Anda di halaman 1dari 62

1

BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah pendidikan selalu menarik untuk diperbincangkan. Hal ini dikarenakan

pendidikan merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan manusia menjadi objek

kajian dari pendidikan itu sendiri yang umumnya bisa berubah gaya pemikirannya dari zaman

ke zaman. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pemerintah melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang

hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai

lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang (Maunah, 2009: 5). Seperti dijelaskan

dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 Bab I pasal 1

menyebutkan bahwa:

”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuasaan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”

Inti dari pendidikan adalah suatu proses belajar dan pembelajaran. Belajar dan

pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Keterkaitan belajar dan pembelajaran dapat digambarkan dengan sebuah sistem, proses belajar

dan pembelajaran memerlukan masukan dasar yang merupakan bahan pengalaman belajar

dalam proses belajar mengajar dengan harapan berubah menjadi keluaran dengan kompetensi

tertentu. Selain itu, proses belajar dan pembelajaran dipengaruhi pula faktor lingkungan yang

menjadi masukan lingkungan dan faktor instrumental yang merupakan faktor secara sengaja

dirancang untuk menunjukkan proses belajar mengajar dan keluaran yang ingin dihasilkan.
Perbaikan mutu pendidikan dan pengajaran senantiasa harus tetap diupayakan dan

dilaksanakan dengan jalan meningkatkan kualitas pembelajaran (Komalasari, 2011: 4).

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak

guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid (Sagala,

2012: 4). Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang

saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi,

metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru

dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam

kegiatan pembelajaran (Rusman, 2012: 1).

Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru

dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi

interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara

siswa dengan sumber belajar. Dalam proses ini sebagaian besar guru berperan aktif

menjelaskan materi dan siswa yang mendengarkan, mencatat penjelasan dari guru serta

menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru.

Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas, dalam

bentuk pengabdian. Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu

bangsa yang membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah

lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang kian cangggih dan segala perubahan serta

pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan

seni dalam kadar dinamik untuk dapat mengadaptasikan diri (Usman, 2011: 7). Guru harus

peka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan, terutama perubahan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan zaman. Ada berbagai macam ilmu pengetahuan yang dipelajari, salah satu ilmu

yang menberikan kontribusi terhadap kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

adalah ekonomi. Selain itu ekonomi memberikan suatu cara berfikir yang penting sehingga

kerangka penyusunan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat terwujud.

Faktor utama dalam keberhasilan siswa untuk memahami pelajaran ekonomi adalah

kemampuan guru dalam menyampaikan materi yang diajarkan. Biasanya dalam pembelajaran

dominasi guru sangat tinggi, sehingga kurang adanya kemandirian dari siswa dan kurang

diminati oleh siswa. Selain itu, kenyataan yang ada sekarang memperlihatkan bahwa proses

pembelajaran masih didominasi oleh pandangan yang menempatkan pengetahuan sebagai

fakta yang harus dihafal. Pola pembelajaran yang dilakukan tidak terlepas dari tuntutan

ulangan harian dan semester yang hanya mengukur aspek ingatan dan pemahaman. Karena

nantinya akan menghasilkan pengetahuan yang sifatnya hafalan. Tentu hal ini kurang baik

dalam belajar ekonomi, sebab ditemukan pada suatu masalah baru akan menemui hambatan

dan kesulitan.

Menyikapi tentang hal di atas merupakan tantangan bagi seorang pendidik atau guru

untuk merubah cara mengajar siswa. Dari yang semula hanya banyak yang mengajari siswa

untuk belajar. Oleh karena itu, seorang pendidik atau guru harus bisa menciptakan suasana

yang nyaman dan menyenangkan serta mampu memahami karakteristik siswa yang satu

dengan yang lainnya. Guru sebagai seorang pendidik yang profesional dengan tugas utamanya

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi siswa dalam proses

belajar mengajar maka guru berkewajiban untuk menciptakan suasana pembelajaran yang

bermakna, menyenangkan, kreatif dan memberikan dorongan serta motivasi kepada siswa

untuk belajar.
Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan pada tanggal 19 Januari 2019 di

SMA Negeri 10 Sijunjung, ada beberapa permasalahan diantaranya kurangnya keaktifan siswa

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran mata pelajaran ekonomi di kelas menyebabkan

pembelajaran yang dilakukan tidak sesuai dengan yang direncanakan, karena semua interaksi

yang berlangsung hanya terjadi satu arah yaitu masih banyak didominasi oleh guru.

Kurangnya kreatifitas guru dalam mengatur model pembelajaran menyebabkan siswa merasa

bosan. Oleh karena itu guru yang professional harus menguasai berbagai macam model

pembelajaran guna meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar ekonomi. Keberhasilan

siswa dalam belajar ekonomi dapat dilihat dari pemahaman, penguasaan materi, dan hasil

belajar ekonomi siswa masih rendah. Pada kenyataannya sekarang masih banyak siswa yang

kurang memahami konsep dalam pembelajaran ekonomi.

Tabel 1. Data Mengenai Nilai Rata-Rata UN Dan Akreditasi Sekolah SMA Negeri Di
Kabupaten Sijunjung Tahun Pelajaran 2018/2019.
No Nama Sekolah Akreditasi Rata-Rata Nilai UN
1 SMAN 1 SIJUNJUNG A 60.05
2 SMAN 2 SIJUNJUNG A 62.79
3 SMAN 3 SIJUNJUNG A 58.67
4 SMAN 4 SIJUNJUNG A 56.93
5 SMAN 5 SIJUNJUNG A 51.83
6 SMAN 6 SIJUNJUNG B 49.36
7 SMAN 7 SIJUNJUNG A 48.61
8 SMAN 8 SIJUNJUNG B 47.69
9 SMAN 9 SIJUNJUNG A 43.45
10 SMAN 10 SIJUNJUNG A 52.08
11 SMAN 11 SIJUNJUNG B 48.99
12 SMAN 12 SIJUNJUNG A 50.15
Sumber:Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, 2019

Berdasarkan tabel 1 di atas terlihat bahwa SMAN 10 Sijunjung telah terakreditas

dengan status A. Hal ini menunjukkan bahwa SMAN 10 Sijunjung merupakan salah satu

sekolah berprestasi di Kabupaten Sijunjung. Berdasarkan nilai UN pada table di atas dapat

dilihat bahwa nilai rata-rata SMAN 10 Sijunjung mendapati nilai dibawah rata-rata. Salah satu
penyebab rendahnya nilai rata-rata UN sekolah yaitu model pembelajaran yang kurang variasi

dan motivasi belajar siswa yang rendah sehingga siswa memiliki hasil belajar yang rendah.

Rendahnya hasil belajar dari siswa bukan hanya disebabkan dari siswa itu sendiri,

tetapi juga bisa dari proses belajar yang belum susuai dengan karakteristik siswa. Sampai

sekarang ini masih banyak guru yang cara mengajarnya hanya ceramah saja tidak

menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteri stik siswanya,

sehingga siswa menjadi kurang aktif. Kurangnya interaksi antar siswa dengan guru juga bisa

mempengaruhi hasil belajar siswa. Maka dari itu, tugas guru bukan hanya memberi

pengetahuan saja, melainkan menyiapkan situasi di dalam kelas yang lebih menarik dan

menyenangkan. Untuk itu dalam usaha peningkatan kualitas belajar, maka perlu adanya usaha

untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang membantu siswa dalam beradaptasi dengan

lingkungan barunya, sehingga kualitas pembelajaran akan meningkat.

Berikut ini adalah data RPP siswa kelas X IPS SMA N 10 Sijunjung yang di setiap

materi pelajaranya guru belum menerapkan model pembelajaran dan masih menggunakan

model pembelajaran diskusi dan ceramah.

Tabel 2. Data RPP Siswa Kelas X IPS Semester Ganjil Tahun 2018/2019.
NO MATERI PELAJARAN MODEL
PEMBELAJARAN
1 Konsep Dasar Ilmu Ekonomi Diskusi dan ceramah
2 Permasalahan Ekonomi dan Sistem Diskusi dan ceramah
Ekonomi
3 Kegiatan dan Pelaku Ekonomi Diskusi dan ceramah
4 Ekonomi (Permintaan, Penawaran dan Diskusi dan ceramah
Peran Pasar Dalam perekonomian)

Sumber: Guru Mata Pelajaran Ekonomi

Dari data diatas dari 4 materi dalam satu semester ini dapat kita lihat guru-guru tidak

menggunakan model pembelajaran yang bervariasi sehingga terhambatnya pengetahuan siswa


untuk mengetahui lebih dalam makna dari suatu materi ajar yang menyebabkan siswa menjadi

pasif dan kurang memahami materi karena tidak ada interaksi siswa terhadap siswa lainya dan

merasa bosan sehingga menyebabkan rendahnya hasil nilai ujian akhir nasional.

Dalam mewujudkan kondisi tersebut banyak usaha yang perlu ditempuh, sehingga

memungkinkan terjadinya peristiwa belajar yang optimal pada diri siswa. Salah satu usahanya

adalah membuat siswa aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran utuk berpikir, berinteraksi,

berbuat untuk mencoba, menemukan konsep baru atau menghasilkan suatu karya (Uno dan

Nurdin, 2012: 77). Untuk mencapai hasil tersebut maka perlu mencari model pembelajaran

yang dapat digunakan untuk meningkatkan proses belajar mengajar, supaya hasil belajar siswa

dapat ditingkatkan, diantaranya adalah model Discovery Learning dan Problem Based

Learning.

Penemuan (Discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

berdasarkan pandangan kontruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman

struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara

aktif dalam proses pembelajaran model pembelajaran ini dalam peranan guru adalah

menyatakan persoalan, kemudian membimbing siswa untuk menemukan penyelesaian dari

persoalan itu dengan perintah-perintah atau dengan lembar kerja. Siswa mengikuti petunjuk

dan menemukan sendiri penyelesaiannya. Peneliti menggunakan model pembelajaran

Discovery Learning karena ada beberapa alasan yaitu siswa dapat berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran yang disajikan, materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang

tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya

(Hosnan, 2014: 280).


Pembelajaran berbasis penemuan atau Discovery Learning menurut Roestiyah (2008:

20) adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip,

yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna,

mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat

kesimpulan dan sebagainya.

Peningkatan kemampuan berpikir kreatif dengan cara siswa berlatih menghadapi

masalah yang ada pada kehidupan sehari-harinya, dengan dilakukannya pembelajaran berbasis

masalah atau Problem Based Learning. Pembelajaran dengan Problem Based Learning

menurut Purnamaningrum (2012: 35) mengatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan

dengan menghadapkan siswa pada permasalahan yang nyata pada kehidupan sehari-hari,

sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri dalam memecahkan masalah dan

mengupayakan berbagai macam solusinya, yang mendorong siswa untuk berpikir kreatif.

Selain itu, Problem Based Learning melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan masalah

dan mengutarakan alternatif-alternatif pemecahannya, sehingga siswa tidak merasa jenuh

karena dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.

Semakin bertambahnya teknologi-teknologi baru yang muncul maka sekarang sudah

ada aplikasi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pengisian rapor dan nilai tugas dengan

menggunakan aplikasi untuk menilai secara otomatis nilai dari proses belajar siswa, jadi

apabila siswa memiliki nilai C maka secara otomatis di nilai rapor siswa akan keluar di

aplikasi tersebut tertulis tidak tuntas, karena di Kurikulum 13 memakai rentangan nilai

menggunakan A, B, C, D pada hasil tugas atau UH siswa selama proses pembelajaran. Hasil

belajar sangat erat hubungan dengan ulangan harian (UH) apabila hasil UH dan tugas siswa
baik maka nilai pada nilai hasil belajar siswa akan meningkat, maka dapat kita lihat pada table

dibawah ini

Tabel 3. Nilai Ulangan Harian Semester 1 Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X IPS SMA
Negeri 10 Sijunjung
Nilai Siswa yang Siswa yang
Jumlah
Kelas KKM Rata- Tuntas Tidak Tuntas
Siswa
rata Jumlah Jumlah
X IPS 1 34 78 63, 50 18 16
X IPS 2 35 78 58 15 20
X IPS 3 35 78 59,17 16 19
X IPS 4 35 78 61,48 19 16
Sumber : Wakil Kurikulum SMA Negeri 10 Sijunjung

Dari tabel di atas dapat di simpulkan bahwa rata-rata nilai ulangan harian semester 1

mata pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 10 Sijunjung masih banyak dibawah nilai KKM.

Karena nilai rata-rata kelas masih ada yang di bawah kriteria ketuntasan minimun (KKM)

yang telah di tetapkan 78, hal ini terbukti dari 4 kelas dari tabel 1 di atas tidak ada satu pun

kelas yang mempunyai nilai rata-rata di atas standart kriteria ketuntasan minimum (KKM)

yaitu 78, dan dapat kita lihat masih banyak siswa yang masih dibawah KKM sedangkan SMA

Negeri 10 Sijunjung menggunakan kurikulum 13 yang standarisasi tujuan pendidikan yang

sangat tinggi di banding kurikulum sebelumnya. Kualitas hasil belajar siswa dalam mata

pelajaran Ekonomi sangat di harapkan oleh semua pihak, tetapi kenyataan belum

menggembirakan.

Berbagai fenomena yang teramati oleh penulis antara lain mungkin disebabkan belum

lengkapnya fasilitas pembelajaran yang ada, model pembelajaran yang belum dapat

mengembangkan keterampilan belajar siswa, gaya mengajar guru yang tidak bervariasi dan

masih mempertahankan cara-cara yang lama yaitu guru sebagai subyek dan siswa sebagai

obyek dengan pencapaian materi sebagai target akhir. Permasalahan dipihak siswa adalah

rendahnya motivasi belajar siswa mengikuti mata pelajaran ekonomi yang ditunjukkan oleh
sikap dan tingkah laku mereka yang negatif pada saat proses pembelajaran berlangsung

misalnya siswa pasif dalam mengikuti pelajaran dan sering keluar kelas saat pelajaran sedang

berlangsung.

Rendahnya hasil belajar siswa juga disebabkan oleh faktor eksternal yang ditunjukkan

oleh ketidaktepatan model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses

pembelajaran. Guru kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dalam

menumbuhkan motivasi, minat, dan kreativitas siswa untuk belajar dan berusaha mengatasi

kesulitannya. Proses pembelajaran seolah-olah telah berjalan dengan baik, karena materi yang

telah digariskan dalam silabus telah disajikan sesuai dengan batas waktu yang telah

ditentukan. Di satu sisi justru hal yang terjadi dapat mematikan gairah belajar siswa karena

guru kurang kreatif, guru lebih mendominasi ketika menyampaikan materi pembelajaran dan

cenderung mengabaikan kesiapan belajar siswa. Guru kurang memperhatikan setiap siswa

yang memiliki keberagaman individual, baik latar belakang kemampuan/ pengetahuan, sikap,

motivasi, dan sebagainya. Hal ini terungkap ketika guru memerintahkan siswa membentuk

kelompok belajar untuk mendiskusikan materi.

Untuk mengubah dan meminimalisir fenomena yang ada dalam proses pembelajaran

mata pelajaran ekonomi perlu kiranya dicoba menerapkan model pembelajaran yang

memungkinkan siswa termotivasi dan terlibat secara aktif dalam mengikuti proses

pembelajaran. Di antaranya model pembelajaran discovery learning dan problem based

learning dipandang dapat membantu guru dalam meningkatkan proses pembelajaran mata

pelajaran ekonomi.

Pada model pembelajaran discovery learning dan problem based learning bertujuan

kelompok tidak hanya menyelesaikan tugas saja atau bekerja sama dalam kelompok, tetapi
juga memberikan jaminan bahwa setiap anggota kelompok lebih aktif dan kreatif untuk

menguasai dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Selain itu model pembelajaran discovery

learning dan problem based learning memberikan keuntungan baik pada siswa yang

berpengetahuan awal tinggi maupun pada siswa yang berpengetahuan awal rendah, dimana

mereka bekerja sama dalam menyelesaikan tugas akademik, karena masing-masing anggota

kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama untuk menguasai materi di dalam

kelompoknya. Dalam hal ini siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan yang

berkemampuan rendah, mereka saling melengkapi dan berinteraksi satu sama lainnya secara

aktif dan kreatif, sehingga mampu meningkatkan hasil belajarnya.

Kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran discovery learning menurut Hosnan

(2014:287-288) yaitu dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah

sehingga siswa bisa belajar mandiri. Sedangkan kelebihan pada model pembelajaran problem

based learning menurut Shoimin (2014:132) yaitu siswa didorong untuk memiliki

kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata dan pembelajaran berfokus pada

masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa, hal ini

mengurangi beban siswa dalam menghafal atau menyimpan informasi.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut sehingga

penulis dapat tuangkan dalam bentuk proposal skripsi dengan judul “Pengaruh Model

Pembelajaran Discovery Learning, Problem Based Learning Dan Motivasi Terhadap

Hasil Belajar Ekonomi Siswa Di SMA Negeri 10 Sijunjung”


B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi beberapa masalah

sebagai berikut:

1. Peran guru di dalam kelas masih sangat dominan sehingga pembelajaran berpusat pada

guru.

2. Kurangnya variasi model pembelajaran yang diterapkan oleh guru.

3. Aktivitas siswa cenderung pasif di dalam kelas.

4. Hasil belajar ekonomi siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa

yang nilainya masih di bawah KKM.

5. Sebagian besar siswa belum dapat menganalisis berbagai permasalahan yang berkaitan

dalam mata pelajaran ekonomi.

6. Siswa kurang memperhatikan dan kurang antusias mengerjakan tugas yang diberikan oleh

guru.

7. Siswa kurang dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran.

8. Masih rendahnya motivasi belajar siswa untuk mata pelajaran ekonomi.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya faktor yang teridentifikasi berpengaruh terhadap hasil belajar

siswa SMAN 10 Sijunjung dalam mata pelajaran Ekonomi. Di samping itu juga karena

keterbatasan Peneliti dalam biaya, waktu, maupun perizinan maka Peneliti membatasi masalah

ini hanya yang berkaitan dengan model pembelajaran yang digunakan guru dan motivasi

belajar siswa dalam proses pembelajaran. Pembatasan masalah ini terutama didasarkan pada
pentingnya kedua faktor tersebut dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran mata

pelajaran Ekonomi di SMAN 10 Sijunjung.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah hasil belajar Ekonomi siswa yang diajar dengan model pembelajaran

Discovery Learning lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran

Problem Based Learning di SMAN 10 Sijunjung?

2. Apakah hasil belajar Ekonomi siswa dengan motivasi belajar tinggi yang

diajar dengan model pembelajaran Discovery Learning lebih tinggi dari siswa yang

diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning di SMAN 10 Sijunjung?

3. Apakah hasil belajar mata pelajaran Ekonomi siswa dengan motivasi belajar

rendah yang diajar dengan model pembelajaran Discovery Learning lebih tinggi dari siswa

yang diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning di SMAN 10

Sijunjung?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran Discovery Learning

dan model pembelajaran Problem Based Learning dengan motivasi terhadap hasil belajar

siswa pada mata pelajaran Ekonomi di SMAN 10 Sijunjung?


E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan tujuan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui:

1. Hasil belajar Ekonomi siswa yang diajar dengan model pembelajaran Discovery Learning

lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based

Learning di SMAN 10 Sijunjung.

2. Hasil belajar Ekonomi siswa dengan motivasi belajar tinggi yang diajar dengan model

pembelajaran Discovery Learning lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan model

pembelajaran Problem Based Learning di SMAN 10 Sijunjung.

3. Hasil belajar mata pelajaran Ekonomi siswa dengan motivasi belajar rendah yang diajar

dengan model pembelajaran Discovery Learning lebih tinggi dari siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran Problem Based Learning di SMAN 10 Sijunjung.

4. Terdapat atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran Discovery Learning dan

model pembelajaran Problem Based Learning dengan motivasi terhadap hasil belajar

siswa pada mata pelajaran Ekonomi di SMAN 10 Sijunjung.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Pengembangan keilmuan di bidang Teknologi Pembelajaran, khususnya model

pembelajaran yang merupakan salah satu sub kawasan desain/perancangan.

2. Depdiknas dan SMA umumnya dan khususnya bagi SMAN 10 Sijunjung sebagai

masukan dalam rangka meningkatkan mutu lulusan.


3. Guru SMAN 10 Sijunjung dalam rangka meningkatkan hasil belajar melalui penerapan

model pembelajaran Discovery Learning dan model pembelajaran Problem Based

Learning

4. Peneliti sendiri, untuk dapat memantapkan pemahaman dan pengalaman tentang model

pembelajaran Discovery Learning dan model pembelajaran Problem Based Learning.

5. Peneliti lain, sebagai masukan bila meneliti dari sisi lain yang belum dikaji dalam

penelitian ini mengenai model pembelajaran Discovery Learning dan model pembelajaran

Problem Based Learning.


17

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar ini terdiri dari dua kata hasil dan belajar. Dalam KBBI hasil

memiliki beberapa arti yaitu sesuatu yang diadakan oleh usaha dan pendapatan;

perolehan; buah. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku atau tanggapan

yang disebabkan oleh pengalaman (Kemendikbud, 2015: 95). Secara umum

Abdurrahman (2003: 52) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang

diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.menurutnya juga anak-anak yang

berhasil dalam belajar ialah berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan

instruksional. Adapun yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku

pada diri individu berkat adanya interaksi antara satu individu dengan individu lainnya

dan antara individu dengan lingkungan.

Menurut Abdurrahman (2003: 54) hasil belajar merupakan kemampuan yang

diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan

perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa

sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hasil belajar merupakan salah satu

indikator dari proses belajar. Hasil belajar adalah perubahan perilaku uyang diperoleh

siswa setelah mengalami aktivitas belajar Salah satu indikator tercapai atau tidaknya
suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh

siswa.

Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam

mengikuti program belajar mengajar, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut

Dimyati dan Mudjiono (2006: 76) dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan hasil

belajar merupakan suatu proses untuk melihat sejauh mana siswa dapat menguasai

pembelajaran setelah mengikuti kegiatan proses belajar mengajar, atau keberhasilan

yang dicapai seorang peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang

ditandai dengan bentuk angka, huruf, atau simbol tertentu yang disepakati oleh pihak

penyelenggara pendidikan.

Dari beberapa teori di atas tentang pengertian hasil belajar, maka hasil belajar

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar (perubahan tingkah laku:

kognitif, afektif dan psikomotorik) setelah selesai melaksanakan proses pembelajaran

dengan strategi pembelajaran information search dan metode resitasi yang dibuktikan

dengan hasil evaluasi berupa nilai.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 81) berhasil atau tidaknya seseorang

dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil

belajar yaitu yang berasal dari dalam peserta didik yang belajar (faktor internal) dan

ada pula yang berasal dari luar peserta didik yang belajar (faktor eksternal). Menurut

Slameto (2003: 95) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:

a. Faktor internal yaitu, faktor jamaniah dan psikologis.

b. Faktor eksternal yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat.


Menurut Muhibbin (2004: 89) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

peserta didik yaitu dari internal aspek fisiologis dan psikologis sedang eksternal yaitu,

faktor lingkingan sosial dan non sosial. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar

diantaranya faktor jasmani dan rohani siswa, hal ini berkaitan dengan masalah

kesehatan siswa baik kondisi fisiknya secara umum, sedangkan faktor lingkungan juga

sangat mempengaruhi. Hasil belajar siswa di madrasah 70 % dipengaruhi oleh

kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan.

Tinggi rendahnya hasil belajar peserta didik dipengaruhi banyak faktor-faktor

yang ada, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut sangat

mempengaruhi upaya pencapaian hasil belajar siswa dan dapat mendukung

terselenggaranya kegiatan proses pembelajaran, sehingga dapat tercapai tujuan

pembelajaran.

3. Manfaat Hasil Belajar

Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku seseorang yang

mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor setelah mengikuti suatu

proses belajar mengajar tertentu. Pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil apabila

perubahan-perubahan yang tampak pada siswa merupakan akibat dari proses belajar

mengajar yang dialaminya yaitu proses yang ditempuhnya melalui program dan

kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam proses pengajarannya.

Berdasarkan hasil belajar siswa, dapat diketahui kemampuan dan perkembangan

sekaligus tingkat keberhasilan pendidikan (Susanto, 2018: 63).

Menurut (Susanto, 2018: 65) hasil belajar harus menunjukkan perubahan

keadaan menjadi lebih baik, sehingga bermanfaat untuk:


a. menambah pengetahuan

b. lebih memahami sesuatu yang belum dipahami sebelumnya

c. lebih mengembangkan keterampilannya

d. memiliki pandangan yang baru atas sesuatu hal

e. lebih menghargai sesuatu daripada sebelumnya

Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan dari siswa

sehingga terdapat perubahan dari segi pegetahuan, sikap, dan keterampilan dalam

proses pembelajaran.

B. Metode Pembelajaran Discovery Learning

1. Pengertian Metode Pembelajaran Discovery Learning

Metode secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode

diartikan sebagai cara melakukan sesuatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan

dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis. Menurut Widiasworo

(2017: 161) Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang menekan peserta

didik untuk menemukan sendiri konsep pengetahuannya, dalam proses menemukan,

peserta didik dibimbing untuk melakukan serangkaian tahap pembelajaran mulai dari

mengamati hingga organisasikan hasil penemuan menjadi suatu konsep pengetahuan.

Metode pembelajaran Discovery Learning (penemuan) adalah metode mengajar

yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan

yang sebelumnya belum di ketahuinya. Dalam pembelajaran Discovery (penemuan)

kegiatan atau pembelajaran yang di rancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat

menemukan konsep- konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.

Pembelajaran dengan Discovery Learning (penemuan) merupakan suatu komponen


penting dalam pendekatan kontruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam

dunia pendidikan (Muhibbin, 2004: 201).

Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,

melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery

terjadi bila indifidu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk

menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui proses mental,

yakni, observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Lebih lanjut,

sebagai sebuah strategi belajar Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama

dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada

ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya

konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Mempunyai prinsip yang sama

dengan inquiry, yang menuntut usaha menemukan seperti itu.

Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah

materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk

final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang

ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi

atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam

suatu bentuk akhir. Sebagaimana pemikiran Bruner bahwa: perolehan pengetahuan

adalah proses aktif. Individu secara aktif merekontruksi pengalamannya dengan

menghubungkan pengetahuan baru dengan internal modal atau struktur kognitif yang

telah dimilikinya Dengan demikian dalam mengaplikasikan metode Discovery

Learning dalam sebuah bahan ajar pada suatu bidang studi tertentu maka tidak semua

materi pelajaran yang harus dipelajari siswa dipresentasikan dalam bentuk final,
beberapa bagian harus dicari diidentifikasikan oleh pelajar sendiri. Pelajar mencari

informasi sendiri. Sebagaimana pendapat Ausubel, bahwa dalam metode Discovery

Learning si pelajar menemukan sendiri materi yang harus dipelajarinya. Ia tidak hanya

menyerap saja, tetapi mangorganisir dan mengintegrasikan materi-materi yang

dipelajarinya ke dalam struktur kognitifnya. Sehingga dengan mengaplikasikan metode

Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan

dari individu yang bersangkutan. Penggunaan metode Discovery Learning, ingin

merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran

yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus ekspository siswa hanya

menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa

menemukan informasi sendiri.

Proses pembelajaran yang berfokus pada penemuan masalah (sumber

pembelajaran) yang berasal dari pengalaman-pengalaman nyata siswa. Sehingga tujuan

utama dari Discovery Learning tidak terletak pada pencarian aplikasi pengetahuan,

melainkan suatu upaya untuk membangun pengetahuan secara induktif dari

pengalaman-pengalaman siswa (Anam, 2016: 110).

2. Tujuan Pembelajaran Metode Discovery Learning

Menurut Cahyo (2013: 104) beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan

penemuan, yakni sebagai berikut :

a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam

pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam

pembelajaran menungkatan ketika penemuan digunakan.


b. Melalui pembelajaran dengan penemuan siswa dapat menemukan pola dalam

situyasi konkrit maupun abstrak, siswa juga banyak meramalkan (extrapolate)

informasi tambahan yang diberikan.

c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancuh dan

menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam

menemukan.

d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama

yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide

orang lain.

e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan,

konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih

bermakna.

f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa

kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan di aplikasikan dalam situasi

belajar yang baru.

3. Konsep Belajar dalam Metode Discovery Learning

Dihubungkan antara teori generalisasi dalam metode Discovery Learning,

menunjukkan bahwa sesungguhnya dalam metode Discovery Learning merupakan

pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan

terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak

dalam Discovery, bahwa sebenarnya Discovery adalah pembentukan kategori-kategori,

atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan


sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam artian relasi-relasi (similaritas &

differenc) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian.

Menurut Bruner dalam Budiningsih (2005: 43) memandang bahwa suatu

konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu

konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi:

a. Nama

b. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif.

c. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak.

d. Rentangan karakteristik.

e. Kaidah

Budiningsih (2005: 78) menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan

dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda

pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan

contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan

menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah

ada sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu

tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan

konsep. Menurut Slameto (2003: 140) dalam pembentukan suatu konsep ada empat

dasar untuk mendefinisikan perkataan yang menunjukkan konsep, yaitu berdasarkan:

1) Sifat sifat yang dapat diukur atau dapat diamati.

2) Sinonim, antonim dan makna semantik lain.

3) Hubungan-hubungan logis dan aksioma/definisi dari sudut ini tidak secara langsung

menunjuk sifat-sifat tertentu.


4) Manfaat atau gunanya.

4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning

Langkah-langkah Discovery Learning Pelaksanaan model pembelajaranDiscovery

Learningdi kelas, menurut Syahada beberapa langkah-langkah yang harus dilaksanakan,

yaitu:

a. Problem statement atau identifikasi masalah. Guru memberi kesempatan kepada

peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah

yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan

dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

b. Stimulation atau pemberian rangsangan. Tahap ini berfungsi untuk menyediakan

kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik

dalam mengeksplorasi bahan dan mengarahkan peserta didik pada persiapan

pemecahan masalah.

c. Data colletion atau pengumpulan data. Guru memberi kesempatan pada peserta

didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk

membuktikan benar tidaknya hipotesis.

d. Data processing atau pengolahan data. Kegiatan mengolah data dan informasi yang

telah diperoleh peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya.

e. Verification atau pembuktian. Pada tahap ini, peserta didik melakukan

pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang

ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan pengolahan data.


f. Generalization atau menarik kesimpulan. Proses menarik kesimpulan

dapatdijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang

sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

5. Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning

Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran

harus diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan suatu kebaikan ataupun

kelebihan. Hosnan (2014: 287-288) mengemukakan beberapa kelebihan dari model

Discovery Learning yakni sebagai berikut:

a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-

keterampilan dan proses-proses kognitif.

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena

menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.

c. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.

d. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan

bekerja sama dengan yang lain.

e. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.

f. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

g. Melatih siswa belajar mandiri.

h. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir dan menggunakan

kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

Westwood (2008: 98) mengemukakan pembelajaran dengan model Discovery

Learning akan efektif jika terjadi hal-hal berikut:

a. proses belajar dibuat secara terstruktur dengan hati-hati


b. siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan awal untuk belajar

c. guru memberikan dukungan yang dibutuhkan siswa untuk melakukan

penyelidikan.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti

menyimpulkan bahwa kelebihan dari model Discovery Learning yaitu dapat melatih

siswa belajar secara mandiri, melatih kemampuan bernalar siswa, serta melibatkan

siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan sendiri dan

memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Kekurangan dari model Discovery

Learning yaitu menyita banyak waktu karena mengubah cara belajar yang biasa

digunakan, namun kekurangan tersebut dapat diminimalisir dengan merencanakan

kegiatan pembelajaran secara terstruktur, memfasilitasi siswa dalam kegiatan

penemuan, serta mengonstruksi pengetahuan awal siswa agar pembelajaran dapat

berjalan optimal.

6. Lingkungan Belajar dalam Metode Discovery Learning

Di dalam proses belajar, Bruner (2010: 90) mementingkan partisipasi aktif

dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk

menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada

tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, ialah

lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru

yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.

Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan

dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan

kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat
berkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk

memfasilitasi kemampuan siswa dalam berfikir (merepresentasikan apa yang

dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Menurut Bruner (2010: 91) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui

tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lebih tepatnya menggambarkan

lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.

a. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk

memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya

anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan,

pegangan, dan sebagainya.

b. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-

gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya

anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan

(komparasi).

c. Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan

abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan

logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol

bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan

menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses

berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti

ia tidak menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam

kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem

enaktif dan ikonik dalam proses belajar.


Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan

symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan

atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat

temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan

keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk

menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Budiningsih, 2005: 42).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keseimbangan antara gambar

atau bagan serta bahasa yang digunakan sehingga seorang anak mudah memhami

tentang perkembangannya.

7. Interaksi Guru dan Siswa dalam Metode Discovery Learning

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai

pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara

aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan

kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005: 145). Kondisi seperti

ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student

oriented. Hal yang menarik dalam pendapat Bruner (2010: 102) yang menyebutkan:

hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang

problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika.

Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk

akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,

membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,

mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Hal tersebut

memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan


memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang

dimengerti mereka (Dalyono, 1996: 42).

Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi metode Discovery Learning

harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih

mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan

kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu

konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam

kehidupannya. Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery

Learning menurut Bruner (2010: 103) adalah hendaklah guru memberikan

kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang

scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut siswa akan

menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.

Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery sebagai metode

mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar,

bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar

lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu

bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang

diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pula pelajar itu diberi

responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.

Dalam hubungan antara guru dan siswa, Bruner (2010: 105) mengemukakan

beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut

:
a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada

masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.

b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar para siswa untuk

memecahkan masalah.

c. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enactive, iconic, dan

symbolic.

d. Bila siswa memecahkan di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya

berperan sebagai pembimbing atau tutor

8. Strategi Pembelajaran Metode Discovery Learning

Menurut Hosnan (2014: 110) Dalam pembelajaran dengan Penemuan dapat

di gunakan beberapa strategi, strategi-strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

strategi induktif strategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh

kasus dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat di

gunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil

kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu

mengandung resiko, apakah kesimpulan ini benar atau tidak. Karenanya kesimpulan

yang di temukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu menggunakan perkataan

mungkin atau barang kali.

Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan metode Discovery

Learning di kelas harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap

perencanaan menurut Bruner (2010: 106), yaitu:

a. Menentukan tujuan pembelajaran.

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa


(kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).

c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-

contoh generalisasi).

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas

dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret

ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Dari pendapat diatas dapat

disimpulkan bahwa beberapa langkah-langkah yang dikemukan oleh ahli di atas, yang

harus dilalui oleh seorang guru dalam menggunakan metode discovery learning dalam

pembelajar di kelas.

C. Model Pembelajaran Problem Based Learning

1. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

Kehidupaan identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini

melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang

berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang

kemampuan berfikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah

suasana kondusif, terbuka, negosiasi, dan demokratis. Menurut Shoimin (2014:130)

bahwa pengertian dari model Problem Based Learning adalah Problem Based

Learning (PBL) atau pembelajaran berbasih masalah adalah model pengajaran yang

bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar

berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan.


PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang

mengembangkan secara stimulan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar

pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran

aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik.

Dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

Problem Based Learning menjadi sebuah pendekatan pembelajaran yang berusaha

menerapkan masalah yang terjadi dalam dunia nyata sebagai sebuah konteks bagi para

siswa dalam berlatih bagaimana cara berfikir kritis dan mendapatkan keterampilan

dalam pemecahan masalah, serta tak terlupakan untuk mendapatkan pengetahuan

sekaligus konsep yang penting dari materi ajar yang dibicarakan.

2. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning

Berdasarkan teori yang dikembangkan Shoimin (2014:130) menjelaskan

karakteristik dari PBM, yaitu:

a. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa

sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori

konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan

pengetahuannya sendiri.

b. Autenthic problems from the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang autentik

sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat

menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

c. New information is acquired through self-directed learning


Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja belum mengetahui dan

memahami semua pengetahuan prasayaratnya sehingga siswa berusaha untuk

mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

d. Learning occurs in small group

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha

mengembangkan pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam

kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan

penerapan tujuan yang jelas.

e. Teachers act as facilitators

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun

begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong

mereke agar mencapai target yang hendak dicapai.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

model Problem Based Learning dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat

dimunculkan oleh siswa atau pun guru, kemudian siswa memperdalam

pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan dan apa yang perlu

mereka ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah

yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong untuk

berperan aktif dalam belajar.

3. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning

Shoimin (2014:131) mengemukakan bahwa langkah-langkah dalam model

pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut:


a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.

Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll).

c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen

untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data,

hipotesis, dan pemecahan masalah.

d. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai

seperti laporan dan membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.

e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Dari pendapat di atas mengenai langkah-langkah dalam model pembelajaran

Problem Based Learning dapat diambil kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam

model PBL ini dimulai dengan menyiapkan logistic yang dibutuhkan lalu penyajian

topik atau masalah, dilanjutkan dengan siswa melakukan diskusi dalam kelompok

kecil, mencari solusi dari permasalahan dari berbagai sumber secara mandiri atau

kelompok, menyampaikan solusi dari permasalahan dalam kelompok berupa hasil

karya dalam bentuk laporan, dan kemudian melakukan evaluasi terhadap proses apa

saja yang mereka gunakan.

4. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Shoimin (2014:132) berpendapat bahwa kelebihan model Problem Based

Learning diantaranya:
a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi

nyata.

b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas

belajar.

c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya

tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan

menghafal atau menyimpan informasi.

d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan,

internet, wawancara, dan observasi.

f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan

diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok

dalam bentuk peer teaching.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based

Learning ini memerlukan waktu yang tidak sedikit, Pembelajaran dengan model ini

membutuhkan minat dari siswa untuk memecahkan masalah, jika siswa tidak memiliki

minat tersebut maka siswa cenderung bersikap enggan untuk mencoba, dan model

pembelajaran ini cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan pemecahan

masalah.
D. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi

Pengertian motivasi tidak dapat dilepaskan dari pengertian motif. Karena

kata motif menunjukkan alasan seseorang melakukakan suatu aktifitas. Kata

“motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakuklan

sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam

subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan

(Sardiman, 2005: 73).

Menurut Sardiman (2005: 76) motivasi dipandang dari akar katanya,

motivasi (motivation) berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang

menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motivasi juga

dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri

(drive arousal). Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa:

a. motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi

b. motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal)

c. motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Selain itu, motivasi adalah suatu dorongan yang berasal dari dalam diri atau

kondisi jiwa yang dipengaruhi faktor-faktor eksternal. Motivasi (motivation) adalah

keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang sejenis yang

mengarahkan prilaku. Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap

mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves), dan

mengarah atau menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi

kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan. (Siswanto, 2005: 119).


Pengertian motivasi yang dikemukakan Hoy dan Miskel (2008: 54) bahwa:

motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-

dorongan, kebutuhan-kebutuhan, pertanyaan-pertanyaan ketegangan (tention states),

atau mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan-kegiatan

yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan- tujuan personal (Purwantoro, 2004: 72).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulakan bahwa motivasi

merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri seseorang yang perlu dipenuhi agar

seseorang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Sedangkan motivasi

merupakan kondisi yang menggerakkan seseorang agar mampu mencapai tujuan dari

motifnya. Dengan kata lain motivasi merupakan bentuk aktivitas untuk mencapai

tujuan yang berasal dari motif sebagai suatu dorongan dalam diri siswa untuk

mencapai tujuan belajar yang ingin dicapainya.

2. Macam- Macam Motivasi

Menurut Purwantoro (2004: 76) motivasi secara umum dapat dibedakan

menjadi dua sudut pandang, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang

(motivasi intrinsik) dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang (motivasi

ekstrinsik).

a. Motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak

perlu dirangsang dari luar, karena setiap diri indifidu sudah ada dorongan untuk

melakukan sesuatu. Atau motivasi intrinsik ialah bila siswa menguasai

pelajaran, sanggup memecahkan masalah yang sulit, menaruh minat, merasa

turut terlibat, merasa diri kompeten.


b. Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik

adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari

luar.

Jika dihubungkan dengan pendekatan Discovery Learning, Bruner (2010:

112) mengatakan bahwa motivasi belajar siswa dapat ditimbulkan dengan suatu

yang menyenangkan dalam proses belajar sehingga dapat menghantarkan pelajar

pada penggiliran reliansi pada extrinsic reward kereliansi instrinsic reinforcement.

3. Bentuk- Bentuk Motivasi Belajar Siswa

Menurut Purwantoro (2004: 83) untuk mengetahui bagaimana siswa

memiliki motivasi dalam kegiatan belajar ada beberapa aktifitas yang dapat

diobservasi pada tingkah laku siswa pada kegiatan belajar di kelas, khususnya

dengan aplikasi Metode Discovery Learning. Pada waktu pembelajaran siswa yang

termotivasi menunjukkan sikap ataupun tingkah laku, yaitu:

a. Bersungguh-sungguh, menunjukkan minat, mempunyai perhatian dan rasa ingin

tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar mengajar

b. Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan

tersebut

c. Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebar terselesaikan.

Disamping itu siswa dalam mengikuti pelajaran menunjukkan sikap, yaitu:

a. Mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh

b. Menyelesaikan tugas di sekolah dengan baik

c. Berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan belajar

d. Menyelesaikan pekerjaan rumah pada waktunya.


Secara lebih umum bentuk-bentuk motivasi belajar siswa dapat terlihat

dengan adanya:

a. Kompetisi (competition)

b. Mendekatkan tujuan (pace making)

c. Tujuan yang jelas dan diakui

d. Minat.

Menurut (Bahri, 2011: 151) Mengatakan bahwa motivasi belajar siswa

dalam mencapai tujuan belajar siswa tersebut harus memiliki totalitas diri untuk

mencapainya. Ini biasanya diikuti dengan penuh perhatian, tampaknya tidak bosan

dan penuh semangat. Selain itu, seorang yang besar motivasinya akan giat

berusaha, tampak gigih tidak mau menyerah, giat membaca buku-buku untuk

meningkatkan prestasinya untuk memecahkan masalah. Sebaliknya mereka yang

motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak

tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas, sering meninggalkan pelajaran

akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar

Dapat dipahami dalam kehidupan sehari-hari seorang siswa dalam meraih

cita-citanya atau mimpinya ia akan terus berusaha sekuat tenaga meraihnya,

sebagaimana orang yang mempunyai motivasi diri yang baik adalah orang yang

mempunyai cita-cita, dinamis dan tekun mencurahkan diri dan kemampuannya

untuk mencapai cita-cita tersebut.

4. Fungsi Motivasi Belajar

Adapun fungsi motivasi menurut Ngalim Purwantoro (2004: 70-71) ada

tiga yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat dan bertindak. Sebagai penggerak atau

sebagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk

melakukan suatu tugas.

b. Menentukan arah perbuatan. Yakni kearah perwujudan suatu tujuan atau cita-

cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk

mencapai tujuan itu.

c. Menentukan arah perbuatan. Yakni kearah perwujudan suatu tujuan atau cita-

cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk

mencapai tujuan itu.

d. Menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan perbutan-perbuatan mana

yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan

menyampingkan perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu.

Disamping fungsi tersebut, Djamarah (2011: 96) juga memberikan

pandangannya tentang fungsi motivasi, sebagai berikut:

a. Motivasi sebagai pendorong perbuatan. Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat

untuk belajar, tetapi karena ada sesuatu yang dicari muncullah minatnya untuk

belajar. Sesuatu yang akan dicari itu dalam rangka untuk memuaskan rasa ingin

tahunya dari sesuatu yang akan dipelajari. Sesuatu yang belum diketahui itu

akhirnya mendorong disini anak didik mempunyai keyakinan dan pendirian

tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk mencari tahu tentang sesuatu.

b. Motivasi sebagai penggerak perbuatan. Dorongan psikologis yang melahirkan

sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung, yang
kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Disini anak didik sudah

melakukan aktifitas belajar dengan segenap jiwa raga.

c. Motivasi sebagai pengarah perbutan. Anak didik yang mempunyai motivasi dapat

menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang

diabaikan.

E. Penelitian Relevan
No Penelitian Terdahulu
1. Nama Penerbit : Lilik Ariyanto dan Lilik Santoso
Tahun : 2015
: Pengaruh Pembelajaran Problem Based
Learning dan Discovery Learning
terhadap Mathematical Problem Posing
Siswa SMK Kelas XI
Nama Jurnal : Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika
Penerbit : Universitas PGRI Semarang
Kota Penerbit : Semarang
Volume :
Nomor :
ISSN : 2502-7638
: Terdapat Pengaruh yang signifikan
antara Pembelajaran Problem Based
Learning dan Discovery Learning
terhadap Mathematical Problem Posing
Siswa SMK Kelas XI
2. Nama Penerbit : Umay Saroh dan Sutama
Tahun : 2016
: Dampak Problem Based Learning dan
Discovery Learning Ditinjau dari
Kemampuan Koneksi Terhadap Hasil
Belajar Matematikan SMP
Nama : Naskah Publikasi
Penerbit : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kota Penerbit : Surakarta
: Terdapat pengaruh yang positif antara
Problem Based Learning dan Discovery
Learning Ditinjau dari Kemampuan
Koneksi Terhadap Hasil Belajar
Matematikan SMP dan tidak ada pengaruh
yang positif antara Problem Based
Learning dan Discovery Learning Ditinjau
dari Kemampuan Koneksi Terhadap Hasil
Belajar Matematikan SMP
3. Nama Penerbit : Bella Anandya Dkk,
Tahun : 2018
: Perbedaan Model Problem Based
Learning dan Discovery Learning Ditinjau
dari Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas IV SD
Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
Penerbit : Scholaria
Volume :8
Nomor :2
Kota Penerbit : Patimura
: Terdapat Perbedaan Model Problem
Based Learning dan Discovery Learning
Ditinjau dari Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas IV SD Gugus Patimura
4 Nama Penerbit : Nabila Yuliana
Tahun : 2018
: Penggunaan Model Pembelajaran
Discovery Learning dalam Peningkatan
Hasil Belajar Siswa
Nama Jurnal : Jurnal Ilmiah Pendidikan dan
Pembelajaran
Penerbit : PPS Universitas Pendidikan Ganesha
Volume :2
Nomor :1
Kota Penerbit : Salatiga
: Terbukti bahwa model discovery learning
mampu membantu meningkatkan
keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran dengan siswa menemukan
informasi sendiri sehingga menunjukan
peningkatan hasil belajar.
5 Nama Penerbit : Veri Setiawan dan Istiqomah
Tahun : 2015
: Penerapan Model Pembelajaran
Discovery Learning untuk Meningkatkan
Minat dan Prestasi Belajar

Nama Jurnal : Jurnal Prosiding Seminar Nasional


Etnomatnesia
Penerbit : Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Volume :1
Nomor :2
Kota Penerbit : Yogyakarta
: Dengan menggunakan Model
Pembelajaran Discovery Learning yang
menekankan pemahaman dan ide siswa
akan berminat mengikuti pelajaran dengan
baik sehingga prestasi belajara yang
diharapkan pun dapat tercapai
6 Nama Penerbit : Jimi Ronald
Tahun : 2015
: Pengaruh Model Pembelajaran Aktif
Dengan Metode Question Students Have
Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa
Kelas XI IPS di SMAN 7 dan SMAN 8
Padang
Nama Jurnal : Jurnal Of Economic and Economic
Education
Penerbit : Prodi Pendidikan Ekonomi STKIP
PGRI,Padang
Volume :3
Nomor :2
Kota Penerbit : Jl. Gunung Pangilun No.1, Padang
Sumatera Barat
: Siswa yang diajar dengan metode
Question Students Have secara signifikan
memiliki hasil belajar lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang
diajarkan melalui metode Konvensional
7 Nama Penerbit : Jimi Ronald
Tahun : 2016
: Pengaruh Media Pembelajaran Power
Point Terhadap Hasil Belajar Materi
Hukum Perusahaan Pada Mahasiswa 2014
Sesi F Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI
Sumbar
Nama Jurnal : Jurnal Of Economic and Economic
Education
Penerbit : Prodi Pendidikan Ekonomi STKIP
PGRI,Padang
Volume :5
Nomor :1
Kota Penerbit : Jl. Gunung Pangilun No.1, Padang
Sumatera Barat
: Terbukti bahwa pengaruh media
pembelajaran power point mampu
membantu meningkatkan hasil belajar
materi hokum perusahaan pada
mahasiswa 2014 sesi F pendidikan
ekonomi STKIP PGRI Sumbar

F. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual menjelaskan hubungan antar variabel yang terkait dalam

penelitian. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya adalah

dengan melakukan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning.

Di mana selama ini cendrung di berikan metode ceramah.

Dua perlakuan yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka akhir

dari penerapan kedua pengaruh tersebut dapat membandingkan hasil belajar siswa yang di

peroleh dari penilaian tes akhir antara nilai yang di peroleh di kelas ekperimen dengan

melakukan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning,

kemudian mengambil kesimpulan dari dari perbandingan kedua hasi belajar yang

diperoleh.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka konseptual penelitian hendak di

lakukan adalah sebagai berikut:

Eksperimen 1 Eksperimen 2

Menggunakan Model Menggunakan Model


Pembelajaran Discovery Pembelajaran Problem
Learning Based Learning
Motivasi Belajar Motivasi Belajar

Tes Hasil Belajar

Hasil Belajar Perbandingan Hasil Belajar

Gambar 1. Kerangka Konseptual

G. Hipotesis

Hasil kajian teori dan kerangka berfikir yang telah di rumuskan dalam penelitian ini,

maka hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga:

1. Hasil belajar Ekonomi siswa yang diajar dengan model

pembelajaran Discovery Learning lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan model

pembelajaran Problem Based Learning di SMAN 10 Sijunjung.

2. Hasil belajar Ekonomi siswa dengan motivasi belajar

tinggi yang diajar dengan model pembelajaran Discovery Learning lebih tinggi dari siswa

yang diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning di SMAN 10

Sijunjung.

3. Hasil belajar mata pelajaran Ekonomi siswa dengan

motivasi belajar rendah yang diajar dengan model pembelajaran Discovery Learning lebih

tinggi dari siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning di

SMAN 10 Sijunjung.
4. Terdapat atau tidaknya interaksi antara model

pembelajaran Discovery Learning dan model pembelajaran Problem Based Learning

dengan motivasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi di SMAN 10

Sijunjung.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan judul dan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu untuk

melakukan uji empirik terhadap hasil belajar dalam mata pelajaran ekonomi antara hasil

belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran Discovery Learning dan hasil belajar

siswa yang diajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning, maka penelitian ini

termasuk penelitian quasi experiment dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada

tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik. Penulis mencoba untuk

meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat dengan cara membandingkan antara kelompok

eksperimen yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran Discovery Learning dan

kelompok yang menerima perlakuan dengan model pembelajaran Problem Based Learning

sebagai kelompok kontrol. Untuk itu penelitian ini menggunakan quasi experiment bertujuan

untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan yang dapat diperoleh dari

eksperimen yang sebenarnya, tetapi dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk

mengontrol seluruh variabel yang dapat mempengaruhinya.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPS, yaitu kelas X IPS 1, X

IPS 2, X IPS 3, X IPS 4 dan X IPS 5 di SMA Negeri 10 Sijunjung tahun pelajaran

2019/2020 yang berjumlah 135 orang siswa.

Tabel 4. Rata-rata Nilai Hasil Belajar Semester I Mata Pelajaran Ekonomi Siswa
Kelas X IPS Di SMA N 10 Sijunjung.

No Kelas Jumlah Siswa KKM Nilai Rata-rata

1 XI IPS 1 34 78 63,50
2 XI IPS 2 35 78 58
3 XI IPS 3 35 78 59,17
4 XI IPS 4 35 78 61,48
Jumlah 135
Sumber : Guru Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X IPS Di SMA N 10 Sijunjung

2. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan

dua kelas sampel yaitu kelas eksperimen I dan eksperimen II. Kemudian untuk

menentukan kelas eksperimen I dan eksperimen II digunakan teknik purpose sampling

yaitu sampel yang sengaja dipilih berdasarkan pertimbangan nilai rata-rata kelas siswa.

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat ditentukan penggunaan model pembelajaran

Discovery Learning akan diterapkan pada siswa kelas X IPS 2 sebagai ekperimen I

dan model pembelajaran Problem Based Learning X IPS 3 eksperimen II Di SMA N

10 Sijunjung. Pemilihan ini ditetapkan berdasarkan nilai rata-rata hasil belajar kedua

kelas ini hampir sama, yaitu 58,00 (X IPS2) dan 59,17 (X IPS3) karena kedua nilai ini

merupakan nilai yang paling rendah dibanding kelas X IPS1 dan X IPS4, maka

penggunaan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning

dapat diterapkan pada kelas yang terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5. Sampel Penelitian


No Kelas Jumlah Siswa Kelas
1 XI IPS2 30 Eksperimen I
2 XI IPS3 30 Eksperimen II
Jumlah 60
Sumber : Guru Ekonomi Kelas X IPS Di SMA N 10 Sijunjung.
Dari hasil nilai rata-rata diatas maka terpilihlah kelas X IPS 2 sebagai kelas

eksperimen I dan X IPS 3 sebagai kelas eksperimen II yang memiliki nilai rata-rata

lebih rendah dibandingkan X IPS 1 dan X IPS 4 SMAN 10 Sijunjung, Sampel

penelitian ini berjumlah 60 orang siswa, yang terdiri dari 30 orang siswa kelas

eksperimen I dan 30 orang siswa kelas eksperimen II.

C. Desain Penelitian

Gay (2000,15) menyatakan bahwa penelitian eksperimen dalam ilmu sosial sering

bersifat quasi eksperimen (eksperimen semu), yang artinya pengontrolan terhadap variabel–

variabel yang diteliti seringkali tidak mungkin dilakukan secara ketat seperti penilitian

eksperimen dalam ilmu eksakta yang objek penelitiannya bukan manusia.

Penelitian ini merupakan penelitian pendidikan yang bersifat penelitian sosial yang

diarahkan untuk melihat pengaruh penerapan model pembelajaran Discovery Learning dan

Problem Based Learning dalam pembelajaran ekonomi terhadap hasil belajar siswa. Dengan

demikian penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain treatmen by Blok

2 x 2. Variabel bebas dibagi atas model pembelajaran Discovery Learning dan Problem

Based Learning serta motivasi belajar yang dibagi dua yakni motivasi belajar tinggi dan

rendah. Sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar siswa.

Tabel 2. Rancangan Disain Penelitian


Model
Model
Pembelajaran Model
Problem Based
(B) Discovery Learning
Learning
Motivasi Belajar (B1)
(B2)
(A)

Tinggi (A1) A 1 B2
A1 B1

Rendah (A2) A2 B1 A 2 B2

Keterangan :

A1 B1 Hasil belajar siswa motivasi belajar tinggi dalam model pembelajaran Discovery

Learning

A2 B1 Hasil belajar siswa motivasi belajar rendah dalam model pembelajaran Discovery

Learning

A1 B2 Hasil belajar siswa motivasi belajar tinggi dalam model pembelajaran Problem Based

Learning

A2 B2 Hasil belajar siswa motivasi belajar rendah dalam model pembelajaran Problem

Based Learning

Desain treatment by blok digunakan karena salah satu faktor atau variabel dalm

penelitian, yaitu motivasi tinggi siswa merupakan faktor yang di blok artinya tidak

dilakukannya perlakuan atas faktor tersebut. Sedangkan faktor atau variabel model

pembelajaran Discovery Learning merupakan variabel perlakuan dalam penelitian ini. Dari

desain Treatment by blok 2x2 ini di dapat empat kelompok sampel, yaitu:
1. Kelompok sampel pertama adalah A1 B1 yaitu kelompok sampel yang menggunakan

model pembelajaran Discovery Learning yang siswanya memiliki motivasi tinggi.

2. Kelompok sampel kedua adalah A2 B1 yaitu kelompok sampel yang menggunakan model

pembelajaran Discovery Learning dan siswanya memiliki motivasi rendah.

3. Kelompok sampel ketiga adalah A1 B2 yaitu kelompok sampel yang menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning dan siswanya memiliki motivasi tinggi.

4. Kelompok sampel keempat adalah A2 B2 yaitu kelompok sampel yang menggunakan

model pembelajaran Problem Based Learning dan siswanya memiliki motivasi rendah.

Motivasi tinggi

Kelas Pembelajaran

Eksperime Discovery
n Learning
Motivasi
rendah
Hasil
Post-test
Pre-test
Belajar

Motivasi tinggi
Pembelajaran
Kelas
Problem
Kontrol
Motivasi Based
Learning

Gambar 2. Desain perlakuan penelitian pengaruh pembelajaran Discovery Learning dan Problem
Based Learning terhadap motivasi dan hasil belajar ekonomi

Perlakuan penelitian ini disesuaikan dengan desain penelitian, yaitu dengan

mengambil dua kelas sebagai obyek penelitian yang di bagi menjadi dua perlakuan dalam

model pembelajaran, yaitu satu kelas dijadikan kelas eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaran Discovery Learning dan satu kelas lagi menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning

D. Definisi Operasional

Penilitian ini terdiri dari tiga variabel bebas dan satu variable terikat. Variabel bebas

pertama yaitu model pembelajaran Discovery Learning, variabel bebas kedua Problem Based

Learning dan variabel bebas ketiga motivasi belajar siswa, sedangkan variabel terikat hasil

belajar siswa. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran Discovery

Learning (A 1 ) dan model pembelajaran Problem Based Learning (A 2 ). Sedangkan

motivasi belajar siswa dikategorikan menjadi dua, motivasi belajar tinggi (B 1 ) dan

motivasi belajar rendah (B 2 ). Adapun variabel terikatnya adalah hasil belajar dalam mata

pelajaran ekonomi yang diperoleh dari tes yang dilaksanakan setelah perlakuan.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Pemberian Tes

Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan cara pemberian tes terdiri dari

butir soal yang dipilih yang diberikan kepada kelompok sampel sebanyak dua kali. Tes

pertama (pre-test0 dilakukan sebelum diberikan perlakuan. Adapun tujuan tes ini adalah :

a. untuk menentukan data kemampuan awal siswa

b. untuk memperoleh data dari setiap kelompok sampel.

Tes kedua dilakukan setelah eksperimen dilakukan (post-test). Tes ini bertujuan untuk

memperoleh data hasil belajar mata pelajaran ekonomi. Data tersebut di analisa untuk

menjawab permasalahan penelitian ini.


Pengumpulan data dengan tes hasil belajar siswa dikemukakan untuk

mendapatkan gambaran hasil belajar kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan

model pembelajaran Discovery Learning dan kelompok siswa yang diajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Tes disusun sesuai dengan

kompetensi dasar dan pokok bahasan yang dieksperimenkan.

2. Tahap pelaksanaan Eksperimen

Penelitian ini dilakukan pada kelas eksperimen I dan eksperimen II. Kedua kelas

sampel diberikan perlakuan selama periode waktu tertentu, kemudian sampel tersebut

diberikan tes pada variabel terikat dan ditentukan apakah ada perbedaan antara kedua

kelas sampel tersebut. Karena berpedoman pada silabus yang digunakan pada kelas

eksperimen I dan eksperimen II, maka penelitian ini dilakukan selama 1 kali pertemuan.

Berikut ini adalah kegiatan pelaksanaan pembelajaran untuk penelitian.

Tabel 6. Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Untuk Penelitian


Kelas Eksperimen I (Model Kelas Eksperimen II (Model
Pembelajaran Discovery Learning) Pembelajaran Problem Based Learning)
a. Standar Kompetensi
1. Memahami, mnerapkan dan menganalisis bank sentral, sistem pembayaran,
alat pembayaran tunai dan non tunai.
b. Kompetensi Dasar
1. Mendeskripsikan bank sentral, sistem pembayaran, dan alat pembayaran
dalam perekonomian indonesia
c. Indikator
1. Menjelaskan pengertian bank sentral
2. Menjelaskan tujuan, fungsi dan wewenang bank sentral republik Indonesia
3. Menjelaskan pengertian sistem pembayaran
4. Menganalisis peran bank sentral dalam system pembayaran
5. Menjelaskan Sejaran uang dan pengertian uang
6. Mejelaskan fungsi, jenis dan syarat-syarat uang
(kelas eksperimen I) (kelas eksperimen II)

Pendahuluan (15 menit) Pendahuluan (15 menit)


1. Guru membuka pembelajaran 1. Guru membuka pembelajaran dengan
dengan membaca salam. membaca salam.
2. Memeriksa kehadiran siswa untuk 2. Memeriksa kehadiran siswa untuk
mengecek tingkat disiplin siswa mengecek tingkat disiplin siswa
3. Guru mengkondisikan siswa agar 3. Guru mengkondisikan siswa agar
menerima pelajaran dengan baik. menerima pelajaran dengan baik.
4. Guru memberikan apersepsi 4. Guru memberikan apersepsi
5. Guru memberikan motivasi 5. Guru memberikan motivasi
6. Guru menyampaikan judul dan 6. Guru menyampaikan judul dan
menjelaskan mekanisme menjelaskan mekanisme pelaksanaan
pelaksanaan pengalaman belajar pengalaman belajar sesuai dengan
sesuai dengan langkah-langkah langkah-langkah pembelajaran.
pembelajaran

Kegiatan inti (105 menit) Kegiatan inti (105 menit)


1. Problem statement atau identifikasi 1. Guru menjelaskan tujuan
masalah. Guru memberi pembelajaran. Menjelaskan logistik
kesempatan kepada peserta didik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa
untuk mengidentifikasi sebanyak terlibat dalam aktivitas pemecahan
mungkin agenda-agenda masalah masalah yang dipilih.
yang relevan dengan bahan 2. Guru membantu siswa
pelajaran, kemudian salah satunya mendefinisikan dan
dipilih dan dirumuskan dalam mengorganisasikan tugas belajar yang
bentuk hipotesis. berhubungan dengan masalah tersebut
2. Stimulation atau pemberian (menetapkan topik, tugas, jadwal,
rangsangan. Tahap ini berfungsi dll).
untuk menyediakan kondisi 3. Guru mendorong siswa untuk
interaksi belajar yang dapat mengumpulkan informasi yang
mengembangkan dan membantu sesuai, eksperimen untuk
peserta didik dalam mengeksplorasi mendapatkan penjelasan dan
bahan dan mengarahkan peserta pemecahan masalah, pengumpulan
didik pada persiapan pemecahan data, hipotesis, dan pemecahan
masalah. masalah.
3. Data colletion atau pengumpulan 4. Guru membantu siswa dalam
data. Guru memberi kesempatan merencanakan serta menyiapkan
pada peserta didik untuk karya yang sesuai seperti laporan dan
mengumpulkan informasi membantu mereka berbagai tugas
sebanyak-banyaknya yang relevan dengan temannya.
untuk membuktikan benar tidaknya 5. Guru membantu siswa untuk
hipotesis. melakukan refleksi atau evaluasi
4. Data processing atau pengolahan terhadap penyelidikan mereka dan
data. Kegiatan mengolah data dan proses-proses yang mereka gunakan.
informasi yang telah diperoleh
peserta didik baik melalui
wawancara, observasi, dan
sebagainya.
5. Verification atau pembuktian. Pada
tahap ini, peserta didik melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar tidaknya
hipotesis yang ditetapkan dengan
temuan alternatif, dihubungkan
dengan pengolahan data.

Penutup (15 menit) Penutup (15 menit)


1. Siswa menyimpulkan materi 1. Siswa menyimpulkan materi pelajaran
pelajaran dibantu oleh guru dibantu oleh guru
2. Guru memberi penguatan jawaban 2. Guru memberi penguatan jawaban atas
atas pertanyaan siswa pertanyaan siswa
3. Guru memberi penghargaan kepada 3. Guru memberi penghargaan kepada
siswa yang aktif selama proses siswa yang aktif selama proses
pembelajaran. pembelajaran

3. Penyebaran Angket

Angket berguna untuk mengumpulkan data tentang motivasi balajar siswa.

Angket yang digunakan terlebih dahulu dibuat kisi-kisi angket. Berdasarkan kajian teori

tentang motivasi belajar siswa, angket disusun dari beberapa indikator yang dapat

mengukur variabel motivasi belajar. Dari indikator kemudian ditentukan subindikator

kemudian dibuat kalimat pernyataan untuk angket.

F. Instrumen Penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes objektif berbentuk esai

setelah pembelajaran dilakukan dengan menggunakan pembelajaran Discovery Learning dan

Problem Based Learning. Instrumen tes hasil belajar disusun berdasarkan tujuan

pembelajaran khusus/tujuan instruksional khusus (KPK/TIK) dari materi yang

dieksperimenkan. Sedangkan untuk motivasi belajar digunakan angket yang disusun dalam

bentuk kisi-kisi berdasarkan indikator-indikator kemudian dituangkan dalam bentuk

pertanyaan-pernyataan. Pilihan jawaban terhadap angket yang diajukan menggunakan model

skala Likert dengan alternatif jawaban untuk pernyataan positif, selalu (SL) diberi skor 4,
sering (SR) dengan skor 3, kadang-kadang (KD) dengan skor 2 dan tidak pernah (TP) dengan

skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, selalu (SL) yang diberi skor 1, Sering (SR)

dengan skor 2, kadang-kadang (KD) dengan skor 3 dan tidak pernah (TP) dengan skor 4.

a. Penyusunan Instrumen

Instrumen penelitian disusun dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang ada di dalam rumusan judul

penelitian atau yang tertera dalam problematika penelitian.

2) Menjabarkan variabel menjadi sub variabel

3) Mencari indikator setiap sub variabel

4) Menderetkan deskriptor dari setiap indikator

5) Merumuskan setiap deskriptor menjadi butir-butir instrument.

6) Melengkapi instrumen dengan pedoman (instruksi).

Dalam instrumen hasil belajar, kisi-kisi dibuat berdasarkan kompetensi dasar yang

ditetapkan, kemudian dipelajari materi pokok yang disajikan untuk mencapai kompetensi

tersebut dan ditentukan indikator-indikatornya, seterusnya ditentukan jenis dan bentuk

penilaian. Untuk instrumen motivasi belajar, kisi-kisi dibuat berdasarkan skala Linkert.

Indikator motivasi belajar dijabarkan berdasarkan teori motivasi belajar. Kuesioner ini

terdiri dari 30 butir pernyataan yang harus direspon siswa. Masing-masing pernyataan

dilengkapi dengan jawaban yaitu selalu (SR), sering (SR), kadang-kadang (KK), dan

tidak pernah (TP). Pernyataan disusun dalam bentuk pernyataan positif dan negatif untuk

setiap indikator. Kisi-kisi untuk mengukur motivasi belajar dapat dilihat pada tabel

berikut:
Tabel 7. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar
Variabel Indikator Nomor Butir Pernyataan Jumla
h
Positif Negatif
Motivas Minat belajar 1,2,4,6,8,9,1 17,23,24,25,26,28,29 14
i 2
Belajar Perhatian 3,5,13 20,21,27 6
belajar
Konsentrasi 7,10,15 18,19 5
belajar
Ketekunan 4,14 16,22,30 5
belajar
Jumlah 15 15 30

b. Ujicoba Instrumen

Ujicoba instrumen dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.

Validitas dari tes dan angket diselidiki dengan meminta pendapat ahli terhadap butir soal

yang dibuat. Dari pendapat ahli diketahui bahwa tes tersebut harus diperbaiki, baik

kalimat soal, distraktor dan lain-lain, demikian juga angket yang dibuat, setelah

diperbaiki dilakukan ujicoba. Validitas tes yang dicari yakni validitas empiris, tingkat

kesukaran, daya beda tes, keberfungsian distraktor masing-masing item tes. Sedangkan

untuk motivasi belajar, validitas yang dicari adalah validitas empiris dari masing-masing

item angket. Reliabilitas tes motivasi belajar dicari untuk menentukan konsistensi dari

instrumen yang dibuat.

c. Analisis Hasil Ujicoba


Hasil ujicoba perlu dianalisis sehingga diketahui butir-butir instrumen yang sahih

dan andal.

1. Motivasi belajar

a. Uji Kesahihan (Validity)

Untuk menguji kesahihan atau validitas empiris butir-butir angket

motivasi belajar dilakukan dengan menggunakan rumus Product Moment

(Suharsimi Arikunto,1999:72) berikut:

n ∑ xy−( ∑ x )( ∑ y )
r xy =
2 2
√ {n ∑ x −(∑ x ) }{n ∑ y −(∑ y ) }
2 2

Interprestasi terhadap koefisien korelasi berdasarkan rujukan dari

(Suharsimi Arikunto, 1999:75) yakni:

0,800 – 1,00 = sangat tinggi

0,600 – 0,799 = tinggi

0,400 – 0,699 = cukup

0,200 – 0,399 = rendah

0,00 – 0,199 = sangat rendah

b. Uji Keandalan (Reliabilitas)

Reliabilitas angket motivasi belajar digunakan rumus Alpha:

∑ σ 12
r 11 =
( n
( n−1 ) )( 1−
σ
1
2 )
Keterangan:

r 11 = reliabilitas yang dicari

∑ σ 12 = jumlah varian skor setiap item


σ 2=
1 varian total

2. Tes Hasil Belajar

a. Uji Kesahihan (Validitas)

Derajat kesahihan suatu tes sangat tergantung pada karakteristik item-

itemnya. Untuk mendapatkan item yang baik, dilakukan dengan analisis item

meliputi:

1) Daya Beda

Analisis daya beda, bertujuan untuk melihat kemampuan soal

membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Rumus

yang digunakan;

B A BB
D= − =P A −P B
J A JB (Suharsimi Arikunto, 1999, 213)

Keterangan:

D = Daya Beda

JA = Banyak peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu benar

BA
B B= =
JA Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

BB
P A= =
JB Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar


Klasifikasi daya pembeda menurut Suharsimi Arikunto 1995: 217_

adalah:

0.00 – 0.20 : Jelek (poor)

0,20 -0,40 : Cukup (satisfactory)

0.40 – 0,70 : Baik (good)

0,70 -1.00 : Baik sekali (excellent)

2) Tingkat Kesukaran

Analisis indeks kesukaran bertujuan untuk melihat apakah suatu soal

mudah atau sukar. Rumus yang digunakan untuk mencari indeks kesukaran:

B
P=
JS (Suharsimi Arikunto, 1999: 208)

Keterangan:

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab

JS = Jumlah siswa peserta tes

Klasifikasi indeks kesukaran yang dijadikan adalah menurut Suharsimi

Arikunto, 1999: 210 yakni:

P 1,00 – 0,30 = Sukar

P 0,30 – 0,70 = Sedang

P 0,70 -1,00 = Mudah

3) Keberfungsian Distraktor

Distraktor atau pengecoh dianggap efektif jika kelompok L (bawah)

memilih jawaban yang menyebar pada semua alternatif jawaban. Distraktor


tes hasil belajar berkriteria efektif, karena semua alternatif jawaban telah

dipilih oleh kelompok bawah.

b. Uji Keandalan (Reliabilitas)

Mencari reliabilitas instrumen digunakan rumus K-R 20

2− pq
k s ∑
r11
= ( )(
k−1 s2 )
r11 = Koefisien reliabilitas internal seluruh item

P = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

Q = Proporsi subjek yang menjawab item yang salah (q=1-p)

∑ pg = Jumlah hasil perkalian p dan q

K = Banyak item

S = Standar deviasi dari item

G. Teknik Analisis Data

Sebelum dilakukan analisis data penelitian, terlebih dahulu siswa dikelompokkan

menjadi kelompok siswa bagian atas (dengan motivasi belajar tinggi) dan kelompok siswa

bagian bawah (dengan motivasi belajar rendah). Teknik yang digunakan untuk menganalisis

data guna melihat pengaruh Model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based

Learning terhadap hasil belajar adalah dengan uji-t dan analisis varian. Sebelum pengujian

hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yakni uji normalitas data dan

homogenitas varians populasi. Uji normalitas data digunakan uji Kolmogorov Smirnov

sedangkan homogenitas data digunakan uji homogenitas varians dengan uji F (Sudjana,

1996: 249).
s
12
s
F=¿ ¿ 22 ; dengan α = 0,05

Semua pengujian analisis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05. Untuk keperluan

hipotesis dilakukan pembahasan dengan rumus hipotesis statistik sebagai berikut:

1. H0:µB 1 =µB 2

HI:µB 1 >µB 2

2. H0:µA 1 A 2 =µA 1 A 2

HI:µA 1 A 2 >µA 1 A 2

3. Hasil perhitungan untuk pengujian hipotesis ketiga akan dianalisis dengan ANOVA

dengan uji F

Anda mungkin juga menyukai