Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PP SC

“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu PKK Keperawatan Maternitas”

Dosen Pembimbing :

Vina Vitniawati, S.Kep.,Ners,M,kep

Di Susun Oleh :

Putri Anugrah (akx18025)

Kelompok 1

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN UMUM

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2020
Laporan Pendahuluan (LP)
Keperawatan Maternitas

1. Konsep penyakit
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus (Liu, 2007).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).

2. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang sering muncul :
A. Nyeri
B. Resiko infeksi
C. Bengkak, kemerahan
D. Fetal disress
E. Plasenta previa
F. Kelainan letak
G. Rupture uteri mengancam
H. Partus dengan komplikasi
I. Panggul sempit
J. Problema plasenta

3. Etiologi dan faktor fredisposisi


1.Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada,
disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada sejarah kehamilan dan persalinan
yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida,
solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ).
Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin
fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali
pusat dengan pembukaan kecilkegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif &
Hardhi, 2015).

4. Patofisiologi
Pada saat pasien mengalami luka post operasi maka jaringan terputus dan merangsang area
sensorik sehingga mengakibatkan gangguan rasa nyaman dan nyeri yang bisa beresiko
terjadinya infeksi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan
pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala
panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat
kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk
juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

5. Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R.Forte, 2010).
1.Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominal yang aman sekalipun dikerjakan
kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan
sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmenn bawah uterus telah
menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2.Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang, insisi
membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari
cedera pada bayi.
3. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior uterus dan
dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul. Diperlukan luka
insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta
dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hamper sudah
tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi
untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah.
4.Sectio Caesarea Extraperitoneal
pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya histerektomi pada
kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh peritonitis generalisata yang
sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea Extraperitoneal, seperti metode
Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada
prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan
isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap
disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
5.. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan dengan pengeluaran uterus.
Jika mungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena
pembedahan subtoral lebih mudah dan dapat dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan
subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau
jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini
lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin

6. Pemeriksaan Diagnostik

1)Elektroensefalogram ( EEG ) Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2) Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3) Magneti resonance imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah
otak yang tidak jelas Terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
4)Pemindaian positron emission tomography ( PET ) Untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah
dalam otak.
5) Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah

7. PENATALAKSANAAN dan Implikasi Keperawatan

1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2.Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semi
fowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
5. Perawatan fungsi kandung kemih
Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam
fisiologik atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi berikan antibiotika kombina kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a.Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10.Obat-obatan lain
a. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar
Dinding abdomen tidak tegang.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama, Umur ,Jenis kelamin ,Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Alamat :
Identitas penanggung jawab :
Nama, Umur, jenis kelamin, pendidikan, Pekerjaan, Alamat, Hubungan dengan
pasien
Catatan Medik.
Tanggal masuk :
No. Rm :
Diagnosa medis :

B. Keluhan utama
Pada umumnya pasien post sectio caesare mengeluh nyeri pada perut bagian
bawah luka bekas operasi

C. Riwayat penyakit sekarang


Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan Keluhan ada his dengan
presentasi bokong sudah ada lendir pasien datang jam dengan pengkajian tanggal
di dapatkan hasil :Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi
D. Riwayat penyakit dahulu
pasien tidak mempunyai riwayat penyakit menular maupun penyakit keturunan
yang bisa menghambat proses persalinan

E. Riwayat kesehatan keluarga


Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada Penyakit keturunan

F. Riwayat obstetric dan genokologi


Siklus haid : normal 28 hari
Lama haid : normal 3-4 hari.
HPMT :
HPL :
Bayi :
Tanggal lahir , jenis kelamin perempuan, BB, LK, LD, dan P
Nilai APGAR :
Kulit : Kemerahan.
Genetalia : Bersih.
Anus : ada.
Reflek : Menghisap kuat
Perawatan persalinan :
Riwayat ginekologi :
Bentuk panggul pasien ginekoid

G. Riwayat Kontrasepsi
Kebanyakan klien enggan diajak untuk berhubungan dengan pasangan. Frekuensi
untuk melakukan hubungan juga berkurang, karena pasien masih merasakan sakit
Pada area bekas operasi.
1) Usia menarche, siklus haid, lama haid, haid terakhir.
2) Masalah dalam mentruasi, apakah ibu pernah pap smear.
3) Penggunan kontrasepsi sebelumnya (IUD, suntik, implant, oral)
4) Riwayat reproduksi

H. Aktivitas sehari hari


Nutrisi
Eliminasi
Istirahat tidur
Personal hygine
Aktivitas

I. Pemeriksaan head to toe


1. Tanda -Tanda vital
Suhu tubuh, Tekanan darah, Nadi dan Pernafasan
2. Kepala dan muka
Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya hiperpigmentasi pada
wajah ibu (cloasmagravidanum), amati warna dari keadaan rambut, kaji
kerontokan dan kebersiihan rambut, kaji pembengkakan pada muka.
3. Mata
Amati ada atau tidaknya peradangan pada kelopak mata, kesimetrisan kanan
dan kiri, amati keadaan konjungtiva (konjungtivitis atau anemis), sclera
(ikterik atau indikasi hiperbilirubin atau gangguan pada hepar), pupil (isokor
kanan
dan kiri (normal), reflek pupil terhadap cahaya miosis atau mengecil, ada atau
tidaknya nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler pada kedua bola
mata.
4. Hidung
Amati keadaan septum apakah tepat di tengah, kaji adanya masa abnormal
dalam hidung dan adanya skret, adanya nyeri tekan pada hidung
5. Telinga
Amati kesimetrisan, warna dengan daerah sekitar, ada atau tidaknya luka,
kebersihan telinga amati ada tidaknya serumen dan otitis media
6. Mulut
Amati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan,
sianosis atauu tidak, pembengkakan, lesi, amati adanya stomatitis pada mulut,
amati jumlah dan bentuk gigi, warna dan kebersihan gigi.
7. Leher
Amati adanya luka, kesimetrisan dan masa abnormal, kaji adanya distensi
vena jugularis, dan adanya pembesaran kelenjar tiroid.
8. Paru-paru
Kesimetrisan bentuk/postur dada, gerakann nafas (frekuensi irama, kedalaman,
dan upaya pernafasan/pengggunaan otototot bantu pernafasan), warna kulit,
lesi, edema, pembengkakan/penonjolan, kaji pergerrakan dada, massa dan lesi,
nyeri, tractile fremitus apakah normal kanan dan kiri, perkusi (normalnya
berbunyi sonor), kaji bunyi (normalnya kanan dan kiri terdengar vesiikuler).
9. Cardiovaskuler
Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur, serta pertingkatan
tekanan darah
10. Payudara
Pengkajian payudara selama masa pascapartum meliputi inspeksi ukuran,
bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi apakah ada nyeri
tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama
pascapartum, payudara tidak banyak berubah kecil kecuali skresi kolostrum
yang banyak. Pada ibu menyusui, saat ASI mulai diproduksi, payudara
menjadi lebih besar, keras, dan hangat dan mungkin terasa berbenjol-benjol
atau bernodul. Wanita sering mengalami ketidaknyamanan dengan awitan
awal laktasi. Pada wanita yang tidak menyusui, perubahan ini kurang
menonjol dan menghilang dalam beberapa hari. Banyak wanita mengalami
pembengkakan nyata seiring dengan awitan menyusui. Payudara menjadi lebih
besar dan teraba keras dan tegang, dengan kulit tegang dan mengkilap serta
terlihatnya pembesaran vena berwarna biru. Payudara dapat terasa sangat nyeri
dan teraba panas saat disentuh.
11. Abdomen
Apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa, lingkar abdomen,
bising usus, tampak linea nigra attau alba, striae livida atau albican, terdapat
bekas luka operasi Sectiocaesarea. (Anggraini, 2010) mengkaji luka jahitan
post Sectiocaesarea yang meliputi kondisi luka (melintang atau membujur,
kering atau basah, adanya nanah atau tidak) dan mengkaji kondisi jahitan
(jahitan menutup atau tidak, terdapat tanda-tanda infeksi serta warna
kemerahan pada sekitar area jahitan luka post Sectiocaesarea atau tidak).
12. Ekstremitas bawah dan ekstremitas atas
13. Genetalia
Melihat kebersihan dari genetalia pasien, adanya lesi atau nodul dan mengkaji
keadaan lochea. Lochea yang berbau menunjukkan tanda-tanda resiiko infeksi.
(Handayani, 2011)

2.Diagnosa keperawatan
Diagnosa Menurut nanda nic noc :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik pembedahan.
2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan ibu,
terhentinya proses menyusui
3. Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko episiotomy, laserasi jalan
lahir, bantuan pertolongan persalinan
4. Deficit perawatan diri : mandi/kebersihan diri, makan, toileting berhubungan
dengann kelelahan postpartum
5. Defisiensi pengetahuan : perawatan post partum berhubungan kurangnya
informasi tentang pennanganan post partum

14. Intervensi dan Rasional

N Diagnosa keperawatan dan kolaborasi Tujuan (noc) Intervensi (Nic)


o

1 Menyusui tidak Setelah diberikan Health Education:


efektif tindakan
berhubungan keperawatan selama Berikan informasi
dengan kurangan 2x8 mengenai :
ya pengetahuan jam klien - Fisiologi menyusui
ibu tentang cara menunjukkan - Keuntungan
menyusui yang benar respon breast feeding menyusui
adekuat dengan - Perawatan
indikator: payudara
klien - Kebutuhan diit
mengungkapkan khusus
puas - Faktor-faktor yang
dengan kebutuhan menghambat
untuk proses menyusui
menyusui Demonstrasikan
klien mampu breast care dan
mendemonstrasikan pantau
perawatan payudara kemampuan klien
untuk melakukan
secara
teratur

Ajarkan cara
mengeluarkan ASI
dengan
benar, cara
menyimpan, cara
transportasi
sehingga bisa
diterima oleh bayi
Berikan dukungan
dan semangat pada
ibu
untuk melaksanakan
pemberian Asi
eksklusif

Berikan penjelasan
tentang tanda dan
gejala bendungan
payudara,
infeksi
payudara
Anjurkan keluarga
untuk memfasilitasi
dan
mendukung klien
dalam pemberian
ASI
Diskusikan tentang
sumber-sumber yang
dapat memberikan
informasi/memberika
n pelayanan KIA

2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Pain Managemen


agen injuri fisik asuhan
(luka insisi operasi) keperawatan selama Lakukan pengkajian
2x8 nyeri secara
jam diharapkan nyeri komprehensif
berkurang dengan termasuk lokasi,
indikator: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
Pain Level, dan faktor presipitasi
Pain control,
Observasi reaksi
Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, Gunakan teknik
mampu komunikasi
menggunakan terapeutik
tehnik untuk mengetahui
nonfarmakologi pengalaman nyeri
untuk mengurangi pasien
nyeri,
mencari bantuan) Kaji kultur yang
mempengaruhi
Melaporkan bahwa respon
nyeri nyeri
berkurang dengan Evaluasi pengalaman
menggunakan nyeri masa lampau
manajemen Evaluasi bersama
nyeri pasien dan tim
Mampu mengenali kesehatan
nyeri lain tentang
(skala, intensitas, ketidakefektifan
frekuensi kontrol nyeri
dan tanda nyeri) masa lampau
Menyatakan rasa
nyaman Bantu pasien dan
setelah nyeri keluarga untuk
berkurang mencari
Tanda vital dalam dan menemukan
rentang normal dukungan

Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal
3. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Disease
pengetahuan asuhan Process
tentang keperawatan selama
perawatan ibu 2x8 Berikan penilaian
nifas dan jam diharapkan tentang tingkat
perawatan post pengetahuan klien pengetahuan pasien
operasi b/d meningkat dengan tentang proses
kurangnya indicator: penyakit yang
sumber spesifik
informasi Kowlwdge : disease
proces Jelaskan
Behavior patofisiologi dari
penyakit dan
Pasien dan keluarga bagaimana hal ini
menyatakan berhubungan dengan
pemahaman anatomi dan
tentang penyakit, fisiologi, dengan cara
kondisi, yang
prognosis dan tepat.
program
pengobatan Gambarkan tanda
dan gejala yang
Pasien dan keluarga muncul pada
mampu penyakit, dengan
melaksanakan cara yang
prosedur yang tepat
dijelaskan Gambarkan proses
secara benar penyakit, dengan
cara
Pasien dan keluarga yang tepat
mampu menjelaskan
kembali apa yang Identifikasi
dijelaskan kemungkinan
perawat/tim penyebab,
kesehatan lainnya. dengna cara yang
tepat
Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
Hindari jaminan
yang kosong

Sediakan bagi
keluarga atau SO
informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
cepat
4. Defisit Setelah dilakukan Self Care assistane :
perawatan diri asuhan ADLS
b.d. Kelelahan keperawatan selama Monitor kemempuan
3x24 klien untuk
jam ADLs klien perawatan diri yang
meningkat dengan mandiri.
indicator: Monitor kebutuhan
klien untuk alat-alat
Self care : Activity bantu untuk
of Daily kebersihan diri,
Living (ADLs) berpakaian,
Klien terbebas dari berhias, toileting dan
bau makan.
badan
Sediakan bantuan
Menyatakan sampai klien mampu
kenyamanan secara utuh untuk
terhadap kemampuan melakukan self-care.
untuk Dorong klien untuk
melakukan ADLS melakukan aktivitas
sehari-hari yang
Dapat melakukan normal sesuai
ADLS kemampuan yang
dengan bantuan dimiliki.
Dorong untuk
melakukan secara
mandiri.

tapi beri bantuan


ketika klien tidak
mampu
melakukannya.
Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien
tidak mampu untuk
melakukannya.

Berikan aktivitas
rutin sehari- hari
sesuai
kemampuan.
Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

5. Risiko infeksi Setelah dilakuakan Infection Control


b.d tindakan asuhan (Kontrol infeksi)
invasif, paparan keperawatan selama Bersihkan
lingkungan 2x8 lingkungan setelah
patogen jam diharapkan dipakai
resiko pasien lain
infeksi terkontrol Pertahankan teknik
dengan isolasi
indicator:
Batasi pengunjung
Immune Status bila perlu
Knowledge :
Infection Instruksikan pada
control pengunjung untuk
Risk control mencuci tangan saat
Klien bebas dari berkunjung dan
tanda dan gejla setelah berkunjung
infeksi meninggalkan pasien
Gunakan sabun
Mendeskripsikan antimikrobia untuk
proses cuci tangan
penularan penyakit,
factor Cuci tangan setiap
yang mempengaruhi sebelum dan sesudah
penularan serta tindakan kperawtan
penatalaksanaannya,
Gunakan baju,
Menunjukkan sarung tangan
kemampuan sebagai alat
untuk mencegah pelindung
timbulnya Pertahankan
infeksi
Jumlah leukosit lingkungan aseptik
dalam batas selama
normalMenunjukkan pemasangan alat
perilaku Ganti letak IV perifer
hidup sehat dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum

Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingktkan intake
nutrisi
Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(Proteksi
Terhadap Infeksi)

Monitor tanda dan


gejala infeksi
sistemik
dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular

Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah

Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
Dorong masukan
cairan

Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda gejala
infeksi

Ajarkan cara
menghindari infeksi

Laporkan kecurigaan
infeksi

Laporkan kultur
positif

Anda mungkin juga menyukai