Anda di halaman 1dari 29

DISKUSI REFLEKSI KASUS

KEPERAWATAN KLINIK GADAR KRITIS

Disusun oleh :

Hasna Endah Lestari


P1337420920092

PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TN.S DENGAN TENSION
PNEUMOTHORAX DI IGD ULIN BANJARMASIN

ABSTRAK
Latar Belakang:Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara
di ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah
satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak
bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya
insufisiensi pernapasan, kolapasien kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika
tidak dikenali dan ditangani.
Tujuan:Tujuan penulisan ini untuk memaparkan asuhan keperawatan gadar kritis
yang diberikan kepada pasienTn.S yang mengalami tension pneumothorax.
Metode:Metode yang digunakan adalah studi kasus asuhan keperawatan meliputi
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi keperawatan geriatri sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul.
Hasil:Berdasarkan intervensi yang telah diberikan selama 3x24 jam sesuai dengan
masalah keperawatan yang muncul diperoleh hasil bahwa masalah belum dapat
teratasi karena memang diperlukan adanya program terapi yang harus dilanjutkan
untuk perbaikan kondisi pasien
Kesimpulan:Simpulan bahwa perlu dilakukan pengkajian komprehensif dan
intervensi serta pengimplementasian sesuai dengan kondisi pasien sehingga dapat
menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat dan sesuai prioritas.

Kata Kunci:tension penumothorax, needle decompression


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh

akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit

atau cedera. Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam

kavum/ rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu

negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang

(inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O

dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O (Pratama, 2015).

Pneumotoraks spontan dibagi menjadi 2, yaitu primer (terjadi tanpa

adanya penyakit paru yang diketahui, termasuk iatrogenik) dan sekunder

(terjadi pada pasien yang mengidap penyakit paru). Pneumotoraks spontan

sekunder tersering terjadi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi

kronik (PPOK) sebanyak 70%, diikuti penyakit paru lain seperti

tuberkulosis. Angka kejadian pneumotoraks spontan terdapat 18 hingga 28

kasus pada laki-laki dan 2 hingga 6 kasus pada wanita untuk tiap 100.000

populasi (Malik, 2020).

Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di

ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila

salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan

udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat

menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolapasien kardiovaskuler,


dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani (Punarbawa,

2020).

Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan

dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang

sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-pelayanan

darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada (Suarjaya, 2020).

Tension pneumothorax biasanya ditangani secara darurat dengan

dekompresi jarum (needle decompression atau disebut juga needle

thoracocentesis) dengan cara memasukkan kateter jarum besar ke dalam

ruang pleura (kavum pleura). Lokasi penusukan di interkostal kedua (ICS II)

di linea mid-klavikula. Karena faktor tebalnya dinding dada, kekakuan

kateter, dan komplikasi teknis atau anatomis, dekompresi dengan jarum bisa

gagal. Faktor ketebalan dinding dada, misalnya pasien dengan otot dada

tebal atau obesitas mempengaruhi keberhasilan dekompresi needle. Selain

itu, kesalahan identifikasi ICS kedua juga sering terjadi. Panjang needle 5

cm akan dapat menembus kavum pleura >50%, sedangkan panjang needle 8

cm dapat menembus kavum pleura >90%. Bukti terbaru mendukung

penempatan kateter needle ukuran besar di interkostal kelima (ICS V)

(Malik, 2020).

 Needle thoracocebtesis adalah tindakan merubah tension

pneumothorax menjadi simple pneumothorax dengan cara mengeluarkan

udara dalam cavum pleura agar  paru-paru dapat mengembang kembali.

Penatalaksanaan pada kasus tension  pneumotoraks tergantung pada


beberapa faktor, dan mungkin berbeda dari  penatalaksanaan awal hingga

dekompresi jarum atau pemasukan dari selang dada. Penanganan kasus ini

ditentukan dari derajat keparahan dari gejala dan indikasi dari gangguan

akut, adanya gambaran penyakit paru yang mendasari, ukuran tension

pneumotoraks yang terlihat pada foto toraks, dan pada kasus tertentu perlu

diperhatikan dari karakteristik individu yang terlibat (Pratama, 2015).

Pneumothorax jika tidak segera mendapatkan maka akan menyebabkan

yang mengancam manusia dengan cara pembuluh darah kolapasien sehingga

pengisian jantung menurun yang menyebabkan tekanan darah menurun.

Selain itu pneumothorax juga dapat menyebabkan hipoksia dan dipasiennea

berat dan dapat menyebabkan kematian (Malik, 2020).


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TN.S DENGAN TENSION
PNEUMOTHORAX DI IGD RSUD ULIN BANJARMASIN

I. PENGKAJIAN
A. Data Biografi Pasien
1. Nama :Tn. S
2. Umur :40Tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA
5. Suku :Minang
6. Status perkawinan :Menikah
7. Tanggal pengkajian :25 Mei 2019
B. Status Kesehatan Saat ini
1. Alasan masuk
Klien masuk melalui IGD RSUD Ulin Banjarmasin pada hari
tanggal 25 Mei 2019 dengan keluhan nyeri dada bagian sebelah kanan
seperti tertekan benda berat dan sesak nafas.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien dibawake IGD RSUD Ulin Banjarmasin setelah
kecelakaan lalu lntas dengan keluhan sesak napas dan semakin lama
semakin berat, disertai nyeri dada seperti tertusuk pada sisi dada
sebelah kanan, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Setahun yang lalu klien pernah menderita penyakit TB Paru, sudah
menjalani pengobatan OAT selama enam bulan
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien baik tension pneumotoraks ataupun TB paru.
5. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Sehari-harinya klien bekerja sebagai tukang kayu/membuat rumah.
Klien juga seorang perokok, menghabiskan minimal satu bungkus
rokok per hari
C. Pengkajian Fisik

Pemeriksaan Head To Toe:

1. Kepala

a. Rambut

Bentuk kepala bulat,rambut klien tampak hitam,tidak kotor,tidak

ada lesi,tidak ada pembengkakan tidak berminyak,tidak rontok

dan penyebaran merata.

b. Mata

Simetris kiri dan kanan, congjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan ( Kaca

mata), reflek pupil isokor, reflek cahaya (+/+), Ukuran pupil 2

ml.

c. Telinga

Telingasimetriskiridankanan,tidakadaserumen,pendengaranbaik,t

idak ada pembengkakan.

d. Hidung

Hidung simetris kiri dan kanan, bersih, tidak ada sekret, tidak

ada cuping hidung, tidak ada lesi.

e. Mulut Dan Gigi

Bibir simetris atas dan bawah, gigi klien tampak rapih dan
bersih, tidak ada karies, tidak ada peradangan pada mulut,

mukosa bibir lembab tidak ada sianosis.

2. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjer getah bening, tidak ada pembesaran

kelenjer tyroid, DVJ (Distensi Vena Jugularis)

3. Thorak

a. Paru-paru

I :penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul, terdapat

jejas, kontusio.

P: adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri

tekan

P: hipersonor

A: suara napas krekels

b. Jantung

I : Simetris kiri dan kanan, Iktus Cordis tidak terlihat.

P : Iktus Cordis teraba.

P : Redup

A : Suara jantung abnormal.

c. Abdomen

I : Perut klien tampak bersih,tidak ada bekas luka, warna kulit

sama.

A : Bising usus normal 10-12x / menit

P : Tidak ada nyeri tekan pada abdomen


P : Bunyi tympani

d. Punggung

Punggung simetris kiri dan kanan, warna

kulitsama, tidak ada pembengkakan atau gangguan pada

punggung Ekstremitas Atas Klien terpasang IVFD RL 20

gtt/menit di tanggan kiri dan tanggan kanan tanpak ada bekas

lecet-lecet. Bawah Terdapat luka siap operasi pada bagian

eksremitas bawah yaitu pada kaki kanan klien, luka tanpak

memerah, bengkak, luka tertutup perbandan terpasang tensocrepe,

keadakan perban berdarah dan keadakan kulit lembab. Terdapat

luka panjang ±9 cm dan nyeri menusuk-nusuk di bagian kaki

sebelah kanan, skala nyeri 6, dan lamanya nyeri ± 5 menit. Kulit

terasa panas di sekitar luka

Kekutan otot
5555 5555

5555 5555
e. Genitalia

Klien tidak terpasang kateter. tidak ada kelainan pada genetalia,

tanpak bersih

f. Integumen

Warna kulit sawo matang, tugor kulit baik, tidak terdapat adanya

lesi.
TERAPI

Medikasi/Obat yang diberikan Dosis / rute


pemberian
- Terapi O2 nasal kanul 8L Nasal kanul
- Terapi Tramadol 2 x 1 mg drip Intravena
- Terapi Ceftriaxone 2 x 1mg Intravena
- Terapi cairan IVFD RL 20 tpm Intravena
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Penurunan ekspansi Pola
Klien mengeluh sesak napas, bernapas paru sekunder napas
terasa berat, susah untuk melakukan terhadap peningkatan tidak
pernapasan dan nyeri dada kanan saat tekanan didalam efektif
bernapas rongga pleura;
pneumothorax
DO:
a. Klien tampak sesak napas, keringat
dingin, nyeri dada kanan saat
bernapas dan gelisah
b. Bentuk dada kanan lebih cembung
c. Gerakan pernapasan dada kanan
tertinggal
d. Penggunaan otot bantu napas
tambahan
e. Pola napas cepat dan dangkal
f. TTV : TD 110/70 mmHg, RR 32
x/mnt, N 92 x/mnt, T 36 C
g. Palpasi:getaran menurun di dada
kanan
h. Perkusi: hipersonor di dada kanan
i. Auskultasi: suara napas menghilang
di dada kanan
j. Radiologi:foto thorax kolapasien
pada paru kanan
DS : Trauma jaringan dan Nyeri
P : Pasien mengalami reflex spasme otot Akut
kecelakaan
Q : pasien mengatakan seperti
tertimpa benda berat
R : pasien mengatakan nyeri dada
bagian sebelah kanan
DS : Pasien mengatakan skala
nyerinya 7/10 T : saat kecelakaan,
selama perjalanan ke RS serta di
IGD
DO :
a. Pasien tampak meringis kesakitan
b. Pasien tampak memegangi
dadanya
c. Pasien tampak pucat
d. Membran mukosa pasien sianosis
e. TD: 130/90 mmHg
HR: 130×/menit
RR: 30×/menit
S:36,70C
SPO2 : 80%
DS: Pasien mengatakan terpasang selang Tindakan invasif Risiko
di dada kanan sekunder pemasangan infeksi
DO: selang WSD dan
trauma
Adanya luka 1 cm dengan jahitan pernapas
mengelilingi selang WSD an
Terpasang selang WSD di IC 4-5
dihubungkan dengan selang
penyambung ke botol WSD

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan oenurunan ekspansi paru


sekunder terhadap peningkatan tekanan didalam rongga pleura;
pneumothorax
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot
3. Risiko infeksi dan trauma pernapasan berhubungan dengan tindakan invasi
sekunder pemasangan selang WSD

RENCANA KEPERAWATAN
No Hari / tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
25 Mei Pola napas tidak efektif b/d Dalam waktu 3x 24 1. Identifikasi faktor penyebab
1 2019 penurunan ekspansi paru jam setelah diberikan kolapasien: trauma, infeksi
sekunder terhadap peningkatan intervensi pola napas komplikasi mekanik pernapasan.
tekanan di dalam rongga pleura; kembali efektif 2.   Kaji kualitas, frekuensi dan
pneumotoraks, ditandai dengan : dengan kreteria kedalaman napas, laporkan setiap
DS: evaluasi: perubahan yang terjadi
a. Klien mengeluh sesak napas,1. Keluhan sesak 3.   Baringkan klien dalam posisi
bernapas terasa berat, susah napas berkurang, yang nyaman, atau dalam posisi
untuk melakukan pernapasan ringan, tidak nyeri duduk
dan nyeri dada kanan saat saat melakukan
pernapasan 4.   Observasi TTV
bernapas
2. Tak tampak sesak 5.   Lakukan IPPA tiap 1-2 jam
DO: napas dan nyeri
6.   Memberikan oksigen tambahan
a. Klien tampak sesak napas, saat melakukan nasal kanule 2 lpm
keringat dingin, nyeri dada pernapasan
kanan saat bernapas dan3. Bentuk dada 7.   Kolaborasi untuk tindakan
gelisah simetris dekompresi dengan pemasangan
b. Bentuk dada kanan lebih4. Gerakan dada saat selang WSD
cembung bernapas simetris
c. Gerakan pernapasan dada Tidak5.
kanan tertinggal menggunakan otot
d. Penggunaan otot bantu bantu pernapasan
napas tambahan 6. Pola napas normal
e. Pola napas cepat dan7. TTV dbn
dangkal 8. Palpasi getaran
f. TTV : TD 110/70 mmHg, simetris
RR 32 x/mnt, N 92 x/mnt,9. Perkusi sonor
T 36 C simetris
g. Palpasi:getaran menurun Auskultasi
10.
disisi paru yang sakit vesikuler simetris
h. Perkusi: hipersonor disisi Radiologi: Paru
11.
paru yang sakit yang
i. Auskultasi: suara napas kolapasiensudah
menghilang disisi paru ekspansi
yang sakit
j. Radiologi:foto thorax
gambaran pneumotoraks
kanan, paru kolapasien

2 25 Mei Nyeri akut berhubungan Dalam 3x24 jam 1. Cek riwayat alergi
2019 dengan trauma jaringan dan nyeri dapat teratasi
2. Memilih analgesik yang
reflex spasme otot DS : dengan kriteria hasil :
Pasien mengatakan skala 1. Melaporkan diperlukan atau kombinasi dari
nyerinya 7/10 T : saat bahwa nyeri analgesik ketika pemberian
kecelakaan, selama berkurang dari
lebih dari satu
perjalanan ke RS serta di skala 5 menjadi 3
IGD (dari 0-10) 3. Tentukan analgesik pilihan,
DO : 2. Pasien tidak
rute pemberian, dan
a. Pasien tampak meringis meringis kesakitan
kesakitan dosisoptimal
b. Pasien tampak memegangi
4. Pilih rute pemberian secara IV,
dadanya
c. Pasien tampak pucat IM untuk pengobatan nyeri
d. Membran mukosa pasien
secarateratur
sianosis
e. TD: 130/90 mmHg 5. Monitor vital sign sebelum dan
HR: 130×/menit
sesudah pemberian analgesik
RR: 30×/menit
S:36,70C pertamakali
SPO2 : 80%
6. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyerihebat
7. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efeksamping)
3 25 Mei Risik infeksi dan trauma Dalam waktu 3x241. Kaji kualitas, frekuensi dan
2019 pernapasan b/d tindakan invasif jam setelah diberikan kedalaman napas, laporkan setiap
sekunder pemasangan selang intervensi risti infeksi perubahan yang terjadi
WSD ditandai dengan: dan trauma2.  Observasi tanda-tanda infeksi pada
DS: pernapasan tidak luka, TTV, keluhan sesak napas
terjadi dengan dan nyeri saat bernapas
a. Pasien mengatakan terpasang kreteria evaluasi :
selang didada kanan 3.Anjurkan klien untuk memegang
1. Tidak ada tanda- selang bila ingin merubah posisi
DO: tanda infeksi pada
a. Adanya luka 1 cm dengan luka 4. Jaga personal hygiene, alat tenun
jahitan mengelilingi selang2. TTV dalam batas dan lingkungan
WSD normal 5. Berikan asupan nutrisi yang
b. Terpasang selang WSD di IC 3. Tidak ada pus adekuat
3-4 dihubungkan dengan didalam selang 6.Lakukan perawatan WSD setiap
selang penyambung ke botol4. Kepatenan sistem hari
WSD drainage WSD
dalam kondisi7.Pantau kepatenan sistem drainage
baik setiap hari
5. Luka sembuh8.Kolaborasi medis untuk pemberian
tanpa komplikasi obat antibiotika
TINDAKAN KEPERAWATAN
No Hari / tgl Dx Implementasi
1 25 Mei I 1. Mengidentifikasi faktor penyebab kolapasien: trauma, keganasan, infeksi komplikasi
2019 mekanik pernapasan.
2. Mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, laporkan setiap perubahan yang
terjadi
3. Membaringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk
4. Mengukur TTV tiap 8 jam
5. Melakukan IPPA tiap 8 jam
6. Memberikan oksigen tambahan nasal kanule 2 lpm
7. Asistensi dalam pelaksanaan tindakan dekompresi  pemasangan selang WSD
(persiapan alat, pasien, ruang tindakan, membantu pelaksanaan dan evaluasi post
pemasangan WSD)
2 25 Mei II 1. Mengecek riwayat alergi
2019 2. Memilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu

3. Menentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosisoptimal


4. Memilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secarateratur
5. Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertamakali
6. Memberikan analgesik tepat waktu terutama saat nyerihebat
7. Mengevaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efeksamping)
3 25 Mei III 1. Mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, laporkan setiap perubahan yang
2019 terjadi
2. Mengobservasi keluhan sesak napas dan nyeri dada saat bernapas
3. Menganjurkan klien untuk memegang selang bila ingin merubah posisi
4. Menjaga personal hygiene, alat tenun dan lingkungan
5. Memberikan diet TKTP
6. Melakukan perawatan WSD setiap hari dengan teknik aseptik dan steril
7. Memantau kepatenan sistem drainage setiap hari:
a. Memperhatikan undulasi pada selang WSD
b. Meletakkan botol WSD selalu lebih rendah dari tubuh
c. Mempertahankan agar ujung selang dalam botol WSD agar selalu berada 2 cm
dibawah air
d. Membersihkan/cuci botol bila terlihat kotor
8. Memberikan obat antibiotika dan OAT sesuai program:
a. Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
b. Rimstar 2 x 2 tab oral

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari / tgl Dx Perkembangan
25 Mei I S:
2019 Klien mengatakan keluhan sesak napas dan nyeri dada kanan saat bernapas sudah berkurang,
bernapas agak ringan

O:

a. Tampak sesak napas dan nyeri saat bernapas sudah berkurang, bernapas agak ringan
b. Terpasang selang WSD di IC 4-5 midline axila kanan disambung dengan selang
penghubung ke botol WSD
c. Tampak undulasi pada selang
d. Tampak gelembung udara keluar melalui ujung selang didalam botol WSD saat ekspirasi
dan batuk
e. Kecembungan dada kanan mulai berkurang
f. Sudah mulai terlihat pergerakan dada kanan saat bernapas
g. Tidak menggunakan otot bantu napas tambahan
h. Tidak menggunakan oksigen tambahan
i. Pola napas mulai teratur
j. TTV : TD 110/70 mmHg, RR 28 x/mnt, N 88 x/mnt, T 36 C
k. Palpasi: teraba getaran disisi paru kanan
l. Perkusi: hipersonor diparu kanan sudah berkurang
m. Auskultasi: sudah terdengar suara napas di paru kanan
n. Klien tampak lebih tenang/rileks

A: Masalahpola napas tidak efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi no; 2,3,4,5

a. Cek foto thoraks AP-Lat posisi tegak


b. Pantau kepatenan sistem drainage
c. Observasi pengembangan paru
d. K/P pasang suction continous
25 Mei III S:
2019
Pasien mengatakan terpasang selang didada kanan

O:

a. Luka bersih ditutup kasa steril


b. TTV : TD 110/70 mmHg, RR 28 x/mnt, N 88 x/mnt, T 36 C
c. Tidak ada krepitasi disekitar selang
d. Undulasi positif
e. Botol WSD lebih rendah dari tubuh
f. Ujung selang dalam botol WSD berada 2 cm dibawah batas air

A: Masalah risti infeksi dan trauma pernapasan tidak terjadi

P: Lanjutkan intervensi

1. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka


2. Lakukan perawatan WSD setiap hari
3. K/P mencuci botol dan ganti cairan dalam botol bila terlihat keruh
26 Mei I S:
2019
Klien mengatakan keluhan sesak napas dan nyeri dada kanan saat bernapas sudah berkurang,
bernapas agak ringan

O:

a. Klien tampak lebih tenang/rileks


b. Tampak sesak napas dan nyeri saat bernapas sudah berkurang, bernapas agak ringan
c. Terpasang selang WSD di IC 4-5 midline axila kanan disambung dengan selang
penghubung ke botol suction continous
d. Tampak undulasi pada selang
e. Tampak gelembung udara keluar melalui ujung selang didalam botol WSD saat batuk
f. Kecembungan dada kanan mulai berkurang
g. Sudah mulai terlihat pergerakan dada kanan saat bernapas
h. Pola napas mulai teratur
i. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36 C
j. Palpasi: teraba getaran disisi paru kanan
k. Perkusi: hipersonor diparu kanan sudah berkurang
l. Auskultasi: sudah terdengar suara napas di paru kanan
m. Terpasang suction continous dengan tekanan 20 mmHg
n. Foto thoraks: ujung selang di IC 4-5 kanan
A: Masalahpola napas tidak efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

1. Ajarkan latihan meniup


26 Mei III S:
2019
Pasien mengatakan terpasang selang didada kanan

O:

1. Tidak ada tanda trauma pernapasan dan tanda-tanda infeksi pada luka, luka bersih
ditutup kasa steril
2. Tidak ada pus didalam selang
3. Tidak ada krepitasi disekitar selang
4. Undulasi positif
5. Kepatenan sistem drainage WSD dalam kondisi baik
6. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 24 x/mnt, N 84 x/mnt,
7. T 36 C

A: Masalah risti infeksi dan trauma pernapasan tidak terjadi

P: Lanjutkan intervensino; 1,2,3,4,5,6,7,8


27 Mei I S:
2019
Klien mengatakan tidak ada keluhan sesak napas dan nyeri dada kanan saat bernapas,
bernapas ringan

O:

1. Klien terlihat tenang/rileks, tak tampak sesak napas


2. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36 C
3. Terpasang selang WSD di IC 4-5 midline axila kanan disambung dengan selang
penghubung ke botol suction continous
4. Terpasang suction continous dengan tekanan 20 mmHg
5. Undulasi positif
6. Tampak gelembung udara keluar melalui ujung selang didalam botol WSD saat batuk
a. Bentuk dada simetris
b. Pergerakan dada simetris saat bernapas
c. Palpasi: teraba getaran disisi paru kanan
d. Perkusi: sonor d iparu kanan
e. Auskultasi: terdengar suara napas di paru kanan

A: Masalahpola napas tidak efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi no; 1,2,3,4,5,6,7,8


27 Mei III S:Pasien mengatakan terpasang selang didada kanan
2019
O:

a. Tidak ada trauma pernapasan dan tanda-tanda infeksi pada luka, luka bersih ditutup
kasa steril
b. Selang WSD diklem
c. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36 C

A: Masalah risti infeksi dan trauma pernapasan tidak terjadi

P: Lanjutkan intervensi No: 1,2,3,4,5,6,7,8


28 Mei I S:
2019
Klien mengatakan tidak ada keluhan sesak napas dan nyeri dada kanan saat bernapas,
bernapas ringan

O:

1. Klien terlihat tenang/rileks, tak tampak sesak napas


2. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 22 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36 C
3. Terpasang selang WSD di IC 4-5 midline axila kanan disambung dengan selang
penghubung ke botol WSD
4. Terpasang suction continous dengan tekanan 20 mmHg
5. Undulasi positif
6. Tampak gelembung udara keluar melalui ujung selang didalam botol WSD saat batuk
minimal
7. Bentuk dada simetris
8. Pergerakan dada simetris saat bernapas
9. Palpasi: teraba getaran disisi paru kanan
10. Perkusi: sonor diparu kanan
11. Auskultasi: terdengar suara napas di paru kanan

A: Masalahpola napas tidak efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi no; 1,2,3,4,6

a. Klem WSD selama 24 jam


b. Observasi keluhan sesak napas selama selang diklem, buka klem bila sesak napas
c. Cek foto thorakx AP-Lat
28 Mei III S:Pasien mengatakan terpasang selang didada kanan
2019
O:

1. Tidak ada trauma pernapasan dan tanda-tanda infeksi pada luka, luka bersih ditutup kasa
steril
2. Selang WSD di off
3. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36 C

A: Masalah risti infeksi dan trauma pernapasan tidak terjadi

P: Lanjutkan intervensi No: 1,2,3,4,7,8


29 Mei I S:
2019
Klien mengatakan tidak ada keluhan sesak napas selama 24 jam

O:

a. Klien terlihat tenang/rileks, tak tampak sesak napas


b. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36 C
c. WSD di IC 4-5 midline axila kanan diklem
d. Bentuk dada simetris
e. Pergerakan dada simetris saat bernapas
f. Palpasi: teraba getaran disisi paru kanan
g. Perkusi: sonor diparu kanan
h. Auskultasi: terdengar suara napas di paru kanan
i. Foto thoraks: paru yang kolapasien mengembang

A: Masalahpola napas tidak efektif teratasi


P: Lanjutkan intervensi

a. Kolaborasi medis untuk tindakan off WSD


b. Observasi keluhan sesak napas, nyeri dada saat pernapasan selama 24 jam setelah
WSD di off
c. Observasi ekspansi paru
d. Observasi TTV
29 Mei III S:Pasien mengatakan selang didada kanan sudah dilepas
2019
O:

a. Tidak ada trauma pernapasan dan tanda-tanda infeksi pada luka, luka bersih ditutup kasa
steril
b. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36 C

A: Masalah risti infeksi dan trauma pernapasan tidak terjadi

P: Pertahankan intervensi

Kolaborasi medis pemberian obat antibiotika oral

Dischard Planning :

a. Penkes perawatan luka dan jahitan di rumah, pola hidup sehat


b. Anjurkan off jahitan hari Senin tanggal 2-5-2011 ke puskesmas/RS
c. Anjurkan kontrol ke puskesmas/RS bila ada keluhan
30 Mei I S:
2019
Klien mengatakan tidak ada keluhan sesak napas

O:

a. Klien terlihat tenang/rileks, tak tampak sesak napas


b. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36 C
c. Bentuk dada simetris
d. Pergerakan dada simetris saat bernapas
e. Palpasi: teraba getaran disisi paru kanan
f. Perkusi: sonor diparu kanan
g. Auskultasi: terdengar suara napas di paru kanan
h. WSD sudah di off

A: Masalahpola napas tidak efektif teratasi

P: Dischard Planning :

a. Penkes perawatan luka dan jahitan di rumah


b. Anjurkan off jahitan hari Sabtu tanggal 15-5-2011 ke puskesmas/RS
c. Anjurkan kontrol ke puskesmas/RS bila ada keluhan
d. Klien pulang

BAB III
PEMBAHASAN
Analisa Kasus
Seorang laki laki usia 40 tahun masuk IGD pada tanggal 25 Mei 2019

pukul 11.00 akibat kecelakaan lalu lintas. Dokter menidagnosa Tension

Pneumothorax. Pasien mengeluh nyeri dada bagian sebelah kanan seperti

tertekan benda berat dan sesak nafas. Hasil pengkajian didapatkan tekanan darah
130/90 mmHg, frekuensi nadi 130×/menit, frekuensi pernafasan 30×/menit, suhu

36,70C. Terdapat gerakan dinding dada asimetris. Pernafasan ireguler, SpO2 80

%. Akral dingin, kulit dan bibir menjadi biru, memar pada area dada.

Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering

sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat

dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps

paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung

menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi

selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan

pada sirkulasi darah (hemodinamik). Penanganan segera terhadap kondisi yang

mengancam kehidupan meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan

menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan pada ruang

interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang

tube thoracostomy diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet

(pemasangan selang dada) diantara anterior dan mid-axillaris.

Needle thoracocebtesis adalah tindakan merubah tension pneumothorax

menjadi simple pneumothorax dengan cara mengeluarkan udara dalam cavum

pleura agar  paru-paru dapat mengembang kembali. Penatalaksanaan pada kasus

tension  pneumotoraks tergantung pada beberapa faktor, dan mungkin berbeda

dari  penatalaksanaan awal hingga dekompresi jarum atau pemasukan dari selang

dada. Penanganan kasus ini ditentukan dari derajat keparahan dari gejala dan

indikasi dari gangguan akut, adanya gambaran penyakit paru yang mendasari,

ukuran tension  pneumotoraks yang terlihat pada foto toraks, dan pada kasus
tertentu perlu diperhatikan dari karakteristik individu yang terlibat. Pada kasus

tension  pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif yangdapat dilakukan

untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemasangan needle yaitu lokasi

penempatan, ketebalan dinding dada, panjang needle, karakteristik pasien, body

mass index (BMI), umur, jenis kelamin, dan posisi lengan pasien.(9–13)

Penempatan needle di ICS V linea mid aksila pada kasus ini juga sesuai dengan

American College of Surgeons(5) yang menyatakan bahwa ada bukti terbaru

yang mendukung penempatan kateter needle ukuran besar di interkostal kelima

(ICS V).

Chang et al.(11) menjelaskan bahwa ketebalan dinding dada ICS

keempat di linea aksila anterior lebih tipis dibandingkan ICS kedua linea

midklavikula. Rentang ketebalan dinding dada di ICS kedua linea midklavikula

adalah antara 4,33 – 4,67 cm, sedangkan di ICS keempat linea aksila anterior

antara 3,76 – 3,99 cm. Sejalan dengan itu, Akoglu et al.(12) juga menjelaskan

bahwa rata-rata ketebalan dinding dada ICS kedua linea midklavikula pada laki-

laki 3,8 cm, sedangkan pada perempuan 5,2 cm. Sedangkan rata-rata ketebalan

dinding dada ICS kelima linea mid aksila pada laki-laki 3,3 cm, sedangkan pada

perempuan 3,8 cm.

Sehingga juga dibutuhkan panjang needle setidaknya 5 cm di linea mid

aksila ICS ke-4 atau ke-5 agar kemungkinan besar bisa menembus hingga

kavum pleura. Hal ini didukung pernyataan Ball et al.(14) bahwa penggunaan
kateter dengan panjang minimal 4,5 cm dengan lokasi di daerah aksila

meningkatkan angka keberhasilan pada pasien obesitas.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di
ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila
salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan
udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat
menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler,
dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Pasien datang
dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit Hipertensi dan DM. Setelah di RS pasien mendapatkan terapi
cairan IVFD RL 20 tpm, terapi injeksi : Ceftriaxone 2 x 1 mg IV, Tramadol
2×1 mg drip dan pasien mendapatkan terapi O2 nasal kanul serta telah
dilakukan asuhan keperawatan 1×24 jam.
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkandefleksi kasus tension pneumothorax ini dapat
menambahwawasandan ilmu pengetahuan khususnya di bidang gadar
kritis.
2. Bagi Lahan Rumah Sakit
Diharapkandapatdigunakansebagai dasar pengembangan menejemen
asuhan keperawatan dan membantu perawat dalam menjaga kepuasan
klien terhadap pelayanan asuhan keperawatan yangdiberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
Aru W. Sudoyo, dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V.
Jakarta: Interna Publishing.
Ashby M, Haug G, Mulcahy P, Ogden KJ, Jensen O WJ. Conservative Versus
Interventional Management for Primary Spontaneous Pneumothorax in Adults.
Cochrane Database Syst Rev.
Zarogoulidis P, Kioumis I, Pitsiou G, et al. Review Article: Pneumothorax: From
Definition to Diagnosis and Treatment. J Thor Dis. 2014;6(4). doi:
10.3978/j.issn.2072-1439.2014.09.24
Hefny AF, Kunhivalappil FT, Paul M, Almansoori TM, Zoubeidi T A-ZF.
Anatomical locations of air for rapid diagnosis of pneumothorax in blunt trauma
patients. World J Emerg Surg.
Sutton D, Jonas M. The Management of Major Injuries. In: Apley & Solomon’s
System of Orthopaedics and Trauma 10th Ed. CRC Press; 2018:651-710.
ACS “American College of Surgeons.” Thoracic Trauma. In: Advanced Trauma
Life Support Student Course Manual 10th Ed. ; :65-66.
Wernick B, Hon H, Mubang R, et al. Complications of Needle Thoracostomy: A
Comprehensive Clinical Review. Int J Crit Illn Inj Sci. 2015;5(3):160-169.
doi:10.4103/2229-5151.164939
KKI “Konsil Kedokteran Indonesia.” Standar Kompetensi Dokter Indonesia.;
2012.
Nason K, Maddaus M, Luketich J. Chapter 19: Chest Wall, Lung, Mediastinum,
and Pleura. In: Schwartz’s Principles of Surgery 10th Ed. ; 2015:605-694.
Zengerink I, Brink P, Laupland K, Raber E, Zygun D, Kortbeek J. Needle
Thoracostomy in The Treatmentof A Tension Pneumothorax in Trauma Patients:
What Size Needle. J Trauma.
Sanchez L, Straszewski S, Saghir A, et al. Anterior Versus Lateral Needle
Decompression of Tension Pneumothorax: Comparison by Computed
Tomography Chest Wall Measurement. Acad Emerg Med. 2011;18:1022-1026.
doi:DOI: 10.1111/j.1553-2712.2011.01159.x.
Chang SJ, Ross SW, Kiefer DJ, Anderson WE, Rogers AT, Sing RF CD.
Evaluation of 8.0-cm needle at the fourth anterior axillary line for needle chest
decompression of tension pneumothorax. J Trauma Acute Care Surg.
2014;76:1029-1034. doi:10.1097/TA.0000000000000158
Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC. Corwin,
Elizabeth J. 2009.
Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku
Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASANPNEUMOTHORAKS : BAB.7-
Hal.253. Jakarta: EGC.
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine,
5/e. dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

Anda mungkin juga menyukai