Disusun oleh :
PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TN.S DENGAN TENSION
PNEUMOTHORAX DI IGD ULIN BANJARMASIN
ABSTRAK
Latar Belakang:Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara
di ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah
satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak
bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya
insufisiensi pernapasan, kolapasien kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika
tidak dikenali dan ditangani.
Tujuan:Tujuan penulisan ini untuk memaparkan asuhan keperawatan gadar kritis
yang diberikan kepada pasienTn.S yang mengalami tension pneumothorax.
Metode:Metode yang digunakan adalah studi kasus asuhan keperawatan meliputi
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi keperawatan geriatri sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul.
Hasil:Berdasarkan intervensi yang telah diberikan selama 3x24 jam sesuai dengan
masalah keperawatan yang muncul diperoleh hasil bahwa masalah belum dapat
teratasi karena memang diperlukan adanya program terapi yang harus dilanjutkan
untuk perbaikan kondisi pasien
Kesimpulan:Simpulan bahwa perlu dilakukan pengkajian komprehensif dan
intervensi serta pengimplementasian sesuai dengan kondisi pasien sehingga dapat
menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat dan sesuai prioritas.
A. Latar Belakang
akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit
kavum/ rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu
(inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O
kasus pada laki-laki dan 2 hingga 6 kasus pada wanita untuk tiap 100.000
ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila
salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan
udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat
2020).
ruang pleura (kavum pleura). Lokasi penusukan di interkostal kedua (ICS II)
kateter, dan komplikasi teknis atau anatomis, dekompresi dengan jarum bisa
gagal. Faktor ketebalan dinding dada, misalnya pasien dengan otot dada
itu, kesalahan identifikasi ICS kedua juga sering terjadi. Panjang needle 5
(Malik, 2020).
dekompresi jarum atau pemasukan dari selang dada. Penanganan kasus ini
ditentukan dari derajat keparahan dari gejala dan indikasi dari gangguan
pneumotoraks yang terlihat pada foto toraks, dan pada kasus tertentu perlu
I. PENGKAJIAN
A. Data Biografi Pasien
1. Nama :Tn. S
2. Umur :40Tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA
5. Suku :Minang
6. Status perkawinan :Menikah
7. Tanggal pengkajian :25 Mei 2019
B. Status Kesehatan Saat ini
1. Alasan masuk
Klien masuk melalui IGD RSUD Ulin Banjarmasin pada hari
tanggal 25 Mei 2019 dengan keluhan nyeri dada bagian sebelah kanan
seperti tertekan benda berat dan sesak nafas.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien dibawake IGD RSUD Ulin Banjarmasin setelah
kecelakaan lalu lntas dengan keluhan sesak napas dan semakin lama
semakin berat, disertai nyeri dada seperti tertusuk pada sisi dada
sebelah kanan, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Setahun yang lalu klien pernah menderita penyakit TB Paru, sudah
menjalani pengobatan OAT selama enam bulan
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien baik tension pneumotoraks ataupun TB paru.
5. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Sehari-harinya klien bekerja sebagai tukang kayu/membuat rumah.
Klien juga seorang perokok, menghabiskan minimal satu bungkus
rokok per hari
C. Pengkajian Fisik
1. Kepala
a. Rambut
b. Mata
ml.
c. Telinga
Telingasimetriskiridankanan,tidakadaserumen,pendengaranbaik,t
d. Hidung
Hidung simetris kiri dan kanan, bersih, tidak ada sekret, tidak
Bibir simetris atas dan bawah, gigi klien tampak rapih dan
bersih, tidak ada karies, tidak ada peradangan pada mulut,
2. Leher
3. Thorak
a. Paru-paru
jejas, kontusio.
tekan
P: hipersonor
b. Jantung
P : Redup
c. Abdomen
sama.
d. Punggung
Kekutan otot
5555 5555
5555 5555
e. Genitalia
tanpak bersih
f. Integumen
Warna kulit sawo matang, tugor kulit baik, tidak terdapat adanya
lesi.
TERAPI
DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
No Hari / tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
25 Mei Pola napas tidak efektif b/d Dalam waktu 3x 24 1. Identifikasi faktor penyebab
1 2019 penurunan ekspansi paru jam setelah diberikan kolapasien: trauma, infeksi
sekunder terhadap peningkatan intervensi pola napas komplikasi mekanik pernapasan.
tekanan di dalam rongga pleura; kembali efektif 2. Kaji kualitas, frekuensi dan
pneumotoraks, ditandai dengan : dengan kreteria kedalaman napas, laporkan setiap
DS: evaluasi: perubahan yang terjadi
a. Klien mengeluh sesak napas,1. Keluhan sesak 3. Baringkan klien dalam posisi
bernapas terasa berat, susah napas berkurang, yang nyaman, atau dalam posisi
untuk melakukan pernapasan ringan, tidak nyeri duduk
dan nyeri dada kanan saat saat melakukan
pernapasan 4. Observasi TTV
bernapas
2. Tak tampak sesak 5. Lakukan IPPA tiap 1-2 jam
DO: napas dan nyeri
6. Memberikan oksigen tambahan
a. Klien tampak sesak napas, saat melakukan nasal kanule 2 lpm
keringat dingin, nyeri dada pernapasan
kanan saat bernapas dan3. Bentuk dada 7. Kolaborasi untuk tindakan
gelisah simetris dekompresi dengan pemasangan
b. Bentuk dada kanan lebih4. Gerakan dada saat selang WSD
cembung bernapas simetris
c. Gerakan pernapasan dada Tidak5.
kanan tertinggal menggunakan otot
d. Penggunaan otot bantu bantu pernapasan
napas tambahan 6. Pola napas normal
e. Pola napas cepat dan7. TTV dbn
dangkal 8. Palpasi getaran
f. TTV : TD 110/70 mmHg, simetris
RR 32 x/mnt, N 92 x/mnt,9. Perkusi sonor
T 36 C simetris
g. Palpasi:getaran menurun Auskultasi
10.
disisi paru yang sakit vesikuler simetris
h. Perkusi: hipersonor disisi Radiologi: Paru
11.
paru yang sakit yang
i. Auskultasi: suara napas kolapasiensudah
menghilang disisi paru ekspansi
yang sakit
j. Radiologi:foto thorax
gambaran pneumotoraks
kanan, paru kolapasien
2 25 Mei Nyeri akut berhubungan Dalam 3x24 jam 1. Cek riwayat alergi
2019 dengan trauma jaringan dan nyeri dapat teratasi
2. Memilih analgesik yang
reflex spasme otot DS : dengan kriteria hasil :
Pasien mengatakan skala 1. Melaporkan diperlukan atau kombinasi dari
nyerinya 7/10 T : saat bahwa nyeri analgesik ketika pemberian
kecelakaan, selama berkurang dari
lebih dari satu
perjalanan ke RS serta di skala 5 menjadi 3
IGD (dari 0-10) 3. Tentukan analgesik pilihan,
DO : 2. Pasien tidak
rute pemberian, dan
a. Pasien tampak meringis meringis kesakitan
kesakitan dosisoptimal
b. Pasien tampak memegangi
4. Pilih rute pemberian secara IV,
dadanya
c. Pasien tampak pucat IM untuk pengobatan nyeri
d. Membran mukosa pasien
secarateratur
sianosis
e. TD: 130/90 mmHg 5. Monitor vital sign sebelum dan
HR: 130×/menit
sesudah pemberian analgesik
RR: 30×/menit
S:36,70C pertamakali
SPO2 : 80%
6. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyerihebat
7. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efeksamping)
3 25 Mei Risik infeksi dan trauma Dalam waktu 3x241. Kaji kualitas, frekuensi dan
2019 pernapasan b/d tindakan invasif jam setelah diberikan kedalaman napas, laporkan setiap
sekunder pemasangan selang intervensi risti infeksi perubahan yang terjadi
WSD ditandai dengan: dan trauma2. Observasi tanda-tanda infeksi pada
DS: pernapasan tidak luka, TTV, keluhan sesak napas
terjadi dengan dan nyeri saat bernapas
a. Pasien mengatakan terpasang kreteria evaluasi :
selang didada kanan 3.Anjurkan klien untuk memegang
1. Tidak ada tanda- selang bila ingin merubah posisi
DO: tanda infeksi pada
a. Adanya luka 1 cm dengan luka 4. Jaga personal hygiene, alat tenun
jahitan mengelilingi selang2. TTV dalam batas dan lingkungan
WSD normal 5. Berikan asupan nutrisi yang
b. Terpasang selang WSD di IC 3. Tidak ada pus adekuat
3-4 dihubungkan dengan didalam selang 6.Lakukan perawatan WSD setiap
selang penyambung ke botol4. Kepatenan sistem hari
WSD drainage WSD
dalam kondisi7.Pantau kepatenan sistem drainage
baik setiap hari
5. Luka sembuh8.Kolaborasi medis untuk pemberian
tanpa komplikasi obat antibiotika
TINDAKAN KEPERAWATAN
No Hari / tgl Dx Implementasi
1 25 Mei I 1. Mengidentifikasi faktor penyebab kolapasien: trauma, keganasan, infeksi komplikasi
2019 mekanik pernapasan.
2. Mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, laporkan setiap perubahan yang
terjadi
3. Membaringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk
4. Mengukur TTV tiap 8 jam
5. Melakukan IPPA tiap 8 jam
6. Memberikan oksigen tambahan nasal kanule 2 lpm
7. Asistensi dalam pelaksanaan tindakan dekompresi pemasangan selang WSD
(persiapan alat, pasien, ruang tindakan, membantu pelaksanaan dan evaluasi post
pemasangan WSD)
2 25 Mei II 1. Mengecek riwayat alergi
2019 2. Memilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari / tgl Dx Perkembangan
25 Mei I S:
2019 Klien mengatakan keluhan sesak napas dan nyeri dada kanan saat bernapas sudah berkurang,
bernapas agak ringan
O:
a. Tampak sesak napas dan nyeri saat bernapas sudah berkurang, bernapas agak ringan
b. Terpasang selang WSD di IC 4-5 midline axila kanan disambung dengan selang
penghubung ke botol WSD
c. Tampak undulasi pada selang
d. Tampak gelembung udara keluar melalui ujung selang didalam botol WSD saat ekspirasi
dan batuk
e. Kecembungan dada kanan mulai berkurang
f. Sudah mulai terlihat pergerakan dada kanan saat bernapas
g. Tidak menggunakan otot bantu napas tambahan
h. Tidak menggunakan oksigen tambahan
i. Pola napas mulai teratur
j. TTV : TD 110/70 mmHg, RR 28 x/mnt, N 88 x/mnt, T 36 C
k. Palpasi: teraba getaran disisi paru kanan
l. Perkusi: hipersonor diparu kanan sudah berkurang
m. Auskultasi: sudah terdengar suara napas di paru kanan
n. Klien tampak lebih tenang/rileks
O:
P: Lanjutkan intervensi
O:
P: Lanjutkan intervensi
O:
1. Tidak ada tanda trauma pernapasan dan tanda-tanda infeksi pada luka, luka bersih
ditutup kasa steril
2. Tidak ada pus didalam selang
3. Tidak ada krepitasi disekitar selang
4. Undulasi positif
5. Kepatenan sistem drainage WSD dalam kondisi baik
6. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 24 x/mnt, N 84 x/mnt,
7. T 36 C
O:
a. Tidak ada trauma pernapasan dan tanda-tanda infeksi pada luka, luka bersih ditutup
kasa steril
b. Selang WSD diklem
c. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36 C
O:
1. Tidak ada trauma pernapasan dan tanda-tanda infeksi pada luka, luka bersih ditutup kasa
steril
2. Selang WSD di off
3. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36 C
O:
a. Tidak ada trauma pernapasan dan tanda-tanda infeksi pada luka, luka bersih ditutup kasa
steril
b. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36 C
P: Pertahankan intervensi
Dischard Planning :
O:
P: Dischard Planning :
BAB III
PEMBAHASAN
Analisa Kasus
Seorang laki laki usia 40 tahun masuk IGD pada tanggal 25 Mei 2019
tertekan benda berat dan sesak nafas. Hasil pengkajian didapatkan tekanan darah
130/90 mmHg, frekuensi nadi 130×/menit, frekuensi pernafasan 30×/menit, suhu
%. Akral dingin, kulit dan bibir menjadi biru, memar pada area dada.
sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat
paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung
dari penatalaksanaan awal hingga dekompresi jarum atau pemasukan dari selang
dada. Penanganan kasus ini ditentukan dari derajat keparahan dari gejala dan
indikasi dari gangguan akut, adanya gambaran penyakit paru yang mendasari,
ukuran tension pneumotoraks yang terlihat pada foto toraks, dan pada kasus
tertentu perlu diperhatikan dari karakteristik individu yang terlibat. Pada kasus
mass index (BMI), umur, jenis kelamin, dan posisi lengan pasien.(9–13)
Penempatan needle di ICS V linea mid aksila pada kasus ini juga sesuai dengan
(ICS V).
keempat di linea aksila anterior lebih tipis dibandingkan ICS kedua linea
adalah antara 4,33 – 4,67 cm, sedangkan di ICS keempat linea aksila anterior
antara 3,76 – 3,99 cm. Sejalan dengan itu, Akoglu et al.(12) juga menjelaskan
bahwa rata-rata ketebalan dinding dada ICS kedua linea midklavikula pada laki-
laki 3,8 cm, sedangkan pada perempuan 5,2 cm. Sedangkan rata-rata ketebalan
dinding dada ICS kelima linea mid aksila pada laki-laki 3,3 cm, sedangkan pada
aksila ICS ke-4 atau ke-5 agar kemungkinan besar bisa menembus hingga
kavum pleura. Hal ini didukung pernyataan Ball et al.(14) bahwa penggunaan
kateter dengan panjang minimal 4,5 cm dengan lokasi di daerah aksila
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di
ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila
salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan
udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat
menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler,
dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Pasien datang
dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit Hipertensi dan DM. Setelah di RS pasien mendapatkan terapi
cairan IVFD RL 20 tpm, terapi injeksi : Ceftriaxone 2 x 1 mg IV, Tramadol
2×1 mg drip dan pasien mendapatkan terapi O2 nasal kanul serta telah
dilakukan asuhan keperawatan 1×24 jam.
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkandefleksi kasus tension pneumothorax ini dapat
menambahwawasandan ilmu pengetahuan khususnya di bidang gadar
kritis.
2. Bagi Lahan Rumah Sakit
Diharapkandapatdigunakansebagai dasar pengembangan menejemen
asuhan keperawatan dan membantu perawat dalam menjaga kepuasan
klien terhadap pelayanan asuhan keperawatan yangdiberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
Aru W. Sudoyo, dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V.
Jakarta: Interna Publishing.
Ashby M, Haug G, Mulcahy P, Ogden KJ, Jensen O WJ. Conservative Versus
Interventional Management for Primary Spontaneous Pneumothorax in Adults.
Cochrane Database Syst Rev.
Zarogoulidis P, Kioumis I, Pitsiou G, et al. Review Article: Pneumothorax: From
Definition to Diagnosis and Treatment. J Thor Dis. 2014;6(4). doi:
10.3978/j.issn.2072-1439.2014.09.24
Hefny AF, Kunhivalappil FT, Paul M, Almansoori TM, Zoubeidi T A-ZF.
Anatomical locations of air for rapid diagnosis of pneumothorax in blunt trauma
patients. World J Emerg Surg.
Sutton D, Jonas M. The Management of Major Injuries. In: Apley & Solomon’s
System of Orthopaedics and Trauma 10th Ed. CRC Press; 2018:651-710.
ACS “American College of Surgeons.” Thoracic Trauma. In: Advanced Trauma
Life Support Student Course Manual 10th Ed. ; :65-66.
Wernick B, Hon H, Mubang R, et al. Complications of Needle Thoracostomy: A
Comprehensive Clinical Review. Int J Crit Illn Inj Sci. 2015;5(3):160-169.
doi:10.4103/2229-5151.164939
KKI “Konsil Kedokteran Indonesia.” Standar Kompetensi Dokter Indonesia.;
2012.
Nason K, Maddaus M, Luketich J. Chapter 19: Chest Wall, Lung, Mediastinum,
and Pleura. In: Schwartz’s Principles of Surgery 10th Ed. ; 2015:605-694.
Zengerink I, Brink P, Laupland K, Raber E, Zygun D, Kortbeek J. Needle
Thoracostomy in The Treatmentof A Tension Pneumothorax in Trauma Patients:
What Size Needle. J Trauma.
Sanchez L, Straszewski S, Saghir A, et al. Anterior Versus Lateral Needle
Decompression of Tension Pneumothorax: Comparison by Computed
Tomography Chest Wall Measurement. Acad Emerg Med. 2011;18:1022-1026.
doi:DOI: 10.1111/j.1553-2712.2011.01159.x.
Chang SJ, Ross SW, Kiefer DJ, Anderson WE, Rogers AT, Sing RF CD.
Evaluation of 8.0-cm needle at the fourth anterior axillary line for needle chest
decompression of tension pneumothorax. J Trauma Acute Care Surg.
2014;76:1029-1034. doi:10.1097/TA.0000000000000158
Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC. Corwin,
Elizabeth J. 2009.
Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku
Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASANPNEUMOTHORAKS : BAB.7-
Hal.253. Jakarta: EGC.
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine,
5/e. dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)