Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rony Judita Siagian

Jurusan: MTh, Konseling


UAS Mata Kuliah Integrasi Psikologi dan Teologi

Setelah kita belajar memahami betapa sulitnya kita membangun theologia kita sendiri, yaitu
theologia yang “works” yang dapat menghasilkan “operated belief” yaitu pengalaman dengan
“kebenaran yang memerdekakan” (Yoh 8 :32). Kita sadar bahwa seluruh mata kuliah integrasi
ini “hanyalah introduction” untuk setiap mahasiswa yang benar-benar ingin mengalami
“integrated life” dalam Kristus.
Sekarang jelaskan apa itu “integrated life” dalam Kristus?
Catatan: Jawaban anda harus harus melibatkan penjelasan tentang semua hambatan untuk
membangun Theologia anda sendiri (bukan penjelasan doctrinal-theological tetapi penjelsan
sesuai dengan konteks kelas intehrasi antara theologia dan psikologi)

INTEGRATED LIFE DALAM KRISTUS

CHRISTIAN’S LIFE SHOULD BE INTEGRATED LIFE


Kejatuhan manusia dalam dosa membuat manusia terpisah dari Allah. Manusia hidup
dalam kesia-sian dan dalam jerat dosa. Segala sesautu dalam diri manusia telah rusak seperti
yang dikatakan Paulus dalam Roma 3. Dosa membuat kehidupan kita disintegrated, meskipun
memang masih ada bagian-bagian tertentu yang masih dapat berfungsi. Kehidupan yang
terintegrasi adalah kehidupan yang mengenal kebenaran dan mengalami kebenaran tersebut
memerdekakan (Yoh 8: 32).
Realita yang sering sekali dihadapin bahkan oleh orang-orang Kristen (mengaku diri
Kristen) adalah mengenal kebenaran, mengetahui kebenaran tetapi tidak terjadi spiritual growth
artinya kebenaran tidak set us free. Hal yang sama juga dialami bahkan oleh orang-orang yang
sedang belajar di seminarian, termasuk saya mengetahui kebenaran (The Truth) tetapi kebenaran
tidak set us free. Kebenaran yang diketahui ternyata tidak menjadi operated belief yakni iman
yang hidup dan beroperasi. Kebenaran hanya sampai pada ranah kognitif dan menjadi asumsi.
GOD

Revelation

Bible

The Truth Operated Belief

Integration
Discovered truth  own Theologi

Integrated-life dalam Kristus dapat terjadi ketika kita (integrator) dapat membangun theologia
sendiri, yakni teologia yang works yang dapat menghasilkan operated belief yaitu pengalaman
dengan kebenaran yang memerdekakan. Sehingga ketidakmampuan untuk itegrated life adalah
ketidakmampuan untuk membangun theologia sendiri karena adanya hambatan-hambatan.
Karena tanpa kita mampu mempunyai theologia kita sendiri, kebenaran adalah kebenaran yang
asummtive dari orang lain yang kita percayai, tetapi kebenaran tersebut belum set us free. Oleh
karena itu kita perlu mengenali hambtan-hambtan yang kita alami untuk membangun our own
theologia. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Hambatan ke-1 dan 2: Assumsi bahwa mengenal kebenaran cognitive dengan sendirinya bisa
menghasilkan Operated Belief (Yoh 8:32) & Kegagalan untuk mengenali diri sehingga tidak
berhasil membangun Theologia kita sendiri yg otentik dan kita hidupi (it really works)

Theologi merupakan pertanggungjawaban orang percaya. Apa yang kita pelajari adalah Theologi
dari beberapa pendahulu kita yang sudah advance dan apa yang kita lakukan adalah
mengadopsinya. Namun realitanya theolgia yang diadopsi ini ternyata tidak dengan sendirinya
set us free. Kebenaran yang dimiliki adalah kebenaran assumtive dari orang lain yg kita pikir kita
percayai, tetapi tidak atau belum set us free. Hal tersebut terjadi karena tidak mengalami
integrasi, yakni teologia atau kebenaran yang dimiliki tidak dikaitakan dengan realita psikologis
kita yakni apa yang menjadi keunikan kepribadian kita sehingga menjadi theologia yang work
yang menghasilkan operated belief.
Berdasarkan artikel Tiga Dataran Ilmu, kita melihat bahwa theologia merupakan dataran pertama
dan kehidupan nyata yakni realita psikologis adalah dataran ke 3. Oleh karena itu kita butuh
dataran ke-dua yakni integrasi untuk mendamaikan (mempertemukan) teologia dengan psikologi.
Sebagaimana ilmu yang hanya berputar pada dataran akal budi (logic, cognitive) tidak akan
membawa dampak apapun dalam kehidupan manusia jika tidak dibawa ke ranah praksis, dimana
hal ini bisa terjadi melalui dataran etika yakni dataran kedua. Melalui integrasi sebagai dataran
ke-dua, kebenaran Allah di Kairos harus dihubungan dengan kebernaran Allah di kronos yakni
realita psikologis manusia itu sendiri. Sehingga dengan integrasi maka Kairos dan Kronos dapat
dipertemukan, demikian halnya dengan Calvinist dan Armenian dapat diperdamaikan.

Kita tidak akan bisa membangun theologia sendiri jika kebenaran yang kita terima hanya pada
ranah kognitif seperti hanya mengadopsi dari para pendahulu dan tidak dikaitkan dengan
psikologis yakni dengan pengalaman hidup sehari- hari sehingga mempunyai theologai sendiri
yang work yakni operated belief. Inilah yang sering sekali menjadi kelemahan kita sehingga
tidak bisa membangun theologia sendiri karena hanya memandang satu dataran dan tidak terbuka
untuk melangkah kedataran yang lain. Kebenaran yang telah diungkapkan dalam diri tidak
diakitkan dengan psychological realities, meskipun kebenaran theologis tidak bergantung pad
akebenaran psikologis. Jadi kita harus mengenali apakah teologia merupakan sesuatu yang kita
bangun dari interasksi kita dengan kebenaran itu atau hanya assumtif dari orang lain seperti
bapa-bapa gereja atau tokoh-tokoh iman yang lain.

Manusia sebagai integrator dan saya secara khusus harus terus terbuka untuk memberi makna
yang nyata dan relevan pad teologi yang saya miliki (dari orang lain) sehingga teologia tersebut
tidak hanya menjadi asumsi semata melainkan dapat menjadi my own theologia. Ini hanya bisa
terjadi jika aspek psikologis saya diaintegrasikan dengan kebenaran tersbut. Ini juga berarti
bagaimana jiwa kita berinteraksi dengan kebenaran yang diterima. Kita (saya) perlu terus
menerus mengumulkan sendiri bagaiamana kebernaran Firman yang diterima berinteraksi
dengan jiwa dengan pengalaman pribadi yakni pengalaman pribadi dengan Tuhan, bagiman kita
bergumul dengan kebenaran Firman Tuhan sehingga menjadi our (my) own theologia. Hal ini
berhubungan dengan mengenali hambatan ke-2 yakni mengenali diri sendiri yakni mengenali
psikological realities diri sehingga dapat dikaitkan dengan kebenaran sehingga menjadi
kebenaran yang memerdekakan
Hambatan ke-3: Jiwa tidak punya untuk ruang spiritual

Setelah keajatuhan manusia dalam dosa jiwa manusia ternyata dipenuhi dengan keinginan-
keinginan untuk bersenang-senang. Dengan kretivitas dan inovasi-inovasi manusia tidak
menginginkan Tuhan karena manusia masih bisa hidup dan bisa bersenang-senang. Oleh karena
itu ketika jiwa yang seperti ini mendengarkan truth, jiwanya sulit berinteraksi dgn
kebenaran tersebut, karena pikiran sudah terbiasa dengan yang lain. Di dalam realita hidup,
kehidupan juga memperlihatakan bahwa manusia masih mempunyai hati nurani untuk
menginginkan kebaikan, jadi manusia bisa merasa tidak memerlukan Tuhan dan manusia masih
sehati sepikir melawan kejahatan. Ditengah-tengah realita ini, kita menemukan kebenaran Allah
itu sesuatu yang misterius, Allah memperkenalkan diri dengan bahasa-bahasa yang sulit
dimengerti oleh manusia. Kebenaran Allah tidak sesuai dengan keinginan manusia. Realita inilah
yang membuat kebenaran tidak bisa bekerja dengan bebas. Tidak ada yang siap untuk
menyambut Tuhan yang demikian--Tuhan yang misterius, tidak ada yang mau berpihak pada
yang demikian. Jadi secara natural sangat sulit bagi kita untuk mengenal dan percaya pada
Allah yang diceritakan oleh Alkitab. Kita menemukan kehendak Allah dalam Alkitab sangat
sulit untuk ditaati dan kebenarannya assumtif (kebenaran Allah dalam Alkitab). Oleh karena itu
kita membutuhkan anuegrah Allah (Gratcia). Anugerah Gratcia yang telah diterima ini harus di
exercise, ketika Firman Tuhan menggelisahkan maka kita mau merespons, jiwa kita jangan
menolaknya. Karena fenomenanya manusia bisa mengeraskan hati akan apa yang Tuhan
katakan, misal manusia memilih untuk tidak mau melakukan ketika Tuhan menggelisahkan.
Angst atau jiwa yang terus gelisah ini harus terus dilayani untuk bertemu dengan
kebenaran Allah. Gracia yang diresponi dengan baik kemudian akan ditambahkan
noticia, kemudian ascensia untuk rely on God’s Truth.
Dengan realita demikian kita sungguh menyadari bahwa kita butuh Anugerah Tuhan untuk untuk
bisa mengalami kebenaran sehingga kebenaran yang diterima set us free. Yakni berani untuk
merespons kegelisahan-kegelisahan yang Tuhan berikan dengan terus mencari tahu Tuhan yang
misterius tersebut (Seperti kisah C. S Lewis yang melayani kegelisahan Rohaninya dan terus
mencari tahu). Saya secara pribadi menemukan dalam diri saya hal yang menjadi pengmbat
untuk mengalami kebenaran ini adalah sikap malas dan enggan untuk terus menrus mencari tahu.
Kadang ketika Tuhan mengungkapakan sesuatu, memberikan kegelisahan akan sesuatu, saya
terkadang menunda-nunda hingga lupa dan tidak ada lagi kegelisahan itu, seolalah-olah saya
sendiri yang memadamkan kegelisahan yang Tuhan berikan. Dengan demikian saya menyadari
saya butuh angerah Tuhan bahkan untuk sekadar memiliki ketekunan dan eagerness to learn.

Hambatan ke-4: Honest to oneself

Kesulitan untuk jujur dengan diri sendiri merupakan hambatan untuk mengembangkan our own
theolgia sehingga menghasilkan operated belief yakni pengalaman dengan kebenaran yang
memerdekakan. Ketidakmampuan untuk jujur dengan diri termasuk kebutuhan -kebutuhan dalam
diri kita justru akan membuat kita menjadi hipoktit. Alkitab sendiri memberi teladan bagaimana
para tokoh-tokoh iman berani jujur dengan diri, jujur dengan dosa, dengan kebutuhan-kebutuhan
pribadi. Seperti Paulus yang jujur Need berkeluarga tapi selibat. 1Kor 9: 5 Paulus mengatakan
bahawa ia behak mempunyai istri dan membanya dalam perjalanan seperti yang dilakukan oleh
rasul lain termasuk Kefas. 7:8 namun Paulus justru menganjurka orang-orang yang tidak kawin
dan kepada para janda untuk hidup seperti dia, namun dalam atay 26-ff Paulus menjelaskan agar
yang sudah berisitri jangang menceraikan dan bagi yang tidak terikat supaya jangan mencari.
Paulus memberikan prespektifnya tentang bagaimana pernikahan dalam hubungannya dengan
kehidupan manusia. Kalau kawin engkau tidak berdosa, namun orang2 yang demikian akan
ditimpa kesusahan badani. Apa yang sedang ingin dikapatan Paulus adalah ia melihat bahwa
orang2 yang beristri/berkeluarga membagi2 perhatiannya kepada keluarga dan bagiamana ia
akan berusaha memikirkan bagaimana menyenangkan keluarga terebut sehingga terjebak untuk
memikirkan hal-hal yang duniawi, sementara bagai yang Tidak menikah Paulus menyakini bisa
lebih memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya.
Paulus melihta bhawa melayani keluarga, berupaya menyenangkan keluarga bisa menghalangi
dalam melayani Tuhan. Paulus mengenali dirinya sendiri dan mampu menemukan titik
integrasi dengan kebenaran Allah. Oleh karena itu tak boleh hipokrit kalau mau betul
betul dapat develop our own theology. Kita mesti berani jujur menemukan realita psikologis
kita, jujur dengan dosa dosa, dan jujur dengan kebutuhan-kebutuhan yg hadir yg anehnya melalui
menggumuli doa dan kelemahan kita menemukan kebenaran Allah (Roma 6). Seperti yang
Picasso Pablo katakan Seni adalah dusta yang mengungkapkan kebenaran, jika kita berani
jujur dan menggumuli realita psikologis kita yang kita sulit jujur atau terima maka seperti
yang dikatakan Picasso Kebenaran dapat Allah ungkap melalui kebohongan, melalui
keberdosaan dan kegelapan. Tuhan memakai keberdosaan kita untuk revelaed God’s
truth. Tuhan dapat mengunakan kegelapan dan keberdosaan kita untuk menyingkapkan
kebenaran Allah.

Hambatan ke-5 Belum mengenali potensi kehidupan batiniah

Untuk mengembangkan our own theology membutuhkan kemampuan integrasi antara keunikan
realitas psikologi kita dengan kebenaran theologi sehingga mengalami kebenaran yang set us
free. Setiap manusia dari berbagai latar belakang agama kelihatnnya juga mengalami hal yang
sama, bagaimana kebenaran yang diterima tidak berinteraksi dengan keunikan psikolgis masing-
masing sehingga sering sekali hanya sampai pada tahap Syariah (meminjam istilah perjalanan
tasawuf). Psychologically manusia mengenal etika kehidupan bersama dan hukum yang
mengatur kehidupan bersama. Namun ternyata tidak mampu untuk naik kelvel yang lebih tinggi
lagi yakni Thariqah (milikku adalah milikmu) – haqiqah (tak ada milkkku, tak ada milkku karena
yang benar-benar ada dalah milik Allah) – Marifah (taka da aku, taka da kamu yang ada
hanyalah Allah) seperti dalam Gal 2 karena hidupku bukan lagi hidupku. Realita yang sering kita
temuai adalah manusia enggan untuk naik ke level berikutnya karena ini membutuhkan
penyangkalan diri. Seseorang mungkin ternyata hanya mampu beriman pada level religious
bukan spiritual. Hal ini dapat dikarenakan berbagai hal misalkan realita psikologis yang tidak
ready dengan penolakan atas sekeliling ketika berani menyangkal diri utnuk bergerak ke level
lebih atas., mungkin juga karena pengalaman-pengalaman diwaktu lampau. Ada berbagai hal
yang membuat kita sulit masuk dalam kehidupan bathin yang demikian. Saya secara pribadi juga
demikian, jujur saja saya melihat diri saya tidak ready untuk masuk dalam kehidupan bathin,
sehingga tidak mampu untuk mengatur apa yang ada dalam kehidupan bathin. Saya menemukan
hambatan ini dalam diri saya pada level thariqah, jika saya menilik dalam bathin saya maka saya
menemukan suatu sikap judgemental dan eklusiveme. Saya melihat saya mempunyai sikap yang
rasis sehingga saya belum bisa melihat milkku adalah milikmu. Saya melihat bahwa ternyata
saya mengkotak-kotakkan sesama. Namun ini sering sekali saya abaikan, sehingga saya bisa
tetap terlihat sebagai seroang yang beragama dan tolerant bisa menerima siapapun tetapi
sesungguhnya saya tidak mengalamai kebenaran yang set me free. Hal ini membuat saya hanya
menjadi manusia yang terlihat religious namun tidak spititually, tidak menjadi spiritually women
yang sesungguhnya.
Hal ini membuat saya menyadari betapa saya perlu masuk kedalam bathin saya, menyelidiki apa
yang terjadi di dalamnya sehingga saja juga berani jujur dengan hal tersebuat, sehingga
kebenaran Allah bisa bertemu dengan realita bathin, realita psikologis yang demikian sehingga
kebenaran set me free dan saya terus diebentuk menjadi spiritually women bukan hanya orang-
orang yang religious.

Anda mungkin juga menyukai