Anda di halaman 1dari 273

Perilaku Organisasi Positif

Dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

i
ii
Perilaku Organisasi Positif
dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Yudithia
Mahadiansar

iii
Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori
Yudithia, Mahadiansar

© Yudithia, Mahadiansar 2019

Editor : Alfiandri
Desain Sampul: Mahadiansar

xii, 260 hlm, 15,5 cm x 23,5 cm


Cetakan 1, Maret 2019

Hak Penerbitan pada UMRAH Press, Tanjungpinang

Kantor:
Kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji, Gedung Rektorat
Lantai III Jl. Dompak, Tanjungpinang - Kepulauan Riau
29111
Telp/Fax : (0771) 7001550 – (0771) 7038999, 4500091
E-mail : umrahpress@gmail.com /
umrahpress@umrah.ac.id

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa ijin tertulis dari Penerbit

ISBN : 978-602-5603-32-7

iv
Kata Pengantar
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah, Tuhan Yang
Maha Esa atas karunia rahmat, taufik dan hidayah-Nya
kepada kita sekalian sehingga sampai saat ini kita masih bisa
menjalankan tugas-tugas kita sebagai khalifatul fil ardhy,
pemimpin dimuka bumi. Dengan mengucapkan shalawat
allahumma solli ‗ala Muhammad wa ala ali Muhammad terus
kita sampaikan kepada junjungan alam Baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah berjuang tanpa mengenal lelah
untuk menyampaikan ilmu pengetahuan untuk mencerdaskan
bangsa.
Dalam penyusunan buku Perilaku Organisasi Positif
Dalam Kinerja, penulis ingin menyampaikan konsep sesuai
dengan studi kasus dan beberapa teori ilmiah yang digunakan
serta referensi untuk dapat menyelesaikan buku ini. Perilaku
Organisasi Positif yang penulis harapkan buku ini dapat
memberikan wawasan kepada membaca dalam upaya
mengoptimalisasi terhadap perilaku sehari - hari dalam
menjalankan kinerjanya sebagai tanggung jawab untuk
menjadi karakter yang lebih baik. Akhirnya semoga buku ini
dapat memberikan sumbangan bagi wacana serta wawasan,
mengindentifikasi Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
bagi khusus masyarakat bermanfaat bagi mereka yang
membutuhkannya baik kalangan akademisi maupun
kelompok lainnya. Segala masukan dan saran terhadap buku

v
ini akan diterima dengan baik agar buku ini dapat
disempurnakan dikemudian hari.

Tanjungpinang, 10 Maret 2019

Penulis

vi
Daftar Isi
Kata Pengantar v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel xi
BAB I. Pendahuluan 1
1.1. Urgensi Perilaku Organisasi 3
1.1.1. Gerakan Psikologi Positif 5
1.1.2. Dinamika Kualitas Kinerja 10
1.2. Dampak Eksistensi Perilaku Organisasi 12
1.2.1. Perilaku Organisasi Positif 12
1.2.2. Peningkatan Kualitas Kinerja 15
1.3. Kesimpulan 19
BAB II. Dialektika Teoritis 21
2.1. Tinjauan Perilaku Organisasi Positif 23
2.1.1. Sebuah Pandangan Ekslusif 23
2.1.2. Penemuan Para Ahli dari Masa ke Masa 26
2.2. Tinjauan Kinerja 33
2.2.1. Pengertian Kinerja Para Ahli 33
2.2.2. Pengukuran Kinerja 36
2.2.3. Indikator Kinerja 37
2.3. Dirkusus Kinerja 43
2.3.1. Definisi Kinerja 43
2.3.2. Kinerja sebagai Konsep Dinamis 46
2.3.3. Kinerja sebagai Kontrol 48
2.3.4. Perspektif pada Kinerja 54

vii
2.3.5. Kriteria dan Faktor Kinerja 70
2.4. Kesimpulan 73
BAB III. Pendekatan Perilaku Organisasi Positif 75
3.1. Percaya Diri 77
3.1.1. Definisi dan Para Ahli 77
3.1.2. Faktor Pembentuk Kepercayaan Diri 82
3.1.3. Macam-Macam Percaya Diri 85
3.1.4. Ciri-Ciri Percaya Diri 87
3.2. Harapan 101
3.2.1. Lahirnya Teori Harapan 101
3.2.2. Definisi Harapan 105
3.2.3. Model-Model Harapan 111
3.2.4. Korelasi Harapan dan Psikologi Positif 115
3.3. Optimisme 117
3.3.1. Definisi Para Ahli 117
3.3.2. Konsep Optimisme 118
3.3.3. Aspek-Aspek Optimisme 122
3.4. Ketahanan 124
3.4.1. Pengertian dan Definisi Para Ahli 124
3.4.2. Teori Ketahanan dalam Pendekatan 127
3.4.3. Fenomena dalam Ketahanan 138
3.5. Kecerdasan 156
3.5.1. Menurut Para Ahli 156
3.5.2. Kecerdasan Buatan 157
3.5.3. Kecerdasan Emosional 159

viii
3.5.4. Kecerdasan Spritual 163
3.5.5. Kecerdasan Intelektual 167
3.5.6. Kecerdasan Moral 170
3.6. Kesimpulan 178
BAB IV. Pendekatan Model Kinerja 179
4.1. Gambaran Umum Pendekatan 181
4.2. Relevansi Kinerja dalam individu 187
4.3. Kinerja sebagai Multidimensional 189
4.3.1. Kinerja Tugas 189
4.3.2. Kinerja Kontekstual 191
4.3.3. Perilaku Kerja Kontraproduktif 193
4.4. Kesimpulan 195
BAB V. Studi Perilaku Organisasi Positif dan Kinerja di
RSUD Provinsi KEPRI 197
5.1. Latar Belakang 199
5.2. Rumusan Masalah 200
5.3. Tujuan dan Kegunaan 200
5.4. Metode Penelitian 201
5.4.1. Jenis Penelitian 201
5.4.2. Lokasi Penelitian 202
5.4.3. Populasi dan Sampel 203
5.5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 205
5.5.1. Karakteristik Responden 205
5.5.2. Perilaku Organisasi Positif Pegawai 206
5.5.3. Kinerja Pegawai 209

ix
5.6. Kesimpulan 211
Daftar Pustaka 213
Indeks 229
Glosarium 241
Biodata Penulis 259

x
Daftar Tabel
Tabel II. 1 Berdasarkan Perkembangan Studi 32
Tabel II. 2 Model Kontrol Kinerja 50
Tabel II. 3 Perspektif Kinerja 55
Tabel III. 1 Skema Umpan Maju-Balik Umpan 112
Tabel V. 1 Ukuran Populasi dan Sampel 205

xi
xii
Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

BAB I.
Pendahuluan

Yudithia & Mahadiansar | 1


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

2 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

1.1. Urgensi Perilaku Organisasi


Memahami perilaku orang dalam organisasi kini
dianggap penting dalam sehari - hari karena perhatian
pimpinan ataupun manajemen seperti: produktifitas karyawan
maupun pegawai dari kuantitas hingga kualitas kehidupan
kerja, tekanan pekerjaan dan kemajuan karir terus menjadi
perhatian dan perbincangan. Berkaitan dengan hal ini, berikut
beberapa alasan kenapa mempelajari perilaku organisasi saat
ini merupakan sebuah kebutuhan:
1. Perilaku organisasi merupakan suatu cara berpikir.
Perilaku dipandang perlu beroperasi pada tingkat individu,
kelompok, dan organisasi. Pendekatan ini menyarankan
bahwa untuk mempelajari perilaku organisasi harus
melakukan identifikasi dengan jelas tingkat analisa
individu, kelompok, maupun organisasi.
2. Perilaku organisasi merupakan multidisiplin. Ilmu ini
menggunakan prinsip, model, teori, metode dari berbagai
disiplin ilmu yang lain. Studi perilaku organisasi
bukanlah disiplin ilmu yang dapat diterima secara umum
dengan teoritis yang mantap. Studi ini merupakan bidang
ilmu yang baru mulai akan tumbuh serta ada upaya
mengalami perkembangan tahapan dan dampak.
3. Terdapat orientasi humanistic yang tampak jelas dalam
perilaku organisasi. Orang dan sikap, persepsi kapasitas

Yudithia & Mahadiansar | 3


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pembelajaran, perasaan, serta tujuan merupakan hal


penting bagi organisasi.
4. Bidang orientasi perilaku organisasi berorientasi dalam
kinerja. Hal ini merupakan persoalan penting yang
dihadapi oleh para manajer: mengapa kinerja tinggi
maupun sebaliknya rendah, cara meningkatkan kinerja,
pentingnya melakukan pelatihan dan pengembangan, dan
lain-lain.
5. Bidang prilaku organisasi sangat bergantung pada disiplin
yang sangat di akui, hadir peran metode ilmiah dalam
mempelajari variabel dan hubungan sering dianggap
penting. Karena metode ilmiah digunakan dalam
penelitian yang mengenai perilaku organisasi, serangkaian
beberapa prinsip dan petunjuk mengenai apa yang
membentuk penelitian yang baik telah muncul.
6. Bidang perilaku organisasi memiliki orientasi penerapan
yang jelas bidang ini berkaitan dengan pencarian akan
jawaban yang berguna bagi pertanyaan yang muncul
dalam konteks pengelolaan organisasi.
Organisasi merupakan suatu perkumpulan orang yang
memilki tujuan bersama untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perilaku organisasi merupakan pembelajaran
tentang suatu sifat / karakteristik individu yang tercipta
dilingkungan suatu organisasi. Karena manusia berbeda
karakteristik, maka perilaku organisasi berguna untuk

4 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

mengetahui sifat individu dalam berkinerja suatu organisasi.


Pembelajaran perilaku organisasi akan mengetahui tentang
cara-cara mengatasi masalah yang ada dilingkungan
organisasi. Perilaku Organisasi adalah suatu upaya disiplin
ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya perilaku
tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya
terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun
organisasi).
Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang
organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telah akademik
khusus yang mempelajari organisasi dengan memanfaatkan
beberapa metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu
politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin lain yang
terkait dengan studi ini adalah studi tentang Sumber daya
manusia dan gerakan psikologi positif serta dinamika
kualitas kinerja yang akan di hadapi dalam kehidupan sehari-
hari. Berikut penjelasannya

1.1.1. Gerakan Psikologi Positif


Gerakan Psikologi yang berkembang dewasa ini
dapat disebut sebagai psikologi "negatif", karena berkutat
pada sisi-negatif manusia. Psikologi, karena itu paling
merasa benar hanya menawarkan terapi atas masalah-
masalah kejiwaan. Padahal, manusia tidak hanya ingin
terbebas dari problem, tetapi juga mendambakan
kebahagiaan. Adakah psikologi jenis lain yang menjawab

Yudithia & Mahadiansar | 5


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

harapan ini? Martin Seligman, seorang psikolog pakar


studi optimisme, memelopori revolusi dalam bidang
psikologi melalui gerakan Psikologi Positif. Berlawanan
dengan psikologi negatif, sains baru ini mengarahkan
perhatiannya pada sisi-positif manusia, mengembangkan
kemungkinan potensi-potensi kekuatan dan kebajikan
sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan
berkelanjutan.
Dalam buku revolusioner yang ditulis dengan gaya
populer ini, Seligman memperkenalkan prinsip-prinsip
dasar Psikologi Positif, ciri-ciri kebahagiaan yang autentik
dan faktor-faktor pendukungnya. Dengan metode-metode
praktis yang dirumuskannya, anda dapat memanfatkan
temuan-temuan terbaru dari sains kebahagiaan untuk
mengukur dalam upaya mengembangkan kebahagiaan
dalam hidup kita. Psikologi positif adalah cabang baru
psikologi yang bertujuan diringkas pada tahun 2000 oleh
Martin Seligman dan Mihaly Csikszentmihalyi. Beberapa
peneliti percaya bahwa psikologi positif akan muncul
fungsi manusia yang mencapai pemahaman ilmiah dan
efektif untuk membangun berkembang dalam individu,
keluarga, dan masyarakat.
Psikologi positif mencari untuk mencari dan
membina jenius dan bakat dan untuk membuat kehidupan
normal lebih memuaskan tidak hanya untuk mengobati

6 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

penyakit mental. Pendekatan ini telah menciptakan banyak


menarik disekitar subjek, dan pada tahun 2006 studi di
Universitas Harvard yang berjudul "Psikologi Positif"
menjadi kursus semester yang paling populer pada saat itu.
Beberapa Psikolog Humanistik, seperti Abraham Maslow,
Carl Rogers, dan Erick Fromm mengembangkan teori dan
praktek yang melibatkan kebahagiaan manusia. Baru-baru
ini teori yang dikembangkan oleh para psikolog
humanistik ini telah menemukan dukungan empiris dari
studi oleh para psikolog positif, meskipun penelitian ini
telah banyak dikritik. Teori ini lebih berfokus pada
kepuasan dengan sumber filosofisme keagamaan dan
psikologi humanistic.
Secara definisi, Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang jiwa dan perilaku manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Dan selama ini yang kita ketahui,
bidang psikologi selalu menghadapi hal-hal yang
berhubungan dengan jiwa seseorang, misalnya penyebab
orang mengalami gangguan jiwa, mengapa orang bisa
mengalami stress, dan lain-lain. Yang selalu berhubungan
dengan sisi negatif seseorang. Tetapi selami ini kita
mengenal yang nama nya psikologi positif, yaitu lebih
menekankan apa yang benar / baik pada seseorang,
dibandingkan apa yang salah / buruk. Sebelumnya,
psikologi biasanya selalu menekankan apa yang salah

Yudithia & Mahadiansar | 7


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pada manusia, seperti soalan stress, depresi, kegelisahan


dan lain lain. Itulah sebabnya, ada aliran baru atau sebuah
pandangan dalam dunia psikologi, dan menyebutnya
sebagai psikologi positif.
Menurut Seligman, ―Psikologi bukan hanya studi
tentang kelemahan dan kerusakan; psikologi juga adalah
studi tentang kekuatan dan kebajikan. Pengobatan bukan
hanya memperbaiki yang rusak; pengobatan juga berarti
mengembangkan apa yang terbaik yang ada dalam diri
kita.‖ Misi Seligman ialah mengubah paradigma psikologi,
dari psikologi patogenis yang hanya berkutat pada
kekurangan manusia ke psikologi positif, yang berfokus
pada kelebihan manusia.
Berfokus terhadap penanganan serta berbagai
masalah bukanlah hal baru dalam dunia psikologi. Sejak
dulu, manusia selalu dipandang sebagai makhluk yang
bermasalah. Sejak awal mula munculnya aliran psikologi
yang di bahas (mashab behaviorisme) oleh manusia
dipandang sebagai suatu mekanik yang penuh dengan
banyak masalah. Mashab ini kemudian melihat masalah
yang ada pada manusia, belum lagi dengan mashab
psikoanalisis yang melihat kenangan masa lalu sebagai
penyebab penderitaan yang ada saat ini. Apapun itu,
psikologi yang berkembang selama bertahun-tahun dari
lamanya akan lebih memedulikan kekurangan ketimbang

8 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kelebihan yang ada pada manusia. Itulah sebabnya


psikologi yang berkutat pada masalah sering disebut
sebagai psikologi negatif. Psikologi positif berhubungan
dengan penggalian emosi positif, seperti bahagia,
kebaikan, humor, cinta, optimis, baik hati, dan sebagainya.
Sebelumnya, psikologi lebih banyak membahas hal-hal
patologis dan gangguan-gangguan jiwa juga emosi negatif,
seperti marah, benci, jijik, cemburu dan sebagainya.
Richard S. Lazarus menyebutkan bahwa emosi
positif biasanya diabaikan atau tidak ditekankan, hal ini
tidak jelas kenapa demikian. Kemungkinan besar hal ini
karena emosi negatif jauh lebih tampak dan memiliki
pengaruh yang kuat pada adaptasi dan rasa nyaman yang
subyektif dibanding melakukan emosi positif. Contohnya,
pada saat kita marah, maka ada rasa nyaman yang
terlampiaskan, rasa superior, dan sebagainya. Ada suatu
penelitian mengatakan bahwa marah adalah emosi yang
dipelajari, sehingga dia akan cenderung untuk mengulangi
hal yang dirasa nyaman. Psikologi positif tidak bermaksud
mengganti atau menghilangkan penderitaan, kelemahan
atau gangguan (jiwa), tapi lebih kepada menambah
khasanah atau memperkaya, serta untuk memahami secara
ilmiah tentang pengalaman manusia.
Jadi intinya saat ini kita sudah mengenal yang nama
nya psikologi positif dalam dunia akademisi maupun

Yudithia & Mahadiansar | 9


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

sebagai peneliti yang sering dijumpai dalam kehidupan


sehari-hari, ada baiknya kita merubah diri kita sedikit
demi sedikit. Sebisa mungkin kita lebih mengeluarkan
emosi positif kita dibandingkan emosi negatif kita. Maka
hasilnya pun akan positif.

1.1.2. Dinamika Kualitas Kinerja


Sebelum membahas dinamika kualitas kinerja,
Kualitas kerja mengacu pada kualitas sumber daya
manusia; Matutina (2001:205), kualitas sumber daya
manusia mengacu pada sebuah pengetahuan / Knowledge
yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih
berorientasi pada intelegensi dan daya fikir serta
penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan lalu
Keterampilan (Skill), kemampuan dan penguasaan teknis
operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan
serta Abilities yaitu kemampuan yang terbentuk dari
sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang karyawan
yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan
tanggung jawab.
Dinamika kinerja tidak terlepas dari sebuah
pernyataan para beberapa ilmiah-ilmiah yang telah
melakukan penelitian sebelumnya, Hasibuan (2007:87)
menyatakan : ‖Penilaian adalah kegiatan manajemen
untuk mengevaluasi perilaku dan hasil kerja karyawan
serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.‖ Dua hal

10 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

yang dievaluasi dalam menilai kinerja karyawan


berdasarkan definisi diatas yaitu perilaku dan kualitas
kerja karyawan. Yang dimaksud dengan penilaian perilaku
yaitu kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan, kerjasama,
loyalitas, dedikasi dan melibatkan partisipasi karyawan.
Sedangkan kualitas kerja adalah suatu standar fisik yang
diukur karena hasil kerja yang dilakukan atau
dilaksanakan karyawan atas tugas-tugasnya.
Flippo (1995:28) berpendapat tentang kualitas kerja
sebagai berikut: ―Meskipun setiap organisasi berbeda
pandangan tentang standar dari kualitas kerja pegawai,
tetapi pada intinya efektifitas dan efisiensi menjadi ukuran
yang umum.‖ Bertitik tolak dari definisi yang diberikan
oleh Flippo (1995:28) tersebut maka dapat dikatakan
bahwa inti dari kualitas kerja adalah suatu hasil yang dapat
diukur dengan efektifitas dan efisiensi suatu pekerjaan
yang dilakukan oleh sumber daya manusia atau sumber
daya lainnya dalam pencapaian tujuan atau sasaran
perusahaan dengan baik dan berdaya guna. Kualitas
sumber daya manusia memiliki manfaat ditinjau dari
pengembangan perusahaan yaitu Perbaikan kinerja,
Penyesuaian kompensasi, Keputusan penempatan,
Kebutuhan pelatihan.
Perencanaan dan Pengembangan karier, Efisiensi
proses penempatan staf dan Kesempatan kerja yang sama.

Yudithia & Mahadiansar | 11


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Bitner dan Zeithaml (dalam Riorini, 2004:22) menyatakan


bahwa dalam upaya meningkatkan performance quality
(kualitas kerja) ada beberapa cara yang dapat dilakukan
oleh perusahaan yaitu dengan memberikan pelatihan atau
training, memberikan insentive atau bonus kepada
pegawai dan mengaplikasikan atau menerapkan teknologi
yang dapat membantu meningkatkan efisiensi dan
efektifitas kerja.
Sunu (dalam Flippo, 1995:91) menyatakan bahwa
penting untuk menciptakan lingkungan untuk
meningkatkan kualitas kerja, yaitu Tanggung jawab dan
kepentingan pimpinan untuk menciptakan lingkungan
peningkatan kualitas; Nilai serta sikap dan perilaku yang
disetujui bersama diperlukan untuk meningkatkan mutu;
Sasaran peningkatan kualitas yang diterapkan oleh
organisasi; Komunikasi terbuka dan kerja sama tim baik;
Pengakuan dapat mendorong tindakan yang sesuai dengan
nilai, sikap dan perilaku untuk meningkatkan mutu. .

1.2. Dampak Eksistensi Perilaku Organisasi


1.2.1. Perilaku Organisasi Positif
Perilaku Organisasi Positif atau di kenal dengan
istilah Positive Organizational Behavior di singkat dengan
POB berawal dari sebuah gerakan psikologi postif yang
diterapkan untuk memperkuat sumber daya manusia
sebagai kapasitas yang mengukur psikologi fikiran yang

12 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kemudian dikelolakan dalam tempat kerja secara efektif


untuk pengembangan sebuah organisasi baik kelompok
atau individu. Didalam pendekatan POB meskipun sudah
di teliti bertahun-tahun oleh peneltian sebelumya, POB
oleh para akademisi ataupun organisasi swasta /
pemerintahan yang difokuskan tingkat konsentrasi pada
kelemahan dalam melaksanakan visi misi organisasi
sebagai upaya memperkuat psikologi yang dapat di ukur,
di kembangkan dan di kelola secara efektif, hal ini sering
di kemukakan oleh Luthans, (2002). Selanjutnya POB ini
sangat berhubungan dengan kinerja seorang pegawai
untuk membuktikan seseorang maupun kelompok ternyata
memiliki kekuatan yang mempengaruhi psikologi yang di
dalam sebuah kerja, Luthans & Youssef, (2007)
Wright, (2003) mengatakan selain itu perkembangan
POB ini dapat dilihat seorang pegawai yang berkerja
dalam bentuk mengemukakan ide maupun gagasan
sebagai sarana untuk mencapai produktifitas tinggi dari
berbagai organisasi yang akan menghadapi tantangan serta
isu-isu demi upaya memperbaiki psikologi di dalam kerja.
Dari pemaparan peniliti ingin menyampaikan bahwa POB
terfokus pada individu dan kelompok dalam proses yang
terus di kembangkan untuk menciptakan dinamika yang
positif sebuah kinerja, POB pun bukan hanya berbicara
tentang topik aktualisasi maupun implementasi diri dalam

Yudithia & Mahadiansar | 13


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

sebuah perilaku organisasi, POB membahas kondisi


organisasi yang menjadi sebuah instrument dengan
kemungkinan-kemungkinan akan terjadi.
Luthan secara sistematika meninjau teori dan cara
kerja yang digunakan dalam psikologi positif. Secara tidak
langsung pengembangan psikologi positif ini
dikolaborasikan ke dalam sebuah organisasi dengan
pendekatan baru yang positif lalu muncul dengan sebutan
perilaku organisasi positif atau Positif Organizational
Behavior (POB). Luthan kemudian mendefinisikan POB
dengan menyatakan :
Using the positive psychology movement as the
foundation and point of departure, I will specifically
define positive organizational behavior (POB) as the
study and application of positively oriented human
resource strengths and psychological capacities that
can be measured, developed, and effectively
managed for performance improvement intoday’s
workplace‖ Luthans, (2002a:59)

Pendekatan POB berbeda dari pada yang lainnya dan


melengkapi pendekatan konvensional terhadap perilaku
organisasi, dengan fokusnya pada kreteria unik melibatkan
kekuatan manusia dan kapasitas psikologis yang dapat
diukur dan dapat diubah untuk meningkatkan suatu
kinerja. Syarat yang terukur jelas perbedaan POB dengan
teori dan ―penjual pengembangan kepribadian yang
berorientasi positif. Luthans, (2002a).

14 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Pengembangan POB ini sifat perkembangan atau


negara-seperti POB berbeda dari yang relatif tetap seperti
sifat, hal ini dilihat dari aspek manusia berorientasi seperti
kepribadian dan sikap. Penekanan dalam POB ini secara
khusus untuk meningkatkan kinerja dalam bekerja yang
berimplikasi terhadap manajemen sumberdaya manusia
dan khusunya dan pengembangan kepemimpinan.
Kemudian untuk menggambarkan dari sifat psikologi
positif, Luthans, (2002a) mengungkapkan atau telah
menemukan sebanyak lima susunan psikologi di mulai
dari sebuah upaya peningkatan kepercayaan, harapan,
optimisme, kesejahteraan dan kecerdasan emosional
sebagai memenuhi kriteria POB menjadi hal yang positif
agar menjadi menarik yang terukur lalu dikembangkan
dan dikelola sebagai upaya peningkatan kinerja di tempat
kerja saat ini.

1.2.2. Peningkatan Kualitas Kinerja


Mengingat kata kinerja berarti menunjukkan ada
suatu aktivitas yang telah lampau, yang mana hal itu harus
ditingkatkan. Peningkatan kinerja merupakan aktivitas
yang dalam upaya memenuhi kebutuhan perusahaan yang
menginginkan hasil kerja yang bermutu Kinerja secara
umum merupakan hal yang menunjukkan keadaan sesuatu,
kondisi sesuatu yang dapat berupa kuantitas maupun
kualitas. (keadaan yang secara umum bersifat trending,

Yudithia & Mahadiansar | 15


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

terkini). Peningkatan kinerja bisa di kualifikasi dalam


bentuk instrumen, peningkatan kinerja dapat dilakukan
dengan banyak hal, namun khusus mengenai pembahasan
penilaian kinerja, peningkatan kinerja melalui peningkatan
kinerja dapat dilakukan dengan antara lain sebagai berikut;
1. Penilaian kinerja merupakan sarana untuk mengetahui
atau dalam upaya memetakan kompetensi yang dimiliki
oleh karyawan, sehingga menjadi acuan secara
subtansial untuk meningkatkan kinerja
2. Penilaian kinerja dilakukan sebagai dasar pembinaan
kinerja karyawan / pegawai penilaian kinerja
merupakan wadah atau fasilitas sarana memotivasi
karyawan maupun pegawai untuk meningkatkan kinerja
jabatan.
Upaya peningkatan kualitas harus melalui sebuah
proses peningkatan kualitas memerlukan komitmen yang
melibatkan secara seimbang antara manusia sebagai
sumber daya dan teknik perbaikan kualitas. Pada aspek
manusia yang ditekankan adalah motivasi untuk terus
melakukan perbaikan kualitas. Setiap orang pada level
organisasi mempunyai peranan penting yang dapat
mendukung meningkatnya upaya kualitas sebuah
manajemen perusahaan. Salah satu di negara lain, Jepang
dikenal suatu istilah yang dapat diartikan sebagai
perbaikan terus-menerus. Istilah itu disebut Kaizen. Pada

16 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dasarnya Kaizen merupakan suatu pandangan yang


komperhensif dan terintergrasi yang bertujuan untuk
melaksanakan perbaikan secara terus-menerus.
Secara strategis langkah-langkah yang dapat
dilakukan sebagai program perbaikan atau peningkatan
kualitas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Memilih dan menerapkan metode peningkatan kualitas.
2. Melakukan analisis situasi melalui pengamatan
situasional.
3. Melakukan pengumpulan data.
4. Melakukan analisis data.
5. Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan
sasaran perbaikan kualitas.
6. Melaksanakan program perbaikan selama kurun waktu
tertentu.
7. Melakukan studi penilaian terhadap program tersebut.
8. Mengambil tindakan yang bersifat korektif atas
penyimpangan yang terjadi atau standarisasi terhadap
aktivitas yang sesuai.
Kemudian setelah melalui proses peningkatan
kualiatas. Ada dua hal yang akan berdampak pada
peningkatan kerja yaitu :
1. Pentingnya peningkatan kinerja bagi organisasi ;
Mengenai peningkatan kinerja akan keberhasilan
perusahaan pastilah kita mengacu dan berpegang

Yudithia & Mahadiansar | 17


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kepada kinerja perusahaan tersebut baik secara umum


atau spesifik, melalui hal diatas, maka tak diragukan
lagi pasti dilakukan penilaian kinerja terlebih dahulu,
berdasarkan balance score card secara subtansial
maupun laporan keuangan secara umum, lalu dilakukan
tindakan korektif yaitu berupa peningkatan kinerja di
antaranya sebagai berikut :
a. Dapat merubah budaya kerja yang akan berdampak
terhadap penurun kinerja;
b. Meningkatkan sebuah wadah produktifitas
organisasi baik secara kualitas dan kuantitas
c. Tambahan referensi akademisi, praktisi bagi
organisasi yang mengenai akan penyebab
menurunnya kinerja
d. Berfungsi sebagai sebuah tindakan korektif bagi
organisasi
e. Meningkatkan sebuah efektifitas dan efisiensi
kegiatan organisasi
f. Menjadi acuan terhadap kegiatan evaluasi kinerja
2. Pentingnya peningkatan kinerja bagi individu; Kita
tahu dalam sebuah tim terdiri dari kumpulan individu –
individu maka secara tidak langsung peningkatan
kinerja terhadap individu juga merupakan peningkatan
kinerja terhadap tim, karena individu atau pekerja
merupakan tokoh yang berperan secara mendasar dan

18 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

sangat penting bagi aktivitas perusahaan maupun


organisasi maka, sangatlah penting untuk melakukan
peningkatan kinerja terhadap individu. Berikut
pentingnya peningkatan kinerja bagi individu :
a. Perancanaan yang terjadwal dengan baik serta
keinginan terpenuhi
b. Penentuan standarisasi pendidikan bagi para pekerja
c. Program latihan khusus praktek yang akan dilakukan
secara kilat namun juga dapat dikatagorikan
mencakup kebutuhan Standart pekerja
d. Penilaian pretasi yang maksimal, serta akan
pemanfaatan balanced score card
e. Sosialisasi arti penting, dan adab komunikasi kerja
f. Penerapan sistem kerja target yang terstruktur baik
masif atau tidak masif

1.3. Kesimpulan
Pada akhirnya kita memahami bahwa peningkatan
kualitas kinerja sangat mempengaruhi perilaku positif baik
secara individu maupun secara kelompok maupun organisasi.
Tidak terlepas dari dampak eksistensi yang meliputi dua
kriteria baik perilaku organisasi positif dan peningkatan
kualitas kinerja. Hal ini akan mempermudah segala cara
untuk mecapai tujuan yang maksimal serta optimalisasi
kepribadian menjadi lebih baik. Secara eksistensinya akan
mengikuti hasil dari dampak tersebut. Eksistensi merupakan

Yudithia & Mahadiansar | 19


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kemunculan sebuah gagasan yang diterapkan dalam


kehidupan. Pertama, eksistensi adalah apa yang ada. Kedua,
eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga,
eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan
menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat, eksistensi
merupakan adalah proses menuju sebuah kesempurnaan.

20 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

BAB II.
Dialektika Teoritis

Yudithia & Mahadiansar | 21


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

22 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

2.1. Tinjauan Perilaku Organisasi Positif


2.1.1. Sebuah Pandangan Ekslusif
Pindah dari perilaku dan model disfungsi ke suasana
didunia kerja dengan fokus pada atribut positif bagi setiap
orang dan organisasi berarti untuk melihat perilaku
organisasi dalam konsep baru. Martin Seligman dan
rekan-rekannya. Seligman dan Csikszentmihalyi; (2000)
selalu akan menyerukan psikologi positif yang
didefinisikan sebagai ilmu subjektif positif pengalaman.
Mereka mengakui bahwa penekanan awal psikologi pada
negatif adalah produk sejarah dan sesuai untuk waktunya.
Para ahli atau akademisi mencatat bahwa individu
naik ke tantangan dimasa traumatis (kegagalan) dan
mempertahankan integritas dan untuk tujuan manusia itu
dalam berprilaku sehari-hari. Karakteristik yang dimiliki
seperti keberanian dan optimisme tampaknya menyangga
individu dari konsekuensi negatif pengalaman traumatis.
Seligman dan Csikszentmihalyi juga memasukan misi
psikologi positif kebutuhan untuk fokus pada kekuatan
manusia dan institusi positif. Luthans; (2002a, 2000b)
mempelopori pendekatan positif dalam perilaku organisasi
dengan memetakan perilaku organisasi positif (POB),
dengan fokusnya pada membangun kekuatan manusia
ditempat kerja dari pada hanya mengelola kelemahan
yang sebelumnya telah dijelaskan pada bab I. Luthans

Yudithia & Mahadiansar | 23


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

merekomendasikan para peneliti POB mempelajari


keadaan psikologis yang bisa diukur secara sah, dan
kemudahan dalam hal intervensi dalam organisasi untuk
meningkatkan kinerja kerja.
Luthans mengusulkan bahwa indikator-indikator
seperti harapan, keyakinan, dan ketahanan memenuhi
kriteria ini. Kim Cameron dan rekan-rekannya, Cameron
et al., (2003) memperjuangkan daerah berkembang dari
sebuah organisasi yang menyerukan studi tentang apa
yang benar dalam organisasi, termasuk penekanan pada
upaya mengidentifikasi kekuatan seorang manusia,
menghasilkan ketahanan dan pemulihan, meningkatkan
vitalitas, dan membina individu yang luar biasa.
Hal ini bertujuan untuk memahami keunggulan
manusia dan organisasi yang luar biasa dalam kinerja.
Sementara itu tantangan menanti kita yang terpenting
diantaranya yang akan menentukan apa yang positif.
Sebuah pandangan inklusif ini dapat dipercaya bahwa ada
ruang untuk mempelajari keadaan positif, sifat dan proses
dalam perilaku organisasi positif.
Meskipun hasil positif telah dipahami dan layak
penekanan, beberapa peneliti juga menyerukan pandangan
seimbang. Keadaan serta sifat dan proses positif harus
dipelajari dalam hak setiap individu, tetapi sekali lagi
tidak akan dilakukan dengan mengorbankan susanan

24 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

negatif (Lazarus, 2003). Beberapa kondisi positif,


misalnya dibawa ke ekstrim, bisa mengakibatkan
konsekuensi negatif. Selain itu peran ini harus
dieksplorasi. Hal yang positif bagi satu orang mungkin
dialami sebagai negatif oleh orang lain. Terpisahkan dari
itu adalah pentingnya konteks sosial, yang membentuk
pengalaman individu, baik positif maupun negatif. Hal ini
juga perlu tahu lebih banyak tentang eksistensi simultan
dari beberapa kelayakan sebuah variabel apakah positif
dan negatif yang kemudian saling mempengaruhi.
Keadaannya, sifat dan proses positif yang mencegah
atau menyangga hasil negatif harus secara sah menjadi
bagian dari penelitian perilaku organisasi positif. Ini
merupakan strategi bagian penting dan penting dari
perilaku organisasi untuk dipahami agar menyelesaikan
dan mencegah hasil sebuah pandangan negatif. Sisi positif
diberikan waktu yang sama serta hal yang penting untuk
memperioritaskan perilaku organisasi akan lebih mudah
terintegrasi. Dalam tinjauan ini, kekhawatiran tentang
kekuatan ilmiah menjadi hal yang terpenting.
Kekhawatiran ini tidak unik untuk perilaku organisasi
positif; Namun para peneliti sangat memperhatikan dalam
tinjauan perilaku organisasi positif. Masalah pengukuran
harus diperhatikan. Meskipun banyak yang dtelah
dipaparkan di atas, hal itu membawa bahwa perlu

Yudithia & Mahadiansar | 25


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

memastikan mendefinisikan perilaku organisasi positif


dan mengukur kekuatatn indikator ini secara tepat dan
konsisten sehingga apa yang dikehendaki semua dapat
memahami dampak dari hasil perilaku organisasi tersebut.

2.1.2. Penemuan Para Ahli dari Masa ke Masa


Kontribusi perilaku organisasi positif memiliki
temuan yang berbedaa dan berbicara dengan tantangan
yang dihadapi para peneliti. Pada bab ini menyajikan
secara luas dan over-arching yang menunjukkan
luasnya studi kasus dari gerakan positif. Berikut para
ahli dan peneliti yang telah mengungkapkan kejadian
yang mereka miliki :
1. Fred Luthans, Carolyn Youssef dan Bruce Avolio
mengedepankan deskripsi modal psikologis yang
terdiri dari menyatakan keyakinan / keampuhan,
harapan, optimisme, dan ketahanan. Mereka lebih
jauh memberikan panduan maupun pedoman
tentang bagaimana empat komponen dapat
dikembangkan serta dikelola dengan baik dalam
organisasi untuk mendorong peningkatan kinerja
dan keunggulan kompetitif.
2. Jim Quick dan Marilyn Macik-Frey menyelidiki
keadaan kondisi saat ini serta parktik tentang
pekerjaan yang sehat dan produktif dengan

26 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

memeriksa atribut individu dan organisasi yang


sehat dengan menganalisis beberapa model dominan
saat ini. Mereka memperluas arena perilaku
oragnisasi positif dengan memperkenalkan ciri-ciri
individu dan proses interpersonal ke dalam dialog.
Secara khusus mereka mengusulkan interdependensi
interpersonal dan kompetensi komunikasi sebagai
faktor yang sangat penting dalam belajar yang sehat,
kerja produktif.
3. Bret Simmons dan Debra Nelson menyajikan Model
Holistik Stres yang menonjolkan bentuk positif
bermula dari sebuah kestresan (eustress) kemudian
memberikan pandangan yang lebih komprehensif
tentang pengalaman stres, termasuk tanggapan dan
konsekuensi stres. Mereka memperkenalkan konsep
eustress yang menyenangkan sebagai warna yang
kontras untuk mengatasi kesulitan dan menyerukan
penelitian pada generasi eustress. Cara-cara untuk
meningkatkan aspek stres yang menyenangkan dan
memotivasi sedang bekerja. Kemudian mereka
sebuah gambaran bahwa gerakan positif dapat
membawa perspektif yang lebih seimbang untuk
mempelajari stres, yang secara konsisten berfokus
pada yang negatif. Hal ini akan berfokus pada
keadaan, sifat dan karakter positif proses, menyoroti

Yudithia & Mahadiansar | 27


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

perspektif inklusif yang dianjurkan dengan


mencakup berbagai variabel yang telah
mencerminkan keragaman dalam penelitian
organisasi yang positif.
4. Neal Ashkanasy dan Claire Ashton James juga
menjabarkan bagaimana upaya organisasi bisa
menimbulkan emosi positif yang salah satu
prasyarat diperlukan untuk melihat perilaku
organisasi yang positif. Model emosi memiliki
multi-level termasuk neuropsikologis dan kognitif
berkorelasi emosi yang positif, individu perbedaan,
komunikasi emosi yang positif, pengundangan
perilaku organisasi positif menunjukan emosi dalam
kelompok dan penciptaan emosi positif iklim di
organisasi.
5. Gretchen Spreitzer dan Kathleen Sutcliffe mencatat
bahwa ada lebih banyak lagi penelitian tentang
kematian yang lambat di tempat kerja daripada yang
ada tentang berkembang, sebuah proses dicirikan
oleh rasa vitalitas dan rasa belajar ditempat kerja.
Beberapa peneliti juga memeriksa anteseden kunci
berkembang dan upaya menyajikan fitur konteks
kerja yang menghasilkan dalam upaya sebuah
perkembangan. Mereka telah juga membahas yang
positif hasil dari perkembangan dimaksud dalam

28 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

upaya sebuah pengembangan diri, kesehatan dan


kinerja, dan mengusulkan agar kelompok, unit dan
organisasi dapat mengalami berkembang kolektif,
yang dapat menyebabkan tingkat kelompok dan
organisasi hasil yang bermanfaat.
6. Arie Shirom menjelaskan bahwa semangat sebagai
refleksi kekuatan fisik, tetapi hampir tidak pernah
dipelajari dalam sebuah tempat kerja. Fokusnya
semangat sebagai pengalaman afektif ditempat kerja
yang mencerminkan tiga jenis sumber daya energik:
kekuatan fisik, energi emosional dan kognitif
keaktifan.
7. Linda Trevino dan Michael Brown mengambil
pendekatan perilaku oragnisasi positif yang unik
dalam sebuah etika dan kepemimpinan. Mereka
coba memaparkan hasil mengembangkan konstruk
kepemimpinan etis kemudian juga membedakan dari
transformasional dalam upaya pendekatan otentik
sebuah upaya dari kepemimpinan. Pendekatan
positif menunjukan adanya beberapa tumpang tindih
kepahaman. Secara khusus melihat kepemimpinan
dari sebuah para pengikut perspektif.
8. Pam Perrewe, Gerald Ferris, Jason Stoner, dan
Robyn Brouer bahwa gerakan positif karena mereka
mencakup seperangkat keterampilan positif yang

Yudithia & Mahadiansar | 29


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

akan penting untuk sebuah kesuksesan dalam


organisasi kontemporer. Keterampilan politik yang
telah memiliki elemen disposisional dan beberapa
elemen dapat dibentuk kemudian dikembangkan.
Hal ini telah menunjukkan bahwa keterampilan
politik memiliki efek positif pada pekerjaan kinerja,
efektivitas pemimpin, reputasi dan kesuksesan karir
dan juga bahwa keterampilan politik secara
langsung mengurangi stres yang dialami ditempat
kerja.
9. Kim Cameron berupaya menganalisis hal yang
bersifat kompleksitas pengampunan dikedua pihak
tingkat individu dan organisasi dalam satu wadah.
Hal ini upaya menekankan efek positif dari
pengampunan pada perilaku karyawan atau pegawai
serta produktivitas dan kualitas.
Fokus pada dialektika teoritis yang menjadi
tantangan yang dihadapi peneliti saat mereka memajukan
gerakan positif. Meskipun tantangan ini mungkin tidak
unik untuk organisasi yang positif perilaku, mereka
tangguh dan harus diakui dan ditangani jika gerakan
positif adalah maju. Berikut tantangan yang di hadapinya
yaitu :
1. Tom Wright menangani dua tantangan metodologis
penting yang dihadapi peneliti dalam gerakan positif.

30 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Satu tantangan adalah keputusan apakah variabel minat


adalah suatu keadaan khas dari domain perilaku
organisasi positif. Dia menyarankan untuk melengkapi
pengujian ulang yang khas secara lengkap untuk
mengetahui paralel dan ketat paralel model untuk
mencapai kejelasan konseptual yang akan di teliti
secara empiris. Lebih lanjut, Tom Wright juga
menyarankan untuk pindah dari model ketidakpastian
organisasi positif untuk mempelajari kesehatan diri
dalam alam bawah sadar, menggunakan tekanan nadi,
atau memeriksa kondisi kesehatan.
2. Laura Little, Janaki Gooty, dan Debra Nelson
membawa kita ke lingkaran bahwa dengan kembali ke
empat variabel yang terdiri dari psikologis modal dan
memeriksa validitas konstruk mereka dalam dua
terpisah sebagai studi kasus. Validitas konvergen,
diskriminan dan prediktif diselidiki untuk ukuran
harapan, optimisme, ketahanan dan self efficacy yang
biasa digunakan. Sayangnya, hasil itu tidak
menunjukan positif dan mereka meminta lebih banyak
pengembangan teori-teori yang ketat dan upaya
pengembangan pengukuran secara berurutan untuk
memajukan studi perilaku organisasi positif.
Kesimpulannya, pada bab ini menawarkan platform
untuk perpaduan yang mengesankan dari ilmu

Yudithia & Mahadiansar | 31


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pengetahuan penelitian dan diskusi dalam domain


mempelajari sebuah fenomena positif dikerja. Teori dan
studi kasus yang telah dijelaskan diatas pada akhirnya
akan membimbing kita menuju peningkatan pengalaman
dan konsekuensi dari yang memiliki pekerjaan yang kita
miliki sendiri. Tujuan untuk memastikan bahwa studi
kasus yang di hadapi perilaku organisasi positif terus
menjadi berkembang dari masa ke masa sebagai upaya
penemuan berkala.
Tabel II. 1

Berdasarkan Perkembangan Studi


Di Dukung Secara Di Dukung
Jurnal
Konseptual Secara Empiris
Li, W.(2002). Luthans (2002) Hogetts & Luthan
 Confidence Stajkovic & Luthans (2002)
 Hope (1998) Luthans & Jansen
 Optimism Stajkovic & Luthans (2002)
 Subjective (2002)
Well-being
 Resiliency
 Emotional
Intelligence
Luthans & Avolio & Luthans, Bryant & Cvengros,
Youssef. (2007) 2006 2004
 Hope Luthans, Avey, et al., Carifio & Rhodes,
 Optimism 2006 2002
 Resilience Luthans & Jensen, Luthans, Avolio, et
2002; al., 2005
Luthans & Youssef, Luthans, Avolio, et
2004; al., 2007
Luthans, Youssef, et Magaletta & Oliver,
al., 2007; 1999
Snyder, 2002
Sumber : Luthan, F., & Youssef, C.M. (2007) & Li, W.(2002).

32 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

2.2. Tinjauan Kinerja


2.2.1. Pengertian Kinerja Para Ahli
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi yang tertuang dalam startegic planning suatu
organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk
menyebut prestasi atau dalam tingkat keberhasilan seorang
individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa
diketahui hanya jika individu atau kelompok individu
tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan
atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada
tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak
dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya (sumber:
Mahsun 2006:25). Menurut Chaizi Nasucha dalam
Sinambela (2012:186) kinerja organisasi didefinisikan
sebagai efektifitas organisasi secara menyeluruh untuk
memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap
kelompok yang berkenaan melalui usaha - usaha yang
sistematik dan meningkatkan kemampuan organisasi
secara terus-menerus untuk mencapai kebutuhannya
secara efektif. Wibowo (2011:7).
Ada pula yang memberikan pengertian performance
sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya

Yudithia & Mahadiansar | 33


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya


hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan
berlangsung, Berdasarkan beberapa definisi mengenai
kinerja organisasi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kinerja sebuah organisasi merupakan hasil kerja mengenai
organisasi ataupun gambaran mengenai apakah suatu
organisasi telah dapat melaksanakan kegiatan atau
kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat
oleh organisasi.
Setiap instansi atau perusahaan menjalankan seluruh
kegiatan sesuai dengan operasional untuk mencapai tujuan
yang telah menjadi target atau yang telah ditetapkannya,
terdiri dari elemen para pegawai yang memiliki tugas dan
tanggung jawab yang harus di laksanakan sendiri - sendiri
maupun sebagian berkelompok dengan tujuan untuk
efisiensi dan optimalisasi serta pencapaian tujuan yang
akan dicapai. Para pegawai yang bekerja sangat
mempengaruhi kinerja suatu instansi, hal ini karena
pegawai merupakan penggerak utama bagi setiap kegiatan
operasional dan sangat berperan aktif untuk tercapai atau
tidaknya suatu tujuan instansi. Kinerja merupakan suatu
aktivitas yang didalamnya penyelesaian tugas yang telah
mempunyai penerapan serta upaya pengetahuan dan
kemampuan sendiri. John Shields et al. (2016). Untuk
melihat ukur sebuah kinerja dapat dilihat dari segi perilaku

34 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

setiap pegawai yang mengarah kepada produktivitas


dengan melihat kualitas kerja, ketergantungan dalam kerja,
konstribusi yang diberikan. Disisi lain kinerja yang paling
berdampak terhadap reward atau sebuah hadiah agar
kinerja tersebut bisa di capai dengan maksimal sebagai
kebutuhan organisasi, hal ini sudah menjadi hal yang
wajar sebab kinerja akan berdampak langsung terhadap
kepuasan pelanggan.
Kinerja pegawai juga dikatagorikan baik bahwa
kinerja yang meningkat memiliki dampak positif pada
kepuasan, sehingga berfokus pada peningkatan kinerja
individu dapat menjadi kunci untuk meningkatkan serta
dalam upaya mempertahankan pelanggan. Misalnya,
dengan meningkatkan produktifitas dalam sebuah
pelatihan layanan pelanggan organisasi sehingga mungkin
dapat meningkatkan kinerja pegawai yang pada gilirannya
akan mengarah pada peningkatan kepuasan hingga bisa
dikatakan pegawai yang bahagia melayani pelanggannya
adalah sebuah kejadian yang diinginkan dan cenderung
mengarah pada kinerja organisasi yang lebih baik. Greene
(2015). Kinerja memiliki peran sangat penting bagi
pegawai, keistimewaan kinerja bagi pegawai dilihat dari
perhatian yang lebih terhadap pimpinannya dalam
mengelola organisasi yang membuat pegawai akan
semangat dalam untuk melaksanakan tugas dan fungsinya

Yudithia & Mahadiansar | 35


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kemudian menciptakan hasil pekerjaan yang berkualitas,


kemudian dipersentasikan hasil capaiannya dengan
memberikan sebuah penghargaan agar pegawai tersebut
termotivasi lebih baik lagi dan memberikan sebuah
pandangan bahwasanya bersungguh - sungguh dalam
bekerja yang akan memberikan dampak yang positif bagi
lingkungan sekitar, Icbwan (2014).

2.2.2. Pengukuran Kinerja


Wibowo (2011:229) menjelaskan bahwa
Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat
deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah
kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waku yang
ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai
dengan yang diharapkan. Untuk melakukan penilaian
tersebut diperlukan kemampuan untuk mengukur kinerja
sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja. Gary Dessler
dalam Pasolong (2013: 182) menyatakan bahwa penilaian
kinerja adalah merupakan upaya sistematis untuk
membandingkan apa yang dicapai seseorang
dibandingkan dengan standar yang ada. Tujuannya, yaitu
untuk mendorong kinerja seseorang agar bisa berada
diatas rata-rata. Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah menilai

36 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

hasil kerja suatu organisasi publik. Penilaian hasil kerja


tersebut untuk melihat apakah hasil yang dicapai oleh
suatu organisasi publik telah sesuai dengan visi dan misi
yang telah ditetapkan oleh organisasi publik tersebut.

2.2.3. Indikator Kinerja


Indikator kinerja yang dimaksud oleh LAN-RI
dalam Pasolong (2013:177) adalah ukuran kualitatif atau
kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu
sasaran atau tujuan yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau suatu tujuan yang telah
ditetapkan dengan upaya pertimbangkan indikator
masukan (input), keluaran (outputs), hasil (outcomes),
manfaat (benefits), dan dampak (impacts). Indikator
masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan
agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk
menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana,
sumber daya manusia, informasi, dan kebijakan atau
peraturan perundang-undangan. Indikator keluaran
(outputs) adalah sesuatu yang dicapai dari suatu kegiatan
yang dapat berupa fisik dan atau non fisik. Indikator hasil
(outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah
(efek langsung). Indikator manfaat (benefits) adalah
sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan

Yudithia & Mahadiansar | 37


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kegiatan. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh


yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap
tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan.
Mahsun (2006:71) menyatakan bahwa indikator
kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kemungkinan juga
sebuah kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Dwiyanto dalam buku yang ditulis Pasolong
(2013:178) menjelaskan beberapa indikator yang
digunakan untuk mengukur Kinerja Birokrasi Publik
yaitu:
1. Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat
efisiensi, tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan.
Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai ratio
antara input dengan output.
2. Kualitas Layanan, banyak pandangan negatif yang
terbentuk mengenai organisasi publik yang muncul
karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Dengan
demikian menurut Dwiyanto kepuasan masyarakat
terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja
birokrasi publik.
3. Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun sebuah
agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan
program - program pelayanan publik sesuai dengan

38 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas


dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja
karena responsivitas secara langsung dalam upaya
menggambarkan kemampuan birokrasi publik dalam
menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
4. Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan
kegiatan birokrasi publik itu dilakukan sesuai dengan
prinsip - prinsip administrasi yang benar dengan
kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun
implisit
5. Akuntabilitas, yaitu menunjuk seberapa besar
kebijakan dan kegiatan birokrasi publik tunduk pada
para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Lalu ada Hersey, Blanchard dnan Johnson dalam
Wibowo (2011:102) terdapat tujuh indikator kinerja:
1. Tujuan; Tujuan menunjukkan ke arah mana kinerja
harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut, dilakukan
kinerja untuk mencapai tujuan. Kinerja individu
maupun organisasi dikatakan berhasil apabila dapat
mencapai tujuan yan diinginkan.
2. Standar; Standar merupakan suatu ukuran apakah
tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar,
tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai.
Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu

Yudithia & Mahadiansar | 39


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

mencapai standar yang ditentukan atau disepakati


bersama antara atasan dan bawahan.
3. Umpan Balik; Umpan balik merupakan masukan
yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan
kinerja, standar kinerja dan pencapaian tujuan.
Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap
kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan
perbaikan kinerja.
4. Alat atau sarana; Alat atau sarana merupakan sebuah
faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa
alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat
dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan
sebagaimana seharusnya.
5. Kompetensi; Kompetensi merupakan alat
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
menjalankan sebuah pekerjaan yang diberikan
kepadanya dengan hasil baik. Kompetensi juga
memungkinkan akan seseorang mewujudkan tugas
yang berkaitan dengan pekerjaan yang akan
diperlukan untuk mencapai tujuan.
6. Motif; Motif merupakan alasan atau pendorong bagi
seseorang sebagai upaya untuk melakukan sesuatu,
tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja
tidak akan berjalan.

40 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

7. Peluang; Pekerja perlu juga mendapatkan


kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya.
Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat
perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu yang
tersedia.
Mahsun (2006:31) memaparkan bahwa organisasi
publik memiliki sifat dan karakteristik yang unik.
Sehingga organisasi sektor publik memerlukan ukuran
penilaian kinerja yang lebih luas, tidak hanya mengukur
tingkat finansial dan tingkat efisiensi. Pengukuran
kinerja organisasi sektor publik meliputi aspek-aspek
sebagai berikut:
1. Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu
yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat
berjalan untuk menghasilkan keluaran.
2. Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan,
baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat
akurasi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
3. Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang
diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu
kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik.
4. Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu
yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan
pada jangka menengah yang mempunyai efek
langsung.

Yudithia & Mahadiansar | 41


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

5. Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang


terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan
kegiatan.
6. Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang
ditimbulkan baik positif maupun negatif.
Dari beberapa indikator yang dikemukakan ahli
tersebut, peneliti menggunakan indikator kinerja.
Menurut Mahsun dalam menilai kinerja memiliki
Indikator yang telah digunakan oleh para peneliti
karena memiliki nilai kinerja dari berbagai aspek mulai
dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan
dampak. Dengan begitu akan didapatkan hasil
pengukuran kinerja organisasi yang lebih akurat.
Namun dari enam indikator yang dikemukakan oleh
Mahsun tersebut, dalam penelitian ini peneliti hanya
menggunakan empat indikator diantaranya, yakni:
1. Indikator masukan (input) yang merupakan segala
sesuatu yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan
keluaran. Melalui indikator ini yang menjadi ukuran
adalah kompetensi sumber daya manusia serta
sarana dan prasarana yang digunakan dalam
mengawasi peredaran kosmetik ilegal.
2. Indikator Proses (process) merupakan ukuran
kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, mupun

42 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan. Hal-hal yang


menjadi ukuran dalam indikator ini yaitu prosedur
pelaksanaan dan standar waktu dalam mengawasi
peredaran kosmetik ilegal.
3. Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang
diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu
kegiatan yang dapat berupa fisik dan nonfisik.
4. Indikator hasil (outcome) merupakan segala sesuatu
yang mencerminkan berfungsinya keuaran kegiatan
pada jangka menengah yang mempunyai efek
langsung. Dalam penelitian ini keluaran kegiatan
(output) nya. Indikator hasil sangat berperan penting
bagi sebuah kinerja.

2.3. Dirkusus Kinerja


2.3.1. Definisi Kinerja
Meskipun sangat relevan dengan kinerja individu
dan meluasnya dalam penggunaan pekerjaan kinerja
sebagai ukuran hasil dalam penelitian empiris, usaha yang
relatif kecil di habiskan untuk mengklarifikasi konsep
kinerja. Namun pada saat tahun 1990, Campbell
menggambarkan literatur tentang struktur dan isi kinerja
―padang pasir virtual‖ (hal. 704). Namun, selama 10
hingga 15 tahun terakhir, seseorang dapat menyaksikan

Yudithia & Mahadiansar | 43


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

peningkatan minat dalam mengembangkan definisi kinerja


dan menentukan konsep kinerja.
Beberapa peneliti menyetujui bahwa ketika
mengonseptualisasikan kinerja seseorang harus
membedakan antara suatu tindakan (yaitu, perilaku) aspek
dan aspek hasil kinerja (Campbell, 1990; Campbell,
McCloy, Oppler, & Sager, 1993; Kanfer, 1990; Roe,
1999). Aspek perilaku mengacu pada apa yang dilakukan
individu dalam situasi kerja. Ini mencakup perilaku seperti
merakit bagian-bagian mesin mobil, menjual komputer
pribadi, mengajarkan keterampilan membaca dasar kepada
anak-anak sekolah dasar atau melakukan operasi jantung.
Tidak setiap perilaku dimasukkan di bawah konsep
kinerja tetapi hanya perilaku yang ada relevannya yang
akan ditujukan pada organisasi: ―Kinerja adalah apa yang
disewa oleh organisasi lakukan, dan lakukan dengan baik
‖(Campbell et al., 1993, hlm. 40).
Dengan demikian, kinerja tidak ditentukan oleh
tindakan itu sendiri tetapi dengan proses menghakimi dan
evaluatif (bdk. Ilgen & Schneider, 1991; Motowidlo,
Borman, & Schmit, 1997). Selain itu, hanya tindakan yang
dapat diskalakan, yaitu, diukur, dianggap merupakan
kinerja (Campbell et al., 1993). Aspek hasil mengacu pada
konsekuensi atau hasil dari perilaku individu. Perilaku
yang dijelaskan dapat menghasilkan hasil seperti jumlah

44 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

mesin yang dirakit, kemampuan membaca siswa, angka


penjualan, atau jumlah operasi jantung yang berhasil.
Di banyak situasi, aspek perilaku dan hasil terkait
secara empiris, tetapi mereka jangan tumpang tindih
sepenuhnya. Aspek hasil kinerja juga tergantung pada
faktor selain perilaku individu. Misalnya, bayangkan
seorang guru yang memberikan sebuah pelajaran
membaca yang sempurna (aspek perilaku kinerja), tetapi
satu atau dua dari muridnya namun tidak meningkatkan
keterampilan membaca mereka karena defisit intelektual
mereka (aspek hasil kinerja). Atau bayangkan karyawan
penjualan di telekomunikasi bisnis yang hanya
menunjukkan kinerja biasa-biasa saja dalam interaksi
langsung dengan potensi klien (aspek perilaku kinerja),
namun demikian mencapai angka penjualan yang tinggi
untuk komunikasi (aspek hasil kinerja) karena permintaan
tinggi yang umum untuk peralatan komunikasi.
Dalam prakteknya, mungkin sulit untuk
menggambarkan aspek aksi dari kinerja tanpa referensi
apa pun ke aspek hasil. Karena tidak ada tindakan tetapi
hanya tindakan yang relevan untuk tujuan organisasi
merupakan kinerja, seseorang membutuhkan upaya
kriteria untuk mengevaluasi sejauh mana kinerja
seseorang memenuhi tujuan organisasi yang sulit
membayangkan bagaimana mengkonseptualisasikan

Yudithia & Mahadiansar | 45


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kriteria tersebut tanpa secara bersamaan


mempertimbangkan aspek hasil kinerja pada saat yang
bersamaan. Jadi, penekanan pada kinerja menjadi tindakan
tidak benar-benar menyelesaikan semua masalah agar
keinginan bisa terpenuhi.

2.3.2. Kinerja sebagai Konsep Dinamis


Kinerja individu tidak stabil dari waktu ke waktu.
Kosep dinamis dalam kinerja individu dari waktu ke
waktu mencerminkan (1) proses pembelajaran dan
perubahan jangka panjang lainnya dan (2) sementara
perubahan kinerja. Kinerja individu berubah sebagai
perhitungan hasil penelitian para ahli, namun studi
menunjukkan bahwa kinerja awalnya meningkat dengan
meningkatnya waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan
tertentu dan kemudian mencapai sebuah upaya pencapaian
maksimal (Avolio, Waldman, & McDaniel, 1990;
McDaniel, Schmidt, & Hunter, 1988; Quinones, Ford, &
Teachout, 1995).
Selain itu, proses yang mendasari kinerja akan
selalu berubah seiring waktu. Selama fase awal akuisisi
keterampilan, kinerja pada saat ini sangat banyak yang
bergantung pada sebuah pemrosesan yang terkontrol baik,
ketersediaan pengetahuan deklaratif dan optimal alokasi
sumber daya menjadi perhatian karena dibatasi, kemudian

46 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dalam proses akuisisi keterampilan, kinerja sebagian


upaya yang besar karena bergantung pada memprosesan
secara otomatis, pengetahuan prosedural, dan kemampuan
psikomotor (Ackerman, 1988; Kanfer & Ackerman, 1989)
sebagai upaya untuk mengidentifikasi proses yang telah
mendasari perubahan kinerja pekerjaan, Murphy (1989)
dibedakan antara transisi dan tahap-tahap pemeliharaan
organisasi. Tahap transisi terjadi ketika individu baru
dalam pekerjaan dan ketika tugas-tugas itu baru.
Pemeliharaan tahap terjadi ketika pengetahuan dan
keterampilan yang akan di perlukan untuk melakukan
pekerjaan dipelajari dan ketika pencapaian tugas menjadi
otomatis. Untuk tampil selama masa transisi fase,
kemampuan kognitif sangat relevan. Selama tahap
pemeliharaan, kemampuan kognitif menjadi kurang
penting tidak mendapatkan perhatian khusus dan faktor-
faktor yang mengarah pada disposisional (motivasi, minat,
nilai) meningkat dalam relevansinya sendiri. Perubahan
kinerja dari waktu ke waktu tidak selalu berbeda antar
individu. Adapun bukti empiris yang meningkat bahwa
individu berbeda sehubungan dengan pola intra-individu
berubah (Hofmann, Jacobs, & Gerras, 1992; Ployhard &
Hakel, 1998; Zickar & Slaughter, 1999).
Temuan ini menunjukkan bahwa tidak ada pola
seragam dalam pengembangan kinerja dari waktu ke

Yudithia & Mahadiansar | 47


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

waktu. Selain itu ada beberapa komponen jangka pendek


dalam kinerja yang disebabkan oleh perubahan dalam
keadaan psiko-fisiologis individu, termasuk kapasitas
pemrposesan sepanjang waktu yang sedang berjalan
(Kahneman, 1973). Perubahan ini dapat disebabkan oleh
jam kerja yang panjang, gangguan dari ritme individu,
atau paparan stres serta timbul yang akan menyebabkan
kelelahan atau penurunan dalam aktivitas. Namun
keadaan ini tidak selalu menghasilkan penurunan kinerja.
Individu, misalnya mampu mengimbangi kelelahan, baik
itu dengan beralih ke yang berbeda strategi atau dengan
upaya peningkatan kinerja (Hockey, 1997; Van der
Linden, Sonnentag, & Frese, dalam pers; Sperandio,
1971).

2.3.3. Kinerja sebagai Kontrol


Kinerja merupakan sebagai upaya untuk mencapai
tujuan seseorang, untuk mencapai apa yang ditetapkan
untuk dicapai dan prestasi inilah yang menentukan
kinerja. Seperti Tom Gilbert (1974) yang didalam
tulisannya mengatakan“If you think about it, then, it is
only the accomplishments of performance that we value –
never the behaviors that produce them” (p. 13).
Kemudian Kinerja didefinisikan bukan dari awal sifat
perilaku tetapi oleh akibat atau hasil dari sebuah perilaku,

48 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

apa yang disebut Gilbert "prestasi" dan apa yang Gilbert


Ryle (1949) bahkan sebelumnya disebut ―Pencapaian.‖
"Kinerja," kemudian, mengacu pada pencapaian hasil atau
hasil. Pada gilirannya, "hasil" mengacu pada perubahan
nilai dari beberapa faktor - faktor tertentu dari saat ini ke
nilai yang diinginkan. Akhirnya, "kontrol" ini sangat
mengacu pada kemampuan untuk mengarahkan ataupun
sebagai upaya mempengaruhi ada jalannya peristiwa
sedemikian rupa sehingga hasil yang diinginkan agar
tercapai. Untuk mengontrol kinerja adalah untuk
membawa keselarasan antara nilai yang diinginkan atau
yang diinginkan untuk beberapa faktor dan nilai yang
dirasakan yang diaktualisasikan kehidupan. Hal ini
bergantung pada faktor penentu yang dipermasalahkan,
sebuah tindakan yang terlibat mungkin bergantung pada
satu individu atau lebih kasus didalam kinerja yang
mungkin sebagian dari kelompok dan satu kelompok
lainnya.
Dalam beberapa kasus, faktor penentu mungkin
mencerminkan tindakan sejumlah besar orang ataupun
bisa jadi secara keseluruhan. Namun, locus of control dari
kinerja individu selalu berorientasi atau bersandar pada
individu yang bersangkutan. Tempat kontrol atas kinerja
ketika tindakan diperlukan untuk mencapai hasil yang
dimaksud melibatkan tindakan lebih dari satu individu

Yudithia & Mahadiansar | 49


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dapat beristirahat dengan individu yang terlibat,


supervisor atau pemimpin tim atau mungkin seorang
manajer ataupun kepala bahkan seorang eksekutif. Dalam
semua kasus, esensi dari kinerja pengendalian adalah
sama, yang dimaksud sama untuk mewujudkan sebuah
keselarasan antara yang diinginkan atau diinginkan untuk
satu ataupun maupun lebih. Ada teori yang sangat baik
yang berkaitan dengan perilaku manusia yang dikenal
sebagai Perseptual Control Theory (PCT) yang
diartikulasikan oleh William T. Powers di beberapa
makalah dan dalam bukunya. Pada dasarnya, teori Powers
menyatakan bahwa beberapa orang akan bersikap dengan
cara yang melayani mengendalikan persepsi yang
diiginkan. Maka PCT adalah teori kontrol, bukan teori
perilaku dalam pengertian biasa dalam istilahnya, maka
dari pada itu teori kontrol dalam PCT bisa menawarkan
penjelasan yang sangat baik tentang bagaimana kinerja
dikendalikan atau tidak dikendalikan.
Tabel II. 2
Model Kontrol Kinerja

Tujuan Tindakan

Target

Perceptions Kondisi

Sumber : Fred Nickols 2017

50 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Berdasarkan Model Kontrol Kinerja di atas


menunjukkan ada lima elemen utama yang terlibat dalam
kontrol, adapun ulasan singkat masing-masing berikut
sebagai berikut :
1. Target adalah titik fokus untuk tindakan, pusat
perhatian; sebuah konsep yang di inginkan bawa ke
sebuah penilaian tertentu dan mempertahankan. Hal ini
mungkin seperti penolakan menilai dalam suatu upaya
proses yang terarah pada jumlah promosi ke suatu
wilayah, tingkat retensi pegawai dalam bekerja, atau
perputaran tingkat partispasinya. Apa pun itu pada
umunya konsep dan tujuan mengendalikan nilainya.
Sebagai tanda panah menunjukkan, empat kotak
lainnya diikat ke kotak Target dengan satu atau lain
cara.
2. Tujuan menentukan nilai yang diinginkan oleh sebuah
target, Jadi tujuan nilai bisa menjadi penolakan seperti
"Kurang dari satu persen" dan sasaran penjualan
mungkin sesuatu seperti "$ 200 ribu perkuartal. Sasaran
berfungsi untuk menentukan hasil yang diharapkan
sesuai dengan target. Secara rasional untuk mencapai
tujuannya, para pelaku kinerja harus jelas dan
berkomitmen untuk mencapainya. Tidak hadir baik
tidak ada kejelasan dan tindakan komitmen yang akan

Yudithia & Mahadiansar | 51


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

menunjukan salah arah, tidak dilaksanakan dengan baik


atau tidak dilakukan.
3. Tindakan adalah hal-hal yang kita lakukan untuk
membawa indikator ataupun beberapa faktor yang
ditargetkan dalam sebuah keadaan yang diinginkan.
Sehubungan dengan tujuan tingkat penolakan sebagai
karyawan atau pegawai mungkin mendesain ulang
upaya proses, mengisolasi dan memperbaiki beberapa
bagian yang tidak berfungsi dalam organisasi ataupun
mungkin menyadari bahwa perlu mengubah hasil awal,
bukan proses itu sendiri yang mereka inginkan dan
yang sangat penting di sini adalah fakta bahwa
perubahan akan sering terjadi secara tidak langsung
maupun langsung dalam situasi dan kondisi, lalu
mengambil tindakan di lingkungan yang ada untuk
mewujudkan hasil yang sama agar berhasil, banyak
yang harus tahu bagaimana "di sini" terhubung untuk
"di sana" sehingga pada akhirnya tindakan langsung
seorang kinerja langsung memiliki efek yang
diinginkan pada target organisasi.
4. Kondisi adalah keadaan atau situasi dimana kinerja
yang telah disematkan dan dimana tindakan yang akan
diambil kedepannya. Ini dapat membantu atau
menghambat dan mempercepat dalam beberapa
perilaku organisasi, tidak ada konsekuensinya apa pun

52 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

yang terjadi dilapangan. Dalam studi kasus yang


dihadapi kinerja akan termasuk sebagai aktor utama
dan faktor lain yang mungkin juga dimaksud
mempengaruhi konsep yang agar bisa mempengaruhi
kedua individu dan organisasi. Akibatnya tindakan kita
harus mengimbangi atau menghalangi efek yang tidak
diinginkan yang berasal dari kondisi dimana peneliti
akan beroperasi.
5. Persepsi menginformasikan kepada publik tentang
status variabel target yang saat ini dan senantiasa
adanya perubahan yang harus mereka hadapi untuk
tindakan kinerja atau efek dari aktor dan faktor lain.
Kinerja membandingkan persepsi sebuah kinerja
tentang status terkini dari konsep yang di targetkan
dengan sasaran untuk mencapai konsep tersebut dan
kemudian jika tidak dapat diterima perbedaan yang ada,
maka kinerjanya bertindak secara langsung untuk
menutupnya. Jika tidak ada perbedaan seperti itu,
secara individu maupun kelompok telah berhasil
membawa konsep tersebut ke target dalam keadaan
yang diinginkan dan tidak ada tindakan lebih lanjut
diperlukan kecuali untuk mempertahankan konsep yang
telah ditarget dalam persepsi yang diinginkan.
Kontrol seperti yang diamati oleh Peter Drucker, selalu
menentang beberapa standar yang didalam sebuah kinerja.

Yudithia & Mahadiansar | 53


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Mengendalikan kinerja akan mengingat konsep sebuah


target yang nilainya bermaksud akan ada mengendalikan
kesempurnaan dan tujuan yang akan dapat sebagai nilai
diinginkan bagi karyawan ataupun pegawai sebagai upaya
target. Kinerja juga bisa melakukannya dengan bertindak
dengan cara yang mengubah nilai variabel target sebagai
upaya pemberitahuan dalam kemajuan tentang persepsi
yang ditujukan sebagai perubahan dalam struktur kinerja.
Dengan demikian semua akademisi maupun praktisi harus
memahami dengan benear yang sessungguhnya kontrol
kinerja.

2.3.4. Perspektif pada Kinerja


Para peneliti telah mengadopsi berbagai perspektif
untuk mempelajari kinerja. Paling banyak tingkat umum
dapat membedakan antara tiga perspektif yang berbeda:
1. Seorang individu perbedaan perspektif yang mencari
karakteristik individu (misalnya, mental umum
kemampuan, kepribadian) sebagai sumber untuk variasi
dalam kinerja,
2. Perspektif situasional yang berfokus pada aspek
situasional sebagai adanya fasilitator dan hambatan
untuk kinerja dan
3. Perspektif pengaturan dalam sebuah kinerja yang
menggambarkan proses kinerja.

54 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Perspektif tidak saling eksklusif tetapi mendekati


fenomena kinerja dari sudut-sudut berbeda yang saling
melengkapi satu sama lain. Di bagian ini, teori perpektif
pada kinerja akan menyajikan ketiga perspektif dan
pertanyaan inti ini ditangani oleh masing-masing
perspektif secara detail. Ada banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa motivasi sangat penting untuk
kinerja. Konstruksi motivasi yang terkait dengan kinerja
dapat sebagian dimasukkan ke bawah perspektif
perbedaan individu (misalnya, kebutuhan untuk
pencapaian), sebagian di bawah perspektif situasional
(misalnya, penghargaan ekstrinsik), dan sebagian dibawah
peraturan kinerja sebagai sebuah perspektif.
Tabel II. 3
Perspektif Kinerja
Perspektif Perspektif Perspektif
Perbedaan Situasional Pengaturan
Individu Kinerja
Pertanyaan Bagaimana Kondisi sepertiBagaimana
Inti individu apa individuproses Kinerja
bekerja yang bisa bekerjasaat ini? Apa
baik? dengan baik? dan kapan
mereka
menunjukan
kerjanya?
Sumber : Performance Concepts and Performance Theory, 2002.

Setelah dijelaskan dalam tabel di atas, berikut


penjelasannya tinjauan tersebut :

Yudithia & Mahadiansar | 55


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Perspektif Perbedaan Individu / Individual Diferencces


Persfective ;
Kepribadian diasumsikan memiliki pengaruh pada
pengetahuan kontekstual, kontekstual keterampilan,
kebiasaan kontekstual dan, tambahan, kebiasaan tugas.
Pengetahuan tugas, keterampilan tugas dan kebiasaan
tugas pada gilirannya dilihat sebagai prediktor kinerja
tugas; pengetahuan kontekstual, keterampilan kontekstual
dan pada kebiasaan kontekstual di anggap sebagai
prediktor kinerja kontekstual. Ini menyiratkan bahwa
kinerja tugas didominasi fungsi kemampuan kognitif dan
kinerja kontekstual sebagian besar merupakan fungsi
kepribadian. Namun, menurutnya model ini kemampuan
kognitif memiliki efek kecil pada kinerja kontekstual
dimediasi oleh pengetahuan kontekstual dan kepribadian
memiliki efek kecil pada kinerja tugas dimediasi oleh
kebiasaan tugas. Motowidlo dan Van Scotter (1994)
sangat mendukung model ini. Ada banyak penelitian yang
membahas kinerja individu di dalamnya perspektif
perbedaan individu.
Studi empiris di bidang ini tidak selalu secara
eksplisit terkait dengan model yang diajukan oleh
Campbell (1990) atau Motowidlo et al. (1997). Namun
demikian, hampir semua studi tentang prediktor individu
kinerja pekerjaan dapat terserap di bawah perspektif
perbedaan individu. Lebih khusus lagi, penelitian ini

56 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

membahas kemampuan kognitif, kepribadian, faktor


motivasi, dan pengalaman sebagai prediktor kinerja
pekerjaan. Bukti meta-analitik berbicara untuk hubungan
yang kuat antara kemampuan kognitif dan kinerja
pekerjaan. Individu dengan kemampuan kognitif tinggi
berperforma lebih baik daripada individu dengan
kemampuan kognitif rendah di berbagai pekerjaan yang
berbeda (Bobko, Roth, & Potosky, 1999; Hunter &
Hunter, 1984; Schmidt & Hunter, 1998). Sebagian besar
penulis berasumsi mekanisme yang mendasari
kemampuan kognitif membantu memperoleh pengetahuan
pekerjaan dan keterampilan kerja yang pada gilirannya
memiliki dampak positif pada kinerja pekerjaan (Schmidt,
Hunter, Outerbride, & Goff, 1988; Schmidt, Hunter, &
Outerbridge, 1986).
Para peneliti juga membahas pertanyaan apakah
akun kepribadian untuk perbedaan kinerja antar individu.
Beberapa analisis menunjukkan bahwa hubungan umum
antara faktor kepribadian dan kinerja pekerjaan relatif
tidak signifikan, tetapi hubungan yang kuat muncul untuk
neurotisisme / stabilitas emosional dan kesadaran (Barrick
& Mount, 1991; Tett, Jackson, & Rothstein, 1991).
Namun, relevansi dari faktor kepribadian khusus untuk
kinerja bervariasi antara pekerjaan yang berbeda (cf.
Vinchur, Schippmann, Switzer, & Roth, 1998). Perbedaan

Yudithia & Mahadiansar | 57


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

individu dalam motivasi dapat disebabkan oleh perbedaan


motivasi sifat dan perbedaan dalam keterampilan motivasi
(Kanfer & Heggestad, 1997). Motivasi sifat-sifatnya erat
kaitannya dengan konstruksi kepribadian, tetapi mereka
lebih sempit dan lebih banyak relevan untuk proses
motivasi, yaitu intensitas dan ketekunan suatu tindakan.
Kanfer dan Heggestad (1997) juga akan
menggambarkan pencapaian dan kecemasan sebagai dua
dasar yang relevan dengan pekerjaan sifat motivasi. Meta-
analisis Vinchur dkk menyediakan bukti untuk
kebutuhannya pencapaian harus dikaitkan dengan prestasi
kerja (Vinchur et al., 1998). Keterampilan motivasi
mengacu pada strategi pengaturan diri yang dikejar
selama perjuangan tujuan. Berbeda dengan motivasi sifat,
keterampilan motivasi diasumsikan lebih spesifik-domain
dan dipengaruhi oleh faktor situasional serta pengalaman
belajar dan pelatihan. Keterampilan motivasi terdiri
kontrol emosi dan pengendalian motivasi (Kanfer &
Heggestad, 1997; Kuhl, 1985). Percaya diri menjadi
keyakinan bahwa seseorang dapat melaksanakan suatu
tindakan dengan baik adalah konstruksi lain dalam
domain motivasi yang sangat relevan untuk kinerja
(Bandura, 1997; Stajkovic & Luthans, 1998). Lebih
khusus lagi, kepercayaan diri telah terbukti terkait baik
untuk kinerja tugas, seperti kesuksesan bisnis di pemilik

58 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

usaha kecil (Baum, Locke, & Smith, dalam pers), serta


kinerja kontekstual, seperti inisiatif pribadi (Speier &
Frese, 1997) dan mengembangkan ide dan saran dalam
suatu organisasi sistem saran (Frese, Teng, & Wijnen,
1999). Selain itu, kepercayaan diri telah sangat penting
dalam proses pembelajaran. Misalnya, dalam analisis
proses yang cermat, Mitchell, Hopper, Daniels, dan
George-Falvy (1994) telah melihat efek dari kepercayaan
diri pada pembelajaran. Di awal proses belajar, self-
efficacy adalah lebih baik prediktor kinerja daripada
sasaran, sementara hubungan ini dibalik pada tahap
selanjutnya.
Selain itu pengalaman yang profesional akan
menunjukkan hubungan yang positif, meskipun kecil
dengan prestasi kerja (Quinones et al., 1995). Selain itu,
ada interaksi antara prediktor dari beberapa area.
Misalnya, motivasi berprestasi tinggi ditemukan
meningkatkan efek dari kemampuan kognitif tinggi
(O‘Reilly & Chatman, 1994). Beberapa implikasi praktis
mengikuti dari perspektif perbedaan individu ini. Atas
semua, perspektif perbedaan individu menunjukkan fokus
pada pemilihan personil. Untuk memastikan kinerja
individu yang tinggi, organisasi perlu memilih individu di
dasar kemampuan, pengalaman, dan kepribadian mereka.
Perspektif perbedaan individu juga menunjukkan bahwa

Yudithia & Mahadiansar | 59


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

program pelatihan harus dilaksanakan yang bertujuan


sebagai upaya meningkatkan prasyarat individu untuk
kinerja tinggi. Lebih khusus lagi, pelatihan harus
ditujukan pengetahuan dan keterampilan yang relevan
untuk pencapaian tugas. Selanjutnya, mengekspos
individu untuk pengalaman tertentu seperti pelatihan dan
program mentoring diasumsikan untuk memiliki efek
menguntungkan pada kinerja pekerjaan individu.

Perspektif Situasional / Situational Persfective;


Perspektif situasional mengacu pada faktor-faktor di
lingkungan individu yang merangsang dan mendukung
atau menghambat kinerja. Pertanyaan inti yang harus
dijawab adalah Dimanakah situasi individu berperforma
terbaik? Perspektif situasional mencakup pendekatan yang
berfokus pada faktor tempat kerja tetapi juga pendekatan
motivasi spesifik yang mengikuti misalnya dari teori
harapan (Vroom, 1964) atau pendekatan yang mana
bertujuan untuk meningkatkan kinerja dengan sistem
penghargaan atau dengan membangun persepsi tentang
ekuitas dan keadilan (Adams, 1963; Greenberg, 1990).
Sebagian besar penelitian kepemimpinan yang ada
dapat dimasukkan dalam perspektif ini. Karena adanya
keterbatasan ruang, kita akan berkonsentrasi pada faktor-
faktor tempat kerja sebagai prediktor situasi utama dari

60 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kinerja individu. Dengan memperhatikan faktor-faktor di


tempat kerja dan hubungannya dengan kinerja individu
dua pendekatan utama dapat dibedakan: (1) yang berfokus
pada faktor situasional meningkatkan dan memfasilitasi
kinerja dan (2) mereka yang memperhatikan faktor-faktor
situasional yang menghambat kinerja. Pendekatan yang
menonjol dalam kategori pertama adalah model
karakteristik pekerjaan (Hackman & Oldham, 1976).
Dalam model ini, Hackman dan Oldham
mengasumsikan pekerjaan itu karakteristik (yaitu, variasi
keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi,
umpan balik) memiliki efek pada kondisi psikologis kritis
(yaitu, kebermaknaan yang berpengalaman, tanggung
jawab yang dialami untuk hasil kerja, pengetahuan tentang
hasil kegiatan kerja) yang pada gilirannya berdampak
pada hasil pribadi dan pekerjaan, termasuk kinerja
pekerjaan. Selain itu, mereka mengharapkan efek interaksi
dengan kekuatan pertumbuhan kebutuhan karyawan.
Dalam esensi, model karakteristik pekerjaan adalah model
motivasi pada prestasi kerja (untuk interpretasi alternatif,
lih. Wall & Jackson, 1995). Temuan meta-analitik
menunjukkan bahwa ada hubungan kecil, tetapi positif
antara karakteristik pekerjaan dan pekerjaan kinerja
(Fried, 1991; Fried & Ferris, 1987). Guzzo, Jette, dan
Katzell (1985) juga melaporkan efek positif dari

Yudithia & Mahadiansar | 61


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

intervensi redesain kerja pada kinerja. Sifat cross-


sectional dari banyak penelitian tidak memungkinkan
untuk interpretasi kausal.
Sebagai contoh, mungkin orang yang menunjukkan
kinerja tinggi mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Namun, Studi intervensi menunjukkan bahwa desain
pekerjaan yang disarankan oleh model karakteristik
pekerjaan memiliki efek positif pada kinerja (Griffin,
1991; Wall & Clegg, 1981). Teori sistem sosioteknikal
(Trist & Bamforth, 1951) juga termasuk dalam kategori
pertama ini pendekatan desain pekerjaan yang
menentukan faktor tempat kerja yang meningkatkan
kinerja.
Pada dasarnya adanya teori sistem sosioteknik
menggambarkan sistem kerja sebagai tersusun dari sosial
dan subsistem teknis dan menunjukkan bahwa
peningkatan kinerja hanya bisa mengikuti dari optimasi
bersama dari kedua subsistem. Secara lebih rinci sistem
sosioteknik teori menyarankan sejumlah prinsip desain
pekerjaan seperti kompatibilitas antara proses desain dan
tujuannya, spesifikasi minimal tugas, metode, tugas
alokasi, kontrol masalah dan kejadian yang tidak terduga
sedekat dengan asal-usul mereka mungkin (untuk
deskripsi yang lebih lengkap dari Cherns, 1976; Clegg,
2000). Seperti Parker dan Turner (buku ini) menunjukkan,

62 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

teori sistem sosioteknik lebih berkaitan dengan kinerja


kelompok dari pada dengan kinerja individu. Namun,
seseorang bisa asumsikan bahwa situasi kerja yang
dirancang berdasarkan pendekatan ini juga positif efek
pada kinerja individu. Pendekatan dalam kategori kedua
berfokus pada faktor-faktor yang memiliki efek yang
merugikan kinerja. Dalam teori Peran (Kahn, Wolfe,
Quinn, Snoek, & Rosenthal, 1964), peran ambiguitas dan
konflik sebagai peran di konseptualisasikan sebagai
stresor yang menghambat kinerja. Namun, dukungan
empiris untuk efek negatif yang diasumsikan dari
ambiguitas peran dan konflik peran lemah (Jackson &
Schuler, 1985).
Dalam meta-analisis Tubbs dan Collins (2000)
menemukan hubungan negatif antara ambiguitas peran
dan kinerja dalam pekerjaan profesional, teknis, dan
managerial. Selain itu, mereka menemukan yang negatif
hubungan antara ambiguitas peran dan penilaian diri dari
kinerja. Namun, 90% interval kredibilitas semua ukuran
efek lainnya termasuk nol. Demikian pula, tidak Jackson
dan Schuler (1985) atau Tubbs dan Collins (2000)
menemukan hubungan yang signifikan antara konflik
peran dan kinerja pekerjaan. Kendala situasional termasuk
stressor seperti kurangnya informasi yang diperlukan,
masalah dengan mesin dan persediaan serta stressor dalam

Yudithia & Mahadiansar | 63


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

lingkungan kerja. Kendala situasional diasumsikan


merusak kinerja pekerjaan secara langsung. Misalnya,
ketika satu mesin rusak maka tidak dapat menyelesaikan
tugas dan karena itu kinerja akan terganggu. Selain itu,
kendala situasional lainnya, dapat memiliki efek tidak
langsung pada kinerja dengan membutuhkan kapasitas
regulasi tambahan (Greiner & Leitner, 1989). Kapasitas
pengaturan tambahan diatas yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas diperlukan untuk mengatasi kendala.
Karena manusia kapasitas pengaturan terbatas, kapasitas
yang lebih sedikit tersedia untuk menyelesaikan tugas dan
sebagai akibatnya, kinerja menurun. Namun dukungan
empiris untuk yang diasumsikan efek merugikan dari
kendala situasional dan stressor lain pada kinerja
dicampur (Jex, 1998).
Fay dan Sonnentag (2000) telah menunjukkan
bahwa stressor dapat genap memiliki efek positif pada
inisiatif pribadi, yaitu satu aspek dari kinerja kontekstual.
Temuan ini menunjukkan bahwa dalam perspektif
situasional, faktor peningkatan kinerja (misalnya, kontrol
di tempat kerja, tugas yang bermakna) memainkan peran
yang lebih penting dari stressor. Dibingkai berbeda,
kurangnya fitur positif dalam situasi kerja seperti kontrol
di tempat kerja mengancam kinerja lebih dari kehadiran
beberapa pemicu stres (bnd. Karasek & Theorell, 1990,

64 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

untuk argumen terkait). Dalam hal implikasi praktis, tugas


dan perspektif situasional menunjukkan bahwa kinerja
individu dapat di tingkatkan dengan intervensi desain
pekerjaan. Sebagai contoh, studi desain pekerjaan empiris
menunjukkan bahwa peningkatan kinerja ketika karyawan
diberi lebih banyak kontrol atas pekerjaan proses (Wall,
Corbett, Martin, Clegg, & Jackson, 1990; Wall, Jackson,
& Davids, 1992)

Perspektif Pengaturan Kinerja / Performance Regulation


Perspective;

Perspektif pengaturan kinerja mengambil pandangan


yang berbeda pada kinerja individu dan kurang tertarik
pada orang atau prediktor situasi kinerja. Sebaliknya, ini
Perspektif berfokus pada proses kinerja itu sendiri dan
mengkonseptualisasi sebagai suatu tindakan proses. Ini
alamat sebagai pertanyaan intinya: Bagaimana proses
kinerja terlihat disukai? ‘dan" Apa yang terjadi ketika
seseorang melakukan?. Contoh umum untuk perspektif
pengaturan kinerja termasuk pendekatan penelitian ahli
dalam kognitif psikologi (Ericsson & Lehmann, 1996) dan
pendekatan teori aksi kinerja (Frese & Sonnentag, 2000;
Frese & Zapf, 1994; Hacker, 1973; Hacker, 1998).
Kebanyakan pendekatan ini berfokus pada kekuatan
pengatur dalam individu. Penelitian tentang keahlian dan

Yudithia & Mahadiansar | 65


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

keunggulan memiliki tradisi panjang dalam psikologi


kognitif (Ericsson & Smith, 1991) dan semakin dirujuk ke
dalam pekerjaan dan organisasi psikologi (Sonnentag,
2000). Ini adalah salah satu tujuan utama dari penelitian
keahlian mengidentifikasi apa yang membedakan individu
pada tingkat kinerja yang berbeda (Ericsson & Smith,
1991). Lebih khusus lagi, penelitian keahlian berfokus
pada karakteristik proses tugas proses pencapaian.
Hal ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan
antara tinggi dan tinggi berkinerja sedang saat
mengerjakan tugas. Temuan penting dalam bidang ini
adalah berkinerja tinggi berbeda dari pemain moderat
dalam cara mendekati tugas mereka dan bagaimana
mereka sampai pada solusi (untuk ikhtisar, lih. Sonnentag,
2000). Misalnya, selama pemahaman masalah, berkinerja
tinggi fokus pada informasi abstrak dan umum, mereka
melanjutkan dari informasi umum ke spesifik, dan
menerapkan 'strategi relasional' di yang mereka
gabungkan dan mengintegrasikan berbagai aspek dari
tugas dan proses solusi (Isenberg, 1986; Koubek &
Salvendy, 1991; Shaft & Vessey, 1998). Apalagi tinggi
pemain lebih fokus pada tujuan jangka panjang dan
menunjukkan lebih banyak perencanaan dalam tugas-
tugas yang rumit dan tidak terstruktur, tetapi tidak dalam

66 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

tugas yang terstruktur dengan baik (Leithwood &


Steinbach, 1995; Sujan, Weitz, & Kumar, 1994).
Pendekatan teori aksi (Frese & Zapf, 1994)
menggambarkan proses kinerja seperti tindakan lainnya
dari proses dan sudut pandang struktural. Proses sudut
pandang berfokus pada aspek-aspek berurutan dari suatu
tindakan, sementara titik struktural pandang mengacu
pada organisasi hierarkinya. Dari sudut pandang proses,
pengembangan tujuan, pencarian informasi, perencanaan,
pelaksanaan tindakan dan pemantauannya, dan proses
umpan balik dapat dibedakan (Frese & Zapf, 1994;
Hacker, 1998). Performa bergantung pada cita-cita tinggi,
mental yang baik model, perencanaan rinci, dan proses
umpan balik yang baik. Frese dan Sonnentag (2000)
proposisi yang diturunkan tentang hubungan antara
berbagai fase proses tindakan ini dan kinerja. Misalnya,
sehubungan dengan pencarian informasi, mereka
menghipotesiskan itu memproses informasi yang relevan
dengan aksi, penting tetapi pelit dan realistis sangat
penting untuk kinerja tinggi. Sebuah penelitian dalam
domain desain perangkat lunak menunjukkan itu pemain
yang sangat baik dan moderat berbeda sehubungan
dengan pemahaman masalah, perencanaan, pemrosesan
umpan balik, dan fokus tugas (Sonnentag, 1998).

Yudithia & Mahadiansar | 67


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Roe (1999) menyarankan pendekatan yang sangat


luas terhadap pengaturan kinerja, di mana ia memasukkan
pendekatan teori aksi sebagai salah satu dari lima
perspektif. Empat lainnya komponen pengaturan kinerja
adalah: regulasi energik, regulasi emosional, pengaturan
vitalitas, dan pengaturan citra diri. Roe menganggap
bahwa kelima jenis ini regulasi terlibat dalam pengaturan
kinerja. Perspektif pengaturan proses terkait erat dengan
intervensi peningkatan kinerja tertentu. Intervensi yang
paling menonjol adalah penetapan tujuan (Locke &
Latham, 1990) dan intervensi umpan balik (Ilgen, Fisher,
& Taylor, 1979).
Ide dasar dari tujuan pengaturan sebagai intervensi
peningkatan kinerja adalah pengaturan yang spesifik dan
sulit sasaran menghasilkan kinerja yang lebih baik
daripada tidak ada atau sasaran 'lakukan-yang-terbaik'
(Locke & Latham, 1990). Teori penetapan tujuan
mengasumsikan bahwa tujuan memengaruhi kinerja
melalui empat mediasi mekanisme: usaha, ketekunan,
arah, dan strategi tugas. Manfaat penetapan tujuan pada
kinerja telah ditunjukkan di hampir ratusan studi empiris
(Locke & Latham, 1990; Latham, Locke, & Fassina, buku
ini). Meta-analisis menunjukkan tujuan itu pengaturan
milik salah satu program intervensi terkait pekerjaan yang
paling kuat (misalnya, Guzzo et al., 1985). Perspektif

68 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pengaturan kinerja menunjukkan bahwa peningkatan


proses tindakan itu sendiri meningkatkan kinerja.
Misalnya, individu seharusnya didorong untuk
menetapkan sasaran jangka panjang dan untuk terlibat
dalam perencanaan, umpan balik yang tepat mencari, dan
memproses umpan balik. Perspektif ini mengasumsikan
bahwa intervensi pelatihan dapat bermanfaat dalam
mencapai perubahan tersebut. Selain itu, intervensi desain
pekerjaan dapat membantu untuk meningkatkan proses
aksi (Wall & Jackson, 1995). Ada tradisi panjang dalam
psikologi yang menganggap umpan balik itu positif efek
pada kinerja (untuk evaluasi kritis, lih. Kluger & DeNisi,
1996). Memang, ada bukti luas bahwa umpan balik
meningkatkan kinerja jika umpan balik terkait tugas.
Umpan balik yang terutama mengacu pada proses
yang berhubungan dengan diri sendiri, namun tidak
memiliki atau pada paling tidak efek yang merugikan pada
kinerja — bahkan jika itu adalah umpan balik 'positif'
(Kluger & DeNisi, 1996). Selain itu, kombinasi dari
intervensi penetapan tujuan dengan umpan balik hasil
intervensi dalam kinerja yang lebih baik daripada
intervensi penetapan tujuan saja (Neubert, 1998).
Pendekatan intervensi khusus yang mengacu pada manfaat
penetapan tujuan dan umpan balik adalah Pengukuran
Produktivitas dan Sistem Peningkatan (ProMES;

Yudithia & Mahadiansar | 69


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Pritchard, Jones, Roth, Stuebing, & Ekeberg, 1989).


ProMES menyarankan prosedur bagaimana unit
organisasi dapat meningkatkan produktivitas mereka
dengan mengidentifikasi produk mereka, mengembangkan
indikator, membangun kontigensi, dan akhirnya
menempatkan sistem bersama sebagai sistem umpan.
Pendekatan yang agak berbeda terhadap pengaturan
kinerja adalah modifikasi perilaku perspektif.
Berdasarkan teori penguatan (Luthans & Kreitner,
1975) pendekatan ini pada dasarnya tidak tertarik pada
proses di dalam individu yang mengatur kinerja tetapi
dalam intervensi regulatif dari luar individu, terutama
positif penguatan. Bala bantuan semacam itu dapat terdiri
dari intervensi keuangan, non-keuangan intervensi seperti
umpan balik kinerja, penghargaan sosial seperti perhatian
dan pengakuan, atau kombinasi dari semua jenis bala
bantuan ini. Temuan meta-analitik menunjukkan bahwa
intervensi modifikasi perilaku tersebut memiliki efek
positif pada kinerja tugas, baik dalam manufaktur dan di
sektor jasa (Stajkovic & Luthans,1997)

2.3.5. Kriteria dan Faktor Kinerja


Kriteria kinerja adalah dimensi pengevaluasian
kinerja seseorang pemegang jabatan, suatu tim, dan suatu
unit kerja. Secara bersama-sama dimensi itu merupakan
harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu dan tim

70 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

guna mencapai strategi organisasi. Menurut Schuler dan


Jackson (2004) bahwa ada 3 jenis dasar kriteria kinerja
yaitu:
1. Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada
karakteristik pribadi seseorang pegawai atau karyawan.
Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan
keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat yang
sering dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini
memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa
yang dicapai atau tidak dicapai seseorang dalam
pekerjaanya
2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bgaimana
pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting
sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan
antar personal. Sebagai contoh apakah SDMnya ramah
atau menyenangkan.
3. Kriteria berdasarkan hasil, kriteria ini semakin populer
dengan makin ditekannya produktivitas dan daya saing
internasional. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah
dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu
dicapai atau dihasilkan.
Menurut Bernandin & Russell (2001 dalam Riani
2011) kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja
karyawan adalah sebagai berikut:

Yudithia & Mahadiansar | 71


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

1. Quantity of Work (kuantitas kerja): jumlah kerja yang


dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.
2. Quality of Work (kualitas kerja): kualitas kerja yang
telah dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
ditentukan.
3. Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan): luasnya
pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
4. Creativeness (kreativitas): keaslian gagasan yang
dimunculkan dan tindakan untuk menyelesaikan
persoalan persoalan yang timbul.
5. Cooperation (kerja sama): kesedian untuk bekerjasama
dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.
6. Dependability (ketergantungan): kesadaran untuk
mendapatkan kepercayaan dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja.
7. Initiative (inisiatif): semangat untuk melaksanakan
tugas - tugas baru dan dalam tanggung jawabnya.
8. Personal Qualities (kualitas personal): menyangkut
kepribadian, kepemimpinan, keramah - tamahan dan
integritas pribadi.
Menurut Steers (dalam Suharto & Cahyono 2005)
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
1. Kemampuan, kepribadian dan minat kerja.
2. Kejelasan dan penerimaan atau kejelasan peran
seseorang pekerja yang merupakan taraf pengertian dan

72 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

penerimaan seseprang atas tugas yang diberikan


kepadanya.
3. Tingkat motivasi pekerja yaitu daya energi yang
mendorong, upaya dalam mengarahkan dan
mempertahankan perilaku.
Menurut McCormick dan Tiffin (dalam Suharto &
Chyono, 2005) menjelakan bahwa terdapat dua variabel
yang mempengaruhi kinerja yaitu:
1. Variabel individu; Variabel inidividu terdiri dari
pengalaman, pendidikan, jenis kelamin, umur, motivasi,
keadaan fisik, kepribadian.
2. Variabel situasional; terbagi atas dua faktor yaitu:
a. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: kebijakan,
jenis latihan dan pengalaman, sistem upah serta
lingkungan sosial.
b. Faktor fisik dan pekerjaan, meliputi: metode kerja,
pengaturan dan kondisi, perlengkapan kerja,
pengaturan ruang kerja, kebisingan, penyinaran dan
temperatur.

2.4. Kesimpulan
Dalam bab ini menggambarkan kinerja sebagai
perilaku terukur yang relevan untuk tujuan organisasi.
Mencirikan kinerja sebagai bersifat multi-dimensi dan
dinamis. Ada tiga perspektif utama dalam buku yang

Yudithia & Mahadiansar | 73


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

berhubungan dengan kinerja, yaitu perspektif


perbedaan individu, situasional perspektif, dan
perspektif pengaturan kinerja. Masing perspektif ini
terkait dengan intervensi peningkatan kinerja spesifik.
Ulasan literatur menunjukkan bahwa integrasi dari tiga
perspektif yang berbeda pada kinerja diperlukan.
Secara khusus, menghubungkan perbedaan individu
dan perspektif situasional dengan perspektif hubungan
kinerja yang telah tampaknya akan menjanjikan.
Integrasi semacam itu diperlukan untuk
memahami mengapa karakteristik individu tertentu dan
faktor situasional mengakibatkan kinerja individu yang
tinggi. Hal ini masuk akal ketika membidik penjelasan
kinerja dan pengembangan intervensi praktis. Pada saat
yang sama, temuan ini menyiratkan bahwa kinerja
hanya jarang di konseptualisasikan sebagai pokok
utama. Diperlukan lebih banyak penelitian yang
membahas konsekuensi yang mungkin dari individu
dengan membandingkan kinerja yang tinggi dengan
kinerja rendah. Lebih khusus peneliti sebelumnya
mengungkapkan masa depan yang berprestasi harus
lebih memperhatikan masalah pembelajaran dan
proaktif. Lebih lanjut pengembangan teori diperlukan
sehubungan dengan antarmuka antara individu dan tim
kinerja level yang lebih baik.

74 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

BAB III.
Pendekatan
Perilaku Organisasi Positif

Yudithia & Mahadiansar | 75


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

76 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

3.1. Percaya Diri


3.1.1. Definisi dan Para Ahli
Kepercayaan diri merupakan atribut yang paling
berharga pada diri seseorang dalam kehidupan
bermasyarakat. Dikarenakan dengan kepercayaan diri,
seseorang mampu mengaktualisasikan segala potensi
dirinya. Kepercayaan diri diperlukan baik oleh seseorang
anak maupun orangtua, secara individual maupun
beberapa kelompok. Untuk mendefinisikan kepercayaan
diri peneliti mengutip pendapat para ahli dari beberapa
buku seperti Ghufron & Rini (2011:35), berpendapat
bahwa epercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian
yang penting pada seseorang, tanpa adanya sebuah
kepercayaan diri akan banyak menimbulkan masalah pada
diri seseorang‖. Kepercayaan diri adalah ekspresi atau
ungkapan yang penuh semangat dan mengesankan dan
dalam diri seseorang untuk menunjukkan adanya harga
diri, menghargai diri sendiri, dan pemahaman terhadap
dirinya sendiri (Yoder & Procter, 1998:4).
Menurut Cox (2002:28-31) kepercayaan diri secara
umum merupakan bagian penting dan karakteristik
kepribadian seseorang yang dapat memfasilitasi kehidupan
seseorang. Lebih lanjut dikatakan pula bahwa kepercayaan
diri yang rendah akan memiliki pengaruh negatif terhadap
penampilan seseorang. Mc Celland (Komarudin, 2013:69)

Yudithia & Mahadiansar | 77


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

menjelaskan; ―kepercayaan diri merupakan kontrol


internal terhadap perasaan seseorang akan adanya
kekuatan dalam dirinya, kesadaran akan kemampuannya,
dan bertanggung jawab terhadap sebuah keputusan yang
telah ditetapkannya‖. Kepercayaan diri adalah sesuatu
yang harus mampu menyalurkan segala yang kita ketahui
dan segala yang kita kerjakan. Kepercayaan diri itu lahir
dari kesadaran bahwa jika memutuskan untuk melakukan
sesuatu, sesuatu itu pula yang harus dilakukan (Angelis,
2005:5). Kepercayaan diri itu akan datang dari kesadaran
seorang individu bahwa individu tersebut memiliki tekad
untuk melakukan apapun, sampai tujuan yang ia inginkan
tercapai.
Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
kepercayaan diri merupakan sebuah keyakinan untuk
melakukan sesuatu pada diri sebagai karakteristik pribadi
yang didalamnya terdapat keyakinan akan kemampuan
diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan
realistist. Sebagai contoh seorang atlet yang mempunyai
rasa percaya diri tinggi akan senantiasa selalu berfikir
optimis untuk berprestasi, disamping itu atlet mampu
memanfaatkan rasa percaya diri yang dimilikinya untuk
memperoleh keberhasilan dalam setiap pertandingan yang
dilakukan dengan baik dan tepat sasaran. Itu semua sejalan

78 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dengan pendapat Weinberg dan Gould (Monty P.


Satiadarma, 2000:245) yang menjelaskan;

“rasa percaya diri (self confidence) erat kaitannya


dengan falsafah pemenuhan diri (self-fulfilling
prophesy) dan keyakinan diri (self-efficacy). Seorang
atlet yang memiliki rasa percaya diri yang baik
percaya bahwa dirinya akan mampu menampilkan
kinerja olahraga seperti yang diharapkan.

Menurut Carl Rogers, sebelum mengetahui arti dari


percaya diri kita mengawali istilah self yang di dalam
psikologi mempunyai dua arti, yaitu sikap dan perasaan
seseorang terhadap dirinya sendiri dan suatu keseluruhan
psikologis yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian
diri. Self yaitu faktor yang mendasar dalam pembentukan
kepribadian dan penentu perilaku diri yang meliputi segala
kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita baik yang di
sadari ataupun tidak disadari individu pada dirinya.
Menurut Symond dalam bukunya yang berjudul The Ego
and The Self menyatakan Self sebagai cara-cara bagaimana
seseorang bereaksi terhadap dirinya sendiri.
Self itu mengandung empat aspek, yaitu: orang
mengamati dirinya sendiri, orang berpikir tentang dirinya,
orang menilai dirinya sendiri dan orang berusaha dengan
berbagai cara sebagai upaya untuk menyempurnakan dan
mempertahankan diri. Semua orang memiliki penilaian
dirinya sendiri yang dinamakan dengan konsep diri.

Yudithia & Mahadiansar | 79


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Konsep diri berasal dari bahasa inggris Self Concept ialah


konsep seseorang mengenai dirinya sendiri yaitu
bagaimana seseorang merasakan, memikirkan, menilai,
dan bersikap terhadap dirinya sendiri, sehingga ia selalu
bertindak sesuai dengan konsep dirinya. Self Concept atau
konsep diri adalah mengevaluasi individu mengenai
dirinya sendiri atau penilaian atau penafsiran mengenai
diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Konsep diri
adalah dasar pertama yang di atasnya berdiri kepribadian
dan juga merupakan faktor pokok dalam penyesuaian
pribadi dan sosial. Maka pribadi terbentuk dari
sekumpulan pengenalan dan penilaian terhadap dirinya.
Konsep diri bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi
juga penilaian kita terhadap diri kita. Jadi, konsep diri
meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan
tentang diri kita. Orang yang memiliki konsep diri yang
positif akan memiliki kepercayaan diri yang lebih baik.
Sebaliknya bagi orang yang memiliki konsep diri yang
negatif maka memiliki kepercayaan diri yang kurang baik.
Mertodipura (1978) mengemukakan bahwa:

“seseorang dikatakan percaya diri sendiri apabila


Ia percaya dan yakin kepada tenaganya, ia yakin
kepada kemampuannya, ia yakin kepribadiannya, ia
yakin kepada keyakinan kehidupannya, kepada
kebenaran agamanya atau ideologinya. Ia
pendeknya yakin kepada tenaganya sendiri, sifat-
sifatnya sendiri”.
80 | Yudithia & Mahadiansar
Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Percaya diri berasal dari bahasa Inggris yakni self


confidence yang artinya percaya pada kemampuan,
kekuatan dan penilaian diri sendiri. Percaya diri
merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Percaya diri adalah
kondisi mental atau psikologis dari seseorang yang
member keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau
melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya
diri cenderung memiliki konsep diri yang negatif serta
kurang percaya pada kemampuannya, mengakibatkan
sering menutup diri. Maka, percaya diri juga dapat
diartikan suatu kepercayaan akan kemampuan sendiri yang
memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki dapat
dimanfaatkan secara tepat. Menurut Thursan Hakim,
―Rasa percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang
terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan
keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk
bisa mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya‖. Menurut
Rahman dalam memberikan pengertian bahwa
kepercayaan diri sebagai keyakinan dalam diri seseorang
bilamana ia mampu mencapai kesuksesan dengan berpijak
pada usahanya sendiri.
Menurut E. Fatimah, percaya diri adalah sikap
positif seorang individu yang merasa mampu untuk
mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri

Yudithia & Mahadiansar | 81


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang


dihadapinya. Percaya diri merupakan hal yang sangat
penting yang seharusnya dimiliki oleh semua orang.
Adanya rasa percaya diri seseorang akan mampu meraih
segala keinginan dalam hidupnya. Perasaan yakin akan
kemampuan yang dimiliki akan sangat mempengaruhi
seseorang dalam mencapai tujuan hidupnya. Jadi, dapat
dikatakan bahwa penilaian tentang diri sendiri adalah
berupa penilaian yang positif. Penilaian positif inilah yang
nanti akan menimbulkan sebuah motivasi dalam diri
individu untuk menghargai dirinya. Kepercayaan diri
adalah juga kunci motivasi diri. Orang yang termotivasi
memiliki pengaruh dan menciptakan kesan pertama yang
selalu diingat.

3.1.2. Faktor Pembentuk Kepercayaan Diri


Kepercayaan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal:
1. Faktor Internal,
a. Konsep diri. Terbentuknya kepercayaan diri pada
seseorang yang diawali dengan perkembangan
konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu
kelompok. Konsep diri merupakan gagasan tentang
dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai rasa

82 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

rendah diri biasanya mempunyai konsep diri negatif,


sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri
akan memiliki konsep diri positif (Centi, 1995 dalam
Ghufron & Rini, 2011:37).
b. Harga Diri. Harga diri yaitu penilaian yang
dilakukan terhadap diri sendiri. Orang yang
memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi
secara rasional dan benar bagi dirinya serta mudah
mengadakan hubungan dengan individu lain. Orang
yang mempunyai harga diri tinggi cenderung
melihat dirinya sebagai individu yang berhasil
percaya bahwa usahanya mudah menerima orang
lain sebagaimana menerima dirinya sendiri. Akan
tetapi orang yang mempuyai harga diri rendah
bersifat tergantung, kurang percaya diri dan biasanya
terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam
pergaulan (Meadow, 2005 dalam Ghufron & Rini,
2011:37).
c. Kondisi Fisik. Perubahan kondisi fisik juga
berpengaruh pada kepercayaan diri. Menurut
Anthony, mengatakan penampilan fisik merupakan
penyebab utama rendahnya harga diri dan percaya
diri seseorang (Anthony, 1992 dalam Ghufron &
Rini, 2011: 37).

Yudithia & Mahadiansar | 83


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

d. Pengalaman hidup. Kepercayaan diri diperoleh dari


berbagai pengalaman yang mengecewakan adalah
paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah
diri. Lebih lebih jika pada dasarnya seseorang
memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan
kurang perhatian (Lauster, 1997 dalam Ghufron &
Rini, 2011: 37).
2. Faktor eksternal, meliputi :
a. Pendidikan juga mempengaruhi kepercayaan diri
seseorang, secara tingkat pendidikan yang rendah
akan lebih cenderung membuat individu merasa
dibawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya
individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung
akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung
pada individu lain. Individu tersebut akan mampu
memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri
dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari
sudut kenyataan (Anthony, 1992 dalam Ghufron &
Rini, 2011:38).
b. Pekerjaan. Menurut Kusuma mengemukakan bahwa
dengan bekerja bisa mengembangkan kreatifitas dan
kemandirian serta rasa akan percaya diri. Lebih
lanjut rasa percaya diri dapat muncul dengan
melakukan pekerjaan, selain materi yang diperoleh.

84 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Kepuasan dan rasa bangga didapat karena mampu


mengembangkan kemampuan diri
c. Lingkungan. Lingkungan disini merupakan
lingkungan keluarga dan masyarakat pada
umumnya.Dukungan yang baik yang diterima dari
lingkungan keluarga seperti anggota kelurga yang
saling berinteraksi dengan baik akan memberi rasa
nyaman dan percaya diri yang tinggi. menurut Centi
Begitu juga dengan lingkungan masyarakat semakin
bisa memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat,
maka semakin lancar harga diri berkembang.

3.1.3. Macam-Macam Percaya Diri


Kepercayaan diri bisa berubah secara spontan ketika
atlet sudah berada dalam lapangan perlombaan, banyak
penyebab dari berubahnya kepercayaan diri seorang atlet,
baik itu dari kondisi kepercayaan diri atlet yang tinggi
menjadi rendah maupun dari kondisi kepercayaan diri atlet
yang rendah menjadi tinggi. Menurut Monty P.
Satiadarma (2000:247-253) macam-macam percaya diri
yang menyebabkan perubahan kepercayaan diri atlet:
Kurang percaya diri (Lack of Confidence) atlet yang sudah
memiliki prestasi baik saat latihan tidak selalu dapat
menampilkan kemampuan terbaiknya di saat perlombaan.
Gerakan terasa kaku dan berat untuk memaksimalkan

Yudithia & Mahadiansar | 85


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kemampuan yang dimilikinya, atlet tersebut sedang


menghadapi suatu masalah kurang percaya diri. Semua itu
terjadi karena atlet merasa ragu-ragu dalam mengambil
keputusan, menentukan momentum yang tepat,
menjadikan perlombaan beban, kehilangan konsentrasi
dan tidak berani merubah strategi.
Kelebihan Percaya Diri (Overconfidence) yaitu
upaya Kelebihan kepercayaan diri sering dikenal oleh
masyarakat olahraga dengan istilah overconfidence.
Menurut Hackfort (Monty P. Satiadarma, 2000: 248)
menyatakan bahwa ―sesungguhnya tidak ada
overconfidence yang ada hanyalahkesalahan persepsi diri
dan menyebabkan kesalahan rasa percaya diri‖. Kesalahan
persepsi tersebut yang dapat menyebabkan penampilan
terbaik tidak dapat maksimal. Falsafah Pemenuhan Diri
(Self-fulfilling Prophecy); Harapan positif dari orang
terdekat atlet menjadikan bertambahnya kepercayaan diri
atlet untuk menampilkan kemampuan terbaik yang
dimiliki dalam situasi perlombaan. Menurut Mahoney dan
Avener (Monty P. Satiadarma, 2000:249) menyatakan
―bahwa para atlet yang memiliki rasa percaya diri yang
tinggi dengan disertai harapan untuk tampil baik pada
kenyataannya memang tampil lebih baik dibandingkan
mereka yang tidak terlalu berharap untuk tampil baik.

86 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Keyakinan Diri (Self-Efficacy); sebagai contoh hasil


yang pernah dicapai seorang atlet dapat memberikan
pengaruh cukup besar pada diri atlet. Jika atlet lebih sering
memenangkan perlombaan, keyakinannya akan lebih besar
untuk memperoleh kemenangan dalam perlombaan
berikutnya, sebaliknya jika atlet lebih sering kalah, maka
keyakinannya seakan - akan berkurang dan lemah untuk
memenangkan perlombaan. Selain itu adanya model
prilaku atau idola dari atlet tersebut, adanya teknik
membangkitkan semangat dari pelatih dan gugahan
emosional dari dalam individu atlet tersebut.

3.1.4. Ciri-Ciri Percaya Diri


Menurut Lauster orang yang memiliki kepercayaan
diri yang positif adalah :
1. Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif
seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh
sungguh akan apa yang dilakukannya.
2. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu
berpandangan baik dalam menghadapi segala hal
tentang diri, harapan dan kemampuan.
3. Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang
permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan
kebenaran yang seharusnya, bukan menurut kebenaran
pribadi atau menurut dirinya sendiri.

Yudithia & Mahadiansar | 87


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

4. Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk


menanggung segala sesuatu yang telah menjadi
konsekuensinya.
5. Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu
masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan
mengunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan
sesuai dengan kenyataan.
Adapun Perilaku percaya diri dapat ditunjukkan
sebagai berikut:
a. Merasa relaks, nyaman dan aman
b. Yakin kepada diri sendiri
c. Tidak percaya bahwa orang lain lebih baik
d. Melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin
e. Menetapkan tujuan yang tidak terlalu tinggi sehingga
dapat meraihnya
f. Tidak melihat adanya jurang perbedaan yang lebar
ketika membandingkan diri sendiridengan orang lain
g. Memiliki kemampuan untuk bertindak dengan percaya
diri sekalipun tidak merasa demikian
h. Memiliki kesadaran adanya kemungkinan gagal dan
melakukan kesalahan
i. Merasa nyaman dirinya sendiri dan tidak khawatir
dengan apa yang dipikirkan oleh orang lain
j. Memiliki keberanian untuk mencapai apa yang
dilakukan

88 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Thursan Hakim dalam bukunya yang berjudul


―Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri‖ menyatakan bahwa
orang - orang yang mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi memiliki ciri - ciri sebagai berikut:
a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala
sesuatu.
b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.
c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di
dalam berbagai situasi.
d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di
berbagai situasi.
e. Memilki kondisi mental dan fisik yang cukup
menunjang penampilannya.
f. Memiliki kecerdasan yang cukup.
g. Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang
menunjang kehidupannya.
h. Memiliki kemampuan bersosialisasi.
i. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik.
j. Memiliki pengalaman hidup yang mengasah mentalnya
menjadi kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai
cobaan hidup.
k. Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai
masalah.
Dari pendapat di atas penulis ingin memberikan
sedikit uraian tentang hal-hal tersebut, sebagai berikut :

Yudithia & Mahadiansar | 89


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala


sesuatu dengan selalu bersikap tenang di dalam
sebuah mengerjakan sesuatu dapat mengurangi
kecemasan yang dimiliki pada diri seseorang. Biasanya
seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah yang
berat, sering kali bersikap merasa takut dan tidak
mampu untuk menghadapinya. Padahal jika seseorang
bersikap tegar, sabar dan merasa mampu untuk
menghadapi permasalahan yang sedang dialami, maka
seseorang tersebut memiliki keyakinan yang kuat akan
kemampuan yang dimiliki dengan bersikap tenang
dalam mengerjakan dan menghadapi sesuatu.
b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai;
Setiap orang memiliki potensi dan kemampuan yang
berbeda - beda. Hal ini dapat dilihat dari segi sikap dan
perilaku yang dilakukannya. Jika seseorang memiliki
potensi dan kemampuan yang tidak memadai maka
bersikap minder, malu, merasa tidak memiliki
kemampuan dan sebagainya. Sebaliknya jika seseorang
memiliki potensi dan kemampuan yang memadai maka
bersikap percaya diri akan kemampuan yang
dimilikinya.
c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul didalam
berbagai situasi Ketegangan pada diri seseorang bisa
saja muncul di dalam berbagai situasi yang tidak

90 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

terduga, situasi yang membuat tertekan, terbebani dan


menghadapi sesuatu yang sulit dan berat akan
memunculkan rasa tegang pada diri seseorang.
Ketegangan yang dimiliki setiap orang itu ada yang
memiliki ketegangan yang tinggi, sedang dan rendah.
Dengan keadaan seperti ini mampu untuk menetralisasi
sebuah ketegangan yang sedang dihadapi, orang
tersebut bersikap tenang akan menumbuhkan percaya
diri dalam dirinya.
d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi
diberbagai situasi; Setiap hari seseorang dihadapkan
dengan situasi yang berbeda-beda dan lingkungan yang
berbeda-beda pula. Ada saatnya seseorang dihadapkan
dengan situasi yang membuat dia senang dan ada juga
pada situasi yang sedih serta bisa juga dia berada pada
lingkungan yang baru dia kenal. Berhubungan dengan
hal yang demikian itu hendaknya setiap orang
menyesuaikan diri dan dapat berkomunikasi dengan
lingkungan yang baru tersebut karena dari semua itu
akan membuat seseorang dapat percaya diri.
e. Memilki kondisi mental dan fisik yang cukup
menunjang penampilannya Kondisi mental dan fisik
sangat berpengaruh terhadap seseorang apabila
seseorang memiliki kondisi dan fisik yang baik dan
sempurna tentu akan membuat orang tersebut percaya

Yudithia & Mahadiansar | 91


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

diri dan sebaliknya apabila seseorang memiliki


kekurang baik itu pada mental maupun fisiknya tentu
akan mebuat dia merasa tidak percaya diri.
f. Memiliki kecerdasan yang cukup; Kecerdasan yang
dimiliki setiap orang itu berbeda-beda, ada yang
memiliki level kecerdasan yang tinggi, sedang dan
rendah. Kecerdasan dapat diperoleh dari proses belajar,
seseorang yang memiliki level kecerdasan yang tinggi
tentu akan berbeda tingkat kepercayaan dirinya dengan
seseorang yang memiliki sebuah level kecerdasan yang
sedang dan seseorang yang memiliki level kecerdasan
yang sedang tentu akan berbeda pula kepercayaan
dirinya dengan seseorang yang memiliki level
kecerdasan yang rendah.
g. Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang dapat
menunjang kehidupan, sebuah keterampilan merupakan
sesuatu yang sangat berharga dan berarti pada diri
seseorang. Sebagai contoh, keahlian serta keterampilan
dapat diperoleh seseorang dari hasil belajar, kursus dan
lain-lain. Apabila seseorang sudah memiliki keahlian
dan keterampilan dalam dirinya tentu akan membuat
diri orang tersebut memiliki rasa percaya diri ini
dikarenakan oleh adanya nilai yang lebih yang dia
miliki, misalnya keterampilan bahasa asing.

92 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

h. Memiliki kemampuan bersosialisasi; Manusia adalah


mahluk sosial, akan selalu bersosialisasi dan
berinteraksi. Interaksi merupakan suatu hal yang tak
dapat dipisahkan oleh manusia, manusia dilahirkan dan
hidup tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seseorang
membutuhkan orang lain karena tanpa adanya kerja
sama dan bantuan orang lain seorang individu tidak
bisa menopang hidupnya untuk memenuhi
kebutuhannya. Memudahkan untuk percaya diri dengan
berkomunikasi dan membantu orang lain.
i. Memilki latar belakang pendidikan keluarga yang baik
Latar belakang pendidikan setiap orang itu berbeda -
beda, ada latar belakang pendidikannya tinggi dan ada
latar belakang pendidikannya rendah. Semua ini di
pengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor
dalam dirinya yaitu keinginan dari orang tersebut dan
faktor ekonomi yang mendukung atau tidaknya untuk
mendapatkan pendidikan yang tinggi. Seseorang yang
memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi tentu
memiliki rasa percaya diri yang berbeda dengan orang
yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah.
j. Memiliki pengalaman hidup yang menimpa mentalnya
menjadi kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai
cobaan hidup yang dialami. Pengalaman hidup
merupakan hasil yang didapat seseorang dari proses

Yudithia & Mahadiansar | 93


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

hidup yang dijalaninya sejak dia lahir sampai dia


meninggal. Pengalaman hidup setiap orang itu berbeda
-beda, dari perbedaan itu yang akan membentuk mental
seseorang kuat tidaknya untuk menghadapi cobaan
hidup atau pun dalam menhadapi situasi - situasi yang
dialaminya. Selain itu dari pengalaman hidup itu juga
seseorang dapat maju dan berkembang untuk
kedepannya dan memiliki mental yang kuat dan tahan
dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
k. Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai
masalah. Dengan selalu bereaksi positif mambuat
seseorang semakin percaya diri akan didalam dirinya,
misalnya dengan tetap tegar, sabar dan tabah dalam
menghadapi persoalan hidup. Dengan sikap ini, adanya
masalah hidup yang berat justru semakin memperkuat
rasa percaya diri seseorang.
Thursan Hakim bukunya yang berjudul ―Mengatasi
Rasa Tidak Percaya Diri‖ menyatakan bahwa orang-orang
yang tidak rasa percaya diri yang tinggi memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Mudah cemas dalam mengahadapi persoalan dengan
tingkat kesulitan tertentu.
b. Memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi
mental, fisik, sosial, atau ekonomi.

94 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

c. Sulit menetraliasasi timbulnya ketegangan di dalam


suatu situasi.
d. Gugup dan terkadang bicara gagap.
e. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang
baik.
f. Kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan
tidak tahu bagaimana cara mengembangkan diri
untuk memiliki kelebihan tertentu.
g. Sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya
lebih dari dirinya.
h. Mudah putus asa.
i. Cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi
masalah.
j. Pernah mengalami trauma
k. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah,
misalnya dengan menghindari tanggung jawab atau
mengisolasi diri, yang menyebabkan rasa tidak percaya
diri semakin buruk
Dari pendapat di atas penulis ingin memberikan
sedikit uraian tentang hal-hal tersebut, sebagai berikut:
a. Mudah cemas dalam mengahadapi persoalan dengan
tingkat kesulitan tertentu Kecemasan merupakan
bagian dari kondisi hidup setiap umat manusia,
sebab merupakan bagian dari ujian Allah SWT namun
demikian, kalau manusia dikuasai oleh kecemasan,

Yudithia & Mahadiansar | 95


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

maka kepribadian manusia akan terganggu. Mudah


cemas dan penakut, terutama yang tertanam sejak masa
kecil, merupakan bibit tidak percaya diri yang sangat
parah. Penyebab utama masalah ini adalah pola
pendidikan keluarga di masa kecil yang terlalu keras
atau sebaliknya. Masalah ini bisa bertambah parah jika
seseorang terlalu menuruti perasaan cemas dan
takutnya tanpa berusaha untuk melawan.
b. Memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental,
fisik, sosial, atau ekonomi Ketidak percayaan diri ini
biasanya di alami oleh seseorang yang memiliki
kelemahan atau kekurangan baik itu dari segi mental,
fisik, sosial atau ekonomi. Tetapi karena kepentingan
tertentu dia harus berada di lingkungan yang sama
dengan orang yang memiliki segi mental, fisik, sosial
atau pun ekonomi yang lebih baik dari pada dirinya.
Maka secara langsung itu akan berpengaruh terhadap
kepercayaan diri yang di miliki oleh orang yang
memiliki kekurangan tersebut.
c. Sulit menetraliasasi timbulnya ketegangan di dalam
suatu situasi Ketegangan muncul biasanya pada saat
seseorang dihadapkan pada permasalahan dia anggap
sangat sulit, dari semua itu dia merasa dia tidak mampu
untuk mengatasi semua itu sehingga muncul perasaan
tidak percaya diri.

96 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

d. Gugup dan terkadang bicara gagap, Kegugupan ini


biasanya cederung meningkat dalam kegiatan-kegiatan
tertentu yang dihadari oleh banyak orang. Gejala gugup
dan terkadang bicara gagap bisa muncul pada awal
suatu kegiatan dan selanjutnya, bisa bertambah parah,
terutama jika seseorang tidak memiliki kemampuan
untuk menetralisasi ketegangan. Dengan sendirinya,
rasa percaya dirinya akan mengalami gangguan yang
serius.
e. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang
baik, didalam keluarga, seseorang akan memulai
memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang
lain. Jika ia bisa menilai dirinya sebagai mahluk sosial
yang berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah
dengan orang lain, ia akan bisa memiliki rasa percaya
diri yang normal. Sebaliknya, jika ia memahami dirinya
secara negatif dan melihat diri sebagai mahluk sosial
dengan banyak kekurangan dibandingkan orang lain.
Jadilah ia pribadi yang rendah diri. Kurang memiliki
kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu
bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki
kelebihan tertentu. Setiap orang itu memiliki
kekurangan dan kelebihan di dalam dirinya, tetapi
kadang setiap orang beranggapan bahwa didalam
dirinya banyak memiliki kekurangan, baik itu dalam

Yudithia & Mahadiansar | 97


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

diri maupun dari luar dirinya ditambah lagi dia tidak


mengetahui bagaimana cara mengembangkan kelebihan
yang dia miliki. Hal yang demikian ini akan membuat
orang tersebut akan selalu tidak percaya diri.
f. Sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya
lebih dari dirinya Seseorang apabila ditempatkan atau
dikumpulkan dengan orang-orang yang memiliki
sesuatu yang lebih dibanding dirinya tentu akan
membuat orang itu merasa minder dan merasa
terasingkan dalam kelompok tersebut, sehingga dia
malu dan rendah diri untuk bersosialisasi dengan orang-
orang yang ada di sana dan biasanya dia akan
menyendiri. Perilaku menyendiri tersebut akan
memunculkan rasa tidak percaya diri dalam dirinya.
g. Mudah putus asa; Sikap mudah putus asa akan
menyuburkan perasaan takut gagal sebelum memulai
suatu usaha untuk mencapai tujuan. Salah satu langkah
awal untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menumbuhkan sikap sabar dan ulet dalam memulai
suatu usaha disertai dengan keyakinan bahwa Tuhan
telah berjanji akan selalu bersama orang yang sabar.
h. Cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi
masalahnya sendiri; Seseorang selalu tergantung orang
lain dalam mengatasi permasalahan yang akan dia
hadapi atau menimpanya akan mengakibatkan dia tidak

98 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

bisa bersikap sesuai dengan apa yang dia inginkan dan


akan membuat orang tersebut tidak berani dalam
mengambil suatu keputusan, sehingga dia merasa tidak
mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya,
ketidakmampuan dan ketidakberanian itu yang
membuat orang tersebut tidak percaya diri.
i. Pernah mengalami trauma; Seseorang yang pernah
mengalami rasa trauma dia tidak akan berani untuk
mencoba atau mengerjakan hal-hal yang berhubungan
dengan peristiwa yang membuat trauma tersebut,
sehingga dari semua itu akan membuat dia tidak
percaya diri.
j. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah;
Sering beraksi negatif ini biasanya muncul pada diri
seseorang pada saat menghadapi suatu keadaan, situasi
serta pekerjaan yang sulit yang sangat berat bagi
dirinya. Sehingga membuat dia stres, frustasi dan lain
sebagainya sehingga membuat dia tidak bisa
mengontrol emosinya dan tidak bisa berperilaku positif,
misalnya dengan menghindari tanggung jawab atau
mengisolasi diri, yang menyebabkan rasa tidak percaya
diri semakin buruk.
Indikator percaya diri yang Liendenfield definisikan
kepercayaan diri adalah kepuasan seseorang akan diri
sendiri. Liendenfield membagi ada dua jenis kepercayaan

Yudithia & Mahadiansar | 99


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

diri yaitu kepercayaan diri batin dan kepercayaan diri


lahir. Kepercayaan diri batin adalah percaya diri yang
memberi kepada kita perasaan dan anggapan bahwa kita
dalam keadaan baik. Empat ciri utama seseorang yang
memiliki percaya diri batin yang sehat, adalah : citra diri,
pemahaman diri, tujuan yang jelas, dan berpikir positif.
Sedangkan kepercayaan diri lahir memungkinkan untuk
tampil dan berperilaku dengan cara menunjukkan kepada
dunia luar bahwa ia yakin akan dirinya. Terdapat empat
ciri kepercayaan diri lahir, yaitu: komunikasi, ketegasan,
penampilan diri dan pengendalian perasaan. Secara singkat
ciri - ciri diatas dapat dijabarkan, sebagai berikut:
a. Citra Diri yaitu orang yang memiliki kepercayaan diri
untuk mencintai diri sendiri dan cinta diri yang tidak
dirahasiakan.
b. Pemahaman Diri yaitu memiliki pemahaman diri yang
baik akan menyadari kekuatan, mengenal kelemahan
dan keterbatasan, tumbuh kesadaran yang mantap
tentang identitas sendiri dan terbuka untuk menerima
umpan balik dari orang lain.
c. Tujuan yang Jelas yaitu orang yang memiliki
kepercayaan diri selalu mengetahui tujuan hidupnya
karena mempunyai pikiran yang jelas, mengapa
melakukan tindakan tertentu dan tahu hasil apa yang
bisa diharapkan.

100 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

d. Berpikir Positif yaitu orang yang memiliki kepercayaan


diri merupakan orang yang sangat menyenangkan
karena bisa melihat kehidupan dari sisi yang cerah dan
mengharap serta mencari pengalaman dengan hasil
yang bagus.
e. Komunikasi yaitu orang yang memiliki kepercayaan
diri yang lahir dapat melakukan sebuah komunikasi
dengan setiap orang dari segala usia.
f. Ketegasan yaitu orang yang memiliki kepercayaan diri
lahir akan menyatakan kebutuhan secara langsung dan
terus terang.

3.2. Harapan
3.2.1. Lahirnya Teori Harapan
Sebuah teori biasanya dimulai dengan para
pendukung menawarkan model yang seharusnya lebih
heuristik dari yang berlaku, pandangan yang lebih besar.
Pengembangan teori harapan dimulai dalam berbagai cara.
Jadi, apa yang diterima secara ilmiah pandangan harapan
yang dibuat. Persepsi bahwa tujuan seseorang dapat
dicapai adalah benang merah dalam karya ilmiah yang
mendefinisikan harapan pada 1950-an hingga 1960-an
(Cantril, 1964; Farber, 1968; Frank, 1975; Frankl, 1992;
Melting & Bowlby, 1969; Menninger, 1959; Schachtel,
1959). Beberapa peneliti menunjukan bahwa pandangan

Yudithia & Mahadiansar | 101


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

ini sangat unik di telusuri, meskipun teori ini dibagikan


oleh banyak sarjana dalam bentuk publikasi , tidak
sepenuhnya menangkap hal itu yang terlibat dalam tujuan
yang diharapkan pikir.
Pada tahap awal ini, banyak peneliti mendefinisikan
harapan yang sekaligus lebih inklusif dan relatif
parsimoni. Meskipun pada akhirnya merasakan bahwa
harapan baru ini adalah harapan mungkin dan perlu, teori
ini pada awalnya tidak meyakinan apa model itu akan
terjadi. ternyata terobosan para peneliti datang ketika teori
ini mengikuti saran yang dibuat oleh mantan rekan kerja,
Fritz Heider, bahwa para kinerja meminta orang untuk
berbicara tentang pemikiran yang diarahkan pada tujuan
mereka. Setelah berpartisipasi dalam wawancara informal
tentang proses pemikiran yang diarahkan pada tujuan para
pegawai berulang kali menyebutkan jalur untuk dijangkau
tujuan para penggiat kinerja dan motivasi mereka untuk
menggunakan proses itu. Ingat kembali pandangan
harapan sebelumnya sebagai menyarankan itu proses
keseluruhan yang melibatkan dua komponen dari
pemikiran yang diarahkan pada tujuan sebagai proses jalur
dan agen. Dengan beberapa mendengarkan dari pihak
pencetus teori ini, timbulah teori harapan.
Sederhananya penuh dalam benak harapan pikiran
mencerminkan keyakinan yang dapat ditemukan oleh

102 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

seseorang jalur menuju tujuan yang diinginkan dan


menjadi termotivasi untuk menggunakan proses teori
harapan tersebut. Sebagaian peneliti pada waktu itu
mengusulkan agar harapan, yang didefinisikan, berfungsi
untuk mendorong emosi dan kesejahteraan orang.
Memiliki mengingat sejarah singkat ini tentang apa yang
telah terjadi kemudian disebut teori harapan, dalam sisa
bagian ini kita akan menjelaskan berbagai hal aspek teori
ini secara detail.
Sebuah teori biasanya dimulai dengan para
pendukung menawarkan model yang seharusnya lebih
heuristik dari yang berlaku, pandangan yang lebih besar.
Pengembangan teori harapan dimulai dalam berbagai cara.
Jadi, apa yang diterima secara ilmiah pandangan harapan
yang dibuat. Persepsi bahwa tujuan seseorang dapat
dicapai adalah benang merah dalam karya ilmiah yang
mendefinisikan harapan pada 1950-an hingga 1960-an
(Cantril, 1964; Farber, 1968; Frank, 1975; Frankl, 1992;
Melting & Bowlby, 1969; Menninger, 1959; Schachtel,
1959). Beberapa peneliti menunjukan bahwa pandangan
ini sangat unik di telusuri, meskipun teori ini dibagikan
oleh banyak sarjana bentuk publikasi tidak sepenuhnya
menangkap hal itu yang terlibat dalam tujuan yang
diharapkan pikir. Pada tahap awal ini, banyak peneliti
mendefinisikan harapan yang sekaligus lebih inklusif dan

Yudithia & Mahadiansar | 103


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

relatif parsimoni. Meskipun pada akhirnya merasakan


bahwa harapan baru ini adalah harapan mungkin dan
perlu, teori ini pada awalnya tidak meyakinan apa model
itu akan terjadi. ternyata terobosan para peneliti datang
ketika teori ini mengikuti saran yang dibuat oleh mantan
rekan kerja, Fritz Heider, bahwa para kinerja meminta
orang untuk berbicara tentang pemikiran yang diarahkan
pada tujuan mereka.
Setelah berpartisipasi dalam wawancara informal
tentang proses pemikiran yang diarahkan pada tujuan para
pegawai ataupun karyawan, orang - orang berulang kali
menyebutkan jalur untuk dijangkau tujuan para penggiat
kinerja dan motivasi mereka untuk menggunakan proses
itu. Ingat kembali pandangan harapan sebelumnya sebagai
―Persepsi bahwa seseorang dapat mencapai yang
diinginkan tujuan‖; seolah setiap orang menyarankan itu
sebagai proses keseluruhan yang melibatkan dua
komponen dari pemikiran yang diarahkan pada tujuan
sebagai proses. Dengan beberapa mendengarkan dari
pihak pencetus teori ini, timbulah teori harapan. Kemudian
teori harapan pikiran mencerminkan keyakinan yang dapat
ditemukan oleh seseorang jalur menuju tujuan yang
diinginkan dan menjadi termotivasi untuk menggunakan
proses teori harapan tersebut. Sebagaian peneliti pada
waktu itu mengusulkan agar harapan, yang didefinisikan,

104 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

berfungsi untuk mendorong emosi dan kesejahteraan


orang. Memiliki mengingat sejarah singkat ini tentang apa
yang telah terjadi kemudian disebut teori harapan, dalam
sisa bagian ini kita akan menjelaskan berbagai hal aspek
teori ini secara detail.

3.2.2. Definisi Harapan


Snyder et al., (1991) menurutnya harapan sebagai
upaya rencana dilihat sebagai jalur dan perencanaan
keinginan yang hendak di capai yang mencermikan diri
seorang individu sebagai kemampuan sesuai rasional,
kemudian kehendak yang di capai berkaitan dengan
motivasi untuk mempermudah dalam mencapai tujuan.
Hal ini menunjukan sebuah sarana kesempatan untuk diri
sendiri menikatkan kualitas individu di dalam organisasi .
Snyder juga menyatakan :

“a cognitive set based on a reciprocally derived


sense of successful: (a) agency (goal-directed
determination) and (b) pathways (planning of ways
to meet goals) thinking” Snyder et al., (1991:570).

Harapan bisa di definisikan sebagai upaya proses


sebuah pemikiran untuk satu tujuan dengan motivasi agar
tercapat tujuan tersebut (agency), dan langkah – langkah
untuk meraih tersebut (Pathway), seperti contoh harapan
bukan lah emosi melainkan sebuah pengertian sistem
Yudithia & Mahadiansar | 105
Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

motivasi secara dinamis. Harapan juga dapat sebagai


bentuk situasi berhubungan positif dengan harga diri serta
upaya sebuah kemampuan menyelesaikan masalah,
mengontrol pikiran kemudian dengan harapan positif.
Snyder et al. (2002:820–826). Kemudian Peterson,
Walumbwa, Byron, & Myrowitz (2009:350) membantah
bahwsanya individual yang memiliki profesi rendah dalam
harapan tidak memiliki sebuah kemampuan untuk
memahami strategi untuk mencapai tujuan dalam
mengatasi hambatan yang di inginkan. Kemudian dari
Teori Linley & Joseph, (2004) harapan mencermin
persepsi masing individu terkait kapasitas dalam
mengkonseptualisasi tujuan secara jelas dan nyata,
mengembangkan strategi yang detail untuk mencapai
tujuan tersebut (Pathway Thingking), mempertahankan
untuk untuk mengunakan strategi tersebut (Agency
Thingking).
Lalu Lopez (2009:487) menambahkan teori harapan
mengajarkan sistem upaya motivasi bagi seseorang untuk
mengejar impian agar hasil bisa dikuasai atau tidaknya. Ini
menunjukkan bahwa tujuan tidak menghasilkan kebiasaan
tapi lebih menunjukan pada sudut pandang kepada diri
sendiri sebagai yang mampu memulai dan menerapkan
keinginan secara pribadi yang bernilai dan menghasilkan
respon yang baik. Harapan sudah banyak dijelaskan oleh

106 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

ilmuan selama bertahun – tahun meskipun pada


kenyataannya definisinya berbeda – beda. Bisa digaris
besarkan sebagai keadaan mental yang berdampak positif
tentang kemampuan kapasitas mencapai tujuan masa
depan.
Menurut Averill & Catlin (1991) harapan di bagi
atas dua konsep yaitu dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Berdasarkan tujuan yaitu imajinasi yang realistis,
moralistik pribadi yang dapat diterima secara moral,
memprioritas yang melibatkan kepentingan utama, ada
tindakan untuk mencapai tujuan
b. Berdasarkan sifat yaitu emosi yang sulit di kendalikan,
mempengaruhi cara berfikir, bertindak tidak seperti
biasanya, motivasi dalam belajar
Berbeda dengan Marques, Lopez, & Pais-Ribeiro
(2009) dengan hasil penelitian bersama mahasiswa yang
menjelaskan harapan sebagai kekuatan untuk mewujudkan
kapasitasnya sebagai manusia yang kuat meliputi beberapa
komponen yaitu:
a. Goal; Tujuan teori harapan tujuan saat ini dengan
asumsi bahwa tindakan manusia adalah tujuan yang
diarahkan. Dengan demikian, tujuan adalah target
urutan tindakan mental, dan sebagian para akademisi
memberikan komponen kognitif yang jangkar teori
harapan (Snyder 1994a, 1994c, 1998b; Snyder,

Yudithia & Mahadiansar | 107


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Cheavens, & Sympson, 1997; Snyder, Sympson,


Michael, & Cheavens, 2000; Stotland, 1969). Tujuan
mungkin jangka pendek atau panjang, tetapi mereka
harus memiliki nilai yang cukup untuk ditinggali
pikiran alam sadar. Demikian pula tujuan harus dapat
dicapai, tetapi tujuan itu juga biasanya mengandung
beberapa tingkat ketidakpastian. Pada titik terakhir ini,
ketika orang telah diwawancara, temuan harapan bisa
berkembang dibawah probabilitas pencapaian tujuan
yang diinginkan sesuai tingkatannya (Averill, Catlin, &
Chon, 1990)
b. Pathway Thingking; Untuk mencapai tujuan mereka,
orang harus melihat diri mereka mampu menghasilkan
rute yang bisa diterapkan ke tujuan tersebut. Proses ini,
yang menyebutnya jalur berpikir, menandakan
kemampuan yang dirasakan seseorang dalam
menghasilkan rute yang bisa diterapkan untuk tujuan
yang diinginkan. Demikian juga, beberapa peneliti telah
menemukan itu pemikiran jalur ini ditandai dengan
menegaskan pesan internal yang mirip dengan sebutan
―Saya akan mencari cara untuk menyelesaikannya!‖
(Snyder, Lapointe, Crowson, & Early, 1998). Persiapan
berpikir dalam setiap instantiasi yang diberikan
melibatkan pikiran untuk bisa menghasilkan setidaknya
lebih sering dari rute yang dapat digunakan ke tujuan

108 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

yang diinginkan. Produksi beberapa jalur penting saat


menghadapi rintangan, dan orang - orang berharap
tinggi merasa bahwa mereka lancar dalam menemukan
rute alternatif seperti itu; bahkan, orang-orang harapan
tinggi benar-benar sangat efektif memproduksi rute
alternatif (Irving, Snyder, & Crowson, 1998; Snyder,
Harris, et al., 1991)
c. Agency Thingking; Komponen motivasi dalam teori
harapan adalah agensi serta kapasitas yang dirasakan
untuk menggunakan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Kemudian menurut Agentic berpikir
mencerminkan pikiran referensi diri tentang keduanya
mulai bergerak sepanjang proses dan terus maju
mencari caranya. Teori harapan telah menemukan
bahwa orang berharap tinggi memeluk frasa agen
bicara self-talk seperti "Saya bisa melakukan ini" dan
"Saya tidak akan dihentikan" (Snyder et al., 1998).
Pemikiran agen sangat penting pemikiran yang
diarahkan pada tujuan, tetapi dibutuhkan khusus
signifikansi ketika orang menghadapi hambatan. Selama
yang terus menjadi masalah maupun kendala dalam
mencapai tujuan. Kemudian agensi membantu orang untuk
menerapkan persyaratan motivasi ke jalur alternatif yang
terbaik (Snyder, 1994c). Menambahkan Pathways dan
Agentic Thinking sangat penting untuk menekankan bahwa

Yudithia & Mahadiansar | 109


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pemikiran yang penuh harapan membutuhkan kapasitas


yang dirasakan membayangkan proses yang dapat
dikerjakan dan energi yang diarahkan pada tujuan. Dengan
demikian, harapan adalah "motivasi positif negara yang
didasarkan pada turunan interaktif dalam sebuah
kesuksesaan. Dalam perkembangan pemikiran penuh
harapan dalam urutan pengejaran upaya tujuan, teori
harapan menemukan bahwa sebuah pemikiran jalur
meningkatkan pemikiran agensi yang pada gilirannya
menghasilkan hasil teori secara keberlanjutan. Lanjut Weil
(2000) menjelaskan dalam hasil penelitiannya yang akurat,
faktor – faktor yang mempengaruhi harapan kemudian ia
deskripsikan terdiri atas:
a. Dukungan Sosial; Keadaan lingkungan yang membuat
penting nya dukungan sosial, banyak studi kasus yang
menyatakan harapan sangat mempengaruhi beberapa
dari dukungan seperti dari pihak keluarga maupun
teman yang diidentifikasikan sebuah harapan untuk
bagaimana menyelesaikan aktifitasnya untuk mencapai
tujuan yang di inginkan yang di tunjukkan sebelumnya
sebagai upaya ketidakmampuan berkomunikasi dengan
orang lain selain keluarga dan teman dekatnya.
b. Kepercayaan Religius; Menunjukan sebagai kekuatan
keyakinan seseorang dalam hal mengenai positif yang
akan menyadarkan bahwa terdapat sebuah tujuan yang

110 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

telah ia tetapkan dalam situasi yang di kehendakinya.


Biasanya terfokus pada tujuan dan makna hidup yang
berkaitan dengan orang lain bahkan lebih. Kepercayaan
regilius ini merupakan opsi yang paling umum
mempertahankan harapan
c. Kontrol; memaknainya sebagai sebuah upaya harapan
mempertahankan informasi yang di sampaikan dengan
memikir batasannya sebagai upaya menentukan nasib
sendiri yang menimbulkan perasaan kuat pada
harapannya. Tak terlepas dari itu juga kontrol di
pengaruhi oleh self-effiencacy dapat meningkatkan
persepsi individu terhadap kemampuanya akan kontrol.
Kemampuan kontrol terhadap menentukan, persiapan
diri datangnya tingkat stress dan menghindari
ketergantungan dari pihak lain. Ini menunjukan kontrol
di dalam sebuah harapan sangat diperlukan yang di
peruntukan oleh setiap individu.

3.2.3. Model-Model Harapan


Model harapan bisa di lihat dari skema umpan maju
balik umpan dalam persfektif harapan. Skema ini berupaya
menjelaskan tentang bagaimana dalam beberapa studi
kasus dalam penyelesaiannya model-model dari unsur
harapan bisa terealisasi dengan baik yang di

Yudithia & Mahadiansar | 111


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

implementasikan oleh manusia itu sendiri. Berikut ini


skema umpan maju balik umpan;

Tabel III. 1
Skema Umpan Maju-Balik Umpan
Emosi

Alur Pemikiran :
pelajaran perkembangan
korelasi Alur
Pemikiran

Tujuan
Hasil Nilai
Perilaku

Agensi Pemikiran: Agensi


pelajaran Pemikiran
perkembangan diri
sebagai sebab-akibat
peristiwa
Emosi
Sumber : Handbook of Positive pyschology, 2001

Penjelasannya yaitu bergerak dari kiri ke kanan pada


tabel di atas, menjelaskan bahwa urutan temporal yang
diusulkan dari urutan pemikiran yang diarahkan dengan
tujuan dalam teori harapan. Etiologi dari jalan dan
pemikiran agensi muncul di paling kiri. Sebagai contoh
seorang manusia yang baru lahir melakukan jalur berpikir
segera setelah lahir untuk mendapatkan rasa ―apa yang
terjadi apa‖ yaitu kejadian apa yang tampaknya
berkorelasi dalam waktu satu sama lain (Schulman, 1991).
Selama masa kecil, pelajaran ini akhirnya menjadi halus
sehingga anak memahami proses sebab-akibat (yaitu,

112 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

peristiwa tidak hanya terkait dalam waktu, tetapi satu


peristiwa memunculkan peristiwa lain).
Selain itu, sebagai contoh sekitar usia 1 tahun, bayi
itu menyadari bahwa dia atau dia terpisah dari entitas lain
(termasuk pengasuh). Proses ini, yang disebut kelahiran
psikologis, menandakan wawasan penting lainnya untuk
anak yang sangat mudah bahwa bisa menyebabkan rantai
kejadian seperti itu terjadi. Itu adalah untuk mengatakan,
diri dianggap sebagai penghasut penyebab. Kelahiran dan
pemicu psikologis ini "Pelajaran" berkontribusi pada rasa
pribadi agen. Singkatnya, akuisisi diarahkan pada tujuan
pikiran penuh harap sangat penting bagi kelangsungan
hidup dan pertumbuhan anak.
Dengan demikian orang tua, pengasuh, guru, dan
anggota masyarakat di umum diinvestasikan dalam
mengajarkan harapan ini berpikir. Untuk pembaca yang
tertarik uraian rinci tentang perkembangan pendahuluan
dari proses harapan, akan menyarankan tulisan - tulisan
sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan pada tabel diatas,
―nilai hasil‖ menjadi penting dalam analisis pra-acara
tahap. Jika hasil yang dibayangkan memiliki kepentingan
yang cukup tinggi sehingga menuntut perhatian mental
yang terus menerus, maka orang tersebut bergerak ke
tahap analisis urutan acara di mana jalur dan pemikiran.
Terkadang, bagaimanapun, proses interatif dari jalur dan

Yudithia & Mahadiansar | 113


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pemikiran agensi dapat berputar balik untuk memastikan


bahwa hasilnya tetap kepentingan yang cukup untuk
menjamin proses menuju hasil yang berkelanjutan.
Pada gilirannya, jalur dan pemikiran manusia
(seperti yang ditunjukkan dalam dua arah panah) terus
bergantian dan agregat (ringkas) di seluruh urutan acara
sehingga untuk mempengaruhi tingkat kesuksesan
berikutnya dipengejaran tujuan apa pun yang diberikan.
Panah lebar kiri-ke-kanan mencerminkan keseluruhan
aliran umpan maju dari tujuan yang diarahkan berpikir.
Jika pengejaran tujuan tertentu telah selesai, cita-cita
pencapaian tujuan (non-pencapaian) orang tersebut dan
ataupun sebuah keberhasilan yang dihasilkannya positif
(negatif yang diturunkan dari kegagalan) emosi harus
siklus kembali untuk mempengaruhi jalur yang dirasakan
berikutnya dan kemampuan agenik dalam situasi itu dan
secara umum, serta untuk mempengaruhi nilai hasil.
Seperti yang ditunjukkan pada panah kanan-ke-kiri
yang sempit, proses umpan balik terdiri dari emosi tertentu
yang dihasilkan dari yang dirasakan pencapaian tujuan
yang sukses atau tidak berhasil. Hal Ini penting untuk
dicatat, oleh karena itu, teori harapan itu melibatkan
sistem yang saling terkait dengan tujuan yang diarahkan
berpikir yang responsif terhadap umpan balik di berbagai
titik dalam urutan sementara.

114 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

3.2.4. Korelasi Harapan dan Psikologi Positif


Pada saat ini hubungan kesamaan yang diharapkan
oleh teori lainnya dalam perkumpulan psikologi positif
bisa dikatakan sangat mempengaruhi. Untungnya untuk
sebuah upaya proses membuat perbandingan dengan teori
harapan di samping eksposisi teoritis menyeluruh masing-
masing dari memiliki skala perbedaan individu. Banyak
praktisi mengadili teori harapan harus memanifestasikan
beberapa kesamaan hubungan dengan konstruk lain dalam
upaya mendukungnya menjadi bagian dari psikologi
positif dalam grup yaitu sebuah validitas konvergen,
namun itu harus memiliki perbedaan yang cukup agar
tidak menjadi kendala untuk teori yang sudah ada. Dalam
tabel diatas yang dipaparkan yang kemudian tidak relatif
komponen teorinya serta penekanan relatif dalam setiap
teori yang ada. Selain itu teori harapan di ada beberapa
kelebihan yang meliputi:
1. Teori harapan mendasarkan diri pada kepentingan
individu yang ingin mencapai kepuasan maksimal dan
ingin meminimalkan ketidakpuasan.
2. Teori ini menekankan pada harapan dan persepsi, apa
yang nyata dan aktual.
3. Teori harapan menekankan pada imbalan atau pay-off.
4. Teori harapan sangat fokus terhadap kondisi psikologis
individu dimana tujuan akhir dari individu untuk

Yudithia & Mahadiansar | 115


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

mencapai sebuah kesenangan maksimal dan menghidari


kesulitan.
Ada juga Keterbatasan dari Teori Harapan yang
berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari yaitu
1. Teori harapan tampaknya terlalu idealis karena hanya
individu tertentu saja yang memandang korelasi tingkat
tinggi antara kinerja dan penghargaan.
2. Penerapan teori ini terbatas sebab tidak langsung
berkorelasi dengan kinerja di banyak organisasi. Hal ini
terkait dengan parameter lain juga seperti posisi,
tanggung jawab usaha, pendidikan, dan lain-lain.
Lalu implikasi teori harapan yang telah terjadi saat
ini diantaranya;
1. Para manajer dapat mengkorelasikan hasil yang lebih
disukai untuk tingkat kinerja yang ditujukan.
2. Para manajer harus memastikan bahwa karyawan dapat
mencapai tingkat kinerja yang ditujukan.
3. Karyawan layak harus dihargai untuk kinerja luar biasa
mereka.
4. Sistem imbalan harus berlaku jujur dan adil dalam
suatu organisasi
5. Organisasi harus merancang pekerjaan yang dinamis
dan menantang

116 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

6. Tingkat motivasi karyawan harus terus dikaji melalui


berbagai teknik seperti kuesioner, wawancara personal,
dan lain-lain

3.3. Optimisme
3.3.1. Definisi Para Ahli
Definisi optimisme yang di kemukakan oleha
Abramson, Seligman, dan Teasdale (1978) adanya sebuah
penekankan langsung yang dibuat orang untuk peristiwa
kehidupan negatif yang penting dalam model
ketidakberdayaan yang telah dirumuskan. Selanjutnya
evolusi dari ide-ide tersebut, Seligman (1991)
menggunakan proses atribusi sebagai dasar untuk teorinya
yang melibatkan teori harapan pada tabel skema fungsi
umpan maju - umpan balik teori harapan. Dalam kasus ini,
pelaksanaan teori optimis adalah pola eksternal, variabel,
dan spesifik untuk kegagalan bukan kebutuhan dalam teori
itu dengan menunujkan stabil atau tidaknya dan secara
global yang menjadi fokus dalam model ketidakberdayaan
sebelumnya. Tersirat dalam teori ini adalah pentingnya
ditempatkan pada hasil negatif dan ada kualitas yang
berhubungan dengan tujuan dalam optimisme itu orang
berusaha menjauhkan diri dari hasil negatif. Namun,
dalam teori harapan yang telah dibahas, fokusnya adalah
mencapai masa depan yang diinginkan hasil yang terkait

Yudithia & Mahadiansar | 117


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dengan tujuan positif, dengan eksplisit penekanan pada


pemikiran agensi dan jalur tentang tujuan yang diinginkan.
Dalam kedua teori, hasilnya pasti sangat penting,
meskipun ini lebih ditekankan dalam teori harapan. Tidak
seperti teori optimisme yang diungkapkan oleh Seligman,
teori harapan sebelumnya juga secara eksplisit membahas
etiologi positif dan emosi negatif.
Chang (2002) juga mendefinisikan optimisme
sebagai sebuah harapan seorang individu yang keadaannya
seolah olah akan terjadi hal yang mengharapkan suatu
peristiwa untuk masa depannya. Sebuah penelitian yang
dilakukan Srivastava et.al (2006) dalam studinya juga
mengungkapkan dalam kesimpulannya bahwa optimisme
juga bisa menyelesaikan masalah diselesaikan dengan baik
yang mempunyai kapasitas kepuasan dengan hasil
akhirnya yang lebih luas antara diri sendiri dengan orang
yang lain dalam sebuah hubungan yang terikat.

3.3.2. Konsep Optimisme


Konsep Optimisme pada telah lama di gunakan
dalam dunia antropologi dan psikologi klinis. Seligman
(1998b) mengklarifikasikan secara individu maupun
kelompok yang tidak terlalu memikirkan kemungkinan
adanya kegagalan yang cendrung akan membuat diluar
sebuah aktifitas perencanaannya terganggu dan

118 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

mengutamakan di dalam dirinya untuk mengapai hasil


yang positif lalu ia juga menegaskan;

Pessimists make internal (their own fault), stable


(will last a long time), and global (will undermine
everything they do) attributions; optimists make
external (not their fault), unstable (temporary
setback), and specific (problems only in this
situation) attributions” Luthans (2002:64)

Scheier dan Carver (1985) menekankan harapan


hasil umum dalam teori mereka dan berasumsi bahwa
optimisme adalah pendekatan berbasis tujuan yang terjadi
ketika hasil memiliki substansial nilai. Dalam model
optimisme ini, orang mempersepsikan diri mereka mampu
bergerak menuju tujuan yang diinginkan dan jauh dari
tujuan yang tidak diinginkan (antigoal; Carver & Scheier,
2000a). Meskipun pikiran seperti jalur dan melibatkan
agen pemikiran tersirat dalam model mereka, harapan
hasil (mirip dengan agen) terlihat sebagai elisitor utama
dari perilaku yang diarahkan pada tujuan (Scheier &
Carver, 1985, 1987). Jadi, Scheier dan Carver
menekankan pemikiran seperti agensi, sedangkan
penekanan interatif yang sama dan terus - menerus
diberikan kepada pemikiran jalur dan agen dalam teori
harapan yang telah dibahas pada tabel umpan maju -
umpan balik. Teori harapan dan teori optimisme bersifat
kognitif dan menjelaskan perilaku di seluruh situasi

Yudithia & Mahadiansar | 119


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

(Snyder, 1995); Selain itu, ukuran dari dua konstruk


berkorelasi dalam rentang waktu yang dijelaskan oleh
Snyder, Harris, et al., (1991). Perlu dicatat bagaimanapun
juga harapan itu telah menghasilkan varian unik di luar
optimisme dalam prediksi beberapa konsep, dan itu
struktur faktor dari kedua konstruk ini berbeda (Magaletta
& Oliver, 1999).
Akhirnya dua teori yang menunjukan berbeda dalam
menggambarkan teori harapan itu etiologi emosi (positif
dan negatif), sedangkan Scheier dan Carver sebagian besar
diam studi kasus ini. Carver & Scheier (2002) menyatakan
akibatnya optimis membangun harapan positif itu
memotivasi pengejaran tujuan diri dan pendekatan
mengatasi perilaku dimasa depan yang akan datang,
sedangkan pesimis dihalangi oleh keraguan diri dan
harapan negatif. Selain itu optimisme dapat diukur secara
sah dan dapat dipercaya (Lopez & Snyder 2003; Scheier &
Carver 1985) dan memiliki dampak kinerja yang diakui
dalam pengaturan kerja (Luthans et al., 2005; Seligman,
1998; Youssef & Luthans, 2007). Bisa disimpulkan bahwa
optimisme adalah salah satu aspek kepribadian yang
penting buat individu menyadari apa yang diinginkannya
dan mengubah dirinya sendiri segera sehingga lebih
mudah baginya untuk mengatasi masalah. Menurut
Segerstrom et.al (1998) optimisme adalah caranya berpikir

120 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

positif dan realistis ketika harus berurusan dengan


masalah.
Terdapat dua pandangan utama kata optimisme
menurut Carver & Scheier (2002) yaitu the explanatory
style dan the dispositional optimism.
a. The Explanatory Style / gaya penjelasan ; Seligman
(1998a) di dalam bukunya menjelaskan dengan
definisikan berkaitan psikologi dengan memperlihatkan
dan menjelaskan kepada diri sendiri melalui tahapan
peristiwa baik yang bersifat positif maupun negatif.
Gaya penjelasan ini terbagi beberapa aspek yaitu
1. Personal; mencakup sejauh mana seseorang dalam
menghubungkan suatu peristiwa dengan penyebab
hunungan diri sendiri dan diluar dalam diri. Seorang
optimis mungkin mengaitkan pengalaman buruk
dengan keberuntungan sedangkan seorang pesimis
mungkin menganggap itu salahnya.
2. Permanent: mencakup karakteristik yang dianggap
pasti dengan konsentrasi terhadap apa yang
seseorang yakini. Hal ini dikenal juga dengan istilah
dimensi stabil atau tidak stabil serta menunjukkan
apakah individu percaya bahwa kejadian tertentu
akan kembali terulang atau akan berubah
3. Pervasive: memiliki kemampuan menyebarkan
wawasan yang positif. Hal ini menunjukkan individu

Yudithia & Mahadiansar | 121


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

akan menggeneralisasikan kejadian tersebut ke


seluruh aspek kehidupan atau hanya pada area
tertentu
b. The Dispositional Optimsm; didefinisikan sebagai
harapan global yang lebih baik (diinginkan) hal - hal
dari yang buruk (yang tidak diinginkan) akan terjadi di
masa depan. Scheier & Carver (1985). Secara individu
pada mayoritas seorang individu bisa ataupun untuk
memperoleh yang memiliki ekspektasi positif secara
menyeluruh meskipun menghadapi kemalangan atau
kesulitan dalam kehidupan. Carver & Scheier (2002).
Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda
diantara karakteristik tersebut ada karakter optimisme
dalam setiap individu. Robinson et.al (1997) menyatakan
bahwa individu yang optimis jarang menderita depresi
ataupun stress dan mencapai kesuksesan lebih mudah
dalam hidup.

3.3.3. Aspek-Aspek Optimisme


Untuk mengetahui optimis tidaknya seseorang, dapat
diketahui cara berpikir dia terhadap penyebab terjadinya
suatu peristiwa. Seligman menamakan cara atau gaya yang
menjadi kebiasaan individu dalam menjelaskan kepada
diri sendiri mengapa suatu peristiwa terjadi sebagai gaya
penjelasan (explanatory style). Gaya penjelasan yang

122 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dipakai merupakan indikator optimis atau pesimisnya


seseorang. Gaya penjelasan tersebut lebih dari sekadar apa
yang dikatakan seseorang ketika menemui sebuah
kegagalan melainkan juga yang merupakan kebiasaan
berpikir yang dipelajari sejak masa kanak - kanak dan
masa remaja
Menurut Darmaji selanjutnya dasar dari gaya
penjelasan tersebut terbentuk melalui cara pandang-
terhadap diri dan lingkungannya apakah dirinya merasa
berharga dan layak. Menurut Seligman (1991), aspek gaya
untuk penjelasan seseorang terdiri dari tiga aspek yaitu:
1. Permanensi; merupakan gaya penjelasan masalah yang
berkaitan dengan waktu, yaitu temporer dan permanen.
Orang yang pesimis akan menjelaskan kegagalan atau
kejadian yang menekan dengan cara bagaimana upaya
dalam menghadapi sebuah peristiwa yang tidak
menyenangkan dengan kata-kata "selalu", dan "tidak
pernah", sebaliknya orang yang optimis akan melihat
peristiwa yang tidak menyenangkan sebagai sesuatu
yang terjadi secara temporer, yang terjadi dengan kata -
kata "kadang-kadang", dan melihat sesuatu yang
menyenangkan sebagai sesuatu yang permanen atau
tetap.
2. Pervasivitas; adalah gaya penjelasan yang berkaitan
dengan dimensi ruang lingkup, dibedakan menjadi

Yudithia & Mahadiansar | 123


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

spesifik dan universal, orang yang pesimis akan


mengungkap pola pikir dalam menghadapi peristiwa
yang tidak menyenangkan dengan cara universal.
3. Personalisasi; gaya penjelasan yang berkaitan dengan
sumber penyebab, intenal dan eksternal.

3.4. Ketahanan
3.4.1. Pengertian dan Definisi Para Ahli
Dalam penelitian tentang anak - anak selama tiga
dekade terakhir, ketahanan umumnya mengacu pada kelas
fenomena yang dicirikan oleh pola adaptasi positif dalam
konteks kesulitan atau risiko yang signifikan. Ketahanan
harus dapat disimpulkan karena dua penilaian utama yang
diperlukan mengidentifikasi individu sebagai anggota
kelas ini fenomena. Pertama, ada penilaian bahwa individu
"melakukan OK" atau lebih baik dari pada OK
sehubungan dengan serangkaian harapan untuk perilaku.
Kedua, ada penilaian yang ada telah meringankan keadaan
yang menjadiancaman terhadap hasil yang baik. Karena
itu, penelitian sebelumnya dari kelas fenomena ini
membutuhkan pendefinisian kriteria atau metode untuk
memastikan adaptasi yang baik dan masa lalu atau saat ini
adanya kondisi yang menjadi ancaman bagi adaptasi yang
baik. Makna ketahanan dan operasionalnya definisi telah
menjadi subyek yang cukup besar perdebatan dan

124 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kontroversi selama bertahun-tahun (Luthar, Cicchetti, &


Becker, 2000; Masten, 1999; Wang & Gordon, 1994).
Meskipun demikian, ada sedikit sengketa bahwa ada
individu yang menganggap "ulet" oleh hampir semua
orang definisi. Selain itu, meskipun banyak variasi dalam
definisi ketahanan operasional, temuan dari beragam
literatur menunjuk kepada kesimpulan yang sama dengan
konsistensi yang meyakinkan. Menurut Tugade &
Fredrickson, (2004, p. 332) Ketahanan didefinisikan
sebagai kapasitas untuk memodifikasi respon terhadap
perubahan tuntutan situasional atau situasi yang tidak
kondusif, kemudian hadir sebuah pemikiran yang
membuat frustrasi atau stres. Kemudian Block & Kremen
(1996); Masten (2001) dalam artikel nya mengatakan
ketahanan secara individu lebih rentan terhadap emosi
yang membangkit emosi positif yang dalam
kecenderungannya dan memiliki kemampuan lebih besar
untuk pulih dari keadaan negatif, terutama ketika mereka
mengenali ancaman yang datang. Cassen, Feinstein, &
Graham (2008) mendefinisikan sebuah hasil penelitian
yang mengungkapkan ketahanan adalah upaya adaptasi
kehidupan dalam menghadapi sebuah tantangan kesulitan
dimana sebagian individu mencapai hasil lebih baik
meskipun di dalam dirinya mengalami posisi resiko yang
tinggi.

Yudithia & Mahadiansar | 125


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Kemudian lanjut Turner (2001) menyimpulkan


ketahanan sebagai upaya bangkit kembali menghadapi
dimasa - masa kesulitan serta melanjutkan hidup lebih
baik untuk mencapai kesejahteraan meskipun dalam
kondisi lingkungan yang tidak mendukungnya dengan
menunjukan jati diri dapat dibangun dari keterpurukan.
Menurut Reivich dan Shatte (2002), ketahanan adalah
kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif
ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu
penting untuk mengelola tekanan hidup sehari -
hari. Ketahanan adalah seperangkat pikiran yang
memungkinkan untuk mencari pengalaman baru dan
memandang kehidupan sebagai sebuah kemajuan.
Ketahanan menghasilkan dan mempertahankan
sikap positif untuk digali. Individu dengan ketahanan
yang baik memahami bahwa kesalahan bukanlah akhir
dari segalanya. Individu mengambil makna dari kesalahan
dan menggunakan pengetahuan untuk meraih sesuatu yang
lebih tinggi. Individu menggembleng dirinya dan
memecahkan persoalan dengan bijaksana, sepenuhnya,
dan energik. Connor & Davidson (2003) mengatakan
bahwa ketahanan merupakan kualitas seseorang dalam hal
kemampuan untuk menghadapi penderitaan. Block &
Kreman, Xianon & Zhang (2007) menyatakan bahwa
ketahanan digunakan untuk menyatakan kapabilitas

126 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

individual untuk bertahan (survive) dan mampu


beradaptasi dalam keadaan stress dan mengalami
penderitaan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa ketahanan adalah kapasitas individu, untuk
beradaptasi dengan keadaan, dengan merespon secara
sehat dan produktif untuk memperbaiki diri, sehingga
mampu menghadapi dan mengatasi tekanan hidup sehari-
hari.

3.4.2. Teori Ketahanan dalam Pendekatan


Berdasarkan Reivich dan Shatte (2002), ada tujuh
kemampuan yang membentuk ketahanan yaitu :
1. Pengendalian emosi; kemampuan untuk tetap tenang
meskipun berada dibawah tekanan. Individu yang
mempunyai ketahanan baik menggunakan kemampuan
positif untuk membantu mengontrol emosi,
memusatkan sebuah perhatian kelompok maupun
sebuah tingkah perilaku. Mengekspresikan emosi
dengan tepat adalah bagian dari ketahanan. Individu
yang tidak ketahanan cenderung lebih mengalami
kecemasan, kesedihan, dan kemarahan dibandingkan
dengan individu yang lain, dan mengalami saat yang
berat untuk mendapatkan kembali kontrol diri ketika
mengalami sebuah kethanan kekecewaan.

Yudithia & Mahadiansar | 127


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

2. Kemampuan untuk mengontrol impuls; Kemampuan


berhubungan dengan suatu upaya pengendalian
emosi. Individu yang kuat mengontrol impulsnya
cenderung mempu mengendalikan emosinya. Perasaan
yang akan menantang dapat meningkatkan kemampuan
untuk mengontrol impuls dan menjadikan pemikiran
lebih akurat, yang mengarahkan kepada pengendalian
emosi yang lebih baik, dan menghasilkan perilaku yang
lebih.
3. Keyakinan; Individu dengan ketahanan yang baik
adalah individu yang meyakini keyakinan, yang
percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi
lebih baik. Individu mempunyai harapan akan masa
depan dan dapat mengontrol diri mengarah ke
kehidupannya. Keyakinan membuat fisik menjadi lebih
sehat dan tidak mudah mengalami depresi. Keyakinan
menunjukkan bahwa individu yakin akan
kemampuannya dalam mengatasi kesulitan yang tidak
dapat dihindari di kemudian hari. Hal ini berhubungan
dengan diri sendiri, yaitu keyakinan akan kemampuan
untuk memecahkan masalah dan menguasai dunia,
yang merupakan kemampuan penting dalam
ketahanan. Penelitian menunjukkan bahwa keyakinan
dan self efficacy saling berhubungan satu sama

128 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

lain. Keyakinan memacu individu untuk mencari solusi


dan bekerja keras untuk memperbaiki situasi.
4. Kemampuan untuk menganalisis penyebab dari
masalah; penyebabnya ialah menurut Martin Seligman,
dkk (dalam Reivich dan Shatte, 2002), adalah gaya
berpikir yang sangat penting untuk menganalisis
penyebab yaitu teknik gaya dalam menjelaskan. Hal ini
adalah kebiasaan individu dalam menjelaskan sesuatu
yang baik maupun yang buruk yang terjadi pada
individu. Individu dengan ketahanan yang baik
sebagian besar memiliki kemampuan menyesuaikan
diri secara kognitif dan dapat mengenali semua
penyebab yang cukup berarti dalam kesulitan yang
dihadapi, tanpa terjebak di dalam gaya menjelaskan
tertentu. Individu tidak secara refleks menyalahkan
orang lain untuk menjaga self esteem atau
membebaskan untuk dirinya sendiri dari rasa
bersalah. Individu tidak bisa menghambur-hamburkan
persediaan sebuah ketahanan yang berharga untuk
merenungkan peristiwa atau keadaan diluar kontrol
dirinya. Individu mengarahkan dirinya pada sumber-
sumber problem solving ke dalam faktor-faktor yang
dapat dikontrol, dan mengarah pada perubahan
5. Kemampuan untuk berempati; Beberapa individu
sangat mahir dalam menginterpretasikan dan

Yudithia & Mahadiansar | 129


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

mempraktek kan apa yang para ahli psikologi katakan


sebagai bahasa non verbal dari orang lain, seperti
ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, dan
menentukan apa yang orang lain pikirkan dan apa yang
dirasakan. Walaupun beberapa individu tidak mampu
menempatkan dirinya dalam posisi orang lain, namun
mampu untuk memperkirakan apa yang orang rasakan,
dan memprediksi apa yang mungkin dilakukan oleh
orang lain. Dalam hubungan yang interpersonal adanya
kemampuan untuk membaca tanda - tanda sebagai non
verbal menguntungkan, dimana orang membutuhkan
untuk merasakan dan dimengerti orang lain
6. Efikasi diri; keyakinan bahwa selalu ada individu dapat
menyelesaikan masalah, mungkin melalui pengalaman
dan keyakinan akan kemampuan untuk berhasil dalam
kehidupan. Efekasi diri membuat individu lebih efektif
sebagai upaya dalam kehidupan. Individu yang tidak
yakin dengan efficacy bagaikan kehilangan jati dirinya
dan secara tidak sengaja memunculkan keraguan
dirinya. Individu dengan self efficacy yang baik,
memiliki keyakinan, menumbuhkan pengetahuan
bahwa dirinya memiliki bakat dan ketrampilan, yang
dapat digunakan untuk mengontrol lingkungannya.
7. Kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan;
ketahanan membuat individu mampu meningkatkan

130 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

aspek-aspek positif dalam kehidupan. ketahanan


adalah sumber dari kemampuan untuk
meraih. Beberapa orang takut untuk meraih sesuatu,
karena berdasarkan pengalaman sebelumnya,
bagaimanapun juga, keadaan yang menyulitkan akan
selalu di hindari. Meraih sesuatu pada individu yang
lain dalam upaya dipengaruhi oleh ketakutan dalam
upaya memperkirakan dalam batasan-batasan yang
sesungguhnya dari kemampuannya.
Kemudian Connor & Davidson (2003), mengatakan
bahwa ketahanan akan terkait dengan hal-hal psikologi
diri yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Kompetensi personal, standar yang tinggi dan keuletan.
Ini memperlihatkan bahwa seseorang merasa sebagai
orang yang mampu mencapai tujuan dalam keadaan
situasi kemunduran atau kegagalan
2. Percaya pada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap
afek negatif dan kuat / tegar dalam menghadapi stres,
Ini berhubungan dengan ketenangan, cepat melakukan
coping terhadap stres, berpikir secara hati-hati dan tetap
fokus sekalipun sedang dalam menghadapi masalah
3. Menerima perubahan secara positif dan dapat membuat
hubungan yang aman (secure) dengan orang lain. Hal
Ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi atau
mampu beradaptasi jika menghadapai perubahan

Yudithia & Mahadiansar | 131


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

4. Kontrol / pengendalian diri dalam mencapai tujuan dan


bagaimana meminta atau mendapatkan bantuan dari
orang lain
5. Pengaruh spiritual, yaitu yakin yakin pada Tuhan atau
nasib.

Holaday (Southwick, P.C. 2001), faktor-faktor yang


mempengaruhi ketahanan adalah :
1. Social Support, yaitu berupa community support,
personal support, familial support serta budaya dan
komunitas dimana individu tinggal
2. Cognitive Skill, diantaranya intelegensi, cara
pemecahan masalah, kemampuan dalam menghindar
dari menyalahkan diri sendiri, kontrol pribadi dan
spiritualitas
3. Psychological Resources, yaitu Locus of Control
internal, empati dan rasa ingin tahu, cenderung mencari
hikmah dari setiap pengalaman serta selalu fleksibel
dalam setiap situasi
Dukungan sosial sebagai perasaan nyaman,
penghargaan, perhatian atau bantuan yang diperoleh
seseorang dari orang lain atau kelompoknya, Sarafino
(1997) dan Cohen dan Syrne (1985) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai suatu keadaan yang bermanfaat
atau menguntungkan yang diperoleh individu dari orang
lain baik berasal dari hubungan sosial struktural yang

132 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

meliputi keluarga / teman dan lembaga pendidikan


maupun berasal dari hubungan sosial yang fungsional
yang meliputi dukungan emosi, informasi, penilaian dan
instrumental.
Gottlieb (Smet, 1994) menjelaskan bahwa dukungan
sosial adalah bantuan nyata atau tindakan yang diberikan
oleh orang terdekat yang dapat menimbulkan reaksi
emosional dan perubahan perilaku pada orang yang
menerima bantuan tersebut. Cohen & Syrne (1985)
berpendapat bahwa dukungan sosial bersumber dari:
tempat kerja, keluarga, pasangan suami istri, teman di
lingkungan sekitar. Dukungan sosial secara efektif dapat
mengurangi penyebab timbulnya stres psikologis ketika
menghadapi masa - masa yang sulit (Cohen & Wills,
Kessler & Mc Leod, dan Littlefiled, dkk). Bentuk-bentuk
dukungan sosial (Sarafino, 1997) :
1. Dukungan Emosional (Emotional Support) : yaitu
membahas tentang menyangkut ungkapan empati,
kepedulian dan perhatian terhadap sebagian orang-
orang yang bersangkutan. Dukungan dalam
menghadirkan perasaan nyaman, tentram, rasa
memiliki, dan merasa dicintai ketika mengalami stres
2. Dukungan penghargaan (Esteem support) : dukungan
dalam bentuk penghargaan terjadi lewat ungkapan rasa

Yudithia & Mahadiansar | 133


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

hormat (penghargaan) penerimaan yang positif untuk


orang yang bersangkutan.
3. Dukungan berupa pemberian alat (Tangible or
Instrumental Support) : mencakup bantuan langsung
seperti memberikan pinjaman uang atau benda
4. Dukungan Informasi (Informational Support) :
dukungan dalam bentuk informasi dapat berupa
pemberian nasihat, petunjuk, cara ataupun umpan balik.
Berdasarkan aspeknya, Wolin & Wolin (1993) di
dalam bukunya menjelaskan aspek dari ketahanan ada
tujuh aspek yaitu
1. Initiatif (Inisiatif); kepribadian yang bermakna,
berintegritas, memberikan kepibadian yang bertindak
dan memberikan konstribusi hidup untuk semua orang
2. Independent (Independen); Sebuah upaya keberanian
tersendiri, tidak ada intervensi dari atas maupun bawah
3. Insight (Berwawasan); kekuatan pikiran yang terarah
serta menunjukan atau mempromosikan diri ke orang
lain
4. Relationship (Hubungan); berbagi kebaikan serta
dilingkungan sekitar
5. Joke (Humor) ; kemampuan mengungkapkan sebuah
suasana serta keadaan sedikit tenang ditengah situasi
menegangkan atau mencairkan suasana kebekuan yang
kaku

134 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

6. Creativeness (Kreativitas); dapat melakukan sesuatu


ataupun hal baru bagi sekitarnya dengan ditunjukan
dalam ide yang dilakukan sebagai upaya pengungkapan
diri.
7. Morality (Moralitas); bersikap menghormati dengan
kerendahan hati yang ditunjukan tentang baik dan
buruk dalam membuat kesimpulan sebagai upaya
mendahulukan kepentingan yang lain.
Henderson & Milstein (2003) dari ciri ketahanan secara
individualistik terbagi dari :
a. Kesediaan diri untuk membantu dan melayani orang lain
b. Mengunakan sebuah kemampuan diri sendiri yang
mencangkup keterampilan mengambil keputusan dengan
baik kemudian tegas mengatasi masalah yang sedang di
hadapinya
c. Kemampuan membentuk kerjasama yang positif
d. Memiliki perasaan rumor
e. Bisa kontrol diri dalam kondisi tidak menentu
f. Bersifat menengahi suasana tidak kondusif
g. Mampu mempredeksi masa depan sesuai yang direncana
dengan baik
h. Tidak memiliki batasan untuk berekspresi
i. Memiliki kapasitas untuk terus belajar
j. Selalu memotivasikan diri sendiri

Yudithia & Mahadiansar | 135


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

k. Memiliki harga diri besar yang membuat sempurnanya


kepercayaan diri
Lalu Blum, McNeely & Nonnemaker (2002) dari
hasil penelitian mereka dikerucutkan dan ditemukan ciri-
ciri dari ketahanan dengan empat jenis yaitu ketahanan
terletak pada pelaksanaan bukan menghindari dari resiko;
ketahanan berasal dari tahap awal sebuah tantangan;
ketahanan berkembang sesuai tingkatan ataupun
kedewasaan diri yang brebeda - beda dan yang terakhir
ketahanan situasi pelindung individu, pelindung individu
dalam ketahanan di jelaskan Rutter, (1985) dalam
kesimpulannya menjadi atas self-esteem, self-efficacy, self-
confidence, ability adaptation, dan social problem solving.
Ketahanan bisa menjadi pelindung diri ataupun
sebaliknya. ketahanan dapat ditinjau atas faktor - faktor
yang akan mempegaruhi ketahanan. Cassen et al. (2008)
menyatakan ada 3 faktor yaitu status pendapatan apa yang
akan meningkat atau mengurangi dalam mempertahankan
dirinya, lalu kecerdasan sesorang menguntungkan diri
sendiri atau menguntungkan orang lain dan sosial ekonomi
yang tidak dapat menjadi patokan atas ketahanan yang
dimiiki. Morales & Trotman (2011) didalam bukunya
menekankan bahwa faktor dari ketahanan berawal dari
faktor resiko. Adapun resiko yang dimaksud adalah
a. Pendanaan atau perekonomian diri

136 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

b. Kondisi fisik keluarga kurang baik


c. Perilaku menyimpang / penyalahgunaan untuk mencari
kebahagiaan
d. Kurangnya perhatian keluarga
e. Tidak harmonisnya kehidupan yang di jalani
f. Masa kecil tidak bahagia
Berbeda yang di ungkapkan oleh Luthar, Sawyer, &
Brown (2006) yang menyimpulkan bahwa faktor dari
ketahanan sebagai protective (Pelindung). Faktor
pelindung yang meliputi dari:
1. Self-Reflection yaitu kesadaran diri yang tinggi dalam
fikiran maupun kesadaran.
2. Self-Efficacy yaitu keyakinan untuk diri sendiri yang
akhirnya sadar tentang arti kehidupan
3. Self-Complexity yaitu upaya mengenali atau mendeteksi
keadaan untuk suasana maupun situasi yang berbeda
pada umumnya
4. Self-Esteem yaitu mempunyai harga diri pada
keseimbangan ke arah positif yang baik dengan
menghasilkan suatu yang lebih dari pada sebuah
pandangan
5. Self-Profesion yaitu ketekunan dan ambisi pribadi di
dalam profesinya

Yudithia & Mahadiansar | 137


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

3.4.3. Fenomena dalam Ketahanan


Ketahanan Keluarga
Keluarga merupakan sebuah unit kecil dari sistem
masyarakat yang sering terlewatkan dalam tinjauan
ilmiah. Pada konteks situasi ekstrim, banyak studi
tentang perang, tragedi kemanusiaan atau bencana
berfokus pada patologi dan penanganan individual dan
komunitas. Sementara peran, fungsi dan sistem
keluarga sering tidak tampak sebagai salah satu penentu
positif ataupun negatif bagi individu yang mengalami
trauma akibat peristiwa traumatis. Keluarga, sebagai
unit integral dari masyarakat sangat penting dalam
menentukan bagaimana masyarakat pulih setelah
terjadinya peristiwa traumatik. Terlepas dari tingkat
trauma, keluarga adalah inti dari semua penyembuhan
karena efek trauma masal diseluruh masyarakat,
generasi, dan waktu dapat dikurangi secara melalui
penanganan yang tepat dalam keluarga. Toleransi
terhadap ketidakpastian yang panjang dan kemampuan
beradaptasi, bertahan dan tumbuh dari kesengsaraan
disebut ketahanan (Boss, 2013). Berbagai definisi
ketahanan dari studi - studi terdahulu menekankan pada
proses adaptasi positif yang disertai kemampuan untuk
bangkit dari pengalaman buruk dan menyakitkan

138 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

(Smith-Osborn, 2007; Bonano, 2004; Richardson,


2002; Luthar, Cichetti, & Becker, 2000).
Ketahanan merupakan konsep yang pada awalnya
dikembangkan dalam konteks psikopatologi
perkembangan dan berdasarkan pada perspektif
ekologi, stres dan koping (Smith-Osborn, 2007). Studi -
studi ketahanan terdahulu telah menelaah daya tahan
pada individual, namun ketahanan sendiri sebenarnya
dapat dilihat pada unit analsis yang lebih besar seperti
keluarga, kelompok, organisasi dan komunitas (Myers
& Taylor, 1998; McCubbin, 1988; Brody & Simmons,
2007; Cohen, Slonim, Finzi, & Leichtentritt, 2011).
Para peneliti menemukan beberapa studi tentang peran
dan fungsi ataupun karakter keluarga dalam
menghadapi sebuah peristiwa traumatis, diantaranya
penguatan keluarga dan ketahanan komunitas pada
kehilangan traumatis dan bencana (Walsh, 2007);
proses keluarga, coping dan ketahanan akibat trauma
perang pada sebagian orang (Chaitin, 2003; Kimhi dkk,
2012); ketahanan keluarga dan empati (Lietz, 2011);
adaptasi keluarga pada penyintas perang (Fox dkk,
2012); alur ketahanan dan penguatan individu, keluarga
dan komunitas dengan pendekatan sistem (Landau,
Mittal & Wieling; Betancourt & Khan, 2008). Konstruk
ketahanan keluarga menjelaskan situasi dimana

Yudithia & Mahadiansar | 139


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

keluarga yang menghadapi tingkat tinggi stres mampu


mempertahankan fungsi yang sehat meskipun dampak
negatif dari kesulitan muncul
Pada sejumlah studi yang menelaah ketahanan
individu, keluarga menjadi salah satu faktor penting
baik bersifat sebagai faktor protektif maupun beberapa
faktor risiko dalam pembentukan ketahanan. (Greene,
2002; Downie, Hay, Horner, Wichmann & Hilshop,
2009; Magid & Boothby, 2013; Mc Adam, 2013; Bates,
Johnson, & Rana, 2013). Ketahanan keluarga berangkat
dari ketahanan individual dalam sistem keluarga yang
berfokus pada ketahanan relasional dalam keluarga
sebagai unit fungsional. Konsep awal mengenai
ketahanan keluarga dikembangkan berdasarkan sebuah
pandangan paradigma salutogenesis oleh Antonovsky
pada tahun 1988 yang menyebutkan bahwa stresor
merupakan bagian dari eksistensi manusia, dan
keberhasilan koping penting untuk kesehatan.
ketahanan diasosiasikan dengan salutogenesis yang
berorientasi pada kesehatan psikologis (Hawley dan
DeHaan, 1996). Perspektif ini lebih mementingkan
faktor yang berkontribusi pada keberfungsian sehat
dalam keluarga karena keluarga dipandang memiliki
kemampuan untuk memperbaiki dirinya sendiri.

140 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Ketahanan keluarga merupakan kombinasi


karakteristik individu, pola hubungan dan interaksi
antar beberapa anggota hingga ke dalam keluarga
sehingga ketahanan terbentuk dari relasi yang kuat dan
positif dalam keluarga (Patterson, 2002; Walsh, 2006;
Greef & Human, 2013). Munculnya istilah ketahanan
keluarga dibangun berdasarkan teori dan penelitian
tentang stres, coping, dan adaptasi keluarga (Hill, 1958;
McCubbin & Patterson, 1983, & Patterson, 1988; 2002
dalam Walsh, 2003). Para peneliti terdahulu memulai
studi mengenai stres keluarga dengan asumsi terbagai
atas tiga yaitu
a. Anggota keluarga yang berinteraksi dan mendukung
satu sama lain
b. Adanya stres yang akan menuntut secara keluarga
untuk mampu beradaptasi dilingkungan dan
melakukan penyesuaian, dan
c. Aturan tertentu dan komunitas akan mendorong
koping dan adaptasi keluarga (McCubbin &
MCubbin dalam Nichols, 2013).
Ketahanan keluarga berakar pada perspektif
positif dan melihat keluarga sebagai unit kolektif dari
sejumlah individu yang berinteraksi dan memiliki
kekuatan tersendiri. Ketahanan keluarga berkembang
dengan menempatkan keluarga sebagai unit fungsional

Yudithia & Mahadiansar | 141


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

yang menjadi sumber bagi anggota keluarga untuk


menjadi ketahanan (Walsh, 2003).
Kemudian ketahanan berdasarkan faktornya,
Mackay (2003) menyebutkan kunci konsep ketahanan
keluarga dapat dipahami dari tiga faktor yaitu faktor
protektif, faktor risiko, dan faktor kerentanan.
Sementara itu, McCubbin, McCubbin, Thomson, Han,
& Alley (1997) mengidentifikasi faktor ketahanan
keluarga terdiri atas faktor protektif, faktor pemulihan
dan faktor ketahanan keluarga umum. Faktor protektif
keluarga meliputi perayaaan keluarga, waktu dan
rutinitas keluarga, dan tradisi keluarga. Faktor
pemulihan meliputi integrasi keluarga, dukungan
keluarga dan membangun harga diri, orientasi rekreasi
keluarga dan optimisme keluarga. Ada juga faktor
ketahanan keluarga umum adalah faktor yang dapat
berperan sebagai faktor protektif dan faktor pemulihan
keluarga yang meliputi strategi problem solving, proses
komunikasi yang efektif, kesamaan, spiritualitas,
fleksibilitas, kebenaran, harapan, dukungan sosial, serta
kesehatan fisik dan emosional.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas
dapat diperoleh sebuah gambaran tentang faktor -
faktor yang dapat membangun ketahanan keluarga,
faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua yakni: a)

142 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

faktor internal, adalah faktor yang berasal dari diri


individu, termasuk di dalamnya kapasitas kognitif,
komunikasi, emosi, fleksibilitas, spiritual dan b) faktor
eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri
individu, termasuk di dalamnya dukungan dari anggota
keluarga lain, menghabiskan waktu bersama keluarga,
kondisi finansial yang baik, dan hubungan yang baik
dengan lingkungan sosial. McCubin (1997) dalam
sebuah bukunya menyebutkan dua komponen resiliensi
keluarga yaitu
a. Kemampuan keluarga untuk menjaga pola
keberfungsian yang terbangun setelah adanya
kesulitan dan tekanan;
b. Kemampuan keluarga untuk pulih dengan cepat dari
trauma atau kejadian meneka yang menyebabkan
perubahan dalam keluarga.
Kedua komponen tersebut dalam ketahanan
keluarga disebut sebagai karakteristik elastis dan daya
mengapung. Keluarga yang memiliki ketahanan adalah
keluarga yang menunjukkan interaksi sebagai sesuatu
yang dinamis, integrasi antara faktor-faktor protektif
dan perbaikan yang signifikan meliputi optimisme,
spiritualitas, keserasian, fleksibilitas, komunikasi,
manajemen keuangan, waktu dan rekreasi, rutinitas dan
ritual, serta dukungan sosial (Patterson, 2002). Di

Yudithia & Mahadiansar | 143


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Indonesia, konsep ketahanansi keluarga lebih dikenal


dengan ketahanan keluarga. Penjelasan ketahanan
keluarga dirangkum sebaga berikut: Keluarga
diamahkan oleh Undang Undang Nomor 52 Tahun
2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga:
a. Bab II : Bagian Ketiga Pasal 4 Ayat (2), bahwa
upaya sebuah pembangunan keluarga bertujuan
untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat
timbul rasa aman, tenteram dan harapan masa depan
yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan
lahir dan kebahagiaan batin.
b. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan
bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki
jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa.
c. Kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang akan
mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi,
sosial dan budaya, kemandirian keluarga dan mental
spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan
dasar untuk mencapai keluarga sejahteraan
d. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah
kondisi keluarga yang memiliki serta keuletan dan

144 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

ketangguhan sebagai upaya mengandung


kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri dan
mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup
harmonis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
serta meningkatkan kebahagiaan lahir dan batin.
e. Pemberdayaan keluarga adalah upaya untuk
meningkatkan kualitas keluarga, baik sebagai
sasaran maupun sebagai pelaku utama
pembangunan, sehingga tercipta upaya peningkatan
ketahanan baik fisik maupun non fisik, kemandirian
serta kesejahteraan keluarga dalam rangka
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Selain itu, ketahanan keluarga dijelaskan dalam
UU Nomor 10/1992 sebagai dinamika suatu keluarga
yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan fisik material dan psikis
mental spiritual guna hidup mandiri, mengembangkan
diri dan keluarganya untuk mencapai keadaan harmonis
dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. Hal
ini senada dengan definisi ketahanan keluarga dari The
National Network for Family Ketahanance (1995) yang
menyebutkan bahwa ketahanan keluarga menyangkut
kemampuan individu atau sebuah keluarga untuk
memanfaatkan potensinya untuk menghadapi tantangan
hidup, termasuk kemampuan untuk mengembalikan

Yudithia & Mahadiansar | 145


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

fungsifungsi keluarga seperti semula dalam


menghadapi tantangan dan krisis.
Menurut Chapman (2000) ada lima tanda adanya
ketahanan keluarga (family strength) yang berfungsi
dengan baik (functional family) yaitu
a. Sikap melayani sebagai tanda kemuliaan
b. Keakraban antara suami istri menuju kualitas
perkawinan yang baik
c. Orang tua yang mengajar dan melatih anak nya
dengan penuh tantangan kreatif, pelatihan ataupun
membina secara konsisten dan mengembangkan
keterampilan
d. Suami - istri yang menjadi pemimpin dengan penuh
kasih dan
e. Anak yang mentaati dan menghormati orangtuanya.
Senada dengan Chapman, Pendapat Pearsall
(1996) menyatakan bahwa rahasia ketahanan/ kekuatan
keluarga berada diantara nya pada jiwa altruism antara
anggota keluarga yaitu berusaha melakukansesuatu
untuk yang lain, melakukan dan upaya melangkah
bersama, pemeliharaan dalam suatu hubungan keluarga,
menciptakan atmosfir positif, melindungi martabat
bersama dan merayakan kehidupan bersama. Adapun
menurut Martinez et al. (2003), yang disebut dengan

146 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

keluarga yang kuat dan sukses, yang dapat diartikan


sebagai ketahanan adalah keluarga dengan kriteria:
a. Kuat dalam aspek kesehatan, indikatornya adalah
keluarga merasa sehat secara fisik, mental,
emosional dan spiritual yang maksimal.
b. Kuat dalam aspek ekonomi, indikatornya adalah
keluarga memiliki sumber daya ekonomi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (a
living wage) melalui kesempatan bekerja,
kepemilikan aset dalam jumlah tertentu dan
sebagainya.
c. Kuat dalam kehidupan keluarga yang sehat,
indikatornya adalah bagaimana keluarga terampil
dalam upaya mengelola sebuah resiko, kesempatan,
konflik dan pengasuhan untuk mencapai kepuasan
hidup.
d. Kuat dalam aspek pendidikan, indikatornya adalah
kesiapan anak untuk belajar dirumah dan sekolah
sampai mencapai titik tingkat pendidikan yang
diinginkan / diharapkan sebagai kekuatan dengan
keterlibatan dan dukungan peran orang tua hingga
anak mencapai kesuksesan.
e. Kuat dalam aspek kehidupan bermasyarakat,
indikatornya adalah jika keluarga memiliki
dukungan seimbang antara yang bersifat formal

Yudithia & Mahadiansar | 147


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

ataupun informal dari anggota lain dalam


masyarakatnya, seperti hubungan sosial antar
anggota masyarakat, dukungan teman, keluarga dan
sebagainya, dan
f. Kuat dalam menyikapi perbedaan budaya dalam
masyarakat melalui keterampilan interaksi personal
dengan berbagai budaya.
Sementara itu, konsep ketahanan keluarga
Indonesia dari Sunarti (2001) yang menjelaskan bahwa
ketahanan keluarga yang akan menyangkut kemampuan
keluarga dalam upaya mengelola masalah yang di
hadapinya berdasarkan sumber daya yang dimiliki
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini dapat
diukur dengan menggunakan pendekatan sistem yang
meliputi komponen input (sumber daya fisik dan non
fisik), proses (manajemen keluarga, salah keluarga,
mekanisme penanggulangan) dan output (terpenuhinya
kebutuhan fisik dan psikososial). Jadi keluarga
mempunyai :
a. Ketahanan fisik apabila terpenuhinya kebutuhan
pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan
kesehatan (indikator: pendapatan per kapita melebihi
kebutuhan fisik minimum) dan terbebas dari
masalah ekonomi (indikator: terbebas dari masalah
ekonomi).

148 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

b. Ketahanan sosial apabila berorientasi nilai Agama,


komunikasi berlangsung efektif, komitmen keluarga
tinggi (pembagian peran, dukungan untuk maju dan
waktu kebersamaan keluarga, membina hubungan
sosial dan mekanisme penanggulangan masalah.
c. Ketahanan psikologis keluarga apabila keluarga
mampu menanggulangi masalah non fisik,
pengendalian emosi secara positif, konsep diri
positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan)
dan kepedulian suami terhadap istri.
Sebagai kesimpulan, ketahanan keluarga
merupakan suatu konsep holistik yang merangkai alur
pemikiran suatu sistem, mulai dari kualitas ketahanan
sumber daya, strategi coping dan appraisal‗. Ketahanan
keluarga kemudian dipandang sebagai proses adaptasi
terhadap tantangan untuk kesejahteraan psikologis. Hal
ini juga menegaskan bahwa ketahanan keluarga
merupakan sebuah kondisi kontinum yaitu keluarga
dapat menjadi lebih atau kurang ketahanan bergantung
pada satu situasi tertentu (Mackay, 2003) Walsh (2006)
menyebut ketahanan keluarga sebagai proses
penyembuhan keluarga setelah krisis yang berfokus
pada kunci proses keluarga untuk beradaptasi.

Yudithia & Mahadiansar | 149


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Ketahanan Resiko
Ketahanan resiko adalah kapasitas sebuah sistem,
komunitas atau masyarakat yang memiliki potensi
terpapar pada bencana untuk beradaptasi, dengan cara
bertahan atau berubah sedemikian rupa sehingga
mencapai dan mempertahankan suatu tingkat fungsi
dan struktur yang dapat diterima. Hal ini ditentukan
oleh tingkat kemampuan sistem sosial dalam
mengorganisasi diri dalam meningkatkan kapasitasnya
untuk belajar dari bencana di masa lalu, perlindungan
yang lebih baik di masa mendatang, dan meningkatkan
upaya-upaya pengurangan risiko bencana (UNISDR,
2004). Ketahanan umumnya dilihat sebagai konsep
yang lebih luas daripada kapasitas karena melampaui
perilaku, strategi dan tindakan khusus untuk
pengurangan risiko dan manajemen yang biasanya
dipahami sebagai kapasitas. Namun, sulit untuk
memisahkan konsep dengan jelas. Dalam penggunaan
sehari-hari, 'kapasitas' dan ataupun 'kapasitas
penanganan' sering kali berarti sama dengan 'ketahanan'
(Twigg, 2007).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketahanan
resiko yaitu lima bentuk modal atau biasa disebut
livelihood asset. Modal-modal tersebut mempengaruhi
komunitas dalam mencari sumber nafkah.

150 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Penganekaragaman sumber nafkah membuat komunitas


tidak bergantung pada satu sumber saja, sehingga
apabila ada bencana yang terjadi maka komunitas dapat
memanfaatkan sumber nafkah lain untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Menurut Ellis (2000) dalam
Nizwah (2011), kelima bentuk modal tersebut antara
lain: modal sumberdaya alam, modal fisik, modal
manusia, modal finansial dan modal sosial. Modal
sumberdaya alam (Natural Capital) bisa juga disebut
sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari
berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia.
Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa
diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui.
Contoh dari modal sumberdaya alam adalah air,
pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan,
stok ikan di perairan, maupun sumberdaya mineral
seperti minyak, emas, batu bara dan sebagainya. Modal
fisik (Physical Capital) merupakan modal yang
berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi,
jalan, gedung, dan lain sebagainya. Modal manusia
(Human Capital) merupakan modal utama apalagi pada
masyarakat yang dikategorikan "miskin". Modal ini
berupa tenaga kerja yang tersedia dalam rumahtangga
yang dipengaruhi oleh pendidikan, keterampilan dan
kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Yudithia & Mahadiansar | 151


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Modal finansial (Financial Capital and Subtitutes)


berupa uang, yang digunakan oleh rumahtangga. Modal
ini dapat berupa uang tunai, tabungan, akses dan
pinjaman.
Twigg (2007) menerangkan bahwa ketahanan
resiko mencakup tiga pengertian, yaitu
a. Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan
yang menghancurkan, melalui perlawanan atau
adaptasi.
b. Kapasitas untuk mengelola, atau juga
mempertahankan fungsi-fungsi dan struktur -
struktur dasar tertentu
c. Kapasitas untuk memulihkan diri atau ‗melenting
balik‘ setelah suatu kejadian.
Bruneau, et.al (2003) mengusulkan empat
dimensi yang terkait dengan interferensi dari
ketahanan, yaitu teknis, organisasi, sosial, dan
ekonomi, sementara Simpson (2006) menyatakan
bahwa bahaya, aset masyarakat, social capital,
infrastruktur atuapun kualitas sistem, perencanaan,
pelayanan sosial, dan demografi populasi adalah
indikator ketahanan. Ada dua jenis yang di hadapi
dalam ketahanan yang sangat penting yaitu :
a. Resiko adalah hasil dari pemaparan masyarakat
terhadap bahaya, dalam ruang dan waktu, dan

152 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kerentanan masyarakat. Bahaya adalah kejadian


alami atau sosio alam, yang merupakan kombinasi
antara masyarakat dan lingkungan.
b. Manajemen risiko serta sebuah adaptasi bertujuan
untuk memodifikasi kondisi atau bahaya.
Definisi ketahanan resiko yang akan di
sempurnakan yang artinya kemampuan untuk
bertahan dan mengatasi bencana dengan dampak
minimum dan kerusakan (Berke and Campanella
(2006); National Research Council (2006) dalam
Cutter et al. (2008)). Ini mencakup beberapa
kapasitas untuk mengurangi atau menghindari
kerusakan, mengandung dampak bencana, dan pulih
dengan sedikit gangguan sosial (Buckle et al. (2000);
Manyena (2006); Tierney dan Bruneau (2007) dalam
Cutter et al. (2008)). Ketahanan dalam penelitian
bahaya umumnya difokuskan pada rekayasa dan
sistem sosial, dan mencakup tindakan prabencana
untuk mencegah terjadinya bencana.

Ketahanan Pembagunan
Pada sekitar tahun 1970 sekelompok ilmuwan
pengembangan perintis mengalihkan perhatian mereka
ke fenomena yang dapat diamati dari anak-anak
berisiko masalah dan psikopatologi yang tetap berhasil

Yudithia & Mahadiansar | 153


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dalam kehidupan (Masten, 1999). Para peneliti ini


berpendapat bahwa memahami fenomena seperti itu,
studi tentang "ketahanan," memegang potensi untuk
menginformasikan program, kebijakan, dan intervensi
diarahkan untuk mempromosikan kompetensi dan
mencegah atau memperbaiki masalah dalam kehidupan
anak - anak. Para pionir ini menginspirasi tiga dekade
penelitian tentang ketahanan dalam pengembangan itu
telah menyediakan model, metode, dan data dengan
implikasi untuk teori, penelitian, dan intervensi.
Menyoroti hasil kerja generasi pertama ini dan itu
implikasi dan mempertimbangkan ke mana arahnya
peneliti, praktisi, dan pembuat kebijakan. demikian
sejarah singkat tentang penelitian ketahanan dalam
psikologi. Di bagian selanjutnya deskripsikan model
konseptual dan metode yang sesuai yang telah
mencirikan penelitian tentang ketahanan hingga saat
ini. Kesimpulan paling mencolok yang muncul dari
semuanya uraian diatas adalah tentang ketahanan dalam
pembangunan adalah itu kekuatan ketahanan dan
pemulihan yang luar biasa anak-anak muncul dari
proses biasa. Itu Bukti menunjukkan bahwa anak-anak
yang ―membuat itu" memiliki sistem pelindung
manusia dasar yang beroperasi dalam mendukung
mereka. Ketahanan tidak datang dari kualitas langka

154 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dan khusus tetapi dari operasi sistem manusia biasa,


timbul dari otak, pikiran, dan tubuh anak-anak, dari
hubungan mereka dalam keluarga dan komunitas, dan
dari sekolah, agama, dan tradisi budaya lainnya.
Psikologi positif, fokus dalam menggambarkan
kembalinya studi tentang bagaimana sistem ini dan
interaksinya meningkat adaptasi dan pengembangan
yang baik, serta ketahanan.
Ketertarikan akan adaptasi positif yang nyata
dalam sejarah awal psikologi adalah menikmati
kebangkitan yang menghidupkan kembali sebagian
oleh studi tentang anak-anak yang tahan banting di
tahun 1970-an dan 1980-an; sekarang psikologi positif
kemungkinan akan terjadi menginformasikan teori dan
aplikasi tentang ketahanan untuk kepentingan
masyarakat. Ada contoh studi ketahanan dalam sebuah
pembangunan telah menghasilkan "perubahan laut"
dalam kerangka kerja untuk memahami dan membantu
anak-anak dalam bahaya atau sudah dalam kesulitan.
Pergeseran terbukti dalam mengubah konseptualisasi
tujuan dalam pencegahan dan intervensi yang telah
dibahas secara kompetensi sebagai keutamaan masalah.
Hal ini juga terlihat dalam penilaian yang mencakup
kekuatan selain risiko dan masalah.

Yudithia & Mahadiansar | 155


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

3.5. Kecerdasan
3.5.1. Menurut Para Ahli
Dalam mengartikan kecerdasan, para ahli
mempunyai sebuah pengertian yang beragam.
Kecerdasan dipandang sebagai upaya kemampuan
memahami dunia, berpikir secara rasional dan
menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat
dihadapkan dengan tantangan. Ada juga para peneliti
baik akademisi berpendapat bahwa kecerdasan sebagai
bentuk kemampuan general manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir
dengan cara rasional. Selain itu, kecerdasan dapat juga
diartikan sebagai kemampuan pribadi untuk
memahami, melakukan inovasi,dan memberikan solusi
terhadap dalam berbagai situasi. Kecerdasan yang
dikemukan oleh Gregory yang mengatakan Kecerdasan
adalah kemampuan atau keterampilan untuk
memecahkan masalah atau menciptakan produk yang
bernilai dalam satu atau lebih bangunan budaya
tertentu. Lalu C. P. Chaplin menjelaskan bahwa
Kecerdasan yang dimaksudkan adalah kemampuan
menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi
baru secara tepat dan efektif.
Sementara itu Anita E. Woolfolk berdalih bahwa
Kecerdasan adalah kemampuan untuk sebuah upaya

156 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh dan


kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru atau
lingkungan pada umumnya.

3.5.2. Kecerdasan Buatan


Kecerdasan buatan atau biasa di sebut Artificial
Intelligence (AI) adalah salah satu bidang terbaru dalam
dunia sains dan teknik. Menurut Russell & Norvig
(2010:1), AI mulai dikerjakan sungguhsungguh setelah
Perang Dunia II, dan nama AI sendiri tercipta pada tahun
1956. Berdasarkan Russell & Norvig (2010:2), definisi AI
terbagi menjadi beberapa kategori :
1. Sistem yang menirukan tingkah manusia (Acting
Humanly) ―Ilmu tentang bagaimana membuat komputer
melakukan hal sesuatu, dimana saat itu, orang lebih
baik.‖ (Rich and Knight, 1991)
2. Sistem yang berpikir layaknya manusia (Thinking
Humanly) ―Kegiatan yang berkaitan dengan pemikiran
manusia, kegiatan yang membuat keputusan,
menyelesaikan masalah, belajar.‖ (Bellman, 1978)
3. Sistem yang bertingkah secara rasional (Acting
Rationally) ―Studi tentang kemampuan mental melalui
penggunaan model komputasi.‖ (Charniak dan
McDermott, 1985)

Yudithia & Mahadiansar | 157


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

4. Sistem yang berpikir secara rasional (Thinking


Rationally) ―AI berkaitan dengan perilaku cerdas dalam
artefak.‖ (Nilsson, 1998)
Berdasarkan Jurnal Introduction to Artificial
Inteligence (Wolfgang Ertel, 2011). Artificial Intelligence
adalah suatu aturan yang mengikuti contoh yang ada dan
definisi yang telah ada untuk mebuat sebuah prediksi dan
mengambil sebuah keputusan. Kemudian Buku Artificial
Intelligence : A Modern Approach Third Edition (2003).
Sejarah AI diceritakan sebagai berikut :
a. Masa Persiapan Kecerdasan Buatan (1943–1955);
Warren McCulloch and Walter Pitts (1943)
membuat karya pertama yang umumnya disebut AI.
Mereka membuat sebuah jaringan neuron buatan
berdasarkan tiga sumber, yaitu: pengetahuan tentang
fisiologi dasar dan fungsi neuron di otak, sebuah
analisis formal logika proporsional Russell dan
Whitehead, dan teori Turing komputasi. Pada tahun
1949, Donald Hebb menunjukkan aturan sederhana
baru untuk memodifikasi kekuatan hubungan antara
neuron. Namun Marvin Minsky dan Dean Edmonds,
dua mahasiswa sarjana di Harvard yang membangun
komputer jaringan saraf pertama pada tahun 1950.
b. Kelahiran Kecerdesan Buatan (1956); John
McCarthy merupakan tokoh lain yang

158 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

berpengaruh dalam AI. Setelah menerima PhD pada


tahun 1951 di Princenton dan bekerja selama dua
tahun sebagai instruktur, McCarthypindah ke
Stanford dan kemudian ke Perguruan Tinggi
Dartmouth untuk di jadikan sebagai tempat
penelitian. McCarthy yakin Minsky, Claude
Shannon, dan Nathaniel Rochester untuk
membantunya bersama-sama peneliti AS yang
tertarik pada teori automata, jaring saraf, dan studi
kecerdasan.
Pada musim panas sekitar tahun1956, McCarthy
mengumumkan 10 studi tentang kecerdasan buatan di
Dartmouth College di Hanover, New Hampshire.
Penelitian ini untuk melanjutkan atas dasar dugaan
bahwa setiap aspek pembelajaran atau fitur lain
kecerdasan bisa pada prinsipnya begitu tepat
menggambarkan bahwa mesin dapat dibuat untuk
mensimulasikan itu Sebuah usaha untuk menemukan
bagaimana membuat mesin menggunakan bahasa,
bentuk abstraksi dan konsep, memecahkan jenis
masalah yang terjadi pada manusia.

3.5.3. Kecerdasan Emosional


Istilah kecerdasan emosional pertama kali
diperkenalkan oleh Piter Salovey dari Harvard University

Yudithia & Mahadiansar | 159


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dan Jhon Mayer dari University of New Hampshire


(1990). Konsep ini kemudian berkembang pesat karena
dianggap sebagai komponen dalam membentuk tingkah
laku cerdas. Menurut Salovey dan Mayer (1990) dalam
Tikollah (2006), kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengetahui perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta
menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran
perilaku seseorang. Sejalan dengan hal tersebut, menurut
Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk
memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik
di dalam diri dan hubungan (Goleman dan Sutherland,
1996).
Dikutip dari Cooper, menurut Palmer, kecerdasan
emosional adalah kemampuan mengindra, memahami dan
dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi
sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh (Palmer,
Walls, Burgess, dan Stough, 1994). Kecerdasan emosional
merupakan kemampuan seseorang untuk bisa mengenal
dirinya sendiri dengan lebih baik dan mengenal orang lain
sehingga akan mampu menjalin sebuah hubungan yang
harmonis dengan orang lain. Pengenalan diri sendiri
maupun pengenalan pada orang lain ini adalah pengenalan
atas potensi - potensi maupun kelemahan-kelemahan
dalam diri yang menyebabkan seseorang mampu

160 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

menempatkan diri ketika berhubungan dengan orang lain.


Seseorang dengan kemampuan kecerdasan emosional
tinggi akan mampu mengenal dirinya sendiri, mampu
berpikir rasional dan berperilaku positif serta mampu
menjalin hubungan sosial yang baik karena didasari
pemahaman emosi orang lain (Efendi dan Sutanto, 2013).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang
untuk mengerti, mengenal, memantau, mengelola dan
mengendalikan perasaan dan emosi sendiri serta orang lain
sehingga membentuk sebuah tingkah laku cerdas yang
memadukan antara pikiran dan tindakan (Jamaluddin,
2011). Dalam pembahasan kali ini sangat unik yaitu yang
membahas tentang Kecerdasan emosional merupakan
kemampuan diri seseorang untuk menerima, menilai,
mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain
di sekitarnya. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu
pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan
suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan
ini dinilai tidak kalah penting dengan beberapa tingkatan
kecerdasan intelektual (IQ).
Sebuah hasil dari penelitian mengungkapkan bahwa
kecerdasan emosional dua kali lebih penting dari pada
kecerdasan intelektual memberikan kontribusi terhadap
apa yang akan hadir dalam kesuksesan seseorang.

Yudithia & Mahadiansar | 161


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Kemudian Howard Gardner (1983) terdapat lima unsur


dan pokok utama dari tipe kecerdasan emosional
seseorang yakni mampu menyadari dan mengelola emosi
diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain,
mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain
secara emosional serta dapat menggunakan alat emosi diri
sebagai alat untuk memotivasi diri. Goleman menjelaskan
bahwa kecerdasan emosi dapat didefinisikan dalam empat
dimensi yaitu:
1. Self-awareness ; kemampuan manusia untuk secara
akurat memahami diri sendiri dan tetap sadar terhadap
emosi diri ketika emosi muncul, termasuk tetap
mempertahankan cara manusia dapat merespons situasi
tertentu dan orang-orang tertentu didalamnya terdapat
kesadaran emosi (emotional awareness), penilaian diri
yang akurat (accurate self-assessment), dan
kepercayaan diri (self confidence);
2. Social Awareness; kemampuan manusia untuk secara
tepat menangkap emosi orang lain dan mengerti apa
yang benar-benar terjadi, dapat diartikan memahami
apa yang orang lain pikirkan dan rasakan walaupun
tidak merasakan yang sama, di dalamnya terdapat:
empati, orientasi pelayanan (service orientation),
kesadaran berorganisasi (organizational awareness);

162 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

3. Self Management; kemampuan untuk menggunakan


kesadaran emosi manusia untuk tetap fleksibel dan
secara positif mengarahkan perilaku diri manusia itu
sendiri, yang berarti mengelola reaksi emosi manusia
itu sendiri kepada semua orang dan situasi, didalamnya
terdapat: kontrol emosi diri (emotional self-control)
yang dapat dipercaya (trustworthiness) kemudian di
teliti (conscientiousness) serta adanya kemampuan
beradaptasi (adaptability), dengan dorongan berprestasi
(achievement drive), inisiatif;
4. Relationship Management; kemampuan untuk
menggunakan kesadaran emosi manusia dan emosi
orang lain untuk mengelola interaksi yang berhasil,
termasuk berkomunikasi dengan jelas dan efektif untuk
mengatasi konflik, yang didalamnya terdapat
memajukan orang lain (developing others), dapat
mempengaruhi (influence) dengan upaya komunikasi
(communication), adanya manajemen konflik (conflict
management) yang dapat memimpin (visionary
leadership), catalyzing change, membangun ikatan
(building bonds), kerjasama dan berkolaborasi.

3.5.4. Kecerdasan Spritual


Kecerdasan Spritual merupakan kemampuan
seseorang untuk bisa memahami makna yang terjadi di

Yudithia & Mahadiansar | 163


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dalam lingkungan masyarakat sehingga bisa memiliki


fleksibilitas ketika menghadapi persoalan yang ada di
dalam masyarakat. Dalam artian, kecerdasan tersebut
bisa digunakan untuk menempatkan perilaku serta
hidup ke dalam konteks dengan makna yang lebih luas,
keceradasan tersebut nantinya akan menilai jika
tindakan ataupun jalan hidup dari seseorang akan lebih
bermakan dibandingkan dengan yang lainnya.
Kecerdasan Spritual (SQ) sebenarnya merupakan
landasan yang digunakan untuk memfungsikan
Intellegent Quotient (IQ) serta Emotional Quotient
(EQ) dengan efektif.
Menurut Khalil A Khavari, kecerdasan spritual
dapat diartikan sebagai fakultas dimensi yang non
material atau dapat dikatakan sebagai jiwa manusia.
Khalil mengibaratkannya dengan intan yang belum
terasah sama sekali serta dimiliki oleh setiap manusia.
Menurut Stephen R. Covey, kecerdasan spritual
menjadi pusat yang paling dasar dari kecerdasan
lainnya. Hal ini dikarenakan kecerdasan spritual
menjadi sumber bimbingan untuk kecerdasan lainnya.
Kecerdasan Spritual dapat dikatakan sebagai
perwakilan kerinduan akan makna serta hubungan yang
tidak terbatas. Sedangkan menurut Tony Buzan,
kecerdasan spritual merupakan hal yang berkaitan

164 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dengan bagian yang mana menjadi rancangan dari


segala hal yang lebih besar. Meliputi ―melihat sesuatu
gambaran secara menyeluruh. Zohar (2011)
menjelaskan jika terdapat 10 kriteria yang digunakan
untuk mengukur kecerdasan spritual yang ada di dalam
individu, antara lain adalah :
a. Kesadaran diri sendiri.
b. Spontanitas, termotivasi secara internal.
c. Melihat kehidupan pada visi serta berdasar pada
nilai-nilai yang fundamental.
d. Holistik, yaitu melihat sistem serta universalitas.
e. Kasih sayang.
f. Menghargai terhadap keragaman.
g. Mandiri serta teguh melawan mayoritas.
h. Mempertanyakan hal secara mendasar.
i. Menata kembali di dalam gambaran besar.
j. Teguh dalam menjalani kesulitan
Ciri Ciri kecerdasan spritual yang ada dan
berkembang dalam diri individu antara lain:
a. Memiliki kemampuan yang sifatnya fleksibel.
b. Tingkat kesadarannya yang cukup tinggi.
c. Kemampuan dalam upaya menghadapi serta
memanfaatkan penderitaan.
d. Kemampuan dalam upaya menghadapi serta
melampaui rasa sakit yang dilalui.

Yudithia & Mahadiansar | 165


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

e. Kualitas hidup yang diilhami dari nilai dan visi.


f. Ketidakmauan untuk menyebabkan terjadi hal-hal
merugikan yang tidak perlu.
g. Kecenderungan melihat keterkaitan yang ada dari
berbagai hal.
h. Kecenderungan nyata dalam bertanya mengapa
ataupun bagaimana untuk dapat mencari jawaban
yang mendasar.
i. Menjadi sesuatu yang di sebut psikolog sebagai bida
mandiri, memiliki kemudahan dalam bekerja untuk
melawan konvensi.
Berikut ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan kecerdasan Spritual pada diri
seseorang, antara lain adalah :
a. Taat agama, hal ini menjadi tolak ukura yang cukup
penting. Agama akan mengajarkan anda agar dapat
berbuat kebaikan bahkan kepada sesama.
Mengajarkan untuk saling membantu, tidak mencuri,
dan lainnya. Jika hal ini diterapkan dalam kegiatan
yang ada di masyarakat maka tentunya anda akan
dianggap sebagai orang baik di mata masyarakat
lainnya. (baca juga: Tipe Kepribadian Manusia)
b. Peduli serta memberikan kasih sayang dan
memperhatikan kondisi lingkungan yang ada

166 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

disekitarnya. Memberikan kasih sayang kepada


orang lain adalah kepedulian terhadap sesama.
c. Bekerja sama dengan lainnya, hal ini menjadi salah
satu aspek penting untuk bisa hidup berkelompok
juga bisa mencoba untuk memberikan kepercayaan
kepada orang lainnya jika semua hasil pekerjaannya
akan sama baiknya dengan yang anda lakukan.
d. Merenung, cobalah meluangkan waktu sejenak
untuk berpikir mengenai hal-hal yang sudah anda
lakukan sebelumnya. Selain itu cobalah pula untuk
merenungkan apa yang akan anda lakukan
kedepannya.
e. Jangan berlaku sombong, perasaan sombong,
dengki, dan iri merupakan hal yang harus anda
jauhi.

3.5.5. Kecerdasan Intelektual


Kecerdasan Intelektual yang pertama kali
diperkenalkan oleh Alfred Binet pada sekitar abad ke 20.
Alfred Binet membagi tingkat kecerdasan manusia dalam
beberapa kelompok menurut hasil penelitiannya. Lewi
Ternman yang merupakan dosen Universitas Stanford
mengembangkan pengelompokkan dan membakukan
penelitian yang dibuat oleh Binet dengan menyesuaikan
dengan norma populasi. Pada intinya, kecerdasan

Yudithia & Mahadiansar | 167


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

intelektual / intelegensi adalah suatu kemampuan


kecerdasan seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah
matematis dan rasional (Misbach 2008), atau kemampuan
kognitif yang dimiliki organisme untuk menyesuaikan diri
secara efektif pada lingkungan yang kompleks dan selalu
berubah serta dipengaruhi oleh faktor genetik (Boehm,
2011)
Beberapa ahli yang lain memberikan pengertian
bahwa inteligensi sebagai kapasitas rata-rata seorang
individu yang dapat dilihat dalam kemampuan individu
untuk menghadapi tuntutan kehidupan, dan berhubungan
dengan keahlian dalam berfikir skala normal dan rasional
(Trihandini 2005), selain itu juga merupakan salah satu
ukuran kemampuan yang berperan dalam pemrosesan
logika, bahasa dan matematika yang bekerja pada otak
bagian kiri (Ardana, Aritonang, dan Dermawan, 2013).
Menurut Robbins (2001), kecerdasan intelektual
dibagi menjadi tujuh dimensi:
a. Kecerdasan angka dalam kemampuan untuk
menghitung dengan cepat dan tepat
b. Pemahaman verbal Merupakan kemampuan memahami
apa yang dibaca dan didengar
c. Kecepatan persepsi Merupakan kemampuan mengenali
kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat.

168 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

d. Penalaran induktif yang merupakan upaya kemampuan


mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah serta
upaya memecahkan masalah itu.
e. Penalaran deduktif merupakan sebuah kemampuan
yang menggunakan logika dan menilai implikasi dari
suatu argumen.
f. Visualisasi spasial merupakan adanya sebuah
kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek
akan tampak seandainya posisinya dalam ruang
dirubah.
g. Daya ingat Kemampuan menahan dan mengenang
kembali pengalaman masa lalu.
Kecerdasan intelektual (IQ) diyakini menjadi sebuah
ukuran standar kecerdasan selama bertahun - tahun.
Bahkan hingga hari ini pun masih banyak orangtua yang
mengharapkan anak - anaknya pintar, terlahir dengan
intelligence quotient (IQ) di atas level normal (lebih dari
100). Syukur - syukur kalau bisa jadi anak superior dengan
IQ diatas 130. Harapan ini tentu sah saja. Dalam
paradigma IQ dikenal kategori hampir atau genius jika
seseorang punya IQ di atas 140. Albert Einstein adalah
ilmuwan yang IQ-nya disebut lebih dari 160. Dalam
perjalanan berikutnya orang yang mengamati dan
pengalaman juga memperlihatkan, tidak sedikit orang

Yudithia & Mahadiansar | 169


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dengan IQ tinggi, yang sukses dalam studi, tetapi kurang


berhasil dalam karier dan pekerjaan.
Dari realitas itu, lalu ada yang menyimpulkan, IQ
penting untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi kemudian
jadi kurang penting untuk 11 menapak tangga karier.
Untuk menapak tangga karier, ada sejumlah unsur lain
yang lebih berperan, sebagai contoh, seberapa jauh
seseorang bisa bekerja dalam tim, seberapa bisa ia
menenggang perbedaan, dan seberapa luwes ia
berkomunikasi dan menangkap bahasa tubuh orang lain.
Unsur tersebut memang tidak termasuk dalam tes
kemampuan (aptitude test) yang ia peroleh saat mencari
pekerjaan (Misbach, 2008)

3.5.6. Kecerdasan Moral


Banyak para ahli yang telah memberi gagasan
konseptual teoritik dalam perkembangan moral, namun
yang paling terkenal diantara mereka adalah Piaget dan
Kohlberg. Konsep keduanya dikenal dengan sebutan
peningkatan moral reasoning atau biasa disenut pemikiran
moral (Santrock, 2003:439). Kontribusi Piaget dan
Kohlberg dalam kajian psikologi khususnya pada tahapan
perkembangan moral cukup besar, sebab keduanya
mampu menggagas tahapan - tahapan teoritik dalam
perkembangan moral secara mendalam. Piaget (dalam

170 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Kasman, 2010:25) merupakan salah satu ahli yang telah


mampu menguraikan tahapan perkembangan moral secara
sistematik yang terangkum dalam bingkai proyek
perkembangan kognitif (the cognitive development
project). Piaget mengklasifikasikan proses dalam
menentukan ―baik-buruk‖ melalui proses penalaran ratio
(cognitive). Seiring berkembangannya proses kajian ilmiah
terhadap teori moral, banyak terjadi penyempurnaan
terhadap teori perkembangan moral Piaget, salah satu yang
terkenal adalah Kohlberg.
Tahapan perkembangan moral Kohlberg (dalam
Santrock, 2007 : 443) memiliki pengaruh dari konsep
moral Piaget. Namun, Kohlberg mampu menjabarkan
tahapan moral anak lebih luas yaitu enam tahapan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
keberadaan kedua teori tersebut mendapat sambutan dan
responyang baik, namun banyak juga pakar psikologi
maupun akademisi yang melontarkan kritikan terhadap
teori perkembangan keduanya. Kritikan tersebut kemudian
mendorong para pakar berusaha untuk melakukan
menyempurnakan teori moral Piaget dan Kohlberg.
Perkembangan moral tidak hanya didasarkan atau
dipengaruhi faktor kognitif, menurut Bandura (dalam
Kasman, 2010: 27) kemudian harus dikombinasikan
dengan faktor sosial, sebab faktor kognitif memiliki

Yudithia & Mahadiansar | 171


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

keterkaitan atau singgungan dengan lingkungan sosial,


misalnya perkembangan anak yang dipengaruhi oleh
interaksi sosial keluarga. Pengaruh sosial terhadap moral
selain memberi stimulus bagi proses kognitif dalam
memahami moral, faktor sosial juga menekankan pada
tingkah laku moral (moral behavoristik).
Salah satu bentuk pengembangan dari teori moral ini
yaitu kecerdasan moral yang dikembangkan oleh Lennick
& Kiel yang akan dijadikan sebagai salah satu teori utama
dari penelitian ini. Hal ini dikarenakan teori ini lebih tepat
ditujukan untuk orang dewasa dalam latar belakang
organisasi dalam interaksi sosial maupun sikap kepada diri
sendiri (Lennick & Kiel, 2005:1) Teori Lennick dan Kiel
ini berbeda dengan teori kecerdasan moral yang lain,
misalnya oleh Borba, Burns atau Coles yang lebih terfokus
pada kecerdasan moral untuk anak dan remaja.
Secara etimologis kecerdasan moral berakar dari dua term
kata yaitu kecerdasan (intelligence) dan moral. Menurut
Wechsler, kecerdasan adalah kemampuan untuk bertindak
secara terarah, berfikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif.
Sedangkan moral menurut Rogers (dalam Ali &
Asrori, 2008:136) diartikan sebagai kaidah dan pranata
yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya
dengan kelompok sosial dan masyarakat dan merupakan

172 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

standar baik - buruk yang ditentukan bagi individu atau


dalam diri sendiri memperoleh nilai - nilai sosial budaya
dimana individu sebagai anggota sosial. Menurut Borba,
kecerdasan moral adalah kemampuan dalam memahami
hal yang benar dan yang salah: artinya, memiliki
keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan
keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan
terhormat (Borba, 2008:7). Menurut Lennick dan Kiel
(2005:7) kecerdasan moral adalah kapasitas mental untuk
menentukan bagaimana prinsip universal manusia bisa
diterapkan dalam nilainilai, tujuan dan perbuatan
seseorang. Prinsip universal manusia tersebut terangkum
dalam 4 aspek kecerdasan moral yaitu: (1) Integritas, (2)
Tanggung Jawab, (3) Perasaan Iba, dan (4) Pemaaf.
Kecerdasan moral sebenarnya merupakan kumpulan
dari aspek - aspek tertentu. Lennick dan Kiel (2005)
mengemukakan 4 aspek dari kecerdasan moral dan tiap
aspek tersebut terhubung satu sama lain. Kecerdasan
moral terbangun dari empat prinsip yang membantu
seseorang menghadapi tantangan dan tekanan etika yang
tidak dapat dihindarkan dari kehidupannya. Berikut adalah
empat prinsip utama yang akan menjaga nilai moral pada
diri seseorang:
a. Integritas (Integrity); Ketika seseorang berbuat dengan
integritas dapat menyelaraskan perilaku agar sesuai

Yudithia & Mahadiansar | 173


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dengan prinsip universal manusia. Seseorang bisa


melakukan hal yang menurutnya baik; perbuatannya
tetap berada dijalur yang benar dengan didasarkan
prinsip dan keyakinan yang dianutnya. Orang yang
memiliki integritas ditandai dengan :
1. Berbuat dengan konsisten pada prinsip, nilai dan
sebuah keyakinan (Acting Consistenly
with Principles, Values and Beliefs) yang bertindak
konsisten dengan prinsip, nilai dan keyakinan berarti
penuh makna / tujuan dalam apapun yang dikatakan
atau apapun yang dilakukan.
2. Berkata yang sebenarnya (Telling the Truth)
seseorang yang berbuat dengan jujur akan sangat
tenang karena ia tahu bahwa tak ada hal yang ia
sembunyikan. Sebaliknya ketika seseorang menutupi
sesuatu / berbohong, energinya akan terkuras dan
kegelisahanpun dialami.
3. Berpegang teguh pada kebenaran ( Standing Up For
What is Right) berbuat dengan integritas berarti
seseorang itu berani menerima resiko yang akan
datang ketika ia berpegang pada kebenaran tersebut.
Hal ini dikarenakan berpegang teguh pada prinsip
kebenaran yang memiliki resiko yang kadang tak
terduga.

174 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

4. Memenuhi janji (Keeping Promises) merupakan


memegang janji hal yang akan menunjukkan bahwa
seseorang juga bisa dipercaya untuk melakukan apa
yang telah dikatakan. Ini merupakan kompetensi
yang mana kebanyakan orang akan sulit untuk
menjalankannya secara konsisten. Hal ini karena
lebih mudah mengucapkan janji dari pada
memenuhinya atau merealisasikannya dan bahkan
seringkali seseorang lupa pada janjinya.
b. Tanggung Jawab (Responsibility); Seseorang dikatakan
memiliki tanggung jawab apabila:
1. Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (Taking
Responsibility for Personal Choices) Tanggung
jawab pribadi yang utama adalah keinginan
seseorang untuk menerima semua hasil dari pilihan
yang diambil. Tanggung jawab berarti menerima
apapun hasil dari perbuatan ataupun upaya sebuah
keputusan yang dilakukan, meskipun setiap orang
tinggal didunia yang sulit dimana, anggota keluarga
dan teman yang memberi tekanan.
2. Mengakui kesalahan dan kegagalan (Admitting
Mistakes and Failure) Kompetensi penting lainnya
dari sebuah tanggung jawab temasuk diantaranya
niat atau kemauan untuk bertanggung jawab ketika
yang dilakukan itu salah. Meskipun seseorang tahu

Yudithia & Mahadiansar | 175


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

bahwa tak sempurna dan bisa saja berbuat


kesalahan, mungkin mengakui kesalahan yang masih
tetap menakutkan. Namun kebanyakan orang
ternyata bisa mentoleransi kesalahan tersebut
meskipun jelas mereka tidak senang. Lebih jauh lagi,
mengakui kesalahan dan kegagalan akan lebih
banyak meningkatkan kepribadian yang mengarah
pada reputasi kepemimpinan seseorang dari pada
membahayakan.
3. Berkomitmen untuk melayani sesama (Embracing
Responsibility for Serving Others) Membantu
sesama merupakan jalan yang tepat untuk
menunjukkan integritas dan bisa mendorong orang
lain untuk menirunya. Semua manusia tak bisa
mencari kebahagiaan dengan sendirinya. Hampir
semua dari manusia membutuhkan orang lain untuk
membuat ia bahagia.
c. Perasaan Iba (Compassion); Perasaan iba adalah sikap
yang penting karena peduli terhadap sesama tidak
hanya menunjukkan rasa hormat seseorang pada orang
lain, tetapi juga menjadikan orang lain juga
menghormatinya dan peduli pula ketika ia sedang
membutuhkan. Seseorang dikatakan memiliki perasaan
iba apabila: Peduli terhadap sesama secara aktif
(Actively Caring about Others). Ini berarti seseorang

176 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

melakukan sesuatu yang secara aktif mendukung


pilihan pribadi dari orang lain dan peduli dengan tujuan
orang tersebut.
d. Pemaaf (Forgiveness); Ini adalah prinsip penting
karena tanpa toleransi pada kesalahan dan sikap
kompromi, seseorang akan menjadi pribadi yang kaku,
tidak fleksibel dan menimbulkan kesan buruk kepada
sesama. Seseorang dikatakan pemaaf apabila :
1. Menerima kesalahan diri sendiri (Letting Go of Our
Own Mistakes) Menerima kesalahan diri sendiri
bukan berarti mencari - cari alasan atau pembenaran
untuk kesalahan yang dilakukan akan tetapi memang
seseorang harus menghentikan penilaian yang buruk
terhadap diri sendiri yang akan mengganggu pikiran
ketika ia tidak puas dengan diri sendiri. Hal ini
karena ketika sibuk menyalahkan diri sendiri dengan
frustasi, kecemasan dan penyesalan, maka tak ada
ruang bagi mental seseorang untuk belajar dari
kesalahan.
2. Menerima kesalahan orang lain (Letting Go of
Others Mistakes) Memaafkan orang lain bukan
berarti bahwa akan membenarkan kesalahan orang
lain. Juga bukan berarti ia mengubah cara pandang
tentang keadilan. Ketika seseorang memaafkan, ia
membuat rasa marah dan kekecewaan menjauh.

Yudithia & Mahadiansar | 177


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Tanpa memaafkan, kehidupan manusia tak akan


berjalan baik. Hubungan dekat dengan teman,
keluarga dan rekan kerja tak akan terjadi karena
sikap memaafkan.

3.6. Kesimpulan
Dari penjelasan pendekatan perilaku organisasi yang
telah dijelaskan diatas bahwasanya hanya semata-mata dalam
upaya membangkitkan emosional diri dalam melakukan
tindakan yang di tujukan setiap individu maupun kelompok.
Penjelasan kompenen yang terdiri dari percaya diri, harapan,
optimisme, kecerdasan di kompilasikan sebuah perilaku yang
menghadirkan suatu sifat kebaikan dalam bermasyarakat.

178 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

BAB IV.
Pendekatan Model Kinerja

Yudithia & Mahadiansar | 179


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

180 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

4.1. Gambaran Umum Pendekatan


Setiap instansi atau perusahaan menjalankan seluruh
kegiatan operasionalnya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkannya, terdiri dari elemen para pegawai yang
memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus
dilaksanakan sendiri-sendiri maupun berkelompok dengan
tujuan untuk efisiensi dan optimalisasi pencapaian tujuan
yang akan dicapai. Para pegawai yang bekerja sangat
mempengaruhi kinerja suatu instansi, hal ini karena
pegawai merupakan penggerak utama bagi setiap kegiatan
operasional dan sangat berperan aktif untuk tercapai atau
tidaknya suatu tujuan instansi. Kinerja merupakan suatu
aktivitas dalam penyelesaian tugas dengan upaya
mempunyai sebuah penerapan dengan pengetahuan dan
kemampuan sendiri yang dinyatakan oleh John Shields et
al., (2016:40) bahwasanya untuk melihat ukur sebuah
kinerja dapat dilihat dari segi perilaku.
setiap pegawai yang mengarah kepada produktivitas
dengan melihat kualitas kerja, ketergantungan dalam kerja,
konstribusi yang diberikan. Disisi lain kinerja yang paling
berdampak terhadap reward atau sebuah hadiah agar
kinerja tersebut bisa dicapai dengan maksimal sebagai
kebutuhan organisasi, hal ini sudah menjadi hal yang
wajar sebab kinerja akan berdampak langsung terhadap
kepuasan pelanggan. Kinerja pegawai juga dikategorikan

Yudithia & Mahadiansar | 181


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

baik bahwa kinerja yang meningkat memiliki dampak


positif pada kepuasan, sehingga berfokus pada
peningkatan kinerja individu dapat menjadi kunci untuk
meningkatkan dan mempertahankan pelanggan. Misalnya,
dengan meningkatkan produktifitas dalam pelatihan
layanan pelanggan organisasi sehingga mungkin dapat
meningkatkan kinerja pegawai yang pada gilirannya akan
mengarah pada peningkatan kepuasan hingga bisa
dikatakan pegawai yang bahagia melayani pelanggannya
adalah sebuah kejadian yang diinginkan dan cenderung
mengarah pada kinerja organisasi yang lebih baik yang
disimpulakan oleh Greene, (2015:106) dalam artikelnya.
Pada umumnya Kinerja merupakan konsep inti
dalam psikologi kerja dan organisasi. Selama 10 atau 15
tahun terakhir, para peneliti telah membuat kemajuan
dalam mengklarifikasi dan memperluas konsep kinerja
(Campbell, 1990). Apalagi kemajuan telah dibuat dalam
menentukan tujuan utama serta proses yang terkait dengan
kinerja individu. Dengan perubahan yang sedang
berlangsung yang kita melihat dalam kehidupan sebuah
organisasi saat ini, konsep kinerja dan persyaratan kinerja
juga mengalami perubahan (Ilgen & Pulakos, 1999).
Dalam pembahasan bab ini, beberapa peneliti merangkum
garis-garis utama dalam penelitian terkait kinerja.
Sebagian peneliti ingin berkontribusi pada integrasi bidang

182 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

yang tersebar di penelitian terkait kinerja. Pertama,


sebagian peneliti membahas secara singkat relevansi
kinerja individu baik untuk individu maupun organisasi.
Defenisi kinerja dalam menggambarkan sifatnya yang
multi dimensi dan dinamis. Selanjutnya, kami menyajikan
tiga perspektif berbeda tentang kinerja: perspektif
perbedaan individu, perspektif situasional, dan perspektif
hubungan kinerja. Akhirnya kinerja pada saat ini dalam
sifat pekerjaan dan membahas bagaimana tren ini dapat
mempengaruhi konsep kinerja serta penelitian dan
manajemen kinerja yang lebih luas.
Berdasarkan Definisi meskipun sangat relevan
dengan kinerja individu dan meluasnya penggunaan
pekerjaan kinerja sebagai ukuran hasil dalam penelitian
empiris, usaha yang relatif sediki dihabiskan untuk
mengklarifikasi konsep kinerja. Namun, pada 1990
Campbell menggambarkan literatur tentang struktur dan
konten kinerja "gurun virtual" (hlm. 704).
Namun, selama 10 hingga 15 tahun terakhir,
seseorang dapat menyaksikan peningkatan minat dalam
mengembangkan definisi kinerja dan menentukan konsep
kinerja. Sebagian peneliti setuju bahwa ketika
mengkonseptualisasikan kinerja seseorang harus
membedakannya aspek sebuah tindakan (mis., perilaku)
dan aspek hasil dari kinerja (Campbell, 1990; Campbell,

Yudithia & Mahadiansar | 183


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

McCloy, Oppler, & Sager, 1993; Kanfer, 1990; Roe,


1999). Aspek perilaku mengacu pada apa yang dilakukan
individu dalam situasi kerja.
Kinerja juga mencakup perilaku contoh sehari-hari
seperti merakit bagian-bagian mesin mobil, menjual
komputer pribadi, mengajarkan keterampilan membaca
dasar kepada anak-anak sekolah dasar, atau melakukan
operasi jantung. Tidak setiap perilaku dimasukkan dalam
konsep kinerja, tetapi hanya perilaku yang sangat relevan
untuk tujuan organisasi: ―Kinerja adalah apa yang disewa
organisasi lakukan, dan lakukan dengan baik ‖(Campbell
et al., 1993:40). Dengan demikian, kinerja tidak
ditentukan oleh tindakan itu sendiri tetapi dengan proses
penilaian dan evaluatif (Cf. Ilgen & Schneider, 1991;
Motowidlo, Borman, & Schmit, 1997).
Selain itu, hanya tindakan yang dapat diskalakan
yaitu di ukur yang dianggap merupakan kinerja (Campbell
et al., 1993). Aspek hasil mengacu pada konsekuensi atau
hasil dari perilaku individu. Itu perilaku yang dijelaskan di
atas dapat menghasilkan hasil seperti contoh jumlah mesin
yang dirakit, kemampuan membaca murid, angka
penjualan, atau jumlah operasi jantung yang berhasil. Di
banyak situasi, aspek perilaku dan hasil terkait secara
empiris, tetapi mereka jangan tumpang tindih sepenuhnya.
Aspek hasil kinerja juga tergantung pada faktor selain

184 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

perilaku individu. Misalnya, bayangkan seorang guru yang


memberikan pelajaran membaca yang sempurna (aspek
perilaku kinerja), tetapi satu atau dua muridnya namun
demikian, tidak meningkatkan keterampilan membaca
mereka karena defisit intelektual mereka (Aspek hasil
kinerja). Atau bayangkan seorang karyawan bagian
penjualan di bidang telekomunikasi bisnis yang hanya
menunjukkan kinerja biasa-biasa saja dalam interaksi
langsung dengan potensi klien (aspek perilaku kinerja),
namun demikian mencapai angka penjualan yang tinggi
untuk ponsel (aspek hasil kinerja) karena permintaan
tinggi secara umum untuk peralatan ponsel
Dalam praktiknya sehari-hari mungkin sulit untuk
menggambarkan aspek tindakan tanpa kinerja referensi
untuk aspek hasil. Karena tidak ada tindakan tetapi hanya
tindakan yang relevan untuk tujuan organisasi merupakan
kinerja, seseorang perlu kriteria untuk mengevaluasi
sejauh mana kinerja individu memenuhi tujuan organisasi.
Itu sulit membayangkan bagaimana membuat konsep
kriteria seperti itu tanpa secara bersamaan
mempertimbangkan aspek hasil kinerja pada saat yang
sama. Dengan demikian, penekanan pada kinerja menjadi
suatu tindakan tidak benar-benar menyelesaikan semua
masalah. Apalagi terlepas dari kesepakatan umum bahwa
aspek perilaku dan hasil kinerja harus dibedakan, penulis

Yudithia & Mahadiansar | 185


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

tidak sepenuhnya setuju tentang mana dari dua aspek ini


harus diberi label 'kinerja'. Di pembahasan ini sebagian
peneliti mengikuti saran Campbell et al. (1993) dan
merujuk pada aspek perilaku ketika kita berbicara tentang
kinerja.
Kinerja di definisikan Nickols (1997, p. 14) ialah
merupakan kinerja sebagai hasil dari perilaku sedangkan
perilaku adalah aktivitas individu sedangkan hasil dari
perilaku adalah cara di mana lingkungan individu yang
berperilaku entah bagaimana berbeda sebagai akibat dari
perilakunya sebagai upaya pencapaian, lalu (Gilbert,
1974:1) menambahkan pencapaian dalam hasil kerja yang
menunjukan sebuah perilaku sebagai bentuk kinerja
jangka panjang maupun jangka pendek.
Kemudian kinerja di tingkatkan definisinya yang
telah di sepakti oleh (Robinson & Robinson, 1995; Dean
& Ripley, 1997) sebagai upaya peningkatan kerja dan
produktifitas individu serta efektivitas kerja yang
umumnya keberadaannya dalam suatu organisasi atau
kelompok yang cangkupannya lingkungan yang besar.
Definisi tentang kinerja dan beberapa penelitian yang di
kembangkan (Koopmans et al., 2011:856) menambahkan
definisi kinerja perilaku atau tindakan yang relevan
dengan tujuan dari suatu organisasi yaitu pertama kinerja
harus dijelaskan dalam perilaku dibanding hasil, kedua

186 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kinerja hanya berisikan perilaku yang relevan dengan


tujuan organisasi dan ketiga kinerja adalah
multidimensional.

4.2. Relevansi Kinerja dalam individu


Organisasi yang membutuhkan individu yang
berkinerja tinggi untuk memenuhi tujuan mereka, untuk
memberikan produk dan layanan yang mereka spesialisasi,
dan akhirnya untuk mencapai kompetitif keuntungan. Kinerja
juga penting bagi individu. Menyelesaikan tugas dan tampil
di level tinggi bisa menjadi sumber kepuasan, dengan
perasaan penguasaan dan kebanggaan. Kinerja rendah dan
tidak mencapai sasaran mungkin dialami sebagai
ketidakpuasan atau bahkan sebagai kegagalan pribadi.
Apalagi kinerja jika itu diakui oleh orang lain dalam
organisasi sering kali dihargai oleh keuntungan finansial dan
lainnya. kinerja adalah sebuah prasyarat utama meski bukan
satu-satunya untuk pengembangan dan kesuksesan karier di
masa depan di pasar tenaga kerja. Meskipun mungkin ada
pengecualian, karyawan berkinerja tinggi dipromosikan lebih
mudah dalam suatu organisasi dan umumnya memiliki
peluang karier yang lebih baik daripada berkinerja rendah
(VanScotter, Motowidlo, & Cross, 2000).
Relevansi yang tinggi dari kinerja individu juga
tercermin dalam penelitian psikologis kerja dan organisasi.

Yudithia & Mahadiansar | 187


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang


pentingnya individu kinerja dalam penelitian empiris
sebagian peneliti melakukan pencarian literatur di dua belas
jurnal kerja utama dan psikologi organisasi. Jurnal - jurnal ini
mencakup berbagai bidang fenomena individu, tingkat
kelompok dan tingkat organisasi. Berdasarkan literatur ini
pencarian kami menemukan total 146 meta-analisis dalam 20
tahun terakhir. Antara meta-analisis ini, sekitar setengah
(54,8%) membahas kinerja individu sebagai inti construct.
Kemudian dalam sebagian besar meta-analisis ini, kinerja
individu adalah variabel dependen atau ukuran hasil (72,5%).
Dalam sekitar 6% dari meta-analisis itu termasuk ukuran
kinerja individu, kinerja individu adalah independen atau
variabel prediktor. Dua puluh satu persen dari meta-analisis
menunjukkan kinerja masalah penilaian dan pengukuran
kinerja.
Penggunaan luas ukuran kinerja individu dalam studi
tunggal serta dalam analisis menunjukkan bahwa kinerja
individu adalah variabel kunci dalam pekerjaan dan psikologi
organisasi. Menariknya, kinerja individu terutama
diperlakukan sebagai tanggungan atau pokok utama.
Kemudian variabel yang masuk akal dari sudut pandang
praktis: kinerja individu adalah sesuatu yang ingin di
tingkatkan dan dioptimalkan dalam organisasi.

188 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

4.3. Kinerja sebagai Multidimensional


Kinerja adalah konsep multi-dimensi. Pada tingkat
paling dasar, Borman dan Motowidlo (1993) membedakan
antara tugas dan kinerja kontekstual. Kinerja tugas mengacu
pada kemampuan individu yang dengannya dia melakukan
aktivitas yang berkontribusi pada 'inti teknis' organisasi.
Kontribusi ini bisa keduanya langsung (misalnya dalam kasus
pekerja produksi), atau tidak langsung (misalnya dalam kasus
manajer atau personel staf). Kinerja kontekstual mengacu
pada kegiatan yang tidak berkontribusi inti teknis tetapi yang
mendukung lingkungan organisasi, sosial, dan psikologis di
mana tujuan organisasi dikejar. Kinerja kontekstual termasuk
tidak hanya perilaku seperti membantu rekan kerja atau
menjadi anggota organisasi yang dapat diandalkan, tetapi
juga membuat saran tentang cara meningkatkan prosedur
kerja. Tiga asumsi dasar dikaitkan dengan diferensiasi antara
tugas dan kinerja kontekstual (Borman & Motowidlo, 1997;
Motowidlo & Schmit, 1999): Kinerja juga menunjukan
dimensi di setiap individu dapat di ukur meliputi :

4.3.1. Kinerja Tugas


Kinerja tugas itu sendiri adalah multi-dimensi.
Misalnya, di antara delapan komponen kinerja yang
diusulkan oleh Campbell (1990), ada lima faktor yang
merujuk untuk kinerja tugas (Cf. Campbell, Gasser, &

Yudithia & Mahadiansar | 189


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Oswald, 1996; Motowidlo & Schmit, 1999): (1)


kemahiran tugas khusus pekerjaan, (2) kemahiran tugas
khusus, (3) tertulis dan kecakapan komunikasi lisan, (4)
pengawasan dalam hal pengawasan atau posisi
kepemimpinan dan sebagian (5) manajemen / administrasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti
memperhatikan aspek-aspek spesifik dari kinerja tugas.
Untuk Contohnya, inovasi dan perilaku yang berorientasi
pada pelanggan menjadi semakin penting sebagai
organisasi lebih menekankan layanan pelanggan
(Anderson & King, 1993; Bowen & Waldman, 1999).
Kinerja dalam tugas sebagai upaya menunjukan diri
sebagai upaya menjalankan tugas sebagai profesinya
ataupun di luar dari profesinya. Borman & Motowidlo,
(1997:107) Kinerja tugas bisa tentang keahlian dalam
melakukan kegiatan, dengan demikian, variabilitas lintas
pegawai pada kinerja tugas secara logis disebabkan oleh
perbedaan dalam tugas yang dilakukan serta pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan individu.
Lalu Borman & Brush, (1993:11–13) memaparkan
bahwa kinerja sebagai upaya menurus administrasi
meliputi :
1. Perencanaan dan mengatur
2. Membimbing, mengarahkan, dan memotivasi bawahan
dan memberikan umpan balik

190 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

3. Pelatihan, pembinaan, dan mengembangkan bawahan


4. Komunikasi secara efektif dan memberi tahu orang lain
Selain itu, Kiker & Motowidlo, (1999, p. 602) juga
mengatakan sebanyak 5 faktor utama yang mempengaruhi
kinerja dalam tugas yaitu
1. Tugas-tugas secara spesifik
2. Kemampuan tugas di luar non pekerjaan
3. Kemampuan dalam komunikasi lisan
4. Hal pengawasan atau posisi kepemimpinan beserta
jajarannya dan
5. Manajemen untuk mengurus administrasi.

4.3.2. Kinerja Kontekstual


Bergman et al., (2008:476) kinerja kontektual
didefinisikan sebagai perilaku yang membentuk "konteks
organisasi, sosial, dan psikologis yang berfungsi sebagai
kinerja nyata untuk melaksanakan suatu kegiatan dan
proses kinerja dalam melaksanakan tugas. Kinerja
kontektual telah muncul sebagai aspek penting dari kinerja
pekerjaan secara keseluruhan. Prestasi kerja tidak lagi
dianggap hanya terdiri dari kinerja pada tugas. Sebaliknya,
dengan kinerja kontektual yang semakin kompetitif, secara
individual yang di harapkan untuk melampaui persyaratan
yang tercantum dalam tuntunan kerja secara menyeluruh.

Yudithia & Mahadiansar | 191


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Kinerja kontekstual yang didefinisikan sebagai


kegiatan yang berkontribusi pada inti sosial dan psikologis
organisasi, Bergman et al., (2008:106) menggambarkan
kinerja kontekstual sebagai upaya yang mencakup sebagai
tingkatan pengelompokan bertingkat (Taksonomi).
Adapun taksonomi sebagai berikut :
1. Bertahan dengan antusiasme dan usaha ekstra yang di
perlukan untuk menyelesaikan aktivitas tugas sendiri
dengan sukses
2. Bersedia meluangkan waktu untuk melaksanakan
aktivitas tugas yang tidak secara formal merupakan
bagian dari pekerjaan sendiri
3. Membantu dan bekerja sama dengan orang lain
4. Mengikuti aturan yang sesuai dengan prosedur
organisasi
5. Mendukung dan melaksanakan tujuan organisasi,
mendukung, dan membeli
6. Fasilitasi antar satu dengan yang lainnya secra pribadi
7. Dedikasi dalam pekerjaan
Kemudian Motowidlo & Van Scotter, (1999:475)
untuk menyesuaikan kinerja kontekstual dalam
pengawasan terhadap pegawai nya yaitu
1. Bersedia meluangkan waktunya untuk melakukan lebih
dari pekerjaan yang diperlukan untuk membantu orang
lain atau berkontribusi pada efektivitas organisasi

192 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

2. Bernisiatif menangani tugas pekerjaan yang sulit dalam


dengan semangat yang tinggi
3. Menjadi Voluntter sebagai kinerja tambahan
Bergman, Donovan, & Drasgow (2008:21)
menegaskan ntuk memilih pegawai yang akan terlibat
dalam kinerja kontekstual, pimpinan mengidentifikasi ciri-
ciri calon pegawai yang bisa memprediksi kinerja
kontekstual. Pada umumnya para peneliti sebelumnya
percaya bahwa ada sifat dan kemampuan berbeda yang
memprediksi tugas dan kinerja kontekstual. Dengan
berkembangnya upaya kinerja kontekstual, banyak peneliti
salah satunya berupaya menginfentifiksikan bagian
mendasar dari kriteria kinerja pegawai, maka kinerja
kontekstual harus dipertimbangkan dalam semua aspek
proses kerja, ini termasuk seleksi, penilaian kinerja, dan
penghargaan. Para peneliti telah mengembangkan
sejumlah konsep kinerja kontekstual.

4.3.3. Perilaku Kerja Kontraproduktif


Perilaku kerja kontraproduktif merupakan perilaku
pegawai yang bertentangan dengan kepentingan yang
formal untuk instansi yang seharusnya di kerjakan Carmeli
& Josman, (2006:441). Pendapatnya bahwa ini sangat
membahayakan bagi kesejahteran organisasi maupun
individu instansi tersebut yang berkenaan dengan sebuah

Yudithia & Mahadiansar | 193


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

reputasi diri, hal ini sangat menjadi titik fokus ke perilaku


kerja kontrapoduktif yang akan selalu berpengaruh
lingkungan sekitarnya dan Chand & Chand, (2014:43)
mendefinisikan sebagai setiap kegiatan yang disengaja
maupun tidak disengaja pada bagian dari individu yang
dapat menghambat kinerja sendiri diri maupun orang lain
hingga ke organisasi.
Berdasarkan dimensinya menurut Gruys & Sackett,
(2003,:30–31) yang menyatakan didalam perilaku kerja
kontraproduktif terbagi beberapa dimensi yaitu :
1. Penyimpangan fasilitas; penyalahgunaan barang yang
dipergunakan kepentingan pribadi. Penyalahgunaan ini
bisa dikatagorikan mencuri atau mengambil barang
tanpa izin, milik organisasi atau instansi dan merusak
barang tersebut. Hal ini menekankan menggunakan
barang untuk kepentingan pribadi juga termasuk dalam
kategori perilaku menyimpang.
2. Penyimpangan produksi; perilaku yang tidak mematuhi
norma instansi yang telah di tetapkan sebagai aturan
yang harus diselesaikan oleh setiap individu sebagai
tanggung jawab secara profesional sebagai bagian yang
di tempatkan. Seperti kerja dengan mengurangi jam
dalam bekerja.
3. Penyimpangan Politik; menguraikan bahwa yang
termasuk dalam beberapa kategori penyimpangan

194 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

politik antara lain yaitu memperlihatkan kesukaan


terhadap pegawai atau anggota tertentu dalam
organisasi secara tidak adil, dalam tingkat dan
memperlihatkan ketidaksopanan.
4. Agresi Indvidu; yang termasuk dalam kategori agresi
individu adalah bullying, berperilaku tidak
menyenangkan kepada individu atau pegawai lain
secara verbal maupun fisik, dan mencuri barang milik
individu atau pegawai lain.

4.4. Kesimpulan
Bisa disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok
orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya
pencapaian tujuan perusahaan ataupun instansi yang
diteliti. Adanya penilaian kinerja maupun indikator yang
telah dijelaskan diatas merupakan suatu proses penilaian
tentang seberapa baik pekerja atau karyawan telah
melaksanakan tugasnya dalam periode waktu tertentu.
Tujuan penilaian kinerja serta indikatornya yaitu untuk
memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi melalui
peningkatan kinerja sumber daya manusia dari organisasi

Yudithia & Mahadiansar | 195


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

196 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

BAB V.
Studi Perilaku Organisasi Positif
dan Kinerja di RSUD Provinsi KEPRI

Yudithia & Mahadiansar | 197


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

198 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

5.1. Latar Belakang


Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib
Provinsi Kepulauan Riau sampai saat ini tidak mengalami
banyak masalah, hanya saja ada beberapa pasien yang masih
kurang puas terhadap pelayanan disana, hal ini perlu
dilakukan perbaikan mulai dari kinerja pegawai dalam
melaksanakan tugasnya, namun kenyataannya banyak
pegawai yang tidak ingin berubah menjadi lebih baik lagi
sehingga kinerja menjadi kurang optimal dalam
pelaksanaannya. (hasil wawancara managemen Rumah Sakit
Umum Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi Kepulauan Riau
pada tanggal 17 September 2018). Fakta di lapangan yang di
temui peneliti ialah kualitas pelayanan maupun kinerja
pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib
Provinsi Kepulauan Riau merujuk terhadap kepuasan kinerja
pegawai dalam melaksanakan tugasnya belum sesuai dengan
keinginan yang diharapkan sepenuhnya tercapai karena faktor
permasalahan perilaku organisasi yang tidak menunjukan
perilaku yang positif dalam bekerja maupun hambatan hingga
kinerja pegawai yang tidak optimal.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa
tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian yang berjudul
“Pengaruh Perilaku Organisasi terhadap Kinerja Pegawai
Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi
Kepulauan Riau.” setelah mencermati hal tersebut diatas

Yudithia & Mahadiansar | 199


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

maka diketahui bahwa perilaku organisasi positif dapat


memberikan dampak positif baik secara kelompok maupun
individu. Dalam hal ini memfokuskan adanya pengaruh
perilaku organisasi positif terhadap kinerja pegawai di
Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi
Kepulauan Riau.

5.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang
dapat diajukan dalam penelitian adalah seberapa besar
pengaruh perilaku organisasi positif terhadap kinerja pegawai
Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi
Kepulauan Riau?.

5.3. Tujuan dan Kegunaan


1. Untuk mengetahui Perilaku Organisasi Positif.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
Kinerja.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Perilaku
Organisasi Positif terhadap Kinerja Pegawai Rumah
Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi
Kepulauan Riau.
4. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad
Thabib Provinsi Kepulauan Riau bisa menjadi bahan

200 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

penilaian untuk evaluasi dalam perilaku organisasi


positif terhadap kinerja.
5. Bagi Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Raja
Ahmad Thabib Provinsi Kepulauan Riau sebagai
bahan evaluasi diri dalam kinerja untuk
meningkatkan perilaku organisasi positif.
6. Bagi Peneliti untuk menambah wawasan dan
pemahaman tentang perilaku organisasi positif
terhadap kinerja

5.4. Metode Penelitian


5.4.1. Jenis Penelitian
Menurut Neuman, (2014:69) Penelitian
kuantitatif merupakan pendekatan untuk menguji teori
obyektif dengan memeriksa hubungan antar variabel.
Variabel-variabel ini pada nantinya dapat diukur,
biasanya pada instrumen sehingga data yang memiliki
angka dapat dianalisis menggunakan prosedur statistik.
Penelitian kuantitatif memiliki satu set struktur teori,
metode, dan hasil. peneliti kuantitatif yang terlibat akan
membentuk beberapa bentuk pernyataan yang memiliki
asumsi tentang pengujian teori d isetiap variabelnya
kemudian mengendalikan penjelasan alternatif, dan
mampu menyamaratakan dan hasil temuan-temuan
peneliti sebelumnya. Prosesnya akan mengaitkan

Yudithia & Mahadiansar | 201


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

aktualisasi permasalahan empiris. Penelitian kuantiatif


mempunyai karakteristik dengan pendekatan yang
objektif, mencakup pengumpulan data serta
mengunakan metode uji statistik yang memprediksikan
pengaruh semua antar variabel yang akan diuji dengan
mengaitkan pengaruhnya di dalam setiap indikator
variabelnya.

5.4.2. Lokasi Penelitian


Dalam melakukan penelitian, peneliti memilih lokasi
dilingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad
Thabib Provinsi Kepulauan Riau diwaktu jam kerja yang
menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai perilaku organisasi postif
terhadap kinerja pegawai. Pemilihan lokasi ini
berdasarkan hasil survei di lapangan yang mana diperoleh
informasi bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad
Thabib Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan satu-
satunya Rumah Sakit yang terbesar di Kepualauan Riau
yang berada kota Tanjungpinang dengan status BLUD
(Badan Layanan Umum Daerah) yang merupakan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan

202 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya


didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

5.4.3. Populasi dan Sampel


Peneliti dalam pemilihan sampel adalah dengan
mengetahui populasinya. Menurut Sugiyono, (2006:73)
mengatakan bahwa pengertian populasi adalah : ―Wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya‖ Populasi dalam penelitian ini
adalah pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah Raja
Ahmad Thabib Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 681
Orang.
Sampel adalah merupakan bagian dari populasi yang
ingin diteliti atau dipandang sebagai suatu bagian terhadap
populasi, namun bukan populasi itu sendiri. Sampel
dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya
mewakili keseluruhan kejadian yang diamati. Menurut
Sugiyono, (2006:73) yang menyebutkan bahwa ―Bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut‖ Jumlah sampel dalam penelitian ditentukan
berdasarkan rumus Slovin. Adapun sampel yang peneliti
mengunakan rumus slovin.

Yudithia & Mahadiansar | 203


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

N
Nn =
1 + Ne2
Keterangan:
n = Jumlah sampel minimal
N = Ukuran populasi
e = Kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang ditolerir (0,1).

Berdasarkan rumus di atas di peroleh :


681
n= = = 87 Pegawai
1+681(0.1)2

Rumus ini mengukur tingkat keyakinan dari data


yang sudah diukur. Tingkat ketelitian (taraf nyata)
ditetapkan sebesar 10%, sedangkan tingkat keyakinan
(taraf kepercayaan) sebesar 90%. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif, maka minimal tingkat
kesalahan dalam penentuan anggota sampel yang harus
diambil adalah 10% dari jumlah populasi yang diketahui.
Peneliti menentukan tingkat kesalahan sebesar 10%
sehingga jumlah sampel yang diambil sebesar 87 orang.
Berdasarkan data yang telah diolah menggunakan rumus
Slovin tersebut didapat bahwa teknik yang digunakan
mempunyai anggota yang tidak homogen dan berstrata
secara proporsional. Maka jumlah sampel yang harus
diambil menggunakan rumus Stratified Random Sampling.
Sugiyono, (2006:82), yang meliputi strata pegawai
menurut golongan atau profesi pegawai. Ukuran alokasi

204 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pada unit masing – masing dengan menggunakan alokasi


sampel proporsional yang dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus neuman adalah sebagai berikut :
n2
Nn1 = xn
N
Keterangan :
n1 = Besarnya sampel pada strata ke-1
n2 = Besarnya populasi pada strata ke-1
N = Besarnya populasi keseluruhan
n = Besarnya ukuran sampel

Pembulatan dalam perhitungan jumlah sampel


minimum pada tabel berikut ini :
Tabel V. 1
Ukuran Populasi dan Sampel
No Profesi Ukuran Populasi Ukuran Sampel
1 Tenaga Medis 365 47
2 Tenaga Non Medis 316 40
Total Keseluruhan 681 87
Sumber: Data Olahan 2018.

5.5. Hasil Penelitian dan Pembahasan


5.5.1. Karakteristik Responden
Karateristik responden adalah pegawai medis dan
non medis Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad
Thabib Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 87 orang.
Dalam mengisi kuesioner, responden diminta mengisi
identitas diri sebagai penunjang data kuesioner yang mana
identitas meliputi jenis kelamin, pendidikan terakhir.
Dapat dikatakan bahwa pegawai Rumah Sakit Umum
Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi Kepulauan Riau

Yudithia & Mahadiansar | 205


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

mayoritas berjenis kelamin perempuan. Hal tersebut


dikarenakan sesuai kebutuhan tim kesehatan yang pada
umumnya di minati perempuan.
Tidak hanya melihat jenis kelamin responden,
peneliti juga mengindentifikasi berdasarkan tingkat
pendidikan bahwa partisipasi pegawai dalam menjawab
kuesioner dilihat dari jenjang pendidikan mayoritas adalah
berpendidikan Diploma (D3). Berdasarkan data dari
UNESCO Perempuan Indonesia cenderung menyukai
disiplin ilmu farmasi dan biologi, serta menjadi mayoritas
pada bidang kesehatan, kimia, dan matematika. Kemudian
faktor usia menjadi tolak ukur terhadap peneliti yang
merupakan sebuah perilaku maupun kinerja seseorang
dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Badan Pusat
Statistik usia produktif antara <15 – 64 tahun, yang
dianggap sudah mampu dalam proses bekerja, mempunyai
beban untuk menanggung hidup dan sudah selesai
menepuh pendidikannya. Usia ini masuk kedalam usia
produktif dan memiliki partisipasi bekerja lebih tinggi
dibandingkan usia diatas 30 tahun di Rumah Sakit Umum
Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi Kepulauan Riau.

5.5.2. Perilaku Organisasi Positif Pegawai


Harapan menggambarkan penilaian terhadap diri
sendiri untuk membangkitkan imajinasi berfikir kembali
atas sebuah harapan yang diinginkan dalam kehidupan
206 | Yudithia & Mahadiansar
Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

sehari - hari. Setiap pegawai sering berusaha menggapai


atau mewujudkan harapannya dalam bekerja. Hal ini
menunjukkan adanya sebuah upaya dalam meningkatkan
kapasitas diri. Kebanyakan responden menyatakan sering,
maksudnya setiap pegawai cenderung merasa sering
sukses dalam pekerjaan yang mereka jalani sekarang.
Karena mereka memiliki kepercayaan diri yang membuat
mereka yakin bahwa setiap tugas dalam pekerjaan akan
berjalan dengan baik. Lalu harapan item lainnya
menunjukan bahwa responden sering berusaha fokus
hanya pada tujuan awal mereka bekerja dan tidak
memikirkan hal yang lain. Hal ini responden menunjukkan
profesionalisme sebagai pegawai dalam menjalankan
tugas.
Optimisme merupakan sebuah rasa keyakinan positif
di dalam diri seseorang, yang menjadi buah fikiran yang
ingin diraih/didapatkan. Optimisme selalu hadir dalam
kehidupan, baik didalam pekerjaan maupun sebuah
keinginan positif yang sedang terjadi. berdasarkan
pernyataan-menyatakan responden bahwa mayoritas
responden sering memberikan kualitas terbaik bagi
pekerjaannya dikarenakan sebagai tuntutan dalam
pekerjaan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi
pasien. Kemudian item selanjutnya bisa disimpulkan
bahwa kebanyakan responden sangat sering merasa

Yudithia & Mahadiansar | 207


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

optimis terhadap masa depannya karena responden merasa


ada jaminan hidup serta faktor sulit mendapat pekerjaan
yang lain mempengaruhi responden bertahan di kerjaan
sekarang. Kemudian pernyataan lainnya responden
menunjukan bahwa kebanyakan responden sering
menikmati suasana kerja bersama rekan di tempat kerja.
Karena adanya Team Work atau kerja didalam tim yang
saling bantu membantu. Responden sering juga merasa
penting untuk tetap sibuk dalam pekerjaannya. Karena
responden harus mengutamakan kebutuhan pasien dalam
memberikan pelayanan yang baik dengan akhlak yang
mulia.
Ketahanan merupakan hal yang penting dalam
menguji perilaku sebagai pegawai termasuk disaat harus
beradapatasi di lingkungan sekitar. Kebanyakan responden
menyatakan sering bersikap rendah hati saat bersama
teman rekan kerja sebagai kapasitasnya sebagai pegawai.
Responden menunjukkan sikap rendah hati dalam
berprilaku dilingkungan kerjanya. Responden cenderung
sangat sering dan senang berhadapan dengan situasi baru
yang tidak biasanya. Responden merasa menyukai
tantangan atau situasi yang belum pernah dihadapi. kali ini
berbeda pernyataan sebelumnya, responden banyak
menyatakan kadang-kadang terkait menerima tantangan
sulit bekerja. Tantangan yang sulit bagi responden hanya

208 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kadang saja diterima oleh responden, mereka ingin berada


di zona nyaman artinya tidak ingin menerima tantangan
sulit pekerjaannya dan responden menyatakan sering
merasa ingin mencari tahu tentang segalanya dari pada
kebanyakan orang. Artinya responden cenderung memiliki
kepedulian mencari informasi tentang segala hal terkait
pekerjaan.

5.5.3. Kinerja Pegawai


Kinerja tugas bisa digambarkan sebagai upaya
melaksanakan tugas sebagai pegawai dalam sehari–hari
yang dapat menjadi tolak ukur kinerja. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden sering
mengingat akan hasil yang harus dicapai dalam bekerja.
Responden terfokus pada hasil akhir yang dapat dicapai
disetiap pekerjaannya, maka dari itu responden berusaha
melakukan sebaik mungkin disetiap pekerjaannya.
Mayoritas responden menyatakan sering melakukan
pekerjaannya dengan baik dengan waktu dan usaha yang
singkat. hal ini perlu dilakukan demi meningkatkan mutu
pelayanan, tak jarang responden mengerjakan
pekerjaannya dengan berpacu pada waktu.
Kinerja kontekstual digambarkan sebagai sebuah
upaya aktivitas personal yang berkontribusi dalam
kegiatan sosial dan psikologis organisasi. Kebanyakan

Yudithia & Mahadiansar | 209


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

responden menyatakan kadang-kadang memulai atau


mengambil tugas baru sendiri ketika tugas lama sudah
selesai. Hal ini menunjukkan responden tidak berani
mengambil tugas baru sebelum menyelesaikan tugas
utama, karena responden takut hasil tugasnya tidak
maksimal jika responden membagi fokus menyelesaikan
kedua tugas yang dilakukan bersamaan. Lalu item
berikutnya responden menyatakan sering mencari
tantangan baru dari pekerjaannya. Responden menyukai
tantangan yang belum pernah dirasakan sebelumnya, hal
ini dapat menjadi pengalaman baru bagi responden dalam
pekerjaannya dikarenakan rasa ingin tahu yang tinggi.
responden juga memberikan solusi untuk menyelesaikan
masalah baru. Terkadang jika responden mendapat solusi
untuk masalah yang baru muncul maka ia akan
menawarkan guna menyelesaikan masalah tersebut.
Perilaku kerja kontraproduktif merupakan perilaku
yang disengaja maupun tidak disengaja dari individu yang
dapat menghambat kinerja sendiri diri maupun orang lain.
Hal ini menunjukan bahwa responden kadang-kadang
mengeluh mengenai hal-hal yang kecil saat bekerja. Tak
jarang keluhan pekerjaan muncul secara tiba-tiba ketika
responden merasa sulit menyelesaikan pekerjaannya.. lalu
ada kebanyakan responden secara individu menyatakan
kadang-kadang menimbulkan masalah besar dari pada

210 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

yang lainnya di tempat kerja. Hal ini terjadi karena banyak


faktor misalnya kecerobohan, kurang teliti. Tidak dapat di
hindari bahwa hal yang tidak disengaja. Lalu responden
masih ada yang menyatakan tidak pernah fokus pada
aspek negatif dari situasi kerja. Bisa di simpulkan bahwa
responden berpikir tentang sisi positif pekerjaannya, hal
ini biasanya membangun suasana kerja menjadi terkontrol
dengan baik. Kemudian item pernyataan responden
menyatakan mayoritas responden menyatakan kadang-
kadang berbicara dengan rekan kerja tentang aspek negatif
dari pekerjaannya. Tak jarang sesama rekan kerja bergosip
ataupun membicarakan hal buruk atau keluh kesah tentang
pekerjaanya. Responden merasa lebih nyaman setelah
membagi ungkapan hati atau keluh kesahnya kepada rekan
kerja serta responden menyatakan tidak pernah berbicara
dengan orang-orang dari luar organisasi tentang aspek
negatif dari pekerjaannya.

5.6. Kesimpulan
Di sarankan bagi pimpinan Rumah Sakit Umum
Daeraah Raja Ahmad Thabib Provinsi Kepulaua Riau
diharapkan agar bisa melakukan Studi Banding di Rumah
Sakit memiliki Kelas A yang ada di provinsi-provinsi
diindonesia. Kemudiaan diharapkan bagi tenaga medis dan
non medis agar bisa melakukan peningkatan pelatihan

Yudithia & Mahadiansar | 211


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

keprofesian agar kualitas kinerja dan perilaku organisasi


positif meningkat dalam upaya meningkatkan kualitas
layanan. Bagi peneliti selanjutnya agar bisa menambahkan
variabel-variabel pendukung untuk memperkuat variabel
Perilaku Organisasi Positif dan Kinerja agar bisa menunjukan
besar pengaruhnya perilaku organisasi positif serta
meningkatkan uji statistik dalam hasil analisis.
Kemudian dari hasil uji statistik menyatakan ada
pengaruh Perilaku Organisasi Positif terhadap Kinerja
Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib
Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini membuktikan bahwa dari
hasil hitungan uji regresi linier sederhana, maka hipotesis H1
diterima. Meskipun H1 hipotesisnya di terima, tingkat
signifikansinya diterima “sangat kuat‖ pengaruhnya antara
Perilaku Organisasi Positif terhadap Kinerja Pegawai Rumah
Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi Kepulauan
Riau sebesar 0,815 atau setara dengan 85,5 persen.
Konstribusi variabel X dan Y untuk medis sebesar 24,2
% lebih kecil dari pada non medis dengan jumlah konstribusi
X dan Y sebesar 87%. Maka dengan ini faktor konstribusi
pengaruh perilaku organisasi positif terhadap kinerja untuk
pegawai medis lebih kecil dari pada non medis di Rumah
Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Thabib Provinsi Kepulauan
Riau.

212 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Daftar Pustaka

___________ (1998). Making Sense of Behavior: The


Meaning of Control. Benchmark Publications: New
Canaan, CT
Anderson, N., & King, N. (1993). Innovation in
organizations. In C. L. Cooper & I. T. Robertson (Eds.),
International review of industrial and organizational
psychology (pp. 1–34). Chichester: Wiley
Arijati, N. (2008). Modul Bimbingan Konseling Kelas XII,
Solo. CV. Hayati Tumbuh subur. p47
Averill, R. J. R., & Catlin, G. (1991). Rules of Hope. In
Recent Research in Psychology (p. 105). Springer
Verlag.
Bergman, M. E., Donovan, M. A., Drasgow, F., Overton, R.
C., & Henning, J. B. (2008). Test of Motowidlo et al.‘s
(1997) Theory of Individual Differences in Task and
Contextual Performance. Human Performance, 21(3),
227–253.
Block, J., & Kremen, A. M. (1996). IQ and Ego-Resiliency:
Conceptual and Empirical Connections and
Separateness. Journal of Personality and Social
Psychology, 70(2), 349–361.
Blum, R. W., McNeely, C., & Nonnemaker, J. (2002).
Vulnerability, risk, and protection. Journal of
Adolescent Health, 31, 28–39.

Yudithia & Mahadiansar | 213


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Boden, M. A. (1966). Optimsm. The Journal of the Royal


Institute of Philosophy, XLI(158), 291–303.
Borman, W. C., & Brush, D. H. (1993). More progress
toward a taxonomy of managerial performance
requirements. Human Performance, 1–12.
Borman, W. C., & Motowidlo, S. J. (1993). Expanding the
criterion domain to include elements of contextual
performance. In N. Schmitt & W. Borman (Eds.),
Personnel selection in organizations (pp. 71–98). New
York: Jossey-Bass
Borman, W. C., & Motowidlo, S. J. (1997). Task
performance and contextual performance: The meaning
for personnel selection research. Human Performance,
10(2), 99–109.
Bowen, D. E., & Waldman, D. A. (1999). Customer-driven
employee performance. In D. R. Ilgen & E. D. Pulakos
(Eds.), The changing nature of performance:
Implications for staffing, motivation, and development
(pp. 154–191). San Francisco: Jossey-Bass
Campbell, J. P. (1990). Modeling the performance prediction
problem in industrial and organizational psychology. In
M. D. Dunnette & L. M. Hough (Eds.), Handbook of
industrial and organizational psychology (Vol. 1, pp.
687–732). Palo Alto: Consulting Psychologists Press.

214 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Campbell, J. P., Gasser, M. B., & Oswald, F. L. (1996). The


substantive nature of job performance variability. In K.
R. Murphy (Ed.), Individual differences and behavior in
organizations (pp. 258–299). San Francisco: Jossey-Bas
Campbell, J. P., McCloy, R. A., Oppler, S. H., & Sager, C. E.
(1993). A theory of performance. In E. Schmitt, W. C.
Borman, & Associates (Eds.), Personnel selection in
organizations (pp. 35–70). San Francisco: Jossey-Bass
Campbell, J. P., McCloy, R. A., Oppler, S. H., & Sager, C. E.
(1993). A theory of performance. In E. Schmitt, W. C.
Borman, & Associates (Eds.), Personnel selection in
organizations (pp. 35–70). San Francisco: Jossey-Bass
Cameron, K., Dutton, J.E. and Quinn, R.E. (eds) (2003).
Positive Organizational Scholarship: Foundations of a
New Discipline. San Francisco: Berrett-Koehler
Carmeli, A., & Josman, Z. E. (2006). Citizenship and
counterproductive behavior: clarifying relations
between the two domains. Human Performance, 19(4),
403–419.
Carver, C. S., & Scheier, M. F. (2002). Handbook of positive
psychology.
Cassen, R., Feinstein, L., & Graham, P. (2008). Educational
outcomes: adversity and resilience. Social Policy and
Society, 8 (01), 73.

Yudithia & Mahadiansar | 215


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Chaplin, J.P., (2004) Kamus Lengkap Psikologi Perilaku,


Jakarta. 451.
Chand, P., & Chand, P. K. (2014). Job Stressors as predictor
of Counterproductive work behaviour in Indian banking
sector. International Journal of Application or
Innovation in Engineering & Management, 3 (12), 43–
55.
Chang, E. C. (2002). Optimism – Pessimism and stress
appraisal : Testing a cognitive interactive model of
psychological adjustment in Adults. Cognitive Therapy
and Research, 26 (5), 675–690.
Connor & Davidson. (2003). Develompment of The New
Resilience Scale : The Connor-Davidson Resilience
Scale (CD-RISC). Journal of Depression and Anxiety.
Vol 18 : 76-83
Culbertson, S. S., Fullagar, C. J., & Mills, M. J. (2010).
Feeling good and doing great: The relationship between
psychological capital and well-being. Journal of
Occupational Health Psychology, 15 (4), 421–433.
Dean, P. J., & Ripley, D. E. (1997). Performance
improvement pathfinders, Models for organizational
learning systems.pdf. International Society for
Performance Improvement.

216 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Diener, E. (2003) ‗What is positive about positive


psychology: The curmudgeon and Pollyanna‘,
Psychological Inquiry, 14, 115–120.
Ellegaard, T., Bliksted, V., Mehlsen, M., & Lomborg, K.
(2018). Integrating a Patient-Controlled Admission
Program Into Mental Health Hospital Service: A
Multicenter Grounded Theory Study. Qualitative
Health Research, 28 (6), 888–899.
Flippo, Edwin B, (1995). Manajemen Personalia, Edisi VI,
PT. Erlangga, Jakarta.
Gilbert, T. (1974). Levels and Structure of Performance
Analysis: A Praxis Technical Paper (No. 1). Praxis
Corporation: Morristown, NJ.
Gilbert, T. (1974). Performance control theory. Distance
Colsunting.
Greene, R. J. (2015). Reward Performance? What Else?
Compensation & Benefits Review, 47 (3), 103–106.
Grotberg, E.H. (1999). Tapping Your Inner Strength.
Oakland : New Harbinger Publication, Inc.
Gruys, M. L., & Sackett, P. R. (2003). Investigating the
dimensionality of counterproductive work behavior.
International Journal of Selection and Assessment, 11
(1), 30–42.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E.
(2010). Multivariate Data Analysis; a global

Yudithia & Mahadiansar | 217


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

perspective (Seventh Ed). Pearson Education Limited.


Hakim, T. (2002) Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri,
Jakarta. Puspa Swara, (5), 8
Hasibuan, S. P, Melayu, (2007). Manajemen Sumber Daya
Manusia, cetakan kesepuluh, Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta.
Henderson, N., & Milstein, M. M. (2003). Resiliency in
schools : making it happen for students and educators.
A Sage Publications Company. California: Corwin
Press.
Husna, A. A., (2012). Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa
Melalui Teknik Diskusi Kelompok Dalam Layanan
Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas X Sma Negeri
1 Talangpadang Tahun Pelajaran 2011/2012.
Lampung. FKIP Universitas Lampung. (5)
Icbwan, M. (2014). The Influences of Organizational Culture
on the Performance of Civil Servants, Regional
Secretariat of Riau Islands Province. Tesis University
Terbuka, 173.
Ilgen, D. R., & Pulakos, E. D. (Eds.) (1999). The changing
nature of performance: Implications for staffing,
motivation, and development. San Francisco: Jossey-
Bass.
Ilgen, D. R., & Schneider, J. (1991). Performance
measurement: A multi-discipline view. In C. L. Cooper

218 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

& I. T. Robertson (Eds.), International review of


industrial and organizational psychology (Vol. 6, pp.
71–108). Chichester: Wiley
John Shields, Michelle Brown, Sarah Kaine, Catherine Dolle-
Samuel, Andrea North-Samardzic, Peter McLean, …
Jack Robinson. (2016). Managing Employee
Performance and Reward: Concepts, Practices,
Strategies (Second edi). England: Cambridge
University Press.
Kanfer, R. (1990). Motivation theory and industrial and
organizational psychology. In M. D. Dunnette & L. M.
Hough (Eds.), Handbook of industrial and
organizational psychology (2nd edn., Vol. 1, pp. 75–
170). Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press
Kerlinger, F. N. (1986). Foundations of behavioral research.
Kiker, D. S., & Motowidlo, S. J. (1999). Main and interaction
effects of task and contextual performance on
supervisory reward decisions. Journal of Applied
Psychology, 84 (4), 602–609.
Koopmans, L., Bernaards, C. M., Hildebrandt, V. H., de Vet,
H. C. W., & van der Beek, A. J. (2014). Construct
Validity of the Individual Work Performance
Questionnaire. Journal of Occupational and
Environmental Medicine, 56 (3), 331–337.
Koopmans, L., Bernaards, C. M., Hildebrandt, V. H.,

Yudithia & Mahadiansar | 219


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Schaufeli, W. B., de Vet Henrica, C. W., & van der


Beek, A. J. (2011). Conceptual Frameworks of
Individual Work Performance. Journal of Occupational
and Environmental Medicine, 53 (8), 856–866.
Lazarus, R. (2003) ‗Does the positive psychology movement
have legs?‘, Psychological Inquiry, 14, 93–109.
Li, W. (2002). Positif orgazinational behavior approach to
work motivation ; Testing the core confidence model
China. Bangkok University.
Linley, P. A., & Joseph, S. (2004). Positive psychology in
practice. Library of Congress.
Lopez, S. J. (2009). The encyclopedia of positive psychology.
(D. G. Myers, R. Biswas-diener, N. O. Haslam, F.
Huppert, D. Vella-brodrick, I. Boniwell, & R.
Veenhoven, Eds.). Wiley-Balckwell.
Lopez, S. J., & Snyder, C. R. (2003). Positive psychological
assessment: A handbook of models and measures.
Luthans, F. (2002). Positive organizational behavior:
Developing and managing psychological strengths.
Academy of Management Executive, 16 (1), 57–72.
Luthans, F. (2002a) ‗The need for and meaning of positive
organizational behavior‘, Journal of Organizational
Behavior, 23, 695–706.

220 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Luthans, F. (2002b) ‗Positive organizational behavior:


Developing and managing psychological strengths‘,
Academy of Management Executive 16, 57–72.
Luthans, F., Avolio, B. J., Walumbwa, F. O., & Li, W.
(2005). The Psychological Capital of Chinese Workers :
Exploring the Relationship with Performance.
Management and Organization Review, 1 (2), 249–271.
Luthans, F., & Youssef, C. M. (2007). Emerging positive
organizational behavior. Journal of Management, 33
(3), 321–349.
Luthar, S. S., Sawyer, J. A., & Brown, P. J. (2006).
Conceptual issues in studies of resilience: Past, present,
and future research. Annals of the New York Academy
of Sciences, 1094, 105–115.
Marques, S. C., Lopez, S. J., & Pais-Ribeiro, J. L. (2009).
Building hope for the future": A Program to foster
strength in middle. In Journal of Happiness Studies
(Vol. 12, pp. 139–152). Spinger Science Business
Media.
Masten, A. (2001). Ordinary magic: Resilience processes in
development. American Psychologist, (56), 227–239.
McDaniel, Carl, J., & Gates, R. (2013). Marketing Research.
John Wiley & Sons, Inc.
Morales, E. E., & Trotman, F. K. (2011). A focus on hope :
fifty resilient students speak. University Press of

Yudithia & Mahadiansar | 221


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

America. America: University Press of America.


Motowidlo, S. J., & Van Scotter, J. R. (1999). Evidence that
task performance should be distinguished from
contextual performance. Journal of Applied
Psychology, 79 (4), 475–480.
Motowidlo, S. J., & Schmit, M. J. (1999). Performance
assessment in unique jobs. In D. R. Ilgen & E. D.
Pulakos (Eds.), The changing nature of job
performance: Implications for staffing, motivation, and
development (pp. 56–86). San Francisco, CA: Jossey-
Bass
Matutina (2001). Manajemen Sumber daya Manusia, cetakan
kedua, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta.
Muse, L., Harris, S. G., Giles, W. F., & Feild, H. S. (2008).
Work-life benefits and positive organizational
behavior: is there a connection? Journal of
Organizational Behavior, 29(2), 171–192.
Mustafa, F. Penyesuaian Diri (Pengenalan dan Peranannya
dalam Kesehatan Mental), Jakarta, Bulan Bintang,
111-112.
Mertodipuro, S (1987) Keberanian Hiasan Pribadi, Jakarta.
Gunung Agung. 13
Neuman, W. L. (2006). Social research methods : qualitative
and quantitative approaches. Pearson/Allyn and Bacon.
Neuman, W. L. (2014). Social research methods : qualitative

222 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

and quantitative approaches. (S. Editor, Ed.) (Pearson


Ne).
Nickols, F. (1997). Performance as Intervention. Distance
Colsunting.
Organ, D. W. (1988). Organizational citizenship behavior:
The good soldier syndrome. Lexington, MA: Lexington
Peterson, S. J., Walumbwa, F. O., Byron, K., & Myrowitz, J.
(2009). CEO positive psychological traits,
transformational leadership, and firm performance in
high-technology start-up and established firms. Journal
of Management, 35 (2), 348–368.
Powers, W. T. (2005). Behavior: The Control of Perception.
Benchmark Publications: Montclair, NJ.
Rahayu, A. Y., (2013) Menumbuhkan Kepercayaan Diri
Melalui Kegiatan Bercerita, Jakarta: PT. Indeks. 64-65
Reivich, K. And Shatte, A. (2002). The Resilience Factor .
New York : Random House, Inc.
Riorini, Vandayuli S. (2004). ―Quality Performance dan
Komitmen Organisasi‖, Jurnal Media Riset Bisnis dan
Manajemen. Volume 4, Nomor 3, 2004, hal 253-274.
Robinson, D. G., & Robinson, J. C. (1995). Performance
consulting : moving beyond training. Berrett-Koehler
Publishers.
Robinson Whelen, S., Kim, C., MacCallum, R. C., & Kiecolt-
Glaser, J. K. (1997). Distinguishing optimism from

Yudithia & Mahadiansar | 223


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pessimism in older adults: Is it more important to be


optimistic or not to be pessimistic? Journal of
Personality and Social Psychology, 73 (6), 1345–1353.
Roe, R. A. (1999). Work performance: A multiple regulation
perspective. In C. L. Cooper & I. T. Robertson (Eds.),
International review of industrial and organizational
psychology (Vol. 14, pp. 231–335). Chichester: Wiley
Rutter, M. (1985). Resilience in the face of adversity:
Protective factors and resistance to psychiatric disorder.
British Journal of Psychiatry, 147 (12), 598–611.
Ryle, G. (1949). The Concept of Mind. Hutchinson of
London: London
Scheier, M. F., & Carver, C. S. (1985). Optimism, coping,
and health: Assessment and implications of generalized
outcome expectancies. Health Psychology, 4 (3), 219–
247.
Scheier, M. F., Carver, C. S., & Bridges, M. W. (1994).
Distinguishing optimism from neuroticism (and trait
anxiety, self-mastery, and self-esteem): A reevaluation
of the Life Orientation Test. Journal of Personality and
Social Psychology, 67 (6), 1063–1078.
Segerstrom, S. C., Taylor, S. E., Kemeny, M. E., & Fahey, J.
L. (1998). Optimism is associated with mood, coping,
and immune change in response to stress. Journal of
Personality and Social Psychology, 74 (6), 1646–1655.

224 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Seligman, M. (2002). Authentic happiness: using the new


positive psychology to realize your potential for lasting
fulfillment. Cognitive Behavior Therapy Book Review,
1 (8), 1–2.
Seligman, M. E. P. (1998a). Learned optimism: how to
change your mind and your Life. Learned Optimism.
Seligman, M. E. P. (1998b). Learned optimism. New York:
Pocket Books.
Seligman, M.E.P. and Csikszentmihalyi, M. (2000) ‗Positive
psychology‘, American Psychologist, 55, 5–1
Snyder, C. R., Harris, C., Anderson, J. R., Holleran, S. A.,
Irving, L. M., & Sigmon, S. T. (1991). The will and the
ways: Development and validation of an individual-
dffierence measure of hope. Journal of Personality and
Social Psychology, 60 (4), 570–585.
Snyder, C. R., Shorey, H. S., Cheavens, J., Pulvers, K. M.,
Adams, V. H., & Wiklund, C. (2002). Hope and
academic success in college. Journal of Educational
Psychology, 94 (4), 820–826.
Snyder, C. R., Sympson, S. C., Ybasco, F. C., Borders, T. F.,
Babyak, M. A., & Higgins, R. L. (1996). Development
and validation of the State Hope Scale. Journal of
Personality and Social Psychology, 70 (2), 321–335.
Srivastava, S., McGonigal, K. M., Richards, J. M., Butler, E.
A., & Gross, J. J. (2006). Optimism in close

Yudithia & Mahadiansar | 225


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

relationships: How seeing things in a positive light


makes them so. Journal of Personality and Social
Psychology, 91 (1), 143–153.
Sumadi & Suryabrata, S. (2008) Psikologi Kepribadian.
Jakarta, 249-250
Suryabrata, S. (2008). Psikologi Kepribadian : Jakarta, 248-
250
Suwarjo & Eliasa I. A., (2010) 55 Permainan (Games) dalam
Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Paramitra
Publishing, p. (74)
Tugade, M. M., & Fredrickson, B. L. (2004). Resilient
Individuals Use Positive Emotions to Bounce Back From
Negative Emotional Experiences. Journal of Personality
and Social Psychology, 86 (2), 320–333.
Turner, S. G. (2001). Resilience and social work practice:
three case studies. The Journal of Contemporary Social
Services, 82 (5), 441–448.
Van Scotter, J., Motowidlo, S. J., & Cross, T. C. (2000).
Effects of task performance and contextual
performance on systemic rewards. Journal of Applied
Psychology, 85, 526–535
Weil, C. M. (2000). Exploring hope in patients with end stage
renal disease on chronic hemodialysis. Nephrology
Nursing Journal, 27 (2), 24–219.

226 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Widadiningsih, S. (2007). Pedoman Khusus dan Kunci


Jawaban Bimbingan Konseling SMA/MA Kelas X,
Solo: CV. Hayati Tumbuh Subur, 56
Wolin, S. J., & Wolin, S. (1993). The resilient self: How
survivors of troubled families rise above adversity.
Villard Books (1 st ed). New York: Villard Books.
Wright, T. A. (2003). Positive organizational behavior: an
idea whose time has truly come. Journal of
Organizational Behavior, 24 (4), 437–442.
Youssef, C. M., & Luthans, F. (2007). Positive organizational
behavior in the workplace: The impact of hope,
optimism, and resilience. Journal of Management, 33
(5), 774–800.
Yu, X & Zhang. J. (2007). Factor Analysis and Psychometric
Evaluation of The Connor-Davidson Resilience Scala
(CD-RISC) with Chinese People. Journal of Social
Behavior and Personality. 2007. 35 (1), 19-30

Yudithia & Mahadiansar | 227


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

228 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Indeks

Arijati, 213
A
Averill, 107, 108, 213
Abraham Maslow, 7 Avolio, 26, 46, 221
adaptasi, 9, 124, 125, 138,
139, 141, 149, 152, 153, B

155 Babin, 217


administrasi, 39, 190, 191 Balckwell, 220
agensi, 109, 110, 112, 114, Bergman, 191, 192, 193,
118, 119 213
Agresi, 195 Bernaards, 219
aktivitas, 15, 17, 19, 34, birokrasi, 38, 39
48, 181, 186, 189, 192 Black, 217
Akuntabilitas, 39 Block, 125, 127, 213
alternatif, 61, 109 Blum, 136, 213
ambiguitas, 63 Boden, 214
analisa, 3, 88 Borman, 44, 184, 189,
analitik, 57, 61, 70 190, 214, 215
Anderson, 190, 213, 217, Bowen, 190, 214
225 brodrick, 220
Andrea, 219 Brown,, 219, 221
antropologi, 5, 118 Butler, 225
antusiasme, 192
C
appraisal, 149, 216
Cameron, 24, 30, 215

Yudithia & Mahadiansar | 229


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Campbell, 43, 44, 56, 182, Dean, 158, 186, 216


183, 184, 186, 189, 214, Dedikasi, 192
215 defisit, 45, 185
Carl, 7, 79, 221 demografi, 152
Carl Rogers, 7, 79 dimensi, 73, 121, 124,
Carmeli, 193, 215 152, 162, 164, 168, 183,
Carver, 119, 120, 121, 189, 194
122, 215, 224 dinamis, 73, 106, 117,
Cassen, 125, 136, 215 143, 183
Catherine, 219 disiplin, 3, 4, 5
Catlin, 107, 108, 213 disposisional, 30, 47
Chand, 194, 216 Dolle, 219
Chang, 118, 216 dominan, 27
Chaplin, 156, 216 Donovan, 193, 213
Connor, 126, 131, 216, Dunnette, 214, 219
227 Dutton, 215
Cooper, 160, 213, 218,
E
224
Csikszentmihalyi, 6, 23, Edwin, 217
225 efektif, 6, 13, 33, 109, 130,
Culbertson, 216 133, 142, 149, 156, 160,
163, 164, 168, 172, 191
D Efisiensi, 11
Davidson, 126, 131, 216, ekologi, 139
227

230 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

ekonomi, 5, 93, 94, 96, Gates, 221


136, 144, 147, 148, 152 Gilbert, 48, 49, 186, 217
eksistensi, 19, 25, 140 Giles, 222
eksplorasi, 25 Glaser, 223
ekspresi, 77, 130 Graham, 125, 215
Eliasa, 226 Greene, 35, 140, 182, 217
Ellegaard, 217 Grotberg, 217
empiris, 7, 31, 43, 45, 47, Gruys, 194, 217
56, 63, 64, 65, 68, 183,
H
184, 188
energik, 29, 68, 126 Hair, 217
Erick Fromm, 7 Hakim, 81, 89, 94, 218
harmonis, 144, 145, 160
F Harris, 109, 120, 222, 225
Fahey, 224 Hasibuan, 10, 218
Fasilitasi, 192 Haslam, 220
Feild, 222 Henderson, 135, 218
Feinstein, 125, 215 Hildebrandt, 219
Flippo, 11, 12, 217 Hough, 214, 219
formal, 147, 158, 192, 193 humanistic, 3, 7
Fredrickson, 125, 226 humanistik, 7
Fullagar, 216 Huppert, 220
Husna, 218
G

Gasser, 189, 215

Yudithia & Mahadiansar | 231


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

I inisiatif, 59, 64, 72, 163


inklusif, 24, 27, 102, 103
Icbwan, 36, 218
instantiasi, 108
identifikasi, 3
instruktur, 159
Ilgen, 44, 68, 182, 184,
integrasi, 74, 142, 143,
214, 218, 222
182
ilmiah, v, 4, 6, 9, 10, 25,
intelektual, 45, 161, 162,
101, 103, 138, 171
168, 169, 185
individu, viii, 3, 4, 6, 13,
interaksi, 45, 59, 61, 141,
18, 19, 23, 24, 26, 28, 30,
143, 148, 163, 172, 185
33, 35, 39, 43, 44, 45, 46,
interdependensi, 27
47, 48, 49, 54, 55, 56, 57,
interpersonal, 27
58, 59, 60, 61, 63, 65, 69,
interpretasi, 61
70, 73, 74, 78, 79, 80, 81,
intervensi, 24, 62, 65, 68,
83, 84, 87, 93, 105, 106,
69, 70, 74, 154, 155
111, 115, 116, 118, 119,
121, 122, 123, 124, 125,
J
126, 127, 128, 129,130,
Jakarta, 216, 217, 218,
131, 132, 133, 136, 138,
222, 223, 226
139, 140, 141, 143, 145,
John, 34, 158, 181, 219,
165, 168, 173, 182, 183,
221
184, 185, 186, 187, 188,
Joseph, 106, 220
189, 190, 193, 194, 195
Josman, 193, 215
individual, 5, 77, 106, 127,
Jossey-Bass, 214, 215,
138, 139, 140, 191, 225
218, 222
infrastruktur, 151, 152

232 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

K 173, 181, 184, 189, 190,


193, 257
Kaine,, 219
Kemeny, 224
Kanfer, 44, 47, 58, 184,
kepribadian, 14, 15, 19,
219
54, 56, 57, 59, 72, 73, 77,
kapita, 148
79, 80, 81, 96, 120, 134
karakteristik, 4, 41, 54, 61,
Kerlinger, 219
62, 66, 71, 74, 77, 78, 121,
Kiecolt, 223
122, 141, 143
Kiker, 191, 219
kardiovaskular, 31
Kim, 24, 30, 223
karir, 3, 30
kinerja, v, 4, 5, 10, 11, 13,
karyawan, 3, 10, 16, 30,
14, 15, 16, 17, 18, 19, 24,
45, 52, 54, 61, 65, 71, 104,
26, 29, 30, 33, 34, 35, 36,
116, 117, 185, 187
37, 38, 39, 40, 41, 42, 43,
kemampuan, 10, 33, 34,
44, 45, 46, 47, 48, 49, 50,
36, 38, 40, 45, 47, 49, 54,
51, 52, 53, 54, 55, 56, 57,
56, 57, 59, 71, 78, 81, 82,
58, 59, 60, 61, 62, 63, 64,
85, 86, 87, 88, 89, 90, 93,
65, 66, 67, 68, 69, 70, 71,
97, 105, 106, 107, 108,
72, 73, 74, 79, 102, 104,
114, 122, 125, 127, 128,
116, 120, 181, 182, 183,
129, 130, 131, 132, 134,
184, 185, 186, 187, 188,
135, 138, 140, 143, 145,
189, 190, 191, 192, 193,
148, 150, 153, 156, 157,
194, 257
160, 161, 162, 163, 164,
King, 190, 213
165, 168,169, 170, 172,
klien, 45, 185

Yudithia & Mahadiansar | 233


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kognitif, 28, 29, 47, 56, Kremen, 125, 213


57, 59, 65, 66, 107, 120, kualitas, 3, 5, 10, 11, 12,
129, 143, 168, 171, 172 15, 16, 17, 18, 19, 30, 35,
kolektif, 29, 141 38, 72, 105, 117, 127, 144,
Kompetensi, 40, 131, 175 145, 146, 149, 152, 154,
kompetitif, 26, 187, 191 181
komprehensif, 27 kuantitas, 3, 15, 18, 72
komunitas, 132, 138, 139,
L
141, 150, 155
konsekuensi, 23, 25, 27, Lazarus, 9, 24, 220
32, 44, 74, 184 Li, 220, 221
konsep, 23, 27, 43, 44, 79, Linley, 106, 220
80, 81, 82, 107, 139, 142, logis, 169, 190
144, 148, 149, 150, 159, Lopez, 106, 107, 120, 220,
171, 182, 183, 184, 185, 221
189, 193 loyalitas, 10, 11
konstruksi, 58 Luthans, 13, 14, 15, 23,
kontekstual, 56, 59, 64, 24, 26, 58, 70, 119, 120,
189, 192, 193 220, 221, 227
kontraproduktif, 193, 194 Luthar, 125, 137, 139, 221
Kontrol, 48, 51, 53, 111,
M
132
konvergen, 31, 115 MacCallum, 223

Koopmans, 186, 219


korektif, 17, 18

234 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

manajemen, 3, 10, 15, 16, Motif, 40


143, 148, 150, 163, 183, motivasi, 16, 47, 55, 57,
190 58, 59, 60, 61, 73, 82, 102,
Marques, 107, 221 104, 105, 106, 107, 109,
Martin, 6, 23, 65, 129 110, 117
Mashab, 8 Motowidlo, 44, 56, 184,
Masten, 125, 154, 221 187, 189, 190, 191, 192,
masyarakat, v, 6, 38, 85, 213, 214, 219, 222, 226
86, 113, 138, 148, 150, multidimensional, 187
151, 152, 155, 164, 166, Muse, 222
173 Mustafa, 222
Matutina, 10, 222
N
mayoritas, 122, 165
McCloy, 44, 184, 215 negatif, 5, 7, 9, 10, 23, 24,
McDaniel, 46, 221 25, 27, 38, 42, 63, 77, 80,
McGonigal, 225 81, 83, 95, 97, 99, 114,
McNeely, 136, 213 117, 120, 121, 125, 131,
mental, 7, 54, 67, 81, 89, 138, 140
91, 94, 96, 107, 113, 144, Neuman, 222
145, 147, 157, 173, 177 New York, 214, 221, 223,
Mertodipuro, 222 225, 227
Michelle, 219 Nickols, 50, 186, 223
Mihaly, 6 Nonnemaker, 136, 213
Milstein, 135, 218
Morales, 136, 221

Yudithia & Mahadiansar | 235


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

O Perencanaan, 11, 190


performance, 12, 14, 33,
Oppler, 44, 184, 215
48, 214, 215, 218, 219,
optimalisasi, 19, 34, 181
222, 223, 224, 226
optimis, 9, 78, 117, 120,
perilaku, v, 3, 4, 7, 10, 12,
121, 122, 123
14, 19, 23, 24, 25, 26, 28,
Organ, 223
30, 31, 32, 34, 44, 45, 48,
organisasi, v, 3, 4, 5, 11,
50, 70, 71, 73, 79, 90, 119,
12, 13, 14, 16, 17, 18, 19,
120, 124, 127, 128, 133,
23, 24, 25, 26, 28, 29, 30,
150, 158, 160, 163, 164,
31, 32, 33, 34, 35, 37, 38,
173, 174, 181, 183, 184,
39, 41, 42, 44, 45, 59, 66,
185, 186, 189, 190, 191,
67, 70, 71, 72, 73, 105,
193, 194
116, 117, 139, 152, 172,
Perspektif, 54, 55, 56, 59,
181, 182, 183, 184, 185,
60, 65, 68, 69, 140
186, 187, 188, 189, 190,
Peterson, 106, 223
191, 192, 193, 194, 195
politik, 5, 39, 195
orientasi, 3, 4, 142, 163
populasi, 152, 168
P positif, v, 5, 6, 7, 8, 9, 13,

Pais, 107, 221 14, 15, 19, 23, 24, 25, 26,

paralel, 31 27, 28, 29, 30, 31, 32, 35,

pegawai, 3, 11, 13, 16, 34, 36, 38, 42, 57, 59, 61, 62,

35, 51, 52, 54, 102, 104, 63, 64, 69, 70, 80, 81, 83,

181, 190, 192, 193, 195 86, 87, 89, 94, 99, 100,

Peluang, 41 106, 107, 110, 114, 115,

236 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

118, 119, 120, 121, 122, Pulakos, 182, 214, 218,


124, 125, 126, 127, 131, 222
134, 135, 137, 138, 141,
Q
146, 149, 155, 161, 163,
182 Quinn, 63, 215
Powers, 50, 223
R
praktis, 6, 59, 65, 74, 188
prediktor, 56, 59, 60, 65, Rahayu, 223

188 regilius, 111

proaktif, 74 regulasi, 64, 68

Produksi, 109 Reivich, 126, 127, 129,

produktif, 26, 126, 127 223

produktifitas, 3, 13, 18, 35, relevansi, 47, 57, 183

182, 186 Responsivitas, 38

Produktivitas, 38, 69 revolusi, 6

prosedural, 47 revolusioner, 6

protektif, 140, 142, 143 reward, 35, 181, 219

psikolog, 6, 7, 166 Ribeiro, 107, 221

psikologi, 5, 6, 7, 8, 9, 12, Richards, 225

13, 14, 15, 23, 65, 66, 69, Riorini, 12, 223

79, 115, 118, 121, 130, Ripley, 186, 216

154, 155, 170, 171, 182, risiko, 124, 142, 150, 153,

188 155

Psikologi, vii, viii, 5, 6, 7, ritme, 48

8, 9, 115, 155, 216, 226 Robertson, 213, 219, 224

Yudithia & Mahadiansar | 237


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Robinson, 122, 186, 219, Seligman, 6, 8, 23, 117,


223 118, 120, 121, 123, 129,
Roe,, 44, 184, 224 225
rute, 108 Shatte, 126, 127, 129, 223
Rutter, 136, 224 Shields, 34, 181, 219
Ryle, 49, 224 signifikan, 57, 63, 124
situasional, 17, 54, 55, 58,
S
60, 61, 63, 64, 73, 74, 125,
Sackett, 194, 217 183
Sager, 44, 184, 215 Snyder, 105, 106, 107,
salutogenesis, 140 108, 109, 120, 220, 225
Samuel, 219 Solo, 213, 227
San Francisco, 214, 215, sosiologi, 5
218, 222 sosioteknik, 62, 63
Sarah, 219 spesifik, 18, 40, 58, 60, 66,
Sawyer, 137, 221 68, 74, 117, 124, 190, 191
Scheier, 119, 120, 121, spiritual, 132, 143, 144,
122, 215, 224 145, 147
Schmit, 44, 184, 189, 190, Srivastava, 118, 225
222 stresor, 63, 140
Schmitt, 214, 215 struktur, 43, 54, 120, 150,
Schneider, 44, 184, 218 152, 183
Scotter, 56, 192, 222, 226 subyektif, 9
Segerstrom, 121, 224 Sumadi, 226
selfefficacy, 31 superior, 9, 169

238 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

supervisor, 50 variabilitas, 190


Suryabrata, 226 Vella, 220
Suwarjo, 226 vitalitas, 24, 28, 68
Voluntter, 193
T

Taylor, 68, 139, 224 W

temporer, 123 Waldman, 46, 190, 214


teoritis, 3, 30, 115 Walumbwa, 106, 221, 223
terintegrasi, 25 Weil, 110, 226
Toleransi, 138 Whelen, 223
Trotman, 136, 221 Widadiningsih, 227
Tugade, 125, 226 Wiley, 213, 219, 220, 221,
Turner, 62, 126, 226 224
Wolin, 134, 227
U
Wright, 13, 30, 227
universal, 124, 173, 174
Y
V
Youssef, 13, 26, 120, 221,
validitas, 31, 115 227
Van, 48, 56, 192, 222, 226 Yu, 227
Vandayuli, 223
variabel, 4, 25, 28, 30, 31, Z

51, 53, 54, 73, 117, 120, Zhang, 127, 227


188

Yudithia & Mahadiansar | 239


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

240 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Glosarium

Adaptasi : Penyesuaian terhadap lingkungan,


pekerjaan, dan pelajaran
Administrasi : Usaha dan kegiatan yang meliputi
penetapan tujuan serta penetapan
cara-cara penyelenggaraan
pembinaan organisasi
Agensi : Kantor agen; perusahaan yang
berkenaan dengan kegiatan bisnis;
divisi administratif pemerintahan
Agresi : Penyerangan suatu negara
terhadap negara lain; serangan;
perasaan marah atau tindakan
kasar akibat kekecewaan atau
kegagalan dalam mencapai
pemuasan atau tujuan yang dapat
diarahkan kepada orang atau
benda; perbuatan bermusuhan
yang bersifat penyerangan fisik
ataupun psikis terhadap pihak lain
Aktivitas : Keaktifan; kegiatan; kerja atau
salah satu kegiatan kerja yang
dilaksanakan dalam tiap bagian di
dalam perusahaan

Yudithia & Mahadiansar | 241


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Akuntabilitas : Perihal bertanggung jawab;


keadaan dapat dimintai
pertanggungjawaban
Alternatif : Pilihan diantara dua atau beberapa
kemungkinan
Ambiguitas : Sifat atau hal yang bermakna dua;
kemungkinan yang mempunyai
dua pengertian
Antropologi : Ilmu tentang manusia, khususnya
tentang asal-usul, aneka warna
bentuk fisik, adat istiadat, dan
kepercayaannya pada masa
lampau
Antusiasme : Minat besar terhadap sesuatu;
kegairahan; gelora semangat
Birokrasi : Sistem pemerintahan yang
dijalankan oleh pegawai
pemerintah yang berpegang pada
hierarki dan jenjang jabatan
Dedikasi : Pengorbanan tenaga, pikiran, dan
waktu demi keberhasilan suatu
usaha atau tujuan mulia;
pengabdian
Defisit : Kekurangan
Demografi : Ilmu tentang susunan, jumlah, dan

242 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

perkembangan penduduk; ilmu


yang memberikan uraian atau
gambaran statistik mengenai suatu
bangsa dilihat dari sudut sosial
politik; ilmu kependudukan
Dimensi : Ukuran (panjang, lebar, tinggi,
luas, dan sebagainya)
Dinamis : Penuh semangat dan tenaga
sehingga cepat bergerak dan
mudah menyesuaikan diri dengan
keadaan dan sebagainya;
mengandung dinamika
Disiplin : Tata tertib; ketaatan (kepatuhan)
kepada peraturan (tata tertib dan
sebagainya); bidang studi yang
memiliki objek, sistem, dan
metode tertentu
Dominan : Bersifat sangat menentukan
karena kekuasaan; berpengaruh
kuat; tampak menonjol
Efektif : Ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya); dapat
membawa hasil; berhasil guna
Efisiensi : Ketepatan cara (usaha, kerja)
dalam menjalankan sesuatu

Yudithia & Mahadiansar | 243


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

(dengan tidak membuang waktu,


tenaga, biaya); kemampuan
menjalankan tugas dengan baik
dan tepat (dengan tidak
membuang waktu, tenaga, biaya)
Ekologi : Ilmu tentang hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dan
(kondisi) alam sekitarnya
(lingkungannya)
Ekonomi : Tentang asas-asas produksi,
distribusi, dan pemakaian barang-
barang serta kekayaan (seperti hal
keuangan, perindustrian, dan
perdagangan); pemanfaatan uang,
tenaga, waktu, dan sebagainya
yang berharga
Eksistensi : Hal berada; keberadaan
Eksplorasi : Penjelajahan lapangan dengan
tujuan memperoleh pengetahuan
lebih banyak (tentang keadaan);
penyelidikan; kegiatan untuk
memperoleh pengalaman baru
dari situasi yang baru
Ekspresi : Pengungkapan atau proses
menyatakan (memperlihatkan

244 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

atau menyatakan maksud,


gagasan, perasaan
Empiris : Berdasarkan pengalaman
(terutama yang diperoleh dari
penemuan, percobaan,
pengamatan yang telah dilakukan)
Energik : Penuh energi; bersemangat
Fasilitasi : Pemfasilitasan
Formal : Sesuai dengan peraturan yang
sah; menurut adat kebiasaan yang
berlaku
Harmonis : Bersangkut paut dengan
(mengenai) harmoni; seia sekata
Humanistik : Humanistis
Identifikasi : Tanda kenal diri; bukti diri;
penentu atau penetapan identitas
seseorang, benda, dan sebagainya;
proses psikologi yang terjadi pada
diri seseorang karena secara tidak
sadar dia membayangkan dirinya
seperti orang lain yang
dikaguminya, lalu dia meniru
tingkah laku orang yang
dikaguminya itu
Ilmiah : Bersifat ilmu; secara ilmu

Yudithia & Mahadiansar | 245


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pengetahuan; memenuhi syarat


(kaidah) ilmu pengetahuan
Individu : Orang seorang; pribadi orang
(terpisah dari yang lain): tindakan
yang demikian itu berarti
mengutamakan kepentingan
Individual : Mengenai atau berhubungan
dengan manusia secara pribadi;
bersifat perseorangan
Infrastruktur : Prasarana
Inisiatif : Prakarsa
Inklusif : Termasuk; terhitung; bersifat
inklusi
Instruktur : Orang yang bertugas mengajarkan
sesuatu dan sekaligus
memberikan latihan dan
bimbingannya
Integrasi : Pembauran hingga menjadi
kesatuan yang utuh atau bulat;
penggabungan aktivitas, program,
atau komponen perangkat keras
yang berbeda ke dalam satu unit
fungsional
Intelektual : Cerdas, berakal, dan berpikiran
jernih berdasarkan ilmu

246 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

pengetahuan; mempunyai
kecerdasan tinggi; cendekiawan;
totalitas pengertian atau
kesadaran, terutama yang
menyangkut pemikiran dan
pemahaman
Interaksi : Hal saling melakukan aksi,
berhubungan, memengaruhi;
antarhubungan
Interpersonal : Berkaitan dengan hubungan
antarpribadi
interpretasi : Pemberian kesan, pendapat, atau
pandangan teoretis terhadap
sesuatu; tafsiran
intervensi : Campur tangan dalam
perselisihan antara dua pihak
(orang, golongan, negara, dan
sebagainya)
Karakteristik : Mempunyai sifat khas sesuai
dengan perwatakan tertentu.
Kardiovaskular : Berhubungan dengan jantung dan
pembuluh darah
Karyawan : Orang yang bekerja pada suatu
lembaga (kantor, perusahaan, dan
sebagainya) dengan mendapat gaji

Yudithia & Mahadiansar | 247


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

(upah); pegawai; pekerja


Kemampuan : Kesanggupan; kecakapan;
kekuatan
Kepemimpinan : Perihal pemimpin; cara
memimpin
Kepribadian : Sifat hakiki yang tercermin pada
sikap seseorang atau suatu bangsa
yang membedakannya dari orang
atau bangsa lain
Kinerja : Sesuatu yang dicapai; prestasi
yang diperlihatkan; kemampuan
kerja
Klien : Orang yang membeli sesuatu atau
memperoleh layanan (seperti
kesehatan, konsultasi jiwa) secara
tetap; pelanggan
Kognitif : Berhubungan dengan atau
melibatkan kognisi berdasar
kepada pengetahuan faktual yang
empiris
Kompetensi : Kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan (memutuskan
sesuatu)
Kompetitif : Berhubungan dengan kompetisi
(persaingan); bersifat kompetisi

248 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

(persaingan)
Komposit : Gabungan; campuran
Komprehensif : Bersifat mampu menangkap
(menerima) dengan baik; luas dan
lengkap (tentang ruang lingkup
atau isi); mempunyai dan
memperlihatkan wawasan yang
luas
Kolektif : Secara bersama
Komunitas : Kelompok organisme (orang dan
sebagainya) yang hidup dan
saling berinteraksi di dalam
daerah tertentu; masyarakat;
paguyuban
Konsekuensi : Akibat (dari suatu perbuatan,
pendirian, dan sebagainya);
persesuaian dengan yang dahulu
Konsep : Rancangan atau buram surat dan
sebagainya; ide atau pengertian
yang diabstrakkan dari peristiwa
konkret
Konstruksi : Susunan (model, tata letak);
susunan dan hubungan kata dalam
kalimat atau kelompok kata:
makna suatu kata ditentukan oleh

Yudithia & Mahadiansar | 249


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

dalam kalimat atau kelompok kata


Kontekstual : Berhubungan dengan konteks
Kontraproduktif : Tidak menguntungkan
Kontrol : Pengawasan; pemeriksaan;
pengendalian
Konvergen : Bersifat menuju satu titik
pertemuan; bersifat memusat
Korektif : Bersifat korek (memperbaiki,
teliti, berdisiplin
Kualitas : Tingkat baik buruknya sesuatu;
kadar; derajat atau taraf
(kepandaian, kecakapan, dan
sebagainya); mutu
Kuantitas : Banyaknya (benda dan
sebagainya); jumlah (sesuatu)
Logis : Sesuai dengan logika; benar
menurut penalaran; masuk akal
Loyalitas : Kepatuhan; kesetiaan
Manajemen : Penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran;
pimpinan yang bertanggung
jawab atas jalannya perusahaan
dan organisasi;
Masyarakat : Sejumlah manusia dalam arti
seluas-luasnya dan terikat oleh

250 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

suatu kebudayaan yang mereka


anggap sama:
Mayoritas : Jumlah orang terbanyak yang
memperlihatkan ciri tertentu
menurut suatu patokan
dibandingkan dengan jumlah yang
lain yang tidak memperlihatkan
ciri itu: usul itu disetujui oleh -
Mental : Bersangkutan dengan batin dan
watak manusia, yang bukan
bersifat badan atau tenaga
Motif : Pola; corak
Motivasi : Dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar atau tidak
sadar untuk melakukan suatu
tindakan dengan tujuan tertentu;
usaha yang dapat menyebabkan
seseorang atau kelompok orang
tertentu tergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai
tujuan yang dikehendakinya atau
mendapat kepuasan dengan
perbuatannya
Optimis : Orang yang selalu
berpengharapan (berpandangan)

Yudithia & Mahadiansar | 251


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

baik dalam menghadapi segala hal


Organ : Alat yang mempunyai tugas
tertentu di dalam tubuh manusia
(binatang dan sebagainya)
Organisasi : Kesatuan (susunan dan
sebagainya) yang terdiri atas
bagian-bagian (orang dan
sebagainya) dalam perkumpulan
dan sebagainya untuk tujuan
tertentu; 2 kelompok kerja sama
antara orang-orang yang diadakan
untuk mencapai tujuan bersama
Orientasi : Meninjauan untuk menentukan
sikap (arah, tempat, dan
sebagainya) yang tepat dan benar;
pandangan yang mendasari
pikiran, perhatian atau
kecenderungan;
Paralel : Sejajar
Pegawai : Orang yang bekerja pada
pemerintah (perusahaan, dan
sebagainya
Peluang : Kesempatan
Politik : (Pengetahuan) mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan

252 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

(seperti tentang sistem


pemerintahan, dasar
pemerintahan):
Populasi : Seluruh jumlah orang atau
penduduk di suatu daerah; jumlah
orang atau pribadi yang
mempunyai ciri-ciri yang sama;
jumlah penghuni, baik manusia
maupun makhluk hidup lainnya
pada suatu satuan ruang tertentu;
sekelompok orang, benda, atau
hal yang menjadi sumber
pengambilan sampel; suatu
kumpulan yang memenuhi syarat
tertentu yang berkaitan dengan
masalah penelitian
Positif : Pasti; tegas; tentu: yakin; bersifat
nyata dan membangun
Praktis : Berdasarkan praktik; mudah dan
senang memakainya
(menjalankan dan sebagainya)
Proaktif : Lebih aktif
Produksi : Proses mengeluarkan hasil;
penghasilan
Produktif : Bersifat atau mampu

Yudithia & Mahadiansar | 253


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

menghasilkan (dalam jumlah


besar); mendatangkan (memberi
hasil, manfaat, dan sebagainya);
menguntungkan
Prosedural : Sesuai dengan prosedur
Protektif : Bersangkutan dengan proteksi;
bersifat melindungi
Psikolog : Ahli psikologi
Psikologi : Ilmu yang berkaitan dengan
proses mental, baik normal
maupun abnormal dan
pengaruhnya pada perilaku; ilmu
pengetahuan tentang gejala dan
kegiatan jiwa
Regulasi : Kemampuan menyesuaikan hidup
bagi organisme yang hidup dalam
air asin dengan cara
mempertahankan kandungan
garam di dalam cairan tubuh agar
tetap lebih rendah daripada air;
kemampuan menyesuaikan hidup
yang terdapat pada hewan air
tawar dengan cara
mempertahankan kandungan
garam dalam cairan tubuh agar

254 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

tetap lebih tinggi daripada air di


luar tubuh
Relevansi : Hubungan; kaitan
Revolusi : Perubahan ketatanegaraan
(pemerintahan atau keadaan
sosial) yang dilakukan dengan
kekerasan (seperti dengan
perlawanan bersenjata);
perubahan yang cukup mendasar
dalam suatu bidang
Revolusioner : Cenderung menghendaki
perubahan secara menyeluruh dan
mendasar:
Risik : Meraba-raba
Ritme : Irama
Rute : Jarak atau arah yang harus diturut
(ditempuh, dilalui):
Signifikan : Penting; berarti
Sosiologi : Pengetahuan atau ilmu tentang
sifat, perilaku, dan perkembangan
masyarakat; ilmu tentang struktur
sosial, proses sosial, dan
perubahannya;
Spesifik : Khusus; bersifat khusus
Spiritual : Berhubungan dengan atau bersifat

Yudithia & Mahadiansar | 255


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kejiwaan (rohani, batin)


Struktur : Cara sesuatu disusun atau
dibangun; susunan; bangunan;
yang disusun dengan pola
tertentu; pengaturan unsur atau
bagian suatu benda; ketentuan
unsur-unsur dari suatu benda
Subyektif : Subyektif
Superior : Orang atasan; pemimpin
Supervisor : Pengawas utama; pengontrol
utama; penyelia
Temporer : Untuk sementara waktu;
sementara; darurat
Toleransi : Sifat atau sikap toleran: dua
kelompok yang berbeda
kebudayaan itu saling
berhubungan dengan penuh
Universal : Umum (berlaku untuk semua
orang atau untuk seluruh dunia);
bersifat (melingkupi) seluruh
dunia; ruang lingkup tanggung
jawab mahasiswa adalah
Validitas : Sifat benar menurut bahan bukti
yang ada, logika berpikir, atau
kekuatan hukum; sifat valid;

256 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

kesahihan: menentukan -- suatu


tes deng
Variabel : Dapat berubah-ubah, berbeda-
beda, bermacam-macam (tentang
mutu, harga, dan sebagainya);
sesuatu yang dapat berubah;
faktor atau unsur yang ikut
menentukan perubahan
Variabilitas : Keadaan bervariasi;
kecenderungan berubah-ubah;
keadaan berbagai macam
Vitalitas : Kemampuan untuk bertahan
hidup; daya hidup

Yudithia & Mahadiansar | 257


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

258 | Yudithia & Mahadiansar


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Biodata Penulis

Yudithia. Akrab di sapa yudit dilahirkan


di Pekanbaru, 29 Juni 1980 Memperoleh
gelar Sarjana Sains Terapan
Pemerintahan (S.STP) dari sekolah
Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri
(STPDN) Jatinangor, Sumedang - Jawa
Barat, Program Studi Ilmu Pemerintahan
pada tahun 2002. Pada tahun 2008 berhasil meraih gelar
Master of profesional (MP) dari Program Pascasarjana
Manajemen Pembangunan Daerah Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan
prediket cumlaude. Pada tahun 2013 meraih gelar Master of
Science (M.Si) dalam Administrasi Publik Sekolah Tinggi
Ilmu Administrasi Yappan kemudian pada 2017 berhasil
meraih Doktor ilmu Pemerintahan, Universitas Pajajaran, saat
ini bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara pada Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau.

Yudithia & Mahadiansar | 259


Perilaku Organisasi Positif dalam Kinerja
Sebuah Konsep dan Teori

Mahadiansar yang akrab di sapa Dian,


dilahirkan di Pulau Bunda Tanah
Melayu, Daik. 15 April 1992. Putra
pertama dari almarhum Bapak Mohd.
Nasir dan Ibu Sutiyani. Sewaktu kecil
sampai yang beruumur 6 tahun
dibesarkan rantauan negara tetangga
Malaysia. Menempuh Perguruan Tinggi dengan mengambil
Program Studi S1 Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Maritim Raja Ali Haji
lulus pada tahun 2019 dengan memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos). Menekuni dunia akademik dan
kemahasiswaan yang memiliki kemampuan Advokasi
Lingkungan, Designer kemudian sebagai editor maupun
layouting membantu kinerja UMRAH Press pada tahun 2017
dalam beberapa buku ajar dan buku pengabdian FISIP
UMRAH. Adapun buku pertamanya berjudul ―Misi
Pengabdian di Pulau Terdepan, Menjaga Poros Maritim
Indonesia Ujung Utara‖.

260 | Yudithia & Mahadiansar

Anda mungkin juga menyukai