Anda di halaman 1dari 7

TINDAKAN MANUSIA

0. Pengantar

Seseorang disebut baik karena memang karakternya baik dan memiliki keutamaan-
keutamaan. Karakter dan keutamaan seseorang ditampakkan dalam tindakan-tindakannya.
Tindakan manusia merupakan ekespresi lahiriah dari karakter dan keutamaan. Tindakan
manusia juga merupakan ekspresi dari pilihan-pilihan yang telah diputuskan melalui akal
budinya. Dengan demikian, tindakan manysia juga mengungkapkan identitas moral seseorang
dan menampakkan baik atau buruknya seseorang. Sebagaimana telah dibicarakan, bahwa
hubungan antara karakter dan keutamaan dengan tindakan manusia bagaikan hubungan antara
pohon dan buahnya. Pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Begitu pula buah
yang akan dihasilkan oleh pohon yang baik.
Berikut ini akan dibahas: (1) pengertian tindakan manusia dari sisi moral, (2) Macam-
macam Tindakan Sukarela, (3) Prinsip Akibat Ganda, (4) Penilaian Moral.

1. Pengertian Tindakan Manusia

Tindakan manusia harus dibedakan menjadi dua macam yaitu actus humanus (tindakan
manusia) dan actus hominis (tindakannya manusia).1 Actus hominis adalah semua perbuatan
manusia yang dilakukan begitu saja tanpa memenuhi persyaratan sebagai tindakan yang
dilakukan oleh makhluk yang disebut manusia. Sedangkan actus humanus adalaha perbuatan
yang memenuhi syarat tertentu agar pantas disebut sebagai tindakan yang dilakukan oleh
manusia. Actus humanus memenuhi syarat sebagai tindakan moral.
Tindakan manusia (actus humanus) adalah perbuatan manusia yang dilakukan dalam
keadaan bebas dan rela, tahu dan setuju, sadar dan punya kontrol, serta dalam dua
keadaan sekaligus yaitu dapat melakukan atau tidak dapat melakukan perbuatan itu
(Felix M. Montemayor, 1994:18). Bila mengikuti definisi ini, maka ada empat syarat agar suatu
perbuatan dapat disebut tindakan manusia. Pertama, pelaku harus dalam keadaan bebas dan
rela. Kedua, pelaku harus mengetahui perbuatan yang akan dilakukan dan menyetujui untuk
melakukan perbuatan itu. Ketiga, pelaku harus dalam keadaan sadar sehingga dapat
mengontrol perbuatan yang dilakukan. Keempat, pelaku berada dalam dua keadaan sekaligus
yaitu dapat melakukan atau tidak dapat melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain, pelaku
harus dapat memilih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan itu.
Keempat syarat di atas saling memperjelas satu dengan yang lain. Syarat pertama
diperjelas oleh syarat kedua, syarat kedua dijelaskan oleh syarat ketiga, syarat ketiga dijelaskan
oleh syarat keempat.
Sebagaimana dinyatakan dalam definisi di atas, syarat pertama adalah bebas dan rela.
Apa ukuran seseorang berada dalam keadaan bebas dan rela? Hal ini dijelaskan oleh syarat
kedua. Seseorang sungguh bebas dan rela bila ia mengetahui perbuatan apa yang akan
dilakukan, dan ia menyetujui untuk melakukan perbuatan itu. Misalnya: Arman disuruh
membawa bungkusan dan meletakkannya di depan toko. Dia diberitahu bahwa bungkusan itu
berisi bom. Oleh karena itu dia diminta hati-hati di dalam membawa bungkusan itu dan

1
Dalam Bahasa Latin, humanus menunjukkan bentuk adjektif, sedangkan hominis adalah bentuk genetif/pemilik.
Maka secara harafiah actus humanus lebih tepat untuk diterjemahkan menjadi ”tindakan manusiawi”, sedangkan
actus hominis diterjemahkan tindakannya manusia. Namun, dalam pembicaraan sehari-hari manusiawi
dikonotasikan sebagai secara normatif baik. Padahul actus humanus di sini baru memenuhi kriteria sebagai
tindakan manusia, belum dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan kebaikan normatif. Maka dalam buku ini actus
humanus diterjemahkan sebagai “tindakan manusia” bukannya “tindakan manusiawi” agar tidak terjadi
kesalahpahaman tersebut.
meletakkannya di depan toko. Lima menit kemudian bungkusan itu meledak dan meruntuhkan
toko itu. Apa yang dilakukan Arman adalah tindakan manusia (actus humanus), karena Arman
tahu betul tentang apa yang dilakukannya. Ia tahu bahwa bungkusan itu berisi bom. Kalau
diletakkan di depan toko, tentu saja akan meledak dan menghancurkan toko itu. Seandainya
Arman tidak mengetahui apa isi bungkusan itu dan mengapa harus diletakkan di depan toko,
maka apa yang dia lakukan bukanlah tindakan manusia.
Apa artinya menyetujui? Seseorang memberi persetujuan atas apa yang dia lakukan
apabila ia menyatakan mau dan setuju untuk melakukan perbuatan itu. Pada contoh di atas
Arman memberikan persetujuan, dengan menyatakan mau atau setuju untuk membawa
bungkusan dan meletakkannya di depan toko. Oleh karena itu apa yang dilakukan Arman
memenuhi syarat sebagai tindakan manusia (actus humanus). Apabila Arman menolak untuk
melakukannya, tetapi terus dipaksa untuk melakukannya hingga akhirnya ia melaksanakan
perbuatan itu, perbuatan Arman tidak sepenuhnya merupakan tindakan manusia karena ia
sebenarnya tidak memberi persetujuan pada perbuatan itu.
Syarat ketiga adalah seseorang berada dalam keadaan sadar. Keadaan-sadar mau
menegaskan bahwa orang itu sungguh tahu dan setuju. Artinya, orang itu tidak berada dalam
keadaan mabuk. Karena ia ada dalam keadaan sadar, ia dapat menguasai perbuatannya. Ia
sendirilah yang mengendalikan perbuatannya itu sepenuhnya, bukan orang lain atau hal lain.
Ia melakukan perbuatan itu bukan karena dorongan emosi, nafsu, atau dirangsang obat atau
dibius. Dia sungguh mengontrol perbuatannya sendiri.
Syarat keempat adalah bahwa pada waktu melakukan perbuatan itu seseorang berada
dalam keadaan dapat menentukan pilihan. Artinya, pada saat akan melakukan perbuatan itu ia
berada dalam keadaan akan melakukan atau tidak akan melakukan. Ia dapat menentukan
pilihan tentang apa yang akan dilakukan. Misalnya: Haryati dinikahkan dengan Haryata.
Pernikahan Haryati dan Haryata sungguh merupakan tindakan manusia, bila pada saat akan
melangsungkan pernikahan itu Haryati dan Haryata dalam keadaan dapat memilih akan
menikah atau tidak menikah. Bila menikah merupakan satu-satunya yang dapat dilakukan,
maka Haryati melakukan pernikahan itu secara terpaksa karena tidak ada pilihan lain. Dalam
keadaan terpaksa demikian, perbuatan yang dilakukan bukanlah tindakan manusia.
Uraian di atas dapat diringkas, bahwa perbuatan manusia dapat dikategorikan sebagai
tindakan manusia yang memenuhi syarat moral apabila tindakan itu dilakukan dengan rela dan
bebas, disertai pengetahuan dan persetujuan, dalam keadaan sadar, serta dalam keadaan dapat
menentukan pilihan. Dengan syarat demikian, hanyalah manusia yang mempunyai perbuatan
yang mengandung unsur moral. Binatang dan kejadian alam tidak memiliki unsur moral.
Bencana alam sehebat apa pun tidak bisa dikutuk sebagai kejahatan. Gunung Merapi yang
meletus, dan Sungai Bengawan Solo yang banjir tidak dapat disebut nakal atau jahat. Kejadian-
kejadian alam apa pun tidak mengandung unsur moral. Begitu pula proses biologis, seperti
hembusan nafas, peredaran darah, dan detak jantung. Di samping itu ada kegiatan-kegiatan
yang bersifat indiferen atau netral, yang tidak bisa dikatakan baik atau buruk, misalnya,
berjalan, duduk, tersenyum dsb. Akan tetapi, kegiatan-kegiatan netral ini pada suatu saat dapat
mengandung unsur moral (dapat disebut baik atau buruk) bila ada peraturan yang mengatur
tentang kegiatan itu. Misalnya ada peraturan "Tidak diperkenankan duduk di atas meja," maka
"duduk di atas meja" yang semula indiferen itu kemudian mengandung unsur moral.

2. Macam-Macam Tindakan Sukarela (Voluntariness)

a. Kesukarelaan Sempurna dan Tidak Sempurna

Tindakan suka rela adalah perbuatan yang dilakukan seseorang karena dia
mengetahui apa yang akan dilakukan dan ia menyetujui atau bersedia untuk melakukan
perbuatan itu. Karena ia mengetahui, ia bersedia melakukannya. Dalam kenyataan sehari-
hari, tingkat pengetahuan dan persetujuan seseorang terhadap apa yang akan dilakukan
tidaklah sama. Kadang-kadang seseorang mengetahui secara penuh apa yang dilakukannya,
serta memberi persetujuan secara penuh pula. Kadang-kadang seseorang hanya mengetahui
sebagian dari apa yang dilakukannya dan memberi persetujuan hanya sebagian pula.
Berdasarkan tingkat pengetahuan dan persetujuan ini, tindakan manusia dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu tindakan suka rela sempurna dan tindakan suka rela tidak sempurna.

(1) Tindakan sukarela sempurna adalah perbuatan manusia yang disertai dengan
pengetahuan dan persetujuan sepenuhnya dari pelaku tindakan itu. Artinya, si pelaku
tindakan tahu benar-benar apa yang akan dilakukan, dan dengan demikian ia memberi
persetujuan sepenuhnya atas apa yang akan dilakukannya. Seperti contoh di atas,
Arman mengetahui secara penuh bahwa bungkusan yang akan dibawanya adalah bom,
dan ia juga tahu mengapa bungkusan itu harus diletakkan di depan toko. Ia juga setuju
untuk membawa bungkusan itu dan menaruhnya di depan toko. Dalam keadaan
demikian, tindakan Arman adalah tindakan sukarela yang sempurna.
(2) Tindakan suka rela tidak sempurna adalah perbuatan yang hanya disertai pengetahuan
dan persetujuan sebagian. Bisa saja terjadi, seseorang hanya mengetahui sebagian atau
sedikit dari apa yang akan dilakukannya, kemudian ia juga tidak memberi persetujuan
secara penuh tentang apa yang akan dilakukan. Dalam keadaan demikian, tindakan
orang tersebut adalah tindakan suka rela tidak sempurna. Contoh: Seorang gadis
bernama Tukini dijodohkan dengan seorang perjaka bernama Tukina. Sewaktu ditanya
oleh orangtuanya, Tukini bersedia untuk dinikahkan dengan Tukina. Ia mengetahuai
siapa perjaka yang bernama Tukina itu. Tentu saja pengetahuan Tukini tentang Tukina
hanyalah sebagian karena ia sama sekali belum berkenalan sebelumnya. Maka
kesukarelaan Tukini untuk menikah dengan Tukina adalah keseukarelaan tidak
sempurna. Tukini hanya mengetahui sebagian saja tentang Tukina, tentu saja
persetujuannya juga hanya sebagian.

b. Kesukarelaan Langsung dan Tidak Langsung

Tindakan suka rela dilakukan seseorang karena orang tersebut memang dengan
sengaja mau melakukan tindakan itu untuk mencapai sasaran tertentu. Namun, bisa pula
tindakan suka rela ini dilakukan karena menjadi akibat dari tindakan suka rela yang
lainnya. Dilihat dari kedudukannya sebagai sebab atau akibat, tindakan suka rela dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan suka rela langsung (direct voluntary acts) dan
tindakan suka rela tidak langsung (indirect voluntary acts).
(1) Tindakan suka rela langsung adalah tindakan suka rela yang dilakukan dengan
sengaja demi tindakan itu sendiri. Contoh: "Saya akan pergi kuliah." Tindakan
"saya pergi kuliah" adalah tindakan yang memang sengaja dituju. Tindakan tersebut
adalah tindakan suka rela langsung. Contoh lain: "Saya akan pergi kuliah dan saya
ingin menjumpai dosen saya." Tindakan "saya pergi kuliah" dan tindakan "saya
ingin menjumpai dosen saya", kedua-duanya adalah tindakan yang memang dengan
sengaja dituju. Kedua tindakan tersebut termasuk tindakan suka rela langsung.
(2) Tindakan suka rela tidak langsung adalah tindakan yang dilakukan, karena tindakan
itu merupakan akibat dari tindakan suka rela langsung. Contoh: "Saya pergi kuliah,
maka saya tinggalkan pacar saya di kantin." Tindakan "saya pergi kuliah" adalah
tindakan yang dengan sengaja saya tuju, maka merupakan tindakan suka rela
langsung. Tindakan "saya meninggalkan pacar saya di kantin" adalah akibat dari
tindakan "saya pergi kuliah." Maka tindakan "saya meninggalkan pacar saya di
kantin" merupakan tindakan suka rela tidak langsung.

Meskipun dilakukan sebagai akibat dari tindakan suka rela langsung, tindakan suka
rela tidak langsung tetap merupakan tindakan suka rela. Tindakan suka rela tidak langsung
tetap diketahui dan disetujui oleh pelakunya. Dari contoh di atas, "saya meninggalkan pacar
saya di kantin" adalah tindakan yang saya ketahui dan saya setujui. Tindakan itu adalah
suka rela. Terhadap tindakan suka rela tidak langsung ini, pelaku tetap bertanggung jawab
secara penuh. Dengan lain kata, seseorang harus bertanggungjawab terhadap akibat
dari tindakannya, karena akibat dari tindakannya sama dengan "tindakan suka rela
tidak langsung", sedangkan tindakannya itu adalah "tindakan suka rela langsung."
Contoh: Seorang pengusaha mem-PHK karyawan-karyawannya, karena ia ingin
memulihkan perusahaannya yang kembang kempis karena krisis ekonomi. Apabila oleh
karena PHK tersebut para karyawan marah dan mengajukan pengusaha itu ke pengadilan,
pengusaha tersebut harus siap untuk mempertanggungjawab-kannya.

c. Hubungan antara Tindakan Sukarela Langsung dan Tidak Langsung

Mengenai hubungan antara tindakan suka rela langsung dan tidak langsung ini, dalam
Bahasa Latin terdapat pepatah yang berbunyi: "Causa causae est etiam causa causati" atau
"Sebab dari sebab juga merupakan sebab dari sesuatu yang disebabkan." Apa makna
pepatah ini?
Apabila mobil A yang dikendarai oleh Suradi menabrak mobil B yang dikendarai
oleh Tina, dan oleh karena itu mobil B yang dikendarai Tina itu menabrak Desy hingga
akhirnya Desy meninggal, maka Suradi ikut bertanggungjawab atas meninggalnya Desy.
Sebab Tina menabrak Desy hingga meninggal, karena mobilnya ditabrak oleh Suradi. Di
sini "meninggalnya Desy" merupakan "sesuatu yang disebabkan", sedangkan Suradi
merupakan "sebab dari sebab". Prinsip ini mau mengatakan bahwa kita harus
bertanggungjawab atas tindakan kita, juga terhadap akibat-akibat dari tindakan kita yang
tidak kita sengaja sebelumnya. Seorang laki-laki yang menyuruh pacarnya untuk
menggugurkan kandungannya, harus meringkuk di penjara karena akibat dari tindakan
menyuruh pacarnya menggugurkan kandungan itu, pacarnya meninggal dunia. Dengan
kata lain kita harus menjaga diri dan tindakan kita, karena apapun akibatnya kita turut
bertanggungjawab.

Latihan:
Dalam contoh-contoh tiap nomor di bawah ini, terdapat tindakan sukarela langsung dan
tidak langsung. Tentukanlah mana tindakan suka rela langsung, dan mana tindakan suka
rela tidak langsung!
1) Seorang awak kapal membuang barang-barang (termasuk barang-barang berharga)
dari kapalnya yang oleng akan tenggelam, karena ia bermaksud ingin menyelamatkan
penumpang.
2) Orang-orang sipil terbunuh dalam perang, karena musuh yang mengarahkan bom-bom
pada militer.
3) Desy menjadi tukang cuci di restoran, karena ia ingin membiayai kuliahnya.
4) Seorang ibu ingin menyelamatkan anaknya yang tercebur ke sungai, maka ia terjun ke
sungai.
3. Prinsip Tindakan yang berakibat ganda, baik dan buruk

Dari uraian tentang tindakan suka rela langsung dan tindakan suka rela tidak langsung
di atas, terdapat kesimpulan bahwa manusia bertanggungjawab atas semua akibat yang
timbul dari tindakannya. Akibat baik atau buruk yang timbul dari tindakan seseorang
berada dalam tanggung jawab orang yang bersangkutan. Kerap kali sebuah tindakan
mendatangkan dua akibat sekaligus, yaitu akibat baik dan buruk. Contoh: "Seorang ibu
secara rutin memberi bantuan kepada tetangganya yang miskin." Tindakan ini
mendatangkan dua akibat sekaligus, yaitu akibat baik "tetangga yang miskin itu tertolong",
dan akibat buruk "tetangga miskin ini menjadi amat tergantung pada bantuan ibu yang
menolong tersebut".
Dalam hal ini perlu diperhatikan prinsip-prinsip moral tentang tindakan yang
berakibat ganda yaitu akibat baik dan akibat buruk sekaligus. Manusia diperkenankan
secara moral untuk melakukan satu tindakan yang memiliki dua akibat sekaligus, yaitu
akibat baik dan buruk. Prinsip-prinsip berikut ini harus diperhatikan agar tindakan tersebut
secara moral dapat dimasukkan dalam tindakan yang baik.
(1) Tindakan yang dilakukan secara objektif (menurut norma yang barlaku) adalah baik
secara moral. Kalau tindakan yang dilakukan adalah baik, meskipun mendatangkan
akibat baik dan akibat buruk, secara moral tetaplah baik. Tetapi apabila tindakan itu
sendiri buruk secara moral, meskipun mendatangkan akibat baik, tindakan tersebut
tetaplah buruk. Di sini prinsip yang menjadi pegangan adalah tujuan atau maksud tidak
dapat menghalalkan cara. Contoh: "Seorang ayah mencuri uang tetangga, karena uang
tersebut akan digunakan untuk membelikan obat anaknya yang sakit." Tindakan
"mencuri uang" adalah buruk secara moral, maka meskipun tujuannya baik, yaitu untuk
"membelikan obat anaknya", tindakan tersebut tetap buruk.
(2) Akibat buruk yang timbul dari tindakan itu tidak boleh dituju atau direncanakan sejak
awal, sebab bila akibat buruk tersebut telah direncanakan, berarti motivasi tindakan
tersebut adalah buruk. Contoh: Seorang pemimpin perusahaan, karena merasa tersaingi
oleh bawahannya yang amat berbakat dan lebih muda, mempromosikan bawahannya
itu menjadi pemimpin cabang perusahaan di kota lain yang lebih berat agar karier
bawahannya itu terhambat karena medan kerja yang berat itu. Dalam contoh ini,
pemimpin perusahaan itu sejak semula telah memikirkan akibat buruk bagi bawahan
yang menjadi saingannya itu.
(3) Tindakan yang mempunyai akibat baik dan buruk sekaligus itu dapat dilakukan apabila
ada alasan yang kuat. Dengan alasan yang kuat, seseorang yang melakukan tindakan
tersebut tidak akan mengabaikan begitu saja akibat buruk yang akan timbul. Contoh:
Sebuah perusahaan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi
karyawan-karyawannya, untuk memulihkan perusahaan yang sedang dilanda krisis.
Kalau tindakan ini akan dilakukan, harus sungguh dilatarbelakangi oleh alasan-alasan
yang kuat, agar akibat-akibat buruk sekecil apapun tidak diabaikan begitu saja.
(4) Akibat buruk dari tindakan itu tidak boleh lebih besar dari pada akibat baiknya, sebab
bila akibat buruk lebih besar dari pada akibat baiknya, berarti motivasi tindakan itu
buruk. Contoh: Pemerintah akan membangun jalan layang, untuk mengatasi kemacetan
bila ada kereta api lewat. Ternyata untuk proyek pembangunan jembatan layang itu,
banyak penduduk di sekitar harus dipindah tempat dengan memberi uang ganti rugi
yang amat besar, keindahan kota justru terganggu oleh jalan layang itu, kolong jalan
layang itu kemudian menjadi sarang pengemis-perampok dsb. Apabila ternyata akibat
buruk dari pembangunan jalan layang tersebut lebih besar dari akibat baiknya, maka
pasti motivasi dari pembangunan jalan layang itu buruk, misalnya: ternyata dengan
proyek tersebut Pimpinan Proyek dkk. mendapat komisi yang amat besar.
Dengan mempertimbangkan empat syarat tersebut, secara moral boleh saja seseorang
melakukan suatu tindakan yang berakibat ganda, yaitu akibat baik dan akibat buruk.

Latihan:
Pilihlah prinsip yang melandasi larangan-larangan di bawah ini!
1) Seseorang tidak diperkenankan mencuri dari orang yang kaya dengan tujuan untuk
digunakan membantu orang yang miskin.
2) Seorang orang dokter tidak diperkenankan memperpendek hidup seorang pasien dengan
melakukan euthanasia, meskipun dengan tujuan untuk mengurangi penderitaan pasien.
3) Sepasang muda-mudi tidak boleh melakukan pengguguran kandungan si pemudi, dengan
maksud agar pemudi tetap dapat melanjutkan sekolah.
4) Kita tidak boleh memberikan koreksi atas tindakan kawan kita dengan cara mempermalukan
dia di depan umum.
5) Seorang pedagang tidak boleh menipu, dengan tujuan agar ia mendapat keuntungan yang
besar.

4. Penilaian Moral atas Tindakan

Tindakan manusia dapat dilihat dari dua aspek.

 Aspek Subjektif: Tindakan manusia membentuk karakter manusia. Seseorang


melakukan tindakan setelah ia mempertimbangkan dengan akal budinya, kemudian
memutuskan secara sadar apa yang akan dilakukan. Maka, tindakan adalah merupakan
perwujudan dari pilihan dan keputusannya. Oleh karena itu, tindakan manusia akan
membentuk karakter. Semakin kerap tindakan itu diulang-ulang, semakin terbentuklah
karakter seseorang. Artinya, tindakan berakibat bagi si pelaku.
 Aspek Objektif: Tindakan seseorang memberi dampak bagi orang lain. Seseorang
merasa dikasihi atau dibenci oleh orang lain karena tindakan yang dilakukan oleh orang
lain itu. Apapun yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi orang lain, entah
pengaruh positif atau negatif.
Maka penilaian moral atas tindakan seseorang harus melihat aspek subjektif dan objektif
tindakan itu.

Langkah-langkah penilaian moral atas tindakan manusia


1) Intensi, motivasi, maksud yang dituju pelaku tindakan. Kalau intensi, motivasi, dan
maksud pelaku itu baik, lihatlah kemudian cara atau sarana untuk mencapai tujuan itu.
Kalau caranya tidak baik, maka tindakan itu secara moral tetap tidak baik.
2) Cara atau sarana untuk mencapai intensi, motivasi itu. Apakah cara-cara untuk mencapai
tujuan itu baik? Seseorang membantu tetangganya yang miskin dengan melakukan
pencurian. Meskipun tujuannya baik tetapi caranya tidak baik. Maka tindakan itu tidak
baik secara moral.
3) Situasi atau konteks tindakan. Seseorang yang mencuri di atas benar-benar dalam
keadaan terpaksa, karena tetangganya tidak ada di rumah, sementara yang dibantu
betul-betul membutuhkan. Artinya, situasi tindakan pencurian tersebut bisa dimengerti
dengan akal sehat.
4) Akibat atau konsekuensi dari tindakan. Ini adalah aspek objektif tindakan. Apakah
akibat dari pilihan cara atau tindakan yang dilakukan. Apakah akibat tindakan itu buruk
atau baik secara objektif?
5) Apakah ada alternatif atau pilihan-pilihan cara atau tindakan lainnya? Kalau benar-
benar tidak ada pilihan lain, maka cara atau tindakan yang dipilih bisa dbenarkan secara
moral. Tetapi apabila masih ada pilihan lain, maka tindakan itu tidak dibenarkan.
Kembali ke contoh di atas,”membantu tetangga dengan melakukan pencurian.”
Ternyata masih ada pilihan lain dari pada mencuri, misalnya dengan melakukan iuran
dengan orang-orang lain yang bersedia. Kalau demikian, tindakan pencurian tersebut
tidak baik secara moral.

Setelah melakukan langkah-langkah di atas, kemudian dibuatlah penilaian secara menyeluruh


apakah tindakan itu baik secara moral atau tidak. Langkah-langkah di atas juga bisa kita
lakukan apabila kita akan menentukan pilihan tindakan yang akan kita buat.

Latihan: Berilah penilaian atas kasus di bawah ini dengan mengikuti langkah-langkah diatas.

Seorang ayah mengidap sakit gagal ginjal, sementara ia memiliki tiga orang anak yang masih
sekolah di SMA dan SMP. Ia harus cuci darah seminggu dua kali. Tetapi ia memutuskan untuk
tidak melakukan cuci darah tersebut karena biaya yang mahal. Biaya cuci darah akan
diperuntukkan bagi biaya pendidikan dan biaya hidup anak-anaknya.

Anda mungkin juga menyukai