Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“Pengetian, Ciri-ciri, dan Klasifikasi Mistisisme”


(Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Mistisisme Agama)

Dosen Pengampu : Khairiah, M.Ag

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1
Aliya Saida (12030323837)
Esy Sukma Nurmadhani (12030327408)
Uswatun Hasanah (12030321207)

STUDI AGAMA AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
banyak nikmat, nikmat yang tak terhingga banyaknya, Sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian, Ciri – Ciri, dan Klasifikasi
Mistisisme” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tak lupa pula penulis haturkan
shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari ibu Khairiah, M.Ag pada mata
kuliah Mistisisme Agama di UIN SUSKA RIAU. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca mengenai Mistisime Agama.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu selaku dosen


mata kuliah Mistisisme agama. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Baik dalam pengejaan dan juga
kesalahan – kesalahan lain. Mengingat akan pengetahuan penulis yang masih terbatas.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan – masukan
yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah ini dan makalah – makalah yang
akan datang.

Pekanbaru, 17 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................... 1

A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................ 2

A. Pengertian Mistisisme Agama.................................................................. 2


B. Ciri-Ciri Mistisisme Agama..................................................................... 3
C. Klasifikasi Mistisisme Agama................................................................. 5

BAB III : PENUTUP................................................................................................ ..

A. Kesimupulan............................................................................................ ..
B. Saran......................................................................................................... ..

DAFTAR KEPUSTAKAAN................................................................................... ..

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mistisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis
sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja,
terutama penganutnya. Kata mistemis berasal dari bahasa Yunani mystikos yang
artinya rahasia, serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman
Mistisme merupakan terminologi dari kaum orientalis Barat yang dapat
disamakan dengan Tasawuf dalam islam. Menurut Harun Nasution, intisarari
mistisme, termasuk di dalamnya Sufisme, yaitu kesadaran akan adanya komunikasi
dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan
berkontemplasi.
Mistik itu berarti persoalan-persoalan yang menyangkut hal-hal gaib,
kemampuan supranatural dan praktik-praktik yang menimbulkan kemampuan
supranatural, dan hal-hal seperti ini tidak bisa dipisahkan dari agama yang mana
mistik itu bagian dari agama, dan setiap bagian dari agama itu menyatu dengan
agama.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas pada makalah kali ini diantaranya :
1. Bagaimana Pengertian Mistisisme Agama ?
2. Bagaimana Ciri-Ciri Mistisisme Agama ?
3. Bagaimana Klasifikasinya ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui
dan memahami pengertian mistisisme agama, apa saja ciri-ciri mistisime tersebut dan
bagaimana klasifikasinya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mistisme Agama


Kata mistik berasal dari bahasa Yunani Meyein, yang artinya “menutup mata”.
Kata mistik biasanya digunakan untuk menunjukkan hal yang berkaitan dengan
pengatahuan tentang misteri. Namun demikian, istilah tersebut diperluas,artinya untuk
mencakup manifestasi keagamaan yang dengan secarakuat ditandai dengan
subjektivitas individualistik dan dikuasai oleh mentalitas yang tidak dapat melihat
apa–apa yang ada di atas pandangan eksoterisme. Sehingga mistik biasa dipakai untuk
menyebut arus besar keruhanian yang mengalir dalam semua agama. Dalam arti yang
luas, mistik dapat didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan Tunggal, yang
disebut sebagai kearifan, cahaya, cinta atau nihil. Kata sifat mistik dalam
penggunaannya biasa dikaitkan dengan upacara agama misteri, upacara yang harus
dirahasiakan, juga untuk menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan
tentang misteri.1
Bagi Karen Armstrong, ada hubungan linguistik antara tiga kata, mitos,
mistisme dan misteri. Ketiganya berasal dari kata kerja bahasa Yunani ‘musteion’
yang artinya ‘menutup mata atau mulut. Oleh karena itu, ketiga kata tersebut berakar
dalam pengalaman tentang kegelapan dan kesunyian.2
Sementara menurut KBBI, mistisisme atau mistik merupakan subsistem yang
ada dalam agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia merasakan dan
mengalami emosi bersatu dengan Tuhan.3
Rufus M. Jones dalam Dictionary of Phylosophy mengartikan mistisisme
dengan sederhana dan yang paling pokok adalah suatu tipe yang memberikan tekanan
pada kesadaran yang berlangsung berhubungan dengan Tuhan, kesederhanaan,
akan kehadiran Tuhan yang langsung dan akrab.

1
Hambali, Pengetahuan Mistis dalam Konteks Islam dan Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jurnal Substantia, Vol. 13,
No, 2, Oktober 2011, hlm.212
2
Karen Armstrong, Op.Cit., hlm.21
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen P&K RI, 1988) hlm. 588

2
Ahli lain yang mencoba mendefenisikan mistisisme adalah
A.C. Bouquet,dengan cara menyimpulkan bahwa sifat monistik mistisisme itu
universal, artinya seluruh mistik mempunyai ajaran yang monistik, walaupun agama
asal ia itu belum tentu monistik.
Mistisisme dalam islam disebut dengan tasawuf, dan oleh para orientalis Barat
disebut dengan sufisme. Kata sufisme dalam istilah orientalis khusus dipakai dalam
mistisisme Islam, dan tidak dipakai dalam agama-agama lain. Tasawuf atau
mistisisme sebagaimana dengan mistisisme diluar agama islam, mempunyai tujuan
untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari
benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan

B. Ciri-Ciri Mistisisme
Willian James, seorang ahli jiwa dari Amerika, menjelaskan tentang kondisi
mistisisme adalah
a. Ia merupakan suatu kondisi yang mustahil dapat didefinisikan atau dijabarkan,
kondisi tersebut merupakan perasaan (state of feeling) yangsulit dilakukan pada
orang lain dengan detail kata seteliti apapun.
b. Ia merupakan suatu kondisi pemahaman ( neotic ), sebab bagi para pelakunya ia
merupakan kondisi pengetahuan. Tersingkap hakikat realitas yang baginya
merupakan ilham dan bukan pengetahuan demonstratif.
c. Ia merupakan suatu kondisi yang cepat sinar (transiency). Ia tidak langsung
tinggal lama pada sang sufi,tetapi ia menimbulkan kesan-kesan yang sangat kuat
dalam ingatan.
d. Ia merupakan kondisi pasif (passivity)4

.Menurut R.M. Bucke, terdapat 7 karakteristik dalam kondisi mistisisme adalah :


a. Pancaran diri subjektif (subjective light)
b. Peningkatan Moral (moral elevation)
c. Kecemerlangan intelektual (intelektual illumination)
d. Perasaan hidup kekal (sense of immortality)
e. Hilangnya perasaan takut mati (loss of tear death)
f. Hilangnya perasaan dosa (loss of sense sin)
g. Ketiba-tibaan (suddenness)
4
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Grafindo Persada, 2004), hal. 125

3
Sementara Bertrand Russel membatasi tasauf pada 4 karakteristik, yaitu;

a. Keyakinan atas intuisi (intuition), yaitu keyakinan pemahaman batin(insigh)


sebagai mode pengetahuan, sebagai kebalikan dari pengetahuan rasional.
b. Keyakinan akan ketunggalan (wujud) serta pengingkaran atas kontradiksidan
diferensiasi, bagaimanapun bentuknya.
c. Pengingkaran atas realitas zaman.
d. Keyakinan atas kejahatan sebagai sesuatu yang hanya sekedar lahiriah dan ilusi
saja, yang dikenakan pada kontraiksi dan diferensiasi, yang dikendalikan rasio
analitis.Menurut Al-Taftazani, karakteristik diatas, terutama yang dikemukakan
oleh William James dan R.M. Bucke, dapat dikatakan terdapat sebagian
besaraliran tasauf atau mistisisme. Namun, karakteristik tersebut belum lengkap,
karena masih banyak ciri-ciri yang belum tercangkup didalammya.5

Al-Taffazani mengungkapan 5 karakteristik, di mana karaktristik tersebut


memiliki ciri-ciri yang bersifat psikis,moral, dan epistemilogi.
 Peningkatan Moral. Setiap tasawuf memiliki nilai-nilai moraltertentu yang
bertujuannya untuk membersihkan jiwa, untuk merealisasikan nilai-nilai itu.
 Pemenuhan Fana (sirna) dalam realitas mutlak. Inilah ciri khastasawuf atau
mistisisme dalam pengertiannya yang sesunguhnya.Yang dumaksud fana yaitu,
bahwa dengan latihan-latihan fisik serta psikis yang ditempuhnya, akhirnya
seorang sufi atau mistikus sampai pada kondisi psikis tertentu,di mana dia tidak
lagi merasakan adanyadiri atau pun keakuannya. Bahkan dia merasa kekal abadi
dalam realitas yang tinggi.
 Pengetahuan intuitif langsung, yaitu metode pemahaman hakikat realitas di
sebalik persepsi inerawi dan penalaran intelektual, yang disebut dengan Kasfy
atau intuisi atau sebutan-sebutan serupa lainnya, maka dalam kondisi begini dia
disebut sebagai sufi ataupun mistikus.
 Ketentraman atau kebahagiaan. Seorang sufi akan terbebas dari semua rasa takut
dan merasa intens dalam ketentraman jiwa, serta kebahagiaan dirinya pun
terwujudkan.

5
Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, ( Jakarta : Rajawali Pers, 1992 ), hal. 219.

4
 Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan. Yang dimaksud penggunaan
simbol adalah bahwa ungkapan – ungkapan yang dipergunakan sufi itu biasanya
mengandung pengertian, pengertian ditimba dari harfiah kata-kata, pengertian
ditimba dari analisis serta pendalaman.6

C.Klasifikasi Mistisisme Agama

Mistisisme dijumpai dalam semua agama, baik agama teistik (Islam, kristen dan
yahudi) maupun dikalangan mistik nonteistik (misalnya penganut agama buddha). Menurut
Prof. Harun Nasution, dalam tulisan Orientalis Barat, mistisisme yang dalam Islam adalah
tasawuf disebut sufisme. Sebutan ini tidak dikenal dalam agama-agama lain, melainkan
khusus untuk sebutan mistisisme Islam . Sebagaimana halnya mistisisme, tasawuf atau
sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan tuhan,
sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan. Intisarinya adalah
kesadaran akan adanya komunikasi atau dialog antara roh manusia dengan tuhan dengan
mengasingkan diri dan berkontemplasi7.

Ketika seseorang mendengar istilah "Agama Jawa" disebut orang, serta-merta terlintas
suatu gambaran tertentu tentang tradisi yang berkembang dalam komunitas Jawa tertentu
yang terbedakan secara jelas dari agama, khususnya Islam, yang juga perkembangan
berdampingan dengannya.Artinya, dalam "Agama Jawa" itu terdapat suatu pandangan hidup
(world view) yang terdiri dari sistem kepercayaan, peribadatan, etika, filsafat, seni, dan lain-
lain, yang secara keseluruhan disebut dengan "Agama Jawa," dan itu bukan Islam, bukan
Kristen atau Katholik, bukan Hindu, juga bukan Budha.

Prof Afif Muhammad menyatakan bahwa Agama Jawa adalah agama yang sarat
dengan mistisisme. Ia memiliki sistem kepercayaan tentang mikrokosmos dan makrokosmos,
manuggaling kawula-Gusti(monisme), keselarasan hidup dengan alam, dan lain-lain yang
sangat khas dan terbedakan secara jelas dengan Islam. Mistisisme Jawa, selain terlihat dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa (Niels Mulder, 1980), juga memiliki literatur yang
sangat melimpah.

6
Ibid, hlm. 128
7
Harun Nasution, 1973:56

5
menurut prof Afif Muhammad, Adalah sangat wajar jika Agama Jawa sarat dengan
mistisme, sebab di Jawa agama Hindu dan Budha menyisakan banyak sekali warisan, baik
dalam bentuk candi-candi maupun literatur-literatur sastra dan suluk Jawa. Dengan
demikian,masyarakat Jawa memiliki hubungan yang sangat kuat dengan spiritualisme Hindu
dan Budha.

Routledge Encyclopedia of Philosophy mengklasiikasikan mistisisme ke dalam 6


“helaian” yaitu mistisisme komunitas-komunitas wiwitan (ancient and indigenous
communities), mistisisme India, di China dan Jepang, mistisisme yahudi, mistisisme Kristen
dan mistisisme Islam. Contoh lainnya, Encyclopedia of Philosophy memaparkan mistisisme
dengan membatasi perhatianhanya pada “tradisi-tradisi religius utama yang telah mengenal
budaya tulis (main literate religious tradition),” yaitu agama-agama India (Hindu, Budha,
Jainisme, Sikhisme), agama-agama Cina dan Jepang, dan akidah-akidah bangsa Semit
(Yahudi, Kristen dan Islam).

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis,
ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau
terselubung dalam kekelaman sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh
orang-orang tertentu saja, terutama penganutnya. Selain serba mistis, ajarannya juga
serba subyektif tidak obyektif. Tidak ada pedoman dasar yang universal dan yang
otentik. Sehingga pembahasan dan pengalaman ajarannya tidak mungkin dikendalikan
atau dikontrol dalam arti yang semestinya. Biasanya tokohnya sangat dimuliakan,
diagungkan bahkan diberhalakan (dimitoskan, dikultuskan) oleh penganutnya karena
dianggap memiliki keistimewaan pribadi yang disebut kharisma.
B. Saran
Sebagai seorang manusia tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Oleh sebab itu, dalam memandang segala sesuatu penulis sarankan agar dengan hati
yang jernih sehingga mudah bagi kita menerima kebenaran, karena segala sesuatu
mempunyai manfaat. Dan juga, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak, oleh sebab itu
penulis masih memerlukan banyak masukan yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah yang akan datang.

7
DAFTAR PUSTAKA

A.E. Afifi, Filsafat Mistis Ibnu Arabi, (Gaya Media Pratama, Jakarta, 1995). Sidney Spencer,
Misticismin World Religion, (George Allen dan Unwin Itd., 1965).

Bagus Lorens, Kamus Filsafat, (Gramedia, Jakarta 1996). Ramdan, Tasawuf dan Aliran
Kebatinan, (LESFI, Yogyakarta, 1993).

Hambali, Pengetahuan Mistis dalam Konteks Islam dan Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jurnal
Substantia, Vol. 13, No, 2, Oktober 2011.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen P&K RI, 1988)

Ninian Smart, “The History of Mysticism” dalam Enciclopedia of Philosophy, Vol. 5. dan 6,
(Macmillan Publising, New York).

Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, ( Jakarta : Rajawali Pers, 1992 )

Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Grafindo Persada, 2004)

Anda mungkin juga menyukai