Anda di halaman 1dari 53

Keterlibatan Autophagy dan Mitophagy Dalam Pembersihan

Mitokondria Guna Menghasilkan Energi Yang Efisien

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Pengobatan Islam


Dosen Pengampu Drs. M. Yanis Musdja, M.SC.

Disusun oleh :

Alysa Prameswary 11191020000007

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JUNI/2020
Daftar Isi

ABSTRAK .......................................................................................................................... 1
BAB 1 ................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2
1.1 Latar belakang ........................................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
2.1 Mitokondria............................................................................................................... 5
2.1.1 Sejarah Mitokondria dan Asal Muasal Mitokondria .............................................. 5
2.1.2 Pengenalan Struktur Mitokondria .......................................................................... 6
2.1.3 Fungsi Mitokondria .............................................................................................. 11
2.1.4 Proses yang Terjadi dalam Mitokondria .............................................................. 13
2.1.3 Komposisi Mitokondria ....................................................................................... 18
2.1.4 Jumlah Mitokondria, Kelenturan (plastisitas) dan Gerak Mitokondria................ 19
2.1.5 Gangguan Fungsi Mitikondria ............................................................................. 20
2.2 Autophagy dan Mithopagy.......................................................................................... 21
2.2.1 Pengenalan Autophagy dan Mithopagy ............................................................... 21
2.2.2 Autophagy Khusus Organel ................................................................................. 24
2.2.3 Kerusakan Autophagy Mitokondria ..................................................................... 26
2.2.4 Mekanisme Molekular Menengahi Mitofag......................................................... 26
2.2.5 Pinki 1, Prkin ....................................................................................................... 28
2.2.6 NIX/ BpinSL dan Bnip3 ..................................................................................... 30
2.2.7 FUNDC1, Cardiolipin dan Kontrol Umum Sintesis Asam Amino ...................... 31
2.2.8 Bentuk dari Pembersihan Mitokondria ................................................................ 33
2.2.9 Pentingnya Pembersihan oleh Autophagy dan Pensinyalan Seluler .................... 34
2.3 Kekuatan Tubuh .......................................................................................................... 35
2.3.1 Pengertian Kekuatan Tubuh ................................................................................. 35
2.3.3 hubungan antara ATP mitokondria, autophagy, mithophagy dengan kekuatan
tubuh ............................................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 41
Kata Pengantar

Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah metode
pengobatan islam ini mengenai ―Keterlibatan Autophagy dan Mitophagy Dalam
Pembersihan Mitokondria Guna Menghasilkan Energi yang Efisien‖.
Penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
Pengampu mata kuliah metode pengobatan islam yang telah membantu saya
dalam menyelesaikan makalah ini. Besar harapan saya agar makalah ini dapat
membantu meningkatkan kegiatan belajar dan makalah dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi saya sendiri khususnya. Saya menyadari bahwa
tidak ada gading yang tak rentak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
saya memohon maaf, saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.

Lampung, Juni 2020

Penulis
ABSTRAK

Mitokondria adalah organel yang secara evolusi ditemukan di hampir semua sel
eukariotik. Peran utama mitokondria adalah memproduksi ATP yang berguna
untuk menghasilkan energi dan kekuatan tubuh. ATP dicapai melalui fosforilasi
pernapasan oksidatif di membran mitokondria bagian dalam. Sel-sel yang tidak
berfungsi dengan baik dalam mengembangkan mekanisme pertahanan maka akan
mengalami kerusakan. Jika mitokondria rusak maka mitokondria tidak
menghasilkan ATP yang banyak sehingga tubuh tidak mendapatkan energi yang
efisien. Saat mitokondria kotor maka diperlukan autophagy dan mitophagy untuk
membersihkannya. Autophagy adalah istilah umum tentang proses daur ulang di
banyak bagian sel. Autophagy ada di dalam tubuh dan bekerja dengan baik saat
tubuh telah menahan makan dan minum minimal 9 jam. Sedangkan mitophagy
lebih mengacu pada jenis proses pembersihan pada mitokondria. Mitophagy
adalah degradasi selektif mitokondria oleh autophagy. Mitophagy
mempromosikan pergantian mitokondria dan mencegah akumulasi mitokondria
disfungsional yang dapat menyebabkan degenerasi seluler. Mitophagy dimediasi
oleh Atg32 (dalam ragi) dan NIX dan pengaturnya BNIP3 pada mamalia.
Mitophagy diatur oleh PINK1 dan protein parkin. Saat autophagy/mitophagy
bekerja, disinilah sel mendaur ulang bagian yang rusak. Terjadinya mitofag tidak
terbatas pada mitokondria yang rusak saja tetapi juga melibatkan yang tidak
rusak. proses mitofag merombak pembangkit listrik seluler pada tubuh agar tetap
berputar secara efisien dan efektif. Dengan begitu mitokondria bisa berfungsi
normal memainkan peran besar dalam menjaga kesehatan, vitalitas, kekuatan
tubuh, kesehatan jangka panjang dan kekuatan tubuh manusia serta lebih dapat
menghasilkan energi yang efisien.

Kata Kunci: Fungsi Mitokondria, Autophagy dan Mitophagy, Kekuatan


Tubuh

1
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Setiap organisme atau makhluk hidup memiliki ukuran yang berbeda-beda.


Semakin besar ukuran organisme itu, maka sel penyusunnya semakin banyak.
Tubuh kita tersusun atas bermilyar-milyar sel. Sel di identifikasikan sebagai unit
struktural dan fungsional terkecil yang menyusun makhluk hidup. Dalam
menjalankan fungsinya, sel dilengkapi dengan bagian-bagian sel yang disebut
dengan organel. Salah satu organel yang penting dalam sel adalah mitokondria.
Mitokondria adalah organel yang berperan sebagai pabrik energi yang
menghasilkan energi bagi sel dalam bentuk ATP. Mitkondria memiliki struktur
yang kecil, dan tersusun atas empat bagian. Komposisi utama dari mitokondria
sendiri adalah protein. Untuk menghasilkan energi yang lebih efisien mitokondria
dipastikan harus dalam keadaan bersih, untuk itu salah satu cara membersihkan
mitokondria yaitu dengan melibatkan autophagy dan mitophagy dalam
pembersihannya. Secara ilmiah, autophagy dikenal sebagai kemampuan sel dalam
tubuh untuk memakan atau menghancurkan komponen tertentu di dalam sel itu
sendiri. Dengan autophagy, sel dapat mengisolasi bagian dari sel yang rusak, mati,
tidak bisa diperbaiki, terserang penyakit maupun terinfeksi. Setelah mengisolasi
bagian yang bermasalah, sel kemudian menghancurkan bagian tersebut menjadi
sesuatu yang tidak membahayakan dan melakukan daur ulang untuk menghasilkan
energi dalam sel. Dari mekanisme ini, komponen-komponen sel yang rusak akan
dibangun dan diperbaharui kembali. Mekanisme autophagy tak hanya berdampak
baik pada kondisi sel yang bersangkutan saja. Mekanisme autophagy juga terbukti
berperan menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Karena autophagy berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang, gangguan dalam
proses autophagy juga dapat menyebabkan masalah kesehatan. Beberapa masalah
kesehatan yang berkaitan dengan terganggunya proses autophagy ialah diabetes
tipe 2, kelainan saraf, kanker dan berbagai penyakit yang berkaitan dengan usia.
cara sedernana untuk memancing terjadinya autophagy dalam sel yaitu dengan
berpuasa Selama proses ini, tubuh harus terbebas dari makanan atau minuman
minimal selama 12 jam. Sedikit saja makanan yang masuk ke tubuh sebelum 12
jam dapat membuat proses autophagy terhenti. Untuk lebih mengenal dan lebih
memahami mengenai pembersihan mitokondria oleh autophagy dan mitophagy
maka akan dibahas di dalam literatur makalah ini.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah mitokondria?
2. Bagaimana asal muasal mitokondria?
3. Bagaimana struktur mitokondria?
4. Apa fungsi dari mitokondria?
5. Apa komposisi mitokondria?
6. Berapa jumlah mitokondria dan kelentukannya?
7. Bagaimana pergerakan mitokondria?
8. Bagaimana gangguan fungsi mitokondria?
9. Apa itu autophagy dan mithopagy?
10. Apa itu autophagy khusus organel ?
11. Mekanisme kerusakan autophagy pada mitokondria?
12. Bagaimana mekanisme molecular mitofag?
13. Apa itu Pinki 1, Prkin?
14. Apa itu NIX/BrimSL dan Bnin?
15. Apa itu FUNDCI ?
16. Apa itu fisi mitokondria dan protein fusion?
17. Bagaimana bentuk dari pembersihan mitokondria?
18. Pentingnya pembersihan oleh autophagy dan pensinyalan seluler?
19. Bagaimana pengertian kekuatan tubuh?
20. Apa penyebab tubuh kuat?
21. Bagimana hubungan antara ATP mitokondria, autophagy, mithophagy
dengan kekuatan tubuh?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan literature ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui sejarah mitokondria
2. Untuk mengetahui pengertian mitokondria
3. Untuk mengetahui struktur dari mitokondria
4. Untuk mengetahui fungsi dari mitokondria
5. Dan untuk mengetahui komposisi mitokondria
6. Untuk mengetahui jumlah mitokondria dan kelentukannya
7. Untuk mengetahui pergerakan mitokondria
8. Untuk mengetahui gangguan fungsi mitokondria
9. Untuk mengetahui apa itu autophagy dan mitophagy
10. Untuk mengetahui apa itu autophagy khusus organel
11. Untuk mngetahui mekanisme kerusakan autophagy pada mitokondria
12. Untuk mengetahui mekanisme molecular mitofag
13. Untuk mengetahui apa itu Pinki 1, Prkin
14. Untuk mengetahui apa itu NIX/BrimSL dan Bnin
15. Untuk mengetahui apa itu FUNDCI
16. Untuk mengetahui fisi mitokondria dan protein fusion
17. Untuk mengetahui bentuk dari pembersihan mitokondria
18. Untuk mengetahui pembersihan oleh autophagy dan pensinyalan seluler

3
19. Untuk mengetahui pengertian kekuatan tubuh
20. Untuk mengetahui penyebab tubuh kuat
21. Untuk mengatahui hubungan ATP mitokondria, autophagy, mitophagy dan
kekuatan tubuh
1.4 Manfaat
Adapun manfaat tulisan ini adalah:
1. Dari segi akademik, untuk memberikan informasi bagi siapa saja yang
berkepentingan terhadap keterlibatan autophagy dan mitophagy dalam
pembersihan mitokondria guna menghasilkan energi yang efisien
2. Dari segi praktis, untuk memenuhi tugas mata kuliah studi pengobatan
islam.
3. Dari segi teoritis, sebagai sumbangan pemikiran atau pemahaman yang
berguna terhadap pengetahuan khususnya dalam bidang pengobatan islam
dan dalam mata kuliah metode pengobatan islam.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Mitokondria
2.1.1 Sejarah Mitokondria dan Asal Muasal Mitokondria
a. Sejarah Mirtokondria
Nama mitokondria berasal dari penampakannya yang seperti benang
(bahasa Yunani mitos, 'benang') di bawah mikroskop cahaya. Mitokondria
pertama kali diamati dan diisolasi dari sel pada tahun 1850 oleh Kollicker melalui
pengamatannya pada jaringan otot lurik serangga. Ia menemukan adanya granula-
granula dengan struktur yang bebas dan tidak berhubungan secara langsung
dengan struktur internal sel. Pada tahun 1890, Altmann mengidentifikasi granula-
granula tersebut dan Ia berikan nama bioblast. Istilah tersebut diganti dengan
mitokondria (Yunani: mito yang berarti benang dan chondrion yang berarti
granula) sebab penampakan granula-granula tersebut menyerupai benang bila
diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya. (Purnobasuki. Erlangga)
Pada tahun 1900, Michaelis menunjukkan bahwa di dalam mitokondria
berlangsung reaksi-reaksi oksidatif. Pada tahun 1911, Warburg menemukan
bahwa mitokondria mengandung enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi-reaksi
oksidatif sel. Padatahun 1911, Kingsbury mendukung bahwa mitokondria
merupakan tempat spesifik untuk reaksi-reaksi oksidasi. Pada tahun 1930, Sir
Hans Krebs menjelaskan beberapa reaksi siklus asam trikarboksil atau daur Krebs.
Dari tahun 1950, Lehninger, Green, Kennedy, dan Hogeboom dan lain-lain
menunjukkan secara jelas reaksi-reaksi seperti oksidasi asam lemak, fosfor,
oksidatif serta sifat-sifat lain mitokondria.(Purnomobasuki. Erlangga)

b. Asal Muasal Mitokondria

Beberapa sel tertua di dunia adalah organisme uniseluler yang disebut bakteri.
Bukti fosil menunjukkan tumpukan bakteri dulunya menyelimuti bumi yang
masih baru. Beberapa mulai membuat makanan sendiri dengan karbon dioksida
(CO2) di atmosfir dan energi yang didapat dari matahari. Proses (disebut sebagai
fotosintesis) memproduksi oksigen untuk mengganti atmosfir bumi. Ratusan
hingga ribuan tahun kemudian, makhluk hidup baru yang membutuhkan oksigen
untuk hidup mulai bermunculan. Secara fisik dan wujud, tidak ada bukti yang
menyatakan mitokondria dan kloroplas dulunya adalah sel bakteri primitif.
Namun, hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya teori endosymbiosis. Teori
ini dinamakan teori endosymbiosis karena simbiosis terjadi ketika dua spesies
berbeda memperoleh untung dari kehidupan bersama. Ketika satu organisme
hidup di dalam organisme lain, ini disebut endosymbiosis. Teori endosymbiosis
menjelaskan bagaimana sel inang besar dan bakteri yang ditelan (ingesti) bisa
menjalin ketergantungan satu sama lain untuk keberlangsungan, yang berujung
pada hubungan permanen.

Saat ini, ada dua jenis teori endosymbiosis berkaitan dengan asal muasal
mitokondria. Mereka berbeda dalam hal asumsi mengenai asal inang, kemampuan

5
fisiologi hasil endosimbion mitokondria, dan jenis-jenis interaksi ekologi yang
berujung pada penggabungan fisik yang dialami inang dan mitokondria dengan
jalinan simbiosis.(Purnomobasuki. Erlangga)

Argumen yang pertama, inang yang menelan mitokondria adalah nucleus


anaerobik berisi sel, sepenuhnya eukariot yang mampu menelan mitokondria via
fagositosis. Pandangan ini dikaitkan dengan ide bahwa mitokondria yang di-
endosimbiosis adalah aeron obligat, mungkin mirip dengan fisiologi dan cara
hidup spesies Rickettsiamodern dan tujuan utama simbiosis ini mungkin berupa
kemampuan si endosimbion untuk mendetoksifikasi oksigen untuk inang anaerob.
Karena argument ini menganggap inangnya sudah berupa eukariota, argument ini
tidak memperhatikan bahwa sel mitokondria ada di mana-mana. Dalam kata lain,
berarti berasumsi bahwa semua keturunan inangnya, kecuali yang memperoleh
mitokondria, menjadi punah. Aspek yang problematis adalah oksigen
detoksifikasi, karena bentuk oksigen yang berbahaya untuk anaerob adalah spesies
oksigen reaktif (ROS) seperti radikal superoksida (O2-). Pada eukariota, ROS
diproduksi di mitokondria karena interaksi O2 dengan rantai transport electron
mitokondria. Dalam hal ini, mitokondria tidak menyelesaikan masalah ROS,
melainkan menciptakannya. Jadi, perlindungan dari O2 tidak terlihat seperti
manfaat hubungan simbiosis. Argumen ini juga tidak memperhatikan mitokondria
anaerobik atau hidrogenosom, dan alasan tambahan harus ditambahkan untuk
menjelaskan mengapa mitokondria anaerobik ditemukan di banyak garis
keturunan, dan bagaimana mereka muncul dari leluhur yang memiliki
ketergantungan oksigen.

Argumen yang kedua beranggapan bahwa inang yang mendapat mitokondria


adalah prokariota, sepenuhnya arkaebakteria. Pandangan ini dikaitkan dengan ide
bahwa mitokondria kuno mampu beradaptasi dalam hal metabolism, anaerob
fakultatif, mungkin mirip dengan fisiologi dan cara hidup Rhodobacteriales
modern. Tujuan utama simbiosis mungkin untuk produksi H2 sebagai sumber
energi dan electron bagai inang arkaebakteria. Bukti lain yang mendukung
pernyataan mitokondria dan kloroplas berasal dari organisme bakteria primitive
adalah mitokondria dan kloroplas memiliki kemiripan dengan sel bakteri.
Keduanya memiliki DNA sendiri, yang terpisah dari DNA nukleus. Kedua
organel juga menggunakan DNA mereka sendiri untuk mereproduksi banyak
protein dan enzim yang dibutuhkan untuk kerja mereka. Kedua organel juga
bereproduksi seperti bakteri, mereplikasi DNA mereka sendiri dan mengkontrol
pembelahan sendiri. DNA yang dimiliki oleh mitokondria disebut sebagai
mitochondrial DNA (mtDNA) dan DNA kloroplas disebut chloroplast DNA
(cpDNA) dikenal juga sebagai plastome.

2.1.2 Pengenalan Struktur Mitokondria


Mitokondria adalah organel yang secara evolusi ditemukan di hampir
semua sel eukariotik. Peran utama mitokondria adalah sintesis ATP, yang dicapai
terutama melalui fosforilasi pernapasan oksidatif. Selain itu, protein pada
mitokondria juga mengatur imunitas bawaan, apoptosis, nekrosis, dan autophagy.

6
Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memilki aktivitas metabolisme tinggi
dan memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung.
Jumlah dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Mitokondria
berbentuk elips dengan diameter 0,5 m dan panjang 0,5 - 1,0 m. Mitokondria
memiliki membran dalam dan membran luar yang tersusun atas fosfolipid bilayer
dan protein. Karena sifat membran ganda ini, mitokondria tersusun atas lima
bagian struktur.

1. Membran luar

Membran yang melapisi keseluruhan organel terdiri dari protein dan lipid dengan
perbandingan yang sama. Membran luar mengandung protein porin yang
menyebabkan membran ini bersifat permeabel terhadap molekul-molekul kecil
yang berukuran 5000 Dalton. Dalam hal ini, membran luar mitokondria
menyerupai membran luar bakteri gram-negatif. Selain itu, membran luar juga
mengandung enzim yang terlibat dalam bermacam-macam aktivitas sel, seperti
biosintesis asam lemak, oksidasi atas epinefrin, dan degradasi atas tryptophan.
Apabila membran luar rusak, dapat berakibat protein di ruang antara membran
luar dan membran dalam untuk menyusup ke sitosol, berakibat pada kematian sel.

2.Ruang intermembran

Ruang intermembran adalah ruang yang berada di antara 7embrane dalam dan
7embrane luar yang juga dikenal sebagai ruang perimitochondrial. Karena
7embrane luar bersifat bebas permeable untuk molekul kecil, maka konsentrasi
molekul kecil (seperti ion dan gula) di ruang intermembran sama seperti sitosol.
Untuk protein berukuran besar, harus bersifat spesifik dan tertentu untuk dapat
diangkut melalui 7embrane luar. Maka komposisi protein di ruang ini berbeda
dengan komposisi protein di sitosol. Satu protein yang dilokalisasi ke ruang
intermembran menjadi sitokrom c.

3.Membran dalam

Membran dalam mengandung lebih dari 100 polipeptida yang berbeda dan
memiliki rasio protein dengan fosfolipid yang sangat besar (lebih dari 3:1 dari
berat, dimana 1 protein untuk 15 fosfolipid). Sebagai tambahan, membran dalam
kaya akan fosfolipid yang tidak biasa, kardiolipin, dimana dapat
mengkarakterisasi membran plasma bakteri. Tidak seperti pada membran luar,
membran dalam tidak mengandung porins, dan sangat impermeabel; hamper
semua ion dan molekul memerlukan transporter khusus untuk masuk atau keluar
matriks. Membran ini merupakan tempat utama pembentukan ATP. Luas
permukaan ini meningkat sangat tinggi diakibatkan banyaknya lipatan yang
menonjol ke dalam matriks, disebut Krista. Membran dalam kurang permeabel
dibandingkan membran luar terdiri dari 20% lipid dan 80% protein. Membran ini
merupakan tempat utama pembentukan ATP. Pada membran dalam, terdapat
lekuk-lekuk yang disebut krista. Membran dalam juga membentuk dua ruangan
internal mitokondria, yaitu ruangan sempit intermembran serta ruangan matriks
yang berisi enzim respirasi sel, ribosom, DNA, dan RNA.

7
4.Krista

Membran dalam mitokondria tersusun atas banyak krista, yang dapat memperluas
permukaan membran dalam, sehingga dapat meningkatkan produktivitas respirasi
sel dan produksi ATP. Pada mitokondria hati, daerah membran dalam sekitar lima
kali lebih luas daripada membran luar. Luas membran dalam pada mitokondria
tergantung pada besarnya permintaan untuk ATP. Misalnya sel otot, mengandung
lebih banyak krista. Lipatan krista pada sel otot memiliki benjolan-benjolan yang
kecil bulat, disebut sebagai partikel F1 atau oksisom. Secara umum bentuk krista
dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu berbentuk lempeng dan pembuluh.
Krista bentuk lempeng (lamella) terdapat pada kebanyakan jaringan, sedangkan
krista berbentuk pembuluh (tubuler) terdapat khusus pada sel-sel yang
mensekresikan steroid seperti sel Leydig, sel-sel desidua ovarium dan sel-sel
lapisan korteks adrenal.
Kedua membran interna dan eksterna memainkan peranan sebagai rangka untuk
mitokondria, bersifat elastis fleksibel dan stabil serta dapat bergerak. Bahan
penyusun membran mitokondria berupa lemak (fosfolipida dan kolesterol) dan
protein. Membran eksternal mengandung enzim transferase, kinase, ATP asetil
koenzim A syntetase, sitokrom B, NADH sitokrom B reductase, fosfotidase
fosfatase dan fosfolipase. Sedangkan membran internal mengandung sejumlah:
a. Enzim yang berperan dalam perlewatan atau transit metabolit
b. Enzim yang bertanggung jawab pada reaksi oxydase yang membebaskan
energi untuk fosforilase oksidatif (ATP dari ADP). Jadi ATP disintesa dalam
membran interna, selanjutnya melewati ruang internal dan membran eksternal
untuk berpenetrasi dalam hyaloplasma (plasma yang transparant).
c. Transferase (carnitine-acytransferase).
d. Enzim yang berperan dalam system pemanjangan asam lemak dan beta-
oksidase asam lemak.

5.Matriks

Matriks adalah ruang yang tertutupi oleh membran dalam. Matriks terdiri atas 2/3
dari total protein mitokondria. Matriks sangat penting dalam hal produksi ATP
dengan bantuan sintesis ATP yang di dalam membran dalam. Matriks tersusun
atas konsentrasi campuran dari ratusan enzim, ribosom mitokondrial special,
tRNA, dan beberapa salinan dari genom DNA mitokondria (mtDNA). Dari enzim,
fungsi utamanya termasuk oksidasi atas pyruvate dan asam lemak, serta siklus
asam sitrat. Matriks adalah rumah bagi mtDNA (DNA mitokondria)

6. DNA Mitokondria

DNA mitokondria memiliki ciri-ciri yang berbeda dari DNA nukleus ditinjau dari
ukuran, jumlah gen, dan bentuk. Di antaranya adalah memiliki laju mutasi yang
lebih tinggi, yaitu sekitar 10-17 kali DNA inti. Selain itu DNA mitokondria
terdapat dalam jumlah banyak (lebih dari 1000 kopi) dalam tiap sel, sedangkan

8
DNA inti hanya berjumlah dua kopi. DNA inti merupakan hasil rekombinasi
DNA kedua orang tua sementara DNA mitokondria hanya diwariskan dari ibu
(maternally inherited). Besar genom pada DNA mitokondria relatif kecil apabila
dibandingkan dengan genom DNA pada nukleus. Ukuran genom DNA
mitokondria pada tiap tiap organisme sangatlah bervariasi. Tidak seperti DNA
nukleus yang berbentuk linear, mtDNa berbentuk lingkaran. Sebagian besar
mtDNA membawa gene yang berfungsi dalam proses respirasi sel.

Perbedaan DNA mitokondria dan DNA inti sebagai berikut :

1. Letak
DNA mitokondria terletak di dalam mitokondria, mitokondria adalah organel sel.
Sedangkan DNA inti sel terletak di dalam inti sel. mtDNA terletak di matriks
mitokondria berdekatan dengan membran dalam mitokondria, tempat
berlangsungnya reaksi fosforilasi oksidatif yang menghasilkan radikal oksigen
sebagai produk samping (Richter, 1988).

2. Laju Mutasi lebih cepat


Laju mutasi DNA mitokondria lebih tinggi sekitar 10-17 kali dibandingkan DNA
inti. Karena mtDNA tidak memiliki mekanisme reparasi yang efisien
(Bogenhagen, 1999). DNA polimerase yang dimiliki oleh mitokondria adalah
DNA polimerase γ yang tidak mempunyai aktivitas proofreading (suatu proses
perbaikan dan pengakuratan dalam replikasi DNA). Tidak adanya aktivitas ini
menyebabkan mtDNA tidak memiliki sistem perbaikan yang dapat
menghilangkan kesalahan replikasi. Replikasi mtDNA yang tidak akurat ini akan
menyebabkan mutasi mudah terjadi.

3. Tidak memiliki protein histon.


Pada DNA inti, disusun dalam bentuk yang khas, dengan adanya beberapa macam
protein histon sehingga bentuknya seperti berpilin-pilin.

4. Jumlah Lebih Banyak dan Ukuran genom lebih kecil


DNA mitokondria mempunyai jumlah lebih banyak jika dibandingkan DNA inti,
karena jumlah mitokondria banyak di dalam sel. Dari segi ukuran genom, genom
DNA mitokondria relatif lebih kecil.

5. Hanya diwariskan dari Ibu


DNA mitokondria diwariskan hanya dari ibu, sedangkan DNA inti dari kedua
orang tua (dari DNA ayah dan ibu). Pada saat pembuahan sel, sel sperma hanya
berpusi materi DNA saja, sedangkan sedangkan bagian-bagian sel sperma lain
tidak. Sehingga DNA mitokondria pada anak hanya dari ibu.

6. Bentuknya Lingkaran dan sirkuler


DNA mitokondria berbentuk lingkaran, berpilin ganda, sirkular, dan tidak
terlindungi membran (prokariotik). Sedangkan bentuk DNA inti panjang tidak
sirkuler, duble helik, pada saat akan pembelahan sel berbentuk kromosom.

9
7. Tidak memiliki intron
DNA mitokondria tidak memiliki intron dan semua gen pengkode terletak
berdampingan,sedangkan pada DNA inti terdapat ekson dan intron, pada saat
sintesis protein terjadi pemotongan intron yaitu pada pemerosesan mRNA.

8. Haploid (2n)
DNA mitokondria bersifat haploid karena hanya berasal dari ibu.

9. Stop kodonnya berbeda


Salah satu bentuk keunikan lainnya dari mitokondria adalah perbedaan kode
genetik mitokondria menunjukkan perbedaan dalam hal pengenalan kodon
universal. UGA tidak dibaca sebagai ―berhenti‖ (stop) melainkan sebagai
tryptofan, AGA dan AGG tidak dibaca sebagai arginin melainkan sebagai
―berhenti‖, AUA dibaca sebagai methionin (Anderson et al., 1981).

10. DNA mitokondria mempunyai daerah yang tidak mengode dari mtDNA.
Daerah ini mengandung daerah yang memiliki variasi tinggi yang disebut
displacement loop (D-loop). D-loop merupakan daerah beruntai tiga (tripple
stranded) untai ketiga lebih dikenal sebagai 7S DNA. D-loop memiliki dua daerah
dengan laju polymorphism yang tinggi sehingga urutannya sangat bervariasi antar
individu, yaitu Hypervariable I (HVSI) dan Hypervariable II (HVSII). Daerah
non-coding juga mengandung daerah pengontrol karena mempunyai origin of
replication untuk untai H (OH) dan promoter transkripsi untuk untai H dan L (PL
dan PH) (Anderson et al., 1981). Selain itu, daerah non-coding juga mengandung
tiga daerah lestari yang disebut dengan conserved sequence block (CSB) I, II, III.
Daerah yang lestari ini diduga memiliki peranan penting dalam replikasi mtDNA.

Mitokondria bisa diartikan sebagai tempat berlangsungnya respirasi seluler, yaitu


suatu proses kimiawi yang memberi energi pada sel. Krista menyembul ke dalam
matriks, atau ruang dalam mitokondria. Karbohidrat dan lemak merupakan contoh
molekul makanan berenergi tinggi yang dipecah menjadi air dan karbon dioksida
oleh reaksi-reaksi di dalam mitokondria, dengan pelepasan energi. Kebanyakan
energi yang dilepas dalam proses itu ditangkap oleh molekul yang disebut ATP.
Mitokondria-lah yang menghasilkan sebagian besar ATP sel. Energi kimiawi ATP
nantinya dapat digunakan untuk menjalankan berbagai reaksi kimia dalam sel.

10
Sebagian besar tahap pemecahan molekul makanan dan pembuatan ATP tersebut
dilakukan oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam krista dan matriks
mitokondria. Mitokondria memperbanyak diri secara independen dari keseluruhan
bagian sel lain. Organel ini memiliki DNA sendiri yang menyandikan sejumlah
protein mitokondria, yang dibuat pada ribosomnya sendiri yang serupa dengan
ribosom prokariota.
Sebagian besar sel eukariota mengandung banyak mitokondria, yang menempati
sampai 25 persen volume sitoplasma. Organel ini termasuk organel yang besar,
secara umum hanya lebih kecil dari nukleus, vakuola, dan kloroplas. Organel ini
memiliki dua macam membran, yaitu membran luar dan membran dalam, yang
dipisahkan oleh ruang antarmembran. Luas permukaan membran dalam lebih
besar daripada membran luar karena memiliki lipatan-lipatan.
Karena memiliki DNA sendiri, maka mitokondria dapat melakukan replikasi
secara mandiri (self replicating) seperti sel bakteri. Replikasi terjadi apabila
mitokondria ini menjadi terlalu besar sehingga melakukan pemecahan (fission).
Pada awalnya sebelum mitokondria bereplikasi, terlebih dahulu dilakukan
replikasi DNA mitokondria. Proses ini dimulai dari pembelahan pada bagian
dalam yang kemudian diikuti pembelahan pada bagian luar.
Meskipun telah diketahui bahwa mitokondria mengubah material organik menjadi
energi sel berupa ATP, mitokondria memainkan peranan penting dalam beberapa
fungsi metabolik, seperti apoptosis sebagai pemrogram kematian sel, glutamat
sebagai pelindung luka neuronal eksitotoksik, cellular proliferation, sintesis heme,
dan sintesis steroid. Beberapa fungsi mitokondria hanya terdapat pada jenis sel
tertentu. Sebagai contoh, mitokondria pada sel liver mengandung enzim yang
memungkinkan untuk menguraikan ammonia, suatu produk buangan dari
metabolisme protein. Suatu mutasi pada fungsi ini dalam regulasi gen dapat
menyebabkan penyakit mitokondria.

2.1.3 Fungsi Mitokondria

a. Fungsi mitokondria pada sel tumbuhan, sel hewan dan makhluk hidup:
1. Tempat Berlangsungnya Respirasi Sel. Fungsi utama mitokondria ialah
respirasi sel, respirasi sel ialah proses kimiawi untuk melepaskan energi yang
tersimpan dalam glukosa. Energi yang digunakan untuk pemecahan glukosa
disediakan oleh molekul-molekul ATP. Proses ini terdiri dari glikolisis, siklus
krebs dan transpor elektron.
2. Menghasilkan Energi Dalam Bentuk ATP. Fungsi mitokondria ialah untuk
menghasilkan energi, makanan yang dikonsumsi akan dipecah dalam bentuk
molekul seperti karbohidrat atau lemak untuk kemudian dikirim ke mitokondria,
nantinya akan dihasilkan molekul ATP melalui proses fosforilasi oksidatif.
3. Menjaga Konsentrasi Ion Kalsium. Mitokondria juga penting untuk menjaga
konsentrasi ion kalsium yang tepat dan cukup dalam berbagai kompartemen sel.
Mitokondria membantu sel-sel dengan melayani sebagai sebuah tangki
penyimpanan yang dapat menyimpan ion kalsium.

11
4. Membangun Bagian-Bagian Dari Darah Dan Hormon. Mitokondria juga
memiliki peran dan fungsi lainnya yakni dalam membangun bagian-bagian
tertentu dari darah serta hormon. Contoh bagian-bagian yang dibangun
mitokondria dari darah atau hormon misalnya yakni testosteron dan estrogen.
5. Mendetoksifikasi Amonia. Fungsi mitokondria juga penting untuk melakukan
detoksifikasi amonia. Hal ini dilakukan karena adanya enzim yang terdapat pada
mitokondria yang ada pada sel-sel hati. Enzim itulah yang kemudian melakukan
tugasnya untuk detoksifikasi amonia.
6. Menjalankan Proses Apoptosis. Mitokondria juga berperan dalam proses
kematian sel terprogram, maksudnya sel-sel yang tidak diinginkan yang
jumlahnya terlalu banyak akan dipangkas selama perkembangan organisme,
dimana proses ini dinamakan sebagai proses apoptosis.
7. Mengawasi Pertumbuhan Sel. Fungsi mitokondria penting dalam pertumbuhan
sel, dalam kaitannya dengan sel, mitokondria berfungsi untuk mengawasi
pertumbuhan dan perkembangan sel, selain itu mitokondria juga berperan dalam
mengawasi diferensiasi sel.

b. Fungsi Mitokondria secara Umum


Fungsi mitokondria sangat bervariasi tergantung dengan jenis sel di mana mereka
berada.
1. Mitokondria memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk menghasilkan
energi. Makanan yang kita konsumsi akan dipecah dalam bentuk molekul yang
sederhana seperti karbohidrat, lemak, dan sebagainya. Hal tersebut akan dikirim
ke mitokondria di mana mereka akan memproses menjadi lebih lanjut untuk dapat
menghasilkan molekul bermuatan yang akan bergabung dengan oksigen serta
akan menghasilkan molekul ATP. Seluruh proses tersebut dikenal dengan
fosforilasi oksidatif.
2. Mitokondria memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga konsentrasi
ion kalsium yang tepat dan cukup dalam berbagai kompartemen sel. Mitokondria
dapat membantu sel-sel untuk mencapai tujuan tersebut dengan melayani sebagai
sebuah tangki penyimpanan yang dapat menyimpan ion kalsium.
3.Mitokondria juga berperan dalam membangun bagian-bagian tertentu dari darah
serta hormon seperti testosteron dan estrogen.
4.Mitokondria yang terdapat dalam sel-sel hati mempunyai enzim yang dapat
mendetoksifikasi amonia.
5.Mitokondria berperan dalam proses kematian sel terprogram, yaitu sel yang
tidak diinginkan serta jumlah yang terlalu banyak sehingga akan dipangkas
selama perkembangan organisme. Proses tersebut disebut apoptosis. Kematian sel
yang abnormal dikarenakan disfungsi mitokondria akan berdampak dalam
mempengaruhi fungsi organ.

12
2.1.4 Proses yang Terjadi dalam Mitokondria

Respirasi sel Pada organisme eukariotik adalah serangkaian proses pengubahan


glukosa menjadi energi. Proses metabolisme yang terjadi antara lain glikolisis
yang terjadi di sitosol, siklus krebs dan fosforilasi oksidatif yang terjadi pada
mitokondria. Selama glikolisis, molekul glukosa diubah menjadi 2 molekul
senyawa piruvat. Piruvat melinjtasi membrane ganda mitokondria untuk
memasuki matriksnya, dimana siklus krebs memecahnya menjadi karbondioksida.
NADH mentransfer electron dari glikolisis dan siklus krebs kerantai transport
electron, yang ada di membran Krista rantai transport electron ini mengubah
energi kimiawi menjadui energy yang dapat digunakan untuk fosforilasi oksidatif,
yang bertanggungjawab atas sebagian besar electron ATP yang dihasilkan oleh
rspirasi seluler. Sejumlah kecil ATP dibentuk langsung selama glikolisis dan
siklus krebs oleh fosforilasi tingkat substrat. Pada hakikatnya ATP terbentuk dari
ADP + Pi

1. Glikolisis

Respirasi seluler merupakan rangkaian peristiwa yang berlangsung melalui


pemecahan glukosa menjadi asam piruvat, perubahan asam piruvat menjadi asetil
KoA, daur krebs dan rantai pernapasan. Walaupun glikolisis berlangsung di dalam
sitoplasma, namun sebagai rangkaian dari proses respirasi seluler, maka pada
uraian berikut ini juga akan dibahas mengenai glikolisis. Glikolisis adalah proses
penguraian molekul heksosa yang memiliki enam atom karbon dan berlangsung
secara enzimatis untuk menghasilkan dua molekul asam piruvat yang memilki tiga
atom karbon. Glikolisis merupakan jalur utama dari katabolisme glukosa yang
berlangsung di dalam sitoplasma sel hewan, sel tumbuhan dan sel mikroba
(Lehninger, 1994). Glukosa dapat diperoleh melalui pemecahan polisakarida
seperti pati dan glikogen melalui kerja enzim fosforilase. Disakarida seperti
sukrosa dan maltosa dihidrolisis oleh sakarose menghasilkan monosakarida.
Pemecahan glukosa menjadi dua molekul piruvat berlangsung melalui 11 tahapan
reaksi. Glikolisis dapat dibagi menjadi dua fase yaitu (i) fase persiapan, dan (ii)
fase produksi energi dalam bentuk ATP.

13
Fase persiapan terdiri atas lima tahapan reaksi. Heksosa lain seperti D-fruktosa,
D-Galaktosa, dan D-mannosa dapat masuk ke dalam fase persiapan glikolisis
setelah mengalami fosforilasi. Fase produksi energi berlangsung melalui lima
tahapan reaksi berikutnya. Dalam peristiwa ini dihasilkan 4 molekul ATP. Pada
tahap awal glikolisis, glukosa diubah menjadi fruktosa 1,6 bifosfat dengan
memanfaatkan dua molekul ATP. Fruktosa 1,6 bifosfat dipecah menjadi 2
molekul senyawa 3 C yaitu dihidroksi aseton fosfat dan gliseraldehida 3 fosfat
yang keduanya merupakan isomer gliseraldehida 3 fosfat. Selanjutnya mengalami
reaksi dengan Pi kemudian diikuti dengan reaksi reduksi pembentukan NADP dari
NAD dan terbentuk asam 1,3 difosfogliserat.

Selanjutnya mengalami perubahan melalui pembentukan senyawa-senyawa


intermediate secara berturut-turut yaitu: Asam 3 fosfogliserat, asam 2
fosfogliserat, fosfoenol piruvat dan asam piruvat. Pada perubahan asam 1,3
difosfogliserat menjadi 3 fosfogliserat dan dari fosfoenol piruvat menajdi asam
piruvat dirangkaikan dengan pembentukan ATP dari ADP dan Pi yang dilepaskan.
Seluruh reaksi perubahan glukosa sehingga terbentuk asam piruvat melibatkan
berbagai enzim sesuai substrat yang bereaksi. Seluruh rangkaian respirasi
menghasilkan 2 molekul ATP dan 2 NADPH. Selama berlangsungnya glikolisis ,
terdapat tiga jenis transformasi kimia yang berbeda, yaitu:

 Pemecahan kerangka karbon glukosa menghasilkan asam piruvat.


 Fosforilasi ADP menjadi ATP oleh senyawa fosfat berenergi tinggi yang
dibentuk selama glikolisis.
 Pemindahan atom hidrogen atau elektron.

Ada empat ciri utama glikolisis, yaitu:

1. Gula pertama mengalami dua kali fosforilasi. Pada gula seperti glukosa,
fruktosa dan mannose membutuhkan dua molekul ATP per mol
monosakarida. Sedangkan gula yang diturunkan dari glikogen atau pati,
hanya membutuhkan satu mol ATP permol glukosa equivalen. Jadi fosfat
anorganik dibutuhkan selama fosforilasi polisakarida.
2. Gula difosfat berkarbon enam dipecah oleh enzim aldolase menghasilkan
gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroksi aseton fosfat (DHAP) yang masing-
masing beratom karbon tiga. Selanjut-nya DHAP diubah menjadi
gliseraldehida-3-fosfat.
3. Oksidasi dan fosforilasi subtrat yang utama dikatalisis oleh enzim
gliseraldehida-3-fosfat dehidrogenase. 2 mol hidrogen dilepaskan per mol
subtrat dan reduksi dua mol koenzim NAD+. Pada reaksi yang sama fosfat
an organik digabungkan ke asam.
4. Tahap akhir glikolisis. Mlekul-molekul intermediate mengalami
defosforilasi yang diikuti dengan pembentukan ATP.

Tahap-tahap reaksi kimia glikolisis secara keseluruhan ditunjukkan sebagai


berikut:

14
1. Reaksi pemindahan fosfat. Enzim kinase memindahkan fosfat dari ATP
suatu akseptor. Enzim heksokinase pada umumnya lebih spesifik untuk
memindahkan fosfat ke glukosa.
2. Konversi aldosa ke ketosa. Reaksi ini dibantu oleh enzim fosfoheksosa
isomerase.
3. Reaksi pemindahan fosfat. Reaksi ini dibantu oleh enzim
fosfofruktokinase.
4. Pemecahan karbohidrat enam karbon menjadi 3 carbon. Reaksi ini dibantu
oleh enzim aldolase.
5. Perubahan DHAP menjadi PGAL dengan bantuan enzim triosa fosfat
isomerase.
6. Fosforilasi gliseraldehida 3 fosfat menjadi 1,3-bifosfogliserat dengan
bantuan enzim gliseraldehida 3 fosfat dehidrogenase.

7. Defosforilasi 1,3-bifosfogliserat menjadi 3 fosfogliserat dengan bantuan


enzim fosfogliserat kinase.
8. Perubahan 3-fosfogliserat menjadi 2-fosfogliserat dengan bantuan enzim
fosfogliserat mutase.
9. Hidrolisis 2-fosfogliserat menjadi fosfoenolpruvat dengan bantuan enzim
enolase.
10. Defosforilasi fosfoenolpiruvat mejadi piruvat dengan bantuan enzim
piruvat kinase.

2. Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat

Asam piruvat sebagai senyawa produk akhir glikolisis akan mengalami reaksi
dekarboksilasi oksidatif apabila cukup oksigen dan menghasilkan asetil-KoA.
Proses ini berlangsung di dalam matriks mitokondria. Proses ini merupakan
penghubung antara glikolisis dengan siklus asam trikarboksilat. Reaksi-reaksi
dekarboksilasi oksidatif piruvat berlangsung dengan bantuan enzim kompleks,
yaitu kompleks piruvat dehidrogenase. Kompleks enzim ini terdiri atas tiga

15
macam enzim yang tersusun secara terpadu.. Enzim tersebut ada di pada
mitokondria pada sel eukariotik, sedangkan untuk prokariotik itu terdapat pada
sitoplasma.

Tahap-tahap di dalam dekarboksilasi oksidatif ini diantaranya sebagai berikut:

1. Gugus karboksilat (-COO) itu akan lepas dari asam piruvat dan menjadi
CO2.
2. Sisa 2 atomkarbon dari suatu piruvat yang dalam bentuk CH2COO-
tersebut kemudian akan mentransfer kelebihan elektronnya dimolekul
NAD+ sehingga kemudian akan terbentuk NADH, serta juga 2 atom itu
akan berubah dan menjadi asetat.
3. Pada akhirnya koenzim-A (ko-A) tersebut akan diikatkan pada asetat
sehingga akan membentuk asetik koenzim-A.
4. Hasil dari dekarboksilasi oksidatif itu ialah molekul asetil ko-A, NADH,
serta CO2.

molekul glukosa kemudian akan diubah menjadi 2 molekul asam piruvat di dalam
suatu glikolisis, artinya proses untuk 1 molekul glukosa itu akan menghasilkan 2
molekul asetil ko-A, 2 NADH, serta juga 2 CO2.

3. Siklus Krebs

Setelah memasuki mitokondria, piruvat mula-mula diubah menjadi asetil Ko-A


melalui kompleks multi enzim yang mengkatalisis 3 reakasi, gugus karboksil
piruvat yang telah dioksidasi sepenuhnya dikeluarkan sebagai molekul CO2, yang
berdifusi keluar dari sel. Fragmen yang berkarbon dua dioksidasi sementara
NAD+ direduksi menjadi NADH, akhirnya gugus asetil berkarbon 2 diikatkan
pada koenzim A. koenzim ini memiliki 1 atom sulfur yang diikat pada fragmen
asetil oleh ikatan yang tidak satbil, hal ini akan mengaktifkan gugus asetil pada
reaksi pertama siklus. Asetil Ko-A menambahkan fragmen berkarbon 2 ke
oksaloasetat, yaitu suatu senyawa yang berkarbon 4. Ikatan stabil asetil ko-A
dipecah begitu oksaloasetat begitu oksaloasetat memindahkan enzim tersebut dan

16
terikat ke gugus asetil. Hasilnya adalah sitrat berkarbon 6. CoA ini kemudian
bebas untuk memancing fragmen berkarbon dua lainnya yang diturunkan dari
piruvat. Satu molekul air dikeluarkan dan yang alain ditambahkan kembali, selisih
hasil adalah pengubahan sitrat menjadi isositrat. Isositart kemudian kehilangan
CO2 dan senyawa yang berkarbon lima dioksidasi menjadi NAD+ menjadi NADH.
Dalam satu langakah oksidatif, electron ditransfer tidak ke NAD+ , tetapi ke
akseptor electron lainnya, FAD (flavin adenine dinukleotida, turunan dari
riboflavin. Bentuk tereduksinya yaitu FADH2 menyumbangkan elektronnya ke
rantai transport electron seperti halnya NADH (FADH memberikan elektronnya
ke rantai transport electron pada tingkat energy yang lebih rendah daripada
NADH).

Ada pula satu langkah yang membentuk molekul ATP secara langsung dengan
fosforilasi tingkat substrat, serupa dengan langkah glikolisis yang m,embentuk
ATP. Tetapi sebagian besar keluaran ATP berasal dari fosforilasi oksidatif,
apabila NADH dan FADH2 yang dihasilkan oleh siklus krebs melewatkan dan
menguatkan electron yang diekstraksi dari makanan ke rantai transport electron.
Di dalam proses 1 kali Siklus kreb, itu menghasilkan 12 ATP dengan perhitungan
ialah:

 1 molekul GTP yang dengan secara langsung akan diproduksi menjadi


ATP;
 3 molekul NADH yang kemudian akan dioksidasi dengan melalui transpor
elektron akan menghasilkan 3 ATP per molekul;
 1 molekul FADH yang kemudian akan dioksidasi dengan melalui transpor
elektron itu akan menghasilkan 2 ATP per molekul;
 1 molekul CO2 yang kemudian dilepaskan.

Sehingga, untuk 2 kali Siklus kreb itu akan dihasilkan energi sebanyak 24 ATP
serta 2 molekul CO2.

4. Transport Elektron

17
Elektron yang diambil dari makanan selama glikolisis dan siklus krebs ditansfer
ke NADH ke flavoprotein dari rantai transpor elektron. Dalam reaksi redoks
berikutnya, flavoprotein kembali ke bentuk teroksidasinya setelah melewatkan
electron ke FeS. Protein FeS ini kemudian melewatkan elektron ke senyawa yang
disebut ubikuinon (Q). Sebagian besar pembawa electron yang tersisa diantara Q
dan oksigen berupa protein yang disebut sitokrom(Cyt). Rantai transport electron
memiliki beberapa jenis sitikrom yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Hasil
akhir dari transport electron ini adalah setengah molekul oksigen. Sumber electron
lain untuk transport yaitu FADH2. Rantai transport elektron tidak secara langsung
membuat ATP. Fungsinya adalah untuk mempermudah jatuhnya electron dari
makanan ke oksigen, memecah penurunan energi bebas yang besar. Mitokondria
mengkopel transport electron dan pelepasan energi untuk sintesis ATP melalui
mekanisme pengkopelan energi. Pada proses pengkopelan energy, peran ATP
sintetase sangat besar. ATP sintetase adalah enzin yang membuat ATP. Enzim ini
bekerja seperti sebuah protein ion yang beroperasi kebalikannya. kompleks energy
dari gardien H+ untuk menggerakkan sintesis ATP, berada dalam membrane
mitokondria. Membrane mitikondria mengkopel transport electron dengan
fosforilasi oksidatif dengan cara NADH menggerakkan secara bolak-balik
electron yang berenergi tinggi yang diekstraksi selama glikolisis dan transpor
electron. Hasil akhir dari transpor electron yang berupa setengah molekul oksigen
selanjutnya akan bereaksi dengan hydrogen membentuk H2O. Selain oksigen
transpor electron juga mennghasilkan ion H+ yang selanjutnya mengalir menuruni
gradient melalui saluran H+ dalam ATP siontetase. ATP sintetase ini mengangkap
gaya gerak proton untuk menfosforilasi ADP dan membentuk ATP. Setiap NADH
yang mentransfer sepasang electron dari makanan ke rantai transport electron
menyumbangkan gaya gerak- proton yang cukup besar untuk dapat menghasilkan
maksimum 3 molekul ATP. Siklus krebs juga memasok electron ke rantai
transport electron melalui FADH2, tetapi setiap molekul pembawa electron ini
maksimun menghasilkan 2 ATP. Sehingga dari metabolism 1 molekul glukosa
menghasilakan 38 ATP.

2.1.3 Komposisi Mitokondria

Mitokondria memiliki materi genetik sendiri yang karakteristiknya


berbeda dengan materi genetik inti sel. DNA mitokondria (mtDNA) berukuran
16.569 pasang basa dan terdapat dalam matriks mitokondria, berbentuk sirkuler
serta memiliki untai ganda yang terdiri dari untai heavy (H) dan light (L).
Penamaan ini didasarkan pada perbedaan densitas tiap untai, dimana untai H
memiliki berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan untai L karena
untai H memiliki lebih banyak basa-basa purin yang memiliki dua buah cincin
pada strukturnya. Untai L memiliki komposisi basa sebagai berikut T 24,7%, C
31,2%, A 30,9%, dan G 13,2%. Dapat dilihat bahwa komposisi basa purin (A+G)
lebih kecil (44,1%) dibandingkan dengan basa pirimidin (T+C), yaitu 55,9%.7
DNA mitokondria diketahui mengkode 37 gen, yaitu 13 protein, 22 tRNAs
dan 2 rRNAs. Protein yang diproduksi oleh DNA mitokondria terlibat dalam
proses respirasi sel. Pada genom mitokondria dikode 7 sub unit kompleks enzim

18
respirasi I (ND1, ND2, ND3, ND4, ND4L, ND5, ND6), satu subunit kompleks
enzim respirasi III (apositokrom b), 3 subunit kompleks enzim respirasi IV (COI,
COII, COIII), dan 2 subunit enzim ATP sintase (ATPase 6 dan ATPase8).
Kebanyakan gen ini ditranskripsi dari untai H, yaitu 2 rRNA,14 dari 22 tRNA dan
12 polipeptida. MtDNA tidak memiliki intron dan semua gen pengode terletak
berdampingan.Sedangkan protein lainnya yang juga berfungsi dalam fosforilasi
oksidatif seperti enzim-enzim metabolisme, DNA dan RNA polimerase, protein
ribosom dan mtDNA regulatory factors semuanya dikode oleh gen inti, disintesis
dalam sitosol dan kemudian diimpor ke organel. Daerah yang tidak mengode dari
mtDNA berukuran 1122 pb, dimulai dari nukleotida 16024 hingga 576 dan
terletak diantara gen tRNApro dan tRNAphe. Daerah ini mengandung daerah
yang memiliki variasi tinggi yang disebut displacement loop (D-loop). D-loop
memiliki dua daerah dengan laju polymorphism yang tinggi sehingga urutannya
sangat bervariasi antar individu, yaitu Hypervariable Segment I (HVSI) dan
Hypervariable Segment II (HVSII).

Produksi ATP melalui rantai pernapasan yang disertai dengan produksi spesies
oksigen reaktif (ROS) sebagai produk sampingan melalui kebocoran elektron dari
rantai transpor elektron. Tingkat ROS yang rendah secara langsung dihilangkan
oleh anti-oksidan dalam mitokondria atau secara aktif merangsang jalur
pensinyalan / transkripsi kontra-regulasi untuk menjaga keseimbangan redoks
yang tepat. Namun, akumulasi ROS yang berlebihan selama stres dapat merusak
komponen mitokondria, termasuk DNA mitokondria (mtDNA), protein dan
lipid. Menanggapi ROS, mitokondria mulai mengatur berbagai mekanisme
signaling, sehingga mengendalikan pertumbuhan dan kematian dari berbagai jenis
sel. MtDNA yang rusak dan lolos dari degradasi lisosom menyebabkan
peradangan yang dimediasi reseptor Toll-like dan miokarditis karena motif CpG
yang belum dimetilasi inflammatogenik. ROS berlebihan yang diturunkan dari
mitokondria akhirnya meningkatkan penuaan, karsinogenesis, gangguan
neurodegeneratif, dan penyakit kardiovaskular. Karena mitokondria yang rusak
menyebabkan konsekuensi katastropik, kualitas mitokondria sangat penting dan
diatur oleh berbagai mekanisme, termasuk fisi dan fusi mitokondria, degradasi
protein mitokondria yang dimediasi oleh pendamping (Hsp10, Hsp60 dan lain-
lain), proteinase (Lon, AAA proteases) dan proteasom, dan biogenesis
mitokondria. Produksi ROS yang konstan mengharuskan penggantian atau
pembersihan mitokondria setiap 10–25 hari, bahkan dalam sel atau organ yang
diam. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa autophagy memainkan
peran utama dalam memediasi kontrol kualitas atau pembersihan mitokondria.

2.1.4 Jumlah Mitokondria, Kelenturan (plastisitas) dan Gerak Mitokondria

Jumlah mitokondria di dalam sel bervariasi tergantung jenis organisme, jenis sel
dan keadaan fisiologi sel. Variasi jumlah berkisar antara satu sampai dengan
ratusan ribu mitokondria per sel. Pada Chromulina jumlahnya hanya satu per sel,
pada sel hati rata-rata 800 per sel, sedangkan pada ovum beberapa landak laut dan
juga pada sel amuba Chaos chaos dapat mencapai 500.000 mitokondria per sel.

19
Secara umum sel hewan mengandung lebih banyak mitokondria dari pada sel
tumbuhan, karena energi pada sel tumbuhan tidak hanya dihasilkan mitokondria
tetapi juga oleh kloroplas. Beberapa jenis organism tidak memiliki mitokondria di
dalam selnya, misalnya Leucothrix dan Vitreoscilla. Kondisi fisiologi sel
(kebutuhan energy sel) juga mempengaruhi jumlah mitokondria di dalam sel. Sel
yang sedang aktif melakukan metabolism (misalnya sel-sel embrional) memiliki
mitokondria yang lebih banyak dibandingkan sel-sel yang kurang aktif.
Mitokondria memiliki kelenturan yang tinggi sehingga bentuknya dapat berubah-
ubah dari waktu ke waktu, terutama mitokondria yang letaknya acak di
sitoplasma. Selain itu mitokondria juga dapat bergerak (berpindah) dari satu
tempat ke tempat lain di dalam sel. Gerak selain disebabkan oleh siklosis juga
karena aktifitas memanjang dan memendek dari mitokondria itu sendiri.
Mitokondria berputar dan berubah bentuk menjadi bermacam-macam konformasi.
Satu mitokondria dapat menunjukkan perubahan bentuk dalam perjalanan waktu.
Pada otot lurik dan sel-sel lain yang mitokondrianya tidak terdapat bebas dalam
sitosol plastisitas strukturnya berkurang. Plastisitas dan gerak mitokondria dalam
sel menjamin penyebarluasan ATP di seluruh sel yaitu di tempat-tempat yang
memerlukan ATP.

2.1.5 Gangguan Fungsi Mitikondria


Disfungsi mitokondria dapat mempengaruhi produksi produk sel-spesifik yang
penting untuk fungsi sel yang tepat dan produksi energi. Hal ini dapat
menyebabkan kematian sel dan kegagalan sistem organ. Ketika kemampuan
mitokondria untuk menghasilkan energi berkurang karena cacat tertentu (mutasi
genetik baik dalam DNA mitokondria atau DNA inti), kondisi ini digambarkan
sebagai ―penyakit mitokondria‖. Mengurangi produksi energi dapat menyebabkan
disfungsi otak, gangguan penglihatan, lemah otot, gerakan terbatas anggota badan,
dan lain-lain. Penyakit mitokondria dapat menghancurkan kesehatan dari setiap
sistem atau organ tubuh. Hal ini dapat merusak kesehatan jantung dan kesehatan
pencernaan orang tersebut. Gejala penyakit mitokondria dapat bervariasi dari
orang ke orang, dan sering bersifat progresif. Beberapa gejala adalah infeksi
berulang (sistem kekebalan tubuh yang lemah), mengurangi kapasitas jantung,
stroke, kejang, kelelahan otot, masalah pencernaan, masalah hati, diabetes,
obesitas, kebutaan dan tuli. Berbagai faktor lingkungan atau obat-obatan tertentu
dapat mempengaruhi fungsi mitokondria negatif. Studi menunjukkan bahwa
disfungsi mitokondria adalah penyebab akar dari banyak penyakit umum.
Beberapa kondisi kronis dewasa juga berasal dari dalam disfungsi mitokondria,
misalnya, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, diabetes, hipertensi, penyakit
jantung, osteoporosis, kanker, penyakit autoimun seperti multiple sclerosis, lupus
dan rheumatoid arthritis, dan lain-lain. Disfungsi mitokondria berperan penting
dalam gejala penuaan dini. Mitokondria dapat melakukan replikasi secara mandiri
(self replicating) seperti sel bakteri. Replikasi terjadi apabila mitokondria ini
menjadi terlalu besar sehingga melakukan pemecahan (fission). Pada awalnya
sebelum mitokondria bereplikasi, terlebih dahulu dilakukan replikasi DNA
mitokondria. Proses ini dimulai dari pembelahan pada bagian dalam yang
kemudian diikuti pembelahan pada bagian luar. Proses ini melibatkan pengkerutan
bagian dalam dan kemudian bagian luar membran seperti ada yang menjepit

20
mitokondria. Kemudian akan terjadi pemisahan dua bagian mitokondria. Ketika
energi dibutuhkan oleh sel dalam jumlah yang banyak, mitokondria akan tumbuh
dan selanjutnya memisah. Ketika energi yang dibutuhkan sedikit, maka
mitokondria akan dirusak atau tidak diaktifkan. Pada divisi sel, mitokondria di
distribusikan kepada keturunannya secara acak dalam jumlah sedikit atau banyak.

2.2 Autophagy dan Mithopagy


2.2.1 Pengenalan Autophagy dan Mithopagy
Autophagy adalah mekanisme degradasi sel melalui lisosom. Autophagy sangat
penting untuk kelangsungan hidup sel, karena asam amino dan asam lemak
mitokondria pulih melalui degradasi konstituen seluler oleh autophagy dan dapat
didaur ulang untuk menghasilkan ATP. Autophagy diklasifikasikan menjadi tiga
kategori yaitu macroautophagy, microautophagy dan chaperone-mediated
autophagy (CMA). Makroautofagi ditandai oleh pembentukan autofagosom,
struktur membran ganda yang menelan organel atau protein berumur panjang .
Microautophagy didefinisikan oleh penggabungan langsung konten sitosol ke
dalam lisosom / vakuola yang di invaginasi permukaannya.
Sedangkan chaperone-mediated autophagy (CMA) melibatkan translokasi
langsung protein ke lisosom dengan cara dimediasi Hsc70. Sistem makroautofag
cukup dipahami dengan baik, sedangkan mikroautofag belum sepenuhnya
dijelaskan dalam mamalia atau manusia. Proses macroautophagy berlangsung
dalam beberapa langkah berurutan yaitu inisiasi dan nukleasi membran isolasi,
pemanjangan fagofor dan menelan organel atau protein berumur panjang, docking
dan fusi fagofor (pembentukan autophagosom), fusi autofagosom dengan
lisosom, dan degradasi lisosom kargo. Akumulasi bukti menunjukkan adanya
autophagy selektif, di mana organel yang rusak seperti mitokondria, retikulum
endoplasma, ribosom, dan peroksisom, secara selektif terdegradasi dapat
diperbaiki oleh autophagy. Autophagy selektif ini secara kolektif disebut
autophagy spesifik organel. Investigasi terbaru telah meluncurkan mekanisme
molekuler yang telah ditentukan sebagai fungsi autophagy spesifik organel. Di
antara nya yaitu autophagy spesifik mitokondria, atau biasa disebut mitofag.
Mitophagy dikendalikan oleh protein yang mempengaruhi morfologi mitokondria,
integritas, dan ubiquitinasi. Morfologi diatur oleh fusi mitokondria (MFN1,
MFN2, OPA1) dan protein fisi (DRP1, FIS1). fisi mitokondria telah terbukti
mendahului mitofag, dan perpanjangan mitokondria selama kelaparan mencegah
kerusakan mitokondria oleh mitofag. BCL-2 dan BCL-XL adalah protein anti-
apoptosis yang mengikat BECLIN-1 untuk mencegah aktivasi, dan gangguan
interaksi ini sangat penting untuk inisiasi autophagy. Disosiasi BCL-2 juga
memungkinkan aktivasi BECLIN-1 oleh AMBRA1. Untuk memfasilitasi
pembentukan fagofor, AMBRA1 mentranslokasi ke mitokondria dan ER setelah
inisiasi autophagy. AMBRA1 juga dapat berada pada mitokondria dalam
hubungannya dengan BCL-2 sampai dilepaskan oleh rangsangan autophagi

21
Fisi mitokondria mendahului mitofag. Mitokondria menjalani fisi dalam
menanggapi stres untuk memisahkan fragmen mitokondria yang rusak dari
mitokondria yang sehat. Mitokondria disfungsional ini kemudian dihilangkan
dengan autofagosom.
BNIP3 dan BNIP3L / NIX adalah protein BH3 khusus pro-apoptosis yang
menyebabkan permeabilisasi membran mitokondria melalui pembukaan pori
transisi permeabilitas mitokondria atau aktivasi BAX / BAK. Protein ini juga
mengatur mitofag. BNIP3 berada di mitokondria, dan ekspresi berlebih
menyebabkan peningkatan mitofag pada miosit. BNIP3-mediated mitophagy juga
terjadi pada sel yang kekurangan BAX / BAK, menunjukkan bahwa induksi
autophagy terpisah dari perannya sebagai protein pro-kematian. BNIP3 dan NIX
berinteraksi langsung dengan LC3 dan GABARAP pada fagofor untuk menambat
mitokondria untuk membentuk autofagosom. Peran ganda BNIP3 dan BNIP3L /
NIX menekankan keseimbangan antara kematian sel dan jalur mitofag dalam sel.
Pada subuah penelitian menggunakan tikus, tikus yang kekurangan BNIP3 dan
NIX mengakumulasi mitokondria disfungsional di jantung seiring bertambahnya
usia, ini menunjukkan pentingnya protein dalam pergantian mitokondria yang
normal. Bnip3 dapat menginduksi kematian sel nekrotik dan apoptosis melalui
pembukaan pori transisi permeabilitas mitokondria (mPTP) dan aktivasi BAX /
BAK. Bnip3 juga dapat berfungsi sebagai reseptor untuk autofagosom selama
mitofag.
Mitophagy juga diatur oleh Parkin, ligase ubiquitin E3 yang dimutasi pada
penyakit Parkinson resesif autosomal. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
Parkin penting untuk pembersihan mitokondria yang rusak di jantung setelah
infark miokard. Parkin terlokalisasi ke sitosol, tetapi mentranslokasi ke
mitokondria dengan potensi membran yang berkurang di mana ubiquitinates target
protein. Protein adaptor p62 kemudian mengikat protein mitokondria di mana-
mana dan LC3 di mana-mana pada autophagosomes, merekrut membran

22
autophagi untuk pembersihan mitokondria . PINK1 adalah serin / treonin kinase
yang merekrut Parkin menjadi mitokondria terdepolarisasi. Dalam mitokondria
dengan potensi membran utuh, PINK1 diimpor dan terdegradasi. Pada
mitokondria dengan potensi membran yang berkurang, kerusakan PINK1
terganggu, menyebabkannya terakumulasi pada membran mitokondria luar dan
merekrut Parkin melalui interaksi langsung, fosforilasi Parkin, atau fosforilasi
target mitokondria. Sebuah penelitian terbaru oleh Chen dan Dorn melaporkan
bahwa PINK1 memfosforilasi protein fusi mitokondria MFN2, yang kemudian
bertindak sebagai reseptor mitokondria untuk Parkin. PINK1 juga dapat
memfosforilasi MIRO, Rho GTPase atipikal yang menambat mitokondria ke
jaringan tubulin. Fosforilasi MIRO1 oleh PINK1 mengarah ke ubiquitinasi oleh
Parkin dan degradasi proteosomal, mengisolasi mitokondria yang rusak dari
transportasi tubulin dan jaringan mitokondria. Anehnya, poros PINK1 / Parkin
juga mengatur pergantian komponen rantai pernapasan tertentu, menyarankan
peran tambahan untuk jalur PINK1 / Parkin dalam mengatur mitofag.

Mitophagy diaktifkan oleh perubahan potensial membran mitokondria (Δ ψ m).


Kehilangan Δ ψ m menyebabkan akumulasi PINK1 dan translokasi berikutnya
dari Parkin ke mitokondria. Parkin ubiquitinates protein di membran mitokondria
luar. Ubiquitin berfungsi sebagai penanda autofagosom untuk menurunkan
mitokondria ini.
Sebuah studi baru oleh Fu et al telah mengungkapkan bahwa ligase ubiquitin E3
lainnya terlibat dalam regulasi mitofag. Studi ini menunjukkan bahwa
glikoprotein 78 (GP78) memediasi penghancuran mitofusin dalam pengaturan
kerusakan / depolarisasi mitokondria, yang mengarah pada fragmentasi
mitokondria dan autophagy. Jalur ligase E3 ini beroperasi dalam sel Parkin-null,
menunjukkan pola regulasi mitofag yang tumpang tindih dengan berfungsi secara
independen ligase ubiquitin.

23
2.2.2 Autophagy Khusus Organel
Keberadaan proses autophagy selektif untuk organel pertama kali diusulkan untuk
retikulum endoplasma (ER) pada tahun 1973. Sejak itu, mekanisme molekuler
memediasi autophagy spesifik organel di ER (ER-phagy / reticulophagy),
peroxisomes (pexophagy) ), ribosom (ribofag) dan mitokondria (mitofag) telah
diteliti dalam ragi. Baik macroautophagy dan microautophagy berperan dalam
pexophagy, dan masing-masing disebut macropexophagy dan
micropexophagy. Karena microautophagy menggunakan autophagy-related (Atg)
protein dalam ragi, sulit untuk membedakan kontribusi khusus dari
microautophagy dan macroautophagy untuk keseluruhan autophagy organel-
spesifik. Meskipun beberapa studi menunjukkan kontribusi microautophagy untuk
mitofagy, kontribusinya sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu,istilah
"mitofag" untuk referensi makro-mitofag.
Peroksisom ragi adalah organel yang ideal untuk studi awal autophagy
selektif. Macropexophagy menghilangkan peroksisom yang redundan atau tidak
aktif tanpa percepatan degradasi autofagik organel lain. Meskipun peroksisom
dapat terdegradasi secara tidak spesifik, proses spesifik juga terjadi dalam kondisi
tertentu, dan istilah "pexophagy" secara umum diterima oleh para
peneliti. Beberapa protein pelabel yang terlokalisasi dalam peroksisom kemudian
diidentifikasi, seperti Pex14, Atg30 dan Atg37, yang penting untuk
makropeksofag. Fosforilasi Atg30 sangat penting untuk interaksinya dengan Atg8
dan Atg11, yang diikuti oleh makropeksofag.
Istilah "mitophagy" pertama kali diperkenalkan oleh Lemasters pada tahun 2005
untuk menggambarkan autophagy selektif mitokondria dan menekankan sifat non-
acak dari proses dalam ragi setelah identifikasi Uth1. Istilah ini telah diterima
secara luas tanpa cukup bukti untuk selektivitasnya di awal. Basis molekuler dari
mitofag sejak itu pertama kali diteliti dalam ragi. Protein yang ditargetkan
mitokondria, seperti Uth1, Aup1p dan Atg32 tidak ada, yang menandai
mitokondria itu rusak lalu kerusakan itu dapat dihilangkan secara autophagy yang
telah diidentifikasi pada ragi. Atg32 terakumulasi di membran luar mitokondria
(OMM) sebagai respons terhadap kelaparan yang dirasa atau dalam fase pasca-
log. Atg32 berinteraksi dengan Atg. Setelah fosforilasi Atg32 di Ser 114 dan 119
oleh casein kinase 2 (CK2), N-terminus Atg32 berikatan dengan C-terminus
Atg1. Selanjutnya, Atg11, yang terhubung ke Dnm1. Protein fisi mitokondria,
merekrut kompleks fisi ke mitokondria. Itu adalah sebuah langkah yang penting
dalam mitofag.

24
Mekanisme mitofag dalam ragi. CK2 secara langsung memfosforilasi Atg32 pada
Ser 114 dan Ser 119 ketika sel dikultur dalam medium laktat dan kemudian
dialihkan ke media kelaparan nitrogen yang dilengkapi dengan
glukosa. Fosforilasi ini, terutama fosforilasi pada Ser 114, sangat penting untuk
interaksi Atg32-Atg11, yang diperlukan untuk pengiriman mitokondria ke lokasi
perakitan phagophore (PAS). Atg11 merekrut kompleks fisi mitokondria, yang
terdiri dari Dnm1, Fis1, Mdv1 dan Caf4. Selanjutnya, fisi mitokondria dan
mitofag terjadi. Pembelahan mitokondria penting untuk mitofag dalam ragi.
Untuk menjelaskan mekanisme mitofag dalam sel mamalia atau manusia, proses
metabolisme selama induksi mitofag berbeda dengan proses mekanisme pada
ragi. Saccharomyces cerevisiae , ragi pemula, lebih sering menggunakan jalur
glikolitik bahkan ketika oksigen berlimpah. Ketika glukosa habis, sebuah ―diauxic
shift‖ berlangsung dan ragi awal memanfaatkan mitokondria oksidatif pernapasan
fosforilasi. Di sisi lain, sel mamalia terutama menggunakan fosforilasi oksidatif
mitokondria di hadapan oksigen. Dengan demikian, induksi mitofag dalam sel
ragi dan mamalia berbeda dalam hal signifikansi fungsional dan mekanisme
aktivasi.
Dalam ragi, vakuola mengandung mitokondria saja tetapi tidak ada organel lain
yang dapat diamati secara sering melalui analisis mikroskopis elektron. Strain ragi
yang kurang mitofag masih mempertahankan autophagy curah, menunjukkan
bahwa mitofag jelas terpisah dari autofag pada ragi. Sebaliknya, batas antara
mitophagy dan autophagy massal mitokondria tampak lebih tidak jelas dalam sel
mamalia atau manusia. Jadi, ketika mempelajari mitofag dalam sel mamalia,
sangat penting untuk mengamati dengan seksama apakah autofagosom
mengandung mitokondria saja atau muatan lain juga. Karena kenyataan bahwa
banyak publikasi di bidang kedokteran kardiovaskular tidak membedakan mitofag
dari mitokondria yang menurunkan autofag secara umum dengan cara yang tidak
spesifik.

25
2.2.3 Kerusakan Autophagy Mitokondria
Kerusakan mitophagy atau autophagy mitokondria sering disertai dengan
akumulasi mitokondria disfungsional. Secara teori, volume mitokondria dapat
diukur dengan tomografi mikroskopis elektron . Namun, memperkirakan volume
total mitokondria dalam sel menggunakan metode ini sangat melelahkan dan
mungkin tidak praktis. Akumulasi mitokondria yang rusak sering disertai dengan
peningkatan konten mtDNA. Hal tersebut dapat dievaluasi dengan qPCR jangka
pendek dan jangka panjang, yang memungkinkan untuk menghitung jumlah
mtDNA yang rusak dengan mengurangi mtDNA utuh dari total mtDNA. Perlu
dicatat bahwa gangguan dinamika mitokondria yang disebabkan oleh
penghapusan genetik Mfn1 dan Mfn2 menginduksi deplesi mtDNA yang parah
melalui mekanisme yang tidak diketahui yang menyebabkan ketidakstabilan
mtDNA pada otot rangka. Dengan demikian, penekanan mitofag mungkin tidak
selalu disertai dengan akumulasi mtDNA. Lebih lanjut, mtDNA telah dilaporkan
sebagai biomarker konten mitokondria yang buruk karena faktanya bahwa jumlah
salinan DNA mitokondria dapat sangat bervariasi dari hewan ke hewan. Dengan
demikian, direkomendasikan untuk digunakan dalam kombinasi dengan
biomarker lain. Sebagai contoh, akumulasi mitokondria yang rusak juga dapat
ditunjukkan dengan peningkatan massa mitokondria, yang dapat dievaluasi
dengan mengisolasi mitokondria dan menentukan kandungannya relatif terhadap
jaringan awal atau persiapan sel, atau dengan peningkatan konten mitokondria,
yang diperkirakan dengan menentukan rasio relatif dari biomarker mitokondria,
termasuk aktivitas sintase sitrat, kandungan kardiolipin dan protein I-IV
kompleks, untuk protein sitosol. Uji pembengkakan mitokondria digunakan untuk
menunjukkan peningkatan sensitivitas mPTP terhadap Ca 2+. Potensi membran
mitokondria sering terdepolarisasi, dan ini dapat dipantau menggunakan JC-1,
TMRE atau TMRM. Respirasi mitokondria dapat dievaluasi dengan pengukuran
konsumsi oksigen tergantung waktu menggunakan elektroda Clarke dan aktivitas
rantai transpor elektron dapat dipantau dengan analisis biokimiawi dari fraksi
mitokondria yang baru disiapkan.
Saat ini, tidak ada metode eksperimental tunggal yang cukup untuk penilaian
autophagy mitokondria, karena tidak satupun dari tes ini yang dapat membuktikan
keberadaan autophagy khusus kargo seperti mitophagy. Perhatian harus dilakukan
ketika menafsirkan hasil yang diperoleh. Jika lebih banyak informasi mengenai
bagaimana mitofag diinduksi menjadi tersedia di masa depan, mekanismenya
dapat ditelusuri sebagai indikator mitofag dan pendekatan kehilangan fungsi dapat
diambil untuk menunjukkan keterlibatan spesifik mitofag. Saat ini, translokasi
Parkin ke mitokondria dan ubiquitinasi bergantung pada protein mitokondria
(lihat di bawah) sering digunakan untuk menunjukkan aktivasi mitofag.

2.2.4 Mekanisme Molekular Menengahi Mitofag


Sebagian besar studi yang dilakukan sejauh ini berfokus pada mekanisme
molekuler dimana mitokondria yang rusak dikenali dan dilanda
autofagosom. Dalam kasus mitophagy dalam ragi, label Atg32 merusak
mitokondria dan merekrut phagophores dengan bertindak sebagai reseptor untuk

26
Atg8 melalui motif interaksi keluarga Atg8 (AIM). Dalam kasus sel mamalia,
prosesnya tampak lebih kompleks dan ada beberapa cara agar mitokondria yang
rusak dapat dikenali oleh fagofor. Seperti dalam ragi, satu mekanisme
memanfaatkan baik protein atau lipid pada membran mitokondria sebagai reseptor
untuk LC3. Sampai saat ini, homolog mamalia Atg32 belum dilaporkan. Namun,
seperti yang diperkenalkan di bawah ini, Nix / Bnip3L, Bnip3, FUNDC1 dan
Cardiolipin berfungsi sebagai reseptor untuk LC3. Mekanisme lain
memanfaatkan ubiquitinasi protein mitokondria diikuti oleh interaksi dengan
protein adaptor yang menghubungkan ubiquitin dengan LC3. Kasus representatif
adalah jalur Pink1-Parkin untuk ubiquitinasi protein mitokondria, dengan p62 dan
Nbr1 bertindak sebagai protein adaptor. Selain itu, CK2, yang memfosforilasi
Atg32 dalam ragi, telah dilaporkan mengalami fosforilasi p62 pada Ser 403, dan
fosforilasi ini meningkatkan afinitas antara domain yang terkait di mana-mana
(UBA) dan rantai polyUb pada protein mitokondria pada sel mamalia. Namun,
keterlibatan mesin ini dalam autophagy mitokondria belum divalidasi. Peran
molekul kunci dalam mediasi mitofag dibahas di bawah ini.

Molekul yang berinteraksi dengan LC3 bertindak sebagai reseptor untuk


autofagosom pada mitokondria. (A, B) Nix dan Bnip3, hanya protein BH3,
berinteraksi dengan LC3 melalui LIR dan mengatur autophagy mitokondria. Stres
oksidatif menginduksi homodimerisasi dan aktivasi Bnip3. Fosforilasi LIR di
Bnip3 mempromosikan hubungan antara Bnip3 dan LC3. (C) Di bawah hipoksia,
defosforilasi FUNDC1 pada Ser 13 atau Tyr 18 menstabilkan interaksi antara
FUNDC1 dan LC3. (D) Cardiolipin, sebuah fosfolipid dari IMM, mentranslokasi
ke permukaan mitokondria sebagai respons terhadap kerusakan
mitokondria. Kardiolipin yang dieksternalisasi berikatan dengan LC3.

27
Mekanisme mitokondria autophagy dimediasi oleh Pink1-Parkin dalam sel
mamalia. Protease dan peptidase mitokondria secara terus-menerus menurunkan
Pink1 dalam mitokondria yang utuh. Namun, Pink1 tidak diimpor ke membran
dalam dan tidak dibelah dalam mitokondria terdepolarisasi. Pink1 kemudian
terakumulasi di membran luar dan merekrut Parkin. Mfn2 difosforilasi oleh Pink1
bertindak sebagai reseptor untuk Parkin pada mitokondria. Parkin ubiquitinates
beberapa protein dari membran luar. Protein ubiquitinated ini dikenali oleh p62,
protein adaptor pengikat ubiquitin dan LC3, diikuti oleh autophagy mitokondria.

2.2.5 Pinki 1, Prkin


Pink1- dan Parkin-mediated autophagy saat ini merupakan mekanisme yang
paling mapan memediasi mitophagy dalam sel mamalia atau manusia. Baik Pink1
maupun Parkin terkait dengan patogenesis Parkinsonisme resesif remaja
autosomal. Pink1 adalah serine / treonine kinase yang memiliki sinyal penargetan
mitokondria dalam N-terminusnya. Setelah mengimpor ke mitokondria melalui
kompleks Translocase of Outer Membrane (TOM) dan Translocase of Inner
Membrane (TIM), Pink1 berlabuh di IMM mitokondria bagian dalam. Dalam
mitokondria yang utuh, matrix processing peptidase (MPP) dan presenilin-like-
seperti rhomboid-like (PARL) secara terus-menerus menurunkan Pink1. Namun,
dalam mitokondria terdepolarisasi, impor ke IMM terhambat dan Pink1
terakumulasi di OMM. Pink1 kemudian membentuk kompleks 700 kDa dengan
TOM dan mengalami autofosforilasi pada Ser 228 dan Ser 402. Pink1 juga
terakumulasi pada OMM sebagai respons terhadap peningkatan protein yang tidak
terlipat dalam mitokondria, sehingga memainkan peran penting dalam memediasi
penghapusan mitofagik dari mitokondria terpolarisasi. Activated Pink1 merekrut
Parkin, sebuah E3 sitosol ubiquitin ligase, untuk mitokondria yang rusak dan
mempromosikan degradasi mereka melalui fosforilasi beberapa substrat. Pink1
phosphorylates Mfn2, yang pada gilirannya bertindak sebagai reseptor
mitokondria untuk Parkin dalam kardiomiosit. Cacat dalam translokasi Parkin
diamati pada neuron yang kekurangan Mfn2, menunjukkan bahwa Mfn2
memainkan peran penting dalam merekrut Parkin ke mitokondria dalam beberapa

28
tipe sel. Namun, perlu dicatat bahwa translokasi Parkin ke mitokondria masih
dapat diamati pada fibroblast embrionik tikus (MEFs) yang kekurangan Mfn1 dan
Mfn2, menunjukkan adanya mekanisme alternatif atau kompensasi untuk
merekrut Parkin. Ekspresi Pink1 yang stabil yang ditambatkan ke membran luar
dapat menginduksi akumulasi mitokondria Parkin, diikuti oleh autofag
mitokondria dengan cara yang tidak tergantung pada potensi membran. Ekspresi
ektopik Pink1 dalam peroksisom merekrut Parkin menjadi peroksisom, disertai
dengan ubiquitinasi dan pembersihan autoksagik peroksisom secara selektif. Hasil
ini menunjukkan bahwa Pink1 bertindak hilir atau independen dari depolarisasi
mitokondria. Meskipun studi awal menunjukkan bahwa Pink1 memfosforilasi
Parkin dalam domain seperti ubiquitin, sehingga merangsang aktivitas ligase E3
Parkin, mutasi residu serin / treonin yang dilestarikan di Parkin tidak sepenuhnya
menekan aktivitasnya, menunjukkan bahwa Pink1 memiliki substrat tambahan
melalui yang mengaktifkan Parkin. Faktanya, Pink1 memfosforilasi ubiquitin
terkonjugasi menjadi protein mitokondria di Ser 65, yang pada gilirannya secara
langsung mengaktifkan Parkin dan mempromosikan di mana-mana protein
mitokondria lebih lanjut. Beberapa protein mitokondria, termasuk VDAC, Mfn1 /
2, TOM, Fis1, Miro1 / 2 dan hexokinase mitokondria, telah diidentifikasi sebagai
substrat Parkin. Telah ditunjukkan bahwa mitokondria berlabel Parkin
dihilangkan dengan autofag sedikit demi sedikit, yang terjadi ketika mitokondria
berlabel Parkin dan retikulum endoplasma berpotongan. Polyubiquitination
(polyUb) yang dikatalisasi oleh Parkin mengarah pada perekrutan p62, protein
adaptor pengikat ubiquitin dan LC3, diikuti oleh pengelompokan perinuklir dari
mitokondria yang rusak. Namun, apakah p62 penting untuk autofag mitokondria
yang dimediasi Parkin masih kontroversial. Meskipun degradasi IMM dan protein
matriks terjadi melalui mitokondria autofag, degradasi protein OMM dapat terjadi
juga melalui mekanisme yang bergantung pada proteasome yang dimediasi oleh
Parkin. Parkin mempromosikan rekrutmen AAA ATPase VCP / p97, yang
mengekstraksi protein di mana-mana untuk degradasi proteasomal, menjadi
mitokondria yang rusak. Parkin dan Pink1 juga terlibat dalam menghilangkan
mitokondria yang rusak melalui jalur perdagangan vesikular di mana vesikel yang
diturunkan mitokondria (MDV) yang mengandung protein mitokondria diangkut
ke lisosom untuk degradasi. Temuan ini menjelaskan kesulitan dalam
membedakan autophagy mitokondria tipikal dari bentuk lain dari degradasi
protein mitokondria berdasarkan pada ketergantungan Pink1-Parkin saja.
Pink1-Parkin-mediated mediophagy diatur secara negatif oleh USP30,
deubiquitinase yang terlokalisasi dalam OMM, dengan menghilangkan ubiquitin
dari substrat yang dianiminasi oleh Parkin dan Clec16a, protein endosom terkait-
membran yang mempromosikan degradasi proteasomal dari Parkin melalui
Nrdp1, E3 di mana pun juga. . p53 menghambat mitofag dengan mengasingkan
Parkin dalam sitosol, sedangkan protein keluarga Bcl-2, termasuk Bcl-xL, MCL-
1 dan Bcl-2, pada OMM, menghambat mitofag melalui penghambatan translokasi
parkin ke mitokondria yang terdepolarisasi.
Selain mitofag dan jalur MDV, Parkin dan Pink1 juga memengaruhi kontrol
kualitas mitokondria melalui beberapa mekanisme lain. Misalnya, Parkin dan
Pink1 mempengaruhi motilitas mitokondria melalui fosforilasi yang diperantarai
Pink1 dan degradasi proteasomal yang dimediasi Parkin dari Miro, protein OMM

29
yang terlibat dalam perdagangan mitokondria. Stabilisasi aktivasi Pink1 dan
Parkin melumpuhkan mitokondria yang rusak melalui degradasi Miro, yang pada
gilirannya memfasilitasi penghapusan mitokondria yang rusak melalui
mitofag. Parkin secara positif mengatur biogenesis mitokondria melalui degradasi
proteasomal PARIS, protein jari-seng, yang menekan transkripsi PGC-1a,
regulator positif biogenesis mitokondria. Parkin juga mengatur penyerapan lemak
dengan mengendalikan stabilitas CD36 melalui ubiquitination di hepatosit. Studi-
studi ini menunjukkan bahwa Parkin berkontribusi dalam beragam cara untuk
pengendalian kualitas dan metabolisme mitokondria.
Meskipun banyak molekul mesin autophagic ditemukan dalam ragi, p62 tidak ada
pada eukariota yang lebih rendah. Baru-baru ini, Lu et al menemukan protein
CUET, kelas baru dari adaptor ubiquitin-Atg8 / LC3. Protein CUET adalah Cue5
dalam ragi dan Tollip pada manusia. Meskipun berbeda dalam pengaturan
domainnya, Tollip memenuhi kriteria biokimia dan genetik untuk menjadi
homolog manusia fungsional dari ragi Cue5. Protein-protein ini berinteraksi
dengan Atg8 (LC3) melalui AIM (juga disebut sebagai wilayah berinteraksi-LC3)
dan dengan ubiquitin melalui domain CUE tetapi tidak melalui domain UBA
seperti p62 atau Nbr1. Tollip mengikat konjugat ubiquitin lebih erat daripada
p62, dan lebih efektif dalam membersihkan protein polyQ huntington daripada
p62. Tollip tampaknya secara spesifik menargetkan protein sangat rawan agregasi
untuk autophagy tetapi perannya dalam autophagy selektif organel belum
diklarifikasi.

2.2.6 NIX/ BpinSL dan Bnip3


Sampai saat ini, beberapa protein pelabel mitokondria, yang juga mengikat
homolog LC3 atau LC3 melalui LIR sebagai reseptor mitokondria untuk
autofagosom, dan telah diidentifikasi dalam sel mamalia. Nix / Bnip3L dan Bnip3
termasuk di antara protein OMM ini. Mereka adalah protein BH3-satunya dan
anggota pro-apoptosis dari keluarga Bcl-2. Level protein Nix / Bnip3L meningkat
pada tahap akhir pematangan eritroid, dan ablasi genetik Nix / Bnip3L mencegah
hilangnya potensi membran mitokondria dan sekuestrasi mitokondria menjadi
autofagosom. Pengobatan dengan CCCP, bahan kimia yang tidak berpasangan,
atau mimesis BH3 menginduksi kehilangan potensi membran dan mengembalikan
autofag mitokondria di Nix / Bnip3L- / - eritroid, menunjukkan bahwa kehilangan
potensi membran yang dimediasi Nix / Bnip3L penting untuk autofag
mitokondria. Nix / Bnip3L mengatur translokasi Parkin ke mitokondria. Mutasi
LIR Nix / Bnip3L menghasilkan pengurangan parsial autofag mitokondria pada
retikulosit.
Kubli et al melaporkan bahwa homodimerisasi yang diinduksi stres-stres dari
Bnip3 diamati setelah iskemia / reperfusi (I / R) di jantung dan bahwa dimerisasi
ini berkorelasi dengan aktivasi. Bnip3 menginduksi fragmentasi luas dan
autophagy mitokondria dalam sel HL-1, dan fenomena ini tidak tergantung pada
pembukaan mPTP atau Bax / Bak. Fragmentasi mitokondria yang diinduksi oleh
Bnip3 terjadi melalui penghambatan langsung Opa1, protein fusi. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa fosforilasi LIR di Bnip3 mendorong interaksi antara Bnip3

30
dan LC3B, sehingga menginduksi autofag mitokondria. Namun, kinase yang
bertanggung jawab belum diidentifikasi. Nix dan Bnip3 meningkatkan apoptosis
kardiomiosit melalui stimulasi permeabilisasi OMM. Nix juga meningkatkan
nekrosis kardiomiosit dengan menstimulasi retikulum endoplasma-mitokondria
crosstalk, kelebihan muatan Ca 2+ dan akibat pembukaan mPTP. Bnip3 juga
merangsang nekrosis miokard sebagai respons terhadap pengobatan doxorubicin
dengan mengganggu pembentukan kompleks protein mitokondria di antara
protein pernapasan utama. Dengan demikian, apa yang menentukan peran Bnip3
dalam mempromosikan kematian sel atau kelangsungan hidup melalui sisa-sisa
autophagy mitokondria harus dijelaskan di dalam hati.

2.2.7 FUNDC1, Cardiolipin dan Kontrol Umum Sintesis Asam Amino


adalah protein membran luar mitokondria yang berintegrasi dengan LC3 melalui
LIR dalam kondisi hipoksia. Selama kelaparan, pembersihan mitokondria tidak
tergantung pada FUNDC1, menunjukkan bahwa itu spesifik untuk autofag
mitokondria yang diinduksi hipoksia. FUNDC1 diekspresikan di bawah
normoxia; Namun, interaksi antara FUNDC1 dan LC3 distabilkan dalam kondisi
hipoksia, yang disebabkan oleh defosforilasi pada Tyr 18 selama
hipoksia. FUNDC1 juga bertindak sebagai reseptor mitokondria untuk
ULK1. ULK1 mentranslokasi mitokondria terdepolarisasi dan memfosforilasi
FUNDC1 di Ser 17, sehingga mempromosikan autofag mitokondria. PGAM5
fosfatase terlokalisasi secara mitokondria langsung mendeposforilasi FUNDC1
pada Ser 13 setelah hipoksia atau pengobatan FCCP. Dephosforilasi FUNDC1 ini
mendorong interaksinya dengan LC3 dan autofagsi mitokondria, sedangkan CK2
memfosforilasi residu yang sama dari FUNDC1, dengan demikian secara negatif
mengatur autophagy mitokondria. CK2 phosphorylates Atg32 dan
mempromosikan mitofag dalam ragi. Namun, efek fosforilasi FUNDC1
berlawanan dengan fosforilasi Atg32.
Cardiolipin, fosfolipid dari IMM, telah dilaporkan untuk mentranslokasi ke OMM
sebagai respons terhadap cedera mitokondria dan berinteraksi langsung dengan
LC3 dalam neuron kortikal primer dan sel SH-SY5H. Penghambatan cardiolipin
sintase atau fosfolipid scramblase-3 mengurangi pengiriman mitokondria untuk
autophagosomes. Mutasi residu yang diprediksi sebagai tempat interaksi
kardiolipin pada LC3 menghambat autofag mitokondria. Mengingat bahwa
cardiolipin teroksidasi mendorong pelepasan faktor-faktor pro-apoptosis ke dalam
sitosol, Chu et al berspekulasi bahwa cardiolipin eksternal mengalami oksidasi
dan mempercepat apoptosis jika tidak berhasil menghilangkan mitokondria yang
rusak.
Ekspresi asil-CoA yang berlebih: monolysocardiolipin acyltransferase (ALCAT1),
suatu enzim yang mengkatalisasi pemodelan patologis kardiolipin, menstimulasi
stres oksidatif dan pembersihan mitokondria melalui autofag pada sel H9c2. Tikus
knock-out ALCAT menunjukkan regulasi Pink1, dan baik stres oksidatif maupun
disfungsi mitokondria sebagai respons terhadap stres yang diinduksi L-tiroksin
dilemahkan pada tikus-tikus ini. Apakah peroksidasi kardiolipin secara langsung

31
mempengaruhi autofag mitokondria atau autofag mitokondria diatur secara
sekunder oleh disfungsi / oksidasi mitokondria masih harus dijelaskan.
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa asetilasi lisin mengendalikan banyak
fungsi seluler, termasuk autophagy, sebagai respons terhadap stres
metabolik. Asetil-KoA, produk antara jalur metabolisme yang bagian asetilnya
ditransfer untuk asetilasi protein, merupakan regulator autophagy negatif. Selama
kelaparan, tingkat Acetyl-CoA diperkirakan akan berkurang. Selain itu, GCN5L1,
komponen dari mesin transfer asetase mitokondria, diturunkan regulasinya,
sedangkan Sirt3, mitokondria deasetilase, diaktifkan dalam sel HepG2. Penurunan
regulasi GCN5L1 mengurangi asetilasi protein mitokondria dan menstimulasi
autophagy mitokondria, yang, pada gilirannya, memperlambat respirasi dan
menginduksi ketahanan stres dalam sel. Autophagy mitokondria ini bergantung
pada Atg5 dan p62 tetapi Parkin-independen, dan dengan demikian, apakah
autofag yang diatur oleh GCN5L1 adalah selektif mitokondria saat ini tidak
diketahui. Salah satu mekanisme melalui mana asetilasi protein tereduksi
menginduksi autofag mitokondria adalah stimulasi faktor transkripsi EB (TFEB),
regulator utama dari biogenesis lisosom. Menariknya, PGC-1α, regulator utama
biogenesis mitokondria, diregulasi secara paralel, sehingga pergantian
mitokondria distimulasi tanpa mengurangi jumlah total mitokondria. Apakah
mekanisme seperti itu juga ada dalam kardiomiosit, dan, jika demikian, ketika
diaktifkan dan sejauh mana ia terlibat dalam pembersihan mitokondria yang rusak
di jantung masih harus dijelaskan. Secara teori, biogenesis mitofag dan
mitokondria harus digabungkan. Jika demikian, menyelidiki mekanisme yang
mendasarinya, khususnya peran TFEB dalam mengatur PGC-1α / β, NRF1 / 2 dan
Tfam, dalam kardiomiosit sangat menarik.

2.2.8 Fisi Mitokondria dan Protein Fusion


Mitokondria adalah organel yang sangat dinamis dan morfologinya berubah
secara terus menerus melalui fusi dan fisi. Fusi mitokondria diatur oleh Mfn1 dan
Mfn2 terlokalisasi pada OMM dan Opa1 pada IMM, sedangkan fisi diatur oleh
Drp1, Fis1 dan Miff. Meskipun Dnm1, homolog ragi dari mamalia Drp1,
memainkan peran penting dalam memediasi mitofag dalam ragi, apakah fisi
merupakan prasyarat untuk autophagy mitokondria dan, jika demikian, bagaimana
ia digabungkan dengan autophagy tidak sepenuhnya dipahami dalam sel
mamalia. Twig et al melaporkan bahwa peristiwa fisi sering menghasilkan
mitokondria anak perempuan yang tidak merata, dan orang dengan potensi
membran yang berkurang memiliki kemungkinan yang berkurang untuk melebur
kembali dalam sel INS1. Mitokondria anak perempuan yang tidak dapat melebur
kembali dicirikan oleh penurunan level ekspresi Opa1. Penghambatan fisi melalui
bentuk negatif dominan Drp1 atau knockdown Fis1, faktor yang terlibat dalam
merekrut Drp1 ke mitokondria, menghambat autophagy mitokondria dan
menyebabkan akumulasi mitokondria disfungsional. Studi ini menunjukkan
bahwa fisi mitokondria penting untuk memisahkan mitokondria disfungsional
untuk penghapusan melalui autophagy. Kekurangan sel-sel MEF dalam Opa1 atau
Mfn1 / 2 menunjukkan peningkatan mitokondria terfragmentasi dan autophagy
mitokondria selama kelaparan, sedangkan downregulasi Drp1 menginduksi fusi

32
mitokondria dan mencegah otofag mitokondria. Parkin mempromosikan fisi
mitokondria melalui ubiquitinasi dan degradasi Mfn1 dan Mfn2, yang, pada
gilirannya, mengarah pada peningkatan mitofag. Stres oksidatif ringan dan
sementara menginduksi mitophagy, tetapi bukan autophagy non-selektif, dengan
cara yang tergantung pada Drp1 dalam sel HeLa, dan ekspresi berlebih dari Fis1
merangsang fragmentasi mitokondria dan mitofag pada sel MEF. Hasil-hasil ini
semuanya konsisten dengan anggapan bahwa autofag mitokondria berpasangan
dengan fisi mitokondria. Namun, ada kemungkinan bahwa intervensi yang
digunakan untuk mengubah fisi dan fusi mitokondria juga dapat secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi autofag mitokondria secara independen dari
fisi dan fusi. Misalnya, Drp1 memengaruhi autophagy umum melalui
interaksinya dengan Bcl-xL dalam kardiomiosit. Bahkan jika fisi mitokondria
secara langsung mempengaruhi autophagy, mekanisme molekuler yang
dengannya fisi memediasi autophagy mitokondria masih harus dijelaskan.
Peran fusi mitokondria dalam mengatur autophagy tampak lebih
kompleks. Meskipun mutasi homozigot Opa1 adalah embrionik mematikan, pada
percobaan menggunakan tikus heterozigot Opa1 +/− menunjukkan onset
kardiomiopati yang lambat, dengan jumlah salinan mtDNA yang berkurang dan
disfungsi mitokondria. Apakah autofag mitokondria ditingkatkan dalam model ini
tidak diketahui. Downregulasi Mfn1 meningkatkan jumlah mitokondria bola
kecil, sedangkan downregulasi Mfn2 meningkatkan mitokondria pleiomorfik dan
membesar pada kardiomiosit. Dalam kedua kasus tersebut, kardiomiosit
terlindungi dari stres, meskipun laporan lain menunjukkan bahwa penurunan
regulasi Mfn2 menginduksi disfungsi mitokondria. Kombinasi ablasi Mfn1 dan
Mfn2 pada jantung orang dewasa menginduksi fragmentasi mitokondria dan
disfungsi pernapasan, menghasilkan kardiomiopati yang melebar. Downregulasi
Mfn2 menghambat mitophagy yang dimediasi Parkin, sedangkan fisi yang tidak
ditentang yang disebabkan oleh downregulasi tunggal atau kombinasi Mfn1 dan
Mfn2 dapat secara positif mempengaruhi autophagy non-selektif. Dengan
demikian, efek keseluruhan dari downregulasi Mfn1 / 2 pada pembersihan
mitokondria oleh autophagy tidak jelas. Selanjutnya, Bhandari et al menunjukkan
bahwa penekanan fusi mitokondria menyelamatkan kardiomiopati yang
disebabkan oleh defisiensi Parkin di Drosophila . Studi-studi ini menunjukkan
bahwa fusi mitokondria berkontribusi terhadap disfungsi jantung defisiensi Parkin
dengan mempromosikan kontaminasi pool mitokondria yang sehat dengan
mitokondria yang rusak, terlepas dari mitofag.

2.2.8 Bentuk dari Pembersihan Mitokondria


Makroautofagi dipisahkan menjadi beberapa langkah spesifik, termasuk induksi,
pengenalan dan pemilihan substrat sitoplasma, pembentukan autofagosom di
sekitar substrat, fusi autofagosom-lisosom, degradasi kandungan autolysosomal,
dan pelepasan produk degradasi ke dalam sitoplasma. Jalur kanonik, atau
konvensional, autophagic terdiri dari molekul pensinyalan yang dikonservasi
secara evolusioner yang dikodekan oleh Atgs, termasuk Atg4, Atg5, Beclin1
(Atg6), Atg7, Atg12, dan Atg16, yang mengatur langkah-langkah ini. Di sisi lain,
semakin banyak bukti menunjukkan bahwa jalur autophagic non-kanonik juga

33
mungkin ada. Nishida et al mengungkapkan bahwa Atg5 - / - Atg7 - / -sel double-
knockout masih dapat membentuk autophagosom dan menurunkan substrat
autophagic di dalam autolysosom sebagai respons terhadap rangsangan
tertentu. Selama proses autophagy independen Atg5 / Atg7 ini, disebut
―autophagy alternatif,‖ lipidasi LC3 tidak terjadi. Sebaliknya, Rab9, GTPase kecil
yang terlibat dalam perdagangan membran dan fusi antara jaringan trans-Golgi
(TGN) dan endosom akhir, memainkan peran penting dalam menghasilkan
autofagosom dalam jalur autophagic alternatif dengan mempromosikan fusi
fagofor dengan vesikel yang berasal dari TGN dan endosom lanjut. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa makroautofag independen yang bergantung pada ULK1,
yang bergantung pada ULG1 adalah proses dominan untuk menghilangkan
mitokondria dari retikulosit pada tahap akhir pematangan eritrosit. Stres oksidatif
menginduksi jalur transportasi vesikular yang secara selektif menghilangkan
protein mitokondria untuk pengiriman ke lisosom dalam sel COS7. Mekanisme
ini tidak memerlukan depolarisasi mitokondria dan tidak tergantung pada Atg5
dan LC3, yang menunjukkan bahwa ia berbeda dari autophagy atau mitophagy
selektif. Namun, signifikansi fungsional dari autophagy alternatif belum
ditunjukkan dalam hati. Meskipun makroautofag konvensional dilemahkan pada
tikus KO (Dr KO), mitofag yang dimediasi Parkin dapat distimulasi. Dengan
demikian, ada kemungkinan bahwa beberapa mekanisme dapat memediasi
degradasi mitokondria yang rusak.

2.2.9 Pentingnya Pembersihan oleh Autophagy dan Pensinyalan Seluler

Pembersihan efisien mitokondria disfungsional mencegah aktivasi jalur kematian


sel, melindungi terhadap produksi spesies oksigen reaktif (ROS), dan menjaga
produksi ATP yang efisien. Pembersihan mitokondria sebagian besar dilakukan
oleh mitokondria autophagy (mitophagy). Autophagy adalah proses daur ulang
seluler yang dikonservasi secara evolusioner yang mengasingkan agregat protein
sitotoksik, organel tua, dan puing-puing seluler lainnya dalam vesikula autophagic
dan mengirimkannya ke lisosom untuk dihancurkan. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa autophagy adalah proses yang diatur secara ketat yang dapat
secara selektif menargetkan organel tertentu, termasuk mitokondria dan retikulum
endoplasma (ER). Mitokondria yang rusak diberi label dan diisolasi berdasarkan
potensi membran yang berkurang, terlampir dalam autofagosom, dan dikirim ke
lisosom untuk degradasi.
Begitu banyak protein yang penting bagi kehidupan manusia. Namun di antara
keberagaman, ada sesuatu yang umum. Mereka semua harus dipecah setelah
memenuhi tugas yang ditugaskan. Apakah protein itu adalah enzim hati,
dukungan struktural sel, atau protein yang melindungi tubuh Anda sebagai bagian
dari sistem kekebalan tubuh, semuanya akhirnya menjadi tua dan harus pergi.
Proses kontrol kualitas seluler yang normal ini membantu menjaga kesehatan fisik
Anda secara keseluruhan. Ini membantu menjaga Anda menjalani tugas sehari-
hari, menikmati petualangan, dan umumnya menjalani kehidupan terbaik Anda.
Tetapi jika operasi rumah tangga tubuh mandek atau tidak efisien, hasilnya bisa
menjadi bencana. Penelitian telah mengungkapkan bagaimana ketidakseimbangan

34
antara produksi protein dan degradasi (kata lain untuk pemecahan) dapat
menyebabkan akumulasi produk protein. Dan akumulasi ini telah dikaitkan
dengan menurunnya kesehatan otak dan dapat mempengaruhi banyak sistem lain
di tubuh Anda.

Membersihkan Semua daur ulang yang dilakukan sel manusia adalah hal yang
baik. Jadi, mengapa menunggu sampai kerusakan seluler menumpuk? Kenapa
tubuh Anda tidak mulai autophagy dan mitophagy lebih sering? Pada dasarnya,
karena tubuh manusia menginginkan bertahan hidup. Meskipun lebih banyak
pembersihan dapat membantu menjaga kesehatan yang optimal, pembersihan
tidak perlu dilakukan setiap saat. Jadi, proses pembersihan dipicu saat diperlukan
saja. Mentalitas bertahan hidup tubuh manusia cukup untuk tetap hidup,
berdampak pada perkembang tetapi tidak optimal. Di situlah nutrisi yang
ditargetkan dapat membuat perbedaan. Dalam kondisi tertentu, nutrisi dalam diet
Anda meniru stresor seluler seperti pembatasan kalori. Dan alih-alih memotong
banyak kalori, bukankah manusia lebih suka menargetkan nutrisi spesifik dalam
diet untuk memicu proses ini? Memasukkan beberapa nutrisi adalah jalan yang
lebih mudah. Dan itu masih efektif. Stresor nutrisi ini dapat memberi sinyal pada
sel untuk memperbarui atau mengganti sendiri untuk menjaga efisiensi.
Jadi, manusia pada dasarnya menipu sel-sel untuk merombak mesin mereka
sebelum mil hidup benar-benar mengambil korbannya. Itu berarti kesehatan sel
yang optimal tetap terjaga. Dan manusia memiliki sel yang efisien dan efektif
yang dibutuhkan untuk menjalani hidup sepenuhnya.
Banyak nutrisi pemicu stres ini ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran —
brokoli, tomat, kangkung, akar kunyit, anggur, dan blueberry. Kemampuan
pensinyalan baru dari senyawa tanaman ini semakin mendukung makan buah dan
sayuran Anda untuk kesehatan yang baik.

2.3 Kekuatan Tubuh


2.3.1 Pengertian Kekuatan Tubuh

Kondisi fisik adalah salah satu kesatuan utuh dari komponen komponen yang tidak dapat
dipisahkan begitu saja, baik peningkatanya, pemeliharaanya. Artinya bahwa didalam
usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan,
walaupun disana sini dilakukan sistem prioritas sesuai keadaan atau status tiap komponen
tersebut dan untuk keperluan apa keadaan atau status yang dibutuhkan tersebut (M.
Sajoto, 1988:53). Menurut Harsono (1988), jika kondisi fisik baik maka:
1. akan ada peningkatan dalam kemampuan sistem sirkulasi dan kerja jantung.
2. akan ada peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, kecepatan dan lain-
lain komponen kondisi fisik.
3. akan ada ekonomi gerak yang lebih baik pada waktu latihan.
4. akan ada pemulihan yang lebih cepat dalam organ-organ tubuh setelah latihan.
5. akan ada respon yang cepat dari organisme tubuh apabila sewaktu-waktu respon
demikian diperlukan.

35
Menurut M. Sajoto (1988) macam kondisi fisik ada 10 yaitu:
1. Kekuatan (strength)
2. Daya tahan (endurance)
3. Daya otot (muscular power)
4. Kecepatan (speed)
5. Daya lentur (flexibility)
6. Kelincahan (agility)
7. Koordinasi (coordination)
8. Keseimbangan (balance)
9. Ketepatan (acuracy)
10. Reaksi (reaction)
Kekuatan merupakan komponen biomotor yang penting dan sangat diperlukan
untuk meningkatkan daya tahan otot dalam mengatasi beban selama
berlangsungnya aktivitas sehari-hari. Secara fisiologi, kekuatan adalah
kemampuan neuromuskuler untuk mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam

2.3.2 Penyebab Tubuh Kuat


Kinerja manusia memerlukan energi. Energi tersebut berasal dari bahan makanan
yang dimakan sehari-hari. Tujuan makan antara lain untuk pertumbuhan,
mengganti sel-sel yang rusak dan untuk kontraksi otot. Semua energi yang
dipergunakan dalam proses biologi bersumber dari matahari. Enam bentuk energi,
yaitu: a. energi kimia; b. energi mekanik; c. energi panas; d. energi sinar; e. energi
listrik; dan f. energi nuklir. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan
makanan tidak dapat secara langsung digunakan untuk proses kontraksi otot atau
proses-proses yang lainnya. Energi ini terlebih dahulu diubah menjadi senyawa
kimia berenergi tinggi, yaitu Adenosine Tri Phosphate (ATP). ATP yang
terbentuk kemudian diangkut ke setiap bagian sel yang memerlukan energi .
Adapun proses biologis yang menggunakan ATP sebagai sumber enereginya
antara lain: proses biosintesis, transportasi ion-ion secara aktif melalui membran
sel, kontraksi otot, konduksi saraf dan sekresi kelenjar. Apabila ATP pecah
menjadi Adenosine Diposphate (ADP) dan Phosphate inorganic (Pi), maka
sejumlah energi akan dilepaskan. Energi inilah yang akan gunakan untuk
kontraksi otot dan proses-proses biologi lainnya. Fox dan Mathews (1988)
menerangkan, bila satu senyawa fospat dilepaskan dari 1 grl. ATP, maka akan
keluar energi yang diperkirakan sebesar 7-12 Kcal. Selama kehidupan berjalan,
maka fungsi tubuh akan berjalan terus, sehingga proses penyediaan energi dari
ATP-pun akan berjalan terus (Amstrong, 1979; Mayes, 1985). Peranan ATP
sebagai sumber energi untuk proses-proses biologi tersebut berlangsung secara
mendaur ulang (siklus). ATP terbentuk dari ADP dan Pi melalui suatu proses
fosforilasi yang dirangkaikan dengan proses oksidasi molekul penghasil energi.
Selanjutnya ATP yang terbentuk dialirkan ke proses reaksi biologis yang
membutuhkan energi untuk dihidrolisis menjadi ADP dan Pi sekaligus
melepaskan energi yang dibutuhkan oleh proses biologi tersebut. Demikian
seterusnya sehingga terjadi suatu daur ulang ATP - ADP secara terus menerus.
Gugus fospat paling ujung pada molekul ATP dipindahkan ke molekul penerima

36
gugus fospat dan selanjutnya digantikan oleh gugus fospat lainnya dari proses
fosforilasi dan oksidasi molekul penghasil energi (Mays, 1985).
Otot merupakan salah satu jaringan tubuh yang membutuhkan energi ATP. Energi
tersebut digunakan otot untuk kontraksi sehingga menimbulkan gerakan-gerakan
sebagai aktivitas fisik. Menurut Fox dan Bowers (1988) ATP paling banyak
ditimbun dalam sel otot dibandingkan dengan jaringan tubuh lainya, akan tetapi
ATP yang tertimbun di dalam sel otot jumlahnya sangat terbatas, yaitu sekitar 4 -
6 m M/kg otot. ATP yang tersedia ini hanya cukup untuk aktivitas cepat dan berat
selama 3 - 8 detik. Oleh karena itu, untuk aktivitas yang relatif lama, perlu segera
dibentuk ATP kembali. Proses pembentukan ATP dalam otot secara sederhana
dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut: a. Sistem ATP - PC
(Phosphagen System); - ATP ADP + Pi + Energi ATP yang tersedia dapat
digunakan untuk aktivitas fisik selama 1-2 detik. - CP + ADP C + ATP. ATP yang
terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 6-8 detik. b. Sistem
Glikolisis Anaerobik (Lactic Acid System); Glikogen/glukosa + ADP + Pi ATP +
Asam laktat ATP terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 45 - 120
detik. c. Sistem Erobic (Aerobic System) dimana sistem ini meliputi oksidasin
karbohidrat dan lemak. Glikogen + ADP + Pi + O2 CO2 + H2O + ATP ATP yang
terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik dalam waktu relatif lama.

2.3.3 hubungan antara ATP mitokondria, autophagy, mithophagy dengan


kekuatan tubuh

ATP dan mitokondria, keduanya penting untuk fungsi sel manusia. Tubuh
menggunakan adenosin trifosfat (ATP) untuk menghasilkan energi dan
memberikan kekuatan bagi tubuh manusia. Mitokondria adalah organel di mana
energi dihasilkan di setiap sel-sel ini. Secara khusus, ATP dibuat di lipatan
membran dalam mitokondria. Semakin banyak lipatan, atau krista, membran
mitokhnodrion, semakin banyak ATP dapat yang dihasilkan. Setiap sel eukariotik
memiliki satu atau lebih mitokondria tergantung pada tujuan sel dan berapa
banyak energi sel umumnya dibutuhkan untuk berfungsi. Setiap mitokondria
memiliki membran luar yang halus dan membran dalam yang sangat dilipat.
Membran dalam memegang rantai transpor elektron yang digunakan dalam
respirasi selular. Respirasi selular adalah proses yang mengubah energi kimia
yang tersimpan dalam makanan menjadi energy dan kekuatan yang dapat
digunakan dalam tubuh, yaitu ATP. Pada manusia, rantai transpor elektron adalah
langkah terakhir dalam respirasi selular aerobik. Sebuah elektron penuh energi ini
diturunkan rantai protein yang tertanam dalam membran dalam mitokondria. Pada
setiap protein, beberapa energi dilepaskan dan energi yang digunakan untuk
menempatkan gugus fosfat tambahan pada adenosin difosfat (ADP) untuk
membuat satu molekul ATP. Rantai transpor elektron dapat menghasilkan sampai
34 ATP molekul per siklus tergantung pada jenis kondisi sel dan lingkungan.

Jumlah ATP dan mitokondria dalam sel tergantung pada fungsinya. Sel-sel yang
membutuhkan lebih banyak energi, seperti sel otot, cenderung memiliki lebih
banyak mitokondria dari beberapa sel-sel lain. Juga, mitokondria ini memiliki

37
lebih krista. Karena krista adalah lokasi untuk rantai transpor elektron, sel-sel
dengan lebih mitokondria dan lebih krista dapat menghasilkan lebih banyak ATP.
Perubahan keasaman atau suhu lingkungan dapat menyebabkan protein yang
membentuk membran dalam mitokondria terungkap dan sel mungkin kehilangan
beberapa kemampuannya untuk menghasilkan ATP.

Produksi ATP dalam mitokondria juga tergantung pada kehadiran oksigen.


Oksigen adalah akseptor elektron terakhir dalam rantai transpor elektron. Jika
tidak cukup oksigen yang tersedia, elektron yang mendukung rantai transpor dan
tidak akan berfungsi dalam produksi ATP. Sebagian besar organisme mengalami
fermentasi dalam hal ini untuk membuat jumlah minimal ATP untuk melanjutkan
fungsi tubuh biasa. Jangka waktu yang lama tanpa cukup oksigen dapat
menyebabkan kerusakan permanen pada berbagai bagian tubuh karena
kekurangan energi. ATP melepaskan energi dengan memecah ikatan yang
memegang salah satu dari tiga gugus fosfat dengan adenosin. Masing-masing
ikatan memegang sejumlah besar energi yang dapat digunakan oleh tubuh. Jika
gugus fosfat dilepaskan, ATP menjadi molekul ADP. Satu kelompok fosfat lebih
mungkin putus untuk membuat adenosin monofosfat (AMP). Ini AMP dapat
memperoleh gugus fosfat untuk membuat ADP, dan jika gugus fosfat lain
ditambahkan dengan menggunakan energi dari rantai transpor elektron dalam
mitokondria, menjadi ATP sekali lagi.

Kerusakan pada mitokondria menyebabkan sedikitnya produksi ATP, saat


mitokondria rusak atau kotor disanalah autophagy / mitofag diperlukan. Sebelum
masuk ke proses autophagy, mari kita tentukan apa itu. Terjemahan langsung dari
autophagy adalah ―makan sendiri,‖ yang terdengar buruk. Tapi itu bagian penting
dan normal dari tubuh yang sehat. Autophagy adalah istilah umum tentang proses
daur ulang di banyak bagian sel. Mitophagy lebih spesifik. Ini mengacu pada jenis
proses pembersihan yang sama untuk mitokondria - bagian dari sel Anda yang
bertanggung jawab untuk produksi energi.
Pada dasarnya, autophagy adalah nama resmi untuk proses daur ulang sel-sel
tubuh Anda. Autophagy ada di dalam tubuh dan bekerja dengan baik saat tubuh
telah menahan makan dan minum minimal 9 jam, autophagy tidak akan muncul
jika tubuh tidak melakukan puasa terlebih dahulu. Saat autophagy bekerja di
sinilah sel mendaur ulang yang rusak atau menggunakan bagian-bagian menjadi
komponen paling dasar mereka. Kemudian potongan-potongan kecil itu dapat
digunakan kembali. Sudah waktunya untuk menyelam lebih dalam ke detail
pembersihan seluler. Selama proses autophagy, elemen seluler yang tidak
diinginkan diisolasi dan ditutup dengan dinding dalam kompartemen membran
ganda khusus. (Ini juga dikenal sebagai autophagosomes.) Protein "sampah" yang
dikemas kemudian menyatu dengan lisosom. Lisosom adalah jenis organel sel
(atau struktur sel) yang memiliki enzim pencernaan untuk memecah komponen
protein. Daur ulang selesai ketika asam amino protein yang dipecah menjadi
bahan baku untuk protein baru. Autophagy terjadi setiap saat untuk semua struktur
sel. Ini adalah bagian normal dari proses pembersihan seluler pada tubuh. Tapi hal
tersebut juga akan mendongkrak ketika sel-sel tubuh stres. Hal tersebut bisa
berasal dari gaya hidup atau kebiasaan manusia, radikal bebas, atau sumber
lainnya. Misalnya, pembatasan kalori adalah pemicu stres yang umum

38
dihubungkan dengan autophagy. Kerusakan akibat stres tidak bisa dibiarkan
menumpuk.

Mitokondria adalah pembangkit tenaga sel yang mengubah bahan bakar menjadi
energi . Ketika mereka masih muda dan sehat, mereka efisien dalam menyediakan
energi dengan beberapa produk limbah (radikal bebas). Seiring bertambahnya usia
mitokondria tidak efisien dalam menghasilkan energi. Dan, dengan melakukan itu,
mereka mengeluarkan tingkat radikal bebas yang jauh lebih tinggi.
Kasus ini dapat disamakan dengan mesin di dalam mobil. Ketika mobil baru,
efisien dan mengeluarkan sedikit emisi. Seiring bertambahnya usia mobil, mesin
kehilangan efisiensinya dan mengeluarkan lebih banyak emisi. Pada titik tertentu,
lampu periksa engine menyala. Ini menandakan mesin mungkin perlu dirombak
atau diganti agar mobil terus berfungsi secara optimal.
Jadi, proses mitofag merombak pembangkit listrik seluler pada tubuh agar tetap
berputar secara efisien dan efektif. Dengan begitu mitokondria bisa berfungsi
normal memainkan peran besar dalam menjaga kesehatan, vitalitas, kekuatan
tubuh, kesehatan jangka panjang dan kekuatan tubuh manusia serta lebih dapat
menghasilkan energi yang efisien.

39
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Mitokondria adalah organel yang secara evolusi ditemukan di hampir semua sel
eukariotik. Peran utama mitokondria adalah sintesis ATP, yang dicapai terutama
melalui fosforilasi pernapasan oksidatif. Selain itu, protein pada mitokondria juga
mengatur imunitas bawaan, apoptosis, nekrosis, dan autophagy. Mitokondria
banyak terdapat pada sel yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi dan
memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung. Jumlah
dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Mitokondria
berbentuk elips dengan diameter 0,5 m dan panjang 0,5 - 1,0 m. Mitokondria
memiliki membran dalam dan membran luar yang tersusun atas fosfolipid bilayer
dan protein. Karena sifat membran ganda ini, mitokondria tersusun atas lima
bagian struktur. Jika mitokondria rusak maka mitokondria tidak menghasilkan
ATP yang banyak sehingga tubuh tidak mendapatkan energi yang efisien. Saat
mitokondria kotor maka diperlukan autophagy dan mitophagy untuk
membersihkannya. Autophagy ada di dalam tubuh dan bekerja dengan baik saat
tubuh telah menahan makan dan minum minimal 9 ja. Autophagy adalah istilah
umum tentang proses daur ulang di banyak bagian sel. Mitophagy lebih
spesifik. Hal tersebut lebih mengacu pada jenis proses pembersihan pada
mitokondria, dimana mitokondria adalah bagian dari sel tubuh yang bertanggung
jawab untuk produksi energi. Mitophagy adalah degradasi selektif mitokondria
oleh autophagy. Mitophagy mempromosikan pergantian mitokondria dan
mencegah akumulasi mitokondria disfungsional yang dapat menyebabkan
degenerasi seluler. mitophagy dimediasi oleh Atg32 (dalam ragi) dan NIX dan
pengaturnya BNIP3 pada mamalia. Mitophagy diatur oleh PINK1 dan protein
parkin. Singkatnya Saat autophagy/mitophagy bekerja di sinilah sel mendaur
ulang yang rusak atau menggunakan bagian-bagian menjadi komponen paling
dasar mereka. Kemudian potongan-potongan kecil itu dapat digunakan kembali.
Terjadinya mitofag tidak terbatas pada mitokondria yang rusak saja tetapi juga
melibatkan yang tidak rusak. proses mitofag merombak pembangkit listrik seluler
pada tubuh agar tetap berputar secara efisien dan efektif. Dengan begitu
mitokondria bisa berfungsi normal memainkan peran besar dalam menjaga
kesehatan, vitalitas, kekuatan tubuh, kesehatan jangka panjang dan kekuatan
tubuh manusia serta lebih dapat menghasilkan energi yang efisien.

40
DAFTAR PUSTAKA

Fachtiyah, Arumingtyas EL, Widyarti S, Rahayu S. Biologi molekuler prinsip


dasar analisis. Jakarta: Erlangga; 2011. hlm.48. 2.
Campbell, N., Reece, J., Urry, L., Cain, M., Wasserman, S., Minorsky, P.,
Jackson, R. 2008. Biologi. Erlangga : Jakarta.
Purnobasuki, Heri. 2011. Struktur dan Fungsi Sel. 2008. Erlangga: Jakarta.
Buckleton J, Triggs CM, Walsh SJ. Forensic DNA evidence interpretation. USA:
CRC Press; 2005. 7. Kobilinsky L, Levine L, Nunno HM. Insid
Made Subagiartha. 2018. Sel Struktur, Fungsi, Dan Regulasi. Tesis Mahasiswa
Harsono. 1988. Coaching dan aspek psikologi dalam coaching. Dirjen Dikti:
Jakarta
M. Sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga.Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Udayana. Bali. [Google Scholar]
Wang Z, Jiang H, Chen S, Du F, Wang X. The mitochondrial phosphatase Cell
PGAM5 functions at the convergence point of multiple necrotic death
pathways.. 2012;148:228–243. [PubMed] [Google Scholar]
Subramanian N, Natarajan K, Clatworthy MR, Wang Z, Germain RN. The
adaptor MAVS promotes NLRP3 mitochondrial localization and
inflammasome activation. Cell. 2013;153:348–361. [PMC free article]
[PubMed] [Google Scholar]
Mukhopadhyay S, Panda PK, Sinha N, Das DN, Bhutia SK. Autophagy and
apoptosis: where do they meet? Apoptosis. 2014;19:555–566. [PubMed]
[Google Scholar]
Dai DF, Rabinovitch PS, Ungvari Z. Mitochondria and cardiovascular aging.Circ
Res. 2012;110:1109–1124. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Oka T, Hikoso S, Yamaguchi O, Taneike M, Takeda T, Tamai T, Oyabu J,
Murakawa T, Nakayama H, Nishida K, Akira S, Yamamoto A, Komuro I,
Otsu K. Mitochondrial DNA that escapes from autophagy causes
inflammation and heart failure. Nature. 2012;485:251–255. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Wallace DC. A mitochondrial paradigm of metabolic and degenerative diseases,
aging, and cancer: a dawn for evolutionary medicine. Annu Rev Genet.
2005;39:359–407. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Wojtovich AP, Nadtochiy SM, Brookes PS, Nehrke K. Ischemic preconditioning:
the role of mitochondria and aging. Exp Gerontol. 2012;47:1–7. [PMC
free article] [PubMed] [Google Scholar]
Sugiura A, McLelland GL, Fon EA, McBride HM. A new pathway for
mitochondrial quality control: mitochondrial-derived vesicles. EMBO J.
2014;33:2142–2156. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Lemasters JJ. Selective mitochondrial autophagy, or mitophagy, as a targeted
defense against oxidative stress, mitochondrial dysfunction, and aging.
Rejuvenation Res. 2005;8:3–5. [PubMed] [Google Scholar]
Zhang Y, Qi H, Taylor R, Xu W, Liu LF, Jin S. The role of autophagy in

41
mitochondria maintenance: characterization of mitochondrial functions in
autophagy-deficient S. cerevisiae strains. Autophagy. 2007;3:337–346.
[PubMed] [Google Scholar]
Twig G, Elorza A, Molina AJ, Mohamed H, Wikstrom JD, Walzer G, Stiles L,
Haigh SE, Katz S, Las G, Alroy J, Wu M, Py BF, Yuan J, Deeney JT,
Corkey BE, Shirihai OS. Fission and selective fusion govern
mitochondrial segregation and elimination by autophagy. Embo J.
2008;27:433–446. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Bellu AR, Komori M, van der Klei IJ, Kiel JA, Veenhuis M. Peroxisome
biogenesis and selective degradation converge at Pex14p. J Biol Chem.
2001;276:44570–44574. [PubMed] [Google Scholar]
Kanki T, Wang K, Cao Y, Baba M, Klionsky DJ. Atg32 is a mitochondrial
protein that confers selectivity during mitophagy. Dev Cell. 2009;17:98–
109. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Brauer MJ, Saldanha AJ, Dolinski K, Botstein D. Homeostatic adjustment and
metabolic remodeling in glucose-limited yeast cultures. Mol Biol Cell.
2005;16:2503–2517. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Edwards JG. Quantification of mitochondrial DNA (mtDNA) damage and error
rates by real-time QPCR. Mitochondrion. 2009;9:31–35. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Chen H, Vermulst M, Wang YE, Chomyn A, Prolla TA, McCaffery JM, Chan
DC. Mitochondrial fusion is required for mtDNA stability in skeletal
muscle and tolerance of mtDNA mutations. Cell. 2010;141:280–289.
[PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]

Larsen S, Nielsen J, Hansen CN, Nielsen LB, Wibrand F, Stride N, Schroder HD,
Boushel R, Helge JW, Dela F, Hey-Mogensen M. Biomarkers of
mitochondrial content in skeletal muscle of healthy young human subjects.
J Physiol. 2012;590:3349–3360. [PMC free article] [PubMed] [Google
Scholar]
Schwarten M, Mohrluder J, Ma P, Stoldt M, Thielmann Y, Stangler T, Hersch N,
Hoffmann B, Merkel R, Willbold D. Nix directly binds to GABARAP: a
possible crosstalk between apoptosis and autophagy. Autophagy.
2009;5:690–698. [PubMed] [Google Scholar]
Scarffe LA, Stevens DA, Dawson VL, Dawson TM. Parkin and PINK1: much
more than mitophagy. Trends Neurosci. 2014;37:315–324. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Greene AW, Grenier K, Aguileta MA, Muise S, Farazifard R, Haque ME,
McBride HM, Park DS, Fon EA. Mitochondrial processing peptidase
regulates PINK1 processing, import and Parkin recruitment. EMBO Rep.
2012;13:378–385. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Jin SM, Youle RJ. The accumulation of misfolded proteins in the mitochondrial
matrix is sensed by PINK1 to induce PARK2/Parkin-mediated mitophagy
of polarized mitochondria. Autophagy. 2013;9:1750–1757. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Narendra D, Tanaka A, Suen DF, Youle RJ. Parkin is recruited selectively to

42
impaired mitochondria and promotes their autophagy. J Cell Biol.
2008;183:795–803. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Ordureau A, Sarraf SA, Duda DM, Heo JM, Jedrychowski MP, Sviderskiy VO,
Olszewski JL, Koerber JT, Xie T, Beausoleil SA, Wells JA, Gygi SP,
Schulman BA, Harper JW. Quantitative Proteomics Reveal a Feedforward
Mechanism for Mitochondrial PARKIN Translocation and Ubiquitin
Chain Synthesis. Mol Cell. 2014;56:360–375. [PMC free article]
[PubMed] [Google Scholar]
Kim NC, Tresse E, Kolaitis RM, Molliex A, Thomas RE, Alami NH, Wang B,
Joshi A, Smith RB, Ritson GP, Winborn BJ, Moore J, Lee JY, Yao TP,
Pallanck L, Kundu M, Taylor JP. VCP is essential for mitochondrial
quality control by PINK1/Parkin and this function is impaired by VCP
mutations. Neuron. 2013;78:65–80. [PMC free article] [PubMed] [Google
Scholar]
Soubannier V, McLelland GL, Zunino R, Braschi E, Rippstein P, Fon EA,
McBride HM. A vesicular transport pathway shuttles cargo from
mitochondria to lysosomes. Curr Biol. 2012;22:135–141. [PubMed]
[Google Scholar]
Wang X, Winter D, Ashrafi G, Schlehe J, Wong YL, Selkoe D, Rice S, Steen J,
LaVoie MJ, Schwarz TL. PINK1 and Parkin target Miro for
phosphorylation and degradation to arrest mitochondrial motility. Cell.
2011;147:893–906. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Lu K, Psakhye I, Jentsch S. Autophagic clearance of polyQ proteins mediated by
ubiquitin-Atg8 adaptors of the conserved CUET protein family. Cell.
2014;158:549–563. [PubMed] [Google Scholar]
Sandoval H, Thiagarajan P, Dasgupta SK, Schumacher A, Prchal JT, Chen M,
Wang J. Essential role for Nix in autophagic maturation of erythroid cells.
Nature. 2008;454:232–235. [PMC free article] [PubMed] [Google
Scholar]
Kubli DA, Quinsay MN, Huang C, Lee Y, Gustafsson AB. Bnip3 functions as a
mitochondrial sensor of oxidative stress during myocardial ischemia and
reperfusion. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 2008;295:H2025–H2031.
[PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Landes T, Emorine LJ, Courilleau D, Rojo M, Belenguer P, Arnaune-Pelloquin L.
The BH3-only Bnip3 binds to the dynamin Opa1 to promote mitochondrial
fragmentation and apoptosis by distinct mechanisms. EMBO Rep.
2010;11:459–465. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Wu W, Tian W, Hu Z, Chen G, Huang L, Li W, Zhang X, Xue P, Zhou C, Liu L,
Zhu Y, Zhang X, Li L, Zhang L, Sui S, Zhao B, Feng D. ULK1
translocates to mitochondria and phosphorylates FUNDC1 to regulate
mitophagy. EMBO Rep. 2014;15:566–575. [PMC free article] [PubMed]
[Google Scholar]
Liu X, Ye B, Miller S, Yuan H, Zhang H, Tian L, Nie J, Imae R, Arai H, Li Y,
Cheng Z, Shi Y. Ablation of ALCAT1 mitigates hypertrophic
cardiomyopathy through effects on oxidative stress and mitophagy. Mol
Cell Biol. 2012;32:4493–4504. [PMC free article] [PubMed] [Google
Scholar]

43
Marino G, Pietrocola F, Eisenberg T, Kong Y, Malik SA, Andryushkova A,
Schroeder S, Pendl T, Harger A, Niso-Santano M, Zamzami N, Scoazec
M, Durand S, Enot DP, Fernandez AF, Martins I, Kepp O, Senovilla L,
Bauvy C, Morselli E, Vacchelli E, Bennetzen M, Magnes C, Sinner F,
Pieber T, Lopez-Otin C, Maiuri MC, Codogno P, Andersen JS, Hill JA,
Madeo F, Kroemer G. Regulation of autophagy by cytosolic acetyl-
coenzyme A. Mol Cell. 2014;53:710–725. [PubMed] [Google Scholar]
Webster BR, Scott I, Han K, Li JH, Lu Z, Stevens MV, Malide D, Chen Y,
Samsel L, Connelly PS, Daniels MP, McCoy JP, Jr, Combs CA, Gucek M,
Sack MN. Restricted mitochondrial protein acetylation initiates
mitochondrial autophagy. J Cell Sci. 2013;126:4843–4849. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Scorrano L. Keeping mitochondria in shape: a matter of life and death. Eur J Clin
Invest. 2013;43:886–893. [PubMed] [Google Scholar]
Ikeda Y, Shirakabe A, Brady C, Zablocki D, Ohishi M, Sadoshima J. Molecular
mechanisms mediating mitochondrial dynamics and mitophagy and their
functional roles in the cardiovascular system. J Mol Cell Cardiol. 2014
[PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Kanki T, Wang K, Baba M, Bartholomew CR, Lynch-Day MA, Du Z, Geng J,
Rambold AS, Kostelecky B, Elia N, Lippincott-Schwartz J. Tubular
network formation protects mitochondria from autophagosomal
degradation during nutrient starvation. Proc Natl Acad Sci U S A.
2011;108:10190–10195. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Deng H, Dodson MW, Huang H, Guo M. The Parkinson's disease genes pink1
and parkin promote mitochondrial fission and/or inhibit fusion in
Drosophila. Proc Natl Acad Sci U S A. 2008;105:14503–14508. [PMC
free article] [PubMed] [Google Scholar]
Nakai A, Yamaguchi O, Takeda T, Higuchi Y, Hikoso S, Taniike M, Omiya S,
Mizote I, Matsumura Y, Asahi M, Nishida K, Hori M, Mizushima N, Otsu
K. The role of autophagy in cardiomyocytes in the basal state and in
response to hemodynamic stress. Nat Med. 2007;13:619–624. [PubMed]
[Google Scholar]
Kubli DA, Zhang X, Lee Y, Hanna RA, Quinsay MN, Nguyen CK, Jimenez R,
Petrosyan S, Murphy AN, Gustafsson AB. Parkin protein deficiency
exacerbates cardiac injury and reduces survival following myocardial
infarction. J Biol Chem. 2013;288:915–926. [PMC free article] [PubMed]
[Google Scholar]
Scorrano L. Keeping mitochondria in shape: a matter of life and death. Eur J Clin
Invest. 2013;43:886–893. [PubMed] [Google Scholar]
Ikeda Y, Shirakabe A, Brady C, Zablocki D, Ohishi M, Sadoshima J. Molecular
mechanisms mediating mitochondrial dynamics and mitophagy and their
functional roles in the cardiovascular system. J Mol Cell Cardiol. 2014
[PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Kanki T, Wang K, Baba M, Bartholomew CR, Lynch-Day MA, Du Z, Geng J,
Mao K, Yang Z, Yen WL, Klionsky DJ. A genomic screen for yeast
mutants defective in selective mitochondria autophagy. Mol Biol Cell.
2009;20:4730–4738. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]

44
Rambold AS, Kostelecky B, Elia N, Lippincott-Schwartz J. Tubular network
formation protects mitochondria from autophagosomal degradation
during nutrient starvation. Proc Natl Acad Sci U S A. 2011;108:10190–
10195. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Deng H, Dodson MW, Huang H, Guo M. The Parkinson's disease genes pink1
and parkin promote mitochondrial fission and/or inhibit fusion in
Drosophila. Proc Natl Acad Sci U S A. 2008;105:14503–14508. [PMC
free article] [PubMed] [Google Scholar]
Frank M, Duvezin-Caubet S, Koob S, Occhipinti A, Jagasia R, Petcherski A,
Ruonala MO, Priault M, Salin B, Reichert AS. Mitophagy is triggered by
mild oxidative stress in a mitochondrial fission dependent manner.
Biochim Biophys Acta. 2012;1823:2297–2310. [PubMed] [Google
Scholar]
Gomes AV, Zong C, Ping P. Protein degradation by the 26S proteasome system
in the normal and stressed myocardium. Antioxid Redox Signal.
2006;8:1677–1691. [PubMed] [Google Scholar]
Zhao T, Huang X, Han L, Wang X, Cheng H, Zhao Y, Chen Q, Chen J, Cheng H,
Xiao R, Zheng M. Central role of mitofusin 2 in autophagosome-lysosome
fusion in cardiomyocytes. J Biol Chem. 2012;287:23615–23625. [PMC
free article] [PubMed] [Google Scholar]
Ikeda Y, Shirakabe A, Maejima Y, Zhai P, Sciarretta S, Toli J, Nomura M,
Mihara K, Egashira K, Ohishi M, Abdellatif M, Sadoshima J. Endogenous
Drp1 Mediates Mitochondrial Autophagy and Protects the Heart Against
Energy Stress. Circ Res. 2014 [PubMed] [Google Scholar]
Chen L, Liu T, Tran A, Lu X, Tomilov AA, Davies V, Cortopassi G,
Chiamvimonvat N, Bers DM, Votruba M, Knowlton AA. OPA1 mutation
and late-onset cardiomyopathy: mitochondrial dysfunction and mtDNA
instability. J Am Heart Assoc. 2012;1:e003012. [PMC free article]
[PubMed] [Google Scholar]
Papanicolaou KN, Ngoh GA, Dabkowski ER, O'Connell KA, Ribeiro RF, Jr,
Stanley WC, Walsh K. Cardiomyocyte deletion of mitofusin-1 leads to
mitochondrial fragmentation and improves tolerance to ROS-induced
mitochondrial dysfunction and cell death. Am J Physiol Heart Circ
Physiol. 2012;302:H167–H179. [PMC free article] [PubMed] [Google
Scholar]
Papanicolaou KN, Khairallah RJ, Ngoh GA, Chikando A, Luptak I, O'Shea KM,
Riley DD, Lugus JJ, Colucci WS, Lederer WJ, Stanley WC, Walsh K.
Mitofusin-2 maintains mitochondrial structure and contributes to stress-
induced permeability transition in cardiac myocytes. Mol Cell Biol.
2011;31:1309–1328. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Chen Y, Liu Y, Dorn GW., 2nd Mitochondrial fusion is essential for organelle
function and cardiac homeostasis. Circ Res. 2011;109:1327–1331. [PMC
free article] [PubMed] [Google Scholar]
Papanicolaou KN, Kikuchi R, Ngoh GA, Coughlan KA, Dominguez I, Stanley
WC, Walsh K. Mitofusins 1 and 2 are essential for postnatal metabolic
remodeling in heart. Circ Res. 2012;111:1012–1026. [PMC free article]
[PubMed] [Google Scholar]

45
Song M, Chen Y, Gong G, Murphy E, Rabinovitch PS, Dorn GW., 2nd Super-
suppression of mitochondrial reactive oxygen species signaling impairs
compensatory autophagy in primary mitophagic cardiomyopathy. Circ
Res. 2014;115:348–353. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Bhandari P, Song M, Chen Y, Burelle Y, Dorn GW., 2nd Mitochondrial
contagion induced by Parkin deficiency in Drosophila hearts and its
containment by suppressing mitofusin. Circ Res. 2014;114:257–265.
[PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Chen Y, Dorn GW., 2nd PINK1-phosphorylated mitofusin 2 is a Parkin receptor
for culling damaged mitochondria. Science. 2013;340:471–475. [PMC
free article] [PubMed] [Google Scholar]
Choi AM, Ryter SW, Levine B. Autophagy dalam kesehatan manusia dan penyakit. N Engl
J Med. 2013; 368 : 651–662. [ PubMed ] [ Google Cendekia ]
Quinsay MN, Thomas RL, Lee Y, Gustafsson AB. Autofag mitokondria yang
dimediasi Bnip3 tidak tergantung pada pori transisi permeabilitas
mitokondria. Autophagy. 2010; 6 : 855–862. [ Artikel gratis PMC ] [
PubMed ] [ Google Cendekia ]
Hanna RA, Quinsay MN, Orogo AM, Giang K, Rikka S, Gustafsson ÅB. Protein
terkait protein 1 rantai ringan 3 (LC3) berinteraksi dengan protein Bnip3
untuk secara selektif menghilangkan retikulum endoplasma dan
mitokondria melalui autophagy. J Biol Chem. 2012; 287 : 19094–19104. [
Artikel gratis PMC ] [ PubMed ] [ Google Cendekia ]
Dorn GW., II Mitochondrial dynamism and cardiac fate. Circ J. 2013;77:1370–
1379. [PubMed] [Google Scholar]
Zungu M, Schisler J, Willis MS. All the little pieces: Regulation of mitochondrial
fusion and fission by ubiquitin and small ubiquitin-like modifier and their
potential relevance in the heart. Circ J. 2011;75:2513–
2521. [PubMed] [Google Scholar]
Gomes LC, Di Benedetto G, Scorrano L. During autophagy mitochondria
elongate, are spared from degradation and sustain cell viability. Nat Cell
Biol. 2011;13:589–598. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Pattingre S, Tassa A, Qu X, Garuti R, Liang XH, Mizushima N, et al. Bcl-2
antiapoptotic proteins inhibit Beclin 1-dependent
autophagy. Cell. 2005;122:927–939. [PubMed] [Google Scholar]
Strappazzon F, Vietri-Rudan M, Campello S, Nazio F, Florenzano F, Fimia GM,
et al. Mitochondrial BCL-2 inhibits AMBRA1-induced autophagy. EMBO
J. 2011;30:1195–1208. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Kubli DA, Ycaza JE, Gustafsson AB. Bnip3 mediates mitochondrial dysfunction
and cell death through Bax and Bak. Biochem J. 2007;405:407–
415. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Novak I, Kirkin V, McEwan DG, Zhang J, Wild P, Rozenknop A, et al. Nix is a
selective autophagy receptor for mitochondrial clearance. EMBO
Rep. 2010;11:45–51. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Hamacher-Brady A, Brady NR, Logue SE, Sayen MR, Jinno M, Kirshenbaum

46
LA, et al. Response to myocardial ischemia/reperfusion injury involves
Bnip3 and autophagy. Cell Death Differ. 2007;14:146–
157. [PubMed] [Google Scholar]
Rikka S, Quinsay MN, Thomas RL, Kubli DA, Zhang X, Murphy AN, et al.
Bnip3 impairs mitochondrial bioenergetics and stimulates mitochondrial
turnover. Cell Death Differ. 2011;18:721–731. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Dorn GW., 2nd Mitochondrial pruning by Nix and BNip3: An essential function
for cardiac-expressed death factors. J Cardiovasc Transl Res. 2010;3:374–
383. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Cao DJ, Jiang N, Blagg A, Johnstone JL, Gondalia R, Oh M, et al. Mechanical
unloading activates FoxO3 to trigger Bnip3-dependent cardiomyocyte
atrophy. J Am Heart Assoc. 2013;2:e000016. doi:
10.1161/JAHA.113.000016. [PMC free article] [PubMed]
[CrossRef] [Google Scholar]
Sengupta A, Molkentin JD, Yutzey KE. FoxO transcription factors promote
autophagy in cardiomyocytes. J Biol Chem. 2009;284:28319–
28331. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Kitada T, Asakawa S, Hattori N, Matsumine H, Yamamura Y, Minoshima S, et al.
Mutations in the parkin gene cause autosomal recessive juvenile
parkinsonism. Nature. 1998;392:605–608. [PubMed] [Google Scholar]
Kubli DA, Zhang X, Lee Y, Hanna RA, Quinsay MN, Nguyen CK, et al. Parkin
deficiency exacerbates cardiac injury and reduces survival following
myocardial infarction. J Biol Chem. 2013;288:915–926. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Narendra D, Tanaka A, Suen DF, Youle RJ. Parkin is recruited selectively to
impaired mitochondria and promotes their autophagy. J Cell
Biol. 2008;183:795–803. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Narendra DP, Jin SM, Tanaka A, Suen DF, Gautier CA, Shen J, et al. PINK1 is
selectively stabilized on impaired mitochondria to activate Parkin. PLoS
Biol. 2010;8:e1000298. doi: 10.1371/journal.pbio.1000298. [PMC free
article] [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]
Matsuda N, Sato S, Shiba K, Okatsu K, Saisho K, Gautier CA, et al. PINK1
stabilized by mitochondrial depolarization recruits Parkin to damaged
mitochondria and activates latent Parkin for mitophagy. J Cell
Biol. 2010;189:211–221. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
Xiong H, Wang D, Chen L, Choo YS, Ma H, Tang C, et al. Parkin, PINK1, and
DJ-1 form a ubiquitin E3 ligase complex promoting unfolded protein
degradation. J Clin Invest. 2009;119:650–660. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Kim Y, Park J, Kim S, Song S, Kwon SK, Lee SH, et al. PINK1 controls
mitochondrial localization of Parkin through direct
phosphorylation. Biochem Biophys Res Commun. 2008;377:975–
980. [PubMed] [Google Scholar]
Chen Y, Dorn GW., 2nd PINK1-phosphorylated mitofusin 2 is a Parkin receptor

47
for culling damaged mitochondria. Science. 2013;340:471–475. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]

Wang X, Winter D, Ashrafi G, Schlehe J, Wong YL, Selkoe D, et al. PINK1 and
Parkin target Miro for phosphorylation and degradation to arrest
mitochondrial motility. Cell. 2011;147:893–906. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Vincow ES, Merrihew G, Thomas RE, Shulman NJ, Beyer RP, MacCoss MJ, et
al. The PINK1-Parkin pathway promotes both mitophagy and selective
respiratory chain turnover in vivo. Proc Natl Acad Sci
USA. 2013;110:6400–6405. [PMC free article] [PubMed] [Google
Scholar]
Fu M, St-Pierre P, Shankar J, Wang PT, Joshi B, Nabi IR. Regulation of
mitophagy by the Gp78 E3 ubiquitin ligase. Mol Biol Cell. 2013;24:1153–
1162. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]

48

Anda mungkin juga menyukai