Anda di halaman 1dari 25

TUGAS UAS MEDIKAMEN KEDOKTERAN GIGI

Dosen Pengampu : Dr. drg. Yulita Kristanti, M.Kes., Sp.KG.(K)

Disusun oleh :
Sri Arini
18/435700/PKG/1262

KEMENTERIAN RISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS
PROGRAM STUDI KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

1
ETSA

 Bahan yang digunakan untuk etsa adalah asam fosfat antara 30-50% namun yang

umum digunakan adalah 37%

 Konsentrasi lebih dari 50% akan menghasilkan deposisi lapisan monocalcium

phosphate monohydrate di permukaan yang telah di etsa yang akan menghambat

disolusi

 Etsa asam fosfat tersedia dalam cairan dan gel namun sediaan gel dapat

memudahkan aplikasi di area kerja yang spesifik

 Aplikasi klinis:

1. Menggunakan microbrush atau diinjeksikan langsung dari sediaan syringe ke

area kerja

2. Saat aplikasi, penting untuk menghindari terperangkapnya gelembung

udara/void yang ada di antarmuka bahan etsa dan struktur gigi, karena akan

mengakibatkan area tersebut tidak teretsa

3. Etsa email selama 20 detik, dentin selama 15 detik

4. Struktur gigi yang di etsa harus dibilas dengan air mengalir selama 20 detik

5. Permukaan yang telah di etsa harus dijaga agar tetap bersih bebas kontaminasi

6. Jika terkontaminasi, maka akan menurunkan energi permukaan sehingga

menyulitkan proses wetting saat aplikasi bonding selain itu dapat mengurangi

terbentuknya resin tag dan menurunkan kekuatan ikatan

2
7. Bersihkan kontaminan dan ulangi aplikasi etsa selama 10 detik

(Anusavice, 2003)

3
DENTIN BONDING AGENT

Idealnya, dentin adhesive harus bersifat hidrofil untuk membasahi permukaan

yang sedikit lembab. Sebagian besar matriks resin komposit hidrofobik, jadi agen

bonding harus bersifat hidrofil untuk berinteraksi dengan permukaan dentin yang

lembab dan bersifat hidrofobik untuk memastikan bonding ke bahan restorasi resin.

Adhesi utama untuk menciptakan monomer hifrofilik yang dapat infiltrasi ke collagen

mesh dengan mudah dapat dicapai dengan mengetsa dentin, bisa juga disebut

conditioner.

Berikut ini adalah rangkuman sistem adhesive resin ke dentin

4
5
BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR

1. NaOCl

a. Fungsi dan aplikasi dalam endodontik

 Dapat melarutkan jaringan organik dan sebagai antmikroba

 NaOCl 5,25% dapat membunuh Enterococcus faecalis dalam waktu

30s

 NaOCl 2,5% dapat membunuh Enterococcus faecalis dalam waktu 10s

 NaOCl 0,5% dapat mebunuh Enterococcus faecalis dalam waktu 30s

b. Mode of action

Gambar. Diagram skematik mekanisme aksi NaOCl

6
1) Reaksi saponifikasi: sodium hipoklorit berperan sebagai pelarut

organik dan lemak dengan cara mendegradasi asam lemak dan

mengubahnya menjadi garam asam lemak (sabun) dan gliserol

(alcohol), mengurangi tegangan permukaan

2) Reaksi netralisasi: sodium hipoklorit menetralisasi asam amino dengan

membentuk air dan garam. Seiring dengan terlepasnya ion hidroksil,

maka pH menurun.

3) Pembentukan asam hipoklorus: saat klorin larut dalam air dan

berkontak dengan komponen organik, maka akan membentuk asam

hipoklorus. Asam hipoklorus adalah asam lemah dengan formula

kimia HClO yang akan berperan sebagai oxidizer. Asam hipoklorus

(HOCl−) dan ion hipoklorit akan memicu degradasi asam amino dan

hidrolisis.

4) Aksi pelarut: sodium hipoklorit juga berperan sebagai pelarut,

melepaskan ion klorin yang akan bergabung bersama gugus amino

(NH) untuk membentuk kloramin (reaksi kloraminasi). Kloramin akan

mengganggu metabolism sel; klorin merupakan oksidan kuat dan

menghalangi kerja enzim bakteri yang penting melalui oksidasi gugus

sulfidril (SH) secara ireversibel.

5) pH tinggi: sodium hipoklorit adalah basa kuat (pH > 11). Efektivitas

antimikroba sodium hipoklorit, berdasarkan pada sifat pH tinggi (aksi

ion hidroksil), mirip dengan mekanisme aksi kalsium hidroksida. pH

7
tinggi akan mengganggu integritas membrane sitoplasma yang

disebabkan oleh adanya inhibisi enzimatik yang ireversibel, perubahan

biosintesis dalam metabolism sel, dan degradasi fosfolipid dalam

lipidic peroksidasi.

Ion klorin, yang berperan dalam melarutkan dan aktivitas antibakteri

dari NaOCl, merupakan ion yang tidak stabil dan akan habis secara cepat

dalam fase awal disolusi jaringan, yakni sekitar 2 menit. Oleh karena itu harus

disertai penambahan yang terus menerus. Waktu yang optimal untuk larutan

NaOCl berada di sistem saluran akar masih menjadi perdebatan, namun secara

in vivo adanya komponen organik (eksudat inflamasi, sisa jaringan dan

mikroba) akan menghabiskan NaOCl dan melemahkan aksi NaOCl. Oleh

karena itu, penambahan yang terus menerus dari larutan irigasi akan

memungkinkan waktu kontak yang cukup yang merupakan faktor penting

dalam efektivitas NaOCl.

(Hargreaves dan Berman, 2016)

2. Klorheksidin (CHX)

Fungsi dan aplikasi dalam endodontik

Sebagai antibakteri, digunakan dalam konsentrasi 2%. Jika dibandingkan

dengan NaOCl yang juga memiliki daya antibakteri, CHX memiliki

kekurangan yaitu tidak dapat melarutkan jaringan organik.

(Hargreaves dan Berman, 2016)

8
3. EDTA

EDTA (17%, disodium salt, pH 7) hanya memiliki aksi antibakteri yang kecil.

EDTA berperan sebagai agen khelasi saluran akar yang efektif. Peran utama

EDTA dalam protocol irigasi saluran akar adalah menghilangkan smear layer.

a. Komposisi

EDTA disintesis dari ethylenediamine (1,2-diaminoethane), formaldehyde

(methanal), and sodium cyanide

b. Fungsi dan aplikasi dalam endodontik

 Menghilangkan smear layer

 Efektivitas aksi menghilangkan smear layer dari EDTA akan

meningkat jika digunakan bergantian dengan NaOCl . EDTA tidak

dapat menghilangkan smear layer secara efektif tanpa kombinasi

dengan komponen proteolitik, seperti NaOCl. EDTA hanya akan

menghilangkan komponen inorganic dan menyisakan elemen jaringan

organik dalam kondisi intak, sedangkan NaOCl adalah agen yang akan

menghilangkan komponen organik pada smear layer.

 Pada endodontik terkini, EDTA digunakan hanya saat tahap cleaning

and shaping selesai, yakni selama 1 menit

9
c. Mode of action

 Peran agen khelasi EDTA terdapat dari kemampuan memisahkan ion

metal dicationic dan tricationic, yaitu Ca2+ dan Fe3+. Setelah berikatan

dengan EDTA, ion metal akan tetap berada di larutan namun

reaktivitasnya telah hilang. Agen khelasi, dalam hal ini EDTA, akan

membentuk suatu complex yang stabil dengan calcium. Saat semua

ion yang ada telah berikatan, ekuilibrium akan terbentuk dan tidak

akan terjadi proses disolusi lagi, oleh karena itu EDTA merupakan

larutan dengan sifat kerja yang self-limiting. Meskipun memiliki sifat

self-limiting, EDTA yang didiamkan lebih lama di saluran akar atau

terdapat penggunaan NaOCl setelah EDTA, akan terjadi erosi dentin.

 Agen khelasi, dalam hal ini EDTA, tidak akan meningkat

efektivitasnya bila temperaturenya dinaikkan karena sudah memiliki

rentang temperature dimana agen khelasi bekerja paling baik

 Jika dipanaskan antara 20o-90o maka kemampuan mengikat

calciumnya akan menurun

(Hargreaves dan Berman, 2016)

4. Interaksi antara NaOCl, CHX, dan EDTA

a. NaOCl dan CHX

 Menghasilkan perubahan warna dan membentuk presipitat yang

berwarna merah, yaitu 4-chloroaniline (PCA)

10
 Reaksi tersebut tergantung konsentrasi NaOCl, semakin tinggi

konsentrasi maka semakin banyak presipitat yang terbentuk

 Presipitat akan mengganggu sealing bahan obturasi ke saluran akar

 Tips mencegah presipitasi: saluran akar dikeringkan menggunakan

paper point sebelum irigasi final menggunakan CHX

b. CHX dan EDTA

 Menghasilkan presipitat berwarna putih

 CHX membentuk garam bila berkontak dengan EDTA

c. NaOCl dan EDTA

 Meskipun EDTA memiliki aksi yang self-limiting, namun jika dalam

penggunaannya ditinggalkan terlalu lama di saluran akar atau NaOCl

digunakan secara simultan dengan EDTA maka akan mengerosi dentin

saluran akar

 Saat berkontak, EDTA akan mempertahankan kemampuan calcium-

complex, namun NaOCl akan kehinlangan kemampuan melarutkan

jaringan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya klorine bebas

 Tips untuk mencegah erosi dentin yang berlebihan dan

memiminimalisasi inaktivasi NaOCl:

EDTA hanya digunakan saat cleaning dan shaping selesai, sebagai

irigasi akhir, dilanjutkan pembilasan dengan NaOCl selama 1 menit

(Hargreaves dan Berman, 2016)

11
12
MEDIKAMEN SALURAN AKAR

1. Kalsium hidroksida

a. Aplikasi dalam endodontik

 Kalsium hidroksida paling sering digunakan sebagai medikamen

intrakanal untuk mendisinfeksi sistem saluran akar.

 Aplikasi pasta kalsium hidroksida pada interval minimal 7 hari dapat

mengeliminasi dan/atau mengurangi jumlah bakteri yang bertahan

bahkan setelah preparasi biomekanis.

 Material ini memiliki cakupan antimikroba yang luas terhadap bakteri,

namun memiliki efek yang terbatas terhadap E. Faecalis dan C.

albicans

 Kalsium hidroksida tidak memiliki atau hanya sedikit efek pada

intensitas atau keparahan nyeri post operatif setelah perawatan

endodontik

(Ba-Hattab dkk., 2016)

 Harus berkontak dengan jaringan agar dapat bereaksi

 Kalsium hidroksida serbuk dapat dicampur dengan air steril atau saline

dan dimasukkan ke saluran akar menggunakan lentulo spiral

 Kalsium hidroksida dengan bahan pencampur gliserin mempunyai

solubilitas lebih rendah dibandingkan bahan pencampur yang encer

13
seperti air, dengan demikian kalsium hidroksida tidak mudah ekstrusi

ke apikal, namun akan lebih sulit dihilangkan dibandingkan dengan

bahan pencampur yang lebih encer (Prawitasari dkk., 2014).

 Pencampuran harus kental agar dapat membawah sebanyak mungkin

partikel kalsium hidroksida namun tidak boleh terlalu kering harus

cukup lembab agar dapat melanjutkan disosiasi sehingga

menghasilkan pH yang tinggi

 Efektivitas akan meningkat bila saluran akar terisi kalsium hidroksida

secara homogen

b. Keterbatasan kalsium hidroksida

 Menghilangkan kalsium hidroksida dari saluran akar cukup sulit

 Residu tersebut akan menutupi permukaan dinding saluran akar

meskipun telah diirigasi menggunakan saline berulangkali

 Residu akan memperpendek setting time siler berbasis zinc-oxide

eugenol

 Residu akan mengganggu sealing bahan obturasi sehingga

mempengaruhi kualitas perawatan

 Tidak efektif melawan E.faecalis dan C.albicans

(Hargreaves dan Berman, 2016)

14
c. Mode of action

Kalsium hidroksida sebagai medikamen intracanal disarankan

dalam bentuk pasta yang berbasis air. Kalsium hidroksida membutuhkan

air untuk berdisosiasi. Saat berkontak dengan air, kalsium hidroksida

berdisosiasi menjadi ion Ca++ dan OH- yang diperlukan untuk untuk

memberi efek terapetik, selain itu juga kaan membentuk calcium

carbonate (CaCo3) namun efek klinisnya tidak signifikan (Hargreaves dan

Berman, 2016).

2. Formaldehid

a. Komposisi dan sediaan

Tersedia dalam formocresol dengan komponen formaldehid sebesar 19-

37%. Selain itu juga ada tricresol formalin dengan komponen 10%

tricresol dan 90% formaldehid.

b. Fungsi dan aplikasi dalam endodontik

 Kandungan formaldehid di atas 10%, berfungsi untuk fiksasi spesimen

patologis

 Memanfaatkan penguapan dari bahan, penguapan tersebut akan

melepaskan uap antimikroba jika diaplikasikan pada cotton pellet yang

diletakkan di kamar pulpa, namun daya antikrobanya tidak sebanding

dengan toksisitas yang dimiliki.

(Hargreaves dan Berman, 2016)

15
3. Phenol

a. Toksisitas termasuk tinggi, efek antimikroba rendah tidak sebanding

dengan toksisitasnya, tidak efektif sebagai antiseptik

b. Fungsi dan aplikasi dalam endodontik

 Memanfaatkan penguapan dari bahan

 Tersedia dalam camphorated solution sebagai media pelarut dari

senyawa phenol karena camphorated solution menghasilkan senyawa

fenol yang tidak terlalu toksik karena toksin dilepaskan perlahan ke

jaringan sekitar

(Hargreaves dan Berman, 2016)

16
GUTA PERCA

1. Komposisi

Komponen utama konus guta perca adalah zinc oxide (±75%), rubber ±20%

yang memberi sifat plastis pada guta perca, sisanya adalah agen pewarna,

opaquer dan binder.

2. Keuntungan

 Plastis, swehingga mudah beradaptasi terhadap ireguleritas terutama jika

termoplastis

 Mudah dimanipulasi

 Mudah dihilangkan jika perlu perawatan ulang

 Relative biokampatibel, inert sepanjang waktu

 Mudah disterilkan, yaitu dengan larutan NaOCl 1% atau lebih besar selama

1 menit

(Torabinejad dkk., 2015)

17
SILER

1. Siler berbasis zinc oxide eugenol

a. Komposisi

Pada awalnya siler ini mengandung partikel silver sebagai

radiopasitas, namun akan mewarnai struktur gigi jika eksesnya tidak

dibersihkan secara sempurna pada kamar pulpa. Oleh karena itu terdapat

modifikasi formula yang tidak mewarnai gigi seperti yang ada di gambar.

Gambar. Komposisi siler berbasis zinc oxide eugenol


(Hargreaves dan Berman, 2016)

b. Keuntungan dan kerugian

 Keberhasilannya telah terbukti sejak lama

 Akan teresorbsi jika ekstrusi ke jaringan periradikular

 Setting lambat

 Dapat mewarnai struktur gigi

 Memiliki aktivitas antimicrobial

18
c. Manipulasi

 Konsistensi dibuat kental, dapat ditarik ke atas oleh spatula sebanyak 2-3

inci.

 Aplikasi menggunakan K File ukuran terakhir yang digunakan untuk

preparasi

 Sebaiknya sealer tidak berlebihan agar tidak mengakibatkan ekstrusi

(Hargreaves dan Berman, 2016)

2. Siler berbasis epoxy resin

a. Komposisi

AH-26 (DENTSPLY DeTrey, Konstanz, Germany) merupakan epoxy

resin-based sealer dengan slow-setting dan melepaskan formaldehid saat

setting. AH 26 memiliki komponen antara lain silver powder (10%), bismuth

trioxide (60%), titanium dioxide (5%), dan hexamethylene tetraine (25%),

yang akan dicampur membentuk konsistensi creamy tebal menggunakan

larutan bisphenol diglycidyl ether (100%). Radiopacifier pada AH 26 adalah

bismuth oxide.

AH Plus (DENTSPLY DeTrey) adalah modifikasi formula dari AH-26

yang tidak melepaskan formaldehid. AH Plus berbasis sistem epoxy-amine

dalam dua tube. Epoxide paste tube mengandung diepoxide (bisphenol A

diglycidyl ether) dan filler sebagai komponen utama, sedangkan amine paste

19
tube mengandung primary monoamine, secondary diamine, disecondary

diamine, silicone oil, dan fillers sebagai komponen utama.

Epoxide paste (paste A) Amine paste (paste B)


AH Diepoxide 1-adamantane amine
Plus Calcium tungstate N,N’-dibenzyl-5-oxa-nonandiamine-1,9
Zirconium oxide TCD-Diamine
Aerosil Calcium tungstate
Iron oxide Pigment Zirconium oxide
Aerosil
Silicone oil

Zirconium oxide dan calcium tungstate merupakan komponen yang

memberikan radiopasitas pada AH Plus. Radiopasitas adalah sifat yang sangat

penting untuk bahan sealing endodontic. Radiopasistas yang cukup

memungkinkan klinisi membedakan antara bahan dan struktur anantomis

disekitarnya serta untuk mengevaluasi kualitas obturasi. Standar internasional

yang dibutuhkan untuk radiopasistas minimal adalah 3.00 mm aluminium.

Radiopasitas dapat bervariasi meskipun klinisi masih menggunakan

sealer dari tube yang sama. Hal ini terjadi karena deposisi radiopacifier, yaitu

zirconium oxide dan calcium tungstate, pada ujung bawah tube sehingga

bagian atas tube memiliki jumlah radiopacifier yang lebih sedikit. Namun hal

ini tidak berpengaruh negative pada performa material setelah tercampur.

b. Keuntungan dan kerugian

20
 Tidak mengandung eugenol yang dinilai memiliki toksisitas tinggi

 AH 26 melepaskan formaldehid saat setting, oleh karena itu AH Plus hadir

sebagai perbaikan dan tidak melepaskan formaldehid

 Sealability sangat baik

 Mudah manipulasinya, tersedia dalam sediaan two-tube paste (paste A dan

paste B) dan mixing syringe

 terjadinya polymerization shrinkage yang dapat mempengaruhi kerapatan

apical

c. Manipulasi dan aplikasi klinis

 Konsistensi dibuat lebih encer dibandingkan siler berbasis zinc oxide

eugenol

 AH Plus memiliki adhesi yang lebih baik ke dentin intraradikular dengan

menjaga sedikit kelembaban di saluran akar

 Kelembaban saluran akar dicapai dengan cara mengeringkan saluran akar

menggunakan Luer-lock adapter secara low vacuum selama 5 detik

dilanjutkan dengan aplikasi satu paper point selama 1 detik

 Kelembaban penting agar bahan mencapai final set

 Jika saluran akar terlalu kering maka setting time akan lebih panjang

(Torabinejad dkk., 2015 dan Hargreaves dan Berman, 2016)

21
PASAK FIBER

Pasak fiber terdiri atas woven polyethylene dan glass atau carbon.

1. Carbon fiber post

Bentuk asli pasak tersebut dahulu berwarna hitam dan tidak estetik (Garg,

2014). Pasak serat karbon tidak dapat diklasifikasikan sebagai pasak khusus

estetika karena warnanya gelap dan masih terlihat di bawah semua restorasi

keramik atau komposit.

2. Glass fiber post

Fiber glass memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah (kekakuan lebih

rendah) dibandingkan fiber karbon (Perdigao, 2016).

Keuntungan pemakaian pasak fiber antara lain teknik cukup 1 kunjungan,

tidak ada biaya laboratoris, tidak ada korosi, mengurangi fraktur akar, tidak ada

alokasi ukuran orifice, lebih retentive, struktur gigi dapat dipertahankan, tidak ada

efek negative untuk estetik, resistensi terhadap fatigue tinggi (1440 MPa),

modulus elastisitas rendah, sehingga mirip dengan dentin: 18-42 GPa, jika terjadi

kegagalan mudah dibongkar, translusensi dari pasak fiber memberikan sifat

estetika yang sangat baik (Mishra dkk., 2015, Boncev, 2017).

Kerugian pasak fiber antara lain teknik yang digunakan sangat sensitive,

harus mengikuti protocol adesif yang benar sesuai instruksi pabrik, jika

dibandingkan dengan pasak custom maka pasak fiber memerlukan tambahan

preparasi saluran akar dan menghilangkan dentin di dalam saluran akar, terutama

ujung apikal akar (Mishra dkk., 2015, Boncev, 2017).

22
Urutan klinik prosedur penempatan pasak fiber dan inti resin komposit

ialah sebagai berikut:

1. Preparasi saluran pasak

Pengambilan dentin yang terlalu banyak saat preparasi dengan post drill akan

menyebabkan dinding saluran akar menjadi tipis dan kemudian akan

melemahkan gigi tersebut. Saluran akar kemudian dibilas dengan alkohol jika

sealer yang dgunakan pada perawatan saluran akar sebelumnya menggunakan

bahan yang mengandung eugenol.

2. Mempersiapkan pasak

Pasak di try-in ke dalam saluran akar sebelum dilakukan sementasi,

permukaan pasak dibersihkan terlebih dahulu dengan alcohol kemudian agen

bonding dioleskan pada permukaan dan secara ringan dikeringkan dengan

udara. Sebelumnya juga dapat diberikan silane.

3. Mempersiapkan saluran pasak

Paper point digunakan untuk mengeringkan saluran pasak. Agen bonding

dentin harus digunakan bila sementasi pasak dilakukan menggunakan semen

resin. Sikat mirko tipis yang panjang dapat digunakan untuk pengolesan agen

bonding. Paper point kemudian digunakan untuk mencegah agen bonding

menggenang di dalam saluran akar, setelah itu dilakukan penyinaran.

Sekarang ini banyak tesedia semen adhesive self-etching untuk sementasi

pasak fiber.

23
4. Sementasi pasak:

Pasak disementasi menggunakan semen resin aktivasi kimiawi atau dual

cured. Proses pemasangan pasak sebaiknya tidak dilakukan dengan agitasi

agar meminimalisir masuknya udara. Bila perlu, dilakukan penyinaran bahan

sementasi untuk menahan pasak selama proses polimerisasi.

5. Pembuatan inti

Mahkota inti dibuat menggunakan komposit resin dual cured atau

konvensional. Pastikan seluruh pasak tertutupi oleh komposit untuk mencegah

terserapnya air di antara pasak dan inti. Jika pasak perlu dikurangi panjangnya

sebaiknya dilakukan menggunakan diamond disc bur disertai air yang banyak

dan dilakukan sebelum pembuatan inti.

6. Preparasi mahkota: dapat dilakukan pada kunjungan yang sama

(Patel dan Barnes, 2013)

24
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, Kenneth .J., Phillips. 2003. Phillips’ science of dental material. St.Louis:
Elsevier Science (USA)
Ba-Hattab, R.; Al-Jamie, M; Aldreib, H.; et al., 2016, Calcium Hydroxide in
Endodontics: An Overview, Open Journal of Stomatology. 6: 274-289
https://www.researchgate.net/deref/http%3A%2F%2Fdx.doi.org
%2F10.4236%2Fojst.2016.612033Mishra, R., Shetty, V. S., C, V. F. D., &
Shetty, K. H. (2017). Evolution of Posts - From Rigidity to Flexibility, 6(5),
2671–2677 diunduh dari
https://pdfs.semanticscholar.org/20c7/b780e109009cc611795db45aeaa9d66fc8f
9.pdf
Bayne, S.C. and Thompson, J.Y., 2014, Biomaterials, dalam Heymann, H.O., Swift,
E.J., Ritter, A.V. (eds): Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry,
7th Ed., Elsevier, North Carolina

Bonchev, A., Radeva, E., & Tsvetanova, N. (2017). Fiber Reinforced Composite
Posts - A Review of Literature, 6(10), 1887–1893 diunduh dari
https://pdfs.semanticscholar.org/f234/5f540758cc1ba58acb3f3cfe231abb9da76
3.pdf
Hargreaves, K., & Berman, L. (2016). Cohen’s Pathways of the Pulp. In Elsevier
Saunders. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Perdigao, J. (2016). Fiber-Reinforced Resin Posts Fiber-Reinforced Resin Posts
(Fiber Posts). USA: Springer International Publishing diunduh dari
https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-319-15401-5_6
Prawitasari, Emmawati., Ratih, Diatri Nari., Siswomihardjo, Widowati. 2014.
Pengaruh Bahan Pencampur Kalsium Hidroksida Dengan Teknik Irigasi Agitasi
Terhadap Sisa Kalsium Hidroksida Pada Sepertiga Apikal Dinding Saluran
Akar (Penelitian Laboratoris). J Ked Gi, Vol. 5, No. 2, April 2014 diunduh dari
https://journal.ugm.ac.id/jkg/article/view/27843
Torabinejad, Mahmoud., Walton, Richard E., Fouad, Ahraf. 2015. Endodontics:
Principles and Practice, 5th ed. St. Louis: Saunders Elsevier Inc

25

Anda mungkin juga menyukai