Seorang penutur bahasa dapat dikatakan sebagai anggota
masyarakat-tutur. Sebagai anggota masyarakat maka terikat oleh nilai- nilai sosial dan juga nilai budaya masyarakat termasuk dalam nilai etika ketika menggunakan bahasa (Sumarsono, 2002:5). Fungsi bahasa berhubungan luas dan menjadi lebih jelas apabila bertolak pada asumsi adanya empat jenis situasi komunikasi yang bersifat konsentris dan masing-masing empat jenis tersebut dapat dikatakan masyarakat bahasa yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Di dalam masyarakat bahasa primer, sering berdasar pada komunikasi bersemuka atau face to face communication. Perbedaan di antara penutur bahasa bersifat pribadi dan dalam gejala ini dapat disebut idiolek. Masyarakat bahasa kedua, merupakan golongan penutur yang mengakui menggunakan satu bahasa yang bersifat otonom dari bahasa yang lain. Masyarakat bahasa ketiga merupakan masyarakat yang memiliki sifat anekabahasa. Masyarkat bahasa keempat merupakan masyarakat yang tidak memungkinkan untuk komunikasi apabila penutur menggunakan idiolek, dialek, atau bahasanya masing-masing. Maka, apabila terjadi pemahaman timbal balik maka dibutuhkan jenis bahasa yang memiliki perhubungan luas atau yang bersifat internasional (Moeliono, 1981:48-49).
Bahasa dapat dikatakan sebagai ekspresi kepribadian dan lambang
identitas dan tidak tertaklukkan secara mutlak (Moeliono, 1981:6). Bahasa sebagai fungsi pembicara yang melatar belakangi sosial dan pribadinya bahasa dikaitkan sebagai indeks kesal sosial oleh seseorang, cara berbicara tidak hanya sebagai refleksi dari suatu organisasai kemasyrakatan, akan tetapi merupakan suatu praktik yang merupakan salah satu bagian sentral dari organisasi sosial (Mesthrie, 2004:27). Dalam konsep Ferguson mengenal diglosia dalam suatu bahasa. Ferguson melihat para penutur sesuatu bahasa kadang-kadang memakai ragam bahasa tertentu untuk memakai ragam yang lainnya untuk situasi lain (Sumarsono, 2002:190). Diglosia terjadi ketika tiga kondisi berikut berlaku dalam komunitas bahasa, yakni ada banyak literature dalam bahasa yang terkait erat dengan bahasa alami dari bahasa tersebut, melek huruf di masyarakat terbatas pada elit kecil, dan periode waktu yang sesuai dari urutan beberapa abad berlalu sejak pembentukan satu dan dua (Houbner, 1996:36).