BAB I
1.1. Pengantar.
1.2. Darimana Datangnya Listrik?.
Secara sederhana listrik yang ada dan disalurkan kerumah pelanggan di Indonesia
harus melalui empat tahap. Gambar 1.1 menunjukkan seluruh bagian dari sistem
tenaga listrik mulai pembangkit sampai dengan pemanfaat tenga listrik.
1.4.2. Generator.
Generator adalah alat yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.
Berdasarkan prinsip Faraday yaitu jika sebuah magnit diputar dalam suatu kumparan
atau sebaliknya, maka akan terjadi perubahan fluksi gaya magnit (perubahan arah
medan magnit) dalam kumparan menembus tegak lurus terhadap kumparan, sehingga
menimbulkan beda potensial antara ujung-ujung kumparan yang berarti timbulnya
listrik. Prinsip Faraday ini adalah adanya perubahan fluksi magnetik, yang dapat
diperoleh dengan memutar magnet (dengan menggunakan turbin) yang terletak di
dalam kumparan. Hal sebaliknya juga dapat dilakukan.
1.4.3. Transformator.
Transformator atau transformer atau trafo adalah komponen elektromagnet yang dapat
mengubah nilai suatu tegangan AC ke nilai tegangan yang lain Transformator bekerja
berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Tegangan masukan bolak-balik primer
menimbulkan fluks magnet yang idealnya semua bersambung dengan lilitan sekunder.
Fluks bolak-balik ini menginduksikan GGL dalam lilitan sekunder.
Jenis – Jenis Transformator:
- Step-up Transformator step-up adalah transformator yang memiliki lilitan
sekunder lebih banyak daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai
penaik tegangan. Transformator ini biasa ditemui pada pembangkit tenaga
listrik sebagai penaik tegangan yang dihasilkan generator menjadi tegangan
tinggi yang digunakan dalam transmisi jarak jauh.
- Step-down Transformator step-down memiliki lilitan sekunder lebih sedikit
daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai penurun tegangan.
Transformator jenis ini sangat mudah ditemui, terutama dalam adaptor AC-
DC.
Trafo yang ada pada pembangkit selalu digunakan untuk menaikkan tegangan keluaran
generator. Misal di pembangkit tenaga panas bumi (PLTP) kamojang, tegangan
keluaran generator adalah 11.800 V dan oleh trafo pembangkitnya dinaikkan
tegangannya ke 150 KV. PLTU Muara Karang mepunyai generator dengan tegangan
keluaran sebesar 23 KV, kemudian dengan menggunakan trafo dinaikkan menjadi 500
KV yang juga terhubung pada jaringan Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET).
Saluran Distribusi adalah sistem penyaluran tenaga listrik yang beroperasi pada
tegangan Tegangan Menengah (TM) dan Tegangan Rendah (TR).
1.6.1. Jaringan Distribusi Primer
Sistem Distribusi Primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk
distribusi ke pusat-pusat beban, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat kehandalan
yang diinginkan dan kondisi serta kondisi serta situasi lingkungan. Sistem distribusi
primer dibatasi dari sisi sekunder trafo step down TT/TM yaitu 6, 12 atau 20 KV di
gardu induk sampai ke sisi primer trafo distribusi (trafo step down TM/TR).
1.6.2. Jaringan Distribusi Sekunder
Sistem Distribusi Sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu
distribusi ke instalasi pengguna tenaga listrik. Sistem ini biasanya disebut tegangan
rendah yang langsung dihubungkan kepada konsumen/pemakai tenaga listrik. Sistem
distribusi sekunder dibatasi dari sisi sekunder trafo distribusi (trafo stepdown TM/TR)
sampai titik Sambungan Luar Pelayanan (SLP) atau konsumen. Saluran distribusi ini
menggunakan tegangan rendah yaitu 220/380 volt.
Gambar 1.7. Penyaluran Energo Listrik.
2.1. Pengantar.
Pemanfaatan teknologi selalu diikuti dengan prinsip yang mendasar, peraturan dan
standar, terlebih lagi untuk instalasi listrik yang selain banyak manfaatnya tetapi dapat
berbahaya bagi manusia, ternak dan harta benda. Prinsip dasar instalasi listrik terdiri
dari 7 (tujuh) butir yang harus diperhatikan para perencana, pemasang dan pemilik
instalasi listrik.
PUIL 2011 terbagi menjadi 9 bagian seperti diberikan pada tabel 1.
Tabel 2.1 Daftar 9( sembilan ) Bagian PUIL 2011
Bagian 1 : Pendahuluan. prinsip fundamental dan
definisi
Bagian 2: Desain instalasi listrik
Bagian 3 Assesmen Karakteristik Umum
Bagian 4 Proteksl untuk keselematan
: Bagian 4-44 . Proteksi terhadap kejut listrik
Bagian 4-42: Proteksl terhadap efek termal
: Bagian 4-43 Proteksi terhadap arus lebih
Bagian 4-44: Proteksi terhadap gangguan voltase dan
gangguan elcktrormagnetik
Bagian 5 Pemilihan dan pemasangan
perlengkapan tistrik
: Bagian 5-51 Persyaratan umum
: Bagian 5-52 Sistem perkawatan
Bagian 5-53: Isolasi. penyakelaran dan kendali
: Bagiari 5-54 Susunan pembumian. konduktor
proteksi dan konduktor ikatan proteksi
: Bagian 5-55 Perlengkapan lainnya
: Bagian 5.510 Perlengkapan listrik
: Bagian 5-511 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali
(PHBK)serta kornponennya
Bagian 6 Verifikasl
Bagian 7 Konduktor dan Pemasangannya
Bagian 8: Ketentuan untuk berbagai ruang dan
instalasi khusus
Bagian 9 Pengusahaan Instalasi Listrik
Bab ini akan mengulas tentang sebagian dari pasal-pasal PUIL yang menyangkut
pengetahuan dasar tentang instalasi listrik.
2.2. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL).
Sejak tahun 1964 PUIL yang dahulu masih singkatan dari Peraturan Umum Instalasi
Listrik diterbitkan sebagai pedoman beberapa instansi yang berkaitan dengan instalasi
Iistrik. PUIL 2000 adalah yang pertama berubah menjadi Persyaratan Umum Instalasi
Listrik (PUIL) dan juga merupakan Standar Nasional Indonesia SNI 04-0225-2000.
Tahun 2011 diterbitkan kembali PUIL 2011 dengan SNI:0225:2011 sebagai
penyempurnaan dari PUIL 2000 SNI 04-0225-2000 dan penyesuaian dengan revisi
standar internasional terutama standar IEC 60364. Sedangkan tahun 2013 Badan
Standardisasi Nasional (BSN) menerbitkan PUIL 2011 Amandemen 1 (IEC 60364-5-
52:2009, MOD).
PUIL 2011 SNI 0225:2011 beserta PUIL 2011 Amandemen 1 dengan standar nasional
SNI 0225:2011/Amd 1:2013, berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (PERMEN ESDM) Nomor 36 tahun 2014 tertanggal 24 Desember 2014
dinyatakan sebagai standar wajib. Ini berarti kedua standar tersebut sudah menjadi
regulasi di Indonesia.
2.2.1. Maksud dan Tujuan:
Maksud dan tujuan Persyaratan Umum Instalasi Listrik ini adalah untuk
terselenggaranya dengan baik instalasi listrik. Persyaratan ini lebih diutamakan pada
keselamatan manusia dan makhluk hidup lainnya terhadap bahaya sentuhan serta
kejutan arus, keamanan instalasi listrik beserta perlengkapannya dan keamanan
gedung serta isinya terhadap kebakaran akibat listrik.
Persyaratan ini berlaku untuk semua instalasi listrik yaitu instalasi penerangan,
instalasi tenaga beserta panel-panelnya, baik mengenai perencanaan, pemasangan,
pemeriksaan dan pengujian, pelayanan, pemeliharaan maupun pengawasannya.
2.2.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup PUIL 2011 dijelaskan sebagaimana berikut:
11 Ruang Lingkup
a) sirkit yang disuplai pada voltase nominal sampai dengan 1000 V a.b. atau 1500 V
a.s. Untuk a.b., frekuensi yang diperhitungkan dalam standar ini adalah 50 Hz dan 400
Hz. Penggunaan frekuensi lain untuk keperluan khusus dimungkinkan.
b) sirkit, selain dari perkawatan internal aparatus, yang beroperasi pada voltase
melebihi 1000 V dan didapatkan dari instalasi yang mempunyai voltase tidak melebihi
1000 V a.b., misalnya lampu luah discharge lighting, presipitator elektrostatik
electrostatic precipitator);
c) sistem perkawatan dan kabel yang tidak secara spesifik dicakup oleh standar peranti;
d) semua instalasi pelanggan di luar bangunan;
e) perkawatan magun (fixed) untuk teknologi informasi dan komunikasi, sinyal,
kendali dan serupa tidak termasuk perkawatan internal aparatus);
f) perluasan atau perubahan instalasi dan juga bagian instalasi lama yang dipengaruhi
oleh perluasan atau perubahan.
11.3 PUIL tidak berlaku untuk:
Disamping PUlL ini, harus pula diperhatlkan ketentuan terkait dalam peraturan
perundang undangan yang berlaku, antara lain:
a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, beserta Peraturan
Pelaksanaannya.
b) Undang-undang nomor 15 Tahun 1985 tcntang Ketenagalistrikan, beserta Peraturan
Pelaksanaannya;
c) ilndang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
beserta Peraturan Pelaksanaannya;
d) Undang-undang Nornor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi beserta Peraturan
Pelaksanaannya;
e) Undang-undang Nornor 22 Tahuri 1999 tentang Pernerintah Daerah beserta
Peraturan Pelaksanaannya;
2.2.4. Syarat-Syarat Instalasi Listrik
Di samping Persyaratan Umum Instalasi Listrik dan peraturan mengenai kelistrikan
yang berlaku, harus diperhatikan pula syarat-syarat dalam pemasangan instalasi listrik,
antara lain :
a) Syarat ekonomis Instalasi listik harus dibuat sedemikian rupa sehingga harga
keseluruhan dari instalasi itu mulai dari perencanaan, pemasangan dan
pemeliharaannya semurah mungkin, kerugian daya listrik harus sekecil mungkin.
b) Syarat keamanan Instalasi listrik harus dibuat sedemikian rupa, sehingga
kemungkinan timbul kecelakaan sangat kecil. Aman dalam hal ini berarti tidak
membahayakan jiwa manusia dan terjaminnya peralatan dan benda benda disekitarnya
dari kerusakan akibat dari adanya gangguan seperti: gangguan hubung singkat,
tegangan lebih, beban lebih dan sebagainya.
c) Syarat keandalan (kelangsungan kerja) Kelangsungan pengaliran arus listrik kepada
konsumen harus terjamin secara baik. Jadi instalasi listrik harus direncana sedemikian
rupa sehingga kemungkinan terputusnya atau terhentinya aliran listrik adalah sangat
kecil.
2.3. Contoh Beberapa Ketentuan Dalam PUIL.
Berikut akan diberikan contoh ketentuan dalam PUIL yang sangat mendasar untuk
meningkatkan minat memahami PUIL.
10.3.1.2 MOD(1.5.1.2) Tanggung jawab atas perancangan dan pemasangan
instalasi listrik berada pada masing-masing perancang, pelaksana dan supervisi
kontruksi.
Peraturan yang berlaku saat ini bahwa penanggung jawab teknik (PJT) listrik minimal
harus mempunyai latar belakang pendidikan DIII Teknik Elektro. Selain itu
diwajibkan mengikuti uji sertifikasi kompetensi dari lembaga Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) atau uji sertifikasi keahlian dari lembaga pelaksananya seperti lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) atau Asosiasi Profesionalis Elektrikal
Indonesia (APEI).
13 MOD Prinsip fundamental
(2.1.1 .1) Persyaratan yang dinyatakan dalam 131.2 hingga 131.7 dimaksudkan untuk
memastikan keselamatan manusia dan ternak serta keamanan harta benda dari bahaya
dan kerusakan yang dapat timbul oleh penggunaan instalasi listrik secara wajar.
Persyaratan untuk memastikan keselamafan ternak dapat diterapkan pada lokasi yang
dimaksudkan untuk kandang ternak.
CATATAN: Pada instalasi Iistrik bahaya berikut dapat timbul, yaitu:
a) arus kejut listrik.;
b) suhu berlebihan yang mungkin mcngakibatkan kebakaran, luka bakar atau efek
cedera lain;
c) penyulutan atmosfer ledak yang potensial;
d) voltase kurang, voltase lebih dan pengarnh elmtromagetik yang mungkin
menyebabkan cedera atau kerusakan;
r) busur api listrik, yang mungkin menyebabkan efek menyilaukan, tekanan yang
berlebillan atau gas racun;
g) gerakan rnekanis perlengkapan yang digerakkan listrik.
131.2 (2,1,2) Proteksi terhadap kejut listrlk
A suitable risk assessment should be done to define the necessary surge arresters at
various levels of the installation.
Admissible voltage limitation at 50 Hz
Equipment in a LV installation must withstand the following temporary overvoltage:
3.1. Pengantar
3.2. Prinsip Dasar Instalasi Listrik
4.1. Pengantar
4.2. Tujuan Pembelajaran.
Jaringan sistem satu fasa dapat terdiridari 2(dua) kawat ataupun 3 (tiga) kawat.
Jaringan dengan 2 kawat hanya mempunyai kawat fasa dan kawat netral, sedangkan
tiga kawat terdiri dari kawat fasa, kawat netral dan kawat proteksi. Gambar 3-1
menunjukkan sistem satu fasa tiga kawat.
125
75
25
0
-25
-75
-125
-175
-225
-275
-325
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
waktu (mdetik)
Gambar 4.2 Bentuk Gelombang Sinusoidal
Jaringan satu fasa dapat ditampilkan sebagai rangkaian listrik dan diagram fasornya
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.3.
Bentuk gelombang 3 dari masing – masing fasa ditunjukkan pada gambar 4.4.
Gelombang Sinus 3 fasa
300 vR vT vS
200
T e g a n g a n (V o lt)
100
-100
-200
-300
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
waktu (detik)
T e g a n g a n (V o lt)
100
0
-100
-200
-300
-400
-500
-600
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
waktu (detik)
Gambar diagram vektor tegangan fasa ke netral dan fasa ke fasa ditunjukkan pada
gambar4.6. Mengambarkan fasor tegangan fasa ke fasa yang lainnya selaiknya
digunakan sebagai latihan bagi pembaca.
Sistem 3 dapat memiliki saluran dengan 3(tiga) kawat saja, 4(empat) kawat atau 5
(lima) kawat. Kawat fasanya diberi nama fasa R, fasa S dan fasa T. Kawat lainnya
adalah kawat netral N dan kawat proteksi PE. Perhatikan gambar 4.5.
Gambar 4.7. Jaringan sistem 3( tiga) fasa
5. BAB V
DAYA LISTRIK
5.1. Pengantar
5.2. Pengertian Energi dan Daya
Energi merupakan nilai kemampuan melakukan usaha/kerja dari suatu bahan atau alat.
Energi mempunyai satuan Joule, kalor dan sebagainya, sedangkan energi listrik
umumnya dinyatakan dalam satuan KWH (kiloWatt hour). Energi listrik diperoleh
dengan mengkonversi beberapa jenis sumber energi alam dan kemudian disalurkan
melalui transmisi dan distribusi sebagaimana diuraikan pada bab 1.
Daya didefinisikan sebagai energi yang dhasilkan atau diserap suatu benda atau alat
per detik, atau dalam bentuk matematikanya adalah:
P= W/t (5.1)
dimana :
P = Daya nyata(riel) dalam satuan Watt
W = energi yang dihasilkan atau diserap (Joule atau KWh)
t = lamanya (detik)
Daya dalam teknik tenaga listrik dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu daya
semu, daya reaktif dan daya nyata (daya aktif) sebagaimana akan dibahas pada bagian
selanjutnya.
5.3. Daya 1
Sistem satu fasa dengan tegangan fasa ke netral efektif ( line to neutral ) adalah VLN
dan mengalir arus sebesar I, dimana I tertinggal tehadap tegangan V dengan sudut ,
sebagaimana ditunjukkan dalam bentuk vektor pada gambar 5.1, maka masing –
masing komponen daya dapat dituliskan sebagai berikut.
Gambar 5.1. Diagram vektor arus dan tegangan sistem satu fasa
5.3.1. Daya Semu
Daya semu ini mempunyai satuan Volt-Ampere yang diberi notasi S. Pada sistem satu
fasa bentuk matematis dari daya semu adalah :
S = VLN.I ( dalam VA ) (5.2)
5.3.2. Daya Reaktif
Pada umumnya beban listrik menyebabkan perbedaan fasa antara arus dan tegangan,
sehingga menimbulkan daya reaktif ( notasi Q ) yang tidak dapat dimanfaatkan
manusia secara langsung. Rumus daya reaktif adalah :
Q = S Sin= V.I Sin ( dalam VAR ) (5.3)
5.3.3. Daya Aktif
Daya aktif adalah daya listrik yang dapat diubah kedalam bentuk lain secara langsung
seperti dalam bentuk panas, penerangan, putaran motor dan sebagainya. Persamaan
daya aktif adalah:
P = S Cos = V.I Cos ( dalam Watt ) (5.4)
5.4. Daya 3
Daya pada sistem 3 adalah jumlah dari daya masing masing fasa, atau dinyatakan
sebagaimana persamaan (5.5).
𝑆 ∅ =𝑆 +𝑆 +𝑆 (5.5)
atau
𝑆 ∅ =𝑉 𝐼 +𝑉 𝐼 +𝑉 𝐼 (5.6)
mempunyai nilai sama dengan jumlah daya masing-masing fasa. Dengan menggangap
beban seimbang, maka VRN = VSN = VTN = VLN dan IR= IS = IT = I, maka
S = 3xVLN x I ( dalam VA ) (5.7)
Data tegangan pada jaringan atau papan nama (name plate) beban 3 menurut
konvensi adalah berupa tegangan antar fasa, bukan tegangan fasa netral. Karenanya
untuk mempermudah perhitungan daya, maka persamaan (5.7) perlu diubah dengan
menggunakan tegangan fasa-fasa dan bukan fasa netral. Hubungan antara tegangan
fasa netral dan fasa fas diberikan pada persamaan (4.5), yaitu VLL= √3 x VLN. Dengan
mensubstitusikan persamaan(4.5), maka persamaan (5.7) berubah menjadi:
S =√3xVLL x I ( dalam VA ) (5.8)
Dengan cara yang sama, diperoleh daya reaktif dan daya nyata 3 sebagaimana
diberikan pada masing masing persamaan (5.9) dan (5.10).
Q =√3xVLL x I sin ( dalam VAR ) (5.9)
P =√3xVLL x I cos ( dalam Watt ) (5.10)
Perhatikan nilai tegangannya, pada persamaan (5.7) tegangan fasa ke netral dan
persamaan (5.8) tegangan fasa-fasa dengan faktor pengali √3.
5.5. Segitiga Daya
Hubungan ketiga jenis daya tersebut dapat digambarkan dalam bentuk segitiga daya,
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3.5.
Sistem tiga fasa dapat mempunyai hubungan dalam bentuk bintang( Y) ataupun dalam
bentuk segitiga(). Beberapa besaran listrik yang terdapat dalam rangkaian bintang
ataupun segitiga adalah:
IR, IS, IT = arus saluran (line) fasa R,S dan T
IFR= IFS= IFT=IFasa = arus fasa R,S dan T sistem bintang
VRN =VSN =VTN = tegangan dari masing-masing fasa R,S dan T terhadap netral,
disebut juga tegangan fasa ke netral (line to neutral) VLN.
VRS =VST =VTR = tegangan dari masing-masing tegangan fasa –fasa (line to
line) R ke S, S ke T dan T ke R, disebut juga tegangan fasa-fasa (line to line) VLL.
5.6.1. Hubungan Bintang (Y).
Rangkaian 3 dalam bentuk bintang ditunjukkan pada gambar 5.3
Gambar 5.3 Sistem 3 hubungan bintang (Y)
Arus saluran fasa R adalah sama dengan arus yang melalui RN dan demikian pula
untuk arus saluran fasa S dan T. Sistem 3 beban seimbang terhubung bintang berlaku
hubungan arus kawat saluran dengan arus fasa:
IR = IFR
IS = IFS (5.13)
IT = IFT
Jika beban dianggap seimbang, maka
IR =IS = IT = I (5.14)
dan tegangan fasa- fasa dengan teganan fasa – netral:
VRN =VSN =VTN = VLN (5.15)
VRS =VST =VTR = VLL (5.16)