Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase
terdispersi dan larutan air fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam
air. Sebaliknya, jika air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan
seperti minyak merupakan fase pembantu emulsi ini disebut emulsi air dalam
minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penstabilan bahan pengemulsi yang
mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetes kecil yang menjadi tetesan besar dan
akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan)
menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase
eksternal dan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi.
Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antara fase, sehingga
meningkatkan proses emulsifikasi sesama pencampuran (Farmakope Indonesia
Edisi V).
Emulsi adalah suatu sistem dispers dimana fase terdispersi terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak
bercampur ( Ansel, H. 1989).
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air
memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa
yang lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang tidak enak
rasanya dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya,
sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung ( Ansel, H. 1989)
Minyak ikan adalah minyak lemak hasil destearisasi sebagian dari minyak
lemak segar Gadus morrhua Linne, dan spesies lain dari familia Gadidae.
Mengandung tidak kurang dari 225 µg (850 unit FI) Vitamin A dan tidak kurang
dari 2,125 µg (85 unit FI) Vitamin D per gram minyak ikan. Minyak ikan dapat di
tambah penyedap tunggal atau campuran penyedap yang sesuai tidak lebih dari
1% (Farmakope Indonesia Edisi V).
Kurkumin atau seringkali juga disebut sebagai kurkuminoid adalah suatu
campuran yang kompleks berwarna kuning oranye yang diisolasi dari tanaman
dan memiliki efek terapeutik.Kurkumin sebenarnya terdiri dari tiga macam
kurkumin, yaitu kurkumin I (deferuloyl methane), kurkumin II desmethoxy-
kurkumin (feruloyl-p-hydroxy-cinnamoylethane) dan kurkumin III (bis-
desmethoxy-kurkumin (bis-(p-hydroxycinnamoyl)-methane) (Wardini dan
Prakoso, 1999).Kurkumin merupakan zat yang memiliki aktivitas biologi (zat
berkhasiat), yang terdapat pada berbagai jenis Curcuma sp. (Chen dan Fang,
1997). Menurut Krishnamurthy et al. (1976 ) kunyit mengandung 2,5 – 6 %
kurkumin, sementara dalam temulawak berkisar antara 1 – 2 %. Temulawak dan
kunyit telah dikenal di kalangan industri jamu/obat tradisional dan banyak
digunakan sebagai bahan baku dalam ramuan jamu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat dipaparkan
rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana studi pra formulasi untuk bahan aktif Minyak ikan (Oleum
Iecoris aselli) dan kurkumin yang terkandung di dalam Curcuma
xanthorrhiza?
2. Bagaimana formulasi yang baik untuk sediaan emulsi dan bagaimana
proses pembuatannya?
3. Bagaimana hasil evaluasi skala besar dari sediaan emulsi minyak ikan
dan kurkumin yang telah dibuat?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat dipaparkan
tujuan
penulisan laporan praktikum sebagai berikut :
1. Untuk mengkaji pra formulasi dari bahan aktif Minyak ikan (Oleum
Iecoris aselli) dan kurkumin yang terkandung di dalam Curcuma
xanthorrhiza
2. Untuk mengetahui formulasi yang baik untuk pembuatan emulsi dan
proses pembuatan sediaan emulsi minyak ikan dan kurkumin berdasarkan
studi praformulasi.
3. Untuk mengetahui hasil evaluasi skala besar dari sediaan emulsi yang
telah dibuat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Minyak Ikan


Minyak ikan adalah minyak lemak hasil destearisasi sebagian dari minyak
lemak segar Gadus morrhua Linne, dan spesies lain dari familia Gadidae.
Mengandung tidak kurang dari 225 µg (850 unit FI) Vitamin A dan tidak kurang
dari 2,125 µg (85 unit FI) Vitamin D per gram minyak ikan. Minyak ikan dapat di
tambah penyedap tunggal atau campuran penyedap yang sesuai tidak lebih dari
1% (Farmakope Indonesia Edisi V).

2.2 Definisi Ekstrak Temulawak


Rimpang temulawak adalah rimpang tumbuhan Curcuma xanthorrhiza
Roxb, suku Zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 5,08% v/b
dan kurkuminoid tidak kurang dari 4,0% dihitung sebagai kurkumin (Farmakope
Herbal).

2.3 Karakteristik Bahan Aktif

2.3.1 Minyak Ikan


 Nama bahan obat : Minyak ikan (Cod Liver Oil) (FI V hal.867)
 Struktur kimia :

 Bobot molekul : 0,9179-0,9249


 Bobot Jenis : Antara 0,918 dan 0,92
 Pemerian : Cairan minyak, encer, berbau khas, tidak tengik,
rasa dan bau seperti ikan.
 Khasiat : Sumber vitamin A dan D
 Kelarutan : Sukar larut dalam etanol; mudah larut dalam eter,
dalam kloroform, dalam karbon disulfida dan
dalam etil asetat.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, dapat digunakan
botol atau wadah lain yang telah dikeluarkan
udaranya dengan cara hampa udara atau dialiri gas
inert.

2.3.2 Curcumae Rhizoma


 Nama bahan obat : Curcumae Rhizoma (Temulawak)
 Struktur kimia :

 Kadar minyak atsiri : Tidak kurang dari 5,80 % v/b


 Kadar kurkuminoid : Tidak kurang dari 4,0 % dihitung sebagai kurkumin
(Farmakope Herbal)
 Pemerian : Bentuk bundar atau jorong, warna kuning
kecoklatan, bau aromatik, rasa tajam dan agak
pahit. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong,
ringan, keras, rapuh, garis tengah hingga 6 cm,
tebal 2-5 mm; permukaan luar berkerat, warna
coklat kuning hingga coklat; bidang irisan
berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak
beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan
melingkar pada batas antara silinder pusat dengan
korteks sempit, tebal 3-4 mm. Bekas patahan
berdebu, warna kuning jingga hingga coklat jingga
terang.
 Organoleptis :
Warna : Kuning
Bau : Khas
Rasa : Khas

 Mikroskopis
Bentuk fragmen : fragmen pengenal adalah fragmen berkas
pengangkut; parenkim korteks; serabut sklerenkim;
butir amilum dan jaringan gabus.
 Kandungan kimia
Protein, pati, zat warna kuning kurkuminoid dan minyak atsiri. Kandungan
minyak atsirinya antara lain feladron, kamfer, turmerol dan
olilmetilkarbinol.

2.4 Tinjauan Farmakologis Bahan Obat


2.4.1 Minyak Ikan
Oleum Iecoris Aselli (minyak ikan, levertraan) diperoleh dari hati segar
Gadus Morrhua (Cod, Kabel Jaw). Kandungan kadar vitamin A dan D agak
tinggi, masing-masing mineral 600 dan 85 µg begitu pula mengndung sejumlah
poli-unsaturated fatty acid (PUFA), termasuk KI 18% asam lemak omega-3 (EPA,
DHA) yang berkhasiat menurunkan kadar kolesterol. Dulu senyawa ini banyak
digunakan bagi anak-anak sebaagai obat pencegah rachitis dan sebagai obat
penguat pada keadaan lemah sesudah mengalami infeksi (15-30 ml sehari).
Berhubungan dengan baunya yang tidak enak dan kandungan zat-zat toksik
(insektrsid). Sekarang sudah terdesak oleh sediaan vitamin murni secara topikal
masih digunakan dalam salep (10%) untuk membantu penyembuhan luka bakar,
tetapi jangan di gunakan bila luka sudah terinfeksi sediaan kombinasi vitamun A
dan D sintesis mengandung campuran dari kedua vitamin terlarut dalam minyak
atau tersolubilisasi dalam air dengan bantuan suatu detergens (Tween) (Tjay,
2015)
Minyak ikan berkhasiat juga untuk melindungi pasien jantung terhadap
kematian mendadak akibat infrak jantung sekunder, DHA melindungi terhadap
diabetes, menurut perkiraan DHA membuat membran sel lebih (liquid) sehingga
menjadi peka bagi daya kerja insulin dan efeknya. Insulin bekerja lebih efektif dan
nilai glukosa menurun. Asam omega-3 memiliki sejumlah khasiat yaitu anti
radang yang dapat menstimulasi pertumbuhan tumor, anti trombosit, memperbaiki
efek insulin, menurunkan trigliserida darah, memperbaiki perkembangan saraf
otak dan fungsinya tertutama janin dan bayi. Efek samping pada overdose dapat
berupa perpanjangan waktu pendarahan berhubung pengahambatan
penggumpalan pelat darah. Pada dosis tinggi, senyawa ini dapat menimbulkan
pendarahan dihidung. (OOP edisi V hal 202 dan 849).

2.4.2 Ekstrak Kurkumin


Senyawa kimia utama yang terkandung di dalam rimpang kunyit adalah
minyak atsiri dan kurkumi-noid. Minyak atsiri mengandung senyawa seskuiterpen
alkohol, tur-meron dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa
kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksi-kurkumin
dan bidesmetoksikurku-min. Selain itu rimpang juga mengandung senyawa gom,
lemak, protein, kalsiun, fosfor dan besi.
Rimpang ini sangat terkenal sebagai obat tradisonal untuk gangguan
pencernaan yang berkaitan dengan kekurangan empedu. Merupakan contoh khas
dari teori signature kuno mengenai bentuk dan warnanya obat tanaman. Bentuk
rimpangnya menyerupai kandung empedu dan di tambah warna kuningnya, maka
di gunakan pada penyakit kuning (hepatitis). Berkhasiat choleretis dan
cholehinetis, yakni menstimulir pembentukan dan sekresi empedu oleh hati ke
duodenum berdasarkan zat warn kuning curcumin dan minyak-minyak atsiri yang
ternyata juga berdaya bakteriostatis terhadap bakteri gram positif.
Rimpang muda kulitnya kuning muda dan dan berdaging kuning, setelah
tua kulit rimpang menjadi jingga kecoklatan dan dagingnya jingga terang agak
kuning. Rimpang kunyit mengandung bahan-bahan seperti minyak atsiri,
phelkandere, sabinene, cineol, zingeberence, turmeron, champene, camphor,
sesquiterpene, caprilic acid, methoxinnamic acid, thelomethy carbinol,
curcumene, dan zat pewarna yang mengandung alkaloid curcumin. Curcumin
adalah zat warna kuning yang dikandung oleh kunyit, rata-rata 10,29%, memiliki
aktifitas biologis berspektrum luas antara lain antihepototoksik, antibakteri, dan
antioksidan.
Berdasarkan efek antioksidannya curcumin dapat menghambat proliferasi
sel-sel tumor dari kanker usus besar. Di samping itu juga berdaya menginaktifkan
radikal NO (nitrit oksida), yang terdapat dalam kadar meningkatkan di neuron
pasien Alzheimer. Ditambah dengan efek antiradangnya yang juga bekerja
protektif terhadap demensia, maka curcumin maka di gunakan pada prevensi dan
pengobatan alternatif penyakit ini. Berkat efek protektifnya terhadap hati,
curcumin juga di gunakan pada gangguan-gangguan hati dan empedu.
BAB IX
PEMBAHASAN

Tujuan praktikum kali ini adalah mengajarkan keterampilan membuat


formulasi sediaan liquida yaitu emulsi, dimana sediaan emulsi adalah sistem dua
fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk
tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air.
Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak
atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air
dalam minyak( Farmakope Indonesia V ).
.Bahan aktif yang digunakan pada praktikum ini adalah oleum iecoris
aselli dan ekstrak curcumin, dimana oleum iecoris aselli memiliki rasa dan bau
yang tidak enak sehingga perlu ditambahkan corigen saporis dan odoris . Sediaan
dibuat dalam bentuk emulsi dikarenakan bahan aktifnya berupa minyak sehingga
tidak dapat bercampur dengan air oleh karena itu dibuat sediaan emulsi tipe M/A.
Emulgator atau zat pengemulsi merupakan komponen penting dalam
kestabilan suatu sediaan emulsi. Emulgator dapat mencegah terjadinya koalesensi
yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase
tunggal yang memisah. Emulgator juga dapat mengurangi tegangan permukaan
antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Emulgator sendiri harus memenuhi kualitas tertentu salah satunya emulsi
harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya. Salah satu emulgator
yang dapat digunakan dalam pembuatan emulsi adalah golongan derivat selulosa
kelompok kami menggunakan emulgator Carboxymethyl Cellulose Sodium (Na-
CMC) . Alasan kami memakai CMC-Na sebagai emulgator untuk produksi skala
besar karena emulgator dari derivat selulosa merupakan hidrokoloid yaitu suatu
koloid yang mempunyai afinitas terhadap air dalam hal kemampuannya untuk
berinteraksi dengan air, larut dan terbagi merata di dalam air. Untuk % kadar
pemakaiannya kami menggunakan rentang kadar CMC-Na sebagai emulgator
yang paling tinggi yaitu 1,0%, karena semakin banyak jumlah emulgator yang
digunakan maka emulsi akan semakin stabil karena tegangan permukaannya
semakin tinggi.
Pada praktikum kali ini menggunakan metode basah. Metode basah yaitu
suatu metode dalam pembuatan emulsi dengan cara emulgator ditambahkan
kedalam air (zat pengemulsi umumnya larut dalam air) agar membentuk suatu
mucilago, kemudian minyak perlahan-lahan ditambahkan untuk membentuk
emulsi, kemudiaan diencerkan dengan sisa air.
Selain minyak ikan, pada formulasi ini juga menggunakan bahan aktif
berupa Curcumin . Ekstrak Curcumin tidak stabil pada pH terlalu basa, sebab
curcumin akan terdegadasi jika pH > 5. Oleh karena itu diperlukan dapar untuk
menjaga pH tetap berada pada rentang stabil. Dapar yang kami gunakan yaitu
asam sitrat dan natrium sitrat.
Pada formulasi skala besar juga ditambahkan pengawet natrium benzoat,
tujuan penambahan pengawet adalah untuk mencegah kontaminasi oleh bakteri-
bakteri, karena sediaan emulsi ini merupaka tipe M/A dimana menggunakan air
sebagai pelarut utama. Air merupakan salah satu media yang sangat baik sebagai
tempat berkembangbiaknya bakteri yang dapat merusak stabilitas sebuah sediaan.
Pada formulasi ditambahkan antioksidan yaitu BHT dengan tujuan mencegah
rusaknya emulsi. Untuk menutupi rasa dari minyak ikan yang amis maka dapat
ditambahkan dengan sorbitol dan sakarin na sebagai pemanis dan perasa jeruk
untuk memberikan aroma yang lebih menarik dan membuat nyaman pada
penggunaannya.
Evaluasi sediaan emulsi bertujuan untuk mengetahui stabilitas dari sediaan
emulsi. Pada penelitian ini evaluasi dilakukan dengan beberapa parameter yaitu
uji organoleptis, uji pengukuran pH, pengukuran bobot jenis, uji viskositas, uji
sedimentasi, pengujian tipe emulsi, dan pengukuran globul .Hasil penelitian uji
stabilitas emulsi minyak ikan dan curcumin sebagai berikut:
Uji organoleptis, Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan bentuk,
warna, bau dan rasa sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi ke-V. Hasil yang
didapatkan tidak ada perubahan baik warna, rasa dari pertama kali sediaan dibuat.
Pengukuran pH Hasil pengukuran pH emulsi menunjukkan adanya perubahan
pH emulsi sebelum dan setelah penyimpanan . Pada saat in proses control kami
mengukur pH emulsi menggunakan indikator universal dan didapatkan pH
sediaan sebesar 5,0. Lalu setelah proses penyimpanan selama beberapa hari pH
naik menjadi 6,22 . Kami menduga adanya peningkatan pH pada sediaan dapat
diakibatkan oleh adanya penguapan air selama proses penyimpanan dalam sediaan
emulsi minyak ikan.
Pengukuran bobot jenis

Anda mungkin juga menyukai