Anda di halaman 1dari 40

Analisis Metabolit Sekuder Menggunakan KLT

Widya Pasha Citra Sari_22010318120013

ABSTRAK

Percobaan berjudul “Analisis Metabolit Sekunder Menggunakan KLT”. Praktikum bertujuan


untuk memahami dan mengetahui dasar pemisahan senyawa bahan alam dengan KLT. Metode
yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan,
sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk
berpisah ke dalam pelarut yang digunakan. Fase gerak (eluen) yang digunakan pada praktikum
yaitu etil asetat, heksana, metanol, kloroform, sebagai eluen tunggal ataupun campuran. Eluen
campuran yang digunakan yaitu Metanol : Kloroform (9,5 : 0,5) dan Kloroform : Metanol (9,5 :
0,5). Hasil yang diperoleh tanaman Anting-Anting (Acalypha australis) memiliki nilai Rf 0,764
dan 0,945 pada eluen etil asetat; 0,04 dan 0,12 pada eluen heksana; 0,898 pada eluen metanol;
0,073 pada eluen kloroform; 0,82 dan 0,94 pada eluen campuran metanol-kloroform (19:1) dan
0,12, 0,36, dan 0,48 pada eluen campuran kloroform-metanol (19:1). Tanaman Kemuning
(Murraya paniculata) memiliki nilai Rf 0,673 dan 0,959 pada eluen etil asetat; 0,064 dan 0,064
pada eluen heksana; 0,837 dan 0,959 pada eluen metanol; 0,054 pada eluen kloroform; 0,755
pada eluen campuran metanol-kloroform (19:1) dan 0,473; 0,545; 0,673; 0,709; 0,8 dan 0,873
pada eluen campuran kloroform-metanol (19:1). Tanaman Sambung Nyawa (Gynura
procumbens) memiliki nilai Rf 0,735 dan 0,959 pada eluen etil asetat; 0,09 dan 0,154 pada eluen
heksana; 0,755 pada eluen metanol; 0,122 pada eluen kloroform; 0,857 pada eluen campuran
metanol-kloroform (19:1) dan 0,12 dan 0,2 pada eluen campuran kloroform-metanol (19:1).

Kata kunci : KLT, Acalypha australis, Murraya paniculata, Gynura procumbens.

Praktikum Fitokimia (Acara II) 1


PENDAHULUAN

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan, metode ini
menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan
kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarya menggunakan
mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan
pengelusi di dalam wadah yang tertutup KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida- lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi
kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil1. Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi
dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan2.

Identifikasi secara kulitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis tipis
dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi
suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal dan
jarak tepi muka pelarut dari titik awal3. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu
pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan
senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran
yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa
yang lebih polar akan tertahan kuat padafasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah
mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya4. Nilai Rf dihitung menggunakan rumus berikut1 :

jarak tempuh komponen


Rf =
jarak tempuh eluen

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH 3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini
merupakan ester dari etanol dan asam asetat, berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma
khas. Etil asetat adalah eluen semi polar yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak

Praktikum Fitokimia (Acara II) 2


higroskopis. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini
tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam9.

Heksana adalah suatu senyawa hidrokarbon yang termasuk ke dalam kelompok alkana
dengan rumus kimia C6H14. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna
yang tidak larut dalam air (non-polar). N-heksana bersifat stabil dan mudah menguap, selektif
dalam melarutkan senyawa, mengekstraksi sejumlah kecil lilin serta dapat mengekstrak senyawa
yang memberikan efek wangi dalam jumlah besar10.

Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol – alkohol lain
seperti, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol sedikit larut dalam lemak
dan minyak. Titik didih metanol berada pada 64,7°C dengan panas pembentukan (cairan) –
239,03 kJ/mol pada suhu 25°C11.

Kloroform atau triklorometana mempunyai rumus molekul CHCl3. Pada tekanan dan suhu
normal merupakan cairan bening dan berbau karakteristik. Kloroform lebih dikenal karena
kegunaanya sebagai bahan pembius, walaupun pada kenyataannya kloroform lebih banyak
digunakan sebagai eluen non-polar di laboratorium atau industri12.

Menurut Saifudin5, tujuan dilakukan analisis metabolit menggunakan KLT adalah untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu ekstrak atau simplisia
suatu tanaman dan untuk mengetahui profil KLT dari ekstrak atau simplisia suatu tanaman yang
diteliti. Pengujian adanya senyawa- senyawa metabolit sekunder pada tanaman dapat dilakukan
dengan metode skrining fitokimia dan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Oleh karenanya,
pada praktikum ini dilakukan identifikasi metabolit sekunder pada tanaman anting- anting
(Acalypha australis), kemuning (Murraya paniculata), dan sambung nyawa (Gynura
procumbens).

METODE

Praktikum “Analisis Metabolit Sekunder Menggunakan KLT” ini dilaksanakan secara


online di Microsoft teams, pada saluran Praktikum farmakognosi dan fitokimia kelas A, pada
hari Jumat, 8 Mei 2020. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah lampu UV (λ 254 dan
365 nm), rotarievaporator, pipa kapiler, chamber, gunting, penggaris, pensil, peralatan gelas,
cawan porselin, hotplate. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebuk

Praktikum Fitokimia (Acara II) 3


simplisia tanaman (anting- anting (Acalypha australis), kemuning (Murraya paniculata), dan
sambung nyawa (Gynura procumbens)), etanol, etil asetat, heksana, metanol, kloroform, tissue,
lempeng KLT, asam sulfat 10%, dan penampak bercak spesifik (Dragendroff, Liberman
Burchard, AlCl3, dan uap ammonia).

Cara kerja analisis metabolit sekunder menggunakan KLT adalah dengan cara 10 gram
serbuk simplisia diekstraksi dengan 25 mL etanol secara maserasi selama 20 menit dan diambil
filtrate dengan cara disaring dan dipekatkan filtrate dengan rotarievoporator. Selanjutnya, ekstrak
simplisia ditotolkan pada jarak 1 cm dari dasar lempeng, dengan jarak antar sampel sebesar 0,7
cm. Penotolan dilakukan menggunakan pipet kapiler dengan diameter penotolan kurang lebih 2
mm. Sampel yang telah ditotolkan pada lempeng kemudian dielusikan di dalam chamber yang
telah dijenuhkan selama 30 menit dengan eluen (berupa pelarut tunggal atau campuran pelarut).
Setelah itu, elusi dilakukan sampai jarak 1 cm dari batas atas lempeng KLT, setelah itu lempeng
diangkat. Lalu, lempeng KLT dikeringkan, diamati bercak yang muncul dibawah sinar tampak,
lampu UV, pada panjang gelombang 245 nm dan 365 nm. Selanjutnya lempeng KLT disemprot
dengan asam sulfat 10%, kemudian dipanaskan diatas hotplate dan diamati perubahan warna
yang terjadi. Kemudian dihitung Rf dari senyawa yang telah dipisahkan dan diidentifikasi
golongan senyawanya berdasarkan perubahan warna yang terbentuk. Gunakan penampak bercak
spesifik (Dragendroff, Liberman Burchard, AlCl3, dan uap ammonia) untuk menentukan
golongan kimia setiap noda kromatogram KLT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada acara praktikum kedua Fitokimia, dilaksanakan praktikum yang berjudul “Analisis
Metabolit Sekunder Menggunakan KLT”. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Mei
2020, di Microsoft Teams channel Praktikum Farmakognosi dan Fitokimia Kelas A. Tujuan dari
praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengetahui dasar pemisahan
senyawa bahan alam dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Alat yang digunakan pada
praktikum ini yaitu lampu UV (λ 254 dan 365 nm), rotarievaporator, pipa kapiler, chamber,
gunting, penggaris, pensil, peralatan gelas, cawan porselin, hotplate. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah sebuk simplisia tanaman (anting- anting (Acalypha
australis), kemuning (Murraya paniculata), dan sambung nyawa (Gynura procumbens)), etanol,
Praktikum Fitokimia (Acara II) 4
etil asetat, heksana, metanol, kloroform, tissue, lempeng KLT, asam sulfat 10%, dan penampak
bercak spesifik (Dragendroff, Liberman Burchard, AlCl3, dan uap ammonia). Menurut Gandjar1,
kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan
fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis
kromatografi analitik. Menurut Sudarmadji2, prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana
adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan.

Cara kerja analisis metabolit sekunder menggunakan KLT adalah dengan cara 10 gram
serbuk simplisia diekstraksi dengan 25 mL etanol secara maserasi selama 20 menit. Menurut
Ningsih6, ekstraksi bertujuan untuk memisahkan komponen aktif menggunakan pelarut tertentu.
Pemilihan proses ekstraksi menggunakan metode maserasi yaitu dikarenakan metode maserasi
memiliki beberapa kelebihan antara lain alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan
bejana perendaman tetapi menghasilkan produk yang baik, selain itu dengan teknik ini zat-zat
yang tidak tahan panas tidak akan rusak. Filtrate yang diperoleh diambil dengan cara disaring
dan dipekatkan filtrate dengan rotarievoporator. Menurut Wulandari13, penyaringan dapat
memperbaiki kromatogram yang dihasilkan dan mempermudah penotolan sampel karena dapat
memisahkan analit dari partikel-partikel yang ada dalam larutan sampel. Menurut Khunaifi14,
tujuan pemekatan adalah memekatkan ekstrak dan memisahkan antara pelarut dan senyawa aktif.
Selanjutnya, ekstrak simplisia ditotolkan pada jarak 1 cm dari dasar lempeng, dengan jarak antar
sampel sebesar 0,7 cm. Menurut Harborne7, tujuan pemberian garis batas atas dan batas bawah
masing- masing 1 cm adalah untuk mempermudah penotolan dan mengetahui jarak pelarut yang
ditempuh sehingga mempermudah dalam perhitungan Rf. Penotolan dilakukan menggunakan
pipet kapiler dengan diameter penotolan kurang lebih 2 mm. Menurut Khunaifi14, jika sampel
yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Sampel yang telah ditotolkan
pada lempeng kemudian dielusikan di dalam chamber yang telah dijenuhkan selama 30 menit
dengan eluen (berupa pelarut tunggal atau campuran pelarut). Menurut Ditjen POM25,
Penjenuhan chamber dilakukan dengan melapisi dinding bagian dalam
chamber kromatografi dengan kertas saring, sekurang-kurangnya setengah keliling chamber dan
hampir mencapai bagian atas bejana. Setelah itu sejumlah eluen dimasukkan ke dalam chamber
kromatografi hingga tinggi permukaan eluen dalam chamber lebih kurang 2 cm. Tutup rapat
chamber dan biarkan hingga seluruh isi chamber jenuh dengan uap eluen, yang ditunjukkan oleh

Praktikum Fitokimia (Acara II) 5


terbasahinya seluruh permukaan kertas saring pada dinding bagian dalam chamber oleh eluen.
Menurut Harborne7, tujuan penjenuhan chamber yaitu untuk menghilangkan uap air atau gas lain
yang mengisi fase penyerap yang akan menghalangi laju eluen. Setelah itu, elusi dilakukan
sampai jarak 1 cm dari batas atas lempeng KLT, setelah itu lempeng diangkat. Menurut
Harborne7, tujuan diberi batas atas adalah untuk mengakhiri proses elusi yang ditandai bahwa
migrasi eluen sampai tanda batas. Lalu, lempeng KLT dikeringkan, diamati bercak yang muncul
dibawah sinar tampak, lampu UV, pada panjang gelombang 245 nm dan 365 nm. Menurut Ditjen
POM8, mengamati lempeng dibawah lampu UV yang dipasang pada panjang gelombang  254 nm
(panjang gelombang pendek) atau 365 nm (panjang gelombang panjang) adalah untuk
menampakkan solute sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berflurosensi terang pada dasar
yang berfluorosensi seragam. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak dapat
memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan bercak yang gelap.
Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada
pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu
UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
aiksokrom yang ada pada noda. Selanjutnya lempeng KLT disemprot dengan asam sulfat 10%,
kemudian dipanaskan diatas hotplate dan diamati perubahan warna yang terjadi. Menurut
Gritten26, penggunaan asam sulfat 10% ditujukan sebagai pereaksi penampak noda, asam sulfat
memiliki sifat mengoksidasi sehingga noda yang tidak tampak pada lampu UV akan menjadi
tampak pada penyemprotan asam sulfat, ini terjadi karena struktur dari komponen kimianya
dipecah (gugus kromofornya dirusak) sehingga ikatan berubah serta menyebabkan panjang
gelombangnya berubah. Menurut Gandjar1, penyemprotan lempeng KLT dengan asam sulfat
pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan adalah untuk mengoksidasi solute- solute organic
yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat- coklatan. Kemudian dihitung Rf dari
senyawa yang telah dipisahkan dan diidentifikasi golongan senyawanya berdasarkan perubahan
warna yang terbentuk. Menurut Ewing4, nilai Rf digunakan untuk mengidentifikasi adanya
perbedaan senyawa dalam sampel. Gunakan penampak bercak spesifik (Dragendroff, Liberman
Burchard, AlCl3, dan uap ammonia) untuk menentukan golongan kimia setiap noda kromatogram
KLT. Menurut Khunaifi14, identifikasi dengan penampak bercak spesifik dimaksudkan agar

Praktikum Fitokimia (Acara II) 6


dapat mengetahui golongan metabolit sekunder yang terkandung. Menurut Wulandari 13,
perlakuan penambahan pereaksi penampak noda dengan penyemprotan atau pencelupan
terkadang diperlukan untuk menghasilkan turunan senyawa yang berwarna atau berfluoresensi.
Pereaksi Dragendorff dapat digunakan untuk memvisualisasikan berbagai senyawa kecuali
senyawa yang mengandung nitrogen organik. Uap ammonia sering digunakan bersama dengan
pereaksi lain untuk meningkatkan kontras antara pemisahan noda analit dan lempeng latar
belakang.

Menurut Gandjar1, Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh
hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.
Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak
maka akan menurunkan resolusi. Semakin tepat posisi penotolan dan kecepatan penotolan
semakin baik kromatogram yang dihasilkan. Penotolan sampel yang tidak tepat akan
menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas,
volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang akan ditotolkan
lebih besar dari 2-10 μl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan
pengeringan antar totolan. Sebelum aplikasi sampel pada lempeng KLT, posisi awal penotolan
diberi tanda berupa titik dengan pensil dan akhir elusi ditandai berupa garis. Untuk aplikasi
manual, terdapat beberapa alat penotolan sampel seperti pipet Eppendorf dengan syringe 10 µl,
Microcapillary 5µl dengan holder, pipet aplikasi (50µl), Microcapllary 1-µl dengan holder, dan
Unimetric syringe (50µl). Alat aplikasi manual yang paling banyak digunakan adalah pipet
mikro kapiler (microcaps). Mikro kapiler digunakan dengan cara mencelupkan pipet kapiler
mikro, larutan secara otomatis akan mengisi ruang dalam pipet mikro kapiler. Setelah terisi
tempelkan pipet pada permukaan lempeng KLT maka larutan sampel akan berpindah dari pipet
kapiler menuju sorben lempeng KLT

NO ELUEN TANAMAN JARAK JARAK NILAI RF


ELUEN NODA (cm)
(cm)
1. Etil Asetat a. Anting-Anting 5,5 a. 4,2 a. 0,764
10 L b. 5,2 b. 0,945
b. Kemuning 4,9 a. 3,3 a. 0,673
b. 4,7 b. 0,959

Praktikum Fitokimia (Acara II) 7


c. Sambung Nyawa 4,9 a. 3,6 a. 0,735
b. 4,7 b. 0,959
2. Heksana a. Anting-Anting 5 a. 0,2 a. 0,04
6 mL b. 0,6 b. 0,12
b. Kemuning 5,5 a. 0,35 a. 0,064
b. 0,35 b. 0,064
c. Sambung Nyawa 5,5 a. 0,5 a. 0,09
b. 0,85 b. 0,154
3. Metanol a. Anting-Anting 4,9 4,4 0,898
b. Kemuning 4,9 a. 4,1 a. 0,837
6 mL
b. 4,7 b. 0,959
c. Sambung Nyawa 4,9 3,7 0,755
4. Kloroform a. Anting-Anting 5,5 0,4 0,073
b. Kemuning 5,5 0,3 0,054
10 L

c. Sambung Nyawa 4,9 0,6 0,122

5. Metanol (9,5 a. Anting-Anting 5 a. 4,1 a. 0,82


mL) + b. 4,7 b. 0,94
b. Kemuning 5,3 4 0,755
Kloroform
(0, 5 mL)
c. Sambung Nyawa 4,9 4,2 0,857

6. Kloroform a. Anting-Anting 5 a. 0,6 a. 0,12


(9,5 mL) + b. 1,8 b. 0,36
Metanol (0,5 c. 2,4 c. 0,48
b. Kemuning 5,5 a. 2,6 a. 0,473
mL)
b. 3 b. 0,545
c. 3,7 c. 0,673
d. 3,9 d. 0,709
e. 4,4 e. 0,8
f. 4,8 f. 0,873
c. Sambung Nyawa 5 a. 0,6 a. 0,12
b. 1 b. 0,2

Praktikum Fitokimia (Acara II) 8


Menurut penelitian Nugroho23, senyawa yang terkandung dalam simplisia anting- anting
adalah positif Flavonoid dengan Rf standar 0,64 dan eluen yang digunakan n-butanol:asam
asetat:air (4:1:5 v/v); simplisia anting- anting positif saponin dengan Rf standar 0,76 dan
eluen yang digunakan kloroform:methanol (95:5 v/v). Menurut penelitian Dwi 20, senyawa
yang terkandung dalam simplisia kemuning adalah positif golongan alcohol dan keton dengan
Rf standar 0,68 dan eluen yang digunakan adalah eluen etil asetat; simplisia kemuning positif
terpen dengan Rf standar 0,70 dan eluen yang digunakan adalah eluen etil asetat. Menurut
penelitian Musanti24, senyawa yang terkandung dalam simplisia sambung nyawa adalah
positif flavonoid dengan Rf standar 0,80 dan eluen yang digunakan kloroform:n-heksana
(9:4). Beberapa nilai Rf yang didapatkan dalam pengujian tidak sesuai dengan literature
dikarenakan menurut Nugroho23, terdapat perbedaan kepolaran eluen yang digunakan dan
jenis senyawanya.
A. Pelarut Etil Asetat
Pada praktikum ini dilakukan analisis senyawa metabolit sekunder menggunakan KLT
dengan pelarut etil asetat. Menurut Chang9, etil asetat merupakan ester dari etanol dan asam
asetat, berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat adalah pelarut semi
polar yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Kelarutannya
meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air
yang mengandung basa atau asam.
Hasil yang didapatkan berupa noda atau bercak pada plat KLT yang digunakan untuk
menghitung nilai Rf. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang terlihat pada simplisia Anting-
Anting (Acalypha australis) yaitu 0,764 dan 0,945. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang
terlihat pada simplisia Kemuning (Murraya paniculata) yaitu 0,673 dan 0,959 dan nilai Rf
pada simplisia Sambung Nyawa (Gynura procumbens) yaitu 0,735 dan 0,959. Hasil nilai Rf
yang diperoleh menunjukkan tingkat kepolaran dari senyawa yang terkandung dalam
simplisia. Analisis KLT dengan eluen etil asetat menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Rf
yang didapatkan maka senyawa semakin bersifat semi polar atau non polar. Hal ini
dikarenakan apabila senyawa bersifat semi polar atau non polar maka akan lebih kuat
berikatan dengan eluen dibandingkan dengan plat. Apabila senyawa lebih kuat berikatan
dengan eluen maka senyawa akan menempuh jarak yang semakin tinggi sehingga nilai Rf
yang diperoleh akan semakin besar. Menurut Ewing4, nilai Rf KLT yang bagus berkisar antara

Praktikum Fitokimia (Acara II) 9


0,2 - 0,8. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara
0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Analisis dengan eluen etil asetat, apabila diperoleh
nilai Rf terlalu tinggi, maka harus dilakukan adalah meningkatkan kepolaran eluen (etil
asetat), dan sebaliknya. Berdasarkan hasil nilai Rf yang didapat, pada noda 2 tanaman Anting-
Anting (Acalypha australis), pada noda 2 tanaman Kemuning (Murraya paniculata), dan pada
noda 2 tanaman Sambung Nyawa (Gynura procumbens) memiliki niai Rf diluar range
penerimaan.
- Anting-Anting (Acalypha australis)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan
cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV
dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda 1 terjadi tailing sedangkan pada noda 2 terjadi
leading. Menurut Wulandari13, bila noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat
dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen.
Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih
rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisa metabolit sekunder pada simplisia Anting-Anting
(Acalypha australis) menggunakan KLT dengan eluen etil asetat yaitu berupa nilai Rf
sebesar 0,764 dan 0,945. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung memiliki sifat semi polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena
senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut penelitian
Ekarista19, ekstrak etanol simplisia Anting-Anting (Acalypha australis) positif alkaloid
dan triterpen dengan nilai Rf 0,19. Hasil nilai Rf pada praktikum tidak sesuai dengan

Praktikum Fitokimia (Acara II) 10


literature. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga
nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus
berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa Rf noda 2
tidak memenuhi range penerimaan nilai Rf yang bagus karena terlalu tinggi. Untuk
memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan meningkatkan kepolaran dari eluen etil
asetat sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan
cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV
dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada kedua noda 1 dan 2 terjadi tailing. Menurut Wulandari 13,
bila noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
(Murraya paniculata) dengan KLT menggunakan eluen etil asetat memiliki nilai Rf
sebesar 0,673 dan 0,959. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung memiliki sifat semi polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena
senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Dwi20,
ekstrak etanol daun kemuning pada lempeg KLT yang disinari dengan panjang
gelombang 254 nm memiliki nilai Rf 0,45 ; 0,58 ; 0,62 ; 0,67; 0,68; 0,70. Menurut
Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak

Praktikum Fitokimia (Acara II) 11


antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2
- 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa Rf noda 2 tidak memenuhi
range penerimaan karena terlalu tinggi. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan
dengan meningkatkan kepolaran dari eluen etil asetat sehingga nilai Rf yang didapatkan
dapat masuk dalam range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik
tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan
bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar
(memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada
pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda 1 terbentuk pita sedangkan pada noda 2 bebentuk
bulat namun tidak simetris. Menurut Wulandari13, bila noda yang dihasilkan belum
bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa sehingga
merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan pelarut dengan
kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa (Gynura procumbens) dengan KLT menggunakan eluen etil asetat memiliki nilai
Rf sebesar 0,735 dan 0,959. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung memiliki sifat semi polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena
senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4,
daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-
0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8.
Hasil nilai Rf yang diperoleh pada noda 2 menunjukkan bahwa tidak memenuhi range

Praktikum Fitokimia (Acara II) 12


penerimaan karena terlalu tinggi. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepolaran dari eluen etil asetat sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat
masuk dalam range penerimaan.
B. Pelarut Heksana
Pada praktikum ini dilakukan analisis senyawa metabolit sekunder menggunakan KLT
dengan pelarut heksana. Menurut Munawaroh10, dalam keadaan standar senyawa heksana
merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air (non-polar). N-heksana bersifat
stabil dan mudah menguap, selektif dalam melarutkan senyawa, mengekstraksi sejumlah kecil
lilin serta dapat mengekstrak senyawa yang memberikan efek wangi dalam jumlah besar.
Hasil yang diperoleh berupa noda atau bercak pada plat KLT yang selanjutnya digunakan
sebagai data pada perhitungan nilai Rf. Nilai Rf yang diperoleh dari dua bercak yang terlihat
pada simplisia Anting-Anting yaitu 0,04 dan 0,12. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang
terlihat pada simplisia Kemuning yaitu 0,064 dan 0,064. Sedangkan nilai Rf yang diperoleh
dari dua bercak yang terlihat pada simplisia Sambung Nyawa yaitu 0,09 dan 0,154. Hasil nilai
Rf yang diperoleh menunjukkan tingkat kepolaran dari senyawa yang terkandung dalam
simplisia. Analisis KLT dengan eluen heksana menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Rf
yang didapatkan maka senyawa semakin bersifat non polar. Hal ini dikarenakan apabila
senyawa bersifat non polar maka akan lebih kuat berikatan dengan eluen dibandingkan
dengan plat. Apabila senyawa lebih kuat berikatan dengan eluen maka senyawa akan
menempuh jarak yang semakin tinggi sehingga nilai Rf yang diperoleh akan semakin besar.
Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 -
0,8. Analisis dengan eluen heksana, apabila diperoleh nilai Rf terlalu tinggi, maka harus
dilakukan adalah meningkatkan kepolaran eluen (heksana), dan sebaliknya. Berdasarkan hasil
nilai Rf yang didapat, semua noda yang memiliki nilai Rf diluar range penerimaan.
- Anting- Anting (Acalypha australis)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat

Praktikum Fitokimia (Acara II) 13


KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan
cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV
dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda 1 dan 2 berbentuk bulatan, namun terapat
penumpukan. Menurut Wulandari13, bila noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat
dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen.
Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih
rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Anting-Anting
menggunakan KLT dengan eluen heksana yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,04 dan 0,12.
Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat
polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat
dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus
diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk
memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan menurunkan kepolaran dari eluen heksana
sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan

Praktikum Fitokimia (Acara II) 14


cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV
dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda terjadi leading. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
menggunakan KLT dengan eluen heksana yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,064 dan 0,064.
Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat
polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat
dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus
diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk
memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan menurunkan kepolaran dari eluen heksana
sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan
cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV
dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda.

Praktikum Fitokimia (Acara II) 15


Hasil yang didapatkan pada kedua terjadi tailing. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa menggunakan KLT dengan eluen heksana yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,09 dan
0,154. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki
sifat polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat
dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus
diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk
memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan menurunkan kepolaran dari eluen heksana
sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
C. Pelarut Metanol
Pada praktikum ini dilakukan analisis senyawa metabolit sekunder menggunakan KLT
dengan pelarut methanol. Menurut Winarso11, metanol merupakan cairan polar yang dapat
bercampur dengan air, alkohol–alkohol lain seperti, ester, keton, eter, dan sebagian besar
pelarut organik. Metanol sedikit larut dalam lemak dan minyak. Titik didih metanol berada
pada 64,7°C dengan panas pembentukan (cairan) –239,03 kJ/mol pada suhu 25°C.

Hasil yang diperoleh berupa noda atau bercak pada plat KLT yang selanjutnya
digunakan sebagai data pada perhitungan nilai Rf. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang
terlihat pada simplisia Anting-Anting yaitu 0,898. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang
terlihat pada simplisia Kemuning yaitu 0,837 dan 0,959. Sedangkan nilai Rf yang diperoleh
dari bercak yang terlihat pada simplisia Sambung Nyawa yaitu 0,755. Hasil nilai Rf yang
diperoleh menunjukkan tingkat kepolaran dari senyawa yang terkandung dalam simplisia.
Analisis KLT dengan eluen metanol menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Rf yang
didapatkan maka senyawa semakin bersifat polar. Hal ini dikarenakan apabila senyawa
bersifat polar maka akan lebih kuat berikatan dengan eluen dibandingkan dengan plat.
Apabila senyawa lebih kuat berikatan dengan eluen maka senyawa akan menempuh jarak

Praktikum Fitokimia (Acara II) 16


yang semakin tinggi sehingga nilai Rf yang diperoleh akan semakin besar. Menurut Ewing 4,
daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Analisis
dengan eluen metanol, apabila diperoleh nilai Rf terlalu tinggi, maka harus dilakukan adalah
mengurangi kepolaran eluen (metanol), dan sebaliknya. Berdasarkan hasil nilai Rf yang
didapat, hanya pada noda tanaman Sambung Nyawa yang memiliki nilai Rf bagus, noda
yang lain memiliki nilai Rf diluar range penerimaan.
- Anting- Anting (Acalypha australis)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik
tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan
bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar
(memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada
pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila noda yang
dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam
atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan
pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Anting-Anting
menggunakan KLT dengan eluen metanol yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,898. Nilai Rf
yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat polar.
Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat dengan
eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur
sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh

Praktikum Fitokimia (Acara II) 17


menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu tinggi. Untuk
memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan mengurangi kepolaran eluen (metanol)
sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik
tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan
bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar
(memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada
pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila noda yang
dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam
atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan
pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
menggunakan KLT dengan eluen metanol yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,837 dan
0,959. Menurut penelitian Adfa21, hasil analisis KLT pada ekstrak metanol simplisia
daun kemuning dengan eluen metanol terdapat senyawa flavonoid, dimana pada
penyinaran lampu UV 254 nm terlihat satu noda berfluoresensi kuning dengan nilai Rf
0,72. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki
sifat polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat
dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus
diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu tinggi. Untuk

Praktikum Fitokimia (Acara II) 18


memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan mengurangi kepolaran eluen (metanol)
sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik
tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan
bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar
(memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada
pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila noda yang
dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam
atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan
pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa menggunakan KLT dengan eluen metanol yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,755.
Menurut penelitian Abrika22, ekstrak metanol simplisia daun sambung nyawa dengan
eluen metanol, terdeteksi 7 noda pada peredaman dibawah sinar UV 365 nm. 7 noda
tersebut memiliki warna yang berbeda, diantaranya 3 noda berwarna biru, 2 berwarna
hijau kekuningan, dan 2 noda berwarna merah. Noda-noda tersebut berada pada nilai Rf
0,1-0,4. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung
memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan
lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4, daya elusi fase
gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf
yang diperoleh menunjukkan bahwa memenuhi range penerimaan.

Praktikum Fitokimia (Acara II) 19


D. Pelarut Kloroform
Pada praktikum ini dilakukan analisis senyawa metabolit sekunder menggunakan KLT
dengan pelarut kloroform. Menurut Amonette12, Kloroform atau triklorometana pada tekanan
dan suhu normal merupakan cairan bening dan berbau karakteristik. Kloroform lebih dikenal
karena kegunaanya sebagai bahan pembius, walaupun pada kenyataannya kloroform lebih
banyak digunakan sebagai eluen non-polar di laboratorium atau industri.
Hasil yang didapatkan berupa noda atau bercak pada plat KLT yang digunakan untuk
menghitung nilai Rf. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang terlihat pada simplisia Anting-
Anting (Acalypha australis) yaitu 0,073. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang terlihat
pada simplisia Kemuning (Murraya paniculata) yaitu 0,054 dan nilai Rf pada simplisia
Sambung Nyawa (Gynura procumbens) yaitu 0,122. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan tingkat kepolaran dari senyawa yang terkandung dalam simplisia. Analisis KLT
dengan eluen kloroform menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Rf yang didapatkan maka
senyawa semakin bersifat non polar. Hal ini dikarenakan apabila senyawa bersifat non polar
maka akan lebih kuat berikatan dengan eluen dibandingkan dengan plat. Apabila senyawa
lebih kuat berikatan dengan eluen maka senyawa akan menempuh jarak yang semakin tinggi
sehingga nilai Rf yang diperoleh akan semakin besar. Menurut Ewing4, nilai Rf KLT yang
bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga
nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Analisis dengan eluen
kloroform, apabila diperoleh nilai Rf terlalu tinggi, maka harus dilakukan adalah
meningkatkan kepolaran eluen (kloroform), dan sebaliknya. Berdasarkan hasil praktikum nilai
Rf yang diperoleh, pada ketiga ekstrak simplisia memiliki nilai Rf diluar range penerimaan.
- Anting-Anting (Acalypha australis)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang

Praktikum Fitokimia (Acara II) 20


berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan
cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV
dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda terjadi leading. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisa metabolit sekunder pada simplisia Anting-Anting
(Acalypha australis) menggunakan KLT dengan eluen kloroform yaitu berupa nilai Rf
sebesar 0,073. Menurut penelitian Rahma15, uji simplisia anting-anting menggunakan
KLT dengan eluen kloroform positif senyawa alkaloid dengan nilai Rf 0,21 ; 0,30 ;
0,36 ; 0,41 ; 0,77 ; 0,81 ; dan 0,92. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa
senyawa yang terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan
karena senyawa berikatan lebih kuat dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut
Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2
- 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak memenuhi range
penerimaan karena terlalu rendah. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepolaran dari eluen kloroform sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat
masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan

Praktikum Fitokimia (Acara II) 21


cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV
dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi tailing. Menurut Wulandari 13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
(Murraya paniculata) dengan KLT menggunakan eluen kloroform memiliki nilai Rf
sebesar 0,054. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung
memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena senyawa berikatan
lebih kuat dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut penelitian Kusumo17,
ekstrak simplisia Kemuning (Murraya paniculata) dengan eluen etil asetat: kloroform:
asam asetat 10% (15:5:2) positif mengandung senyawa tannin yang terletak pada nilai
Rf 0,65 dengan noda berwarna hijau kuning. Menurut penelitian Adfa 21, menganalisis
ekstrak methanol kemuning menggunakan KLT dengan fase gerak kloroform positif
flavonoid dengan nilai Rf 0,10. Hasil nilai Rf pada praktikum yang didapat tidak sesuai
dengan literature. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa
sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT
yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa
tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk memperbaiki nilai Rf
dapat dilakukan dengan meningkatkan kepolaran dari eluen kloroform sehingga nilai Rf
yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik
tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga

Praktikum Fitokimia (Acara II) 22


menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan
bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar
(memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada
pada noda.

Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi tailing. Menurut Wulandari 13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa (Gynura procumbens) dengan KLT menggunakan eluen kloroform memiliki
nilai Rf sebesar 0,122. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena
senyawa berikatan lebih kuat dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut Ewing4,
daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-
0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8.
Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan
karena terlalu rendah. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepolaran dari eluen kloroform sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat
masuk dalam range penerimaan.
E. Pelarut Metanol (9,5 mL) + Kloroform (0, 5 mL)
Analisis senyawa metabolit sekunder dengan KLT menggunakan eluen campuran,
yaitu metanol dan kloroform dengan perbandingan 9,5 mL : 0,5 mL dimaksudkan untuk
memodifikasi dari kepolaran eluen. Penggunaan eluen campuran ini dimaksudkan agar
diperoleh hasil yang lebih bagus dengan memodifikasi kepolaran dari eluen. Menurut
Rahma15, eluen metanol memiliki nilai konstanta dielektrik 33,6 dan eluen kloroform
memiliki nilai konstanta dielektrik 4,81. Semakin tinggi nilai konstanta dielektik, maka
pelarut akan semakin bersifat polar. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa campuran eluen dari metanol dan kloroform dengan perbandingan 9,5
mL : 0,5 mL bersifat polar karena komposisi dari metanol yang lebih banyak.

Praktikum Fitokimia (Acara II) 23


Hasil yang diperoleh berupa noda atau bercak pada plat KLT yang selanjutnya
digunakan sebagai data pada perhitungan nilai Rf. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak
yang terlihat pada simplisia Anting-Anting yaitu 0,82 dan 0,94 . Nilai Rf yang diperoleh
dari bercak yang terlihat pada simplisia Kemuning yaitu 0,755. Sedangkan nilai Rf yang
diperoleh dari bercak yang terlihat pada simplisia Sambung Nyawa yaitu 0,857. Hasil
nilai Rf yang diperoleh menunjukkan tingkat kepolaran dari senyawa yang terkandung
dalam simplisia. Analisis KLT dengan eluen metanol : kloroform (19;1) menunjukkan
bahwa semakin tinggi nilai Rf yang didapatkan maka senyawa semakin bersifat polar.
Hal ini dikarenakan apabila senyawa bersifat polar maka akan lebih kuat berikatan
dengan eluen dibandingkan dengan plat. Apabila senyawa lebih kuat berikatan dengan
eluen maka senyawa akan menempuh jarak yang semakin tinggi sehingga nilai Rf yang
diperoleh akan semakin besar. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur
sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Analisis dengan eluen metanol :
kloroform (9,5 ml : 0,5 ml), apabila diperoleh nilai Rf terlalu tinggi, maka harus
dilakukan adalah menurunkan kepolaran eluen dengan menambahkan komposisi dari
kloroform, dan sebaliknya. Berdasarkan hasil nilai Rf yang didapat, pada noda 1 dan 2
tanaman Anting-Anting dan noda tanaman Sambung Nyawa memiliki nilai Rf diluar
range penerimaan.

- Anting- Anting (Acalypha australis)


Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan
lempeng yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat
pada plat KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin
aromatik tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk
menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak
berpendar (memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena

Praktikum Fitokimia (Acara II) 24


adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda terjadi leading. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisa metabolit sekunder pada simplisia Anting-
Anting (Acalypha australis) menggunakan KLT dengan eluen methanol : kloroform
(19:1) yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,82 dan 0,94. Nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang
cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen
dibandingkan dengan plat. Menurut penelitian Supratman16, ekstrak kloroform
simplisia Anting-Anting (Acalypha australis) positif tannin dengan nilai Rf 0,73. Hasil
nilai Rf pada praktikum tidak sesuai dengan literature. Menurut Ewing4, daya elusi
fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai
Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena
terlalu tinggi. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan menurunkan
kepolaran dari eluen dengan menambahkan komposisi dari kloroform sehingga nilai
Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan
lempeng yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat
pada plat KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin
aromatik tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk
menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak

Praktikum Fitokimia (Acara II) 25


berpendar (memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda 1 berbentuk bulatan tidak simetris sedangkan
pada noda 2 terjadi leading. Menurut Wulandari13, bila noda yang dihasilkan belum
bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa
sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan pelarut
dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
(Murraya paniculata) dengan KLT menggunakan eluen metanol : kloroform (19:1)
memiliki nilai Rf sebesar 0,755. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa
yang terkandung memiliki sifat yang lebih condong ke polar. Menurut Ewing4, daya
elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil
nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai Rf memenuhi range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan
lempeng yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat
pada plat KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin
aromatik tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk
menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak
berpendar (memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda.
Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi leading. Menurut Wulandari13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan

Praktikum Fitokimia (Acara II) 26


menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa (Gynura procumbens) dengan KLT menggunakan eluen metanol : kloroform
(19:1) memiliki nilai Rf sebesar 0,857. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa
senyawa yang terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan
karena senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut
Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara
0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak memenuhi range
penerimaan karena terlalu tinggi. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan
menurunkan kepolaran dari eluen dengen menambahkan komposisi dari kloroform
sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
F. Pelarut Kloroform (9,5 mL) dan Metanol (0,5 mL)
Analisis senyawa metabolit sekunder dengan KLT menggunakan eluen campuran,
yaitu kloroform dan metanol dengan perbandingan 9,5 mL : 0,5 mL dimaksudkan untuk
memodifikasi dari kepolaran eluen. Penggunaan eluen campuran ini dimaksudkan agar
diperoleh hasil yang lebih bagus dengan memodifikasi kepolaran dari eluen. Menurut
Rahma15, eluen metanol memiliki nilai konstanta dielektrik 33,6 dan eluen kloroform
memiliki nilai konstanta dielektrik 4,81. Semakin tinggi nilai konstanta dielektik, maka
pelarut akan semakin bersifat polar. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa campuran eluen dari kloroform dan metanol dengan perbandingan
9,5 mL : 0,5 mL bersifat non polar karena komposisi dari metanol yang lebih banyak.
Hasil yang diperoleh berupa noda atau bercak pada plat KLT yang selanjutnya
digunakan sebagai data pada perhitungan nilai Rf. Nilai Rf yang diperoleh dari dua
bercak yang terlihat pada simplisia Anting-Anting yaitu 0,12; 0,36; 0,48 . Nilai Rf yang
diperoleh dari bercak yang terlihat pada simplisia Kemuning yaitu 0,473; 0,545; 0,673;
0,709; 0,8; 0,873 . Sedangkan nilai Rf yang diperoleh dari dua bercak yang terlihat pada
simplisia Sambung Nyawa yaitu 0,12 dan 0,2. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan
tingkat kepolaran dari senyawa yang terkandung dalam simplisia. Analisis KLT dengan
eluen kloroform : metanol (19:1) menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Rf yang

Praktikum Fitokimia (Acara II) 27


didapatkan maka senyawa semakin bersifat non polar. Hal ini dikarenakan apabila
senyawa bersifat non polar maka akan lebih kuat berikatan dengan eluen dibandingkan
dengan plat. Apabila senyawa lebih kuat berikatan dengan eluen maka senyawa akan
menempuh jarak yang semakin tinggi sehingga nilai Rf yang diperoleh akan semakin
besar. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai
Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar
antara 0,2 - 0,8. Analisis dengan eluen kloroform : metanol (19 : 1), apabila diperoleh
nilai Rf terlalu tinggi, maka harus dilakukan adalah meningkatkan kepolaran eluen
dengan menambahkan komposisi dari metanol, dan sebaliknya. Berdasarkan hasil nilai Rf
yang didapat, pada noda 1 tanaman Anting- Anting, pada noda 6 tanaman Kemuning dan
noda 1 tanaman Sambung Nyawa memiliki nilai Rf diluar range penerimaan.
- Anting- Anting (Acalypha australis)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan
lempeng yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat
pada plat KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin
aromatik tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk
menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak
berpendar (memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada noda terjadi tailing. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisa metabolit sekunder pada simplisia Anting-
Anting (Acalypha australis) menggunakan KLT dengan eluen kloroform : methanol

Praktikum Fitokimia (Acara II) 28


(19:1) yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,12; 0,36; dan 0,48. Nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang
cukup rendah diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat dengan plat
dibandingkan dengan eluen. Menurut penelitian Husna18, ekstrak etil asetat simplisia
Anting-Anting (Acalypha australis) dengan menggunakan KLT dengan fase gerak
kloroform : methanol (19:1) positif alkaloid dengan nilai Rf 0,37 – 0,97. Hasil nilai Rf
pada praktikum pada noda 1 dan 2 tidak sesuai dengan literature. Menurut Ewing4,
daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara
0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 -
0,8. Hasil nilai Rf noda 1 dan noda 2 yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak
memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat
dilakukan dengan menurunkan kepolaran dari eluen dengan mengurangi komposisi
dari metanol sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan
lempeng yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat
pada plat KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin
aromatik tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk
menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak
berpendar (memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda.

Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.

Praktikum Fitokimia (Acara II) 29


Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
(Murraya paniculata) dengan KLT menggunakan eluen kloroform : methanol (19:1)
memiliki nilai Rf sebesar 0,473; 0,545; 0,673; 0,709; 0,8; dan 0,873. Nilai Rf yang
diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat non polar.
Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat dengan
eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur
sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada noda 6 tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu
tinggi. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan meningkatkan kepolaran
dari eluen dengan menambahkan komposisi dari metanol, sehingga nilai Rf yang
didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan
lempeng yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat
pada plat KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin
aromatik tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk
menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak
berpendar (memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda.
Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.

Praktikum Fitokimia (Acara II) 30


Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa (Gynura procumbens) dengan KLT menggunakan eluen kloroform : metanol
(19:1) memiliki nilai Rf sebesar 0,12 dan 0,2. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan
bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup rendah
diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat dengan plat dibandingkan dengan
eluen. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga
nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus
berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa noda 1
tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk memperbaiki nilai Rf
dapat dilakukan dengan menurunkan kepolaran dari eluen dengan mengurangi
komposisi dari metanol sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range
penerimaan.

Terdapat perbedaan penampakan pada plat yang disinari dengan panjang gelombang 254
nm dan 365 nm. Pada panjang gelombang 254 nm terlihat lempeng yang berwarna hijau dengan
noda berwarna hitam atau gelap, sedangkan pada panjang gelombang 365 nm noda berwarna
merah dan lempeng berwarna putih seperti aslinya. Menurut Wulandari7, pada panjang
gelombang 254 nm, noda analit yang terdeteksi tampak berfluoresensi dengan jelas dengan latar
belakang warna berfluoresensi yang lebih terang dan analit berfluoresensi pada panjang
gelombang 366 nm.

KESIMPULAN

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh, tanaman Anting-Anting memiliki nilai Rf


0,764 dan 0,945 pada eluen etil asetat; 0,04 dan 0,12 pada eluen heksana; 0,898 pada eluen
metanol; 0,073 pada eluen kloroform; 0,82 dan 0,94 pada eluen campuran metanol-kloroform
(19:1) dan 0,12, 0,36, dan 0,48 pada eluen campuran kloroform-metanol (19:1). Tanaman
Kemuning memiliki nilai Rf 0,673 dan 0,959 pada eluen etil asetat; 0,064 dan 0,064 pada eluen
heksana; 0,837 dan 0,959 pada eluen metanol; 0,054 pada eluen kloroform; 0,755 pada eluen
campuran metanol-kloroform (19:1) dan 0,473; 0,545; 0,673; 0,709; 0,8 dan 0,873 pada eluen
campuran kloroform-metanol (19:1). Tanaman Sambung Nyawa memiliki nilai Rf 0,735 dan
0,959 pada eluen etil asetat; 0,09 dan 0,154 pada eluen heksana; 0,755 pada eluen metanol; 0,122

Praktikum Fitokimia (Acara II) 31


pada eluen kloroform; 0,857 pada eluen campuran metanol-kloroform (19:1) dan 0,12 dan 0,2
pada eluen campuran kloroform-metanol (19:1).

DAFTAR PUSTAKA

1. Gandjar et al. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2008

2. Sudarmadji, S, dkk. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty; 2007.

3. Gholib, Ibnu. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2007.

4. Ewing. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. Singapore: McGraw-Hill; 1985.

5. Saifudin, dkk. Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011.

6. Ningsih, dkk. Identifikasi senyawa metabolit sekunder serta uji aktivitas ekstrak daun sirsak
sebagai antibakteri. Jurnal Molekul. 2016. 11(1), 101-111.

7. Harbone, J.B. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung :
Penerbit ITB; 1987.

8. Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI; 1995.

9. Chang R. Kimia dasar konsep-konsep inti. Edisi ketiga jilid 1. Jakarta : Erlangga; 2003.

10. Munawaroh, S. dan P. A. Handayani. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix
D.C.) dengan Pelarut Etanol dan N-Hexana. [Skripsi]. UNNES. Semarang; 2010.

11. Winarso L, dkk. Operation hand out. Bontang : PT.Kaltim Methanol industry; 1998.

12. Amonette JE, PM Jeffers, O Qafoku, CK, Wietsma, and Truex. Carbon Tetrachloride and
Chloroform Attenuation Parameter Studies: Heterogeneous Hydrolytic Reactions.
PNNL-18735, Pacific Northwest National Laboratory, Richland, Washington; 2009.

13. Wulandari, L. Kromatografi Lapis Tipis. PT. Taman Kampus Presindo, Jember; 2011.

14. Khunaifi, M. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
[Skripsi]. Malang: UIN Malang; 2010.

Praktikum Fitokimia (Acara II) 32


15. Rahma R. Isolasi dan Uji Efektivitas Antimlaria Isolat Senyawa Alkaloid Tanaman Anting-
Anting (Acalypha indica Linn.) secara In Vivo pada Mencit Jantan. [Skripsi]. Jurusan
Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Malang; 2014.

16. Supratman, Unang. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Jurusan Kimia FMIPA,
Universitas Padjajaran; 2010.

17. Kusumo,dkk. Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Kemuning (Murraya panicullata L.
Jack) Dengan Berbagai Jenis Pelarut Pengekstraksi. Journal of Pharmacy and Science.
2017. 2(1) 29-32.

18. Husna, A. N. 2011.Uji Identifikasi dan Uji Efektifitas Antimalaria Senyawa Ekstrak Etanol
Tanaman Anting-anting Secara In Vivo Pada Mencit Jantan. [Skripsi]. Malang: Jurusan
Kimia Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

19. Ekarista MA. 2016. Aktivitas Stabilisasi Membran dan Anti Denaturasi Protein Fraksi-Fraksi
Ekstrak Etanol Herba Anting-Anting (Acalypha indica L.). [Skripsi]. Universitas Setia
Budi Surakarta.

20. Dwi K. Profil kromatogram dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kemuning (Murraya
paniculata (L.) Jack.) terhadap bakteri Escherichia coli in vitro. Artikel Karya Tulis
Ilmiah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang;
2007.
21. Adfa, Morina. Isolasi Senyawa Flavonoid Aktif Berkhasiat Sitotoksik Dari Daun Kemuning
(Murraya Panicullata L. Jack). Jurnal Gradien. 2011. 3: 262-266.
22. Abrika, Omar Saad Saleh., Mun Fei Yam , Mohd. Zaini Asmawi , Amirin Sadikun , Hamady
Dieng , Elssanousi Ali Hussain. Effects of Extracts and Fractions of Gynura
procumbens on Rat Atrial Contraction. Journal of Acupuncture and Meridian Studies.
6(4) : 199-207. Penang :Malaysia; 2013.
23. Nugroho, D. Skrining Fitokimia Daun Anting- Anting (Acalypha indica L.). [Skripsi].
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; 2010.

Praktikum Fitokimia (Acara II) 33


24. Musanti, D., dkk. Isolasi, Identifikasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Flavonoid
Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour) Merr.). Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Entrepreneurship III. 2016. 315-321.
25. Ditjen POM. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI; 1979.
26. Gritten, et al. Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB; 1991.

LAMPIRAN
- Data pengamatan dan perhitungan nilai rf
No Eluen Hasil Hasil Jarak Jarak Perhitungan Nilai
Pengamatan λ Pengamatan λ Eluen Noda Rf
254 nm 366 nm (cm) (cm)
1. Etil a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5,5 a. 4,2 jarak noda
a. Rf =
Asetat b. 5,2 jarak eluen
10 L
4,2 cm
=
5,5 cm
= 0,764
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 5,2 cm
Pribadi, 2019) =
Pribadi, 2019) 5,5 cm
= 0,945
b. Kemuning b. Kemuning 4,9 a. 3,3 jarak noda
a. Rf =
b. 4,7 jarak eluen
3,3 cm
=
4,9 cm
= 0,673
jarak noda
b. Rf =
(Dokumentasi (Dokumentasi jarak eluen
Pribadi, 2019)
Praktikum Fitokimia (Acara II) 34
Pribadi, 2019) 4,7 cm
=
4,9 cm
= 0,959
c. Sambung c. Sambung 4,9 a. 3,6 jarak noda
a. Rf =
Nyawa Nyawa b. 4,7 jarak eluen
3,6 cm
=
4,9 cm
= 0,734
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
4,7 cm
=
4,9 cm
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) = 0,959
2. Heksa a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5 a. 0,2 jarak noda
a. Rf =
na 6 b. 0,6 jarak eluen
mL
0,2 cm
=
5 cm
= 0,04
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 0,6 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5 cm
= 0,12
b. Kemuning b. Kemuning 5,5 a. jarak noda
a. Rf =
0,35 jarak eluen
b.
0,35 cm
0,35 =
5,5 cm
= 0,064
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 0,35 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5,5 cm
= 0,064

Praktikum Fitokimia (Acara II) 35


c. Sambung c. Sambung 5,5 a. 0,5 jarak noda
a. Rf =
Nyawa Nyawa b. jarak eluen
0,85
0,5 cm
=
5,5 cm
= 0,09
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 0,85 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5,5 cm
= 0,154

3 Metan a.Anting-Anting a.Anting-Anting 4,9 4,4 jarak noda


Rf =
ol 6 jarak eluen
mL
4,4 cm
=
4,9 cm
= 0,898

(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
b. Kemuning b. Kemuning 4,9 a. 4,1 jarak noda
a. Rf =
b. 4,7 jarak eluen
4,1 cm
=
4,9 cm
= 0,837
jarak noda
b. Rf =
(Dokumentasi (Dokumentasi jarak eluen
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) 4,7 cm
=
4,9 cm
= 0,959

Praktikum Fitokimia (Acara II) 36


c. Sambung c. Sambung 4,9 3,7 jarak noda
Rf =
Nyawa Nyawa jarak eluen
3,7 cm
=
4,9 cm
= 0,755

(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
4. Klorof a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5,5 0,4 jarak noda
Rf =
orm jarak eluen
10 mL
0,4 cm
=
5,5 cm
= 0,073

(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)

b. Kemuning b. Kemuning 5,5 0,3 jarak noda


Rf =
jarak eluen
0,3 cm
=
5,5 cm
= 0,054

(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)

c. Sambung c. Sambung 4,9 0,6 jarak noda


Rf =
Nyawa Nyawa jarak eluen
0,6 cm
=
4,9 cm
= 0,122

(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)

Praktikum Fitokimia (Acara II) 37


5. Metan a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5 a. 4,1 jarak noda
a. Rf =
ol (9,5 b. 4,7 jarak eluen
mL) +
4,1 cm
Klorof =
orm 5 cm
(0, 5 = 0,82
mL)
jarak noda
b. Rf =
(Dokumentasi (Dokumentasi jarak eluen
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) 4,7 cm
=
5 cm
= 0,94
b. Kemuning b. Kemuning 5,3 4 jarak noda
Rf =
jarak eluen
4 cm
=
5,3 cm
= 0,755

(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
c. Sambung c. Sambung 4,9 4,2 jarak noda
Rf =
Nyawa Nyawa jarak eluen
4,2 cm
=
4,9 cm
= 0,857

(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
6. Klorof a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5 a. 0,6 jarak noda
a. Rf =
orm b. 1,8 jarak eluen
(9,5 c. 2,4
0,6 cm
mL) + =
Metan 5 cm
ol (0,5 = 0,12
mL)
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 1,8 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5 cm

Praktikum Fitokimia (Acara II) 38


= 0,36
jarak noda
c. Rf =
jarak eluen
2,4 cm
=
5 cm
= 0,48
b. Kemuning b. Kemuning 5,5 a. 2,6 jarak noda
a. Rf =
b. 3 jarak eluen
c. 3,7
2,6 cm
d. 3,9 =
e. 4,4 5,5 cm
f. 4,8 = 0,473
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 3 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5,5 cm
= 0,545
jarak noda
c. Rf =
jarak eluen
3,7 cm
=
5,5 cm
= 0,673
jarak noda
d. Rf =
jarak eluen
3,9 cm
=
5,5 cm
= 0,709
jarak noda
e. Rf =
jarak eluen
4,4 cm
=
5,5 cm
= 0,8
jarak noda
f. Rf =
jarak eluen
4,8 cm
=
5,5 cm
= 0,873
Praktikum Fitokimia (Acara II) 39
c. Sambung c. Sambung 5 a. 0,6 jarak noda
a. Rf =
Nyawa Nyawa b. 1 jarak eluen
0,6 cm
=
5 cm
= 0,12
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 1 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5 cm
= 0,2
- Abstrak jurnal sebagai rujukan

Praktikum Fitokimia (Acara II) 40

Anda mungkin juga menyukai