Widya Pasha C S - 3 - Analisis Metabolit Sekunder Menggunakan KLT - 22010318120013
Widya Pasha C S - 3 - Analisis Metabolit Sekunder Menggunakan KLT - 22010318120013
ABSTRAK
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan, metode ini
menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan
kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarya menggunakan
mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan
pengelusi di dalam wadah yang tertutup KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida- lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi
kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil1. Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi
dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan2.
Identifikasi secara kulitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis tipis
dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi
suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal dan
jarak tepi muka pelarut dari titik awal3. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu
pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan
senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran
yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa
yang lebih polar akan tertahan kuat padafasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah
mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya4. Nilai Rf dihitung menggunakan rumus berikut1 :
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH 3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini
merupakan ester dari etanol dan asam asetat, berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma
khas. Etil asetat adalah eluen semi polar yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak
Heksana adalah suatu senyawa hidrokarbon yang termasuk ke dalam kelompok alkana
dengan rumus kimia C6H14. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna
yang tidak larut dalam air (non-polar). N-heksana bersifat stabil dan mudah menguap, selektif
dalam melarutkan senyawa, mengekstraksi sejumlah kecil lilin serta dapat mengekstrak senyawa
yang memberikan efek wangi dalam jumlah besar10.
Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol – alkohol lain
seperti, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol sedikit larut dalam lemak
dan minyak. Titik didih metanol berada pada 64,7°C dengan panas pembentukan (cairan) –
239,03 kJ/mol pada suhu 25°C11.
Kloroform atau triklorometana mempunyai rumus molekul CHCl3. Pada tekanan dan suhu
normal merupakan cairan bening dan berbau karakteristik. Kloroform lebih dikenal karena
kegunaanya sebagai bahan pembius, walaupun pada kenyataannya kloroform lebih banyak
digunakan sebagai eluen non-polar di laboratorium atau industri12.
Menurut Saifudin5, tujuan dilakukan analisis metabolit menggunakan KLT adalah untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu ekstrak atau simplisia
suatu tanaman dan untuk mengetahui profil KLT dari ekstrak atau simplisia suatu tanaman yang
diteliti. Pengujian adanya senyawa- senyawa metabolit sekunder pada tanaman dapat dilakukan
dengan metode skrining fitokimia dan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Oleh karenanya,
pada praktikum ini dilakukan identifikasi metabolit sekunder pada tanaman anting- anting
(Acalypha australis), kemuning (Murraya paniculata), dan sambung nyawa (Gynura
procumbens).
METODE
Cara kerja analisis metabolit sekunder menggunakan KLT adalah dengan cara 10 gram
serbuk simplisia diekstraksi dengan 25 mL etanol secara maserasi selama 20 menit dan diambil
filtrate dengan cara disaring dan dipekatkan filtrate dengan rotarievoporator. Selanjutnya, ekstrak
simplisia ditotolkan pada jarak 1 cm dari dasar lempeng, dengan jarak antar sampel sebesar 0,7
cm. Penotolan dilakukan menggunakan pipet kapiler dengan diameter penotolan kurang lebih 2
mm. Sampel yang telah ditotolkan pada lempeng kemudian dielusikan di dalam chamber yang
telah dijenuhkan selama 30 menit dengan eluen (berupa pelarut tunggal atau campuran pelarut).
Setelah itu, elusi dilakukan sampai jarak 1 cm dari batas atas lempeng KLT, setelah itu lempeng
diangkat. Lalu, lempeng KLT dikeringkan, diamati bercak yang muncul dibawah sinar tampak,
lampu UV, pada panjang gelombang 245 nm dan 365 nm. Selanjutnya lempeng KLT disemprot
dengan asam sulfat 10%, kemudian dipanaskan diatas hotplate dan diamati perubahan warna
yang terjadi. Kemudian dihitung Rf dari senyawa yang telah dipisahkan dan diidentifikasi
golongan senyawanya berdasarkan perubahan warna yang terbentuk. Gunakan penampak bercak
spesifik (Dragendroff, Liberman Burchard, AlCl3, dan uap ammonia) untuk menentukan
golongan kimia setiap noda kromatogram KLT.
Pada acara praktikum kedua Fitokimia, dilaksanakan praktikum yang berjudul “Analisis
Metabolit Sekunder Menggunakan KLT”. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Mei
2020, di Microsoft Teams channel Praktikum Farmakognosi dan Fitokimia Kelas A. Tujuan dari
praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengetahui dasar pemisahan
senyawa bahan alam dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Alat yang digunakan pada
praktikum ini yaitu lampu UV (λ 254 dan 365 nm), rotarievaporator, pipa kapiler, chamber,
gunting, penggaris, pensil, peralatan gelas, cawan porselin, hotplate. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah sebuk simplisia tanaman (anting- anting (Acalypha
australis), kemuning (Murraya paniculata), dan sambung nyawa (Gynura procumbens)), etanol,
Praktikum Fitokimia (Acara II) 4
etil asetat, heksana, metanol, kloroform, tissue, lempeng KLT, asam sulfat 10%, dan penampak
bercak spesifik (Dragendroff, Liberman Burchard, AlCl3, dan uap ammonia). Menurut Gandjar1,
kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan
fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis
kromatografi analitik. Menurut Sudarmadji2, prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana
adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan.
Cara kerja analisis metabolit sekunder menggunakan KLT adalah dengan cara 10 gram
serbuk simplisia diekstraksi dengan 25 mL etanol secara maserasi selama 20 menit. Menurut
Ningsih6, ekstraksi bertujuan untuk memisahkan komponen aktif menggunakan pelarut tertentu.
Pemilihan proses ekstraksi menggunakan metode maserasi yaitu dikarenakan metode maserasi
memiliki beberapa kelebihan antara lain alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan
bejana perendaman tetapi menghasilkan produk yang baik, selain itu dengan teknik ini zat-zat
yang tidak tahan panas tidak akan rusak. Filtrate yang diperoleh diambil dengan cara disaring
dan dipekatkan filtrate dengan rotarievoporator. Menurut Wulandari13, penyaringan dapat
memperbaiki kromatogram yang dihasilkan dan mempermudah penotolan sampel karena dapat
memisahkan analit dari partikel-partikel yang ada dalam larutan sampel. Menurut Khunaifi14,
tujuan pemekatan adalah memekatkan ekstrak dan memisahkan antara pelarut dan senyawa aktif.
Selanjutnya, ekstrak simplisia ditotolkan pada jarak 1 cm dari dasar lempeng, dengan jarak antar
sampel sebesar 0,7 cm. Menurut Harborne7, tujuan pemberian garis batas atas dan batas bawah
masing- masing 1 cm adalah untuk mempermudah penotolan dan mengetahui jarak pelarut yang
ditempuh sehingga mempermudah dalam perhitungan Rf. Penotolan dilakukan menggunakan
pipet kapiler dengan diameter penotolan kurang lebih 2 mm. Menurut Khunaifi14, jika sampel
yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Sampel yang telah ditotolkan
pada lempeng kemudian dielusikan di dalam chamber yang telah dijenuhkan selama 30 menit
dengan eluen (berupa pelarut tunggal atau campuran pelarut). Menurut Ditjen POM25,
Penjenuhan chamber dilakukan dengan melapisi dinding bagian dalam
chamber kromatografi dengan kertas saring, sekurang-kurangnya setengah keliling chamber dan
hampir mencapai bagian atas bejana. Setelah itu sejumlah eluen dimasukkan ke dalam chamber
kromatografi hingga tinggi permukaan eluen dalam chamber lebih kurang 2 cm. Tutup rapat
chamber dan biarkan hingga seluruh isi chamber jenuh dengan uap eluen, yang ditunjukkan oleh
Menurut Gandjar1, Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh
hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.
Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak
maka akan menurunkan resolusi. Semakin tepat posisi penotolan dan kecepatan penotolan
semakin baik kromatogram yang dihasilkan. Penotolan sampel yang tidak tepat akan
menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas,
volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang akan ditotolkan
lebih besar dari 2-10 μl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan
pengeringan antar totolan. Sebelum aplikasi sampel pada lempeng KLT, posisi awal penotolan
diberi tanda berupa titik dengan pensil dan akhir elusi ditandai berupa garis. Untuk aplikasi
manual, terdapat beberapa alat penotolan sampel seperti pipet Eppendorf dengan syringe 10 µl,
Microcapillary 5µl dengan holder, pipet aplikasi (50µl), Microcapllary 1-µl dengan holder, dan
Unimetric syringe (50µl). Alat aplikasi manual yang paling banyak digunakan adalah pipet
mikro kapiler (microcaps). Mikro kapiler digunakan dengan cara mencelupkan pipet kapiler
mikro, larutan secara otomatis akan mengisi ruang dalam pipet mikro kapiler. Setelah terisi
tempelkan pipet pada permukaan lempeng KLT maka larutan sampel akan berpindah dari pipet
kapiler menuju sorben lempeng KLT
Hasil yang didapatkan pada noda 1 terjadi tailing sedangkan pada noda 2 terjadi
leading. Menurut Wulandari13, bila noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat
dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen.
Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih
rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisa metabolit sekunder pada simplisia Anting-Anting
(Acalypha australis) menggunakan KLT dengan eluen etil asetat yaitu berupa nilai Rf
sebesar 0,764 dan 0,945. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung memiliki sifat semi polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena
senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut penelitian
Ekarista19, ekstrak etanol simplisia Anting-Anting (Acalypha australis) positif alkaloid
dan triterpen dengan nilai Rf 0,19. Hasil nilai Rf pada praktikum tidak sesuai dengan
Hasil yang didapatkan pada kedua noda 1 dan 2 terjadi tailing. Menurut Wulandari 13,
bila noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
(Murraya paniculata) dengan KLT menggunakan eluen etil asetat memiliki nilai Rf
sebesar 0,673 dan 0,959. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung memiliki sifat semi polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena
senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Dwi20,
ekstrak etanol daun kemuning pada lempeg KLT yang disinari dengan panjang
gelombang 254 nm memiliki nilai Rf 0,45 ; 0,58 ; 0,62 ; 0,67; 0,68; 0,70. Menurut
Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak
Hasil yang didapatkan pada noda 1 terbentuk pita sedangkan pada noda 2 bebentuk
bulat namun tidak simetris. Menurut Wulandari13, bila noda yang dihasilkan belum
bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa sehingga
merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan pelarut dengan
kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa (Gynura procumbens) dengan KLT menggunakan eluen etil asetat memiliki nilai
Rf sebesar 0,735 dan 0,959. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung memiliki sifat semi polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena
senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4,
daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-
0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8.
Hasil nilai Rf yang diperoleh pada noda 2 menunjukkan bahwa tidak memenuhi range
Hasil yang didapatkan pada noda 1 dan 2 berbentuk bulatan, namun terapat
penumpukan. Menurut Wulandari13, bila noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat
dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen.
Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih
rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Anting-Anting
menggunakan KLT dengan eluen heksana yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,04 dan 0,12.
Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat
polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat
dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus
diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk
memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan menurunkan kepolaran dari eluen heksana
sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan
Hasil yang didapatkan pada noda terjadi leading. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
menggunakan KLT dengan eluen heksana yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,064 dan 0,064.
Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat
polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat
dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus
diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk
memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan menurunkan kepolaran dari eluen heksana
sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan
cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena adanya interaksi antara sinar UV
dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda.
Hasil yang diperoleh berupa noda atau bercak pada plat KLT yang selanjutnya
digunakan sebagai data pada perhitungan nilai Rf. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang
terlihat pada simplisia Anting-Anting yaitu 0,898. Nilai Rf yang diperoleh dari bercak yang
terlihat pada simplisia Kemuning yaitu 0,837 dan 0,959. Sedangkan nilai Rf yang diperoleh
dari bercak yang terlihat pada simplisia Sambung Nyawa yaitu 0,755. Hasil nilai Rf yang
diperoleh menunjukkan tingkat kepolaran dari senyawa yang terkandung dalam simplisia.
Analisis KLT dengan eluen metanol menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Rf yang
didapatkan maka senyawa semakin bersifat polar. Hal ini dikarenakan apabila senyawa
bersifat polar maka akan lebih kuat berikatan dengan eluen dibandingkan dengan plat.
Apabila senyawa lebih kuat berikatan dengan eluen maka senyawa akan menempuh jarak
Hasil yang didapatkan pada noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila noda yang
dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam
atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan
pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Anting-Anting
menggunakan KLT dengan eluen metanol yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,898. Nilai Rf
yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat polar.
Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat dengan
eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur
sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
Hasil yang didapatkan pada noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila noda yang
dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam
atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan
pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
menggunakan KLT dengan eluen metanol yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,837 dan
0,959. Menurut penelitian Adfa21, hasil analisis KLT pada ekstrak metanol simplisia
daun kemuning dengan eluen metanol terdapat senyawa flavonoid, dimana pada
penyinaran lampu UV 254 nm terlihat satu noda berfluoresensi kuning dengan nilai Rf
0,72. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki
sifat polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat
dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus
diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu tinggi. Untuk
Hasil yang didapatkan pada noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila noda yang
dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam
atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan
pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisi metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa menggunakan KLT dengan eluen metanol yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,755.
Menurut penelitian Abrika22, ekstrak metanol simplisia daun sambung nyawa dengan
eluen metanol, terdeteksi 7 noda pada peredaman dibawah sinar UV 365 nm. 7 noda
tersebut memiliki warna yang berbeda, diantaranya 3 noda berwarna biru, 2 berwarna
hijau kekuningan, dan 2 noda berwarna merah. Noda-noda tersebut berada pada nilai Rf
0,1-0,4. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung
memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan
lebih kuat dengan eluen dibandingkan dengan plat. Menurut Ewing4, daya elusi fase
gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf
yang diperoleh menunjukkan bahwa memenuhi range penerimaan.
Hasil yang didapatkan pada noda terjadi leading. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisa metabolit sekunder pada simplisia Anting-Anting
(Acalypha australis) menggunakan KLT dengan eluen kloroform yaitu berupa nilai Rf
sebesar 0,073. Menurut penelitian Rahma15, uji simplisia anting-anting menggunakan
KLT dengan eluen kloroform positif senyawa alkaloid dengan nilai Rf 0,21 ; 0,30 ;
0,36 ; 0,41 ; 0,77 ; 0,81 ; dan 0,92. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa
senyawa yang terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan
karena senyawa berikatan lebih kuat dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut
Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2
- 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak memenuhi range
penerimaan karena terlalu rendah. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepolaran dari eluen kloroform sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat
masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik tidak
dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga menampakkan
bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk menampakkan bercak yang
berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (memancarkan
Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi tailing. Menurut Wulandari 13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
(Murraya paniculata) dengan KLT menggunakan eluen kloroform memiliki nilai Rf
sebesar 0,054. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung
memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena senyawa berikatan
lebih kuat dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut penelitian Kusumo17,
ekstrak simplisia Kemuning (Murraya paniculata) dengan eluen etil asetat: kloroform:
asam asetat 10% (15:5:2) positif mengandung senyawa tannin yang terletak pada nilai
Rf 0,65 dengan noda berwarna hijau kuning. Menurut penelitian Adfa 21, menganalisis
ekstrak methanol kemuning menggunakan KLT dengan fase gerak kloroform positif
flavonoid dengan nilai Rf 0,10. Hasil nilai Rf pada praktikum yang didapat tidak sesuai
dengan literature. Menurut Ewing4, daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa
sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT
yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa
tidak memenuhi range penerimaan karena terlalu rendah. Untuk memperbaiki nilai Rf
dapat dilakukan dengan meningkatkan kepolaran dari eluen kloroform sehingga nilai Rf
yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan lempeng
yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat
KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik
tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi tailing. Menurut Wulandari 13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Sambung
Nyawa (Gynura procumbens) dengan KLT menggunakan eluen kloroform memiliki
nilai Rf sebesar 0,122. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang cukup rendah diakibatkan karena
senyawa berikatan lebih kuat dengan plat dibandingkan dengan eluen. Menurut Ewing4,
daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-
0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8.
Hasil nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan
karena terlalu rendah. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepolaran dari eluen kloroform sehingga nilai Rf yang didapatkan dapat
masuk dalam range penerimaan.
E. Pelarut Metanol (9,5 mL) + Kloroform (0, 5 mL)
Analisis senyawa metabolit sekunder dengan KLT menggunakan eluen campuran,
yaitu metanol dan kloroform dengan perbandingan 9,5 mL : 0,5 mL dimaksudkan untuk
memodifikasi dari kepolaran eluen. Penggunaan eluen campuran ini dimaksudkan agar
diperoleh hasil yang lebih bagus dengan memodifikasi kepolaran dari eluen. Menurut
Rahma15, eluen metanol memiliki nilai konstanta dielektrik 33,6 dan eluen kloroform
memiliki nilai konstanta dielektrik 4,81. Semakin tinggi nilai konstanta dielektik, maka
pelarut akan semakin bersifat polar. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa campuran eluen dari metanol dan kloroform dengan perbandingan 9,5
mL : 0,5 mL bersifat polar karena komposisi dari metanol yang lebih banyak.
Hasil yang didapatkan pada noda terjadi leading. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisa metabolit sekunder pada simplisia Anting-
Anting (Acalypha australis) menggunakan KLT dengan eluen methanol : kloroform
(19:1) yaitu berupa nilai Rf sebesar 0,82 dan 0,94. Nilai Rf yang diperoleh
menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung memiliki sifat polar. Nilai Rf yang
cukup tinggi diakibatkan karena senyawa berikatan lebih kuat dengan eluen
dibandingkan dengan plat. Menurut penelitian Supratman16, ekstrak kloroform
simplisia Anting-Anting (Acalypha australis) positif tannin dengan nilai Rf 0,73. Hasil
nilai Rf pada praktikum tidak sesuai dengan literature. Menurut Ewing4, daya elusi
fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil nilai
Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak memenuhi range penerimaan karena
terlalu tinggi. Untuk memperbaiki nilai Rf dapat dilakukan dengan menurunkan
kepolaran dari eluen dengan menambahkan komposisi dari kloroform sehingga nilai
Rf yang didapatkan dapat masuk dalam range penerimaan.
- Kemuning (Murraya paniculata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan
lempeng yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat
pada plat KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin
aromatik tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk
menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak
Hasil yang didapatkan pada noda 1 berbentuk bulatan tidak simetris sedangkan
pada noda 2 terjadi leading. Menurut Wulandari13, bila noda yang dihasilkan belum
bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa
sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan menggunakan pelarut
dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisis metabolit sekunder pada simplisia Kemuning
(Murraya paniculata) dengan KLT menggunakan eluen metanol : kloroform (19:1)
memiliki nilai Rf sebesar 0,755. Nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa
yang terkandung memiliki sifat yang lebih condong ke polar. Menurut Ewing4, daya
elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Hasil
nilai Rf yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai Rf memenuhi range penerimaan.
- Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bercak atau noda pada pengamatan degan sinar
UV λ254 menghasilkan noda berwarna gelap dan lempeng yang menyala, sedangkan
pada pengamatan dengan sinar UV λ366 menghasilkan noda yang menyala dan
lempeng yang gelap. Menurut Rahma15, penampakan noda pada lampu UV 254 terjadi
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat
pada plat KLT. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin
aromatik tidak dapat memancarkan cahaya dan tidak dapat berflouresensi, sehingga
menampakkan bercak yang gelap. Pada sinar UV λ366 digunakan untuk
menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak
berpendar (memancarkan cahaya). Penampakan noda pada lampu UV λ366 karena
adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda.
Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi leading. Menurut Wulandari13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
Hasil yang didapatkan pada noda terjadi tailing. Menurut Wulandari 13, bila noda
yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit
asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Hasil yang diperoleh pada analisa metabolit sekunder pada simplisia Anting-
Anting (Acalypha australis) menggunakan KLT dengan eluen kloroform : methanol
Hasil yang didapatkan pada kedua noda terjadi tailing. Menurut Wulandari13, bila
noda yang dihasilkan belum bagus, eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan
sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dapat juga diselesaikan dengan
menggunakan pelarut dengan kekuatan elusi yang lebih rendah dalam penyusunan
pereaksi.
Terdapat perbedaan penampakan pada plat yang disinari dengan panjang gelombang 254
nm dan 365 nm. Pada panjang gelombang 254 nm terlihat lempeng yang berwarna hijau dengan
noda berwarna hitam atau gelap, sedangkan pada panjang gelombang 365 nm noda berwarna
merah dan lempeng berwarna putih seperti aslinya. Menurut Wulandari7, pada panjang
gelombang 254 nm, noda analit yang terdeteksi tampak berfluoresensi dengan jelas dengan latar
belakang warna berfluoresensi yang lebih terang dan analit berfluoresensi pada panjang
gelombang 366 nm.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2. Sudarmadji, S, dkk. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty; 2007.
5. Saifudin, dkk. Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011.
6. Ningsih, dkk. Identifikasi senyawa metabolit sekunder serta uji aktivitas ekstrak daun sirsak
sebagai antibakteri. Jurnal Molekul. 2016. 11(1), 101-111.
7. Harbone, J.B. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung :
Penerbit ITB; 1987.
8. Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI; 1995.
9. Chang R. Kimia dasar konsep-konsep inti. Edisi ketiga jilid 1. Jakarta : Erlangga; 2003.
10. Munawaroh, S. dan P. A. Handayani. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix
D.C.) dengan Pelarut Etanol dan N-Hexana. [Skripsi]. UNNES. Semarang; 2010.
11. Winarso L, dkk. Operation hand out. Bontang : PT.Kaltim Methanol industry; 1998.
12. Amonette JE, PM Jeffers, O Qafoku, CK, Wietsma, and Truex. Carbon Tetrachloride and
Chloroform Attenuation Parameter Studies: Heterogeneous Hydrolytic Reactions.
PNNL-18735, Pacific Northwest National Laboratory, Richland, Washington; 2009.
13. Wulandari, L. Kromatografi Lapis Tipis. PT. Taman Kampus Presindo, Jember; 2011.
14. Khunaifi, M. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
[Skripsi]. Malang: UIN Malang; 2010.
16. Supratman, Unang. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Jurusan Kimia FMIPA,
Universitas Padjajaran; 2010.
17. Kusumo,dkk. Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Kemuning (Murraya panicullata L.
Jack) Dengan Berbagai Jenis Pelarut Pengekstraksi. Journal of Pharmacy and Science.
2017. 2(1) 29-32.
18. Husna, A. N. 2011.Uji Identifikasi dan Uji Efektifitas Antimalaria Senyawa Ekstrak Etanol
Tanaman Anting-anting Secara In Vivo Pada Mencit Jantan. [Skripsi]. Malang: Jurusan
Kimia Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
19. Ekarista MA. 2016. Aktivitas Stabilisasi Membran dan Anti Denaturasi Protein Fraksi-Fraksi
Ekstrak Etanol Herba Anting-Anting (Acalypha indica L.). [Skripsi]. Universitas Setia
Budi Surakarta.
20. Dwi K. Profil kromatogram dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kemuning (Murraya
paniculata (L.) Jack.) terhadap bakteri Escherichia coli in vitro. Artikel Karya Tulis
Ilmiah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang;
2007.
21. Adfa, Morina. Isolasi Senyawa Flavonoid Aktif Berkhasiat Sitotoksik Dari Daun Kemuning
(Murraya Panicullata L. Jack). Jurnal Gradien. 2011. 3: 262-266.
22. Abrika, Omar Saad Saleh., Mun Fei Yam , Mohd. Zaini Asmawi , Amirin Sadikun , Hamady
Dieng , Elssanousi Ali Hussain. Effects of Extracts and Fractions of Gynura
procumbens on Rat Atrial Contraction. Journal of Acupuncture and Meridian Studies.
6(4) : 199-207. Penang :Malaysia; 2013.
23. Nugroho, D. Skrining Fitokimia Daun Anting- Anting (Acalypha indica L.). [Skripsi].
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; 2010.
LAMPIRAN
- Data pengamatan dan perhitungan nilai rf
No Eluen Hasil Hasil Jarak Jarak Perhitungan Nilai
Pengamatan λ Pengamatan λ Eluen Noda Rf
254 nm 366 nm (cm) (cm)
1. Etil a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5,5 a. 4,2 jarak noda
a. Rf =
Asetat b. 5,2 jarak eluen
10 L
4,2 cm
=
5,5 cm
= 0,764
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 5,2 cm
Pribadi, 2019) =
Pribadi, 2019) 5,5 cm
= 0,945
b. Kemuning b. Kemuning 4,9 a. 3,3 jarak noda
a. Rf =
b. 4,7 jarak eluen
3,3 cm
=
4,9 cm
= 0,673
jarak noda
b. Rf =
(Dokumentasi (Dokumentasi jarak eluen
Pribadi, 2019)
Praktikum Fitokimia (Acara II) 34
Pribadi, 2019) 4,7 cm
=
4,9 cm
= 0,959
c. Sambung c. Sambung 4,9 a. 3,6 jarak noda
a. Rf =
Nyawa Nyawa b. 4,7 jarak eluen
3,6 cm
=
4,9 cm
= 0,734
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
4,7 cm
=
4,9 cm
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) = 0,959
2. Heksa a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5 a. 0,2 jarak noda
a. Rf =
na 6 b. 0,6 jarak eluen
mL
0,2 cm
=
5 cm
= 0,04
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 0,6 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5 cm
= 0,12
b. Kemuning b. Kemuning 5,5 a. jarak noda
a. Rf =
0,35 jarak eluen
b.
0,35 cm
0,35 =
5,5 cm
= 0,064
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 0,35 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5,5 cm
= 0,064
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
b. Kemuning b. Kemuning 4,9 a. 4,1 jarak noda
a. Rf =
b. 4,7 jarak eluen
4,1 cm
=
4,9 cm
= 0,837
jarak noda
b. Rf =
(Dokumentasi (Dokumentasi jarak eluen
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) 4,7 cm
=
4,9 cm
= 0,959
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
4. Klorof a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5,5 0,4 jarak noda
Rf =
orm jarak eluen
10 mL
0,4 cm
=
5,5 cm
= 0,073
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
c. Sambung c. Sambung 4,9 4,2 jarak noda
Rf =
Nyawa Nyawa jarak eluen
4,2 cm
=
4,9 cm
= 0,857
(Dokumentasi (Dokumentasi
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019)
6. Klorof a.Anting-Anting a.Anting-Anting 5 a. 0,6 jarak noda
a. Rf =
orm b. 1,8 jarak eluen
(9,5 c. 2,4
0,6 cm
mL) + =
Metan 5 cm
ol (0,5 = 0,12
mL)
jarak noda
b. Rf =
jarak eluen
(Dokumentasi (Dokumentasi 1,8 cm
Pribadi, 2019) Pribadi, 2019) =
5 cm