Anda di halaman 1dari 33

1.

Postulat Koch

Postulat Koch atau Postulat Henle-Koch ialah 4 kriterita yang dirumuskan Robert Koch pada
tahun 1884 dan diterbitkan pada 1890. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai
panduan umum untuk mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik
tertentu.

Menurut Bollard (1993), pada tahun 1880, Koch memanfaatkan kemajuan metoda
laboratorium dan menentukan kriteria yang diperlukan untuk membuktikan bahwa mikroba
spesifik merupakan penyebab penyakit tertentu. Kriteria tersebut dikenal sebagai Postulat
Koch. Terdapat 4 kriteria yang dirumuskan, yaitu :

1. Mikroorganisme tertentu selalu ditemukan berasosiasi dengan penyakit yang


ditimbulkan.
2. Mikroorganisme dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni di
laboratorium.
3. Biakan murni tersebut bila diinjeksikan pada tanaman yang sesuai dapat menimbulkan
penyakit.
4. Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi kembali dari tanaman yang telah terinfeksi
tersebut.

Keempat kriteria harus terpenuhi untuk menentukan sebab-musabab antara parasit dan
penyakit. Menurut Suada dan Suniti (2014), metode Postulat Koch dapat dilakukan untuk
membuktikan suatu patogen menyebabkan penyakit dengan menerapkan isolasi, inokulasi,
reisolasi, dan identifikasi mikroba yang berasosiasi. Setelah diketahui mikroba sebagai
penyebab maka kemudian mikroba tersebut diidentifikasi secara molekuler.

Postulat Koch dapat digunakan dan diterapkan pada berbagai bidang aplikatif  sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Postulat Koch dapat diterapkan pada berbagai bidang,
diantaranya bidang mikrobiologi, bidang pertanian, bidang peternakan, dan bidang pangan.
Contoh penerapan postulat koch dalam bidang pertanian yaitu ketika terdapat serangn oleh
patogen pada pertanaman agroforestry, kemudian dalam bidang mikrobiologi dapat
digunakan untuk mengetahui peranan mikroba sebagai penyebab penyakit yang diterangkan
jelas dengan postulat tertentu .

2.Teknik pewarnaan bakteri

Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu
pengecatan sederhana, pengecatan negatif, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural.
Pemberian warna pada bakteri atau jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan
tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan
pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel
microbe atau bagian-bagian sel microbe disebut teknik pewarnaan diferensial. Sedangkan
pengecatan struktural hanya mewarnai satu bagian dari sel sehingga dapat membedakan
bagian-bagian dari sel. Termasuk dalam pengecatan ini adalah pengecatan endospora, flagella
dan pengecatan kapsul.(waluyo,2010)

Mikroba sulit dilihat dengan cahaya karena tidak mengadsorbsi atau membiaskan cahaya.
Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme. Zat
warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroba dengan sekelilingnya
dapat ditingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan strukur seperti spora,
flagela, dan bahan inklusi yng mengandung zat pati dan granula fosfat (Entjang, 2003)

Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain bakteri itu
tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan
mudah diamati. Olek karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salahsatu cara
yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Rizki, 2008).

Tujuan pewarnaan terhadap mikroorganisme ialah untuk :

1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, maupun fungi.

2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad

3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan struktur dalam jasad.


4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan kimia
dapat diketahui.

Langkah-langkah utama teknik pewarnaan

1. Pembuatan olesan bakteri, olesan bakteri tidak boleh terlalu tebal atau tipis

2. Fiksasi, dapat dilakukan secara pemanasan atau dengan aplikasi bahan kimia seperti sabun,
formalin, fenol.

3. Aplikasi zat warna : tunggal, atau lebih dari 1 zat warna

Teknik pewarnaan dikelompokkan menjadi beberapa tipe, berdasarkan respon sel bakteri


terhadap zat pewarna dan sistem pewarnaan yang digunakan untuk pemisahan kelompok
bakteri digunakan pewarnaan Gram, dan pewarnaan “acid-fast”(tahan asam) untuk
genus Mycobacterium.

Untuk melihat struktur digunakan pewarnaan flagela, pewarnaan kapsul, pewarnaan spora,
dan pewarnaan nukleus. Pewarnaan Neisser atau Albert digunakan untuk melihat granula
metakromatik (volutin bodies) pada Corynebacterium diphtheriae. Untuk semua prosedur
pewarnaan mikrobiologi dibutuhkan pembuatan apusan lebih dahulu sebelum melaksanakan
beberapa teknik pewarnaan yang spesifik (Pelezar,2008).

Macam-Macam Pewarnaan

Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai berikut :

1.   Pewarnaan sederhana

Menggunakan satu macam zat warna (biru metilen/air fukhsin) tujuan hanya untuk melihat
bentuk sel. Pewarnaan sederhana, merupakan pewarna yang paling umum digunakan.
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat
dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana, yaitu mewarnai sel-sel bakteri hanya
digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-
pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-
zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen
kromoforiknya bermuatan positif).

Zat warna yang dipakai hanya terdiri dari satu zat yang dilarutkan dalam bahan pelarut.
Pewarnaan Sederhana merupakan satu cara yang cepat untuk melihat morfologi bakteri
secara umum. Beberapa contoh zat warna yang banyak digunakan adalah biru metilen (30-60
detik), ungu kristal (10 detik) dan fukhsin-karbol (5 detik).

2.   Pewarnaan differensial dibagi pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam

Pewarnaan differensial

Pewarnaan bakteri yang menggunakan lebih dari satu zat warna seperti pewarnaan gram dan
pewarnaan tahan asam. Penjelasan sebagai berikut:

Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode untuk membedakan spesies bakteri
menjadi dua kelompok besar, yakni gram-positif dan gram-negatif, berdasarkan sifat kimia
dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan
Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun
1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae.

Dengan metode pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri
Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.
Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya. Oleh karena itu,
pengecatan Gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding
sel seperti Mycoplasma sp Contoh bakteri yang tergolong bakteri tahan asam, yaitu dari
genus Mycobacterium dan beberapa spesies tertentu dari genus Nocardia. Bakteribakteri dari
kedua genus ini diketahui memiliki sejumlah besar zat lipodial (berlemak) di dalam dinding
selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel terhadap zat-zat
warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan
biasa, seperti pewarnaan sederhana atau Gram.

Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen yaitu :

Zat warna utama (violet kristal)


Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan warna
utama.
Pencuci / peluntur zat warna (alcohol / aseton) yaitu solven organic yang digunakan
uantuk melunturkan zat warna utama.
Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel
yang telah kehilangan cat utama setelah perlakuan denga alcohol.

Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada
metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna metil ungu
gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji
pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu,
yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda.
Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel mereka.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap yaitu

1. Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet) berwarna ungu.

2. Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan mordan JKJ.

3. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.

4. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin

Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding
selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel  dan membran sitoplasma
organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram
negatif dengan pencucian alcohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif
memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidohlikan yang tebal (25-50nm) sedangkan
bakteri negative lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3 nm).

Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu determinasi
suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif dan
bakteri Gram negatif yaitu:

Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:

Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis tiga atau multilayer.
Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan terdapat
didalam
lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10% dari berat kering, tidak
mengandung asam tekoat.
Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar misalnya kristal violet.
Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
Peka terhadap streptomisin
Toksin yang dibentuk Endotoksin

Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu:


Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer.
Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang
sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan.
Mengandung asam tekoat.
Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu kristal.
Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut
Tidak peka terhadap streptomisin
Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin

Contoh bakteri gram posittif                                    contoh bakteri gram negatif

Pewarnaan Tahan Asam

Pewarnaan ini ditujukan terhadap bakteri yang mengandung lemak dalam konsentrasi tinggi
sehingga sukar menyerap zat warna, namun jika bakteri diberi zat warna khusus misalnya
karbolfukhsin melalui proses pemanasan, maka akan menyerap zat warna dan akan tahan
diikat tanpa mampu dilunturkan oleh peluntur yang kuat sekalipun seperti asam-alkohol.
Karena itu bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA).
Teknik pewarnaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosa keberadaan bakteri penyebab
tuberkulosis yaitu Mycobacterium tuberculosis . Ada beberapa cara pewarnaan tahan asam,

namun yang paling banyak adalah cara menurut Ziehl-Neelsen.(anonymous,2009)

2. Pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu : pewarnaan flagel,


pewarnaan spora, pewarnaan kapsul.

Pewarnaan Spora

Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan teknik
pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling banyak digunakan.

Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan endspores, perlu dilakukan
pemanasan supaya cat malachite hijau  bisa masuk ke dalam spora , seperti halnya pada
pewarnaan  Basil Tahan Asam dimana cat  carbol   fuschsin  harus dipanaskan untuk bisa
menembus  lapisan lilin asam mycolic  dari Mycobacterium .

Skema prosedur pengecatan Spora Schaeffer Fulton


3. Sifat-Sifat Bakteri

 Bakteri memiliki ukuran yang sangat kecil dan umumnya hanya berukuran antar 1
hingga 5 mikron.
 Prokariotik.
 Memiliki bentuk sel yang tetap sama karena memiliki dinding sel.
 Bakteri tidak memiliki klorofil sehingga bakteri umumnya memiliki bentuk tubuh
yang transparan atau pun buram dan disebabkan tidak memiliki klorofil pada
umumnya bakteri yang merupakan heterotrof. Akan tetapi beberapa jenis bakteri yang
memiliki organel-organel klorofil dan juga fontosintesis sehingga bakteri tersebut
disebut dengan fotoautotrof.
 Bakteri umumnya berkembang biak secara vegetative ataupun aseksual dengan cara
membelah dirinya sendiri.
 Bakteri adalah mikoroorganisme yang memiliki satu sel atau biasa disebut dengan uni
seluler.
 Ada bakteri yang mempunyai flagelata tapi ada juga yang tidak.
 Mikroskopis.
 Memiliki sifat kosmopolit.
 Bakteri ada yang hidup secara berkoloni namun ada pula yang soliter.
 Inti sel dari bakteri tidak mempunyai inti atau membrane karioteka atau yang bisa
disebut juga dengan prokariotik.
 Bakteri bisa melakukan reproduksi dengan kawin dan juga membelah diri, atau
dikawinkan atau konjugasi.
4. DETEKSI DAN IDENTIFIKASI VIRUS

Teknik deteksi dan identifikasi virus terbagi dalam dua kategori, yaitu berdasarkan sifat-sifat
biologi yang berhubungan dengan interaksi virus dengan inang danvektor dan berdasarkan
bagian dari partikel virus, yaituasam nukleat dan coat protein (CP).Deteksi berdasarkan CP
dan asam nukleat dapatdilakukan dengan uji serologi dan teknik molekuler.Beberapa peneliti
telah memproduksi antiserum untuk uji serologi dan berhasil mendeteksi TNV.dan PatMMV
dengan teknik gel diffusion. Beberapa antiserum untuk mendeteksi virus pada nilam telah
tersedia secara komersial. Uji serologi dengan menggunakan antiserum komersial secara
ELISA berhasil mendeteksi PStV.Potyvirus, BBWV1 dan BBWV2.
Keunggulan teknik serologi ialah efektif dilakukan untuk deteksi massal. Namun, teknik ini
memiliki kelemahan terjadinya reaksi silang, yaitu antiserum bereaksi positif dengan virus
nontarget. Antiserum untuk mendeteksi PatVX bereaksi positif dengan anggota genus
Potexvirus lainnya, yaitu Viola mottle virus, White clover mosaic virus, dan PVX (Filho et al.
2002). Demikian pula antiserum untuk mendeteksi PatMMV juga bereaksi kuat dengan
BBWV 2 serta bereaksi lemah dengan BBWV1 dan LMMV (Natsuaki et al. 1994). Reaksi
silang ini menyebabkan deteksi secara serologi sering kali tidak akurat sehingga perlu
dilanjutkan deteksi secara molekuler.

Teknik molekuler yang umum digunakan ialah polymerase chain reaction (PCR). Virus-virus
pada tanaman nilam memiliki asam nukleat RNA sehingga harus diubah menjadi
complementary DNA (cDNA) denganenzim reverse transcriptase (RT) (Naidu dan Hughes
2003). Dengan teknik RT-PCR, berhasil dideteksi PStV,TeMV, BBWV2, CymMV, dan
PatYMV.

DNA yang dihasilkan dari PCR selanjutnya dirunut sekuen nukleotidanya untuk mengetahui
spesies virus yang ditemukan. Beberapa perangkat lunak telah tersedia untuk mengolah
sekuen nukleotida virus, di antaranya BioEdit, MEGA, dan GeneDoc.

Dengan ditemukannya beberapa virus pada nilam,diperlukan teknik deteksi secara langsung
yang dapat dilakukan dengan multiplex PCR.

5.Media Tanam Bakteri

Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrient) yang digunakan
untuk membiakkan mikroba. Media terdapat bermacam-macam yang dapat digunakan untuk
isolasi, perbanyakan, pengujian sifat-sifat fisiologis dan perhitungan jumlah mikroba maupun
untuk transport specimen dari suatu tempat ke tempat pemeriksaan mikrobiologi.
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit
untuk menyusun komponen sel. Dalam pemeriksaan mikrobiologi, media menjadi suatu hal
yang penting agar mikroba yang dapat hidup dan menentukan bahwa mikroba yang diperiksa
adalah benar-benar mikroba yang dicari atau yang diharapkan.
Upaya pembiakan mikroorganisme memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai agar bakteri
dapat berkembang dengan baik. Dalam pertumbuhannya, mikroorganisme memerlukan
bahan-bahan organik dan ion-ion pendukung sebagai sumber energi dan katalis (Morse &
Meitzner, 2010). Faktor-faktor yang penting bagi proses pembiakan mikroorganisme yaitu
nutrisi, oksigen dan gas lain, kelembaban, pH media, suhu, serta kontaminan. Media yang
baik untuk pembiakan mikroorganisme harus mengandung unsur-unsur seperti karbon,
nitrogen, fosfat inorganic, sulfur, logam, air, dan mineral (Zimbro et al. 2009).

Untuk dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba yang diharapkan, media
memiliki persyaratan. Persyaratan tersebut meliputi:

a. Susunan makanan

Unsur-unsur yang diperlukan dalam media meliputi air, sumber karbon, sumber nitrogen,
vitamin, mineral dan gas. Bakteri peka terhadap kekeringan sehingga perlu air yang
cukup sehingga kondisi tetap selalu lembab. Untuk sumberkarbon dapat digunakan
senyawa karbon sederhana seperti CO2, CH4 atau senyawa karbon kompleks seperti gula
(misal: glukosa, laktosa, sukrosa dan lain sebagainya). Senyawa Nitrogen dapat berasal
dari senyawa nitrogen sederhana seperti NH3 atau nitrogen yang lebih kompleks seperti
pepton dan asam amino. Mineral yang sering dibutuhkan dalam media adalah K, Mg, Na,
Zn, P, S dan Cl. Beberapa bakteri membutuhkan vitamin K (misal : Bacteriodes
melanogenicus) dan juga gas (misal:Gonococcus membutuhkan CO2), namun ada juga
bakteri tertentu justru mati jika ada oksigen (bakteri anaerob).

b. Temperatur

Bakteri agar dapat tumbuh optimal membutuhkan suhu tertentu. Umumnya bakteri
patogen membutuhkan suhu sekitar 37oC sesuai dengan suhu tubuh manusia walaupun
ada juga bakteri yang membutuhkan suhu tinggi seperti Camphylobacter (42oC).

c. Tekanan osmose

Secara umum untuk pertumbuhannya, bakteri membutuhkan media isotonik. Apabila


media bersifat hipotonik maka bakteri akan mengalami plasmoptysis dan apabila bersifat
hipertonik, bakteri akan mengalami plasmolysis.

d. Derajat keasaman (pH)


Sebagian besar bakteri membutuhkan pH sekitar netral. Namun beberapa bakteri butuh
perlakuan khusus sebagai contoh bakteri Vibrio yang membutuhkan pH alkali sekitar 8-
10 untuk dapat tumbuh optimal.

e. Sterilitas

Sterilitas merupakan hal yang mutlak dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan


mikrobiologi, karena bakteri yang diharapkan tumbuh adalah bakteri penyebab. Jika
media yang digunakan tidak steril maka tidak dapat dibedakan apakah yang tumbuh
merupakan bakteri yang dibutuhkan atau hanya sekedar bakteri kontaminan.
Macam-macam Media berdasar sifat fisiknya

a. Media Padat

Media yang digunakan untuk kultur/pertumbuhan bakteri atau mempelajari koloni bakteri
dalam bentuk padat, dapat diletakan di petri disk ataupun tabung. Media dapat berbentuk
padat datar, padat tegak maupun padat miring.

b. Media cair

Media dalam wujud cair yang digunakan untuk perbenihan/memperkaya sebelum dikultur
pada media padat. Media ini tidak dapat digunakan untuk mempelajari koloni. Contoh media
cair: media kaldu, alkali pepton, 7H9 dan lain-lain.
c. Media semisolid (setengah padat)

Untuk mengetahui pertumbuhan mikroba atau mengetahui motilitas bakteri.

Macam-macam Media berdasar Kegunaannya

Ada banyak macam. Macam-macam media berdasarkan kegunaan atau tujuannya. yaitu
media untuk pembiakan secara umum, media yang diperkaya, media pembiakan selektif,
media pembiakan diferensiasi, serta media kombinasi selektif dan diferensiasi. Penjabaran
media tersebut sebagai berikut:

a. Media Umum

Media umum merupakan media padat yang mengandung bahan-bahan semi alamiah,
digunakan untuk pembiakan secara umum mengandung unsur-unsur untuk pertumbuhan
mikroorganisme secara umum tanpa mengandung unsur penghambat tertentu. Dapat
digunakan untuk menumbuhkan bakteri dan jamur.

b. Media Transport
Media transport adalah media yang digunakan untuk membawa spesimen dari suatu tempat
ke tempat lain, agar mikroba yang ada di dalamnya (akan diperiksa), tetap terjaga
kehidupannya sehingga memudahkan untuk mendiagnosis atau untuk keperluan lain. Macam-
macam media transport di antaranya Stuart, Amies, Carry and Blair, alkali pepton dan lain-
lain. Penggunaan masing-masing media adalah sebagai berikut:

1. Media Stuart merupakan media yang digunakan untuk media transport terutama kuman
perut (gram negatif). Misal spesimen yang berasal dari feses.

2. Media Amies merupakan modifikasi dari media stuart, dapat untuk spesimen dari sekret
atau luka, bagus untuk membawa spesimen dengan kecurigaan gonorrhea.

3. Media Carry and Blair merupakan media dengan konsistensi semi solid, memiliki pH 7,2±
0,2 dengan standar pembuatan media, merupakan transport umum.

4. Media Alkali pepton digunakan untuk kecurigaan bakteri vibrio

c. Media Diperkaya
Media diperkaya/media kaya adalah media yang ditambahkan zat-zat organik yang diperoleh
dari makhluk hidup misal darah, telur dan lain-lain. Media ini dipergunakan untuk
pertumbuhan bakteri yang tidak dapat tumbuh pada media sederhana misal Gonococcus,
Streptococcus dan Pneumococcus.

d. Media Selektif
Media pembiakan selektif mendukung pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu dan
menghambat pertumbuhan flora campuran lain. Selektifitas ini diperoleh dengan
menambahkan bahan kimia, pewarna, atau antibiotik pada media.

Contoh media ini adalah:

1. Grup A Selective Strep Agar dengan 5% darah domba.

2. Media Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose (TCBS) merupakan media selektif untuk
bakteri Vibrio colera.

3. Media Salmonella & Shigella Agar (SSA), media ini digunakan untuk menyeleksi bakteri
Salmonella dan Shigella

e. Media Diferensial
Sedangkan media diferensial adalah media yang mengandung unsur yang memungkinkan
untuk mengidentifikasi mikroorganisme jenis tertentu dari kultur murni atau campuran.
Identifikasi ini biasanya berdasarkan penampakan dari mikroorganisme, seperti warna koloni
atau adanya presipitat.

Contoh media ini adalah :

1. Media Mac Conkey : pada media ini dapat dibedakan bakteri yang memfermentasikan
laktosa dan yang tidak memfermentasikan laktosa

2. Media Klinger Iron Agar (KIA): pada media ini dapat diketahui bakteri yang
memfermentasikan laktosa dan glukosa serta pembentukan H2S

3. Triple Sugar Iron Agar (Agar TSI) yang digunakan untuk mengidentifikasi organisme
intestinal gram negatif berdasarkan kemampuannya untuk memfermentasikan dektrosa,
laktosa, dan sukrosa, serta menghasilkan sulfida (Zimbro et al. 2009).

f. Media Kombinasi
Media jenis ini dapat berupa media yang tidak diperkaya, seperti Trypticase Soy Agar,
maupun media yang diperkaya, misalnya Trypticase Soy Agar dengan 5% darah domba.

5. Reproduksi jamur terjadi secara vegetatif ( aseksual ) dan generative ( seksual ),


biasanya tumbuhan jamur berproduksi secara generative yang merupakan reproduksi
darurat yang dilakukan jika terjadi perubahan pada kondisi lingkungannya.

Reproduksi jamur dapat secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif). Secara aseksual,
jamur menghasilkan spora. Spora jamur berbeda-beda bentuk dan ukurannya dan biasanya
uniseluler, tetapi adapula yang multiseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur
memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual
dapat terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora akan
berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa.

Spora haploid dihasilkan secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara seksual pada jamur
melalui kontak gametangium dan konjugasi. Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya
singami, yaitu persatuan sel dari dua individu. Singami terjadi dalam dua tahap, tahap
pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan tahap kedua adalah kariogami
(peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari masing-masing induk bersatu tetapi
tidak melebur dan membentuk dikarion.
Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah dalam waktu beberapa bulan
hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel melebur membentuk sel diploid yang segera
melakukan pembelahan meiosis. Secara alamiah, jamur dapat berkembang biak dengan dua
cara, yaitu secara aseksual dan seksual.

Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan, yaitu dengan cara sel membagi diri untuk
membentuk dua sel anak yang serupa, penguncupan, yaitu dengan cara sel anak yang tumbuh
dari penonjolan kecil pada sel inangnya atau pembentukan spora. Spora aseksual ini
berfungsi untuk menyebarkan speciesnya dalam jumlah yang besar dengan melalui perantara
angin atau air.

Reproduksi Secara Vegetatif

Reproduksi dengan vegetatif pada jamur merupakan jamur bersel satu yang dilakukan dengan
cara pembentukan tunas yang akan tumbuhan menjadi sebuah individu baru, selain itu
reproduksi secara vegetatif pada jamur multiseluler yang dilakukan dengan beberapa cara
sebagai berikut :

 Fragmentasi ( pemutusan ) hifa, potongan hifa yang terpisah kemudian akan


tumbuhan menjadi jamur baru.
 Pembentukan spora aseksual, spora aseksual bisa berupa sporangiospora atau
konidospora.

Pada beberapa jenis jamur yang sudah dewasa akan menghasilkan sporangiosfor ( tangkai
kotak spora ). Di ujung sporangiofor terdapat sporangium ( kotak spora ). Sedangkan dalam
kotak spora akan terjadi pembelahan sel secara mitosis yang menghasilkan banyak
sporangiospora dengan kromosom haploid ( n ). Sedangkan pada jamur yang lainnya jika
sudah dewasa dapat menghasilkan konidiofor ( tangkai konidium ), pada ujung konidiofor
terdapat konidium ( kotak konidiospora ).
Dalam konidium akan terjadi pembelahan sel yang dilakukan secara mitosis dengan
menghasilkan banyak konidiospora dengan berkromosom haploid ( n ), baik sporangiospora
maupun konidiospora jika jatuh pada tempat yang cocok akan tumbuh menjadi hifa baru yang
haploid ( n ).

Reproduksi Secara Generatif

Reproduksi jamur dengan generatif ( seksual ) dilakukan terlebih dahulu dengan


pembentukan spora seksual yang melalui sebuah peleburan antara hifa yang mempunyai jenis
berbeda.

1. Dilakukan dengan peleburan inti sel/nucleus dari dua sel induknya.


2. Reproduksi secara seksual ini lebih jarang dilakukan dan jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan secara aseksual.
3. Perkembangbiakan ini terjadi apabila berada dalam keadaan tertentu.
4. merupakan reproduksi darurat yang  dilakukan jika terjadi perubahan pada kondisi
lingkungannya.
5. menghasilkan keturunan yang memiliki beragam genetik yang lebih tinggi
dibandingkan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif.
6. Dari adanya variasi genetik tersebut memungkinkan akan menghasilkan keturunan
yang lebih adaptif jika terjadi perubahan kondisi pada lingkungannya.

Reproduksi Alga
Ganggang bereproduksi secara aseksual (vegetatif) dan seksual (generatif). Terdapat
ganggang hanya mampu bereproduksi secara aseksual. Seperti Euglena, yang dapat
melakukan pembelahan biner. Ada juga ganggang yang dapat bereproduksi secara
aseksual dan seksual, seperti Spirogyra. Spirogya bereproduksi secara aseksual dengan
fragmentasi (pemutusan) sebagian tubuhnya dan bereproduksi secara seksual dengan
konjugasi. Namun, ada juga ganggang (alga) yang bereproduksi baik dengan aseksual
maupun seksual, hal ini dilakukan secara metagenesis. Arti metagenesis adalah pergiliran
keturunan antara generasi gametofit (penghasil sel kelamin) dengan generasi sporofit
(penghasil spora), seperti laminari  dan Ulva. 

Reproduksi aseksual ganggang (alga)


Reproduksi aseksual pada ganggang terjadi dengan pembelahan biner, fragmentasi dan
pembentukan spora vegetatif. Proses reproduksi aseksual adalah sebagai berikut... 

1. Pembelahan Biner

Reproduksi aseksual secara pembelahan biner pada ganggang terjadi pada ganggang (alga)
uniseluler, seperti Euglenoid, Chlorella, dan Pyrrophyta (ganggang api). Pada Euglenoid,
pembelahan biner terjadi dengan membujur. Pembelahan tersebut diawali dengan
pembelahan inti, diikuti dari pembelahan sitoplasma. Dari satu sel induk yang dihasilkan ke
dua sel anakan yang tumbuh menjadi ganggang baru. 

2. Fragmentasi

Fragmentasi adalah pemutusan sebagian tubuh ganggang. Bagian tubuh yang terlepas di
tubuh induk tumbuh menjadi ganggang baru. Fragmentasi yang pada ganggang multiseluler
berbentuk filamen dan talus. Contohnya pada Cladophora, Sargassum, Spirogyra,
Macroctis, dan Laminaria.  

3. Pembentukan Spora Vegetatif 

Pembentukan spora vegetatif terjadi dalam sel induk yang menghasilkan zoospora.
Pembentukan spora secara vegetatif terjadi jika kondisi lingkungan mendukung dan jumlah
makanan mencukupi. Hal tersebut dapat terjadi pada ganggang (alga) yang bersifat uniseluler
maupun yang multiseluler. Contohnya pada Hydrodictyon, Ulothrix,
Chlamydomonas, dan Vaucheria. 

Contoh Siklus Hidup Chalmydomonas


1. Chlamydomonas dewasa yang berflagela dan berkromosan haploid (n). 

2. Di tahap reproduksi aseksual dimulai dengan menghilangnya flagela, selanjutnya terjadi


pembelahan secara mitosis yang berlangsung sebanyak dua kali atau lebih sehingga
menghasilkan sel anak yang berjumlah 4 atau lebih. 

3. Sel-sel anak membentuk dinding sel dan flagela yang menjadi zoospora. Jika dinding sel
induk pecah, maka keluarlah zoospora yang dapat berenang. Zoospora kemudian tumbuh
menjadi Chlamydomonas yang baru berhaploid (n). 

4. Jika persediaan makanan berkurang atau lingkungannya kering, Chalmydomonas akan


bereproduksi secara seksual yang diawali dengan pembetukan gamet haploid (n) dengan
pembelahan mitosis secara berulang kali. Gamet kemudian dilepaskan dari sel induk. 

5. Terjadi singami antara gamet yang berbeda jenis ((+) dan (-)) dengan menghasilkan zigot
diploid (2n). 

6. Zigot kemudian membentuk selubung yang kuat dan resisten yang disebut dengan
zigospora. 

7. Zigospora (2n) kemudian mengelami pembelahan yang terjadi secara miosis dengan
menghasilkan empat individu baru yang haploid (n). 

Reproduksi seksual ganggang (alga)


Reproduksi seksual pada ganggang (alga) dapat terjadi secara konjugasi, singami, dan
anisogami. Proses reproduksi seksual pada ganggang adalah sebagai berikut...

1. Konjugasi

Konjugasi adalah proses saling berlekatannya dua individu yang berbeda jenis, dengan diikuti
terjadinya plasmogami (peleburan plasma sel) dan juga kariogami (peleburan inti sel).
Contohnya ganggang yang bereproduksi secara konjugasi adalah spirogyra yang berbentuk
filamen tak bercabang. Mekanisme konjugasi pada spirogyra adalah sebagai berikut... 

 Filamen Spirogyra yang berhaploid (n) yang berbeda jenis dengan saling


berdekatan 
 Sel-sel yang akan saling berdekatan dengan membentuk tonjolan merupakan
jembatan konjugasi. 
 Protoplasma sel yang satu (+) berpindah (mengalir) ke sel pasangannya (-). 
 Terjadi plasmogami, diikuti dengan kariogami 
 Konjugasi menghasilkan zigospora yang berdiploid (2n). 
 Zigospora (2n) membelah secara miosis dengan menghasilkan 4 sel haploid (n). 
 Dari 4 sel haploid yang kemudian dihasilkan, umumnya hanya terdapat satu yang
dapat tumbuh menjadi benang Spirogyra baru. 
2. Singami

Singami (isogami) adalah peleburan antara dua sel gamet yang sama dengan bentuk dan
ukurannya, tetapi berbeda jenisnya ((+) dan (-)), yang kemudian diikuti dengan terjadinya
peleburan inti. Singami menghasilkan zigot yang diploid (2n). Contoh ganggang yang
melakukan singami adalah ganggang hijau Ulva. 

3. Anisogami

Anisogami adalah peleburan antara sel gamet yang ukuran dan bentuknya berbeda.
Anisogami dapat berupa oogami, yakni masuknya sel gamet jantan yang berflagela (sperma)
ke sel yang gamet betina (ovum) kemudian terjadi peleburan inti. Hasil dari fertilisasi adalah
zigot. Contoh ganggang yang melakukan oogami adalah Laminaria. 

Proses reproduksi virus terdiri dari lima tahap, yaitu adsorbsi, penetrasi, sintesis (eklifase),
pematangan dan lisis.

Berikut akan dibahas tentang cara replikasi virus yang terdiri atas lima tahap yaitu :

1. Tahap adsorbsi

2. Tahap penetrasi
3. Tahap sintesis

4. Tahap pematangan

5. Tahap lisis

a. Tahap Absorbsi

Pada tahap ini, bagian ujung ekor virus (reseptor) menempel pada dinding sel bakteri. Proses
penempelan ini hanya terjadi pada virus tertentu. Jadi, dengan kata lain proses penempelan
virus bersifat sangat khas. Setelah menempel, virus akan segera mengeluarkan enzim
lisozim untuk melubangi dinding sel inang.

b. Tahap Penetrasi

Pada tahap ini, DNA/RNA virus masuk ke dalam sel inang melalui penambatan lempeng
ujung, kontraksi, dan penusukan pasak. Bagian tubuh virus yang masuk ke dalam sel inang
hanyalah asam nukleat. Sedangkan, bagian kapsid tetap berada di luar dinding sel dan akan
terlepas dengan sendirinya setelah tidak berguna lagi.

c. Tahap Sintesis/Replikasi/Eklifase

Proses yang terjadi pada tahap ini adalah penghancuran DNA sel inang, sehingga membuat
sintesis DNA bakteri berhenti bekerja. Setelah proses ini berhasil, DNA bakteri kemudian
digantikan oleh DNA/RNA virus, sehingga virus mampu mengendalikan secara utuh
kehidupan dari sel bakteri. Hal ini bertujuan untuk membuat salinan asam nukleat virus
(DNA/RNA) yang kemudian membentuk berbagai komponen tubuh virus seperti ekor dan
kapsid.

d. Tahap Perakitan/Pemtangan

Setelah melalui tahap ketiga, tahap selanjutnya merupakan perakitan tubuh virus yang


masih terpisah-pisah, seperti kepala, ekor, dan serabut ekor, menjadi virus yang utuh. Selain
itu, kapsid utuh yang terbentuk juga kemudian diisi oleh DNA/RNA sehingga proses
reproduksi berhasil menciptakan virus baru. Pada fase ini, virus yang dihasilkan bisa
mencapai 100-200 buah.
e. Tahap Lisis/ Litik

Pada tahap ini, kerja enzim lisozim tidak hanya untuk melubangi dinding sel inang saja tetapi
juga membuat dinding sel mengalami perpecahan di akhir fase reproduksi virus. Pecahnya
dinding sel kemudian diikuti oleh pelepasan virus-virus baru yang telah siap melakukan
replikasi ulang dengan menemukan sel inang baru.

6. Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan merupakan proses perubahan bentuk yang semula kecil kemudian menjadi
besar. Pertumbuhan menyangkut pertambahan volume dari individu itu sendiri. Pertumbuhan
pada umumnya tergantung pada kondisi bahan makanan dan juga lingkungan. Apabila
kondisi makanan dan lingkungan cocok untuk mikroorganisme tersebut, maka
mikroorganisme akan tumbuh dengan waktu yang relatif singkat dan sempurna.

Pertumbuhan mikroorganisme yang bersel satu berbeda dengan mikroorganisme yang bersel
banyak (multiseluler). Pada mikroorganisme yang bersel satu (uniseluler) pertumbuhan
ditandai dengan bertambahnya sel tersebut. Setiap sel tunggal setelah mencapai ukuran
tertentu akan membelah menjadi mikroorganisme yang lengkap, mempunyai bentuk dan sifat
fisiologis yang sama. Pertumbuhan jasad hidup, dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
pertumbuhan sei secara individu dan pertumbuhan kelompok sebagai satu populasi.

Pertumbuhan sel diartikan sebagai adanya penambahan volume serta bagian-bagian sel
lainnya, yang diartikan pula sebagai penambahan kuantiatas isi dan kandungan didalam
selnya. Pertumbuhan populasi merupakan akibat dari adanya pertumbuhan individu, misal
dari satu sel menjadi dua, dari dua menjadi empat ,empat menjadi delapan, dan seterusnya
hingga berjumlah banyak.

Pada mikroorganisme, pertumbuhan individu (sel) dapat berubah langsung menjadi


pertumbuhan populasi. Sehingga batas antara pertumbuhan sel sebagai individu serta satu
kesatuan populasi yang kemudian terjadi kadang-kadang karena terlalu cepat perubahannya,
sulit untuk diamati dan dibedakan. Pada pertumbuhan populasi bakteri misalnya, merupakan
penggambaran jumlah sel atau massa sel yang terjadi pada saat tertentu. Kadang-kadang
didapatkan bahwa konsentrasi sel sesuai dengan jumlah sel perunit volume, sedang kerapatan
sel adalah jumlah materi perunit volume.Penambahan dan pertumbuhan jumlah sel
mikroorganisme pada umumnya dapat digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan.

Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Secara umum fase-fase pertumbuhan mikroorganisme adalah sebagai berikut:

1. Fase lag (Masa persiapan, Adaptasi, Adaptation phase)

Pada fase ini laju pertumbuhan belum memperlihatkan pertumbuhan ekponensial, tetapi
dalam tahap masa persiapan. Hal ini tergantung dari kondisi permulaan, apabila
mikroorganisme yang ditanami pada substrat atau medium yang sesuai, maka pertumbuhan
akan terjadi. Namun sebaliknya apabila diinokulasikan mikroorganisme yang sudah tua
meskipun makanannya cocok, maka pertumbuhannya mikroorganisme ini membutuhkan
masa persiapan atau fase lag.

Waktu yang diperlukan pada fase ini digunakan untuk mensintesa enzim. Sehingga mencapai
konsentrasi yang cukup untuk melaksanakan pertumbuhan ekponensial. Fase ini berlangsung
beberapa jam hingga beberapa hari, tergantung dari jenis mikroorganisme serta lingkungan
yang hidup. Selama fase ini perubahan bentuk dan pertumbuhan jumlah individu tidak secara
nyata terlihat. Karena fase ini dapat juga dinamakan sebagai fase adaptasi (penyesuaian)
ataupun fase-pengaturan jasad untuk suatu aktivitas didalam lingkungan yang mungkin baru.

2. Fase tumbuh dipercepat (Logaritme, Eksponensial, Logaritma phase)

Pada setiap akhir persiapan sel mikroorganisme akan membelah diri.masa ini disebut masa
pertumbuhan, yang setiap selnya tidak sama dalam waktu masa persiapan.Sehingga secara
berangsur-angsur kenaikan jumlah populasi sel mikroorganisme ini mencapai masa akhir fase
pertumbuhan mikroorganisme.Setelah setiap individu menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru selama fase lag, maka mulailah mengadakan perubahan bentuk dan meningkatkan
jumlah individu sel sehingga kurva meningkat dengan tajam (menanjak). Peningkatan ini
harus diimbangi dengan banyak faktor, antara lain:

 Faktor biologis, yaitu bentuk dan sifat jasad terhadap lingkungan yang ada, serta
assosiasi kehidupan di antara jasad yang ada kalau jumlah jenis lebih dari sebuah.
 Faktor non-biologis, antara lain kandungan sumber nutrien di dalam media,
temperatur, kadar oksigen, cahaya, dan lain sebagainya.Kalau faktor-faktor di atas
optimal, maka peningkatan kurva akan nampak tajam seperti gambar. Pada fase ini
pertumbuhan secara teratur telah tercapai. Maka pertumbuhan secara ekponensial
akan tercapai. Pada fase ini menunjukkan kemampuan mikroorganisme berkembang
biak secara maksimal.

Setiap sel mempunyai kemampuan hidup dan berkembang biak secara tepat. Fase
pengurangan pertumbuhan akan terlihat berupa keadaan puncak dari fase logaritmik sebelum
mencapai fase stasioner, dimana penambahan jumlah individu mulai berkurang atau menurun
yang di sebabkan oleh banyak faktor, antara lain berkurangnya sumber nutrien di dalam
media tercapainya jumlah kejenuhan pertumbuhan jasad. Fase tumbuh reda akan terlihat
dimana fase logaritma mencapai puncaknya, maka zat-zat makanan yang diproduksi oleh
setiap sel mikroorganisme akan mengakibatkan pertumbuhan mikroorganisme, sehingga pada
masa pertumbuhan ini reda atau dikatakan sebagai fase tumbuh reda.

3. Fase Stasioner

Pengurangan sumber nutrien serta faktor –faktor yang terkandung di dalam jasadnya sendiri,
maka sampailah puncak aktivitas pertumbuhan kepada titik yang tidak bisa dilampaui lagi,
sehingga selama fase ini, gambaran grafik seakan mendatar. Populasi jasad hidup di dalam
keadaan yang maksimal stasioner yang konstan.

4. Fase Kematian

Fase ini diawali setelah jumlah mikroorganisme yang di hasilkan mencapai jumlah yang
konstan, sehingga jumlah akhir mikroorganisme tetap maksimum pada masa tertentu. Setelah
masa dilampaui, maka secara perlahan-lahan jumlah sel yang mati melebihi jumlah sel yang
hidup.

Fase ini disebut fase kematian dipercepat. Fase kematian dipercepat mengalami penurunan
jumlah sel, karena jumlah sel mikroorganisme mati. Namun penurunan jumlah sel tidak
mencapai nol, sebab sebagian kecil sel yang mampu beradaptasi dan tetap hidup dalam
beberapa saat waktu tertentu. Pada fase ini merupakan akhir dari suatu kurva dimana jumlah
individu secara tajam akan menurun sehingga grafik tampaknya akan kembali ke titik awal
lagi. Gambaran pertumbuhan mikroorganisme seringkali tidak sesuai seperti yang sudah
diterangkan kalau faktor-faktor lingkungan yang menyertainya tidak memenuhi persyaratan.

Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme

 Faktor alam
1. Temparatur
Umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikroorganisme terletak antara 0-90oC.
Temperatur minimum adalah suhu paling rendah dimana kegiatan mikroorganisme masih
dapat berlangsung. Temperatur maksimum adalah temperatur tertinggi yang masih dapat
digunakan untuk aktifitas mikroorganisme, tetapi pada tingkatan kegiatan fisiologis paling
minimal. Sedang temparatur yang paling baik bagi aktivitas hidup disebut temperatur
optimum.

Berdasarkan pada daerah aktivitas temperatur, mikroorganisme dapat dibagi menjadi tiga
golongan utama yaitu:
Titik kematian termal suatu jenis mikroorganisme ialah nilai temparatur yang dapat
mematikan jenis tersebut didalam waktu 10 menit pada kondisi tertentu. Sedang waktu
kematian termal adalah waktu yang diperlukan untuk membunuh suatu jenis mikroorganisme
pada suatu temperatur yang tetap. Kedua istilah tersebut mempunyai arti yang penting di
dalam praktek, terutama di dalam industri pengawetan bahan makanan dan obat-obatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi titik kematian termal antara lain: waktu, temperature,
kelembaban, bentuk dan jenis spora, umur mikroorganisme, pH dan komposisi
medium.Komposisi medium juga mempengaruhi kepekaan bakteri terhadap pemanasan.
Adanya partikel atau benda padat dan senyawa tertentu di dalam medium akan menaikkan
resistensi ( ketahanan ) mikroorganisme terhadap panas, sebab penetrasi panas kedalam
medium terhalang oleh adanya benda atau zat tadi. Temparatur rendah menyebabkan
gangguan pada metabolisme, jenisnya tergantung pada temparatur dan cara perlakuanya.
Kematian mikroorganisme pada temperatur rendah disebabkan oleh terjadinya perubahan
keadaan koloid protoplasma yang tidak reversible. Penurunan temperature yang tiba-tiba di
atas titik beku dapat menyebabkan kematian, akan tetapi penurunan temperature secara
bertingkat hanya mengakibatkan kegiatan metabolisme untuk sementara saja.

Bila suspensi bakteri didinginkan dengan cepat dari 45oC, maka jumlah bakteri yang mati
mencapai 95%, tetapi pendinginan secara bertingkat menyebabkan jumlah kematian tersebut
akan berkurang.Kematian akibat penurunan temperatur yang tiba-tiba, mungkin karena air
menjadi tidak siap untuk kegiatan fisiologi. Misalnya pada pembekuan, mungkin terjadi
kerusakan sel oleh adanya kristal es di dalam air antar sel. Proses pendinginan di bawah titik
beku dan di dalam keadaan hampa udara secara bertingkat, banyak digunakan untuk
mengawetkan biakan dan proses tersebut disebut lyofilisasi. Hasil lyofilisasi merupakan
tepung yang terdiri atas sel yang lyofilik dan sangat mudah menarik air, juga tidak
menyebabkan denaturasi protein sebab molekul air protoplasma di dalam proses ini langsung
dirubah menjadi uap air tanpa melalui fase cair (sublimasi ).

2. Cahaya
Sebagian besar bakteri adalah chemotrophe, karena itu pertumbuhannya tidak tergantung
pada cahaya matahari. Pada beberapa spesies, cahaya matahari dapat membunuhnya karena
pengaruh sinar ultraviolet.

3.Kelembaban
Air sangat penting untuk kehidupan bakteri terutama karena bakteri hanya dapat mengambil
makanan dari luar dalam bentuk larutan (holophytis). Semua bakteri tumbuh baik pada media
yang basah dan udara yang lembab. Dan tidak dapat tumbuh pada media yang kering.
Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum.

Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi
diatas 85%, sedang untuk jamur dan aktinomiset diperlukan kelembaban yang rendah
dibawah 80%. Kadar air bebas didalam larutan merupakan nilai perbandingan antar tekanan
uap air larutan dengan tekanan uap air murni, atau 1 / 100 dari kelembaban relatif. Nilai kadar
air bebas didalam larutan untuk bakteri pada umumnya terletak diantara 0,90 sampai 0,999
sedang untuk bakteri halofilik mendekati 0,75.

Banyak mikroorganisme yang tahan hidup didalam keadaan kering untuk waktu yang lama
seperti dalam bentuk spora, konidia, arthrospora, kamidiospora dan kista. Seperti halnya
dalam pembekuaan, proses pengeringan protoplasma, menyebabkan kegiatan metabolisme
terhenti. Pengeringan secara perlahan menyebabkan kerusakan sel akibat pengaruh tekanan
osmosa dan pengaruh lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut.

4. Ph
pH sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Umumnya asam mempunyai
pengaruh buruk terhadap pertumbuhan bakteri. Lebih baik hidup dalam suasana netral ( pH
7,0 ) atau sedikit basa ( pH 7,2-7,4), tetapi pada umumnya dapat hidup pada pH 6,6 – 7,5.
Bakteri-bakteri yang patogen pada manusia tumbuh baik pada pH 6,8-7,4, yaitu sama dengan
pH darah.Batas pH untuk pertumbuhan jasad merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi
kegiatan enzim. Untuk itu jasad dikenal nilai pH minimum, optimum, dan maksimum.
Bakteri memerlukan nilai pH antara 6,5-7,5, ragi antara 4,0-4,5, sedang jamur dan
aktinomiset tertentu mempunyai daerah pH yang luas.

Atas dasar daerah-daerah pH bagi kehidupan mikroorganisme dibedakan adanya tiga


golongan besar,yaitu:

1. Mikroorganisme yang asidofilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-
5,0
2. Mikroorganisme yang mesofilik (Neutrofilik), yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH
antara 5,5-8,0
3. Mikroorganisme yang alkalifilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 8,4-
9,5.

5. O2 dari udara
Untuk melangsungkan hidupnya, makhluk hidup membutuhkan O2 yang diambil dari udara
melalui pernafasan. Fungsi O2 ini sudah jelas yaitu untuk pembakaran zat-zat jaringan,
sehingga dihasilkan panas dan tenaga. Hidup dalam lingkungan yang mengandung O2 dalam
jumlah yang normal disebut hidup secara aerob. Organisme yang tidak hidup dalam
lingkungan yang mengandung O2 bebas disebut organisme anaerob. Berdasarkan responnya
terhadap O2 bebas, maka bakteri dibagi dalam tiga golongan yaitu :

 Bakteri aerob ( obligate aerob )


Yaitu bakteri yang hanya hidup dalam lingkungan yang mengandung O2 bebas.
Misalnya : Vibroiro cholera, Corynebacterium diphtheriea

 Bakteri anaerob ( obligate anaerob )


Yaitu bakteri yang hanya dapat hidup di dalam lingkungan yang tidak mengandung
oksigen bebas. Misal: Clostridium tetani,Treptonema pallida.

 Fakultatif aerob
Yaitu bakteri yang hidup di dalam lingkungan yang mengandung oksigen bebas
maupun tidak. Misal : Salmonella typhi, Neisseria mengitidis. Bakteri-bakteri
fakultatif aerob pada umumnya lebih baik tumbuh pada pada lingkungan yang sedikit
mengandung oksigen bebas. Karena itu lebih tepat bila dinamakan bakteri
microaerophil.

6. Tekanan osmotic
Air keluar masuk sel bakteri melalui proses osmosis, karena perbedaan tekanan osmotik
antara cairan yang ada di dalam dengan sel yang ada di luar bakteri.Protoplasma selalu
mengandung zat yang terlarut di dalamnya, karena itu tekanan osmotiknya selalu tinggi dari
air murni. Bila bakteri dimasukkan dalam aquades, maka air akan masuk ke dalam sel
bakteri. Hal ini menyebabkan bakteri menggembung, mungkin pecah dan mati. Peristiwa ini
disebut Plasmoptysis.

Sebaliknya bila bakteri dimasukkan ke dalam cairan hipertonis akan menyebabkan plasma
dari dinding sel dan kematian bakteri. Peristiwa ini disebut Plasmolisa. Pada umumnya
larutan hipertonis menghambat pertumbuhan, karena dapat menyebabkan plasmolisa.
Tekanan osmosa tinggi banyak digunakan di dalam praktek untuk pengawetan bahan-bahan
makanan, seperti pengawetan ikan dengan penambahan garam, untuk pengawetan buah-
buahan dengan penambahan gula. Beberapa mikroorganisme dapat menyesuaikan diri
terhadap kadar garam atau kadar gula yang tinggi, antara lain ragi yang osmofil (dapat
tumbuh pada kadar garam tinggi), bahkan beberapa mikroorganisme dapat tahan di dalam
substrat dengan kadar garam sampai 30%,golongan ini bersifat halodurik.

7. Pengaruh mikroorganisme di sekitarnya


Kehidupan organisme di alam tidak dapat dipisahkan dari adanya organisme lain. Seperti
halnya manusia tidak dapat hidup bila tidak ada tumbuhan atau hewan. Organisme-organisme
di alam ini berada dalam suatu keseimbangan yang disebut keseimbangan biologis.

 Faktor kimia

Mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga lalu lintas zat-zat yang keluar masuk
sel mikroorganisme menjadi kacau. Oksidasi,beberapa oksidator kuat dapat mengoksidasi
unsur sel tertentu sehingga fungsi unsur terganggu. Misal, mengoksidasi suatu enzim.

Terjadinya ikatan kimia, ion-ion logam tertentu dapat megikatkan diri pada beberapa enzim.
Sehigga fungsi enzim terganngu. Memblokir beberapa reaksi kimia,misal preparat zulfat
memblokir sintesa folic acid di dalam sel mikroorganisme. Hidrolisa, asam atau basa kuat
dapat menghidrolisakan struktur sel hingga hancur. Mengubah sifat koloidal protoplasma
sehingga menggumpal dan selnya mati.

FaktorFaktor zat kimia yang mempengaruhi pertumbuhan:

1. Logam-logam berat
2. Klor dan senyawa klor
3. Fenol dan senyawa-senyawa sejenis
4. Zulfonomida
5. Alkohol
6. Detergen
7. Aldehit
8. Zat pewarna
9. Yodium
10. Peroksida

Syarat Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme tidak dapat didefinisikan seperti halnya pada kelompok


makroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme merupakan bertambahnya jumlah sel atau
pembentukan koloni mikroorganisme tersebut. Melihat ukuran tubuh kelompok
mikroorganisme yang sangat renik mikroorganisme memiliki karakter yang lebih sensitive
dibanding kelompok makrooraganisme. Hal ini sangat memengaruhi lingkungan yang cocok
bagi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme akan memiliki syarat lingkungan
yang berbeda dalam tahapan pertumbuhan, secara general syarat-syarat lingkungan yang
memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain :

 Sumber Energi

Untuk energi diperlukan oleh setiap organisme untuk dapat metabolism di dalam sel tidak
terkecuali pada pertumbuhan mikroorganisme. Melihat begitu beragamnya mikroorganisme,
sumber energi yang diperoleh akan berbeda-beda. Pada dasarnya energi diperoleh dari
perombakan senyawa karbon baik secara aerob ( dengan oksigen ) ataupun anaerob.
Sementara mikroorganisme mendapatkan senyawa karbon yang digunakan sebagai sumber
energi dapat dibedakan menjadi dua kelompok :
 Fototrof
Dalam hal ini merupakan kelompok mikroorganisme yang memperoleh sumber energi
( senyawa karbon ) dengan memanfaatkan cahaya matahari atau cahaya lain yang
frekuensinya sama. Contoh dari kelompok ini yaitu alga dan beberapa bakteri tertentu.

 Kemotrof
Untuk hal ini merupakan kelompok mikroorganisme yang memperoleh sumber energi
dengan menggunakan energi kimia yang diperoleh dari lingkungan. Energi kimia
tersebut dapat bermacam-macam seperti nitrogen, karbon, sulfur atau methane.
Contoh dari kelompok ini yaitu bakteri dan khamir ( jamur renik ).

 Nutrisi

Nutrisi atau sumber pangan sangat penting untuk proses pertumbuhan mikroorganisme,
seperti layaknya makroorganisme. Mikroorganisme memiliki kebutuhan akan nutrisi untuk
menopang segala aktivitas metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh. Nutrisi-nutrisi
yang dibutuhkan mikroorganisme biasanya lengkap ditambahkan dalam media
pertumbuhannya. Setiap mikroorganisme memiliki kekhasan akan nutrisi tertentu dalam
pertumbuhannya. Misalnya bakteri laktat akan tumbuh dengan baik pada media dengan
banyak laktosa ( susu ). Sementara bakteri gram negatif akan sebaliknya, dengan demikian
kebutuhan nutrisi tiap mikroorganisme akan berbeda-beda. hal ini juga mencakup akan
keseimbangan mineral yang dibutuhkan oleh mikroorganisme.

 Derajat Keasaman ( pH )

Dalam lingkungan akan memiliki derajat keasaman yang beda tergantung pada komposisi di
dalamnya. Hal ini akan memengaruhi mikrooraganisme mana yang akan tumbuh dengan
baik. Secara umum mikroorganisme akan tumbuh dengan baik pada pH netral ( sekitar 7 ),
sementara ada beberapa mikroorganisme yang memiliki pH asam ataupun basa untuk proses
pertumbuhannya, berdasarkan pH optimalnya, maka mikroorganisme dibedakan menjadi :

 Asidofilik
Merupakan kelompok mikroorganisme yang tumbuh dengan baik pada media
( lingkungan ) yang memiliki pH asam yakni di bawah angka enam ( pH < 6 ).
Kelompok ini biasanya dihuni oleh kelompok jamur serta beberapa bakteri seperti
Helicobacter pylori penyebab radang lambung yang dapat bertahan melewati asam
lambung dengan pH 2.

 Neutrofilik
Kelompok mikroorganisme dengan pH optimum netral ( pH 6-7 ) untuk
pertumbuhannya, kelompok ini merupakan mikroorganisme pada umumnya.

 Basofilik Kebalikan Dari Asidofilik


Untuk kelompok ini memiliki pH yang tinggi untuk dapat tumbuh dengan baik. pH
pertumbuhan dari kelompok basofilik yaitu di atas 7 ( pH > 7 ), misalnya pada
kelompok mikroba yang hidup di dasar laut kapur atau lingkungan basa lainnya.

 Suhu

Untuk pengaruh suhu pada pertumbuhan mikroba sangat penting, pasalnya suhu dapat
memengaruhi enzim yang membantu proses metabolisme. Setiap mikroorganisme memiliki
suhu optimum sebagai syarat pertumbuhan, berdasarkan suhunya mikroorganisme dibedakan
menjadi :

 Psikrofilik
Golongan mikroba yang tumbuh pada lingkungan dengan suhu 0 derajat celcius
hingga 25 derjat celcius. Sementara itu suhu optimum kelompok ini ialah antara 10
derajat celcius hingga 20 derajat celcius meikroorganisme kelompok ini dapat hidup
pada lingkungan yang sangat dingin. Contoh mikroba yang dapat bertahan di lemari
es.

 Mesofilik
Kelompok mikroorganisme yang tumbuh dengan baik pada suhu antara 20 derajat
celcius hingga 40 derajat celcius, suhu ini merupakan suhu sebagian banyak
mikroorganisme pada umumnya.

 Termofilik
Kelompok mikroorganisme yang tumbuh pada suhu yang tinggi yakni optimum pada
suhu antara 50 derajat celcius hingga 60 derajat celcius. Kelompok ini ditemukan
pada kawah gunung berapi atau sumber air panas seperti bakteri belerang.
 Air

Air merupakan komponen dasar dari organisme, air berfungsi sebagai pelarut dan peranannya
sangat erat dengan transportasi zat serta berlangsungnya metabolism, kebutuhan air juga
diperlukan bagi pertumbuhan mikroorganisme, tanpa air maka proses metabolism akan
terhalang.

 Oksigen

Oksigen dapat memengaruhi pertumbuhan mikroba, beberapa mikroba memerlukan oksigen


untuk tumbuh sementara yang lain tidak toleren terhadap keberadaan gas ini. Oleh karena itu
berdasarkan kebutuhan oksigen mikroorganisme dibedakan menjadi :

 Aerob
Merupakan kelompok mikroorganisme yang tumbuh memerlukan gas oksigen bebas (
O 2 ) di alam. Aerob dapat dibedakan lagi berdasarkan tingkat kebutuhannya yaitu :

1. Mikroaerob kelompok yang memerlukan sedikit oksigen bebas.

2. Kapnofil kelompok yang memerlukan oksigen hanya saja kebutuhan oksigen yang
terlarut dalam senyawa karbon seperti karbondioksigen lebih besar dibanding oksigen
bebas itu sendiri. contohnya seperti pada koloni bakteri limbah.

3. Anaerob fakultatif merupakan kelompok mikroba yang menyesuaikan


lingkungannya, ketika tersedia oksigen maka akan menjadi aerob, sementara mampu
bertahan hidup ketika oksigen bebas tidak tersedia ( fase anerob ).

 Anaerob
Merupakan kelompok mikroba yang menggunakan oksigen yang terlarut dalam
senyawa lain, misalnya CO ( x ), NO ( x ) atau PO ( x ). Kelompok ini justru tidak
toleren terhadap oksigen bebas.

Anda mungkin juga menyukai