2.4. Ketersediaan
Perencana sistem instalasi listrik selain memastikan akan dapat beroperasi setelah
pemasangan dilakukan, harus mempertimbangkan ketersediaan untuk kemungkinan
pengembangan/perluasan instalasi/mesin, termasuk ketersediaan:
1. Alat
2. Tempat/Ruang
3. Daya
Suatu sistem instalasi listrik dinyatakan mempunyai ketersediaan apabila :
Adanya cadangan peralatan listrik sebagai alat pengganti bila terjadi kerusakan pada
peralatan yang dalam kondisi operasi, baik yang telah tersedia g maupun yang dengan
mudah didapat dipasaran. Adanya cadangan tempat atau ruang yang diperlukan untuk
menempatkan peralatan tambahan, karena adanya pengembangan ataupun perluasan
sistem. Adanya cadangan daya pada sistem instalasi yang dapat langsung digunakan
tanpa harus mengganti ataupun menambah kabel pada sistem instalasi .
3.2.5. Pengaruh lingkungan
Perencanaan sistem instalasi listrik harus mempertimbangkan dampak yang terjadi
pada lingkungan sekitar dimana sistem instalasi dipasang, yang meliputi :
1. Pengaruh Lingkungan terhadap peralatan
2. Pengaruh Peralatan terhadap lingkungan
Bila peralatan listrik dipasang pada lingkungan tertentu, harus dipertimbangkan
apakah peralatan itu mempunyai pengaruh negatip terhadap lingkungan sekitarnya,
Bila ada kemungkinan mengganggu atau merusak lingkungan maka harus
dirancangagar pengaruh negatip yang ditimbulkan oleh peralatan listrik dapat
dihilangkan atau diperkecil.
Contoh : Gardu listrik dipasang pada suatu taman yang indah, maka harus
dipertimbangkan konstruksi bangunan gardu listrik agar tidak merusak keindahan
taman.
Lingkungan dimana peralatan listrik atau sistem instalasi listrik dipasang harus
dipertimbangkan apakah lingkungan dapat merusak peralatan/instalasi listrik yang ada
disekitarnya. Bila ada kemungkinan dapat merusak peralatan/instalasi, maka harus
dipilih peralatan /bahan instalasi yang tidak dapat terpengaruh terhadap kondisi
lingkungan tersebut.
Contoh :
- Kabel instalasi dipasang pada lingkungan yang dipengaruhi oleh bahan kimia
tertentu, maka harus dipilih bahan isolasi kabel yang tahan terhadap pengaruh bahan
kimia tersebut
-Peralatan listrik dipasang pada lingkungan yang lembab, maka harus digunakan
peralatan listrik yang mempunyai IP (Ingress Protection) tertentu.
3.2.6. Ekonomi
Perencanaan sistem instalasi listrik perlu mempertimbangkan kondisi operasional
jangka panjang agar dapat dihemat biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap :
1. Pemeliharaan dan perluasan sistem
2. Pemakaian/penggantian peralatan
3. Pengoperasian sistem
Kondisi ekonomis pada suatu sistem instalasi dikatakan berhasil bila efesien dan
efektip terhadap penggunaan daya listrik, peralatan yang digunakan cukup andal dan
kecilnya delay time pada pengoperasian proses produksi.
Contoh : Bila proses produksi banyak menggunakan beban induktif, agar penggunaan
daya listrik efektip maka sistem instalasi listriknya harus dilengkapi dengan
kompensasi daya listrik, yaitu dengan memasang Capasitor Bank.
3.2.7. Keindahan
Suatu hal yang penting pada sistem instalasi listrik adalah keindahan dan kerapian,
yang meliputi :
1. Kerapian dalam pemasangan dan pengawatan
2. Keserasian dalam penggunaan/pemilihan peralatan
3. Keserasian dan keindahan tata letak dan kenyamanan ruang operasi
Kerapian dalam pemasangan dan pengawatan akan menimbulkan kemudahan dan
kejernihan pikiran dalam melaksanakan perawatan dan perbaikan pada sistem instalasi
.
Keserasian dalam pemilihan dan penggunaan/pemilihan peralatan yang disesuaikan
dengan ukuran, bentuk dan warna yang sedemikian rupa, sehingga menimbulkan
pemandangan yang indah dan nyaman.
Keserasian dan keindahan tata letak akan menimbulkan mosaik yang memberikan
kenyamanan serta menghindari kebosanan bagi pelaksana operasi pada ruang dimana
suatu kendali sistem kontrol dipasang.
Kondisi tersebut diatas akan menimbulkan gairah dan ketenangan kerja serta disiplin
kerja akan selalu terjaga.
Dokumen Gambar hal 46
4. BAB IV
SITEM SATU DAN TIGA FASA

4.1. Pengantar
4.2. Tujuan Pembelajaran.

4.2.1. . Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mengikuti kuliah topik ini, mahasiswa diharapkan :
Dapat menjelaskan secara singkat mengenai pengertian energi dan daya serta
melakukan perhitungan jenis-jenis daya, baik pada sistem satu fasa ataupun tiga fasa.
4.2.2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti Kuliah topik ini, mahasiswa diharapkan :
 Mampu menjelaskan instalasi satu dan tiga Fasa
 Mampu membuat fasor tegamgan dan arus 1 & 3
 Mampu menuliskan pengertian energi dan daya
 Mampu menjelaskan hubungan antara tegangan, arus, daya dan energi pada
sistem satu fasa maupun tiga fasa.
 Mampu menjelaskan segitiga daya
4.3. Instalasi Satu Fasa

Jaringan sistem satu fasa dapat terdiridari 2(dua) kawat ataupun 3 (tiga) kawat.
Jaringan dengan 2 kawat hanya mempunyai kawat fasa dan kawat netral, sedangkan
tiga kawat terdiri dari kawat fasa, kawat netral dan kawat proteksi. Gambar 3-1
menunjukkan sistem satu fasa tiga kawat.

Gambar 4-1 Jaringan sistem 1(satu) fasa 3 kawat


Kawat fasa yang digunakan dapat berupa salah satu fasa R, S atau T, sedangkan kawat
N diperoleh dari netral trafo pada gardu. Sedangkan kabel proteksi PE diperoleh
dengan menghubungkan BKT (Bagian Konduktif Terbuka) ke pembumian peralatan.
Tegangan fungsi waktu ditunjukkan pada persamaan (4.1):
𝑣(𝑡) = 𝑉 𝑠𝑖𝑛(𝜔𝑡 + ∅) (4.1)
dimana :
v(t) = tegangan funsi waktu Volt
Vm = Tegangan maksimum Volt
 = kecepatan sudut rad/det
t = waktu detik
Gelombang Sinus
325
275
225
175
T e g a ng a n (V o lt)

125
75
25
0
-25
-75
-125
-175
-225
-275
-325
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
waktu (mdetik)
Gambar 4.2 Bentuk Gelombang Sinusoidal
Jaringan satu fasa dapat ditampilkan sebagai rangkaian listrik dan diagram fasornya
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 a) Rangkaian Listrik 1 b) diagram fasornya.


Jika diketahui beban terpasang mempunyai tegangan pengenal VL, dengan arus IL
serta faktor daya cos maka hubungan antara tegangan sumber (source) Vs dan
tegangan beban VL dapat dinyatakan dalam persamaan (4.2).
𝑉 = 𝐼 (𝑅 + 𝑗𝑋 ) + 𝑉 (4.2)
dimana:
Vs = tegangan sumber Volt Xs = Reaktansi Kabel Ohm
VL = tegangan beban Volt RL = Tahanan beban Ohm
IL = Arus beban Ampere XL = Reaktansi beban Ohm
Rs = Tahanan kabel Ohm

4.4. Instalasi 3 Fasa.


Sistem tiga fase yang umum digunakan dalam pembangkit, transmisi dan distribusi
tenaga listrik. Daya dalam sistem tiga fase cenderung konstan dan motor tiga fasa
pengasutan dan operasinya jauh lebih baik daripada motor fase tunggal. Sebuah sistem
tiga fasa adalah jaringan yang menghubungkan sumber tegangan tiga fasa baik berupa
generator, transformator atau sering disebut trafo atau sebuah kotak kontak tiga fasa
(three phase electrical plug) kepada beban tiga fasa. Sumber tegangan tiga fasa ini
mempunyai tiga tegangan sinusoidal dengan amplitudo dan frekuensi yang sama tetapi
berbeda dalam fase dengan 120dari satu sama lain. Tegangan fase vR (t), vS (t) dan
vT(t) adalah sebagai berikut
vR (t )  Vm cos t

vS (t ) V mcos t  120  (4.3)
vT (t )  Vm cost  240  , 

sedangkan da;am bentuk fasor adalah


VR  Vm

VS  Vm e  j120 (4.4)

VT  Vm e  j 240 .

Bentuk gelombang 3 dari masing – masing fasa ditunjukkan pada gambar 4.4.
Gelombang Sinus 3 fasa

300 vR vT vS

200
T e g a n g a n (V o lt)

100

-100

-200

-300

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
waktu (detik)

Gambar 4.4. Gelombang tegangan Fasa Netral 3 .


Sedangkan bentuk gelombang antar fasanya diberikan pada gambar 4.5.
Gelombang Sinus 3 fasa Fasa- Fasa
600 vRS
vTR vST
500
400
300
200

T e g a n g a n (V o lt)
100
0
-100
-200
-300
-400
-500
-600
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
waktu (detik)

Gambar 4.5. Gelombang tegangan Fasa-Fasa 3 .

Gambar diagram vektor tegangan fasa ke netral dan fasa ke fasa ditunjukkan pada
gambar4.6. Mengambarkan fasor tegangan fasa ke fasa yang lainnya selaiknya
digunakan sebagai latihan bagi pembaca.

Gambar 4.6. Diagram fasor tegangan 3 


Dari gambar 4.4 dapat diperoleh hubungan tegangan fasa ke netral dengan tegangan
fasa ke fasa sebagai berikut
VRS= 2xVNK =2*VRN.cos(300)= √3VRN atau
VLL = 3 VLN (4.5)

Sistem 3 dapat memiliki saluran dengan 3(tiga) kawat saja, 4(empat) kawat atau 5
(lima) kawat. Kawat fasanya diberi nama fasa R, fasa S dan fasa T. Kawat lainnya
adalah kawat netral N dan kawat proteksi PE. Perhatikan gambar 4.5.
Gambar 4.7. Jaringan sistem 3( tiga) fasa
5. BAB V
DAYA LISTRIK

5.1. Pengantar
5.2. Pengertian Energi dan Daya

Energi merupakan nilai kemampuan melakukan usaha/kerja dari suatu bahan atau alat.
Energi mempunyai satuan Joule, kalor dan sebagainya, sedangkan energi listrik
umumnya dinyatakan dalam satuan KWH (kiloWatt hour). Energi listrik diperoleh
dengan mengkonversi beberapa jenis sumber energi alam dan kemudian disalurkan
melalui transmisi dan distribusi sebagaimana diuraikan pada bab 1.
Daya didefinisikan sebagai energi yang dhasilkan atau diserap suatu benda atau alat
per detik, atau dalam bentuk matematikanya adalah:
P= W/t (5.1)
dimana :
P = Daya nyata(riel) dalam satuan Watt
W = energi yang dihasilkan atau diserap (Joule atau KWh)
t = lamanya (detik)
Daya dalam teknik tenaga listrik dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu daya
semu, daya reaktif dan daya nyata (daya aktif) sebagaimana akan dibahas pada bagian
selanjutnya.
5.3. Daya 1

Sistem satu fasa dengan tegangan fasa ke netral efektif ( line to neutral ) adalah VLN
dan mengalir arus sebesar I, dimana I tertinggal tehadap tegangan V dengan sudut ,
sebagaimana ditunjukkan dalam bentuk vektor pada gambar 5.1, maka masing –
masing komponen daya dapat dituliskan sebagai berikut.

Gambar 5.1. Diagram vektor arus dan tegangan sistem satu fasa
5.3.1. Daya Semu
Daya semu ini mempunyai satuan Volt-Ampere yang diberi notasi S. Pada sistem satu
fasa bentuk matematis dari daya semu adalah :
S = VLN.I ( dalam VA ) (5.2)
5.3.2. Daya Reaktif
Pada umumnya beban listrik menyebabkan perbedaan fasa antara arus dan tegangan,
sehingga menimbulkan daya reaktif ( notasi Q ) yang tidak dapat dimanfaatkan
manusia secara langsung. Rumus daya reaktif adalah :
Q = S Sin= V.I Sin ( dalam VAR ) (5.3)
5.3.3. Daya Aktif
Daya aktif adalah daya listrik yang dapat diubah kedalam bentuk lain secara langsung
seperti dalam bentuk panas, penerangan, putaran motor dan sebagainya. Persamaan
daya aktif adalah:
P = S Cos = V.I Cos ( dalam Watt ) (5.4)
5.4. Daya 3

Daya pada sistem 3 adalah jumlah dari daya masing masing fasa, atau dinyatakan
sebagaimana persamaan (5.5).
𝑆 ∅ =𝑆 +𝑆 +𝑆 (5.5)
atau
𝑆 ∅ =𝑉 𝐼 +𝑉 𝐼 +𝑉 𝐼 (5.6)
mempunyai nilai sama dengan jumlah daya masing-masing fasa. Dengan menggangap
beban seimbang, maka VRN = VSN = VTN = VLN dan IR= IS = IT = I, maka
S = 3xVLN x I ( dalam VA ) (5.7)
Data tegangan pada jaringan atau papan nama (name plate) beban 3 menurut
konvensi adalah berupa tegangan antar fasa, bukan tegangan fasa netral. Karenanya
untuk mempermudah perhitungan daya, maka persamaan (5.7) perlu diubah dengan
menggunakan tegangan fasa-fasa dan bukan fasa netral. Hubungan antara tegangan
fasa netral dan fasa fas diberikan pada persamaan (4.5), yaitu VLL= √3 x VLN. Dengan
mensubstitusikan persamaan(4.5), maka persamaan (5.7) berubah menjadi:
S =√3xVLL x I ( dalam VA ) (5.8)
Dengan cara yang sama, diperoleh daya reaktif dan daya nyata 3 sebagaimana
diberikan pada masing masing persamaan (5.9) dan (5.10).
Q =√3xVLL x I sin ( dalam VAR ) (5.9)
P =√3xVLL x I cos ( dalam Watt ) (5.10)
Perhatikan nilai tegangannya, pada persamaan (5.7) tegangan fasa ke netral dan
persamaan (5.8) tegangan fasa-fasa dengan faktor pengali √3.
5.5. Segitiga Daya

Metoda segitiga daya sering dipergunakan untuk mepermudah dalam perhitungan


daya. Dengan menggunakan rumus Pythagorus, dapat ditentukan besaran besaran daya
listrik .

Misalkan sebuah beban mempunyai faktor daya ( pf ) = cosφ

S = apparent power (VA)

P = Daya nyata (W) = S cosφ (5.11)

Q = reactive power (VAR)= S sinφ (5.12)

Hubungan ketiga jenis daya tersebut dapat digambarkan dalam bentuk segitiga daya,
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3.5.

Gambar 5.2 Segitiga Daya


5.6. Sistem 3 Hubungan Bintang (Y) dan Delta ()

Sistem tiga fasa dapat mempunyai hubungan dalam bentuk bintang( Y) ataupun dalam
bentuk segitiga(). Beberapa besaran listrik yang terdapat dalam rangkaian bintang
ataupun segitiga adalah:
IR, IS, IT = arus saluran (line) fasa R,S dan T
IFR= IFS= IFT=IFasa = arus fasa R,S dan T sistem bintang
VRN =VSN =VTN = tegangan dari masing-masing fasa R,S dan T terhadap netral,
disebut juga tegangan fasa ke netral (line to neutral) VLN.
VRS =VST =VTR = tegangan dari masing-masing tegangan fasa –fasa (line to
line) R ke S, S ke T dan T ke R, disebut juga tegangan fasa-fasa (line to line) VLL.
5.6.1. Hubungan Bintang (Y).
Rangkaian 3 dalam bentuk bintang ditunjukkan pada gambar 5.3
Gambar 5.3 Sistem 3 hubungan bintang (Y)
Arus saluran fasa R adalah sama dengan arus yang melalui RN dan demikian pula
untuk arus saluran fasa S dan T. Sistem 3 beban seimbang terhubung bintang berlaku
hubungan arus kawat saluran dengan arus fasa:
IR = IFR
IS = IFS (5.13)
IT = IFT
Jika beban dianggap seimbang, maka
IR =IS = IT = I (5.14)
dan tegangan fasa- fasa dengan teganan fasa – netral:
VRN =VSN =VTN = VLN (5.15)
VRS =VST =VTR = VLL (5.16)

VLL =3VLN (5.17)


5.6.2. Hubungan Delta ().
Gambar 3-6 menunjukkan rangkaian 3 terhubung segitiga. Hubungan arus kawat
saluran dengan arus fasa belitan dan tegangan fasa-fasa dengan tegangan fasa belitan
adalah
Beban

Gambar 5.4 Sistem 3 hubungan bintang (Y)


VLine = VFasa (5.18)
IR = IFR – IFT = IFasa.√3 (5.19)
Latihan:
1. Beban abb 1, 220 Volt, 1.100 Watt membutuhkan arus
a) 2 A
b) ≤ 6 A
c) Tergantung nilai faktor daya
d) 5 A
2. Sumber 3 380/220 V, 50 Hz dihubungkan dengan 3 buah beban satu fasa yang
dihubung bintang. Jika masing-masing beban mempunyai rating 220 V,1100 VA
dengan faktor daya 0,8, maka daya nyatanya adalah:
a. 3.300 VA
b. 3.800 W
c. 1.500 W
d. 2.200 VA
3. Sebuah beban 3 mempunyai pengenal: , 380 V, 3.300 VA, pf=0,8. Tentukan :
e. Nilai tegangan dan arus pada fasa beban
f. Buat segitiga dayanya
Daftar Pustaka
1. B.L Theraja dan A.K. Theraja” A Texbook of Electrical Technology”, penerbit
New Delhi S. Chand & Company,1988.

Anda mungkin juga menyukai