Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS INDONESIA

PENYAKIT BRONKITIS

Studi Kasus 2 Teknologi Obat dan Kosmetik

ANGGOTA KELOMPOK:

AYU PANJI MAHARANI C. S. P. (1806227433)


VINCENTIUS JODY RUSLI (1806227654)
SHEFA MYRIA KHAIRUNNISA (1806187612)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
MARET, 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2

BAB I - PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 4

BAB II - ANALISIS 5
2.1 Penyakit Bronkitis dan Penyakit Turunannya 5
2.2 Farmakologi dari Obat Bronkitis 6
2.3 Bahan Baku Obat Bronkitis dan Block Flow Diagram Proses Produksi Obat Bronkitis 7
2.4 Cara Kerja Bahan Aktif Obat Bronkitis (Guaifenesin) 8
2.5 Faktor Penggunaan Guaifenesin Untuk Mencegah Efek Samping Berkepanjangan 10
2.6. Obat Tradisional Indonesia Untuk Mengatasi Bronkitis 11
2.6.1. Komposisi dan Zat Aktif Komponen Penyusun Ramuan Jahe 12
2.6.1.1. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) 12
2.6.1.2. Madu 14
2.6.1.3. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) 15

BAB III - KESIMPULAN 16

DAFTAR PUSTAKA 17

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bronkitis kronis adalah salah satu dari dua jenis utama penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), di mana yang lainnya adalah emfisema. Kebanyakan orang dengan PPOK memiliki
gejala dari kedua kondisi tersebut. Pada bronkitis kronis, pembengkakan saluran udara dan
produksi lendir yang berlebihan menyebabkan batuk kronis serta kesulitan bernapas. Oleh karena
itu, banyak orang mendengar batuk terus-menerus yang dikaitkan dengan bronkitis kronis dan
bertanya-tanya apakah itu menular. Di Amerika Serikat, lebih dari 16 juta orang telah didiagnosis
dengan PPOK. Dari jumlah tersebut, lebih dari 3,8 juta didiagnosis dengan emfisema, dan 9 juta
didiagnosis dengan bronkitis kronis. Inflamasi kronis pada bronkus, obstruksi saluran napas, dan
produksi lendir kronis menyebabkan perubahan di seluruh paru-paru, maka dari itu banyak orang
penderita bronkitis kronis pada akhirnya mengembangkan emfisema juga.

Bronkitis adalah peradangan pada bronkus, saluran bercabang yang masuk ke paru-paru.
Tabung ini membawa udara menuju dan dari paru-paru. Ketika saluran bronkial meradang dan
bengkak, lebih sedikit udara yang bisa masuk. Peradangan menyebabkan peningkatan produksi
lendir, yang menyebabkan batuk yang mengganggu saat mencoba membersihkan lendir.
Peradangan dapat bertahan untuk waktu yang singkat setelah infeksi saluran pernapasan atas atau
mungkin berlangsung untuk waktu yang lama jika kondisinya kronis. Bronkitis akut biasanya
berkembang setelah flu atau infeksi saluran pernapasan atas, dan membaik dalam beberapa hari
tanpa efek tersisa. Bronkitis kronis lebih serius dan berkembang perlahan waktu, terkadang
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Karena gejala bronkitis kronis berkembang sangat
lambat, banyak orang tidak menyadari seberapa buruk gejala mereka. Bronkitis akut biasanya
dimulai dengan pilek, sakit tenggorokan, menggigil, dan demam ringan. Saat infeksi berpindah
dari hidung dan tenggorokan ke dalam paru-paru, batuk kering biasanya berkembang. Bronkus
menjadi meradang dan produksi lendir meningkat. Pada titik ini, pasien yang mendapat gejala
bronkitis mungkin merasakan batuk produktif, mengi, dan dada sesak. Pada bronkitis akut, ini
gejala dibatasi tidak lebih dari tiga minggu. Mereka yang menderita bronkitis kronis biasanya
mengalami batuk berkepanjangan dan sebagian besar adalah perokok. Merokok merusak silia,
struktur seperti cambuk kecil yang mengalahkan debu dan kotoran keluar dari jalur pernafasan.
Bronkitis kronis dapat berkembang setelah mengalami bronkitis akut secara berulang kali.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit bronkitis dan penyakit turunannya? Bagaimana
farmakologi dari obat tersebut?

3
2. Bahan baku apa saja yang digunakan dalam proses pembuatannya? Berikan gambaran
BFD dari produksi obat tersebut!
3. Jelaskan cara kerja zat aktif dari obat tersebut dan berikan juga faktor-faktor yang perlu
diperhatikan untuk mencegah efek samping berkepanjangan!
4. Apakah ada alternatif obat tradisional Indonesia yang dapat memberikan efek yang relatif
sama? Jelaskan bahan-bahan yang digunakan beserta zat aktifnya!

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mempelajari dan memahami mengenai penyakit bronkitis.
2. Untuk memahami obat yang sesuai untuk penyakit bronkitis serta cara kerja, material,
dan pembuatan dari obat tersebut.
3. Untuk mengetahui obat tradisional Indonesia yang berpotensi untuk menjadi alternatif
obat bronkitis.

4
BAB II
ANALISIS

2.1 Penyakit Bronkitis dan Penyakit Turunannya

Bronkitis adalah penyakit peradangan yang terjadi pada saluran pernapasan utama atau
bronkus. Penderita bronkitis biasanya mengalami batuk dengan lendir yang kental dan berwarna.
Gejala dari penyakit ini adalah batuk, produksi dahak yang berwarna bening, putih, abu-abu
kekuningan, hijau, atau terkadang disertai dengan darah, kelelahan, sesak napas, demam ringan
dan menggigil, dan ketidaknyamanan pada dada. Berikut adalah ilustrasi dari penyakit bronkitis
pada paru-paru.

Gambar 2.1 Bronkitis pada Paru-Paru

Bronkitis terbagi menjadi dua tipe secara umum, yaitu:

● Bronkitis akut
Bronkitis tipe akut biasanya pulih dengan sendirinya dalam waktu satu minggu hingga 10
hari. Namun, terkadang batuk yang dialami dapat berlangsung dalam waktu yang lebih
lama. Bronkitis tipe ini biasanya dialami oleh orang yang masih berusia belia.

● Bronkitis kronis
Bronkitis kronis dapat berlangsung dalam waktu yang lebih lama dari bronkitis akut,
yaitu hingga sekitar 2 bulan, dan merupakan salah satu penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK). Bronkitis tipe ini biasanya dialami oleh orang dewasa yang berumur 40 tahun
keatas.

Apabila bronkitis tidak ditangani dengan tepat, bronkitis dapat menyebabkan penyakit
lain seperti pneumonia. Pneumonia adalah peradangan pada satu atau kedua kantung paru-paru.
Gejala dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:
● Rasa nyeri dada ketika batuk bahkan bernapas.
● Badan terasa lelah.

5
● Linglung, atau terjadi penurunan kesadaran.
● Mual dan muntah.
● Diare.

Berikut adalah ilustrasi dari pneumonia pada paru-paru:

Gambar 2.2 Pneumonia pada Paru-Paru

2.2 Farmakologi dari Obat Bronkitis

Obat yang sering digunakan untuk mengobati bronkitis adalah Guaifenesin. Berikut
adalah struktur kimia dari Guaifenesin.

Gambar 2.3 Struktur Kimia dari Guaifenesin

Guaifenesin memiliki efek pada lendir, seperti meningkatkan volume sekresi bronkus dan
menurunkan viskositas lendir sehingga lendir lebih mudah dikeluarkan melewati batuk.
Guaifenesin juga dapat memiliki efek langsung pada sel epitel saluran pernapasan, seperti
penekanan/penurunan produksi lendir, pengurangan viskoelastisitas lendir, dan pembersihan

6
mukosiliar yang lebih baik. Kemudian, obat ini juga dapat menurunkan sensitivitas refleks batuk
sehingga frekuensi batuk berkurang.
Guaifenesin dapat diserap dengan baik dalam saluran gastrointestinal manusia. Setelah
dosis oral tunggal guaifenesin pada subjek anak, konsentrasi maksimal obat (Cmax) dicapai
dalam waktu sekitar 0,5 jam dan waktu paruh eliminasi plasma sekitar 1 jam. Pada subjek
dewasa, Cmax dicapai dalam 1,69 jam setelah dosis oral tunggal guaifenesin dan waktu paruh
eksponensial terminalnya adalah sekitar 0,86 jam. Kemudian, senyawa tersebut tidak lagi dapat
dideteksi dalam darah pada 8 jam setelah dosis.
Setelah diserap, Guaifenesin dapat dimetabolisme secara efisien, lalu dikeluarkan melalui
urin. Guaifenesin mengalami proses oksidasi dan demetilasi. Obat ini dapat secara cepat
dimetabolisme di hati melalui proses oksidasi menjadi asam β-(2-metoksifenoksi)-laktat.
Metabolit utama guaifenesin adalah asam beta-2-metoksifenoksi-laktat dan hidroksi-guaifenesin.
Demetilasi hydroxyguaifenesin dilakukan oleh enzim O-demethylase yang terlokalisasi di
mikrosom hati. Sekitar 40% dari dosis Guaifenesin diekskresikan sebagai metabolit tersebut
dalam urin dalam waktu 3 jam. Setelah pemberian dosis oral (400 mg), lebih dari 60% dosis
Guaifenesin dihidrolisis dalam waktu 7 jam tanpa terdeteksi dalam urin.

2.3 Bahan Baku Obat Bronkitis dan Block Flow Diagram Proses Produksi Obat Bronkitis

Bahan baku dari Guaifenesin adalah glycidol dan guaiacol (ortho-methoxyphenol).


Katalis yang digunakan dalam reaksi pembentukan Guaifenesin adalah triethylamine. Berikut
adalah struktur kimia dari glycidol, guaiacol, dan triethylamine.

Gambar 2.4 Struktur Kimia Glycidol

Gambar 2.5 Struktur Kimia Guaiacol

7
Gambar 2.6 Struktur Kimia Triethylamine

Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dari sumber-sumber komersial. Berikut adalah block flow
diagram (BFD) dari proses produksi Guaifenesin.

Gambar 2.7 BFD dari proses produksi Guaifenesin

2.4 Cara Kerja Bahan Aktif Obat Bronkitis (Guaifenesin)

Guaifenesin termasuk dalam golongan obat mukosa yang biasa digunakan untuk
pengobatan kondisi pernafasan saat terjadi hipersekresi lendir. Dari empat kelas utama obat
mukosa yang dijelaskan pada tabel 1, Guaifenesin termasuk dalam golongan Ekspektoran karena
sifatnya yang langsung bekerja terhadap mukus dengan cara meningkatkan volume sekresi
bronkial dan menurunkan viskositas mukus. Selain Ekspektoran, Guaifenesin juga diamati
memiliki efek langsung pada sel epitel saluran pernafasan, termasuk produksi mucin yang
tertekan, mengurangi viskoelastisitas lendir dan meningkatkan pembersihan mukosiliar.

Tabel 1. Kelas Obat Mukosa dan Cara Kerjanya

Kelas Obat Mukosa Cara Kerja Obat

Ekspektoran Meningkatkan volume sekresi lendir dan


hidrasi untuk batuk yang lebih produktif

8
Tabel 1. Kelas Obat Mukosa dan Cara Kerjanya (cont’d)

Kelas Obat Mukosa Cara Kerja Obat

Mucolytics Mengurangi viskositas mukus dengan


menghancurkan struktur tersier didalam mukus

Mukokinetik Meningkatkan transpor mukus melalui


transportasi mukosiliar dan mekanisme batuk

Mukoregulator Mempengaruhi regulasi sintesis lendir dan


mengurangi hipersekresi lendir

Guaifenesin mengeluarkan efek ekspektorannya melalui mekanisme neurogenik yang


memberikan stimulasi saraf aferen vagal di mukosa lambung yang akan mengaktifkan refleks
gastro-pulmonal dan meningkatkan hidrasi lendir saluran napas. Lendir bronkus adalah perekat,
gel viskoelastik dan memiliki sifat biofisik yang ditentukan sebagian besar oleh dua gel polimer
panjang yaitu MUC5AC yang diekspresikan dalam sel goblet dan MUC5B yang berasal dari
kelenjar submukosa. Penyakit radang saluran nafas dan infeksi seperti bronkitis menyebabkan
produksi lendir ini yang berlebihan dan hipersekresi dari sel goblet metaplastik dan hiperplastik
yang akan menyebabkan penyumbatan lendir pada saluran nafas.

Gambar 2.8. Cara Kerja Guaifenesin Pada Lendir dalam Kondisi Pernafasan Hipersekresi Kronis atau Akut
Sumber: (ncbi.nlm.nih.gov)

9
Guaifenesin ditemukan dapat menurunkan produksi mucin MUC5AC, viskositas dan
elastisitas mukus, dan meningkatkan pembersihan mukosiliar. Saluran pernafasan terdiri dari
lapisan gel lendir (mucus layer) yang menutupi epitel, yang meliputi sel bersilia (ciliated
epithelial cells), sel Clara, sel goblet, dan kelenjar submukosa (submucosal gland). Mucus layer
tersebut mengandung mucin MUC5AC dan MUC5B. Periciliary layer mengandung mucin yang
terikat pada permukaan sel. Saat terjadi infeksi, radang atau saluran pernafasan terlalu lama
dalam kontak dengan bahan iritan seperti asap rokok atau alergen, maka hipersekresi mukosa
akan terjadi.

Guaifenesin dapat mempromosikan pembersihan saluran pernafasan dari mukosa


berlebihan dengan beberapa mekanisme.
1. Aktivasi atau stimulasi tidak langsung dari dari saraf aferen vagal gastrointestinal yang
akan memicu refleks sekresi kelenjar parasimpatis dari kelenjar submukosa dan sel goblet
(bintang hijau). Ini akan meningkatkan hidrasi lapisan mukus untuk pembersihan
mukosiliar yang lebih efektif.
2. Mempengaruhi sekresi dari sel goblet dan sel Clara yang mengakibatkan penurunan
produksi dan sekresi mucin.
3. Mempengaruhi sekresi dari sel goblet dan sel Clara yang menurunkan viskoelastisitas
lendir dan meningkatkan kemampuan gerakan siliaris untuk mengeluarkan lendir.

Dengan menggabungkan efek-efek ini, Guaifenesin terbukti dapat meningkatkan efektivitas


pembersihan saluran dan menurunkan kekentalan dahak supaya memudahkan proses
mengeluarkan dahak dari dalam saluran pernafasan.

2.5 Faktor Penggunaan Guaifenesin Untuk Mencegah Efek Samping Berkepanjangan

Seperti obat-obat lainnya, Guaifenesin juga dapat memberikan efek samping yang dapat
menyebabkan ketidaknyamanan atau gejala lain pada tubuh saat dikonsumsi. Efek-efek samping
yang biasa ditemukan oleh pengguna Guaifenesin adalah:
- Gangguan endokrin seperti hiperuricemia
- Gangguan pencernaan seperti sakit perut, mual, diare, dan muntah
- Gangguan sistem saraf seperti pusing, sakit kepala dan kantuk
- Gangguan kulit dan jaringan subkutan seperti ruam, bengkak, dan gatal-gatal

Untuk mengurangi dampak dari efek samping saat mengkonsumsi Guaifenesin, ada
beberapa faktor yang dapat kita pertimbangkan. Faktor- faktor ini adalah:
- Faktor alergi yang dimiliki oleh pasien yang akan mengkonsumsi Guaifenesin. Untuk
mencegah reaksi berbahaya yang bisa terpicu saat mengkonsumsi suatu zat alergi
termasuk Guaifenesin, obat-obatan lain, zat pengawet, dll.
- Faktor interaksi obat Guaifenesin dengan obat-obatan lainnya. Sebelum mengkonsumsi
Guaifenesin, konsultasi dengan ahli tentang obat-obatan lain (resep atau non-resep),

10
vitamin, suplemen makanan, dan produk herbal yang akan atau hendak digunakan untuk
mencegah terjadinya reaksi yang tidak diinginkan.
- Faktor perokok dan riwayat kesehatan. Jika pengguna Guaifenesin adalah seorang
perokok atau memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan jalur pernafasan
seperti asma, emfisema dan bronkitis kronis.
- Faktor kehamilan pada perempuan. Konsultasi dengan ahli jika sedang hamil atau
berencana untuk hamil dan menyusui sebelum menggunakan Guaifenesin karena obat ini
masuk dalam kategori obat yang mungkin berisiko terhadap ibu hamil dan janinnya.
- Faktor genetika yang bisa memiliki dampak khusus. Berapa kondisi genetika seperti
fenilketonuria, sebuah kondisi keturunan dimana diet khusu harus diikuti untuk
mencegah keterbelakangan mental, dapat terkena efek samping dari Guaifenesin karena
obat ini mungkin menggunakan aspartam, sumber fenilalanin.
- Faktor umur konsumen obat Guaifenesin. Guaifenesin belum terbukti aman atau efektif
untuk mengatasi flu pada anak-anak usia 6 tahun kebawah dan maka dari itu tidak
dianjurkan untuk anak-anak 12 tahun kebawah karena dapat memberikan efek negatif.
- Faktor dosis obat yang akan dikonsumsi. Karena Guaifenesin tidak menyembuhkan atau
memperpendek durasi flu, konsumsi berlebihan atau konsumsi yang tumpang tindih
dengan obat flu yang memiliki zat yang sama dapat menyebabkan efek negatif pada
tubuh karena dosis yang diluar jarak aman.

2.6. Obat Tradisional Indonesia Untuk Mengatasi Bronkitis

Salah satu obat tradisional Indonesia yang dipercaya dapat meredakan bronkitis dengan
fungsi sebagai ekspektoran adalah ramuan jahe. Ramuan jahe merupakan minuman hangat yang
terbuat dari campuran madu, jeruk nipis, serta air rebusan jahe. Larutan herbal ini biasa
digunakan untuk meredakan sakit tenggorokan, batuk, dan juga hidung mampet. Agar bekerja
secara optimal, ramuan jahe dianjurkan untuk diminum sebanyak tiga sampai empat kali sehari.

Gambar 2.9. Ilustrasi Ramuan Jahe


Sumber: (kompas.com, 2020)

11
2.6.1. Komposisi dan Zat Aktif Komponen Penyusun Ramuan Jahe

Untuk satu kali konsumsi, komposisinya ramuan jahe adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Komposisi 1 Cangkir Ramuan Jahe

Komponen Jumlah

Jahe 1 sisir

Air 250 ml

Madu 2 sendok teh

Jeruk Nipis 2 buah

2.6.1.1. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu rempah-rempah yang telah dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia. Selain sebagai penghasil rasa dalam berbagai produk pangan,
jahe juga umum digunakan sebagai obat tradisional. Hal ini dikarenakan jahe memiliki berbagai
senyawa kimia aktif yang berefek farmakologis terhadap kesehatan. Penyakit yang dapat dicegah
dan diobati menggunakan jahe adalah antara lain: batuk, pegal-pegal, kepala pusing, rematik,
sakit pinggang, masuk angin, bronchitis, nyeri lambung, serta nyeri otot (Redi Aryanta, 2019).

Dari segi nutrisi, jahe juga mengandung banyak komponen bermanfaat seperti: serat,
protein, sodium, besi, potasium, magnesium, fosfor, zeng, folat, vitamin C, vitamin B6, vitamin
A, riboflavin, dan juga niacin (Redi Aryanta, 2019).

Gambar 2.10. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)


Sumber: (halodoc.com, 2019)

12
Menurut Kesumaningati (2009), kandungan rimpang jahe terdiri dari dua jenis komponen aktif,
yaitu:
1. Volatile oil (minyak menguap)

Komponen ini biasa disebut minyak atsiri dan komponen penyusunnya merupakan jenis
senyawa terpenoid. Tipe senyawa ini disebut juga senyawa “essence” dan oleh karena itu
menyebabkan jahe memiliki aroma khas. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai
antiseptik, spasmolitik, sedative, dan bahan pemberi aroma makanan dan parfum.
(Kesumaningati, 2009). Dalam mengobati penyakit bronkitis, senyawa terpenoid seperti β-pinene
dapat bekerja sebagai antitusif dan ekspektoran (Gairola et al., 2010).

Selain memiliki efek antitusif dan ekspektoran, senyawa terpenoid juga dapat membunuh
bakteri, yaitu dengan bereaksi dengan protein transmembran pada dinding sel bakteri dan
membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya protein tersebut.
Rusaknya protein transmembran yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa pada bakteri
akan mengurangi permeabilitas dinding sel, yang nantinya akan mengakibatkan sel bakteri
kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999).

Komposisi minyak atsiri pada jahe kering adalah 1-3%, sedangkan jahe segar yang tidak
dikuliti kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi dari umbi atau di
bawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih banyak minyak atsiri dari bagian
tengah demikian pula dengan baunya. Kandungan minyak atsiri juga ditentukan umur panen dan
jenis jahe. Pada umur panen muda, kandungan minyak atsirinya tinggi. Sedangkan pada umur
tua, kandungannya pun makin menyusut walau baunya semakin menyengat.

2. Non-volatile oil (minyak tidak menguap)

Komponen ini biasa disebut oleoresin dan komponen penyusunnya merupakan jenis
senyawa fenol, yang berpengaruh dalam sifat pedas jahe. Komponen oleoresin seperti gingerol
dan shogaol bekerja sebagai antioksidan dan antibakteri (Zakaria et al., 2000). Kandungan
oleoresin dapat menentukan jenis jahe. Jahe rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit,
mengandung oleoresin yang tinggi dan jenis jahe badak rasa pedas kurang karena kandungan
oleoresin sedikit. Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar
matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin yang dihasilkan.

Tabel 3. Komponen Volatil dan Non-volatil Rimpang Jahe

Fraksi Komponen

Zingiberene
Volatile
Camphene

13
Tabel 3. Komponen Volatil dan Non-volatil Rimpang Jahe (cont’d)

Fraksi Komponen

ß-pinene

Myrcene

Volatile Limonene

1,8-cineole

ß-phellandrene

Gingerol

Non-Volatile Shogaol

Gingerenon

2.6.1.2. Madu

Madu adalah bahan alami yang dihasilkan oleh lebah dari nektar atau sari bunga yang
dikumpulkan, diolah dan diikat dengan senyawa tertentu oleh lebah genus Apis yang kemudian
disimpan pada sarang yang berbentuk heksagonal (Al Fady, 2015). Komponen utama dari
madu adalah sukrosa, fruktosa, dan glukosa serta terdapat juga dalam jumlah kecil sedikit
zat-zat gula lainnya seperti maltosa, rafinosa serta turunan karbohidrat lainnya (Suranto, 2004).
Zat-zat gula inilah yang menyebabkan madu berasa manis dan juga digunakan untuk
menyeimbangkan rasa pedas dari jahe pada ramuan jahe.

Dari segi nutrisi, madu mengandung banyak mineral seperti: natrium, kalsium,
magnesium, alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Vitamin – vitamin yang terdapat dalam
madu adalah thiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin,
asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K.

Sebagai obat tradisional, madu digunakan sebagai agen antibakteri dalam perawatan
ulserasi, luka, dan infeksi lain akibat luka bakar maupun luka lainnya. Efektivitas mengatasi
infeksi dan mempercepat proses penyembuhan disebabkan oleh zat aktif antibakteri yang
terdapat pada madu. Zat aktif ini adalah: hidrogen peroksida, flavonoid, dan konsentrasi gula
hipertonik. Hidrogen peroksida dibentuk di dalam madu oleh aktivitas enzim glucose oxide yang
memproduksi asam glukonat dan hidrogen peroksida dari glukosa. Enzim ini akan aktif apabila
madu diencerkan. Hidrogen peroksida yang terbentuk akan terakumulasi dalam medium biakan
yang akan menginhibisi pertumbuhan bakteri (Suranto, 2004).

14
2.6.1.3. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.)

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia s.) adalah salah satu tanaman yang banyak digunakan
oleh masyarakat Indonesia sebagai bumbu masakan dan obat-obatan. Sebagai obat tradisional,
jeruk nipis dimanfaatkan sebagai penambah nafsu makan, diare, antipiretik, anti-inflamasi,
antibakteri dan diet (Mursito, 2006).

Gambar 2.11. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.)


Sumber: (alodokter.com, 2019)

Jeruk nipis memiliki kandungan zat aktif yang berupa flavonoid, saponin dan minyak
atsiri (Syamsuhidayat, 2000). Komponen minyak atsirinya adalah siral, limonene, feladren, dan
glikosida hedperidin. Sari buah jeruk nipis mengandung minyak atsiri limonene dan asam sitrat
7%. Flavonoid dan saponin berperan sebagai antibakteri, sedangkan seperti pada tanaman jahe,
senyawa terpenoid dalam minyak atsiri berperan sebagai ekspektoran dan antitusif.

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah dengan cara mengganggu


pengikatan hidrogen pada asam nukleat sehingga proses sintesis DNA dan RNA terhambat, serta
mencegah pertumbuhan bakteri dengan mengganggu kestabilan membran sel dan metabolisme
energi bakteri. Ketidakstabilan ini terjadi akibat adanya perubahan sifat hidrofilik dan hidrofobik
membran sel, sehingga fluiditas membran sel berkurang yang berakibat pada gangguan
pertukaran cairan dalam sel dan menyebabkan kematian sel bakteri (Miftahendarwati, 2014).

Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah dengan cara berdifusi melalui
membran luar dan dinding sel yang rentan, lalu mengikat membran sitoplasma dan mengganggu
dan mengurangi kestabilan sel bakteri. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel
yang mengakibatkan kematian bakteri.

15
BAB III
KESIMPULAN

● Bronkitis adalah penyakit peradangan yang terjadi pada saluran pernapasan utama atau
bronkus. Apabila tidak ditangani dengan baik, penyakit ini dapat menimbulkan
komplikasi seperti pneumonia.
● Obat yang sering digunakan untuk mengatasi bronkitis adalah Guaifenesin yang memiliki
efek pada lendir dan sel epitel saluran pernapasan, serta dapat menurunkan sensitivitas
refleks batuk.
● Bahan baku dari Guaifenesin adalah glycidol dan guaiacol.
● Guaifenesin termasuk dalam golongan kelas obat ekspektoran yang mengurangi produksi
dan viskoelastisitas mukosa melalui mekanisme neurogenik.
● Kondisi kesehatan, riwayat penyakit dan obat-obatan, umur, kondisi genetika dan dosis
adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mengurangi dampak samping dari
mengkonsumsi Guaifenesin.
● Obat tradisional Indonesia yang dapat menyembuhkan bronkitis adalah ramuan jahe,
yang berbahan dasar jahe (Zingiber officinale Rosc.), madu, dan jeruk nipis (Citrus
aurantifolia s.).
● Zat aktif dalam ramuan jahe yang dapat bekerja sebagai ekspektoran adalah komponen
minyak atsiri pada jahe dan jeruk nipis, yang merupakan senyawa jenis terpenoid seperti
β-pinene.

16
DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, H.H., Dicpinigaitis, P.V. and Guenin, E.P., 2017. Role of guaifenesin in the
management of chronic bronchitis and upper respiratory tract infections.
Multidisciplinary respiratory medicine, 12(1), pp.1-11.

Al Fady, M., 2015. Madu dan Luka Diabetik. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Cowan, M., 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology Reviews,
12(4), pp.564-582.

Gairola, S., Gupta, V., Bansal, P., Singh, R. and Maithani, M., 2010. HERBAL ANTITUSSIVES
AND EXPECTORANTS – A REVIEW. 5(2).

Hello Sehat. 2021. Guaifenesin Obat Apa? Dosis, Fungsi, dll. • Hello Sehat. [online] Available
at: <https://hellosehat.com/obat-suplemen/guaifenesin-adalah/> [Accessed 30 March
2021].

Klikdokter.com. 2021. Obat Guaifenesin - Dosis, Pemakaian, Efek Samping - Klikdokter.com.


[online] Available at: <https://www.klikdokter.com/obat/guaifenesin#Efek%20Samping>
[Accessed 30 March 2021].

Kusumaningati, R., 2009. Analisa Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Secara Invitro.

Mayo Clinic. 2017. Bronchitis - Symptoms and causes. [online] Available at:
<https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/bronchitis/symptoms-causes/syc-20355
566> [Accessed 29 March 2021].

Miftahendarwati, 2014. Efek antibakteri ekstrak daun jeruk purut (Citrus hystrix) terhadap
bakteri Streptococcus mutans.

Mursito, B., 2006. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Jakarta: Penebar Swadaya.

Redi Aryanta, I., 2019. MANFAAT JAHE UNTUK KESEHATAN. Widya Kesehatan, 1(2),
pp.39-43.

Shum, W.P., Mazurek, H. and Chen, J., Lyondell Chemical Technology LP, 1996. Process for
producing enantiomerically enriched guaifenesin. U.S. Patent 5,495,052.

Suranto, A., 2004. Khasiat dan Manfaat madu Herbal. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Suryo, J., 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan, Pneumonia – Kanker
Paru-Paru-TB-Bronkitis-Pleurisi. Bentang Pustaka.

17
Syamsuhidayat, S., 2000. Inventaris tanaman obat Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Willy, T., 2018. Bronkitis. [online] Alodokter. Available at:


<https://www.alodokter.com/bronkitis> [Accessed 29 March 2021].

Zakaria, F., Susanto, H. and Hartoyo, A., 2000. PENGARUH KONSUMSI JAHE (Zingiber
officinale Roscoe) TERHADAP KADAR MALONALDEHIDA DAN VITAMIN E
PLASMA PADA MAHASISWA PESANTREN ULIL ALBAAB KEDUNG BADAK,
BOGOR. Bul. Teknol. dun Industri Pangan, XI(1).

18

Anda mungkin juga menyukai