Anda di halaman 1dari 9

AYAT DAN HADIST TENTANG KERUKUNAN UMAT

BERAGAMA

Citra Dwinanda Anjanie

12030327324

1. QS. AL KAHF ; 29

ۚ ‫اط ِب ِه ْم ُس َرا ِدقُ َها‬َ ‫ِين َن ارً ا َأ َح‬


َ ‫ِلظلِم‬ َّ ٰ ‫َوقُ ِل ْٱل َح ُّق مِن رَّ ِّب ُك ْم ۖ َف َمن َشٓا َء َف ْليُْؤ مِن َو َمن َشٓا َء َف ْل َي ْكفُرْ ۚ ِإ َّنٓا َأعْ َت ْد َنا ل‬
‫ت مُرْ َت َف ًقا‬
ْ ‫س ٱل َّش َرابُ َو َسٓا َء‬َ ‫وا ِب َمٓا ٍء َك ْٱل ُمه ِْل َي ْش ِوى ْٱلوُ جُو َه ۚ ِبْئ‬ ۟ ‫وا ي َُغ ُاث‬
۟ ‫ِيث‬
ُ ‫َوِإن َيسْ َتغ‬
Artinya
Dan katakanlah “ kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka
barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir. Sesungguhnya kami
telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka,yang gejolaknya
mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum,niscaya
mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih
yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan
tempat istirahat yang paling jelek.

Adapun penafsiran dari ayat ini ialah


Pada ayat yang berbunyi ْ‫ق ِمن َّربِّ ُك ْم ۖ فَ َمن َشٓا َء فَ ْليُْؤ ِمن َو َمن َشٓا َء فَ ْليَ ْكفُر‬
ُّ ‫َوقُ ِل ْٱل َح‬

Maksudnya Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan kepada pembesar-pembesar
Quraisy bahwasanya kebenaran hanya berasal dari Allah subhanahu wa
ta’ala, maka terserah mereka mau beriman ataupun kafir.
Akan tetappi, Orang-orang kafir mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan
kebebasan berkeyakinan karena Allah swt memberikan izin. Mereka
mengatakan bahwa di antara hak privasi yang tertinggi adalah privasi
tentang keyakinan, kita bebas memilih dan Allah swt tidak ikut campur
dalam urusan privasi keyakinan, sehingga mereka melarang seseorang
untuk mendakwahkan Islam dengan menyalahakan agama yang lain.
tetapi mereka memotong ayat tersebut dan tidak membaca kalimat
selanjutnya
َ ‫ِإنَّا َأ ْعتَ ْدنَا لِلظَّالِ ِمينَ نَارًا َأ َحا‬
!‫ط بِ ِه ْم ُس َرا ِدقُهَا‬

“Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka,
yang gejolaknya mengepung mereka”.

Jadi orang orang kafir mengatakan bahwa firman Allah tersebut untuk
bebas memilih keyakinan. Dan ini salah, yang benar adalah
‫لِل َّت ْه ِد ْي ِد‬ (ancaman), dan ini disebutkan oleh para Ahli tafsir seperti Ar-Razy
dan yang lainnya.

Contohnya seperti perkataan seorang ayah kepada anaknya: “Wahai


anakku, terserah kamu mau terus sekolah atau tidak mau meneruskan
sekolah lagi, tetapi jika kamu tidak mau meneruskan sekolah maka kamu
bukan anak ayah lagi”, maka ini adalah ancaman, bukan pilihan. Begitu
juga dalam ayat ini, bagi yang ingin beriman silahkan dan bagi yang ingin
kafir juga silahkan, namun barang siapa yang kafir maka siap-siap untuk
masuk neraka jahannam, maka ini adalah bentuk ancaman.
Dan cukup ayat ini menjelaskan sebagai ancaman bagi orang yang kafir.
Jadi meskipun ayat ini hanya dipotong menjadi ْ‫َف َمنْ َشا َء َف ْل ُي ْؤ مِنْ َو َمنْ َش ا َء َف ْل َي ْكفُ ر‬
saja maka ini sudah sangat jelas menunjukkan sebagai ancaman, terlebih
lagi ayat setelahnya “Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang
orang zalim itu neraka”.
Pada ayat ini juga dijadikan dalil oleh Mu’tazilah bahwa masing-masing
berkehendak bebas di luar kehendak/keputusan Allah subhanahu wa ta’ala.
Mereka mengatakan bahwa perbuatan hamba adalah ciptaan Allah
subhanahu wa ta’ala dan semua selain Allah subhanahu wa ta’ala adalah
makhluk; baik diri kita, perbuatan kita, maupun ucapan kita. manusia yang
memiliki kehendak dan Allah tidak menciptakan perbuatan manusia. Allah
subhanahu wa ta’ala hanya menciptakan manusia, lalu Allah subhanahu wa
ta’ala biarkan begitu saja, mereka bebas berbuat apa saja dan mereka di
luar kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Jawabannya bahwa pernyataan mereka tidaklah benar, memang benar
bahwa manusia memiliki kehendak dan qudrah (kemampuan) akan tetapi
qudrah manusia di bawah qudrah Allah subhanahu wa ta’ala, dan
kehendak manusia di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Ini
sangat jelas bahwa kita memiliki kehendak dan kita menyadari bahwa kita
memiliki kehendak,juga Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan bahwa
manusia memiliki kehendak

ْ‫فَ َم ْن َشا َء فَ ْليُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َء فَ ْليَ ْكفُر‬

“maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan


barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” akan tetapi semua
kehendak manusia di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta’ala, Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
َ‫َو َما تَ َشاءُونَ ِإاَّل َأ ْن يَ َشا َء هَّللا ُ َربُّ ْال َعالَ ِمين‬

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali


apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” QS. At-Takwir: 29

Di antara bukti bahwa kehendak kita di bawah kehendak Allah adalah


kehendak kita terkadang tidak terjadi dan ini sering kita rasakan. Ketika
kita ingin sehat ternyata kita sakit, kita ingin menunaikan haji atau umrah
namun tidak mampu, dan banyak kehendak yang kita inginkan bisa kita
kerjakan dan banyak kehendak yang kita inginkan namun tidak dapat kita
kerjakan. Ini semua menunjukkan bahwa kehendak kita di bawah
kehendak Allah subhanahu wa ta’ala.
Jadi dalilnya Orang-orang Mu’tazilah Al-Qodariyyah yang mengatakan
bahwa manusia memiliki kehendak di luar kehendak Allah subhanahu wa
ta’ala tersebut disangkal oleh akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang
menyatakan bahwa kita memiliki kehendak namun kehendak kita di bawah
kehendak Allah subhanahu wa ta’ala

Kemudian pada ayat

ۚ !‫ِإنَّا َأ ْعتَ ْدنَا لِلظَّالِ ِمينَ نَارًا َأ َحاطَ بِ ِه ْم ُس َرا ِدقُهَا‬

“Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka,
yang gejolaknya mengepung mereka.”

para ulama mengatakan artinya yang mengelilingi kemah berupa pagar.


Seakan-akan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa kalian wahai
orang-orang yang zalim nanti akan masuk neraka dan kalian akan diliputi
oleh neraka jahannam dan tidak ada kesempatan keluar dari neraka
jahannam karena di dalamnya ada api dan sekelilingnya juga ada api yang
meliputi kalian, seluruhnya dipenuhi api. Tidak ada tempat lari atau
tempat bersembunyi dari neraka jahannam. Pun tidak ada celah yang tidak
terkena api karena semuanya tertutup oleh api, bahkan pagarnya pun
penuh dengan api.

Kemudian pada ayat

ۚ َ‫َوِإ ْن يَ ْستَ ِغيثُوا! يُغَاثُوا بِ َما ٍء َك ْال ُم ْه ِل يَ ْش ِوي ْال ُوجُوه‬

“Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka.”
Disini Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan keadaan mereka di neraka
kelak, bahwa mereka meminta tolong karena di sana mereka merasa
kelaparan dan kehausan, juga karena panas yang mereka rasakan, akhirnya
mereka meminta tolong untuk diberikan minum. Di antara siksaan untuk
penghuni neraka jahannam adalah mereka diperlihatkan penghuni surga
dengan segala kenikmatannya.

Ini adalah siksaan yang sangat pedih, karena mereka dalam keadaan
disiksa dan mereka melihat para penghuni surga sedang bernikmat-
nikmat. Maka ini menambah kesedihan mereka, dan mereka mencoba
meminta tolong agar penghuni surga memberikan minum kepada mereka

Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa mereka


minta tolong agar dikasih minum dan akhirnya mereka ditolong, namun
dengan apa mereka ditolong? Mereka ditolong ‫“ ِب َما ٍء َك ْال ُمه ِْل‬dengan air seperti
besi yang mendidih”, dan ‫ ْال ُمه ِْل‬adalah leburan besi, perak, atau tembaga
dan semuanya tidak mungkin bisa lebur kecuali panasnya ribuan derajat.
Ini menunjukkan panas yang luar biasa. Dan ketika mereka ingin
meminumnya, maka langsung membakar kulit wajah mereka.

Kemudian pada ayat

‫ت ُمرْ تَفَقًا‬
ْ ‫س ال َّش َرابُ َو َسا َء‬
َ ‫بِْئ‬

“Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling
jelek.”
Dan sungguh buruk minuman mereka, karena minuman mereka sangat
panas dan mencabik-cabik usus mereka.

‫ مُرْ َت َف ًقا‬dalam bahasa arab artinya tempat istirahat, dan irtifaq dalam Bahasa


Arab artinya ittika’, yaitu duduk bersandar dengan siku, dan tempat
istirahatnya namanya murtafaq. Akan tetapi apakah mereka beristirahat?
Jawabannya tidak, para ulama mengatakan bahwasanya Allah subhanahu
wa ta’ala menggunakan ungkapan-ungkapan untuk tahakkum (mengejek
mereka),
oleh karenanya sebelumnya Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan bahwa
mereka ditolong namun pertolongannya berupa air yang sangat panas. Dan
Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan bahwa mereka mendapatkan
tempat untuk istirahat namun ternyata tempat yang paling buruk

Adapun ilmu toleransi yang bisa kita ambil dari ayat ini ialah kita tidak bisa
memaksa orang lain untuk sependapat dengan kita,beriman atau kafir.
Karena senantiasa nya manusia adalah ciptaan allah yang sempurna.
Dimana manusia diberi akal dan pikiran untuk membedakan antara yang
baik dan buruk. Kebaikan yang kita perbuat untuk diri kita sendiri begitu
juga sebaliknya keburukan yang kita perbuat akan mendapatkan balasan
yang setimpal di akhirat nanti.

2. QS. AL HUJURAT 13

َّ‫ارفُ ْوا ۚ اِنَّ اَ ْك َر َم ُك ْم عِ ْن دَ هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِن‬ ُ ‫اَ ُّي َها ال َّناسُ ِا َّنا َخلَ ْق ٰن ُك ْم مِّنْ َذ َك ٍر َّوا ُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم‬
َ ‫ش ع ُْوبًا َّو َق َب ۤا ِٕى َل لِ َت َع‬
‫هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم َخ ِب ْي ٌر‬
ARTINYA :
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

DiciptakanNya kita berbeda suku bangsa untuk "saling mengenal".


Apa maksudnya? Keragaman itu merupakan sarana untuk kemajuan
peradaban. Kalau Anda hanya lahir di suku Anda saja, tidak pernah
mengenal budaya orang lain, tidak pernah bergaul dengan berbagai
macam anak bangsa, dan hanya tahunya orang di sekitar anda saja,
maka sikap dan tindak-tanduk Anda seperti katak di dalam
tempurung.

Kita tidak bisa memilih lahir dari rahim ibu yang beragama apa, atau
keturunan siapa atau tinggal di mana. Keragaman tidak dimaksudkan
untuk saling meneror, memaksa atau membunuh. Al-Qur'an
mengenalkan konsep yang luar biasa: keragaman itu untuk kita saling
mengenal satu sama lain. Dengan saling mengenal perbedaan kita
bisa belajar membangun peradaban. Dengan saling tahu perbedaan
di antara kita maka kita akan lebih toleran; kita mendapat
kesempatan belajar satu sama lain. Kesalahpahaman sering terjadi
karena kita belum saling mengenal keragaman di antara kita.

Saya bilang di atas ayat ini sangat 'modern' karena misalnya di


Australia saja ada penelitian yang menyebutkan bahwa mereka yang
anti terhadap Muslim ternyata mereka tidak pernah bergaul akrab
dengan orang Islam. Artinya, mereka yang mengenal orang Islam di
lingkungannya tinggal, di sekolah atau di tempat kerja akan
cenderung lebih toleran terhadap perbedaan. Nah, bagaimana
dengan kita? Sudahkah kita "saling mengenal" seperti pesan al-
Qur'an terhadap pihak lain yang berbeda dengan kita? Bisakah kita
menghargai dan belajar dari mereka yang selama ini kita benci?

Dalam bentuknya yang 'modern' ayat di atas bisa dilihat dalam


konteks teori psikologi dan sosiologi. Al-Qur'an menggunakan
bentuk tafa'ala dalam redaksi lita'arafuu yang bermakna saling
mengenal. Fungsinya lil musyaarakati baina itsnaini fa aktsara.

Tidak cukup interaksi Anda itu hanya untuk mengenal yang lain,
mereka pun harus juga mengenal Anda. Interaksi kedua belah pihak
akan melahirkan tidak hanya simpati tapi juga empati.
Kalau Anda meminta orang lain memahami Anda, maka pihak lain
pun meminta hal yang sama. Langkah awalnya persis seperti pesan
al-Qur'an: salingmengenal.

Tak kenal maka tak sayang. Di medsos pun seperti itu, banyak yang
komentar sembarangan dan seenaknya karena merasa yang
dihadapinya hanya layar hape atau komputer yang benda mati dan
tidak berperasaan. Bagaimana hendak saling mengenal, kalau sengaja
memakai akun anonim? Mereka lupa, medsos ini sesuai namanya --
media sosial-- adalah juga salah satu sarana kita untuk "saling
mengenal" bukan "saling mencaci-maki". Yuk mari kita saling
mengenal!

Jadi Dapat disimpulkan melalui Surat Al Hujurat ayat 13, Allah SWT
secara tegas melarang segala bentuk tindakan kebencian kepada
sesama manusia dengan mengatasnamakan suku, ras, agama, dan
lain sebagainya.
Pentingnya kesadaran dan meningkatkan rasa toleransi terhadap
sesama perlu diwujudkan agar manusia tidak semena-mena
melakukan tindakan diskriminasi, rasisme, atau tindakan sejenis
lainnya. Selain Islam melarangnya, tindakan ini justru akan memecah
belah bangsa dan menimbulkan kekacauan.

3. HADIST

) ‫رحم ا هلل رجال سمحا اذا باع واذاشترئ واذا اقتضئ ( روه البخر‬
“allah merahmati atau menyayangi sesorang yang toleran dalam
menjual,membeli dan memutuskan perkara “(HR.Bukhari)

Dua orang penjual dan pembeli pada prinsipnya saling


membutuhkan. Si penjual butuh laku barang jualannya dan
mendapakatkan keuntungan sehingga sirkulasi perdagangan berjalan
lancar. Sedang pembeli ingin mendapatkan barang yang dibutuhkan
dengan mengganti uang yang layak. Keduanya perlu pelayanan yang
baik,santun dan tidak ingin dikecewakan. Diantara pelayanan yang
baik keduanya ada usaha mempermudah transaksi sehingga
keinginan kedua belah pihak dapa tercapai dengan baik.

Dalam masalah perdagangan dan peradilan,islam juga mengajarkan


tentang sikap toleransi terutama dalam transaksi jual dan beli.
Sebagai umat muslim kita diajarkan untuk menimbang secara jujur
agar tidak merugikan orang lain demi mendapatkan keuntungan
pribadi.
Sikap toleran merupakan sikap memberikan kemudahan serta
kelapangan kepada setiao orang. Sikap tersebut termasuk dalam
bentuk rahmat dan kasih sayang antar sesama. Maka jangan heran
bila allah memang telah menjanjikan balasan rahmat kepada
siapapun yang memiliki sikap toleran ini kepada sesamanya.

Anda mungkin juga menyukai