Selain asumsi dan dimensi utama yang diuraikan sebelumnya, kerangka kerja
TCA lengkap juga mencakup netralitas risiko sebagai asumsi perilaku ketiga dan
frekuensi transaksi sebagai dimensi transaksional ketiga. Kedua konstruksi ini
ditentukan oleh Williamson (1975, 1985) tetapi mendapat perhatian terbatas dalam
literatur TCA. Chiles dan McMackin (1996) memberikan diskusi teoritis tentang
validitas asumsi TCA tentang risiko netralitas, tetapi tidak ada investigasi empiris
atas asumsi ini. Sampai saat ini, hanya sedikit studi TCA yang secara eksplisit
membahas frekuensi transaksi. Menurut Williamson (1985, p. 60), tingkat frekuensi
transaksi yang lebih tinggi memberikan insentif bagi perusahaan untuk menerapkan
tata kelola hierarkis, karena "biaya struktur tata kelola khusus akan lebih mudah
dipulihkan untuk transaksi besar yang berulang." Karena perhatian terbatas yang
diberikan penelitian sebelumnya pada asumsi netralitas risiko dan dimensi frekuensi
transaksi, tinjauan kami tidak membahas bagian-bagian kerangka kerja TCA ini.
Logika Analisis Biaya Transaksi
Premis dasar TCA adalah bahwa jika adaptasi, evaluasi kinerja, dan biaya
pengamanan tidak ada atau rendah, pelaku ekonomi akan menyukai tata kelola
pasar. Jika biaya ini cukup tinggi untuk melebihi keunggulan biaya produksi pasar,
perusahaan akan lebih menyukai organisasi internal. Logika di balik argumen ini
didasarkan pada asumsi a priori tertentu tentang properti organisasi internal dan
kemampuannya untuk meminimalkan biaya transaksi. Tiga aspek spesifik organisasi
relevan dalam hal ini. Pertama, organisasi memiliki mekanisme kontrol dan
pemantauan yang lebih kuat daripada pasar karena kemampuan mereka untuk
mengukur dan menghargai perilaku serta keluaran (Eisenhardt 1985; Oliver dan
Anderson 1987). Akibatnya, kemampuan perusahaan untuk mendeteksi oportunisme
dan memfasilitasi adaptasi meningkat. Kedua, organisasi mampu memberikan
reward yang bersifat jangka panjang, seperti peluang promosi. Efek dari
penghargaan tersebut adalah untuk mengurangi hasil dari perilaku oportunistik.
Ketiga, Williamson (1975) mengakui kemungkinan efek dari suasana organisasi, di
mana budaya organisasi dan proses sosialisasi dapat menciptakan tujuan
konvergen antara pihak dan mengurangi oportunisme ex ante.